Anda di halaman 1dari 22

BIOREMIDIASI

Oleh :

I Gusti Putu Oka Mahaputra Wardana Liran 1806541004

I Made Prayudiyasa 1806541013

I Ketut Agus Wahyu Wiradharma 1806541017

I Gusti Ayu Ari Santikadewi 1806541037

Made Alit Desy Adnyani 18065410

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

JIMBARAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“BIOREMIDIASI ” dengan tepat waktu.Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pengolahan Tanah dan Air . Kami berharap dapat menambah
wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang pertanian.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu


selama proses penyusunan makalah ini.Menyadari banyaknya kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan


denganmemanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi
bukanlahkonsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba telah banyak
digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun
baik yang berasal darilimbah rumah tangga maupun dari industri. Hal yang baru adalah
bahwa teknik bioremediasiterbukti sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk
membersihkan tanah dan air yangtrekontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau
beracun.Mikroba yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri,
jamur.

Secara ekonomi dan fungsi, penggunaan teknik bioremediasi harus dapat


berkompetisidalam teknologi remediasi lainnya, seperti pembakaran (insinerasi) atau
perlakuan kimia.Sebelum suatu Teknik bioremediasi diaplikasikan, informasi tentang
keadaan
lokasidan potensi mikroorganisme harus sudah diketahui. Untuk itu perlu dilakukan uji la
boratorium untuk mengetahui kecepatan degradasi pada suatu fungsi lingkungan tertentu
seperti pH,konsentrasi oksigen, nutrien, komposisi mikroba, ukuran partikel tanah, dan
juga suhu. Dibanding teknik remediasi lain, aplikasi bioremediasi jauh lebih murah.
Levine and Gealt (1993) menyatakan bahwa bioremediasi untuk satu yardtanah yang
terkontaminasi diperlukandana sekitar 40 sampai 100 dollar. Sedangkan melalui proses
lainnya, seperti denganinsinerasi, memerlukan biaya 250 sampai 800 dollar dan
landfilling sekitar 150 sampai 250dollar untuk kapasitas tanah yang sama. Bioremediasi
dapat diaplikasikan pada lingkungan-lingkungan yang terpolusi malalui berbagai
mekanisme. Litchfield (1991), bioremediasi dilakukan melalui lima pendekatan berikut:
bioreaktor, perlakuan fase padat, pengomposan,landfarming , dan perlakuan in situ.

I.2 Rumusan masalah

1. Apa yang di maksud dengan Bioremediasi ?

2. Apa tujuan dari Bioremediasi ?

3. Apa saja Jenis-jenis Bioremediasi ?

4. Apa saja Faktor-Faktor yang memperngaruhi Bioremediasi ?


5. Apa saja kelebihan dan kekurangan Bioremediasi ?

6. Apa saja jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi ?

7. Bagaimana Proses Bioremediasi ?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biore mediasi


Dari istilah ini tentunya kita dapat memahami bahwa bioremediasi berasal dari
dua asal kata, yaitu bio (organisma hidup) dan remediasi (menyehatkan kembali),
sehingga secara bersama diartikan bioremediasi menjadi suatu cara penggunaan
organisme dalam upaya penyehatan kembali lingkungan yang sudah rusak atau
tercemar

Bioremediasi adalah proses degradasi biologis dari sampah organik pada


kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya di
bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang. Sedangkan menurut United
States Environmental Protection Agency (dalam Surtikanti, 2011:143), bioremediasi
adalah suatu proses alami untuk membersihkan bahan-bahan kimia berbahaya. Ketika
mikroba mendegradasi bahan berbahaya tersebut,akan dihasilkan air dan gas tidak
berbahaya seperti CO2.
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan
dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran dan cukup
menarik. Selain hemat biaya, dapat juga dilakukan secara in situ langsung di tempat
dan prosesnya alamiah (Hardiani, dkk. 2011:32). Laju degradasi mikroba terhadap
logam berat tergantung pada beberapa faktor, yaitu aktivitas mikroba, nutrisi, derajat
keasaman dan faktor lingkungan (Hardiani, dkk., 2011:32). Teknologi bioremediasi
ada dua jenis, yaitu ex-situ dan in situ. Ex-situ adalah pengelolaan yang meliputi
pemindahan secara fisik bahan-bahan yang terkontaminasi ke suatu lokasi untuk
penanganan lebih lanjut (Vidali dalam Hardiani, dkk., 2011:32 ). Penggunaan
bioreaktor, pengolahan lahan (landfarming), pengkomposan dan beberapa bentuk
perlakuan fase padat lainnya adalah contoh dari teknologi ex-situ, sedangkan teknologi
in situ adalah perlakuan yang langsung diterapkan pada bahan-bahan kontaminan di
lokasi tercemar (Vidali dalam Hardiani, dkk., 2011:32)
Berdasarkan agen proses biologis serta pelaksanaan rekayasa, bioremediasi dapat dibagi
menjadi dalam Empat kelompok, yaitu:
a. Fitoremediasi;
b. Bioremediasi in situ
c. Bioremediasi ex situ
d. Bioagumentasi
Fitoremediasi merupakan proses teknologi yang menggunakan tumbuhan untuk
memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan polutan secara in situ (Surtikanti, 2011:144).
Teknologi ini dapat ditunjang dengan peningkatan perbaikan media tumbuh dan
ketersediaan mikroba tanah untuk meningkatkan efesiensi dalam proses degradasi bahan
polutan. Proses fitoremediasi bermula dari akar tumbuhan yang menyerap bahan polutan
yang terkandung dalam air. Kemudian melalui proses transportasi tumbuhan, air yang
mengandung bahan polutan dialirkan keseluruh tubuh tumbuhan, sehingga air yang
menjadi bersih dari polutan. Tumbuhan ini dapat berperan langsung atau tidak langsung
dalam proses remediasi lingkungan yang tercemar.

