Anda di halaman 1dari 36

SUBTITUSI TEPUNG DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia)

TERFERMENTASI “Aspergillus niger” UNTUK EFISIENSI


PENGGUNAAN PAKAN AYAM PETELUR JANTAN

PROPOSAL SKRIPSI

oleh

Andika Febri Setiawan


NIMC41151002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS UNGGAS


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019
SUBTITUSI TEPUNG DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia)
TERFERMENTASI “Aspergillus niger” UNTUK EFISIENSI
PENGGUNAAN PAKAN AYAM PETELUR JANTAN

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST)
di Program Studi Manajemen Bisnis Unggas
Jurusan Peternakan

Oleh

Andika Febri Setiawan


NIM C41151002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS UNGGAS


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3


BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 8
1.3 Tujuan................................................................................................... 8
1.4 Manfaat ................................................................................................ 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 9
2.1 Ayam jantan petelur dan potensinya ................................................. 9
2.2 Konsumsi Ransum Ayam Jantan Petelur....................................... 10
2.3 Potensi tepung daun Mengkudu sebagai bahan pakan .................. 11
2.3.1 Tanaman Mengkudu ...................................................................11
2.3.2 Daun Mengkudu ........................................................................ 13
2.4 Pengolahan Bahan Pakan dan Fermentasi ..................................... 15
2.5 Tepung Daun Mengkudu Terfermentasi Sebagai Pakan Unggas . 18
2.6 Produktivitas ...................................................................................... 20
2.6.1 Konsumsi pakan ........................................................................ 20
2.6.2 Pertambahan Bobot Badan ........................................................ 21
2.6.3 Konversi Pakan (FCR) .............................................................. 21
2.7 Kerangka Berfikir ............................................................................. 21
2.8 Hipotesis ............................................................................................. 24
BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................................. 25
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 25
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 25
3.2.1 Alat ............................................................................................ 25
3.2.2 Bahan ......................................................................................... 25
3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 25
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................ 26
3.4.1 Variabel bebas ........................................................................... 26
3.4.2 Variabel Terikat ......................................................................... 27
3.5 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ..................................................... 27
3.5.1 Fermentasi tepung daun Mengkudu dengan Aspergillus niger . 27
3.5.2 Persediaan pakan komersial ...................................................... 28
3.5.3 Pelaksanaan pemeliharaan......................................................... 28
3.5.4 Aplikasi pemberian pakan ......................................................... 30
3.5.5 Pengumpulan data ..................................................................... 31
3.5.6 Parameter penelitian ................................................................. 31
3.3.7 Analisis data .............................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 34
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumber protein hewani yang digemari oleh masyarakat pada
umumnya adalah daging ayam. Daging ayam yang biasanya dikonsumsi berasal
dari daging broiler dan ayam kampung, tetapi ketersediaan akan ayam kampung
masih terbatas dan harganya relatif mahal. Hingga saat ini produksi daging ayam
kampung tidak dapat memenuhi permintaan pasar dikarenakan tingkat
produktivitas ayam kampung masih rendah bila dibandingkan dengan ayam ras
pedaging (Sugiyono, 2012). Oleh karena itu, ada alternatif lain yang digunakan
untuk menggantikan daging ayam kampung yaitu daging ayam petelur jantan.
Ayam petelur jantan merupakan hasil samping pembibitan dari ayam ras
petelur, hasil dari penetasan ayam ras petelur tidak semuanya menghasilkan ayam
berjenis kelamin betina, namun ada juga yang meghasilkan ayam berjenis kelamin
jantan, ayam berjenis kelamin jantan itulah yang nantinya dikembangkan sebagai
salah satu ayam yang diproduksi sebagai penghasil daging. Ayam petelur jantan
mempunyai kemiripan dengan ayam kampung yaitu masa panen sekitar ± 2 bulan,
selain itu menurut (Darma, 1982) ayam petelur jantan mempunyai kandungan
lemak daging rendah yang hampir setara dengan ayam kampung. Saat ini budidaya
ayam petelur jantan sudah mulai berkembang dibeberapa daerah yang ada di
Indonesia, terutama wilayah Jawa Timur. Ayam petelur jantan lebih cepat untuk
dibudidayakan dibandingkan dengan ayam betina ras petelur, serta lebih tahan
terhadap penyakit, terlebih jika menggunakan sistem intensif dan memperhatikan
faktor-faktor budidaya yang baik, salah satunya adalah pakan.
Pakan mempunyai kontribusi sebesar 70% dari biaya total produksi dalam
proses budidaya ayam jantan petelur. Abduh et al. (2003) menyatakan bahwa salah
satu komponen biaya produksi terbesar adalah pakan yang mencapai 70%, sehingga
bila mampu meningkatkan efisiensi pakan, hasil yang diperoleh akan semakin
besar. Pakan yang digunakan dalam pemeliharaan ayam jantan petelur masih
menggunakan pakan dari broiler, mahalnya harga pakan komersial sangat
mempengaruhi ketidak seimbangan antara biaya operasional dengan harga jual, Hal
ini sependapat dari pernyataan Zaman et al., (2013) dampak kenaikan harga pakan
membuat biaya produksi meningkat hingga 18-20%, apalagi ayam petelur jantan
memerlukan waktu antara 56-60 hari untuk mendapatkan bobot 0,70-0,80 kg.
Sehingga dibutuhkan alternatif pemecah untuk mengatasi tingginya harga pakan,
serta menjadi solusi dalam mengefisiensi pakan komersial. Adanya bahan pakan
yang murah, kandungan nutrisi yang mencukupi, mudah didapatkan, dan tidak
bersaing dengan manusia, maka berpotensi untuk dijadikan sebagai subtitusi pakan
komersial. Salah satu bahan pakan alternatif yang berpotensi digunakan adalah
pemanfaatan tepung daun Mengkudu (Morinda citrifolia). Ditinjau dari
komposisinya daun Mengkudu dapat digunakan sebagai sumber protein.
Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan salah satu bagian dari
tanaman yang tumbuh di daerah tropis. Secara keseluruhan daun mengkudu
(Morinda citrifolia) mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti
protein, khususnya asam amino essensial dan non essensial, vitamin dan mineral.
Menurut Bangun dan Sarwono (2002) daun mengkudu juga mengandung xeronine
yang dikenal dapat membantu penyerapan protein. Hasil analisis menunjukan
bahwa tepung daun Mengkudu (Morinda citrifolia) mengandung bahan kering
92,92%, protein kasar 21,63%, dan energi bruto 4147 kal gram (Nastiti et al., 2014).
Daun mengkudu (Morinda citrifolia) juga mengandung beberapa mineral seperti
Ca, P, Zn, dan Fe 437 ppm dan -karoten yang tinggi yaitu 161 ppm (Wardiny,
2006). Selain mempunyai kandungan nutrisi yang baik, daun Mengkudu juga
mempunyai faktor kendala dalam penggunaannya.
Kendala dalam penggunaan daun Mengkudu yaitu kandungan serat kasar
yang cukup tinggi, dan zat anti nutrisi, sehingga dapat meningkatkan laju digesta
yang mengakibatkan kecernaan terhambat serta penurunan penyerapan nutrisi dan
energi. Menurut Febriani dan Titik (2008) kadar serat kasar daun Mengkudu
(Morinda citrifolia) sebesar 22,12%. Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan
salah satu faktor pembatas penggunaan tepung daun Mengkudu (Morinda citrifolia)
dalam pakan. Adanya hal tersebut maka perlu diolah kembali dengan cara
fermentasi.
Fermentasi dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan melalui
penyederhanaan zat yang terkandung dalam bahan pakan tersebut oleh enzim-
enzim yang diproduksi fermentor (mikroba). Menurut Edriani (2011) teknologi
yang dapat digunakan untuk menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan
kecernaan protein, yaitu fermentasi. Fermentasi pada umumnya menggunakan jasa
fermentor yang berasal dari mikroorganisme, salah satu diantaranya adalah
Aspergillus niger.
Aspergillus niger merupakan kapang selulotik yang digunakan dalam proses
fermentasi yang menghasilkan enzim amilase, amiloglukosida, pectinase, selulase,
katalase, dan glukosida. Enzim-enzim tersebut akan mendegradasi serat kasar dan
mampu merenggangkan ikatan lignoselulosa sehingga dapat menurunkan kadar
serat kasar (Mangisah et al., 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui analisa kandungan bahan pakan yang difermentasi menggunakan
kapang Aspergillus niger dalam menurunkan serat kasar, diantaranya hasil dari
penelitian Akmal dan Mairizal (2003) menunjukkan bahwa proses fermentasi pada
bungkil kelapa dengan menggunakan kapang Aspergillus niger dapat meningkatkan
kandungan protein kasar dari 22,41% menjadi 31,27% dan menurunkan kandungan
serat kasar dari 15,15% menjadi 10,24%. Menurut (Marizal dkk., 2002) fermentasi
dengan kapang Aspergillus niger pada bungkil biji kapuk juga mampu
meningkatkan kandungan protein dari 28,35% menjadi 38,08% dan menurunkan
serat kasar dari 23,01% menjadi 18,23%.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian penggunaan
tepung daun Mengkudu (Morinda citrifolia) yang difermentasi menggunakan
Aspergillus niger untuk mengetahui efektifitas subtitusi dengan pakan komersial
terhadap peningkatan efisiensi pakan ayam petelur jantan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaiamana pengaruh subtitusi tepung daun Mengkudu fermentasi untuk
efisiensi penggunaan pakan pada ayam petelur jantan ?
2. Berapakah level yang tepat dalam pemberian tepung daun Mengkudu
fermentasi untuk efisiensi penggunaan pakan ayam petelur jantan ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh subtitusi tepung daun Mengkudu fermentasi untuk
efisiensi penggunaan pakan pada ayam petelur jantan.
2. Mengetahui level yang tepat dalam pemberian tepung daun Mengkudu
fermentasi untuk efisiensi pakan pada ayam petelur jantan.

