DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
KELAS : AGRIBISNIS A
DOSEN PENGAMPU : Ir. SUSY EDWINA, M.SI
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan
dan keselamatan kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Perancangan Model Pertanian Terpadu Tanaman-Ternak dan Tanaman-
Ikan di Perkampungan Teknologi Telo, Riau”.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen Ir. Susy Edwina, M.si yang
telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan motivasi kepada hingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa pula buat seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu penyusun
didalam penyelesaian makalah ini. Penyusun berharap makalah ini dapat berguna
bagi pembaca dalam menambah wawasan serta pengetahuan untuk masa kini maupun
masa yang akan datang. Penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalam makalah ini. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk selanjutnya.
Pekanbaru, 5 Maret
2023
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................5
2.1 Sektor Pertanian...................................................................................................5
2.1.1 Pengertian Pertanian......................................................................................5
2.1.2 Peran Sektor Pertanian..................................................................................6
2.2 Pertanian Terpadu................................................................................................7
2.2.1 Pengertian Pertanian Terpadu.......................................................................7
2.2.2 Sistem Pertanian Terpadu..............................................................................8
2.2.3 Ciri Pertanian Terpadu..................................................................................9
2.2.4 Komponen Pertanian Terpadu.......................................................................9
2.2.5 Manfaat Sistem Pertanian Terpadu.............................................................10
BAB III ISI.................................................................................................................11
3.1 Pertanian Terpadu di Perkampungan Teknologi Telo.......................................11
3.2 Sistem Pertanian Terpadu di Perkampungan Teknologi Telo...........................12
3.3 Kontribusi Pertanian Terpadu Terhadap Petani.................................................19
BAB IV PENUTUP....................................................................................................21
4.1 Kesimpulan........................................................................................................21
4.2 Saran..................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lokasi perkampungan Teknologi Telo……………………………….....
11
Gambar 2. Lay out penggunaan lahan pertanian terpadu bayam-itik petelur……… 18
Gambar 3. Aliran bahan dan hara pertanian terpadu tanaman-ternak-ikan sistem
LEISA (low-external input and sustainable agriculture)………………………...... 19
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik tanah bekas galian C di Perkampungan Teknologi Telo,
Bangkinang Seberang………………………………………………………………
12
Tabel 2. Kualitas air di kawasan bekas galian C Perkampungan Teknologi
Telo…………………………………………………………………………………
13
Tabel 3. Data input-output model usahatani tanaman bayam, kangkung dan
cabai………………………………………………………………………………..
13
Tabel 4. Data input-output model usaha tani sapi potong per ekor (periode 180 hari)
………………………………………………………………………………… 14
Tabel 5. Data input-output model usaha ternak itik petelur per ekor………………..
14
Tabel 6. Data input-output model usaha pembesaran ikan patin dan nila per siklus (6
bulan)……………………………………………………………………………….
15
Tabel 7. Skala minimal pengusahaan tanaman-ternak atau tanaman-
ikan……………………………………………………………………………….…
17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
pendapatan petani, karena input yang diberikan akan menghasilkan output yang
bervariasi dan berkelanjutan. Sistem pertanian terpadu berfungsi sebagai penghasil
jasa yang tidak tampak nyata (intangible) terutama dalam hal stabilisasi kualitas
lingkungan.
Contoh yang dapat diterapkan pada sistem pertanian terpadu yaitu penggabungan
beternak sapi dan budidaya tanaman jagung, dengan kegiatan pemanfaatan kotoran
sapi menjadi pupuk organik dengan metode vermicomposting dan produksi biogas.
Hasil dari proses vermicomposting tersebut adalah pupuk organik ramah lingkungan
dan dikenal dengan kascing (bekas cacing). Selanjutnya kascing tersebut digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam bertani jagung dan sayuran. Jagung muda
yang dihasilkan dapat dijual ke pasar, sedangkan tebon jagung dapat digunakan
sebagai sumber pakan hijauan setelah melewati proses fermentasi menjadi silase
jagung. Jerami padi yang berasal dari hasil panen juga dapat dimanfaatkan untuk
pakan ternak. Kualitas dari jerami dapat ditingkatkan melalui teknologi fermentasi
dan amoniasi. Selain itu, lumpur dari reaktor biogas (Bio Slurry), dan urine sapi yang
telah diberi bioaktivator dapat digunakan sebagai pupuk cair yang mengandung kadar
nitrogen cukup tinggi.