Dalam proses remediasi, tumbuhan dapat bersifat aktif maupun pasif dalam
mendegradasi bahan polutan. Secara aktif tumbuhan memiliki kemampuan yang berbeda
dalam fitoremediasi. Ada yang melakukan proses transformasi, fitoekstraksi
(pengambilan dan pemulihan dari kontaminan pada biomassa bawah tanah),
fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi (menstabilkan daerah limbah dengan kontrol
penyisihan dan evapotrannspirasi), dan rhizofiltrasi (menyaring logam berat ke sistem
akar) (Kelly dalam Surtikanti, 2011:145). Keenam proses ini dibedakan berdasarkan
proses fisik dan biologis. Sedangkan secara pasif tumbuhan melakukan biofilter, transfer
oksigen, menghasilkan karbon, dan menciptakan kondisi lingkungan (habitat) bagi
pertumbuhan mikroba.

Fitotransformasi adalah pengambilan kontaminan bahan organik dan nutrien dari


tanah atau air tanah yang kemudian dtransformasikan oleh tumbuhan. Proses
trannsformasi poluttan dalam tumbuhan dapat berubah menjadi nontoksik atau menjadi
lebih toksik. Metabolit hasil transformasi tersebut terakumulasi dalam tubuh tumbuhan.
Fitoekstraksi merupakan penyerapan polutan oleh tanaman air atau tanah dan kemudian
diakumulasi atau disimpan dalam bagian suatu tumbuhan (daun atau batang). Tanaman
tersebut dinamakan hiperakumulator. Setelah po lutan terakumulasi, tumbuhan dapat
dipanen dan tumbuhan tersebut tidak boleh dikonsumsi tetapi harus dimusnahkan dengan
insinerator atau ditimbun dalam landfill.

Fitovolatillisasi merupakan proses penyerapan polutan oleh tumbuhan,


kemudian polutan tersebut diubah menjadi bersifat volatile (mudah menguap), setelah
itu ditranspirasikan oleh tumbuhan. Polutan yang dilepaskan oleh tumbuhan keudara
dapat memiliki bentuk senyawa awal polutan, atau dapat juga menjadi senyawa yang
berbeda dari senyawa awal.
Fitodegradasi adalah proses penyerapan polutan oleh tumbuhan dan kemudian
polutan tersebut mengalami metabolisme di dalam tumbuhan. Metabolisme polutan di
dalam tumbuhan melibatkan enzim antara lain nitrodictase, laccase, dehalogenase, dan
nitrillase. Fitostabilisasi merupakan proses yang dilakukan oleh tumbuhan untuk
mentransformasikan polutan di dalam tanah menjadi senyawa nontoksik tanpa
menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tubuh tumbuhan. Hasil transformasi
dari polutan tersebut tetap berada di dalam tanah. Fitostabilisasi dapat diartikan sebagai
penyimpanan tanah dan sedimen yang terkontaminasi dengan menggunakan vegetasi,
dan immobilisasi kontaminan beracun polutan. Fitostabilisasi biasanya digunakan untuk
kontaminan logam pada daerah berlimbah yang mengandung suatu kontaminan.
Sedangkan rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan oleh tanaman tetapi biasanya
konsep dasar ini berlaku apabila medium yang tercemarnya adalah badan perairan
(Surtikanti, 2011:146-148).