1.4 Manfaat
1. Sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dalam budidaya ayam jantan petelur tentang tepung daun
Mengkudu fermentasi untuk efisiensi penggunaan pakan komersial.
2. Memberikan manfaat perkembangan ilmu pengetahuan tentang level
pemberian tepung daun Mengkudu yang optimal untuk efisiensi
penggunaan pakan ayam petelur jantan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam jantan petelur dan potensinya


Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe
medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam
petelur ringan dan broiler (Sumadi, 1995). Ayam jantan tipe medium memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan ayam kampung yaitu harga bibit anak
ayam atau day old chick (DOC) lebih murah, mudah didapat dan waktu
pemeliharaanya lebih singkat kurang lebih umur 7 minggu sudah dapat dilakukan
pemanenan dan pertumbuhannya lebih cepat, serta harga jualnya relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan broiler (Nuroso, 2009).
Ayam tipe petelur yang jantan atau ayam fattener adalah ayam jantan tipe
petelur dari hasil penetasan yang dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Ayam ini
merupakan hasil pemisahan dari ayam petelur betina final stock sehingga ayam
yang jantan diafkir (Nasheim dan Card, 1979). Ayam jantan petelur mempunyai
bobot cukup berat, tetapi bobotnya masih berada diantara bobot ayam petelur ringan
dan broiler. Oleh karena itu, ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh
ayam ini tidak kurus, tetapi juga terlihat gemuk. Menurut Wahju (1997) ayam jantan
mempunyai kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan betina. Ayam
hasil persilangan anatara galur Ross dengan galur Arbor acres menghasilkan ayam
jantan dengan kandungan lemak sebesar 2,6% sedangkan betina 2,8% (Sizemore
dan siegel, 1993). Pada ayam jantan, kelebihan energi digunakan untuk
pertumbuhan, sedangkan pada ayam betina kelebihan energi digunakan untuk
produksi telur (Wahju, 1997).
Hasil penelitian Muhammad Daud, dkk (2017) menunjukkan bahwa
konsumsi ayam ras petelur jantan selama 6 minggu berkisar antara 2470,0-2584,7
g/ekor, dengan bobot badan akhir berkisar antara 1115,6-1187,5 g/ekor, rataan
pertambahan bobot badan (PBB) berkisar antara 178,1-190,1 g/ekor/minggu, untuk
konversi ransum kumulatif 2,08-2,22 dan untuk bobot karkas serta persentase
karkasnya 581,08-627,92 g/ekor dan 58,15-58,39. Menurut Fazar Ardiansyah
(2013) rata-rata konsumsi ransum strain Isa Brown dan Lohman yaitu 231,26±2,32
dan 229,73±2,31 g/ekor/minggu. Hasil uji t-student menunjukkan bahwa konsumsi
ransum ayam jantan tipe medium strain Isa Brown nyata (P<0,05) lebih besar dari
pada strain Lohman. Konsumsi ransum strain Isa Brown (231,26 g/ekor/minggu)
yang nyata (P>0,05) lebih besar dibandingkan dengan strain Lohman (229.73
g/ekor/minggu) diduga bahwa strain Isa Brown mempunyai kemampuan genetik
untuk mengkonsumsi ransum lebih banyak dari pada strain Lohman. Rata-rata
pertambahan bobot badan pada perlakuan strain Isa Brown dan Lohman yaitu
111,93±2,37 dan 109,97±2,93 g/ekor/minggu. Rata-rata konversi ransum pada
perlakuan strain Isa Brown dan Lohman yaitu 2,07±0,04 dan 2,09±0,06.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dedi Setiadi, dkk (2013) rata-rata
bobot karkas (g/ekor) pada strain Isa Brown dan Lohman yaitu 499,32±18,51
g/ekor dan 482,51±18,91 g/ekor, menunjukkan bahwa bobot karkas Isa Brown lebih
tinggi dibandingkan Lohman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnnya
yang menunjukkan bahwa bobot hidup pada Strain Isa Brown yang tinggi, yang
berakibat pada bobot karkas yang tinggi. Apabila dibandingkan dengan performa
ayam lokal (kampung) umur 6 minggu penelitian yang dilakukan oleh Kholid
(2011) konsumsi ransum 290 g/ekor/minggu, bobot badan 290 g/ekor/minggu
untuk konversi ransum 2,64. Pada umur ayam yang sama apabila dibandingkan oleh
penelitian Kholid (2011) dan penelitian yang dilakukan Muhammad Daud (2017)
terlihat bahwa ayam petelur jantan memiliki potensi yang lebih baik untuk dijadikan
sebagai unggas penghasil daging dibandingkan dengan ayam kampung.