Kepemilikan lahan rata-rata petani di Indonesia untuk usaha pertanian semakin
menyempit. Jumlah keluarga petani (KK) dengan kepemilikan lahan kurang dari 0.5
ha semakin banyak akibat fragmentasi lahan. Menurut BPS (2014) dalam sensus
pertanian 2013, rata-rata kepemilikan lahan per rumah tangga petani antara 0.3-0.4
ha. Padahal menurut Nazam et al. (2011) seperti untuk wilayah NTB luas lahan
minimal untuk hidup layak adalah 0.78 ha per rumah tangga petani (RTP). Dengan
lahan yang sempit tersebut, RTP perlu diarahkan agar memperoleh pendapatan layak
dan berkelanjutan secara ekologis dan ekonomis. Oleh karena itu, perencanaan yang
baik bagi petani sangat diperlukan.
Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah sistem LEISA (low-external
input and sustainable agriculture). Sistem tersebut mengombinasikan komponen
tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusia dalam system produksi agar saling
melengkapi dan bersinergi (Das, 2013). LEISA dapat berbentuk sistem pertanian
2
terpadu yang layak secara ekonomis dan ekologis. Channabasavanna et al. (2009)
melaporkan bahwa integrasi tanaman dengan ikan, unggas, dan kambing memberikan
produktivitas lebih tinggi dari pada sistem padi-padi.
Pertanian terpadu mengurangi resiko kegagalan panen, karena ketergantungan
pada suatu komoditi dapat dihindari dan hemat ongkos produksi. Sistem pertanian
terpadu tanaman dan ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh
keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan
usaha tani atau dalam suatu wilayah. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas sudah
banyak program peningkatan pendapatan petani peternak mengacu pada program
integrasi tanaman dan ternak (Kusnadi, 2007; Hamdani 2008, Kariyasa, 2005).
Sedangkan Ginting (1991) melaporkan bahwa ternak dapat berperan sebagai industri
biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan sekaligus penyedia
kompos. Kathleen (2011) menyatakan bahwa pertanian integrasi tanaman-ternak
dapat memperbaiki kualitas tanah, meningkatkan hasil, menghasilkan pangan
beragam dan memperbaiki efisiensi penggunaan lahan. Manfaat integrasi tanaman-
ternak dan tanaman-ikan dapat disintesis melalui: (1) aspek agronomi yaitu
peningkatan kapasitas tanah untuk berproduksi, (2) aspek ekonomi yaitu diversifikasi
produk, hasil dan kualitas yang lebih tinggi, serta menurunkan biaya, (3) aspek
ekologi yaitu menurunkan serangan hama dan penggunaan pestisida, dan
pengendalian erosi, dan (4) aspek sosial yaitu distribusi pendapatan lebih merata.
Pertanian terpadu, menurut Tipraqsa et al. (2007) juga bias menciptakan lapangan
kerja baru di pedesaan sehingga urbanisasi berkurang.
Alternatif pola pertanian terpadu yakni kombinasi tanaman-ternak-ikan,
jumlahnya bisa sangat banyak. Ketika dihadapkan pada alternatif tersebut perlu ada
suatu model
perancangan untuk menentukan pilihan pola pertanian terpadu yang optimal secara
ekologis dan ekonomis. Perancangan model dengan pendekatan dinamis diharapkan
dapat membantu mayarakat menentukan pilihan pertanian terpadu yang akan
dikembangkan. Program Stella 9.2. adalah suatu sistem berpikir yang diartikan
sebagai sebuah paradigma, bahasa, metode dan seperangkat teknologi untuk
3
membangun dan berbagi pemahaman tentang hal-hal dan proses yang memiliki
hubungan saling ketergantungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertanian terpadu yang ada di suatu daerah?
2. Bagaimana sistem pertanian terpadu yang dikelola di daerah Perkampungan
Teknologi Telo, Riau?