Bioremediasi (in situ bioremidiation) juga terbagi atas:


a. Biostimulasi/Bioventing: dengan penambahan nutrient (N, P) dan aseptor elektron
(O2) pada lingkungan pertumbuhan mikroorganisme untuk menstimulasi
pertumbuhannya.
b. Bioaugmentasi: dengan menambahkan organisme dari luar (exogenus
microorganism) pada subpermukaan yang dapat mendegradasi kontaminan spesifik.

c. Biosparging: dengan menambahkan injeksi udara dibawah tekanan ke dalam air


sehingga dapat meningkatkan konsentrasi oksigen dan kecepatan degradasi.
Sementara bioremediasi ex situ dikenal sebagai metode dimana
mikroorganisme diaplikasikan pada tanah atau air terkontaminasi yang telah
dipindahkan dari tempat asalnya. Teknik ex situ terdiri atas:
a. Landfarming: teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan
dipindahkan pada lahan khusus yang secara periodik diamati sampai polutan
terdegradasi.
b. Composting: teknik yang melakukan kombinasi antara tanah terkontaminasi
dengan tanah yang mengandung pupuk atau se nyawa organik yang dapat
meningkatkan populasi mikroorganisme.
c. Biopiles: merupakan perpaduan antara landfarming dan composting.
d. Bioreactor: dengan menngunakan aquaeous reaktor pada tanah atau air yang
terkontaminasi.
2.2 Tujuan Bioremidiasi

Tujuan dari bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air)
atau dengan kata lain mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari
lingkungan. Bioremediasi telah memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai
bidang, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.Bidang Lingkungan

Pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah tersebut
menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam lingkungan yakni telah
membantu mengurangi pencemaran dari limbah pabrik, misalnya pencemaran limbah
oli di laut Alaska berhasil diminimalisir dengan bantuan bakteri yang mampu
mendegradasiolitersebut.
2.Bidang Industri

Bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan


semangat industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak
dibidang bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products, Inc., di
San Clemente,Calif.
3.Bidang Ekonomi

Karena bioremediasi menggunakan bahan-bahan alami yang hasilnya ramah


lingkungan, sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah
memerlukan modal dan biaya yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan
solusiekonomiyanglebihbaik.
4.Bidang Pendidikan

Penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat membantu penelitian


terhadap mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas. Pengetahuan ini
akan memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains.
2.3 Jenis-Jenis Bioremediasi

Dapat dibedakan menjadi dua yaitu bioremediasi yang melibatkan mikroba dan bioremediasi
berdasarkan lokasinya.
1.  Bioremediasi yang melibatkan mikroba
Teknologi bioremediasi dalam menstimulasi pertumbuhan mikroba dilakukan dengan tiga
cara yaitu :
a. Biostimulasi
Biostimulasi adalah suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi tertentu
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (misalnya nutrien dan oksigen) atau menstimulasi
kondisi lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisma
tumbuh dan beraktivitas lebih baik.
b. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih
mikroorganisme baik yang alami maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat
(improved/genetically engineered strains).
c. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami (tanpa campur tangan manusia) dalam air
atau tanah yang tercemar.
2. Bioremediasi berdasarkan lokasi
Bioremediasi berdasarkan lokasi dapat dilakukan secara in-situ dan ex-situ.
a. Bioremediasi in-situ, yaitu proses pengelolaan limbah di lokasi limbah itu berada dengan
mengandalkan kemampuan mikroorganisme yang telah ada di lingkungan tercemar untuk
mendegradasinya.
b. Bioremediasi ex-situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah di
suatu lokasi lalu ditreatment di tempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat
asal.  Kemudian diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.  Bioremediasi ini bisa
lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis
kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioremediase

Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan


demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon
perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang
sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses
bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.

1. Tanah
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.
Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir
ataupun kerikil kasar sehingga disp.ersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di
dalam tanah.

2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC. Ladislao, et. al. (2007)
mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38oC bukan pilihan yang valid
karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen.
Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas
alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat
sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi
tempat dilaksanakannya bioremediasi.

3. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi
substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan
syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung
pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran
substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu
faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak.

4. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan
metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan
nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme
berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.