2.2 Konsumsi Ransum Ayam Jantan Petelur


Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam selama
pemeliharaan (Rasyaf, 2007). Konsumsi ransum dipengaruhi oleh bentuk ransum,
ukuran ransum, penempatan ransum, dan cara penempatan tempat ransum. Tujuan
dari ayam mengonsumsi ransum adalah untuk dapat hidup, meningkatkan bobot
hidup, dan untuk berproduksi (Anggroadi, 1995).
Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan jumlah ransum yang
diberikan pada awal minggu dikurangi dengan sisa ransum pada akhir minggu.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kualitas ransum, kecepatan
pertumbuhan, kesehatan ternak, dan suhu lingkungan (Rasyaf, 2001). Suhu
lingkungan yang tinggi dapat menurunkan konsumsi ransum, sehingga tingkat
produksi ternak menurun (Yousef, 1985).
Konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa
ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum (Priono, 2003).
Ayam-ayam tipe berat tentunya akan mengonsumsi ransum lebih banyak dari pada
ayam tipe ringan pada umur yang sama, karena ayam-ayam yang lebih berat
membutuhkan lebih banyak energi untuk kebutuhannya. Standart konsumsi ransum
ayam jantan tipe medium dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standart konsumsi ransum ayam jantan tipe medium.
Umur ransum Bobot tubuh konsumsi
(minggu) (g/ekor/hari)
1 65 12
2 120 19
3 200 25
4 300 31
5 400 37
6 500 41
7 590 47
8 680 53
Sumber: Rama jaya farm (2008)

2.3 Potensi tepung daun Mengkudu sebagai bahan pakan


2.3.1 Tanaman Mengkudu
Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tanaman tropis yang termasuk
dalam salah satu tanaman obat dari suku Rubiaceae (kopi-kopian). Tanaman ini
berupa pohon dengan tinggi 4-8 m, batangnya berkayu, bulat, kulit kasar,
percabangan monopodial, penampang cabang muda segi empat, coklat kekuning-
kuningan, daun berbentuk tunggal, bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata
dengan panjang 10-40 cm,lebar 5-17 cm, pertulangan menyirip, tangkai pendek,
daun penumpu bulat telur berukuran 1 cm dan berwarna hijau (Syamsuhidayat dan
hutapea, 1991).
Illustrasi 1. Tanaman Mengkudu (Sumber: www.wikipedia.com)
Klasifikasi tanaman Mengkudu menurut Cronquist (1981) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Subdevisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteriidae
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia
Mengkudu merupakan tanaman bernutrisi tinggi yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat. Seluruh bagian tanaman Mengkudu dapat dimanfaatkan, salah
satunya adalah daun Mengkudu. Daun Mengkudu mengandung protein, zat kapur,
zat besi, karoten, askorbin alkaloid triterpenoid, morindin, morindon (melancarkan
buang air besar) dan soranjidiol (melancarkan keluarnya air seni) (Harina, 2008).
Salah satu alkaloid penting yang terdapat didalam mengkudu adalah xeronine.
Mengkudu mengandung sedikit xeronine, tetapi banyak mengandung bahan
pembentuk (prekursor) xeronine yaitu proxeronine dalam jumlah besar.
Proxeronine asam nukleat seperti koloid-koloid lainnya. Xeronine diserap sel-sel
tubuh untuk mengaktifkan protein yang tidak aktif, mengatur struktur dan bentuk
sel yang aktif (Bijanti, 2008). Khasiat Mengkudu sebagai anthalmetika untuk
membunuh cacing unggas dan babi telah dibuktikan secara in vitro (Aryadi, 2014).

2.3.2 Daun Mengkudu


Sumber pakan alternatif menjadi salah satu terobosan agar nutrisi pada
pakan yang dibutuhkan ayam terpenuhi serta lebih memangkas biaya produksi.
Bahan pakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah daun Mengkudu. Daunnya berbentuk bulat telur sampai lanset (lonjong dan
ujungnya meruncing) dengan lebar 8-15 cm dan panjang 10-20 cm. Tepi daun
bergelombang, ujung daun lancip, pangkal daun berbentuk pasak ukurannya 0,5-
2,5 cm. Urat daun menyirip, warna daun hijau mengkilap, tidak berbulu (Tajoedin
dan Iswanto, 2002).
Ilustrasi 2. Daun Mengkudu (Sumber: www.wikipedia.com)
Efek farmakologis daun Mengkudu yang dilaporkan Darusman (2002)
bahwa ekstrak kloroform daun muda Mengkudu secara in vitro mempunyai
aktivitas anthielmintik, cukup baik melawan cacing Ascaris lumbricoides yang ada
pada usus. Mardiansyah (2013) menjelaskan daun Mengkudu memiliki kandungan
protein kasar 21,63%, serat kasar 29,38%, dan lemak 3,06%. Tepung daun
Mengkudu berperan langsung dalam saluran darah dan dapat menetralisir lemak
yang akan disalurkan pada pembentukan daging (Nishigaki dan Waspodo, 2004).
Tepung daun Mengkudu dapat menurunkan pH saluran pencernaan menjadi asam,
pada proventriculus dapat bekerja secara optimal, sehingga protein ransum lebih
banyak diserap oleh tubuh (Ensminger dkk, 1990).
Kandungan kimia daun dan buah Mengkudu (Morinda citrifolia) secara
umum mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakinon, serta
polifenol. Senyawa-senyawa terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon isometrik
yang sangat berguna bagi tubuh yaitu membantu dalam proses sintesis organik dan
pemulihan sel-sel tubuh bersifat bakterial (Risna, 2012). Berdasarkan hasil uji
skrining fitokomia, zat aktif daun Mengkudu berfungsi sebagai antibakteri yaitu
minyak atsiri, glikosida, saponin, triterpenoid, fenol dan tannin. Masing-masing zat
aktif tersebut menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme yang berbeda-
beda (Aryadi, 2014).
Tabel 2. Nutrisi Tepung Daun Mengkudu
Nutrien Jumlah
Bahan kering (%) 92,92
Abu (%) 9,72
Protein kasar (%) 21,63
Serat kasar (%) 29,38
Lemak kasar (%) 3,06
Beta-N (%) 29,13
Ca (%) 2,28
P (%) 0,28
Energi bruto (Kal/g) 4.147,00
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor (2012).

Penelitian lain yang dilakukan Wardiny (2006) menyatakan bahwa tepung


daun Mengkudu mengandung protein kasar 22,11%, Ca 10,30%, Fe 437 ppm, Zn
35,80 ppm dan -karoten 161 ppm. Adanya data tersebut dapat dilihat bahwa
kandungan protein tepung daun mengkudu jauh lebih tinggi jika dibandingkan
jagung dan penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan
kajian diatas daun Mengkudu berpotensi digunakan sebagai bahan pakan alternatif
karena nutrisi dan ketersediaannya.