3. Bagaimana kontribusi pertanian terpadu terhadap pendapatan petani?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pertanian terpadu yang ada di suatu daerah
2. Untuk mengetahui sistem pertanian terpadu yang dikelola di daerah
Perkampungan Teknologi Telo, Riau
3. Untuk mengetahui kontribusi pertanian terpadu terhadap pendapatan petani
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
modal, tenaga kerja, dan bahan mentah. Keempat, sektor pertanian merupakan
sektor basis dari hubungan-hubungan pasar yang penting berdampak pada proses
pembangunan. Sektor ini dapat pula menciptakan keterkaitan kedepan dan
keterkaitan kebelakang yang bila disertai dengan kondisi-kondisi yang tepat dapat
memberi sumbangan yang besar untuk pembangunan. Kelima, sektor ini
merupakan sumber pemasukan yang diperlukan untuk pembangunan dan sumber
pekerjaan dan pendapatan dari sebagian besar penduduk negara-negara
berkembang yang hidup di pedesaan (Pratomo, 2010).
2.1.2 Peran Sektor Pertanian
Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak
dalam hal.
a. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian
meningkat.
b. Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian
mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier.
c. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal
bagi pembangunan melalui eksport hasil pertanian terus-menerus.
d. Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah.
e. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Peran nyata sektor pertanian sebagai tumpuan pembangunan ekonomi
nasional pada masa krisis dan selama pemulihan ekonomi, maka sektor pertanian
perlu diposisikan sebagai sektor andalan dan didukung secara konsisten dengan
mengembangkan ekonomi yang bersifat resource based. Atas dasar tersebut,
potensi perekonomian pedesaan diharapakan akan menjadi determinan dari
perekonomian nasional secara keseluruhan dan dengan demikian perubahan yang
terjadi pada struktur perekonomian pedesaan perlu dicermati terutama dampaknya
terhadap struktur kesempatan kerja dan pendapatan di wilayah pedesaan
(Resthiningrum, 2011).
6
2.2 Pertanian Terpadu
2.2.1 Pengertian Pertanian Terpadu
Sistem pertanian terpadu merupakan salah satu kegiatan diversifikasi
komoditas yang dapat dilakukan guna mengimbangi kebutuhan akan produk
pertanian yang terus meningkat melalui pemanfaatan hubungan simbiosis
mutualisme antar komoditas yang diusahakan, tanpa harus merusak lingkungan
serta serapan tenaga kerja yang tinggi. Penerapan sistem terpadu merupakan
pilihan yang tepat dalam upaya meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus
memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal (Sugandi dalam Astuti, 2011:
2).
Tanaman yang diintegrasikan dengan hewan ternak merupakan contoh dari
pertanian terpadu yang dapat dilaksanakan untuk dapat merubah sistem pertanian
yang penuh resiko ke arah sistem pertanian ekonomis dan ekologi seimbang.
Selain itu, pengintegrasian tanaman dengan ternak dapat ditambahkan dengan
melakukan proses agroindustri dari tanaman yang dibudidayakan. Menurut
Sutanto (2002: 135), ternak mempunyai peranan yang cukup besar dalam
meningkatkan pendapatan petani kecil. Hasil yang dapat dimanfaatkan adalah
daging, susu, telur, dll. Di samping itu, mempunyai peranan penting hubungannya
dengan budaya setempat.
Pengembangan sistem pertanian terpadu (SPT) yang diarahkan pada kawasan
pedesaan (rural) dan peri-urban (rurban) diharapkan mampu membangun
kemandirian petani yang berkelanjutan (ekonomi dan sosial yang meningkat serta
3 lingkungan lestari). Keberhasilan pengembangan SPT diharapkan dapat
mengendalikan alih fungsi lahan. Pengembangan model SPT harus disesuaikan
dengan sumberdaya lokal agar keberhasilannya efektif dan efisien (Nurcholis &
Supangkat, 2011: 83).
Sistem pertanian terpadu tidak saja dapat mengatasi kendala dari aspek
ekonomi dan permasalahan ekologis, tetapi juga menyediakan sarana produksi
yang diperlukan seperti bahan bakar, pupuk, dan makanan, di samping
produktivitas terus meningkat. Hal itu dapat mengubah sistem pertanian yang
7
penuh resiko (terutama di negara-negara miskin) ke arah sistem pertanian
ekonomis dan kondisi ekologi seimbang (Nurhidayati et al, 2008: 32).