5. Interaksi antar Polusi


Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas
mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di
lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan
proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energi yang dihasilkan.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi

 Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :


1)   Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang
sempit sekalipun.
2)   Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
3)   Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
4)   Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah
sudah ada dilingkungan (tanah).
5)   Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
6)   Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
 Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
1)   Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.
2)   Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
3)   Membutuhkan lokasi tertentu.
4)   Pengotornya bersifat toksik 
5)   Padat ilmiah
6)   Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal
7)   Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
8)   Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
Sumber: Wisnjnuprapto (1996)

 2.6 Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi


   Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi
alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi),
yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat pencemar atau polutan
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu bahan pencemar organik dan sintetik (buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan
berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan yaitu :
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang
mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik secara
alamiah yang dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh
manusia, contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan
masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Contohnya adalah
jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan merkuri.
Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan
menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya (konsentrasinya)
sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil penyulingan), fosfat dan logam
berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak
pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan serat sintesis.
Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya
dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami
yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu)
terutama bagian ligninnya.
Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam
mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak beracun.
1. Pencemaran minyak bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan
aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi  hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat.
Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi
akan menyebabkan pencemaran yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang
dicemarinya. Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan
kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah
diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
  Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen
terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut
dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi
komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat
bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana
normal.
  Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya
lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri
pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah
bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini
biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan
lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.
Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi minyak
bumi. Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu
bakteri yang dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya
mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun
contoh dari bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter,
Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium, Flavobacterium,
Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus. Beberapa contoh fungi
yang digunakan dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete,
Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce, Cladosp.orium, Debaromyces,
Fusarium, Hansenula, Rhodosp.oridium, Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma, 
Trichosp.oron. Sejumlah bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter
calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa
biosurfaktan atau bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan
dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan
merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik,
yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan
permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi
hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan
ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya
biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan
menyebarkannya ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu :
 Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid,
asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini
bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium
cair.
 Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta
kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
 Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat
(misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada
permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada
beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga
dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri
lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan
sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya
sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke
dalam medium.
Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai
berikut:
a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya
rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat
mendukung.
b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri
bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih
besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif.
Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil
daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan
yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium.
Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi
yaitu:
1) Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer.
Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau
beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak
mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron
aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi
asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau
positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai
sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi
hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas
diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri
Pseudomonas yaitu:
      Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik
Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan
hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya
O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh
oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan
penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
      Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri
Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau
kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau
catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua
senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa
yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan
piruvat.
2) Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 –
1,2 x 1 – 8  mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus
kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam,
aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang
berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 –
30oC.
3) Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5-
2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini
tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai.
Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada
metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada
suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu
meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan
garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber
karbon oleh beberapa strain.
4) Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5 mm.
Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat.  Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan
oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon  umumnya  berasal dari genus Phanerochaete,
Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini
mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu
mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi
dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase.  Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang
dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa
kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH
selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai
sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P.
janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria)
diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim
monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang
dimiliki mamalia.  Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol,
dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat,
glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan
mamalia.
2. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di
permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang
besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada
rantai makanan dan keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara
maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti
merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan  garam-
garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh
biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh.  Mikroba
memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor
elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam antara
lain :
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta
membawanya ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp.
Mampu menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi.
c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses
yang disebut biosorpsi.
Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara
detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.
 Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik
menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi
anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
 Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa
yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.
 Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa
yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan
senyawa pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini
biasanya langsung diikuti dengan akumulasi ion logam.
 Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan
lintasan metabolism.
Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut
menjadi tidak  atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba 
pendegradasi  logam yaitu :
1) Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr
(III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam
askorbat, glutathion, sistein, dll.
2) Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida
yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
3) Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur
dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan
yang bisa menghasilkan energi.
4) Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi
sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron
dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut  selain berperan
sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun
selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.
5) Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam
dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.
6) Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal
yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki
dinding sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam
dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang
dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus
karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam
dinding sel dalam sitoplasma.
7) Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam
perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium.
Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan
menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.

2.7 Proses Bioremediasi


Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis.
Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat
proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk
memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa
toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus,
biotransformasi berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di
lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan
berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup
kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya
mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam
proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan
reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk
mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai
keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak
terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia
mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun
menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan
prinsip-prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi
lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah
satu cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim
yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat
meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi
zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan
air).
Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada
di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu
penambahan nutrien dan oksigen.
2. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk
meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
3. Bioremediasi Intrinsik,  terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang
digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. 
3.2 Saran
Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta kita
harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada tempatnya.
Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga. Karena hal tersebut
juga bisa bermanfaat untuk manusia.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/327393788_MIKROORGANISMA_DALAM_BIO
REMEDIASI
http://matakuliahbiologi.blogspot.com/2012/06/bioremediasi.html

http://idafitriani96.blogspot.com/2013/01/makalah-presentasi-mikrobiologi_3.html

https://www.scribd.com/doc/249415233/makalah-bioremediasi

Anda mungkin juga menyukai