2.4 Pengolahan Bahan Pakan dan Fermentasi


Penggunaan Tepung daun Mengkudu sebagai bahan pakan alternatif masih
terkendala dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi, oleh karena itu diperlukan
beberapa metode pengolahan bahan pakan. Beberapa metode tepat guna mengenai
pengolahan bahan pakan lokal untuk meningkatkan nilai gizi, daya cerna dan taraf
penggunaannya sebagai bahan baku formulasi pakan ternak unggas, salah satunya
fermentasi.
Menurut Edriani (2011) teknologi yang dapat digunakan untuk menurunkan
kandungan serat kasar dan meningkatkan kecernaan protein yaitu fermentasi.
Fermentasi merupakan kegiatan pengolahan bahan dengan menggunakan
mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses perubahan struktur
kimia dari bahan-bahan organik dengan bantuan enzim-enzim mikroorganisme
jamur atau bakteri.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk fermentasi bahan pakan, salah satunya
yaitu cara spontan dan tidak spontan. Fermentasi spontan adalah yang tidak
ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi dalam proses
pembuatannya, sedangkan fermentasi tidak spontan adalah yang ditambahkan
starter atau ragi dalam proses pembuatannya. Mikroorganisme tumbuh dan
berkembang secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang
diinginkan pada proses fermentasi (Suprihatin, 2010). Proses optimum fermentasi
tergantung pada jenis organismenya (Sulistyaningrum, 2008). Hidayat dan
Suhartini (2013) menambahkan faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
adalah suhu, pH awal fermentasi, inokulum, substrat, dan kandungan nutrisi
medium. Fase fermentasi merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini
berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari komposisi
bahan dan kondisi medium pakan.
Pemegang utama pada proses fermentasi adalah bakteri atau jamur yang
digunakan. Bakteri atau jamur tersebut akan tetap hidup selama penyimpanan
sampai pada waktu pakan fermentasi dikonsumsi ternak. Sebagian bakteri atau
jamur pada proses tersebut memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi gula
sederhana. Sebagian lagi bakteri atau jamur tersebut menggunakan gula sederhana
menjadi asam asetat, asam laktat, atau asam butirat. Proses fermentasi yang
sempurna harus menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya, karena asam
laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai pengawet pada pakan fermentasi yang
akan menghindarkan pakan dari kerusakan atau serangan mikroorganisme
pembusuk. Bagi ternak yang mengkonsumsi pakan fermentasi yang mengandung
asam laktat akan digunakan sebagai sumber energi (Widyastuti, 2008).
Pada proses fermentasi salah satu kapang yang biasanya digunakan adalah
Aspergillus niger. Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus;
famili Eurotiaceae; ordo Eutiales; sub-klas Plectomycetetidae; kelas Ascomycetes;
sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota. Mirwandhoro dan Siregar
(2004) menyatakan bahwa enzim-enzim yang dihasilkan dari Aspergillus niger
adalah amilase, glukoamilase, selulase, pektinase, glukosa oksidae, dan katalase.
Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat
makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat
disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks
harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa
enzim ekstra seluler seperti protease, amilase, mananase dan α-glaktosidae (Pandey
et al., 2000).

Ilustrasi 3. Koloni Aspergillus niger (Sumber: Noverita, 2009).

Aspergillus niger yang mencangkup seperangkat jamur yang umumnya


dianggap aseksual, meskipun bentuk sempurna (bentuk yang bereproduksi secara
seksual) telah ditemukan. Aspergillus niger merupakan salah satu mikroba yang
tergolong dalam jenis mikroba selulolitik, hal ini dikarenakan selulosa yang
terkandung dalam bahan substrat akan pecah menjadi glukosa, karena Aspergillus
niger dapat memproduksi enzim selulase (Semaun, 2013). Aspergillus niger
memiliki sifat aerob yaitu dalam prosesnya membutuhkan bantuan oksigen dalam
pertumbuhannya. Temperatur optimum antara 35 – 37º C, pH optimum antara 5,0
– 7,0 dan membutuhkan kadar air media antara 65 – 70%. Proses fermentasi
berlangsung selama 3 – 4 hari (Sari dan Purwadira, 2004). Aspergillus niger
mempunyai ciri yaitu benang tunggal yang disebut hifa (berupa kumpulan benang-
benang padat menjadi satu bahan miselium), tidak mempunyai klorofil dan
hidupnya heterotof serta berkembang baik secara vegetatif dan generatif. Mikroba
jenis kapang dapat tumbuh cepat dan tidak membahayakan karena tidak
menghasilkan mikotoksin. Selain itu, penggunaannya mudah karena banyak
digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan
beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amilo-glukoosidase dan selulase. Proses
fermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger menghasilkan suatu enzim yang
dapat meminimalkan pengaruh serat kasar, memperbaiki kandungan nutrisi dan
meningkatkan kecernaan (Bintang et al., 2003).
Fermentasi menggunakan Aspergillus niger terjadi proses biokonversi
senyawa-senyawa organik dan anorganik menjadi protein sel sehingga kandungan
protein substrat terfermentasi meningkat. Enzim-enzim pengurai atau pemecah
serat seperti selulase dan lain-lain yang diproduksi selama proses fermentasi
berperan dalam menurunkan kandungan serat tersebut. Hasil penelitian menyatakan
fermentasi kulit buah kopi menggunakan jamur Aspergillus niger dapat menaikkan
kandungan protein kasar dari 8,80 % menjadi 12,34 % dan menurunkan kandungan
serat kasar dari 18,2 % menjadi 11,05 % (Guntoro dan Yasa, 2005).
Penelitian lain tentang peran Aspergillus niger didalam pakan ternak juga
terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Akmal dan Filawati (2008) bahwa
penggunaan kulit kopi setelah difermentasi dengan Aspergillus niger kandungan
serat kasar sedikit menurun yaitu dari 26,24 % menjadi 24,58 %. Hasil penelitian
lain yang dilakukan oleh Sugiyanti, dkk (2013) juga menunjukkan semakin tinggi
level Aspergillus niger maka semakin meningkat kadar protein dari limbah soun
dari 3,05 % menjadi 5,50 %.
Fermentasi dengan kapang Aspergillus niger yang dilakukan oleh Akmal
dan Mairizal (2003) menunjukkan bahwa proses fermentasi pada bungkil kelapa
dapat meningkatkan kandungan protein kasar dari 22,41 % menjadi 35,27 % dan
menurunkan kandungan serat kasar dari 15,15 % menjadi 10,24 %. Fermentasi pada
bungkil biji kapuk juga mampu meningkatkan kandungan protein dari 28,35 %
menjadi 38,08 % dan menurunkan kandungan serat kasar dari 23,01 % menjadi
18,23 % (Mairizal dkk. 2002).

2.5 Tepung Daun Mengkudu Terfermentasi Sebagai Pakan Unggas


Penggunaan tepung daun Mengkudu yang difermentasi oleh Aspergillus
niger dalam ransum dapat menambah jumlah populasi mikroba yang
menguntungkan bagi ternak, mencegah berkembangnya mikroba yang merugikan
dalam saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan pencernaan pakan, dengan
demikian pemberiannya dapat mengefisienkan konsumsi pakan. Konsumsi pakan
atau konsumsi ransum mempengaruhi pertambahan bobot badan, bila konsumsi
ransum ternak rendah akan menyebabkan laju pertumbuhan dari ayam tersebut
menjadi terhambat dan akhirnya produksi akan menurun dan pertambahan bobot
badan tidak dapat tercapai atau lambat.
Pengolahan daun Mengkudu menjadi tepung serta proses fermentasi tepung
daun Mengkudu dengan kapang Aspergillus niger dapat dilakukan dengan cara
daun Mengkudu sedang sampai dengan tua (M. Citrifolia) dipotong-potong dengan
ukuran ± 2 cm dan dilayukan dengan cara diangin-anginkan selama satu sampai dua
hari, kemudian di oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Setelah itu digiling halus
menjadi tepung, dianalisis kandungan proksimatnya, kemudian ditambahkan air
dengan kadar air kurang lebih 65-70%, dilakukan proses pengukusan selama kurang
lebih ½ jam dan proses pendinginan. Kemudian dicampur sebagai bahan pakan
fermentasi, menggunakan kapang Aspergillus niger, dosis inokulum 9% dengan
lama fermentasi 3-4 hari dan pH 5,0-7,0 serta suhu 35-37°C. Perbandingan Tepung
daun Mengkudu dengan kapang Aspergillus niger (1 kg Tepung daun mengkudu :
18 g Aspergillus niger) dan kemudian dimasukkan kedalam bak fermenter dan
ditutup dengan kertas, kemudian dikeringkan menggunakan panas matahari.
Tepung daun Mengkudu fermentasi tersebut sebagai pakan perlakuan kemudian
dicampur dengan pakan komersial (Qomaruz Zaman,dkk. 2012).
Penelitian Wardiny (2006) menyimpulkan bahwa subtitusi tepung daun
Mengkudu sampai dengan level 3% masih dapat ditolerin ayam broiler, karena
ransum yang dikonsumsinya tidak berbeda nyata dengan ransum kontrol. Berarti
tepung daun Mengkudu sampai dengan level 3% aman digunakan untuk
mensubtitusi jagung dalam ransum ayam broiler. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan daun Mengkudu yang difermentasi memiliki
potensi baik sebagai pakan unggas karena telah tebukti dapat meningkatkan
performan ayam broiler ( Susilo et al., 2005) dan menurunkan kolesterol karkas
ayam broiler (Syahruddin et al.2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bintang (2007), penggunaan ampas
Mengkudu dengan 4 level yang berbeda (0,0; 1,2; 2,4; dan 4; 8 g/kg) terhadap
seratus ekor anak ayam umur sehari menunjukkan bahwa bobot hidup ayam selama
penelitian tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh perlakuan. Dimana penggunaan
ampas Mengkudu dalam ransum pada level tertinggi (4,8 g/kg) menunjukkan hasil
yang sama dengan kontrol, sedangkan pada level rendah (1,2 dan 2,4 g/kg)
menunjukkan hasil bobot hidup yang lebih rendah. Namun penelitian lanjutan yang
dilakukan oleh Bintang (2008) menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil
penelitian sebelumnya, dimana penggunaan ampas Mengkudu dengan level 5g/kg
memiliki bobot lebih tinggi yaitu 1325 g dibandingkan penelitian sebelumnya
dengan level 4,8 g/kg yang memiliki bobot hidup 1085 g.