2.2.2 Sistem Pertanian Terpadu
Sistem pertanian terpadu adalah merupakan sistem pertanian yang
mengintegrasikan kegiatan sub sektor pertanian, tanaman, ternak, ikan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya (lahan, manusia, dan faktor
tumbuh lainnya) kemandirian dan kesejahtraan petani secara berkelanjutan.
Sistem pertanian terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan
ternak dan ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang
oftimal dan sifatnya cendrung tertutup terhadap masukan luar (Preston, 2000,
dalam Bagas A. et al. 1993). Pertanian terpadu mengurangi resiko kegagalan
panen, karena ketergantungan pada suatu komoditi dapat dhiindari dan hemat
ongkos produksi. Sistem pertanian terpadu tanaman dan ternak adalah suatu sistem
pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan
ternak dalam suatu kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah. Bertitik tolak
dari hal tersebut di atas sudah banyak program peningkatan pendapatan petani
peternak mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak (Kusnadi, 2007;
Hamdani 2008, Kariyasa, 2005). Sedangkan Ginting (1991) melaporkan bahwa
ternak dapat berperan sebagai industri biologis sekaligus mampu meningkatkan
produksi daging dansekaligus penyedia kompos.
Waton, S (2016) menyatakan konsep terapan sistem pertanian terpadu akan
menghasilkan F4 yaitu :
1. F1 (Food). Sumber pangan bagi manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-
kabangan, jamur, sayuran, dll), produk peternakan (daging, susu, telur, dll),
produk budidaya ikan air tawar (lele, mujair, nila, gurami, dll.) dan hasil
perkebunan (salak, pisang, kayu manis, sirsak, dll.).
2. F2 (Feed). Pakan ternak termasuk di dalamnya ruminasia (sapi, kambing,
kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll),
pakan ikan budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi).
8
3. F3 (Fuel). Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas
(bio gas) untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk
industri makanan di kawasanpedesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir
dari bio gas adalah bio fertilizer berupa pupuk pupuk organik cair dan
kompos.
4. F4 (Fertilizer). Sisa produk pertanian melalui proses dekomposer maupun
pirolisis akanmenghasikan pupuk kompos (organik fertilizer) dengan berbagai
kandungan unsur hara dan C-Organik yang relatif tinggi.
2.2.3 Ciri Pertanian Terpadu
Bagas, A, et al. (2004) beberapa ciri yang bisa dilihat dalam sistem pertanian
terpadu adalah :
1. Pengelolaan pertanian secara luas dan komprehensif.
2. Berorientasi pada produktivitas, efisiensi, keberlanjutan dan diterima
secara sosial dan menguntungkan secara ekonomi.
3. Suatu sistem yang mandiri dengan sistem LEISA (Low External Input
Sustainable Agriculture). Sistem mampu berjalan dengan baik tanpa
ketergantungan asupan dari luar sistem.
4. Sistem dapat diukur dan dievaluasi pada setiap tahapan.
2.2.4 Komponen Pertanian Terpadu
Menurut Bagas, A, et al. (2004) komponen yang berintegrasi dalam Sistem
Pertanian Terpadu adalah :
a. Manusia. Manusia sebagai mahluk hidup memerlukan energi sebagai motor
kehidupannya. Dengan integrated Farming System manusia tidak hanya
mendapatkan keuntungan finansial tetapi juga pangan sebagai kebutuhan
primer dan energi panas serta listrik..
b. Peternakan. Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan
penggerak ekonomi dalam Integrated Farming System. Sumber energi
berasal dari daging, susu, telur serta organ tubuh lainnya, bahkan kotoran
hewan. Sedangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil penjualan
ternak, telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).
9
c. Tanaman. Syarat tanaman yang dapat diusahakan adalah bernilai ekonomi
dan dapat menyediakan pakan untuk peternakan.
d. Perikanan. Ikan yang digunakan untuk Integrated Farming System adalah
ikan air tawar yang dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh,
tidak membutuhkan perawatan ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang
ada dan memiliki nilai ekonomi.
2.2.5 Manfaat Sistem Pertanian Terpadu
Bagas, A, et al. (2004) menyatakan beberapa manfaat yang dapat dilihat dari
Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu adalah :
a. Pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya
sehingga aliran nutrisi dan energi berimbang.
b. Keseimbangan energi tersebut yang dapat menghasilkan produktivitas yang
tinggi dankeberlanjutan produksi terjaga.
c. Input dari luar minimal bahkan tidak diperlukan karena adanya daur limbah
diantara organisme penyusunnya
d. Biodiversitas meningkat apalagi dengan penggunaan sumber daya lokal.
e. Peningkatan fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad pengganggu
lebih tinggi, dan hasil samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga.
Athirah (2009) menyatakan pertanian terpadu secara deduktif akan
meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi berupa peningkatan hasil produksi
dan penurunan biaya produksi. Peningkatan hasil produksi karena semakin
banyak hasil produksi yang diperoleh. Hasil-hasil dari sistem pertanian terpadu
adalah hasil harian yaitu susu, telur dan biogas; hasil mingguan yaitu kompos, bio
urine, pakan ternak; hasil bulanan yaitu padi, daging; hasil tahunan yaitu anak
sapi, anak kambing, dll.
10
BAB III
ISI
11
Manfaat integrasi tanaman-ternak dan tanaman-ikan dapat disintesis melalui: (1)
aspek agronomi yaitu peningkatan kapasitas tanah untuk berproduksi, (2) aspek
ekonomi yaitu diversifikasi produk, hasil dan kualitas yang lebih tinggi, serta
menurunkan biaya, (3) aspek ekologi yaitu menurunkan serangan hama dan
penggunaan pestisida, dan pengendalian erosi, dan (4) aspek sosial yaitu distribusi
pendapatan lebih merata. Pertanian terpadu, menurut Tipraqsa et al. (2007) juga bisa
menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan sehingga urbanisasi berkurang.
Alternatif pola pertanian terpadu yakni kombinasi tanaman-ternak-ikan, jumlahnya
bisa sangat banyak. Ketika dihadapkan pada alternatif tersebut perlu ada suatu model
perancangan untuk menentukan pilihan pola pertanian terpadu yang optimal secara
ekologis dan ekonomis. Perancangan model dengan pendekatan dinamis diharapkan
dapat membantu mayarakat menentukan pilihan pertanian terpadu yang akan
dikembangkan.
3.2 Sistem Pertanian Terpadu di Perkampungan Teknologi Telo
Perkampungan Teknologi Telo dikembangkan dengan basis pertanian terpadu
di lahan bekas tambang galian kampung yang terletak di Desa Muara Uwai,
Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Luas lahan
yang direncanakan adalah 514 ha, terdiri atas lahan darat dan kolam-kolam yang telah
dirapikan. Sejumlah rumah tangga petani (RTP) kurang mampu akan dimukimkan
secara berkelompok beranggotakan 10 RTP. Tiap kelompok akan memperoleh hak
pengelolaan lahan 20,000 m2 atau rata-rata 2,000 m2 per RTP.
Tabel 1. Karakteristik tanah bekas galian C di Perkampungan Teknologi Telo,
Bangkinang Seberang
No Peubah Nilai Kategori
1 Kandungan 64% Lempung berpasir
Pasir
2 Debu 18%
3 Liat 18%
4 pH H2O 4.5% Masam
5 C-organik 0.23% Sangat rendah
12
6 N 0.02% Sangat rendah
7 P2O5 7.1 ppm Sangat rendah
8 K 0.31 me/100g Sedang
13
Tabel 4. Data input-output model usaha tani sapi potong per ekor (periode 180 hari)
Tabel 5. Data input-output model usaha ternak itik petelur per ekor
14
Tabel 6. Data input-output model usaha pembesaran ikan patin dan nila per siklus (6
bulan)
15
Berdasarkan data lapangan, bayam, kangkung, dan cabai adalah tanaman yang
mempunyai pasar cukup baik, banyak diusahakan masyarakat, teknis budidaya sudah
dikuasai, dan siklus produksinya pendek. Siklus produksi bayam dan kangkung
adalah 40 hari dan cabai 180 hari. Siklus produksi yang pendek ini memungkinkan
petani segera memperoleh pendapatan dan dapat mengatur jadwal tanam dan panen
harian. Daya dukung lahan untuk budidaya cukup baik, seperti disajikan pada Tabel
1. Sapi potong sudah umum diusahakan oleh petani setempat; itik petelur dipilih
karena peluang pasar yang tinggi di Kabupaten Kampar. Sapi potong dapat diberi
pakan dari limbah pertanian, menghasilkan pupuk kandang, dan menjadi sumber
16
biogas. Ikan patin dan nila dipilih karena sejalan dengan prioritas pengembangan
perikanan di Kabupaten Kampar.