2.6 Produktivitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Produktivitas adalah kemampuan
untuk menghasilkan sesuatu, daya produksi. Produktivitas merupakan faktor
mendasar yang mempengaruhi performans kemampuan bersaing. Peningkatan
tingkat produktivitas berelasi terhadap waktu yang dibutuhkan, khusunya berasal
dari pengurangan biaya yang dikonsumsi oleh pengguna (Ervianto, 2008).

2.6.1 Konsumsi pakan


Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dimakan ayam selama masa
pemeliharaan, Konsumsi pakan diukur setiap minggu berdasarkan jumlah pakan
yang diberikan pada awal minggu dikurangi dengan sisa pakan pada akhir minggu.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah kualitas pakan, kecepatan
pertumbuhan, kesehatan ternak, dan suhu lingkungan (Rasyaf, 2008).
2.6.2 Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan. Faktor yang menentukan pertumbuhan antara lain
umur, bangsa, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, kesehatan ternak, serta
kualitas dan kuantitas ransum (Rasyaf, 2008). Wahju (1997) Menambahkan bahwa
proses pertumbuhan tersebut membutuhkan energi dan substansi penyusun sel atau
jaringan yang diperoleh ternak melalui pakan yang dikonsumsi.

2.6.3 Konversi Pakan (FCR)


(FCR) didefinisikan sebagai jumlah kilogram pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu kilogram bobot tubuh atau biasa disebut dengan konversi pakan
yang merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang
tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah konversi pakan semakin
tinggi efisiensi penggunaan ransum (Titus, H.W. dan J.C.Fritz. 1971.)

2.7 Kerangka Berfikir


Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia maka
permintaan konsumen terhadap daging juga mengalami peningkatan. Konsumsi
daging masyarakat Indonesia secara Nasional 70 % berasal dari unggas, dari bagian
itu 60 % berasal dari broiler (Widianti, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa sumber
daging unggas tidak hanya disediakan dari broiler saja tetapi dapat disediakan dari
ayam petelur jantan. Pemeliharaan ayam petelur jantan dewasa ini sudah mulai
banyak dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging oleh peternak.
Peternak ayam petelur jantan pada umumnya memberikan pakan BR1
dalam pemeliharaan ternaknya, pemberian BR1 tersebut berdampak pada tingginya
biaya produksi tanpa diikuti oleh produksi yang maksimal, hal ini perlu adanya
upaya untuk menekan biaya pakan tersebut. Beberapa alternatif yang bisa dilakukan
untuk menekan biaya pakan adalah penggunaan bahan pakan alternatif .
Sumber pakan alternatif menjadi salah satu terobosan agar nutrisi pada
pakan yang dibutuhkan ayam terpenuhi serta lebih memangkas biaya produksi.
Bahan pakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut
adalah tepung daun Mengkudu. Daun Mengkudu dapat digunakan sebagai pakan
karena ketersediaannya melimpah setiap waktu, tidak bersaing dengan manusia,
mengandung nutrisi yang lengkap dan tinggi (protein kasar 21,63% dan lemak
3,06%) dan masih bebas diperoleh dari lingkungan sekitar (Mardiansyah, 2013)
dengan jumlah produksi 8.577.347 kg pada tahun 2014. Berdasarkan hasil
penelitian Wardiny (2006) tepung daun Mengkudu (Morinda citrifolia)
mengandung protein kasar 22,11%, Ca 10,30%, Fe 437 ppm, Zn 35,80 ppm dan -
karoten 161 ppm. Kadar serat kasar daun Mengkudu (M. citrifolia) 22,12%
(Febriani dan Titik, 2008). Tingginya serat kasar mempengaruhi peningkatan laju
digesta sehingga mengakibatkan kecernaan terhambat serta penurunan penyerapan
nutrisi dan energi. Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan salah satu faktor
pembatas penggunaan tepung daun Mengkudu (Morinda citrifolia) dalam pakan.
Adanya hal tersebut maka penggunaan tepung daun Mengkudu sebagai sumber
bahan pakan ayam masih memerlukan pengolahan karena adanya serat kasar yang
tinggi.
Pengolahan bahan pakan dapat dilakukan secara kimia, fisik, dan biologis.
Beberapa metode tepat guna mengenai pengolahan bahan pakan lokal untuk
meningkatkan nilai gizi, daya cerna dan taraf penggunaannya sebagai bahan baku
formulasi pakan ternak unggas ada beberapa metode salah satunnya fermentasi.
Proses fermentasi dalam pengolahan bahan pakan biasanya menggunakan
fermentor berupa mikroorganisme seperti bakteri, jamur, atau kapang. Pakan
fermentasi memiliki keunggulan kandungan bakteri asam laktat (BAL) dan
metabolit utama hasil fermentasi berupa asam laktat beserta metabolit sekunder
lainnya. Asam laktat dan produk fermentasi lainnya mampu memperbaiki
lingkungan saluran pencernaan ternak sehingga memperbaiki performa ternak
secara keseluruhan. Pakan fermentasi mampu mempertahankan kualitas nutrien
pakan sehingga menyebabkan pakan dapat disimpan lebih dari 4 bulan. Pakan
fermentasi mampu menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan
memberikan dampak kesehatan pada ternak dapat menggantikan fungsi dari
antibiotik. Pakan komplit yang difermentasi anaerob adalah pakan yang berbentuk
basah diharapkan mampu memelihara kesehatan ayam sehingga dapat memberikan
dampak positif pada performa.
Aspergillus niger merupakan jamur yang biasa digunakan dalam
fermentasi. Kemampuan Aspergillus niger dalam fermentasi seperti pada penelitian
sebelumnnya yang telah dilakukan Akmal dan Mairizal (2003) menunjukkan bahwa
proses fermentasi pada bungkil kelapa dengan menggunakan kapang Aspergillus
niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar dari 22,41 % menjadi 35,27 %
dan menurunkan kandungan serat kasar dari 15,15 % menjadi 10,24 %. Fermentasi
dengan kapang Aspergillus niger pada bungkil biji kapuk juga mampu
meningkatkan kandungan protein dari 28,35 % menjadi 38,08 % dan menurunkan
kandungan serat kasar dari 23,01 % menjadi 18,23 % (Mairizal dkk. 2002).
Aspergillus niger dapat berfungsi sebagai probiotik karena Aspergillus niger
merupakan jamur hidup yang diberikan sebagai suplemen pakan, memberikan
keuntungan bagi induk semang dengan cara memperbaiki keseimbangan populasi
mikroba usus (Wartazoa vol.13 No.3 Th. 2003). Oleh karena itu tepung daun
Mengkudu sebagai bahan pakan yang difermentasi menggunakan Aspergillus niger
dapat mengontrol ekosistem dalam saluran pencernaan serta menjaga kesehatan
usus agar proses penyerapan berlangsung dengan baik.
Peran Aspergillus niger sebagai probiotik memiliki enzim urease yang dapat
mengoksidasi urea menjadi ammonium dan karbondioksida. Ion ini selanjutnnya
digunakan untuk pembentukan asam amino. Sintesa enzim oleh Aspergillus niger
memerlukan ketersediaan asam amino yang berfungsi sebagai perangsang
pertumbuhan (Gunawan dan M.M.S. Sundari; 2003), dengan demikian Aspergillus
niger dapat meningkatkan produktivitas ternak.
Penggunaan tepung daun Mengkudu yang difermentasi oleh Aspergillus
niger dalam ransum dapat menambah jumlah populasi mikroba yang
menguntungkan bagi ternak, mencegah berkembangnya mikroba yang merugikan
dalam saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan pencernaan pakan, dengan
demikian pemberiannya dapat mengefisienkan konsumsi pakan. Konsumsi pakan
mempengaruhi pertambahan bobot badan, bila konsumsi ransum ternak rendah
akan menyebabkan laju pertumbuhan dari ayam tersebut menjadi terhambat dan
akhirnnya produksi akan menurun dan pertambahan bobot badan tidak dapat
tercapai atau lambat.
Pertambahan bobot badan terjadi karena adannya proses pertumbuhan.
Pertambahan bobot badan merupakan indikator dalam pengukuran pertumbuhan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah nilai gizi ransum dan keseimbangan
zat makanan. Menurut Wahju (2004) konsumsi ransum dipengaruhi oleh bentuk,
bau, warna, dan palatabilitas ransum. Hasil fermentasi tepung daun Mengkudu
dengan menggunakan Aspergillus niger dapat menurunkan serat kasar dan
meningkatkan kandungan gizi serta palatabilitas ransum, sehingga konsumsi
ransum akan meningkat.
Konsumsi ransum yang tinggi akan diikuti dengan asupan protein yang
tinggi pula (Wahju, 2004). Asupan protein dan energi juga mempengaruhi konversi
ransum hal ini terlihat dari meningkatnya secara nyata konversi ransum (Feed
Convertion Ratio). Seperti yang dinyatakan oleh Soeharsono (2008) bahwa ransum
dengan energi dan protein yang tinggi cenderung mempercepat pertumbuhan dan
memperbaiki konversi ransum. Sedangkan kandungan energi dan protein dalam
ransum rendah menyebabkan performa ayam menurun.