Pertanian terpadu tanaman-ternak dan tanaman-ikan dapat menjamin
keberlanjutan usaha di lahan sempit dan sekaligus miskin hara C-organik, N, dan
P2O5 di Perkampungan Teknologi Telo.
Tabel 7. Skala minimal pengusahaan tanaman-ternak atau tanaman-ikan
17
tanamanikan mampu menyediakan pupuk organik internal dengan nilai layak
ekologis 1.1-7.3.
Berdasarkan model yang disusun dan keberlanjutan siklus hara, RTP di
Perkampungan Teknologi Telo dapat menerapkan pertanian terpadu dengan luas
lahan antara 800-1,500 m2. Jika alokasi lahan setiap KK adalah 2,000 m2, sisa lahan
dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti perumahan, gudang sarana produksi
dan hasil, dan pengembangan usaha lainnya. Berikut ialah contoh lay out penggunaan
lahan pertanian terpadu bayam-itik petelur.
Lahan untuk bayam 1,100 m2 (efektif ditanami 900 m2), kandang itik 150 m2,
rumah 60 m2, gudang sarana produksi dan peralatan 75 m2. Sisanya seluas 615 m2
untuk halaman bermain itik dan usaha lainnya. Dengan aliran bahan dan hara
pertanian terpadu tanaman-ternak-ikan sistem LEISA (low-external input and
sustainable agriculture) terlihat pada gambar berikut:
18
Gambar 3. Aliran bahan dan hara pertanian terpadu tanaman-ternak-ikan sistem
LEISA (low-external input and sustainable agriculture)
19
Sistem Pertanian Terpadu (SPT) dapat diimplementasikan dengan cara
menggabungkan antara sistem pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
perikanan dan cocok diterapkan untuk lahan yang terbatas seperti pada
Perkampungan Teknologi Telo. Optimalisasi lahan dan mengurangi biaya produksi
menjadi keuntungan pada petani dari pertanian terpadu yang diimplementasikan.
Keterpaduan usahatani ternak dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan
ditandai dengan adanya reduksi hasil usaha, sehingga berdampak pada peningkatan
pendapatan rumah tangga petani. Selain dari segi ekonomi kontribusi pertanian
terpadu pada petani yaitu meningkatkan pemberdayaan petani dalam pemanfaatan
lahan.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan data lapangan, bayam, kangkung, dan cabai adalah tanaman yang
mempunyai pasar cukup baik, banyak diusahakan masyarakat, teknis budidaya sudah
dikuasai, dan siklus produksinya pendek. Siklus produksi bayam dan kangkung
adalah 40 hari dan cabai 180 hari. Siklus produksi yang pendek ini memungkinkan
petani segera memperoleh pendapatan dan dapat mengatur jadwal tanam dan panen
harian. Daya dukung lahan untuk budidaya cukup baik, Sapi potong sudah umum
diusahakan oleh petani setempat; itik petelur dipilih karena peluang pasar yang tinggi
di Kabupaten Kampar. Sapi potong dapat diberi pakan dari limbah pertanian,
menghasilkan pupuk kandang, dan menjadi sumber biogas. Ikan patin dan nila dipilih
karena sejalan dengan prioritas pengembangan perikanan di Kabupaten Kampar. Uji
kualitas air pendukung perikanan yakni air di kolam bekas galian C, bendungan dan
sungai mempunyai pH 6.5 7.0 dan total disolve solid (TDS) layak untuk budidaya
ikan.
Usaha bayam, kangkung, dan cabai monokultur pada lahan 1,200-1,500 m 2
bernilai layak ekonomis ≥ 1.0, namun memiliki ketergantungan penuh pada
penyediaan pupuk kandang dari luar usahatani, nilai layak ekologis = 0. Ternak sapi
dan itik masing-masing minimal 7 ekor dan 900 ekor bernilai layak ekonomis 1.2,
namun apabila tidak dipadukan dengan usaha tanaman maka produksi pupuk kandang
tidak termanfaatkan.
Usaha tanaman terpadu dengan ternak sapi atau itik petelur dapat
mengoptimalkan penggunaan lahan 800-1,400 m2 dengan penghasilan minimal per
hari Rp125.000 (nilai layak ekonomis ≥ 1.0) dan pupuk kandang tercukupi secara
internal (nilai layak ekologis 1.1-3.3). Ikan patin dan nila tidak dapat dikelola secara
monokultur karena ukuran kolam secara berturut-turut perlu 4,000 m 2 dan 2,000 m2
untuk memperoleh pendapatan minimal Rp125.000 per hari.
21
Buangan akuakultur bisa menggantikan pemupukan N dan P untuk padi pada
system padi-ikan. Semakin padat penebaran ikan, tingkat teknologi yang dipakai,
input produksi yang digunakan terutama pakan dan benih, semakin tinggi limbahnya
(Effendi dan Oktariza,2005). Kolam ikan patin kepadatan 10,000 ekor per 500 m 2
kolam menghasilkan limbah buangan air yang mengandung 87.9 kg N dan limbah
lumpur kolam yang mengandung 10.2 kg N. Kolam ikan nila kepadatan 7,500 ekor
per 500m2 kolam menghasilkan limbah buangan air yang mengandung 59.0 kg N dan
limbah lumpur kolam yang mengandung 6.7 kg N
Berdasarkan model yang disusun dan keberlanjutan siklus hara, RTP di
Perkampungan Teknologi Telo dapat menerapkan pertanian terpadu tanaman-ternak-
ikan pada lahan seluas 2,000 m2 yang layak secara ekonomis dan ekologis. Tanaman
yang bisa dipilih adalah bayam, kangkung, atau cabai dan diusahakan terpadu dengan
ternak sapi potong atau itik petelur, atau dengan ikan patin atau ikan nila.
4.2 Saran
Sebaiknya para petani di Perkampungan Teknologi Telo dapat lebih menerapkan
pertanian terpadu tanaman-ternak-ikan pada lahan yang sesuai dan layak secara
ekonomis dan ekologis agar pendapatan petani dapat memenuhi kebutuhan petani di
perkampungan Teknologi Telo, Riau.
22
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, D., & Wildayana, E. (2015). Integrasi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan
kesempatan kerja sektor pertanian di Indonesia. Sosiohumaniora, 17(3), 269-
275.
Anugrah, I. S., Sarwoprasodjo, S., Suradisastra, K., & Purnaningsih, N. (2014).
Sistem pertanian terintegrasi–simantri: konsep, pelaksanaan, dan perannya
dalam pembangunan pertanian di provinsi bali.
Aryanto, A. T., & Effendi, I. (2015). Perancangan model pertanian terpadu tanaman
ternak dan tanaman-ikan di perkampungan teknologi Telo, Riau. Jurnal
Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy), 43(2), 168-178.
Dwi Haryanta, M. T. (2018). SISTEM PERTANIAN TERPADU (1 ed.). (D.
Kristyanto, Penyunt.) Surabaya, Jawa Timur, Indonesia: UWKS PRESS.
Sri Utami, K. R. (2021). Sistem pertanian terpadu tanaman ternak untuk peningkatan
produktivitas lahan: A Review. Jurnal Ilmu Pertanian, 9(1), 1-6.
Utami, S., & Rangkuti, K. (2021). Sistem pertanian terpadu tanaman ternak untuk
peningkatan produktivitas lahan: A Review. Agriland: Jurnal Ilmu Pertanian,
9(1), 1-6.
23
BIODATA DATA SINGKAT
24