2.8 Hipotesis
HO : Pemberian tepung daun Mengkudu yang difermentasi dengan Aspergillus
niger sebagai subtitusi BR1 tidak berpengaruh terhadap produktivitas ayam
petelur jantan
H1 : Pemberian tepung daun Mengkudu yang difermentasi dengan Aspergillus
niger sebagai subtitusi BR1 berpengaruh terhadap produktivitas ayam petelur
jantan
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan mulai dari pembuatan proposal perencanaan
penelitian, pelaksanaan, dan pembuatan laporan selama kurang lebih 2 bulan.
Tempat pelaksanaan di kandang Politeknik Negeri Jember. Pada bulan Juni sampai
dengan Agustus 2019.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan untuk pemeliharaan ayam petelur jantan ini berupa
kandang, recording, alat tulis, brooder, sekat, tempat pakan, tempat minum, sapu,
sprayer, timbangan, skop, kawat, ember, tang potong, lampu, palu, gergaji, canopy,
mixer, peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung daun Mengkudu adalah
(karung, aluminium foil, pisau, oven, panci, kompor, gas LPG dan mesin grinder)
dan peralatan untuk pembuatan fermentasi (nampan, sendok, dandang, kertas)

3.2.2 Bahan
Bahan yang dipakai dalam pemeliharaan ayam jantan ras petelur adalah DOC
(Day Old Chick) ayam petelur jantan Strain Isa Brown 200 ekor, pakan komersial
BR1, air bersih, vitamin, vaksin, gula, koran, sekam, kapur, detergen, formalin,
vaksin ND + IB, vaksin Gumboro A, bahan dalam pembuatan tepung daun
Mengkudu (daun mengkudu sedang sampai dengan tua, air panas) dan bahan
fermentasi (Aspergillus niger dalam media kering dan cair, air gula dalam kondisi
tidak terlalu panas)

3.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat
kali ulangan. Pada setiap masing-masing petak terdiri dari 10 ekor, sehingga dalam
penelitian ini dibutuhkan 200 ekor ayam petelur jantan strain isa brown.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu subtitusi tepung
daun Mengkudu (Morinda citrifolia) terfermentsi Aspergillus niger terhadap
efisiensi penggunaan pakan ayam petelur jantan. Rancangan percobaan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4
ulangan meliputi:
P0: 100% pakan komersial
P1: 96% pakan komersial + 4% TDM fermentasi
P2: 95% pakan komersial + 5% TDM fermentasi
P3: 94% pakan komersial + 6% TDM fermentasi
P4: 93% pakan komersial + 7% TDM fermentasi
Pengacakan plot dilakukan untuk memperoleh perlakuan dan pengulangan
dengan hasil yang maksimal. Pengacakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap.
Petak pengacakan dapat digambarkan sebagai berikut:

P2U1 P1U4 P0U1 P4U1

P3U3 P0U2 P1U3 P2U2

P2U4 P1U2 P3U1 P0U3

P4U4 P0U4 P4U3 P1U1

P3U2 P2U3 P3U4 P4U2

Gambar 3.1 Peta letak petak percobaan

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah persentase
pemberian tepung daun Mengkudu fermentasi yaitu:
1. 100% pakan komersial
2. 96% pakan komersial + 4% TDM fermentasi
3. 95% pakan komersial + 5% TDM fermentasi
4. 94% pakan komersial + 6% TDM fermentasi
5. 93% pakan komersial + 7% TDM fermentasi.
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini merupakan variabel yang dapat diukur
yaitu Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan, Feed Convertion Ratio.

3.5 Prosedur Pelaksanaan Penelitian


3.5.1 Fermentasi tepung daun Mengkudu dengan Aspergillus niger
a. Pengambilan daun Mengkudu sedang hingga dengan tua di Politeknik Negeri
Jember
b. Daun Mengkudu dipotong-potong dengan ukuran ± 2 cm dan dilayukan dengan
cara direbus dengan tujuan untuk menghilangkan anti nutrisinya ±
15 menit
c. Kemudian daun Mengkudu di oven pada suhu 50°C selama 24 jam
d. Daun Mengkudu digiling halus menjadi tepung, dianalisis proksimat di Lab
Politeknik Negeri Jember
e. Kemudian tepung daun Mengkudu dikukus ditambahkan air dengan kadar air
kurang lebih 65-70%, dilakukan proses pengukusan selama kurang lebih ½
jam, setelah dikukus lalu dilakukan pendinginan
f. Tepung daun Mengkudu yang sudah dikukus sebagai bahan pakan difermentasi
Smenggunakan kapang Aspergillus niger, dosis inokulum 9% dengan lama
fermentasi 3-4 hari dan pH 5,0-7,0 serta suhu 35-37°C. Perbandingan tepung
daun Mengkudu dengan kapang Aspergillus niger (1 kg Tepung daun
mengkudu : 18 g Aspergillus niger) dan kemudian dimasukkan kedalam bak
fermenter dan ditutup dengan kertas, kemudian setelah terfermentasi,
dikeringkan menggunakan panas matahari.
Tepung daun Mengkudu fermentasi tersebut sebagai pakan perlakuan
kemudian dicampur dengan pakan komersial
Tabel 3.2 Komposisi Gizi Bahan Pakan
Komposisi Gizi Bahan Pakan
Jenis Sampel Bahan Protein Serat EM
Kering Kasar Kasar (Kkal/Kg)
(BK) (PK) (SK)
TDM (tepung daun 27,36 23,36 3040
Mengkudu)
TDMF (tepung daun
Mengkudu Fermentasi)
Sumber: Lab. Teknologi Pakan Politeknik Negeri Jember (2019).

3.5.2 Persediaan pakan komersial


Pakan yang digunakan dalam usaha ayam petelur jantan ini menggunakan
pakan komersial BR1 dari PT. Japfa comfeed Indonesia. Bahan pakan yang
digunakan adalah jagung, dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daging
dan tulang, pecahan gandum, bungkil kacang tanah, kanola, kalsium, fosfor,
vitamin, dan trace mineral. Komposisi nutrisi ransum komersial disajikan pada
Tabel.

Tabel 3.3 komposisi nutrisi pakan komersial BR1


ZAT MAKANAN KANDUNGAN
Protein kasar (%) 21,00-22,00
Lemak (%) 4,00-8,00
Serat kasar (%) 3,00-5,00
Abu (%) 5,00-7,00
Kalsium (%) 0,90-1,20
Phospor (%) 0,70-0,90
ME (Kcal/kg) 2950-3050
Sumber :www.japfacomfeed.co.id

3.5.3 Pelaksanaan pemeliharaan


Kegiatan pertama dalam pemeliharaan ayam petelur jantan adalah
menyiapkan kandang dan peralatan. Kandang disanitasi dari kotoran sisa
pemeliharaan sebelumnya baik sanitasi dalam kandang, maupun luar kandang.
Proses sanitasi meliputi pencucian kandang menggunakan air dan detergen dengan
sanchin. Setelah dilakukan pencucian kandang, biarkan sampai kering, pembuatan
sekat lalu kemudian dilakukan pengapuran kandang, istirahat kandang sampai DOC
ayam petelur jantan datang. Pada saat DOC datang disiapkan brooding dalam suhu
32℃ dan juga timbangan. DOC dilakukan penimbangan grading per ekor kemudian
diletakkan sesuai perlakuan masing-masing 10 ekor. Program kesehatan dilakukan
pada saat ayam berumur 4 hari untuk vaksin ND-IB, umur 10 hari untuk vaksin
gumboro dan umur 21 vaksin gumboro lewat air minum. Pemberian vitamin
dilakukan setelah penimbangan da n vaksinasi. Pemeliharaan dilakukan selama 56
hari. Kandungan Nutrisi Pakan dan Perlakuan Pemberian Pakan dapat dilihat pada
Tabel 3.4 dan Tabel 3.5.

Tabel 3.4 Kandungan Nutrisi Pakan


Jenis Pakan PK (%) SK (%)
Tepung daun Mengkudu Fermentasi
Pakan Komersial (BR1) 21 5,0
Sumber : Lab. Politeknik Negeri Jember (2019)

Tabel 3.5 Perlakuan Pemberian Pakan


Pakan P0 (%) P1 (%) P2 (%) P3 (%) P4 (%)
BR1 100 96 95 94 93
TDMF 0 4 5 6 7
PK (%) 21 21,25 21,31 21,38 21,44
EM (kkal) 3000 3001 3002 3002,4 3003
SK (%) 5 5,74 5,93 6,12 6,30
3.5.4 Aplikasi pemberian pakan
Perlakuan pada penelitian ini dilakukan dengan pemberian pakan tepung
daun Mengkudu fermentasi mulai dari awal penelitian sampai akhir penelitian.
Perlakuan pada P0 pemberian pakan dengan pakan komersil BR1 100% tanpa
pemberian tepung daun Mengkudu fermentasi, P1 pemberian pakan komersial 96%
disubtitusi dengan tepung daun Mengkudu fermentasi 4%, P2 pemberian pakan
komersial 95% disubtitusikan dengan tepung daun Mengkudu fermentasi dengan
5%, P3 pemberian pakan komersial 94% dengan subtitusi tepung daun Mengkudu
fermentasi 6%, dan pada P4 pemberian pakan komersial 93% dengan disubtitusi
dengan tepung daun Mengkudu fermentasi 7%, pemberian pakan dengan tepung
daun Mengkudu selama 8 minggu.

Tabel. 3.6 Standart pakan ayam jantan ras petelur


Umur Kebutuhan pakan Konsumsi pakan Bobot badan
minggu per hari (g) komulatif. (g) (g)
Min Max Min Max min max
1 0-7 10 12 70 84 64 67
2 8-14 16 18 182 210 114 122
3 15-21 24 26 350 392 186 197
4 22-28 31 33 567 623 268 283
5 29-35 36 38 819 889 360 380
6 36-42 41 43 1106 1190 459 483
7 43-49 45 47 1421 1519 564 591
8 50-56 49 51 1764 1876 671 702
9 57-63 53 55 2135 2261 776 811
10 64-70 57 59 2534 2674 876 913
11 71-77 60 62 2954 3108 969 1009
12 78-84 63 65 3395 3563 1054 1099
13 85-91 66 68 3857 4039 1136 1186
14 92-98 69 71 4340 4536 1210 1265
15 99-105 72 74 4844 5054 1277 1338
16 106-112 75 77 5369 5593 1344 1411
17 113-119 83 85 5950 6188 1402 1477
18 120-126 84 86 6538 6790 1455 1545
sumber : 2014-isa_brown_product_guide_cage_production_systems1
3.5.5 Pengumpulan data
Data yang diambil adalah konsumsi pakan yang dilakukan setiap hari pada
pagi hari pukul 5.30 wib. Dengan cara mengeluarkan tempat pakan dari setiap unit
percobaan. Data konsumsi pakan diambil mulai saat pemberian dipagi hari sampai
dengan keesokan harinya lagi, begitu seterusnya sampai dengan masa panen. Data
konsumsi pakan diperoleh dari pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan.
Data pertambahan bobot badan dengan penimbangan bobot badan setiap
satu minggu sekali pada pagi hari, nilai konversi pakan akan dihitung, yang mana
akan dilakukan setiap satu minggu sekali.

3.5.6 Parameter penelitian


1. Konsumsi pakan
Konsumsi pakan dihitung setiap hari selama penelitian. Konsumsi pakan
diperoleh dari pakan yang diberikan selama satu hari dikurangi dengan sisa pakan
keesokan harinya, selanjutnya dibagi dengan jumlah broiler. Rumus konsumsi
pakan menurut North dan Bell (1990) yaitu :
𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛−𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛
Konsumsi pakan (g/ekor) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑦𝑎𝑚 (𝑒𝑘𝑜𝑟)

2. Pertambahan bobot badan


Pertambahan bobot badan diperoleh dari penimbangan bobot badan broiler
setiap sepuluh hari sekali selama penelitian. Pertambahan bobot badan dihitung
dengan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal. Rumus menurut Rasyaf
(2002) yaitu :
Pertambahan bobot badan (gr) = bobot badan akhir – bobot badan awal

3. Konversi pakan
Konversi pakan dihitung sepuluh hari sekali selama penelitian. Konversi
pakan dapat dihitung dengan membagi jumlah pakan yang dikonsumsi dalam
sepuluh hari sekali dengan pertambahan bobot badan sepuluh hari sekali. Rumus
konversi pakan menurut Tillman et al., (1989) yaitu :
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛
Konversi pakan = 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
3.3.7 Analisis data
Data yang diperoleh selama penelitian di analisa dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) kemudian dilakukan uji ANOVA (Analysis Of
Variance) menggunakan program microsoft office excel.
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) model matematika Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αi + €ij
Keterangan rumus :
Yij = Hasil dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
i = Perlakuan
j = Ulangan
µ = Nilai tengah umum (rata – rata populasi) hasil pengamatan
αi = Penggunaan perlakuan ke-i
€ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
Jika didapatkan hasil analisis penelitian ini nyata atau sangat nyata, maka
akan dilakukan uji lanjut dengan melihat koefisien keragaman (KK) dengan rumus
sebagai berikut :
𝑲𝑻𝑮
KK = √ × 𝟏𝟎𝟎%
𝒚

Keterangan :
KK = Koefisien keragaman
KTG = Kuadran tengah galat
Y = Rata – rata pada perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
Ketentuan – ketentuan :
 Jika nilai KK (Koefisien Keragaman) < 5%, maka akan dilakukan uji lanjut
BNJ (Beda Nyata Jujur)
 Jika nilai KK (Koefisien Keragaman) 5% - 10%, maka akan dilakukan uji
lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil)
 Jika nilai KK (Koefisien Keragaman) 10% - 20%, maka akan dilakukan uji
lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)
Setelah nilai KK (Koefisien Keragaman) sudah ditentukan maka dilakukan uji
lanjut, berikut rumus uji lanjut :
a. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
BNJ = 𝑞𝛼.𝑝.𝑑ℎ𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑆𝑦 → 𝑆𝑦= √𝐾𝑇𝐺/𝑟
Keterangan :
q = Nilai baku q standart (tyrkey tabel) derajat bebas galat pada taraf
uji α 5% dan 1%
KTG = Kuadran tengah galat
r = Ulangan
b. Uji Beda Nyata Terkecil
2 𝐾𝑇𝐺
BNT = t × √ 𝑟

Keterangan :
t = Nilai baku t standart (t tabel) derajat bebas galat pada taraf uji α 5% dan
1%
KTG = Kuadran tengah galat
r = Ulangan
c. Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
√𝐾𝑇𝐺 𝐾𝑇𝐺
𝑅𝑝 = 𝑟𝛼.𝑝.𝑑ℎ𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑆𝑦 → 𝑠𝑦 = atau DMRT = R × √
𝑟 𝑟

Keterangan :
R = Nilai baku r standart (duncan tabel) derajat bebas galat pada taraf uji α
5% dan 1%
KTG = Kuadran tengah galat
r = Ulangan
DAFTAR PUSTAKA

Akmal dan Mairizal. 2003. Pengaruh penggunaan bungkil kelapa hasil fermentasi
dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam pedaging. Pengembangan
Peternakan Tropis, Special Edition Oktober 2013, Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Ardiansyah. F., Tantalo. S dan Nova. K. 2013. Perbandingan Performa Dua Strain
Ayam Jantan Tipe Medium Yang Diberi Ransum Komersial Broiler.
Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Bangun A. P,. Sarwono. B. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Agro Media
Pustaka. Jakarta.

Daud. M,. Fuadi. Z dan Mulyadi. 2017. Performa dan Persentase Karkas Ayam
Ras Petelur Jantan pada Kepadatan Kandang yang Berbeda. Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.

Edriani, G. 2011. Evaluasi kualitas dan kecernaan biji karet, biji kapuk, kulit
singkong, Palm kernel meal, dan kopra yang difermentasi oleh
Saccharomyces cerevisiae pada pakan juvenil ikan mas Cyprinus carpio.
Skripsi. Departmen Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. (tidak dipublikasikan).

Kholid dan Anwar. 2011. Panduan Sukses Beternak dan Bisnis Ayam Kampung.
Yogyakarta: Penerbit Pinang Merah.

Mangisah, I. B. Sukamto dan M. H. Nasution. 2009. Implementasi daun eceng


gondok fermentasi dalam ransum itik. J. Indonesia Trop. Anim. Agric. 34 (2):
128-133.

Mattjik. A.A., dan I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan Dengan


Aplikasi SAS dan MINITAB, Jilid I. IPB-Press, Bogor.

Nastiti. R.A., Hermana. W dan Mutia R. 2014. Penggunaan Dedak Gandum Kasar
(Wheat Bram) Sebagai Pengganti Jagung dengan Kombinasi Tepung Daun
Mengkudu (Morinda Citrifolia) untuk Menghasilkan Telur Puyuh Sehat
Rendah Kolestrol dan Kaya Vitamin A. Buletin Makanan Ternak.

North, M. O, & D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed.
the Avi Publishing Company Inc. Wesport, Connecticut.

Nuroso. 2009. Panen Ayam Pedaging dengan Produksi 2x Lipat. Cetakan Ke-1.
Penebar Swadaya. Gramedia. Jakarta.

Priono, D. 2003. Performans Ayam Ras Petelur Tipe Medium Periode Tiga Bulan
Pertama Bertelur yang Diberi Ransum Dengan Kandungan Metionin Pada
Berbagai Level. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Rama Jaya Farm. 2008. Standart Konsumsi Ransum dan Performans Ayam Jantan
Tipe Medium. Bandar Lampung.

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-10. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. PT. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Rasyaf, M. 2007. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta , Penebar Swadaya.

Setiadi. D., Tantalo. S dan Nova. K. 2013. Perbandingan Bobot Hidup, Karkas,
Giblet, Dan Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium Yang Dibei
Ransum Komersial Broiler. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Sizemore, F. g. dan H. S. Siegel. 1993. Growth, Feed Convertion and Carcass


Composition In Felame Of Four Broiler Croses Feed Starter Dieth With
Different Energy Level and Energy Level To Protein Ration. Poultry Science
72:2216-2228.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

Sumadi. 1995. “Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Tetes Dalam Ransum


Terhadap Bobot dan Persentase Daging, Darah, Tulang Serta Organ Dalam
Ayam Ras Petelur Jantan Tipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksodiprodjo, S. Prwawirokusomo & L.


Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wardiny, Tuty M., 2006. Kandungan Vitamin A, C dan Kolesterol Telur Ayam yang
Diberi Mengkudu (Morinda Citrifolia) Dalam Ransum. Institut Pertanian
Bogor. Tesis.
Wardiny. T. M,. Retnani. Y dan Taryati. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu
Terhadap Profil Darah Puyuh Starter. Universitas Terbuka Pamulang,
Tanggerang Selatan.

Yousef, M. K. 1985. ‖Stress Physiology in Livestock Basic Principles‖. Vol 1. CRC


Press Inc. Boca Raton. Florida.

Zaman Q. G. Suparno. D. Hariani. 2013. Jurnal Pengaruh Kiambang (Salvinia


Molesta) Yang Difermentasi Dengan Ragi Tempe Sebagai Suplemen Pakan
Terhadap Peningkatan Biomassa Ayam pedaging. Universitas Negeri
Surabaya, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai