Anda di halaman 1dari 70

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH TSL 648 TEKNOLOGI PENGOMPOSAN DAN PENGOLAHAN


LIMBAH PERTANIAN
LIMBAH INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT, KAKAO, TEBU DAN KOPI

DISUSUN OLEH
RURY KURNIAWAN / A154120021
TITIK TRI WAHYUNI / A154120051

MAYOR BIOTEKNOLOGI TANAH DAN LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2013

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Limbah Industri Perkebunan Kelapa Sawit, Kopi,
Kakao dan Tebu ini.

Makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mengikuti Mata Kuliah Teknologi
Pengomposan dan Pengolahan Limbah Pertanian (TSL 648), dalam makalah ini dibahas dan
diuraikan tentang potensi, karakteristik dan pemanfaatan limbah indrustri perkebunan
khususnya yang dilakukan di Indonesia dan dengan makalah ini diharapkan dapat saling
bertukar pikiran antara satu pengalaman dengan pengalaman yang lain untuk dapat saling
melengkapi. Meskipun kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini sangat jauh dari
kesempurnaan namun usaha untuk mempelajari dan sedikit gambaran tentang potensi limbah
industri perkebunan khususnya Kelapa Sawit, Kakao, Kopi dan Tebu dicoba dibahas dalam
tulisan ini. Penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, dan kami selaku
penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kelengkapan dan
menyempurnakannya.
Akhirnya hanya kepada Allah kami mohon hidayah dan taufik-Nya agar selalu dalam
lindungan-Nya dan semoga informasi yang termuat dalam makalan ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Bogor,

Mei 2013

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................ 3
1.3. Rumusan Masalah................................................................................ ....... 3
II. PEMBAHASAN............................................................................................... 4
2.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan............................. 4
2.1.1. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kelapa Sawit.......... 5
2.1.2. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kopi...................... 10
2.1.3. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Tebu...................... 11
2.1.4. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kakao................... 14
2.2. Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan sebagai Pupuk Organik.......... 15
2.2.1. Limbah Padat.................................................................................. 17
2.2.2. Limbah Cair..................................................................................... 18
2.3. Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan Lainnya.................................. 19
2.3.1. Pakan Ternak................................................................................... 19
2.3.2. Arang Aktif..................................................................................... 21
2.3.3. Papan Partikel.................................................................................. 21
2.3.4. Pulp.................................................................................................. 22
2.3.5. Bahan Pembuat Nata....................................................................... 22
2.3.6. Bahan Bakar Alternatif................................................................... 24
2.3.7. Polymer Superabsorben................................................................... 25
2.3.8. Pengendali Pencemaran................................................................... 25
III.PENUTUP...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 27

DAFTAR TABEL
1. Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012

2. Produksi beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012. ....... 4


3. Rata-rata jenis dan potensi limbah kelapa sawit Indonesia ............................. 7
4. Kandungan hara limbah kelapa sawit................................................................ 8
5. Kandungan hara abu hasil pembakaran tandan kosong, serat dan
cangkang kelapa sawit....................................................................................... 9
6. Kualitas limbah cair (inlet) pabrik kelapa sawit................................................. 9
7. Kisaran komponen kimia limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) sebelum
.... dan setelah penanganan. ................................................................................. 10
8. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kopi Perkebunan Besar
Indonesia berdasarkan jumlah produksi biji pertahun (tahun 2012)................ 11
9. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah tebu Indonesia berdasarkan
jumlah produksi gula tebu pertahun (tahun 2012)........................................... 12
10.Komposisi unsur yang terkandung pada blotong dan abu ketel limbah
pengolahan tebu.............................................................................................. 13
11.Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kakao Perkebunan Besar
Indonesia berdasarkan jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012).............. 14

DAFTAR GAMBAR
1. Material balance proses pengolahan minyak kelapa sawit.................................. 6
2. Fraksionasi hasil pengolahan tandan buah segar kelapa sawit............................ 8
3. Proses Pembuatan Nata De Cacao.................................................................... 23

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk plasma nutfah yang
melimpah. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lama diusahakan sebagai
sumber pangan dan pendapatan masyarakat. Potensi ketersediaan lahan Indonesia cukup
besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006
memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas
123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen)
merupakan kawasan lindung. Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal
pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman
semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari
areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal
pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk
perluasan areal pertanian.
Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang menjadi salah
satu faktor yang mendukung kegiatan perekonomian di Indonesia. Perkebunan adalah segala
kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya
dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman
tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen
untuk
mewujudkan
kesejahteraan
bagi
pelaku
usaha
perkebunan
dan
masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan, bahwa penyelenggaraan perkebunan di Indonesia didasarkan atas asas manfaat
dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan, sehingga
tujuan penyelenggaraannya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,
meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan
lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, memenuhi
kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Agar hasil produksi perkebunan dapat menghasilkan barang yang bernilai lebih tinggi
maka dilakukan proses pengolahan yang disebut dengan industri. Industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi
menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya. Setiap proses produksi suatu
industri akan menghasilkan limbah, dimana satu sama lain jenis dan karakteristik limbah dari
masing-masing industri berbeda satu sama lain. Hal ini sangat tergantung pada input, proses
serta output yang dihasilkan dalam suatu industri.
Perkembangan industri yang pesat untuk menghasilkan produk ternyata tidak selalu
dibarengi dengan upaya untuk menekan jumlah, jenis dan tingkat bahaya limbah yang
dihasilkan. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan pencemaran lingkungan dan berdampak
pada penurunan kesehatan manusia, hilangnya habitat alami, tercemarnya sumber-sumber air
serta mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi yang cukup besar. Demikian juga dalam
industri tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, tebu dan kopi, limbah industri
perkebunan ini kebanyakan menghasilkan limbah cair, padat dan gas (emisi). Upaya yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif yang timbul dan untuk meningkatkan

nilai tambah bagi limbah tersebut, maka limbah-limbah harus dikelola dengan baik.
Pengelolaan limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam bentuk lain
yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk organik bagi tanaman,
sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai papan partikel, sebagai biofuel, bahkan
masih banyak bentuk pemanfaatan lainnya dari limbah-limbah ini, sehingga pada akhirnya
tercapai suatu tujuan mulia dengan konsep zero waste (zero emision).

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami potensi,
karakteristik, pemanfaatan limbah industri perkebunan sebagai bahan baku untuk pupuk
organik dan pemanfaatan lainnya.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana potensi dan karakteristik limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi ?
b. Bagaimana pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi sebagai
pupuk organik?
c. Bagaimana penggunaan dari limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi untuk
saat ini ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan
paling konsisten, baik ditinjau dari luas areal maupun produksi. Menurut Dirjen Perkebunan
RI tahun 2013, luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia pada tahun 2012
meliputi kelapa sawit seluas 9.074.621 ha, kopi 1.233.982 ha, tebu 461.082 ha dan kakao
1.709.050 ha. Sejalan dengan pertumbuhan luas areal, produksi perkebunan juga meningkat
dengan konsisten. Produksi kelapa sawit tahun 2012 adalah sebesar 23.521.071 ton/tahun,
kopi 657.138 ton/tahun, tebu 2.438.198 ton/ha dan kakao 833.310 ton/ha (Dirjen Perkebunan
RI, 2013). Tabel 1 dan 2 menunjukan luas areal dan produksi tanaman perkebunan di
Indonesia.
Tabel 1. Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012*
Tahun Kelapa Sawit
Kopi
Tebu
Kakao
2008
7.363.847
1.295.111
436.505
1.425.217
2009
8.248.328
1.266.235
441.440
1.587.136
2010
8.385.394
1.210.365
454.111
1.650.621
2011
8.992.824
1.233.968
451.788
1.677.254
*)
2012
9.074.621
1.233.932
461.082
1.709.050
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *) Angka Sementara.

Tabel 2. Produksi beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 2012*


Tahun Kelapa Sawit
Kopi
Tebu
Kakao
2008
17.539.788
698.016
2.688.428
803.595
2009
19.324.294
682.591
2.517.374
820.496
2010
21.958.120
686.921
2.290.116
837.918
2011
23.096.541
638.647
2.267.887
712.231
*)
2012
23.521.071
657.138
2.438.198
833.310
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *) Angka Sementara.
Komoditi perkebunan tersebut selain menghasilkan produk utama juga menghasilkan
limbah/hasil ikutan/pendamping. Limbah diartikan sebagai suatu substansi yang didapatkan
selama pembuatan sesuatu (by-product), barang sisa (residue) atau sesuatu yang tidak
berguna dan harus dibuang (waste). Selain itu limbah dapat pula diartikan sebagai hasil
samping dari suatu kegiatan atau aktivitas (Murni, et al,. 2008). Limbah yang dihasilkan
dapat bersifat padat dan bersifat cair. Apabila kedua limbah ini tidak ditangani dengan baik
maka akan mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Pengelolaan yang
tepat akan memberi manfaat yang cukup besar. Limbah yang bersifat padat umumnya sulit
terdekomposisi karena kandungan minyak dan ligninnya tinggi, sehingga diperlukan upaya
yang tepat untuk pengelolaan dan pengolahan limbah ini. Sedangkan limbah cair
mengandung BOD dan COD serta minyak yang tinggi.
Analisis mengenai komponen organik atau karakteristik limbah membantu
menentukan proses daur ulang (recycle) sebagai bahan baku pupuk organik, pakan ternak,
papan partikel, arang aktif maupun pemanfaatan lainnya. Limbah-limbah hasil pengolahan
industri perkebunan memiliki karakteristik yang baik dimana masih mengandung unsur hara
yang esensial bagi tanaman baik unsur hara makro maupun mikro yang apabila dijadikan
pupuk organik dan diberikan pada tanah akan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi
tanah serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain sebagai pupuk organik,
limbah-limbah ini dapat juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan manfaat lainnya.
Begitu juga dengan limbah cair dapat juga digunakan untuk memupuk tanaman karena
mengandung unsur hara yang relatif tinggi pula, disamping itu bisa juga digunakan untuk
biogas, pembangkit tenaga listrik dan keperluan lainnya.
2.1.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman komoditas sub
sektor perkebunan yang memberikan andil besar bagi pemasukan devisa negara di luar sektor
minyak bumi dan gas. Upaya peningkatan produksi minyak kelapa sawit memiliki prospek
yang cerah pada masa yang akan datang, karena kegunaan minyak sawit yang beragam baik
sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non pangan. Seiring dengan
perkembangan areal lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang meningkat dengan
pesat, maka jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) juga akan bertambah secara nyata. Sebagai
konsekuensi akibat bertambahnya unit pengolahan PKS maka akan meningkatkan limbah
juga.

Pengolahan kelapa sawit menghasilkan sisa limbah yang sangat banyak, baik berupa
limbah padat maupun limbah cair yang masih menyimpan elemen yang bermanfaat dan

memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Secara garis besar material balance proses pengolahan
kelapa sawit sebagai berikut:

Gambar 1. Material balance proses pengolahan minyak kelapa sawit


(Dirjen PPHP, Deptan, 2006)
Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat
dan gas.Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri
dari tandan kosong, pelepah, cangkang, serat dan lain-lain. Sedangkan limbah cair terjadi
pada in house keeping. Limbah-limbah tersebut dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai
nilai ekonomi yang tidak sedikit. Adapun potensi tersebut ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jenis dan potensi limbah kelapa sawit Indonesia
Jenis
Potensi
Jumlah
Manfaat
*)
(%)
(ton/tahun)
Tandan buah segar
100
23.521.071**)
(TBS)
Minyak sawit
25.5
5.997,873.105
Tandan kosong
23.0
5.409.846,33
Pupuk organik, pulp
kertas, papan
partikel, energy
Wet decanter solid
4.0
940.842,84
Pupuk organik,
makanan ternak
Cangkang
6.5
1.528.869,61
Arang, karbon aktif,

Serabut (fiber)

13.0

3.057.739.23

Limbah cair
50.0
11.760.535,5
*)
Sumber: Dirjen PPHP Deptan 2006
**)
Dirjen Perkebunan RI 2013

papan partikel
Energi, pulp kertas,
papan, partikel
Pupuk, air irigasi

Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami
degradasi. Oleh karenanya dalam pengelolaan limbah perlu diketahui karakteristik limbah
tersebut. Limbah padat tandan kosong (TKS) merupakan limbah padat yang jumlahnya cukup
besar yaitu5.409.846,33 ton/tahun, namun pemanfaatannya masih terbatas. Limbah tersebut
selama ini dibakar dan sebagian ditebarkan dilapangan sebagai mulsa. Persentase TKS
terhadap TBS sekitar 20% dan setiap ton TKS mengandung unsur hara N, P, K dan Mg
berturut-turut setara dengan 3 kg urea; 0,6 kg CIRP; 12 kg MOP; dan 2 kg kieserit. TKS
merupakan bahan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa 41,3 46,%, hemicellulosa 25,3
33,8% danlignin 27,6 32,5%. (Sudiyani, et.al 2010).

Gambar 2. Fraksionasi hasil pengolahan tandan buah segar kelapa sawit


(Dirjen PPHP, Deptan, 2006)
Selain TKS, limbah padat kelapa sawit yang lain juga memilki kandungan hara yang
tinggi sebagai mana disajikan pada Tabel 4. Dari hasil perhitungan untuk setiap hektar
tanaman tersebut maka memberikan gambaran dan informasi untuk menentukan kelayakan
daur ulang limbah sawit sebagai pupuk bagi tanaman.
Tabel 4. Kandungan hara limbah kelapa sawit
Limbah kelapa sawit dari
Bobot dalam kg/ha tanaman
peremajaan dan bobot
N
P
K
Mg
Ca
kering /ha tanaman
Batang pohon
0,488 0.047
0,699
0,117
0,194
Pelepah
2,38
0,157
1,116
0,287
0,586
Daun
0,373 0,066
0,873
0,161
0,295
Tandan Kosong
0,350 0,028
2,285
0,175
0,149
Serat Buah
0,320 0,080
0,470
0,020
0,110
Cangkang
0,330 0,010
0,090
0,020
0,020

Sumber : Dirjen PPHP, Deptan, 2006


Hasil pembakaran tandan kosong, serat dan cangkang kelapa sawit juga
menyumbangkan hara yang cukup tinggi terutama kalium (K), kalsium (Ca) dan fosfat (P).
Kandungan ketiga unsur tersebut disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan hara abu hasil pembakaran tandan kosong, serat dan cangkang kelapa sawit
Abu hasil
pembakaran
Tandan kosong
Serat dan cangkang
Sumber : Dirjen PPHP, Deptan, 2006

P
1,25-2,18
1,74-2,61

Kandungan hara (%)


K
24,9-33,2
16,6-24,9

Ca
5,4
7,1

Limbah cair yang dihasilkan dari seluruh proses produksi minyak kelapa sawit
diperkirakan maksimal 60% dari seluruh tandan buah segar yang diolah. Berdasarkan hasil
penelitian tarhadap beberapa PKS oleh Bank Dunia diketahui bahwa kualitas limbah cair
yang dihasilkan berpotensi mencemari badan air penerima limbah. Kualitas limbah cair
(inlet) Pabrik Kelapa Sawit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kualitas limbah cair (inlet) Pabrik Kelapa Sawit
No.
Parameter
Satuan
Limbah Cair
Baku Mutu
Lingkungan
MENLH
Kisaran
Rata-rata
1.
BOD
mg/liter
8.200-35.000
21.280
250
2.
COD
mg/liter 15.103-65.100
34.720
500
3.
TSS
mg/liter
1.330-50.700
31.170
300
4.
Nitrogen total
mg/liter
12-126
41
20
Sumber : Dirjen PPHP, Deptan, 2006
Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami
degradasi. Limbah cair dari hasil pengelohan industri kelapa sawit masih mengandung unsur
hara yang relatif tinggi dan disertai dengan biologi oksigen demand (BOD) yang tinggi.
Untuk memanfaatkan limbah cair ini perlu dilakukan perlakuan di dalam kolom-kolam
Instansi Pengelolaan Limbah (IPAL) terlebih dahulu, supaya kualitas limbah cair meningkat.
Karkteristik limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kisaran komponen kimia limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) sebelum dan setelah
penanganan.
Uraian

WPH
(hari)
-

BOD
(mg/l)
25.000

Kolam pengasaman

25.000

Kolam anaerob primer

75

Limbah (fat-pit)

P
(mg/l)
500900
500900
675

N
(mg/l)
90-140
90-140

K
(mg/l)
1.0001.975
1.0001.975
1000-1850

3.50090-110
5.000
Kolam anaerob
35
2.000450
62-85
875-1.250
sekunder
3.500
Kolam aerobic
15-21
100-200
80
5-15
4200-670
Kolam pengendapan
2
100-150
40 -70
3-15
330-650
Sumber : Paimin, Siahaan, dan Tobing (1996) Cit Dirjen PPHP, Deptan, 2006).

Mg
(mg/l)
250-340
250-340
250-320
160-215
25-55
17-40

Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan
BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama N dan K, bahan
organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan
menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan
untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6-0,7 ton
limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter. Kandungan hara limbah cair PKS adalah
450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan 215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat
dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi
ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki
(pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah) ke areal tanam (Dirjen
Perkebunan, 2008).
2.1.2. Potensi dan Karakteristik Industri Kopi
Menurut Londra (2002) hasil pengolahan kopi akan menyisakan limbah, yaitu kulit
buah dan kulit biji. Limbah kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah pada
pengolahan kopi merah (masak) dan limbah pengolahan kopi hijau (mentah). Pengolahan
kopi merah diawali dengan pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar. Proses ini
akan menghasilkan 65 persen biji kopi dan 35 persen limbah kulit kopi. Berdasarkan data
statistik produksi Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi kopi mencapai 657.138 ton/tahun,
adapun limbah yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kopi Perkebunan Besar Indonesia berdasarkan
jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012).
Jenis

Estimasi potensi
(%)*)
Buah basah
100
Biji
52
Kulit buah
42
Kulit biji
6
*)
Londra, M dan Andri K. B, 2002.
**)
Dirjen Perkebunan RI 2013

Jumlah (ton/tahun)**)
657.138
341.711,76
278.997,96
39.428,28

Pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat berupa kulit buah
pada proses pengupasan buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat penggerbusan (hulling).
Limbah padat kulit buah kopi (pulp) belum dimanfaatkan secara optimal, umumnya ditumpuk
di sekitar lokasi pengolahan selama beberapa bulan, sehingga timbulnya bau busuk dan
cairan yang mencemari lingkungan. Limbah kulit buah kopi memiliki kadar bahan organik
dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 %
dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu
dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton
setara dengan produksi tepung limbah 630 kg (Dirjen Perkebunan, 2008).
2.1.3. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Tebu
Perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2012 menempati luas area 461.082
ha.Perkebunan tersebut tersebar di berbagai wilayah. Tebu dari perkebunan diolah menjadi
gula di pabrik-pabrik gula. Pengolahan tebu menjadi gula menyisakan limbah, baik limbah
padat maupun limbah cair. Berdasarkan data statistik Dirjen Perkebunan RI produksi tebu

tahun 2012 adalah2.438.198 ton/ha, bila jumlah produksi gula yang dihasilkan 7.0% maka
jumlah limbah hasil pengolahan tebu dapat dihitung dengan komposisi rata-rata sebagaimana
tercantum pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah tebu Indonesia berdasarkan jumlah produksi gula
tebu pertahun (tahun 2012).
Jenis
Estimasi potensi (%) *)
Jumlah (ton/tahun)**)
Gula
7.0
170.673,86
Tetes
4.5
109.718,91
Ampas (bagasse)
32
780.223,36
Blotong
3.5
85.336,93
Abu
0.1
2.438,19
Limbah cair
52,9
1.289.806,74
*)
Sumber: Syafrudin & Astuti (2005)
**)
Dirjen Perkebunan RI 2013
Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula, dengan
produksi 32 % tebu yang digiling. Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk
pendamping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai
bahan bakar ketel untuk keperluan proses memproduksi energy. Ampas tebu mengandung air,
gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan mengalami fermentasi yang
menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan mencapai 94oC akan terjadi kebakaran spontan
(Yuliani dan Nugraheni, 2010).
Ampas tebu (bagasse) merupakan sisa bagian batang tebu dalam proses ekstraksi tebu
yang memiliki kadar air berkisar 46-52%, kadar serat 43-52% dan padatan terlarut sekitar 26%. Komposisi kimia ampas tebu meliputi : zat arang atau karbon (C) 23,7 %, hidrogen (H) 2
%, oksigen (O) 20 %, air (H2O) 50 % dan gula 3% ( Adriyanti et. Al, 2012).
Blotong dan abu ketel merupakan limbah padat sisa pengolahan tebu pada pabrik gula
yang memiliki jumlah paling tinggi dibandingkan limbah lainnya. Limbah ini memiliki unsur
hara makro dan mikro yang relatif tinggi terutama P, Ca, N dan Mg. unsur-unsur ini esensial
bagi tanaman. Komposisi blotong dan abu ketel dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Komposisi unsur yang terkandung pada blotong dan abu ketel limbah pengolahan tebu
Unsur
N (%)
P2O5 (%)
K2O (%)
CaO (%)
MgO (%)
C/ Organik (%)
C/ N (%)
Na2O (%
Fe (%)

Jenis Bahan
Blotong
1,45
4,17
0,65
4,28
0,55
34,31
24,00
-

Abu Ketel
0,05
0,57
0,54
2,27
1,22
1,82
36,4
0,18
0.83

Mn (ppm)
155,00
Cu (ppm)
37,00
Zn (ppm)
72,00
SO4 (%)
0,32
Air 105C (%)
81,82
Sumber: Data Sekunder , 2005 dalam Syafrudin & Astuti (2007)
Blotong atau disebut filter cake atau filter press mud adalah limbah industri yang
dihasilkan oleh pabrik gula dari proses klarifikasi nira tebu. Penumpukan bahan tersebut
dalam jumlah besar akan menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan. Blotong
mengandung bahan koloid organik yang terdispersi dalam nira tebu dan bercampur dengan
anion-anion organik dan anorganik (Prasad, 1976 dalam Muhsin 2011). Blotong sebagian
besar terdiri dari serat-serat tebu dan merupakan sumber unsur organik yang sangat penting
untuk pembentukan humus tanah. Kandungan Hara kompos blotong berdasarkan penelitian
Syafrudin dan Astuti (2007) yaitu N 1,37%; P2O5 1,81%; K2O 2,22%; Fe 0,49%; Ca 2,56%;
MgO 0,53%; Mn 0,03%; pH 7,1; Zn 80,99 ppm; Cu 44,01 ppm; C organic 16,48%; C/N ratio
12,03 %.
Blotong memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik, karena komposisi blotong
terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula (Sadar, et al 2011), total abu, SiO2,
CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya,
bergantung pada pola produksi dan asal tebu (RifaI, 2009 dalam Muhsin 2011). Produksi
blotong sekitar 3,8 % tebu. Blotong dapat meningkatkan jumlah ruang pori tanah, berat isi
tanah dan memperbesar jumlah air tersedia dalam tanah (Santoso & Jayadheva,
1989 dalam Muhsin 2011).
Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 % tebu
yang digiling. Tetes tebu sebagai produk pendamping karena sebagian besar dipakai sebagai
bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan
untuk komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini
dibutuhkan kandungan gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes tebu
yang dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang mengalami
kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya, tangki tidak cukup
menampung karena tetes kurang laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan dalam
penyimpanan di tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi (Yuliani dan
Nugraheni, 2010).
2.1.4. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Kakao
Berdasarkan data Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi kakao mencapai 833.310
ton/ha.Jumlah biji yang dihasilkan 24 % (Nasrullah dan A. Ella, 1993) sehingga jumlah
limbah hasil pengolahan kakao dapat perkirakan sebagaimana disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kakao Perkebunan Besar Indonesia berdasarkan
jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012)
Jenis
Buah segar
Biji
Kulit buah
Kulit biji

Estimasi potensi (%)*)

Jumlah (ton/tahun)**)

100
24
74
2

833.310
199.994,4
616.649,4
16.666,2

Sumber: *) Nasrullah dan A. Ella, 1993


**)
Dirjen Perkebunan RI 2013
Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya atau biasa
disebut pod kakao, yaitu sebesar 74 % dari total buah. Apabila limbah pod kakao ini tidak
ditangani secara serius maka akan menimbulkan masalah lingkungan. Pod kakao merupakan
limbah lignoselulosik yang mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa. Lignoselulosa
merupakan serat kasar yang memiliki komponen energi terbesar pada limbah. Limbah
lignoselulosik dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol, sehingga menghindari
persaingan dengan bahan pangan. Hasil penelitian Ashadi (1998) menunjukkan bahwa serat
kasar pod kakao mengandung 20.11 % lignin, 31.25 % selulosa, dan 48.64 % hemiselulosa.
Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara kalium dan
nitrogen. Dilaporkan bahwa 61% dari total buah kakao disimpan di dalam kulit buah.
Penelitian yang dilakukan oleh Goenadi et.al (2000) dalam Isroi 2007 menunjukkan bahwa
kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1.81 % N, 26.61 % Corganik, 0.31% P2O5, 6.08% K2O, 1.22% CaO, 1.37 % MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK.
2.2. Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan sebagai Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan
dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa,
berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang
bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organic tanah serta memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan Nomor 70, 2011). Menurut Crawford
2003 dalam Isroi 2007, pupuk organik atau kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak
lengkap
dari
campuran
bahan-bahan
organik
yang
dapat
dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
kondisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan proses
pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,
khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Pupuk organik ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Pupuk organik akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Pupuk organik
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan
meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas
mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan
menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba
tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman
yang dipupuk dengan pupuk organik juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman
yang dipupuk dengan pupuk kimia (Isroi, 2007).
Limbah industri perkebunan baik yang bersifat padat dan cair sangat berpotensi untuk
diolah menjadi bahan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami
yaitu pupuk organik. Limbah-limbah tersebut mengandung bahan organik yang tinggi.
Baon et al. 2005 dalamIsroi 2007 melaporkan bahwa rendahnya kandungan bahan organik
tanah di perkebunan kopi dan kakao disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penambahan
dan hilangnya bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis dalam
tanah.
Oleh karena itu pengomposan bisa menjadi metode yang cocok untuk mengkonversi
limbah menjadi pupuk organik yang dapat digunakan media tumbuh. Pengomposan limbah

biomassa harus dilakukan untuk menghindari pengaruh negatif limbah tersebut terhadap
tanaman akibat nisbah C/N bahan yang tinggi, di samping untuk mengurangi volume bahan
agar memudahkan dalam aplikasi serta menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Laju pengomposan tergantung pada ukuran partikel, kandungan lengas bahan, pengadukan,
aerasi dan volume tumpukan (Baon et al. 2005dalam Dirjen Perkebunan 2008).
Campuran kulit biji kakao+kulit pisang (1:1) yang diaplikasikan pada tanah yang
tercemar minyak bumi bermanfaat sebagai biostimulasi mikroba pendegradasi total
hidrokarbon minyak bumi di dalam tanah yang tercemar (Agbor, et. al, 2011). Gabungan
kulit biji kakao dan kotoran ayam dalam ternyata mampu meningkatkan. pertumbuhan dan
produksi mentimun hal ini karena kulit biji kakao sebagai sumber potasium (0.46 me/100g
soil) yang baik untuk produksi tanaman. (Agyarko dan Asiedu, 2012)
2.2.1. Limbah Padat
Sebagian besar limbah padat industri perkebunan seperti kulit buah kakao, kulit buah
kopi, kelapa sawit, blotong serta ampas tebu sangat berpotensi untuk diolah menjadi bahan
yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami. Limbah kulit buah
kakao tersebut merupakan sumber bahan baku (biomassa) yang sangat potensial sebagai
sumber bahan baku pupuk organik (Sri Mulato et al., 2005 dalam Dirjen Perkebunan, 2008).
Limbah kulit buah kopi telah hancur memiliki kandungan 1,88 % N; 2,04% K;0,53%
Ca dan 0,39 % Mg (Trisilawati dan Gusmaini 1999 dalam Sudiarto dan Gusmaini 2004).
Kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan
kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan
Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara
dengan produksi tepung limbah 630 kg.
Menurut Sarwono 2008, Tandan Kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai
subsitusi pupuk karena kandungan unsur nitrogen 1,5%, phospat 0,5 % kalium 7.3% dan
Magnesium 0.9 %.Hasil penelitian Sudirman (2011) menunjukkan bahwa TKS dapat
digunakan sebagai substrat produksi jamur tiram dengan efisiensi biologis yang mencapai
152%.
Bahan kompos akhir dari blotong dan ampas tebu cocok untuk digunakan karena
mengandung karakteristik dari pH, fitotoksisitas rendah, dan cenderung bebas dari patogen
karena suhu tinggi, kedua kompos merupakan sumber nutrisi yang baik untuk tanaman
seperti N (1,6-1,8%), P (1,2%), K (0,5%), Ca (10%) dan Mg (0,5%). (Meunchang,
2004). Kompos dari ampas tebu juga berpotensi sebagai media tumbuh untuk budidaya
tanaman selada karena meningkatkan meningkatkan konsentrasi hara N, P, K, Mg, Ca, Cu,
Mn, Zn, dan Pb (Jayasinghe, 2012)
2.2.2. Limbah Cair
Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan
215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air
memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder), longbed (ke parit
yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi
Pengolah Air Limbah) ke areal tanam (Dirjen Perkebunan, 2008).
Menurut Loebis dan Tobing 1989 dalam Widhiastuti et al. 2006, limbah cair pabrik
pengolahan kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi seperti N, P, K, Mg, dan Ca,
sehingga limbah cair tersebut berpeluang untuk digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman
kelapa sawit, di samping memberikan kelembaban tanah, juga dapat meningkatkan sifat

fisikkimia tanah, serta dapat meningkatkan status hara tanah. Whidiastuti et al. (2006)
melakukan penelitian di perkebunan kelapa sawit PT Tapian Nadenggan SMART Group,
Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara yang sejak tahun 1990 telah
mengaplikasikan LPKS-nya ke areal perkebunan. Aplikasi LPKS ke areal perkebunan
diambil dari kolam anaerob dengan sistem flat beds. Aplikasi LPKS secara flat beds, yaitu
aplikasi limbah cair dengan teknik parit bersekat. Pembuatan konstruksi dibuat di gawangan
mati, di antara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit dengan kemiringan
tertentu. Limbah cair dipompakan dari kolam limbah ke bak penampungan (bak distribusi)
yang berada di areal paling atas, setelah itu dialirkan ke masing-masing flat beds hingga flat
beds terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan LPKS dapat berfungsi
sebagai pupuk organik dengan meningkatkan sifat fisikkimia tanah, biodiversitas tanah,
menurunkan kehadiran gulma penting pada perkebunan kelapa sawit, dan meningkatkan total
bakteri tanah.
Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan
BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama N dan K, bahan
organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan
menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan
untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6-0,7 ton
limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter (Dirjen Perkebunan, 2008).
2.3. Penggunaan Limbah Industri Perkebunan Lainnya
2.3.1. Pakan Ternak
Limbah industri perkebunan kelapa sawit, kopi, tebu dan kakao dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Limbah hasil pengolahan kelapa sawit mengandung serat kasar yang
tinggi, namun kandungan protein kasar lumpur sawit dan bungkil kelapa sawit secara
berurutan yaitu 14,58 % BK dan 16,33 % BK, yang potensial untuk digunakan sebagai bahan
pakan ternak ruminansia. Pemanfaatan limbah pengolahan hasil kelapa sawit sebagai ransum
komplit (100%) ataupun sebagai pakan penguat lainnya telah banyak dilakukan untuk ternak
ruminansia. Wong dan Zahari (1992) dalam Indrianingsih et al., 2005, menyampaikan bahwa
bungkil inti sawit dapat diberikan 50% untuk sapi dan 30% untuk domba .
Limbah sumber serat dari tebu (pucuk, bagas dan pith) dapat digunakan sebagai
komponen pakan ternak bila disertai beberapa perlakuan untuk menaikkan kecernaan dan
konsumsi oleh ternak, dan/atau suplementasi dengan bahan lain untuk menyeimbangkan
ketersediaan zat-zat makanan di dalam rumen maupun untuk tujuan produksil (Kuswandi,
2007). Hasil ikutan tanaman tebu merupakan pakan sumber serat atau energi, adalah daun
tebu, ampas tebu (bagase), blotong (kotoran yang terpisah saat penapisan nira tebu) dan tetes
(molases) ( Mariyono dan Krishna, 2009).
Bagas merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah karena mengandung kadar
lignoselulosa yang tinggi. Intake bagas dapat ditingkatkan bila dicampur dengan 55%
molases dalam ransumnya. Karena bagas merupakan bahan pembawa yang baik untuk
molases, maka ransum ini akan sangat bermanfaat bila diberikan kepada ternak pada level
optimum sekitar 2030% konsentrasi ransum. Nilai nutrisi bagas dapat ditingkatkan dengan
perlakuan alkali atau pemanasan, sehingga karbohidrat mudah dicerna oleh ternak (ILCA,
1979 dalam Indrianingsih et al. 2005)
Molases adalah tetes tebu yang umumnya digunakan sebagai sumber energi dan untuk
meningkatkan palatibilitas pakan basal, meningkatkan kandungan mineral Ca, P dan S, atau
sebagai perekat dalam pembuatan pelet. Molases dapat memberikan hingga 80% energi

metabolisibel untuk sapi potong dan pertambahan berat badan harian antara 0,70,9/kg/hari
pada saat persediaan rumput terbatas.
Kulit buah coklat mengandung kadar protein kasar (6 12%) sedikit lebih tinggi dari
jerami padi, tetapi hampir setara dengan rumput. Kandungan serat kasar dalam kulit buah
coklat memiliki kadar selulosa (2731%) dan hemiselulosa (1013%) yang lebih rendah
daripada jerami padi. Sementara itu, kadar lignin berkisar antara 12 19% lebih tinggi 2 3
kalinya dibandingkan dengan jerami padi (6%). Secara umum tingkat kecernaan kulit buah
cokelat lebih rendah dibandingkan dengan jerami padi.
Limbah kulit kopi mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pakan
ayam,berdasarkan analisis input-output usaha, ditunjukkkan bahwa keuntungan yang
diperoleh dari pembesaran ayam selama 60 hari dengan pakan kontrol dan pakan yang
mengandung 5% limbah kulit kopi adalah Rp. 1.401/ekor dan Rp. 1.345/ekor (Muryanto,
2005)
Dalam memanfaatkan limbah hasil perkebunan sebagai pakan ternak, seleksi jenis
limbah tanaman perlu dilakukan untuk mengurangi efek samping terhadap kesehatan ternak
dan keamanan produknya. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu mutu
nutrisi pakan perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi didalam tanaman dan
cemaran berbahaya pada tanaman. Peningkatan mutu limbah hasil perkebunan sebagai pakan
ternak umumnya dilakukan melalui pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah pertanian dan
perkebunan diberikan kepada ternak, yang secara garis besarnya terdiri dari:
Perlakuan fisik: pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil, penggilingan, pemanasan,
perendaman, pengeringan atau penyinaran.
Perlakuan kimia: dengan penambahan basa, asam dan oksidasi seperti penambahan NaOH,
Ca(OH)2, ammonium hidroksida, gas klor dan sulfur dioksida.
Perlakuan biologi: melalui pengomposan, fermentasi, penambahan enzim, atau
menumbuhkan jamur dan bakteri.
Kombinasi diantara ketiga perlakuan tersebut diatas.
2.3.2. Arang Aktif
Cangkang atau tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang
aktif. Pengolahan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif adalah salah satu cara mudah
untuk menambah nilai ekonomis. Pemanfaatan arang aktif dalam bidang industri sangat
banyak, diantaranya sebagai desulfurisasi pada pemurnian gas dan pengolahan LNG, bahan
pembantu proses penyaringan dan lain-lain.
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan arang aktif.
Arang aktif atau karbon aktif adalah karbon dengan struktur amorf yang dengan perlakuan
khusus akan memiliki luas permukaan yang besar sehingga memiliki kemampuan penyerapan
lebih besar dibandingkan dengan arang biasa. Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang
mengandung karbon baik organic maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur
berpori (Ditjen PPHP, Deptan, 2006).
Kualitas arang aktif tergantung pada proses karbonisasi dan proses aktivasi. Hasil
penelitian ini menujukkan bahwa aktifator yang dipakai adalah H3PO4 dengan konsentrasi 1,
3, 5, 7 dan 9 %, dan waktu perendaman 16, 18, 20, 22, dan 24 jam. Penelitian dapat
disimpulkan bahwa hasil terbaik yaitu pada suhu karbonisasi 400oC selama 0,5 jam, waktu
perendaman 22 jam dan konsentrasi aktifator 9 %, menghasilkan arang aktif dengan kondisi:

Kadar air ; 7,36 %, Kadar abu ; 2,77 %, Volatile Matter ; 8,21 %, Daya serap Iodine
(Kurniati, 2008).
2.3.3. Papan Partikel
Sabut kelapa sawit bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan papan partikel yang
berarti bisa mengatasi pembuangan limbah sabut kelapa sawit sekaligus memberikan nilai
tambah secara ekonomi. Minyak yang terdapat pada sabut kelapa sawit dapat mengganggu
proses perekatan dalam pembuatan papan partikel. Oleh karena itu kadar minyak harus
dikurangi seminimal mungkin. Pengurangan kadar minyak dapat dilakukan dengan memasak
sabut kelapa sawit dalam larutan NaOH 10% selama 1 jam (Ditjen PPHP Deptan, 2006).
2.3.4. Pulp
Pemanfaatan sabut kelapa sawit merupakan alternatif bahan baku pabrik kertas untuk
menghasilkan kertas HVS, doorslag, karton, duplicator/cycto style, dll (Ditjen PPHP Deptan,
2006). Kulit buah kakao (Shel fod Husk) merupakan hasil samping (limbah) dari agrobisnis
pemrosesan biji coklat yang sangat potensial untuk dijadikan salah satu Pulp. Pulp adalah
bahan sellulosa yang dapat diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon, cellulosa asetat
dan turunan cellulosa yang lain. Kulit buah kakao mengandung bahan kering 88%, protein
kasar 8%, dan serat kasar 40,1%. Syaratsyarat bahan baku yang digunakan dalam pulp,
yakni berserat, kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %, kadar ligninnya kurang dari 25 %, kadar
air maksimal 10 %, dan memiliki kadar abu yang kecil.
2.3.5 Bahan Pembuat Nata
Limbah industri kakao dalam bentuk cairan pulp dapat dimanfaatkan sebagai bahan
dasar pembuatan nata de cacao. Diperlukan pengenceran dan penjernihan dengan
menggunakan arang aktif sebelum digunakan sebagai media fermentasi nata. Terdapat
interaksi nyata ( = 0,05) antar perlakuan konsentrasi arang aktif dan pengenceran pada
tingkat kekeruhan dan warna kuning cairan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari
perlakuan konsentrasi arang aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Perlakuan
konsentrasi sukrosa dan (NH4)2SO4 memengaruhi secara nyata terhadap ketebalan, rendemen,
kadar serat, kadar air dan tekstur nata, namun interaksi dari kedua perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter-parameter tersebut. Perlakuan terbaik diperoleh dari
kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)SO4 0,4% (Yunianta,
2010).
Menurut Suwarda (2012), cara pembuatan nata de cacao adalah sebagai berikut:
Nata de cacao dapat diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri kecil. Bahan-bahan
yang diperlukan dalam pembuatan nata de cacao adalah starter nata (A. xylinum), pulpa yang
telah diencerkan, gula pasir, khamir/yeast, urea, asam cuka (untuk mengatur keasaman
media), dan air bersih. Alat dan perlengkapan yang diperlukan adalah kain saring, timbangan,
gelas ukur, wadah fermentasi, kertas koran, karet gelang, baskom, panci perebus, kayu
pengaduk, kompor, pisau, talenan, pH-meter, serta rak atau meja untuk menempatkan wadah
fermentasi. Kondisi yang ideal untuk pertumbuhan mikroba nata adalah pada pH media 4-6
dengan suhu 30-35C. Ruang dan alat yang digunakan untuk proses fermentasi harus bersih
dan kering. Pembersihan atau sterilisasi ruang dan alat dapat menggunakan alkohol atau asam
cuka pekat. Secara umum, proses pembuatan nata de cacao dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses Pembuatan Nata De Cacao


Pulpa diencerkan dengan menambahkan air dengan perbandingan 1 bagian pulpa dan 19
bagian air atau pengenceran 20 kali. Cairan pulpa hasil pengenceran kemudian diaduk,
disaring, dan dicampur dengan bahan lain, yaitu gula pasir, khamir/yeast, urea, dan asam
cuka kemudian direbus sambil diaduk. Jika telah mendidih, media dimasukkan ke dalam
wadah fermentasi dengan kedalaman sekitar 3 cm lalu segera ditutup dengan kertas koran.
Setelah suhu media mencapai suhu ruang (30-35C), starter nata diinokulasikan ke dalam
media sebanyak 5% dari volume media, lalu botol starter dan wadah fermentasi segera
ditutup kembali. Proses fermentasi berlangsung selama 8-12 hari dengan ketebalan nata yang
diperoleh sekitar 1-1,5 cm. Setelah 8-12 hari, lapisan nata yang terbentuk diambil kemudian
dicuci dan direndam dalam air bersih selama satu malam. Air rendaman lalu dibuang dan nata
dipotong-potong seukuran dadu atau sesuai selera. Potongan nata direbus dalam air hingga
tiga kali atau sampai air rebusan tidak asam lagi. Nata yang telah netral kemudian direbus
dalam air gula (20- 30%) dan selanjutnya dapat langsung dikonsumsi. Untuk memberi variasi
rasa dan aroma pada nata de cacao, air gula dapat ditambah pencita rasa seperti vanili atau
daun pandan, atau dapat pula diganti dengan air sirup
2.3.6. Bahan Bakar Alternatif
Biomassa yang sangat potensial untuk bahan baku bioenergi di Indonesia berasal dari
minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku dari sumber bahan bakar alternatif
termasuk bio oil, bioethanol, biometana, biopellet, biobriquette (Tiwari, 2011), dan
pembangkit listrik biomassa. (Hambali, et al 2010). biofuel (Yang, et al 2006)
Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum
officinarum). Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula.
Molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan
kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Tingginya kandungan gula dalam molase
sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Dari 1000 Kg molases
terkandung 450520 Kg gula yang bisa menghasilkan 250 L etanol. Perbandingan hasil
biomassa dengan bioetanol adalah 4 : 1. Dari hitunghitung biaya produksi oleh orang yang

berkecimpung dibidang pengembangan bahan bakar bioetanol, pengembangan bioetanol


berbahan baku molases bisa didapatkan tingkat keuntungan sampai 24%, lebih tinggi dari
bioetanol berbahan baku singkong yang tingkat keuntungannya hanya mencapai 19%
(Yumaiha dan Aini, 2010).
Penelitian pembuatan bioetanol dari kulit kopi dengan proses fermentasi dapat
disimpulkan bahwa: kulit kopi dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan
bioetanol dengan proses hidrolisis dan fermentasi. Kulit kopi yang mengandung selulosa
sebesar 49,87 %, setelah di hidrolisis menggunakan katalis HCl konsentrasi 20 % (v/v)
menghasilkan glukosa dengan kadar 10,04 %. Proses fermentasi pada penambahan starter 11
% dan waktu fermentasi 7 hari menghasilkan bioetanol berkadar 9,04 %. Pada proses
fermentasi ini bakteri Zymomonas mobilis mampu mengkonversi glukosa sebesar 97,99 %,
dan yield etanol diperoleh sebesar 51,02 %. Proses destilasi yang dilakukan selama 8 jam
menghasilkan bioetanol dengan kadar 38,68 % (Siswati et al., 2010).
2.3.7 Polymer Superabsorben
Pada saat ini telah dikembangkan suatu polimer superabsorben dari bahan ampas tebu
yang dapat mengabsorpsi air dan mempunyai daya serap sampai ratusan kali lipat
dibandingkan berat polimernya. Polimer superabsorben dapat digunakan sebagai soil
conditioner yang berfungsi untuk penyerap dan penyimpan air tanah, pemberi nutrisi bagi
tanaman, dan dapat memperbaiki sifat tanah.Selulosa dari ampas tebu dapat diekstraksi
dengan menggunakan larutan NaOH 15 % dan HCl 0,1 M pada suhu didih larutan. Campuran
selulosa (ampas tebu) dan Poliakrilamida (PAM) dapat
dibuat menjadi polimer superabsorbent (PCS) dengan metode grafting menggunakan radiasi
pengion dari Mesin Berkas Elektron (MBE) 350 keV/10 mA (Andriyanti, et al. 2012).
2.3.8. Pengendali Pencemaran
Biostimulation mikroba pendegradasi tanah tercemar minyak mentah menggunakan
kulit biji kakao dan kulit pisang menunjukkan bahwa pod kakao sekam+kulit pisang (1:1)
memiliki lebih memanfaatkan potensi bio-dari amandemen lainnya dan dengan demikian
menunjukkan bahwa Bentuk gabungan dari limbah ini harus dipertimbangkan sebagai salah
satu pilihan terbaik dalam degradasi total minyak bumi hidrokarbon di dalam tanah (Agbor,
et. al, 2011).

BAB III
PENUTUP
Perkebunan yang dijalankan sebagai roda penggerak ekonomi masyarakat petani
maupun dalam skala industri menghasilkan berbagai produk dan sejumlah besar limbah baik
yang berupa limbah padat maupun cair, yang mungkin memiliki dampak yang signifikan
terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Limbah yang dihasilkan dari industria
perkebunan secara umum masih memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Pengelolaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi air tanah melalui pencucian atau melalui air
limpasannya. Praktek manajemen limbah yang tidak tepat juga dapat menimbulkan masalah
soaial lainnya. Oleh karena itu, manajemen lingkungan harus menempatkan penekanan

terbesar dalam minimisasi limbah di sumber atau dengan daur ulang. Kompos merupakan
salah satu metode alternatif untuk pengelolaan limbah dari industry perkebunan.
Industri tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, tebu dan kopi menghasilkan
limbah. Pengelolaan limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam
bentuk lain yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk organik bagi
tanaman, sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai papan partikel, sebagai biogas,
bahkan masih banyak bentuk pemanfaatan lainnya

DAFTAR PUSTAKA
Agbor, R. B, Ekpo, I. A. Osuagwu A.N., Udofia, U.U Okpako E.C and Antai, S.P. 2012.
Biostimulation of microbial degradation of crude oil polluted soil using cocoa pod husk and
plantain peels. J. Microbiol. Biotech. Res. 2 (3):464-469.
Agyarko K and E. K. Asiedu. 2012. Cocoa Pod Husk and Poultry Manure on Soil Nutrients and
Cucumber Growth. Advances in Environmental Biology, 6(11): 2870-2874.
Andriyanti W., Suyanti, Ngasifudin, 2012, Pembuatan Dan Karakterisasi Polimer Superabsorben
Dari Ampas Tebu, Volume 13, Januari.
Dirjen Perkebunan. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi Pupuk
Organik. http://www.google.com. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kakao Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kopi Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Tebu Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kakao Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kopi Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Tebu Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen PPHP Deptan. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Jakarta.
Hambali Erliza, Thahar Arfie, Komarudin Aan. 2010. The Potential Of Oil Palm And Rice Biomass
As Bioenergy Feedstock. 7th Biomass Asia Workshop, November 29 December 01,
Jakarta, Indonesia
Harsini, T. dan Susilowati. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dari Limbah Perkebunan Kakao sebagai
Bahan Baku Pulp Dengan Proses Organosolv. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 2 (2).
Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani. 2005. Limbah Pertanian dan Perkebunan sebagai Pakan
Ternak: Kendala dan Prospeknya. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam
Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar.

Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Kakao. Materi disampaikan pada acara Pelatihan TOT Budidaya
Kopi dan Kakao Staf, Jember, 25 30 Juni http://www.isroi.org. Diakses 20 April 2013.
Jayasinghe G. Y. 2012. Sugarcane bagasses sewage sludge compost as a plant growth substrate and
an option for waste management. Clean Techn Environ Policy. 14: 625632
Kuswandi, 2007. Teknologi Pakan Untuk Limbah Tebu (Fraksi Serat) Sebagai Pakan Ternak
Ruminansia. Wartazoa. 17 (2).
Kurniati, E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Ilmu Teknik. 8
(2): 96-103
Londra, M. dan Andri, K. B. 2002. Potensi Pemanfaatan Limbah Kopi untuk Pakan Penggemukan
kambing Peranakan Etawah. Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya
Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5.
Mariyono dan Krishna, N.H. 2009. Pemanfaatan dan Keterbatasan Hasil Ikutan Pertanian serta
Strategi Pemberian Pakan Berbasis Limbah Pertanian Untuk Sapi Potong. Wartazoa. 19 (1).
Meunchang, Sompong , Panichsakpatana Supamard, Weaver Richard W. 2004. Co-composting of
filter cake and bagasse; by-products from a sugar mill. Bioresource Technology. 96: 437
442.
Muhsin, A. 2011. Pemanfaatan Limbah Hasil Pengolahan Pabrik Tebu Blotong Menjadi Pupuk
Organik. Industrial Engineering Conference 2011, 5 November 2011.
Murni, R., Suparjo, Akmal, Ginting B. I. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Buku
Ajar. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas peternakan Universitas Jambi.
http/www.Jojo66.filesword press-com. Diakses 25 april 2013.
Muryanto, U. Nuschati, D. Pramono dan T. Prasetyo. 2005. Potensi Limbah Kulit Kopi Sebagai
Pakan Ayam. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak
Unggas Berdaya Saing.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70. 2011 Tahun 2011. Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati
dan Pembenah Tanah. Jakarta.
Sardar Suneela, Ilyas Suhaib Umer, Malik Shahid Raza and Javaid Kashif, 2011. Compost Fertilizer
production from Sugar Press Mud (SPM). Department of Chemical Engineering, NFCInstitute of Engineering & Fertilizer Research, Faisalabad 38090, Pakistan.
Siswati, N. D., M. Yatim dan R. Hidayan. 2010. Bioetanol dari Limbah Kulit Kopi Dengan Proses
Fermentasi.
Sudiarto dan Gusmaini. 2004. Pemanfaatan Bahan Organik Insitu Untuk Efisiensi Budi Daya Jahe
Yang Berkelanjutan. Jurnal Litbang Pertanian. 23(2).
Sudirman, Lisdar I., Sutrisna Aditya, Listiyowati, Sri, Fadli Lukman, Tarigan Balaman.2011. The Potency Of Oil Palm
Plantation Wastes For Mushroom Production. Proceedings of the 7th International Conference on Mushroom Biology
and Mushroom Products (ICMBMP7).

Sudiyani, Yanni, Sembiring, Kiky C, Hendarsyah, Hendris dan A. Syarifah. 2010. Alkaline
pretreatment and enzymatic saccharification of oil palm empty fruit bunch fiber for ethanol
production. Menara Perkebunan. 78 (2): 70-74.

Suwarda, R. 2012. Nata de Cocoa: Yang Terbuang yang Menyehatkan. BBTP Maluku, Badan
Litbang
Pertanian-Kementrian
Pertanian-republik
Indonesia.http://maluku.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=artic
le&id=314&Itemid=5. Diakses 22 Mei 2013
Syafrudin dan Astutui, A. D. 2007. Studi pengelolaan limbah pabrik gula (studi kasus pabrik gula
PT. Kebon Agung di Trangkil Pati. Jurnal Presipitasi. 2 (1).
Tiwari Chesta, 2012. Production fuel briquettes from sugarcane waste. EWB-UK National Research
& Education Conference Our Global Future.
Widhiastuti, R., D. Suryanto.,Mukhlis dan H.Wahyuningsih. 2006. Pengaruh Pemanfaatan Limbah
Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Pupuk terhadap Biodiversitas Tanah. Jurnal
Ilmiah Pertanian Kultura. 41 (1): 1-8.
Yang Haiping, Yan Rong, Liang David Tee, Chen Hanping and Zheng Chuguang. 2006. Pvrolysis of
Palm Oil Wastes for Biofuel Production. As. J. Energy Env. 7 (02): 315-323.
Yuliani, F dan F. Nugraheni. Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) Arang Ampas Tebu dan Limbah
Ternak.
Yumaihana dan Q. Aini. Pembinaan Petani Tebu Melalui Teknologi Pembuatan Bioetanol dari
Molases dan Tebu.
Yunianta. 2010. Limbah Cair Industri Kakao sebagai Bahan Pembuat Nata. Jurnal Teknik Industri.
11 (1): 313.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004. 2004. Tentang Perkebunan. Jakarta.
http://titiktriwahyuni.blogspot.com/2013/12/pertanian.html
INDUSTRI KOPI

Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total
produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tingkat
konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun.
Dewasa ini kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800
gram/kapita/tahun. Dengan demikian dalam kurun waktu 20 tahun peningkatan konsumsi kopi telah mencapai 300
gram/kapita/tahun.
Strata Industri kopi dalam negeri sangat beragam, dimulai dari unit usaha berskala home industry hingga industri kopi
berskala multinasional. Produk-produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kopi dalam
negeri, namun juga untuk mengisi pasar di luar negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam
negeri merupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih memberikan prospek dan peluang
sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang kondusif dalam berinvestasi dibidang industri kopi.

Struktur Industri Kopi Dalam Negeri


Secara garis besar industri kopi dalam negeri dapat digolongkan kedalam 3 Kelompok, yaitu:

1.

Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri)

Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga (home industri) dimana tenaga

kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung
atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brand name. Industri yang tergolong pada kelompok
ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun di Dinas POM. Industri pada kelompok ini tersebar di
seluruh daerah penghasil kopi.

2.

Industri kopi olahan kelas menengah

Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk
atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau
Kabupaten tempat produk tersebut dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumnya
telah memperoleh Izin dari Dinas Perindustrian sebagai produk Rumah tangga.
Industri kopi olahan kelas menengah banyak dijumpai di sentra produksi kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Timur.

3.

Industri kopi olahan kelas Besar

Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk, kopi instant atau kopi
mix dan kopi olahan lainnya yang produknya dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor. Produknya
dalam bentuk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh nomor Merek Dagang dan atau label lainnya.

Beberapa nama industri kopi yang tergolong sebagai industri kopi ini adalah PT Sari Incofood Corp, PT. Nestle
Indonesia, PT Santos Jaya Abadi, PT Aneka Coffee Industri, PT Torabika Semesta dll.[1]

No. ( 1 )

http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1397/peluang_besar_industri_kopi_indonesia.html
http://www.aeki-aice.org/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=11&lang=in
Tahap-tahap Proses Produksi Kopi :

start

Sortasi

Penyimpanan

Penggorengan

Ekstraksi

. Pencampuran

Filtrasi

Sentrifugassi

Evaporasi

Pemisahan

end

PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI KOPI

Sumber dari Departemen Perindustrian menyebutkan bahwa permasalahan perkopian di Indonesia masih seputar
pengadaan kualitas bahan baku dan penerapan teknologi pengolahan kopi itu sendiri. Berhubung perkebunan kopi di
Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat, dimana berdasarkan data 2006 mencapai 96% ( 1,21 juta ha dari
total 1,26 juta ha), maka masalah pengetahuan penanganan pasca panen masih merupakan kendala yang serius.
Petani masih relatif menangani pasca panen secara tradisional. Akibatnya mutu kopi sebagai bahan baku pada industri
pengolahan kopi relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan kekonsistenan kualitas. Memang, pada sentra-sentra
produksi kopi tertentu, dimana telah hadir produsen kopi olahan besar seperti PT Nestle Indonesia di Lampung,
penangan kopi pasca panen relatif lebih baik dan terkendali.

Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia masih didominasi oleh kopi robusta (93 persen) dari pada arabika (7%),
padahal permintaan kopi arabika dunia jauh lebih besar dibandingkan kopi robusta.Demikian pula dari segi harga, harga
kopi arabika jauh lebih mahal dari pada kopi robusta.Usaha-usaha ke arah diversifikasi tanaman tidaklah mudah, karena
terhadang oleh kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika yang hanya sesuai untuk dataran tinggi (di atas 600
meter dari permukaan laut/dpl). Pemaksaan penanaman di dataran rendah hanya mengakibatkan resiko kegagalan
yang tinggi akibat serangan penyakit layu yang merupakan musuh alami kopi arabika di Indonesia
Isu teknologi (mesin dan peralatan) produksi biji kopi mulai dari pengeringan, pengupasan, dan sortasi masih
merupakan kendala klasik yang dihadapi oleh usaha industri skala kecil dan menengah. Juga keterbatasan pada
penguasaan teknologi proses pada tahap roasting.

[2]

No. ( 2 )

http://binaukm.com/2011/09/isu-dan-permasalahan-dalam-industri-kopi/

DAMPAK LINGKUNGAN DARI INDUSTRI KOPI

Berdasarkan pengamatan ANTARA, bila pabrik KOPI beroperasi sering menimbulkan debu sehingga kondisi udara di
lingkungan tersebut tercemar. Sangat terlihat debu dari pabrik kopi yang menempel pada atap seng rumah dan
mengotori lingkungan sekitar.dan Menurut pengamatan, keberadaan pabrik untuk pengeringan dan penggilingan
mengelolahan biji kopi tersebut dinilai warga tidak layak beroperasi lagi karena selain berada ditengah pemukiman
padat penduduk, pengoperasian selalu menghasilkan limbah debu dan sisa kulit kopi bertebaran terbawa angin
menyebabkan warga sering merasakan sesak nafas, Kebisingan suara mesin kopi ditambah lagi dengan adanya getaran
serta pencemaran limbah dari bekas oli mesin yang timbul mengakibatkan pencemaran lingkungan . Karena saluran
drainase limbah pabrik tersebut bergabung dengan saluran pipa pembuangan air milik rumah warga. [3]
No. ( 3 )

http://www.antaranews.com/berita/1280437477/pabrik-pengolahan-kopi-cemari-lingkungan
Kemudian Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins, dan polyphenolics.Hal ini
membuat lingkungan degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit.Dampak lingkungan berupa polusi organik
limbah kopi yang paling berat adalah pada perairan di mana effluen kopi dikeluarkan. Dampak itu berupa pengurangan
oksigen karena tingginya BOD dan COD. Substansi organik terlarut dalam air limbah secara amat lamban dengan
menggunakan proses mikrobiologi dalam air yang membutuhkan oksigen dalam air. Karena terjadinya pengurangan
oksigen terlarut, permintaan oksigen untuk menguraikan organik material melebihi ketersediaan oksigen sehingga
menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan juga bisa
menyebabkan bau, lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dapat meresap ke sumber air
minum.[4]
No. ( 4 )

http://anekailmu.blogspot.com/2008/12/limbah-kopi-sebagai-bahan-baku.html
http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/
Sumber Limbah pada kopi seperti padat,cair,gas

Limbah Padat
Ampas kopi yang dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi .

Limbah Cair
Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi.

Limbah Gas
Undang-undang pencemaran limbah
Setiap usaha penanganan industri kopi harus menyusun rencana cara-cara penanggulangan pencemaran dan
pelestarian lingkungan sebagai mana diatur dalam :

1.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan
hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.[5]

No. ( 5 )

http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html

1.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Setiap kegiatan industri harus berupaya untuk secara konsisten melaksanakan setiap kewajibannya dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana dipersyaratkan dalam setiap izin yang dimilikinya, maupun persyaratan lainnya yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai bentuk upaya pengelolaan lingkungan
sebelum melakukan kegiatan usaha setiap industri wajib untuk mambuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan)
berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.[6]
No. ( 6 )

http://umum.kompasiana.com/2009/06/20/amdal-dan-pengelolaan-lingkungan-di-indonesia-7388.html

1.

Peraturan Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).


AMDAL adalah: Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.

Ketentuan-ketentuan di atas mengacu pada peraturan pemerintah PP. No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 butir 1.Peraturan ini
masih berlaku di seluruh wilayah Indonesia.Selain mengacu pada peraturan tersebut di atas, maka landasan peraturan
pemerintah tersebut di atas mengacu pada undang-undang yaitu UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup. Jadi sudah jelas acuan peraturan dan perundangannya, jadi sebagai bangsa dan masyarakat
Indonesia kita wajib melaksanakannya sebagai perwujudan berbangsa dan bermasyarakat yang baik.[7]

No.( 7 )

http://zulharno.wordpress.com/2011/11/23/88/

Penelitian dari Limbah tsb.

Hasil penelitian menunjukkan pada proses pengolahan biji kopi,dihasilkan biji kopi sekitar 65 persen dan 35 persen berupa
limbah kopi yang merupakan bahan organic berkadar selulose yang mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids,
tannins dan polyphenolics,yang membuat lingkungan degradasi bilogis terhadap material organic lebih sulit

Masalah yang terjadi di lapangan akibat limbah kopi ini adalah :

1.

Terhambatnya mikroorganisme aerobik dalam menguraikan bahan organik di dalam tanah, karena kondisinya sudah anaerobik.

2.

Tingginya Biological Oxygen Demand dan Chemical Oxygen Demand di dalam tanah.

3.

Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk pengelolaan limbah kopiKebiasaan masyarakat yang membuang limbah kopi begitu
saja.
Masalah ini sering terjadi dengan minimnya pengetahuan petani kopi atas pembuangan limbah yang dilakukan sehingga
dapat merusak ekosistem tanah baik secara fisika, biologis, dan kimia.

Untuk itu diperlukan alternatif yang dapat mengurangi permasalahan yang diatas, seperti ;

1.

Menambahkan mikroorganisme anaerobik dalam menguraikan limbah yang ditimbulkan.

2.

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pengelolaan limbah buah kopi yang baik dan benarMenampung limbah buah
kopi dalam suatu tempat dan dilakukan pembuatan kompos.

3.

Pemanfaatan limbah buah kopi menjadi makanan seperti nata de coffe.

4.

Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal usaha.

5.

Menghindari polusi dan gangguan lain yang berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk,
suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/sumur.

6.

Setiap usaha penanganan pasca panen kopi, harus membuat unit pengolahan limbah perusahaan (padat, cair dan gas) yang sesuai
dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan.[8]

No. ( 8 )

http://www.sobatbumi.com/inspirasi/view/333/PEMANFAATAN-LIMBAH-CAIR-BUAH-KOPI-MENJADI-NATA-DE-COFFE

Upaya Minimalisasi Limbah Padat,Cair,Gas

1.

Upaya Minimalisasi Limbah padat kopi

Limbah kopi untuk pengganti briket batubara


Limbah padat kopi dapat di jadikan sebagai pengganti briket batu bara. Hal telah dilakukan oleh PT. sari incoofood
di pemantang siantar,Sumatra utara. Ari 1 kg ampas kopi yang dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi dapat
dihasilkan 4 ons briket.

Limbah kopi untuk biodiesel


Pengelolahan limbah kopi untuk biodiesel ini diproses dengan cara meng-ekstraksi kandungan minyak biodiesel yang
ada dalam limbah kopi. Limbah kopi mengandung biodiesel sebesar 10% sampai denga 20%. Dari total kapasitas
produksi kopi dunia yang hamper mencapai angka 16 milyarpon per tahun,diperkirakan berpotensi menghasilakan
boidisel sebesar 340 juta gallon.

Limbah kopi untuk pakan ternak


Limbah kopi yang dipakai untuk pakan ternak berasal dari kulit kopi.Formula pakan seimbang dengan menggunakan
limbah kulit kopi untuk penggemukan ada takarranya.

B. Upaya Minimalisasi Limbah Cair Kopi

Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi dapat dikurangi dengan penyaringan dengan pemisahan
pulp. Pada cara ini kandungan COD dan BOD menjadi jauh lebih rendah, yaitu mencapai 3429-5524 mg/1 untuk COD
dan 1578-3248 mg/1 untuk BOD. Untuk memeksimalkan proses anaerobic pada limbah cair tersebut, maka diperlukan
tingkat pH sebesar 6,5-7,5,sementara tingat Ph limbah cair kopi adalah 4,yang merupakan tingkat Ph sangat asam. Hal
ini bias diatasi dengan penambahaan kalsium hidroksida (CaOH2) kepada limbah cair kopi.

No. ( 9 )

http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/

[9]

Penelitian untuk Menyediakan Solusi

Para peneliti terus berupaya mengurangi ketergantungan energi pada listrik, minyak dan gas bumi karena tidak dapat terbarui dan
membutuhkan biaya yang semakin mahal,sehingga biogas yang dihasilkan pada pengolahan limbah kulit kopi ini dapat jadikan
alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM), karena memiliki beberapa keuntungan, diantaranya memiliki kandung oksigen
yang lebih tinggi 39 persen sehingga terbakar lebih sempurna , bernilai oktan lebih tinggi 1,8 persen dan ramah lingkungan
karena mengandung emisi gas CO lebih rendah 19 -25 persen. Proses pembuatan biogas dilakukan dengan gas dekomposisi
bahan organik maupun secara anaerobic (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa
metan (memiliki sifat yang mudah terbakar) dan karbon dioksida . Gas yang terbentuk disebut rawa atau biogas. Proses
dekomposisi anaerobic dibantu sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metanogenik, suhu yang baik untuk proses fermentasi
adalah 30 55C. Pada suhu tersebut miroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organic.[10]
No. ( 10 )

Http://ww5.gtz.de/gate/techinfo/biogas/appldev/operation/utilizal.hlml.ld.
http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/
Strategi produksi bersih

Yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan
dan juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain

a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;


b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;
c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;
d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkunga;
e). Mengurangi biaya penaatan hokum.
f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);
g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;
h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.

Dan produksi Bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela
(Voluntary) sebab penerapannya bersifat tidak wajib.Konsep Produksi Bersih merupakan pemikiran baru untuk lebih
meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif. Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan
untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dengan
meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal, 1995) mendefinisikan Produksi Bersih sebagai suatu strategi
pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, serta daur hidup
produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.

Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan
pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis

daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan adalah strategi yang
perlu diprioritaskan dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah
merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan.Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan
pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya (Bratasida, 1997). [11]

No. ( 11 )

http://himakesja.wordpress.com/2009/02/13/produksi-bersih-paradigma-baru-pengelolaan-pencemaran-lingkungan/
Dari Data-Data Yang Sudah Ada di Atas :

Seperti telah tertulis di atas, Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins,
danpolyphenolics.Hal ini membuat lingkungan degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit.Meskipun kopi
enak diminum, namun, limbahnya tidak enak bagi lingkungan lingkungan kita. Oleh karena itu, limbah kopi haruslah
diolah agar tidak membahayakan kesehatan.[12]
No. ( 12 )

http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/

Standarisasi Limbah di Indonesia

Indonesia tegaskan kembali komitmennya terhadap perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari dampak merugikan
limbah berbahaya.Hal ini nyata tercermin dari partisipasi aktif Indonesia dalam Basel Convention on the Control of Transboundary
Movements of Hazardous Wastes and their Disposal, dimana Indonesia menjabat sebagai Presiden COP-9 Konvensi Basel (20082011).Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia menempatkan pengelolaan dan penanganan
pergerakan lintas batas ilegal limbah berbahaya sebagai salah satu prioritas dalam penanganan isu lingkungan.Indonesia dalam hal
ini akan menampilkan sebuah program khusus penanganan limbah yang disebut PROPER. Program yang akan dipresentasikan
langsung oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup tersebut merupakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Penataan dalam
Pengelolaan Lingkungan yang telah dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup sejak tahun 1995.
PROPER, dengan menggunakan metode pemberian kategori dengan warna hitam, merah, biru, hijau dan emas bagi perusahaanperusahaan besar dalam negeri, merupakan perwujudan transparansi dan demokratisasi dalam pengelolaan lingkungan di

Indonesia.Pelaksanaan program ini dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari
tahapan penyusunan kriteria penilaian, pemilihan perusahaan, penentuan peringkat, sampai pada pengumuman peringkat kinerja
kepada publik. Konvensi Basel yang disahkan di Basel di tahun 1989 merupakan kesepakatan lingkungan skala global yang paling
komprehensif tentang limbah berbahaya dan limbah lain. Konvensi Basel beranggotakan 172 negara, dimana Indonesia menjadi
negara pihak sejak tahun 1993.[13]

No. ( 13 )

http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=2943&l=id
17 November 2009
http://xx-limbah.blogspot.com/

Standarisasi Limbah di Uni Eropa

Salah satu Negara uni eropa yang menerapkan inisiatif kota yang ramah alam.

Stockholm, Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama di Eropa ini menerapkan sejumlah inisiatif hijau guna menciptakan
kota yang ramah alam.

Stockholm dinobatkan sebagai Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama di Eropa oleh Komisi Eropa pada 2010. Guna
meraih gelar tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, Stockholm berinvestasi di beberapa sektor guna menciptakan
model kota yang berkelanjutan.

Sementara itu, dari sisi pengelolaan limbah, 25% limbah kota berhasil didaur ulang dan dikomposkan sehingga
menciptakan sistem pengelolaan limbah yang efektif. Stockholm juga memiliki dua pusat pengelolaan air limbah yang
mampu memasok air bagi 1 juta penduduk.

Air limbah diproses dengan teknologi canggih guna memisahkan unsur nitrogen dan fosfor.Standar pengelolaan air
limbah ini melampaui Standar Pengelolaan Air Limbah Perkotaan yang ditetapkan oleh Uni Eropa.

Biogas yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan air limbah ditingkatkan kualitasnya untuk digunakan sebagai bahan
bakar bis umum, taksi dan kendaraan pribadi. Sementara panas yang dihasilkan dipakai untuk kebutuhan rumah
tangga. Semua kebijakan ini saling terkait dan mendukung Stockholm menjadi Ibu Kota Hijau Pertama di Eropa.dan ini
adalah salah satu contoh Negara yang mempunyai standarlisasi limbah di eropa. [14]
No. ( 14 )

http://www.hijauku.com/2011/11/16/stockholm-ibu-kota-hijau-pertama-di-eropa/

Referensi :

No. ( 1 )

http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1397/peluang_besar_industri_kopi_indonesia.html
http://www.aeki-aice.org/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=11&lang=in

No. ( 2 )

http://binaukm.com/2011/09/isu-dan-permasalahan-dalam-industri-kopi/

No. ( 3 )

http://www.antaranews.com/berita/1280437477/pabrik-pengolahan-kopi-cemari-lingkungan

No. ( 4 )

http://anekailmu.blogspot.com/2008/12/limbah-kopi-sebagai-bahan-baku.html
http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/

No. ( 5 )

http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html

No. ( 6 )

http://umum.kompasiana.com/2009/06/20/amdal-dan-pengelolaan-lingkungan-di-indonesia-7388.html

No.( 7 )

http://zulharno.wordpress.com/2011/11/23/88/

No. ( 8 )

http://www.sobatbumi.com/inspirasi/view/333/PEMANFAATAN-LIMBAH-CAIR-BUAH-KOPI-MENJADI-NATA-DE-COFFE

No. ( 9 )

http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/

No. ( 10 )

Http://ww5.gtz.de/gate/techinfo/biogas/appldev/operation/utilizal.hlml.ld.
http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/

No. ( 11 )

http://himakesja.wordpress.com/2009/02/13/produksi-bersih-paradigma-baru-pengelolaan-pencemaran-lingkungan/

No. ( 12 )

http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/

http://triiboti.wordpress.com/2013/01/21/team-industri-kopi/

Proses Pembuatan Kopi Instan Skala Industri


Kopi instan, juga disebut kopi bubuk, merupakan minuman yang berasal dari biji kopi
yang diseduh. Kopi instan secara komersial disiapkan baik dengan cara freeze-drying
maupun spray drying, setelah itu dapat direhidrasi. Kopi instan dalam bentuk cair
terkonsentrasi juga tersedia.

Keuntungan dari kopi instan antara lain kecepatandan kemudahan dalam persiapan
karena
kopi
instan
larut
langsung
dalam
air
panas,
mudah
dalam
pengiriman/pendistribusian karena kopi instan mempunyai bobot dan volume lebih
rendah dari biji kopi, dan memiliki shelf life lebih panjang meskipun kopi instan
juga dapat rusak jika tidak dijaga tetap kering.

Proses pembuatan kopi instan adalah sebagai berikut:

1. SORTASI

Buah kopi yang sudah diproses menjadi biji kopi akan disortasi lagi menurut bobot
dan ukuran. Selama proses ini, terjadi proses pembersihan dari benda asing pada
biji kopi hijau sebelum mengalami proses produksi.

Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu [fisik, kimiawi,
kontaminasi dan kebersihan] harus diawasi sangat ketat karena menyangkut citarasa,
kesehatan konsumen, daya hasil [rendemen] dan efisiensi produksi. Dari aspek
citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi yang digunakan
telah diolah secara baik.

2. PENYIMPANAN

Biji kopi disimpan sesuai dengan keperluan penggorengan berikutnya. Biasanya,


tempat penyimpanan biji kopi harus kedap udara dan disimpan di tempat sejuk,
kering, dan terlindung dari cahaya. Karena Udara, kelembapan, panas, dan cahaya
merupakan faktor-faktor lingkungan yang dapat merusak cita rasa kopi.

3. PENGGORENGAN/PEMANGGANGAN/PENYANGRAIAN/ROASTED

Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini akan
mempengaruhi rasa minuman karena akan mengubah biji kopi secara fisik maupun
kimiawi. Berat biji kopi akan menurun karena hilangnya kelembapan dan peningkatan
volume.

Proses sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis.
Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari
ruang sangrai. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji
kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Proses ini dimulai saat suhu di
bagian dalam biji kopi mencapai sekitar 200 derarat Celcius. Selama roasted, juga
terjadi proses karamelisasi akibat panas yang memecah pati dalam biji, yang
mengubahnya menjadi gula sederhana, kemudian berubah warna menjadi cokelat. Sukrosa
dengan cepat akan hilang selama proses ini.

Pada proses ini juga, minyak-minyak aromatik dan asam-asam akan mengubah rasa. Pada
suhu 205 derajat Celcius, jenis-jenis minyak lain mulai muncul. Salah satunya
adalah caffeol yang menentukan aroma dan rasa kopi.

Kisaran suhu sangrai yang umum adalah antara 195 sampai 205oC. Waktu penyangraian
bervariasi mulai dari 7 sampai 30 menit tergantung pada suhu dan tingkat sangrai
yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai adalah sebagai berikut:

Suhu 190 195 oC untuk tingkat sangrai ringan [warna coklat muda],
Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium [warna coklat agak gelap]

Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap [warna coklat tua cenderung
agak hitam].

4. PENCAMPURAN

Untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, kopi bubuk bisa diperoleh dari
campuran berbagai jenis biji kopi atas dasar jenisnya [Arabika, Robusta, Exelsa
dll], jenis proses yang digunakan [proses kering, semi-basah, basah], dan asal
bahan baku [ketinggian, tanah dan agroklimat]. Untuk Skala home industri
pencampuran dilakukan dengan alat pencampur putar tipe hexagonal.

5. EKSTRAKSI

Ekstraksi menggunakan pelarut air. Prosesnya melalui dua tahap yaitu Perkolasi (
dingin) dan Ekstraksi ( panas). Alatnya seperti yang dibawah ini :

Perkolasi

Ekstraksi per Batch

Ekstraksi bubuk kopi dilakukan secara batch dalam kolom dengan sirkulasi pelarut
air perbandingan 1/3,5 pada suhu 80 oC selama 45 menit. Sisa bubuk hasil pelarutan
dikempa secara manual untuk mengekstrak komponen kopi yang masih tertinggal.
Kisaran rendemen ekstraksi antara 30 32 % [berat]. Sisa bubuk kopi merupakan
limbah untuk diolah menjadi biogas.

6. FILTRASI

Penyaringan dilakukan untuk memisahkan bagian tidak larut pada proses ekstraksi.

7. SENTRIFUGASI

Aroma kopi dipertahankan dengan cara reverse osmosis menggunakan membran filtasi.
Selain itu, proses ekstraksi dengan panas juga akan mempengaruhi aroma, untuk itu
pasca ekstraksi proses berikutnya adalah pendinginan ekstrak hingga suhu di bawah
nol derajat celcius.

8. EVAPORASI

Fungsinya adalah untuk mendapatkan kadar ekstrak ideal

9. PEMISAHAN

Dipisah sesuai dengan kebutuhan hasil akhir olahan kopi yang dibutuhkan yaitu:
a. Spray Dried
b. Aglomerasi
c. Ekstraksi Biasa

10. a.1. Spray Drying

Prinsipnya adalah untuk menghilangkan air, dengan cara ekstrak dilewatkan dalam
sebuah kolom; temperatur tinggi dalam kolom tersebut akan menguapkan air hingga
didapatkan
bubuk
kopi.
Bubuk
kopi
dikumpulkan
pada
bagian
bawah
kolom.
Karbondioksida bertekanan tinggi disemburkan via nozzle dengan butiran halus kopi.

10. a. 2. Aglomerasi

Bubuk kopi spray dried direbus lagi untuk mendapatkan gumpalan antar partikel bubuk
yang lebih besar, fungsinya adalah untuk mendapatkan rasa yang lebih kaya dan aroma
yang lebih kuat.

10. a. 3 Ekstraksi

Kopi hasil ekstraksi awalan tidak mengalami proses lagi, dan langsung dikemas.

Sumber:
yupazq.blogspot.com
wikipedia.org
iccri.net
gambar dari berbagai sumber

Diposkan oleh The Cronicle of Merried Man di 02.31 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Coffee and The Handsome Band

Sabtu, 27 Oktober 2012

Proses Pengolahan Kopi


Proses pengolahan buah kopi sampai menjadi biji kopi merupakan proses yang
panjang sebelum siap untuk di-roasted. Hal ini karena kopi baru bisa
menjadi komoditas perdagangan jika buah dan selaputnya telah dihilangkan
sehingga hanya tertinggal bijinya.

Pengolahan Produk Primer Kopi


1. Panen Tepat Matang
Pada saat pohon kopi mulai berproduksi buah, hal tersebut membutuhkan waktu
sekitar sembilan bulan agar buah menjadi matang. Untuk kualitas kopi yang
terbaik, kopi dipetik jika telah matang serta berwarna merah ceri. Kopi
yang belum matang dibiarkan matang di dahannya hingga kemudian dapat
dipetik.

Selama panen, setiap pohon harus dikunjungi untuk beberapa waktu, hal ini
merupakan metode yang membutuhkan biaya yang lumayan tinggi. Alternatif
lain adalah, para petani memprediksi/menentukan waktu panen, dan kemudian
memetik buah yang telah matang maupun yang belum matang dari pohonnya
secara serentak. Hal ini dilakukan dengan mendorongkan dahan-dahan tersebut
dengan menggunakan tangan sehingga buah-buahan jatuh ke dalam sebuah
keranjang atau pada kain terpal yang dibentangkan di bawah pohon. Metode
ini lebih efisien, namun menghasilkan kualitas yang lebih rendah secara
keseluruhan.

Buah kopi matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah kopi yang semula
hijau menjadi merah.

2. Sortasi Buah Sehat


Sortasi buah kopi sebelum pengolahan sangat menentukan mutu fisik kopi dan
citarasa seduhan akhir. Tujuan sortasi adalah untuk memperoleh buah kopi
yang seragam mutunya dan dapat meningkatkan efisiensi proses berikutnya.
Caranya adalah pemisahan buah kopi sehat, segar, besar dan matang (mutu
superior) dari buah kopi kopong, mentah, busuk, terkena penyakit atau cacat
lainnya (mutu inferior).

Sortasi buah kopi dilakukan dua tahap, yaitu cara kering dan basah. Sortasi
kering
disebut
juga
sebagai
pra-sortasi
dilakukan
di
kebun
atau
dipenerimaan hasil, yaitu pemisahan buah matang dari buah hijau dan
kotoran-kotoran yang mudah dilihat dengan mata seperti daun, kayu dll.
Sortasi basah dilakukan di pabrik dengan prinsip dasar beda berat jenis
antara buah superior dan inferior di dalam air.

Peralatan sortasi basah umumnya adalah siphon. Alat ini merupakan bak
penampung air dengan bentuk geometris lantai dasar kerucut. Campuran buah
masuk ke dalam siphon lewat kanal air. Buah kopi superior akan tenggelam,
sedang yang inferior akan mengapung. Kedua jenis mutu terpisah dan
dikeluarkan dari bak lewat saluran yang berbeda. Kotoran bukan kopi seperti
tanah, batu atau serpihan kayu keluar lewat kasa di dasar siphon.

Buah kopi superior hasil sortasi basah segera diproses di mesin pengupas.
Penundaan pengolahan dapat dilakukan dalam keadaan terendam air mengalir.
Penyimpanan
buah
di
tempat
terbuka
dan
kering
dapat
menyebabkan
fermentasi.

3.

Pengupasan

Kulit

Buah

Pengupasan adalah proses pelepasan kulit buah dari kulit tanduk, dan sangat
menentukan
mutu
fisik
dan
citarasa
seduhan
akhir.
Kualitas
pengupasan/pulping sangat menentukan proses pencucian lapisan lendir,
proses pengeringan dan hulling. Untuk kapasitas besar pengupasan dil6akukan
dengan alat yang digerakkan listrik atau motor sedangkan untuk kapasitas
kecil dapat dilakukan dengan alat yang digerakkan manual atau listrik.

Ada dua jenis mesin pengupas mekanis skala besar yaitu tipe silinder/drum
dan piringan/ disc. Tipe drum banyak digunakan, di perkebunan besar, sedang
yang tipe disk sudah tidak dioperasikan lagi. Prinsip kerja mesin pengupas
adalah pelecetan kulit buah kopi oleh silinder yang berputar (rotor) pada
permukaan pelat yang diam (stator). Profil permukaan stator dan rotor
dibuat bertonjolan (kasar).

Buah kopi dari tangki siphon diumpankan ke dalam mesin pengupas lewat
corong (feed hopper) dan jatuh di permukaan rotor. Gaya putaran silinder
mendesak buah kopi hingga terhimpit dan tergencet pada permukaan stator,

sehingga kulit buah terkelupas dari biji kopi, kemudian dipisahkan dengan
pisau ke saluran yang berbeda.

Kinerja mesin pengupas sangat tergantung pada keseragaman ukuran buah dan
celah (gap) antara rotor dan stator. Ukuran celah umumnya sudah diatur pada
nilai tertentu dan konstan. Buah kopi yang ukurannya terlalu besar akan
terkelupas sampai kulit tanduknya, sedang yang terlalu kecil akan lolos.
Untuk menghindari hal tersebut, maka mesin pengupas dilengkapi dengan
beberapa rotor dan stator (umumnya tiga pasang), yang disusun secara seri.
Ukuran celah diatur berurutan mulai dari paling besar sampai yang terkecil.
Dengan demikian, buah kopi yang lolos dari silinder pertama akan
terperangkap pada silinder kedua dan seterusnya. menyemprotkan sejumlah air
ke dalam celah pengupas. Air berfungsi untuk membantu mekanisme pengupasan,
dan pembersihan. Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan secara basah, yaitu
dengan awal lapisan lendir, mengurangi gaya geser silinder sehingga kulit
tanduk tidak pecah dan membantu pengangkutan ke mesin berikutnya. Mesin
pengupas silinder dengan putaran 120 - 200 rpm, berkapasitas 1,50 - 2 ton
buah kopi per jam membutuhkan air antara 7 - 9 m3 per jam.

4. Persiapan Biji Kopi

Metode pemrosesan kopi di seluruh dunia telah berkembang dan setidaknya ada
tiga metode yang dikenal, yakni metode pemrosesan basah, kering, dan semi
kering.

a. Wet Process

Metode ini merupakan metode yang paling umum dipergunakan dalam pemrosesan
kopi, terutama untuk kopi premium. Buah kopi yang telah dipanen
dikumpulkan, kemudian diseleksi dengan meletakkannya di dalam air.
Keberadaan buah di dalam air menjadi penentu kualitas awalnya. Bila buah
mengapung di permukaan air, maka buah memiliki kualitas yang jelek.
Sebaliknya, bila buah tenggelam di dasar air, maka hal ini berarti buah
berkualitas baik.

Konsep dasar cara pengolahan basah adalah penghilangan lapisan lendir dari
buah kopi karena senyawa gula yang terkandung di dalam lendir mempunyai
sifat menyerap air dari lingkungan (higroskopis). Permukaan biji kopi
cenderung lembab sehingga menghalangi proses pengeringan. Senyawa gula
merupakan media tumbuh bakteri yang sangat baik sehingga dapat merusak mutu
biji kopi. Kotoran non-kopi mudah lengket pada lendir sehingga menghalangi
proses pengeringan dan menyebabkan kontaminasi.

Buah yang berkualitas baik menjalani prosedur selanjutnya, yaitu buah


dikupas secara mekanis untuk memisahkan biji berkulit tanduk [biji kopi HS]
dan kulit buah. Proses ini dilakukan dengan mesin dan tetap dilakukan di
dalam air. Sekalipun telah berhasil menghilangkan sebagian besar komponen
penyelubung biji, namun selaput biji terkadang masih menempel dan harus
dihilangkan.

Biji kopi HS diolah lanjut sebagai bahan minuman, sedangkan kulit buah
merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku kompos, pakan
ternak dan biogas.

Hasilnya disebut "kopi perkamen" kemudian di-fermentasi-kan dan direndam


untuk mengeluarkan ampas yang tersisa.

Fermentasi diterapkan utamanya untuk kopi arabika, dengan tujuan untuk


memudahkan pencucian dan diduga memperbaiki citarasa seduhan kopi. Pendapat
yang mengatakan bahwa fermentasi dapat meningkatkan citarasa seduhan kopi
maka fermentasi menjadi wajib hukumnya. Pendapat lainnya mengatakan bahwa
tidak ada manfaatnya fermentasi kecuali hanya untuk memudahkan penghilangan
lendir. Pendapat pertama didukung oleh sistem pengolahan kopi arabika,
sedangkan pendapat kedua didukung oleh sistem pengolahan kopi robusta.
Bagimanapun perbedaan kedua pendapat tersebut, fermentasi tidak boleh
sampai merusak potensi citarasa kopi yang telah ada.

Tujuan utama fermentasi adalah menghilangkan lapisan lendir yang tersisa di


permukaan kulit tanduk kopi. Selama fermentasi terjadi penguraian senyawa
lendir buah kopi oleh mikroorganisme. Metode fermentasi yang diterapkan
perkebunan besar umumnya adalah cara basah dan cara kering. Proses
penghilangan lendir, selain dengan fermentasi, dapat dilakukan dengan cara
kimiawi, enzimatis atau mekanis. Fermentasi yang terlalu lama atau tidak
tepat metodenya akan menghasilkan biji kopi dengan cacat citarasa sour
hingga fermented/stink, Cacat ini sangat berat dan dihindari oleh sebagian
besar pabrikan kopi bubuk.

Fermentasi basah

Fermentasi cara basah dilakukan jika di sekitar pabrik pengolahan tersedia


cukup air. Fermentasi dilakukan di dalam bak-bak semen yang dasarnya
diiengkapi saluran air. Pada kapasitas besar, fermentasi dilakukan di dalam
beberapa bak yang disusun paralel. Selain untuk fermentasi, bak-bak
tersebut dapat difungsikan sebagai seleksi awal (pregrading) ukuran biji
agar proses fermentasi berlangsung seragam Setiap bak fermentasi berukuran
lebar 1,50 m, panjang 3 m dan kedalaman 1,20 m mampu menampung sekitar 4,50
m' biji kopi atau setara dengan 9 ton buah kopi segar. Biji kopi dari mesin
pengupas dialirkan dalam media air lewat selokan penghubung sampai ke bakbak fermentasi. Selama pengaliran, sebagian lapisan lendir di permukaan
kulit tanduk akan tercuci. Biji kopi dibiarkan terendam di dalam air selama
10 jam untuk memberi kesempatan senyawa gula dan pektin di dalam lapisan
lendir terurai. Reaksi fermentasi ditandai dengan peningkatan suhu air,
perubahan warna air menjadi lebih keruh dan timbulnya gelembung gas di
daiam air. Massa biji kopi yang difermentasi harus diaduk sekali-kali agar
reaksi lebih merata. Hasil reaksi fermentasi merupakan campuran senyawa
asam dan alkohol dan dikeluarkan lewat kanal di bagian bawah bak.
Kesempurnaan fermentasi diukur dari sisa (apisan lendir di permukaan kulit
tanduk. Hal itu dapat diukur dengan cara menggosok biji kopi dengan tangan.
Jika permukaan biji kopi masih lengket, maka fermentasi masih harus
dilanjutkan.

Fermentasi lanjutan dilakukan dengan mengisi bak fermentasi dengan air baru
(fresh water) sampai lebih kurang 2/3 volume biji kopi yang tertinggal.
Fermentasi diteruskan sampai sisa lapisan lendir terurai seluruhnya. Waktu
fermentasi umumnya adalah antara 1 - 3 hari tergantung pada keadaan iklim,
ketinggian tempat dan jenis kopi. Biji kopi hasil fermentasi dikeluarkan
dari bak lewat kanal yang terletak di bagian atas dasar bak.

Fermentasi kering

Fermentasi cara kering diterapkan jika air kurang tersedia di sekitar


pabrik. Cara ini dapat dilakukan di tempat terbuka (open fermentation) atau
di dalam bak semen seperti yang dipakai pada fermentasi cara basah.
Fermentasi cara terbuka adalah biji kopi ditumpuk berbentuk gundukan
kerucut. Gundukan ditutup dengan karung goni. Pembalikan dilakukan secara
periodik agar proses termentasi berlangsung lebih seragam. Akhir fermentasi
ditandai dengan hancurnya iapisan iendir yang menyelimuti kulit tanduk.
Fermentasi kering dapat dilakukan di dalam bak semen namun tidak disertai
dengan perendaman. Biji kopi dari mesin pengupas dialirkan ke dalam bak
sampai ketinggian tertentu. Katup pengeluaran air dibiarkan membuka
sehingga tidak ada air yang tertinggal di dasar bak.

Reaksi fermentasi bermula dari bagian atas tumpukan karena cukup oksigen.
Lapisan lendir akan terkelupas dan senyawa-senyawa hasil reaksi bergerak
turun ke dasar bak dan ferakumulasi di bagian dasar bak. Hal ini akan
menghambat reaksi fermentasi biji kopi yang terletak di bagian bawah.
Pembalikan biji kopi perlu dilakukan minimal satu kali dalam sehari agar
fermentasi merata.

Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu dan kelembaban
lingkungan, serta ketebalan tumpukan biji kopi. Tingkat kesempurnaan
fermentasi diukur dari kenampakan atau kelengketan lapisan lendir pada
permukaan kulit tanduk. Jika lendir tidak lengket, maka fermentasi dianggap
sudah selesai. Waktu fermentasi biji kopi arabika pada ketinggian menengah
umumnya adalah 36 jam, sedangkan waktu fermentasi kopi robusta umumnya
lebih singkat. Biji kopi dicuci setelah fermentasi, dengan cara pengaliran
air ke dalam bak dan katup pengeluaran di dasar bak dibuka. Pencucian
diulang beberapa kali sampai biji kopi bersih. Biji kopi yang sudah bersih
sebaiknya segera dikeringkan. Jika tidak, maka biji kopi tersebut harus
direndam lagi maksimum 24 jam, kemudian harus segera dikeringkan.

Fermentasi secara enzimatis

Proses fermentasi dapat dipercepat dengan cara menambah jenis enzim


tertentu ke dalam biji kopi. Salah satu enzim jenis pektinase dilarutkan ke
dalam air, kemudian dicampurkan ke dalam saluran air yang mengalirkan biji
kopi ke dalam bak fermentasi. Waktu fermentasi dapat dipersingkat dengan
penambahan enzim ini menjadi yaitu 16 - 20 jam saja. Pada akhir fermentasi,
biji kopi direndam air selama 20 jam dan dicuci dengan air bersih beberapa
kali,

Penghilangan lendir secara mekanis

Salah satu kelemahan proses fermentasi adalah memerlukan waktu lama untuk
peruraian lapisan lendir. Secara teknis, penghilangan lapisan lendir dapat
dilakukan secara mekanis, umumnya dengan alat yang disebut Raung Washer.
Nat ini ash rancangan In donesia, yang berfungsi selain sebagai pencuci
juga sebagai pengupas. Komponen penting alat ini adalah silinder horisontal
sebagai rotor dan penutup dengan engsel sebagai stator. Permukaan rotor
beralur dan terdapat kanal yang menonjol, sedang stator mempunyai alur
terbuka (slot). Rotor mempunyai putaran antara 400 - 500 rpm. Pengerak
mesin berkapasitas 1,50 - 2 ton buah kopi per jam adalah motor listrik 10 15 PK. Kebutuhan air sekitar 9m3 per jam. Buah kopi dimasukkan ke dalam
mesin bersama media air ke dalam corong yang terletak di ujung penutup.
Kulit buah akan terkelupas oleh gesekan dinding rotor dan terdorong ke
ujung yang berhubungan dengan lubang pengeluaran. Selama bergerak dari
ujung masuk ke ujung keluar, buah mengalami gaya gencet untuk membuka
kulit, dan gaya gesek dari rotor dan stator untuk membersihkan lapisan
lendir. Kulit buah akan terpisah dan keluar lewat celah di bagian dasar
silinder. Di beberapa kebun, pencuci Raung ini dipasang seri sesudah mesin
pengupas VIS. Masing-masing berfungsi sebagai pengupas dan pencuci.

Penghilangan lendir secara kimiawi

Lapisan lendir di permukaan kulit tanduk dapat juya dihilangkan secara


kimiawi dengan penambahan larutan alkali, seperti NaOH, Na,HSO, dan Na,CO,.
Penggunaan senyawa ini secara operasional belum dilakukan mengingat
hasilnya belum konsisten. Pelarutan lapisan lendir dilakukan dengan cara
memasukkan larutan alkali berkonsentrasi 3 - 8 % ke dalam bak perendaman,
kemudian diaduk selama 10 menit. Larutan alkali dapat menghancurkan lapisan
lendir selama 1 - 2 jam. Air rendaman dibuang lewat katup di dasar bak.
Biji kopi direndam kembali dengan air bersih selama 16 jam. Pada akhir
proses, biji kopi dicuci dengan air bersih beberapa kali.

Dua cara yang ditempuh untuk tujuan tersebut adalah dengan fermentasi
mikroba dan dengan mesin. Proses fermentasi melibatkan mikroba yang
mensekresi enzim selulase dan dapat mendegradasi selulosa yang terkandung
dalam selaput biji. Dengan pemrosesan yang dibantu oleh mesin, fermentasi
tidak dipergunakan, tetapi pengelupasan selaput biji dilakukan oleh mesin.
Setelah selaput dihilangkan, yang tersisa adalah biji yang dikelilingi 2
lapisan tambahan, kulit perak dan parchment.

Setelah diperoleh biji kopi, maka langkah selanjutnya adalah mereduksi


kandungan air pada biji kopi sehingga hanya tersisa 10% agar stabil. Untuk
maksud tersebut, biji kopi dapat dikeringkan di bawah sinar matahari hingga
kadar airnya mencapai 12%, kemudian pengeringan disempurnakan dengan mesin,
sehingga kadar airnya hanya mencapai 10%.

b. Metode Pemrosesan Kering

Metode pemrosesan kering merupakan metode paling tua dalam sejarah manusia
untuk memproses kopi. Prosedur yang dilakukan cukup sederhana. Buah kopi
yang telah dipetik dibentangkan pada tikar khusus dan biarkan untuk
terjemur sinar matahari selama dua hingga tiga minggu. Setelah itu, selaput
dan parchment dihilangkan dari biji kopi.

Metode Pemrosesan Semi kering

Metode lain yang dianggap sebagai hasil teknologi silang antara dua metode
lainnya adalah metode pemrosesan kopi semi kering. Daerah-daerah yang
mempergunakan metode ini antara lain Brazil, Sumatera, dan Sulawesi. Buah
kopi dialirkan melewati kawat kasa untuk menghilangkan kulit dan sebagian
selaput seperti yang terdapat dalam metod pemrosesan basah, tetapi hasilnya
tidak melalui fermentasi atau pengelupasan lebih lanjut, tetapi hanya
dikeringkan langsung di bawah sinar matahari

Cara pengolahan kopi secara basah dapat menghasilkan mutu fisik kopi yang
baik, namun banyak mengandung resiko kerusakan citarasa utamanya cacat
citarasa fermented/stink. Pada awal sejarahnya seluruh buah kopi diolah
dengan cara kering. Namun pada perkembangan selanjutnya, jumlah produksi

kopi semakin besar dan kondisi cuaca tidak layak untuk melakukan
penjemuran, maka dirancanglah cara pengolahan-basah. Pada saat ini,
pengolahan kopi cara basah terkesan lebih baik daripada pengolahan cara
kering, karena pengolahan basah dapat dilakukan hanya pada biji kopi yang
telah masak berwarna merah penuh, sedangkan pengolahan kering dapat
dilakukan pada sembarang mutu buah kopi.

4. Pencucian Biji Kopi


Biji kopi yang telah fermentasi dicuci secara mekanis dan dibilas dengan
air sampai permukaan kulit tanduk menjadi licin.

Pencucian bertujuan untuk membersihkan kopi dari sisa senyawa hasil


penguraian lendir yang masih menempel pada kulit tanduk, sehingga tidak
mencemari cita rasa seduhan akhir. Untuk kapasitas kecil, pencucian dapat
dilakukan secara manual di dalam bak atau ember, sedang untuk kapasitas
besar pencucian dilakukan di dalam kanal lebar atau dengan mesin.

a. Kanal pencuci

Kanal pencuci umumnya mempunyai lebar 75 - 90 cm, panjang 20 - 30 cm dan


kedalaman 40 cm. Tebal dinding .kanal 15 cm. Dasar kanal dibuat miring 0,50
- 1 % ke arah lubang pengeluaran. Pada perkebunan besar, kanal disusun
secara paralel dengan dua saluran utama, masing-masing untuk saluran
pemasukkan dan pengeluaran. Biji kopi dari bak fermentasi dialirkan dalam
media air dan dimasukkan ke dalam saluran kanal pencuci. Pencucian di dalam
kanal dilakukan dengan aliran air sampai air pencuci di bagian ujung
pengeluaran jernih.

b. Mesin pencuci

Ada dua tipe mesin pencuci, yaitu tipe vertikal dan horizontal. Mesin
pencuci tipe vertikal mempunyai rotor berbentuk pisau yang di pasang pada
poros dan stator berupa silinder sebagai penutup rotor, Mesin pencuci tipe
horizontal mempunyai rotor berbentuk ulir dan stator sama dengan mesin
vertikal.

Pencucian
disertai
permukaan
terlepas.
Pencucian

dilakukan dengan memasukkan biji ke dalam silider lewat corong


dengan aliran air yang kontinu. Rotor menggesek dan mendesak
kulit biji kopi ke permukaan stator sehingga sisa-sisa lendir
Kotoran ini terbilas oleh aliran air ke luar silinder mesin.
dianggap selesai jika permukaan kulit tanduk sudah kesat.

c. Pompa padatan (solid pump)

Pompa padatan berfungsi untuk memindahkan atau mengangkut biji kopi hasil
pencucian lewat pipa ke unit pengeringan. Pompa padatan umumnya dari tipe
sentrifugal dan digerakkan dengan motor listrik. Selain sebagai alat angkut
padatan, pompa padatan berfungsi pula sebagai pembersih lendir yang masih
tersisa di permukaan kulit tanduk. Pompa ini dipasang setelah mesin
pencuci. Beberapa kebun meniadakan proses fermentasi karena biji kopi hasil
pencuci. Raung dilewatkan pompa padatan, sehingga lapisan lendir sudah
sangat bersih.

5. Pengeringan

Pengeringan biji kopi relatif lebih mudah dan lebih cepat daripada
pengeringan buah kopi, karena jumlah air yang harus diuapkan lebih sedikit,
dan biji kopi hanya dilapisi oleh kulit tanduk saja, sehingga hambatan
proses penguapan lebih kecil. Dengan demikian, sarana pengeringan untuk
buah kopi secara teknis dapat dimanfaatkan untuk pengeringan biji kopi.
Pengeringan sangat menentukan mutu fisik dan citarasa seduhan akhir kopi.
Kadar air biji kopi setelah pencucian dan penuritasan (dripping) berkisar
antara 50 - 55 %. Untuk memenuhi syarat standar perdagangan, kadar air
tersebut harus diturunkan sampai 12 - 13%. Nilai ini merupakan kadar air
keseimbangan biji kopi beras di lingkungan ruang simpan di daerah tropis.
Penurunan kandungan air dari biji kopi umumnya dilakukan dengan cara
pemanasan. Seperti pada proses pengolahan kering, sumber panas dapat
diperoleh dari .

a. Penjemuran
Penjemuran merupakan cara pengeringan terbaik untuk citarasa terbaik,
selama cuaca memungkinkan dan fasilitas mencukupi. Penjemuran dapat
dilakukan dalam dua cara, yaitu di lantai jemur dari semen atau dengan meja
pengering. Permukaan semen mempunyai sifat menyerap dan menyimpan energi
matahari yang jatuh dipermukaanya. Kemampuan tersebut semakin meningkat
jika lantai semen dicat dengan warna gelap (hitam).

Pada pengeringan hari pertama, biji kopi dihamparkan di atas lantai semen
dengan ketebalan antara 2 - 5 cm. Mekanisme pengeringan akan dimulai dari
kulit tanduk dan diakhiri di dalam biji (kernel). Jika pembalikan dilakukan
secara intensif sekali setiap - 1 jam, pada ketebalan tersebut maka kulit
tanduk dapat kering dalam satu hari. Pada hari kedua, tebal lapisan biji
dapat ditingkatkan tanpa ada resiko pertumbuhan jamur.

Waktu pengeringan biji kopi di lantai jemur sangat dipengaruhi oleh


beberapa faktor antara lain tebal lapisan, frekuensi pembalikan dan kondisi
cuaca. Pada cuaca cerah, waktu pengeringan terpendek antara 7 - 9 hari.

Jika penjemuran melebihi 2 rninggu, maka citarasa dan aroma biji kopi akan
turun.

Penjemuran biji kopi dapat dilakukan pada meja pengering. Mekanisme


pengeringan biji kopi pada meja pengering tidak berbeda dan lantai jemur,
namun mempunyai beberapa keuntungan yaitu :

Penirisan air permukaan dari kulit tanduk berjalan lebih sempurna.


Pada lantai jemur air permukaan tidak dapat menetes tetapi terakumulasi di
dasar lantai.

Proses pengeringan dipercepat dengan adanya aliran udara lingkungan


di bagian bawah meja.

Tidak terjadi rambatan (difusi) air tanah ke dalam tumpukan biji 0


Kontaminasi bahan-bahan non-kopi dapat diperkecil,
b. Pengeringan mekanis dengan panas pembakaran
Pengeringan buatan dilakuakn jika penjemuran tidak memungkin. Untuk hasil
yang terbaik, maka pengeringan dengan panas pembakaran harus semirip
mungkin dengan penjemuran pada cuaca baik. Panas untuk pengeringan
dibangkitkan dari pembakaran kayu atau minyak bakar (jenis rninyak solar
atau IDO). Beberapa keuntungan penggunaan sumber panas buatan adalah :

Panas dapat diatur.

Efisiensi pemanasan tinggi.

Waktu pengeringan pendek.

Kebutuhan lahan dan tenaga kerja kecil.

Tidak tergantung cuaca.

Pembakaran kayu atau minyak dilakukan di dalam tungku. Intensitas


pembakaran dapat diatur dengan pengaturan jumlah udara pembakaran atau
jumlah bahan bakar. Gas hasil pembakaran dilewatkan dalam pipa, sedang
udara pengering dilewatkan di luar pipa sehingga terjadi perpindahan panas
tetapi tidak terjadi perpindahan sisa pembakaran. Suhu udara pengeringan
biji kopi sebaiknya tidak lebih dari 60C. Berdasarkan aliran udara panas,
pengering dengan sumber panas buatan dibagi menjadi dua tipe, yaitu nonmekanis dan mekanis.

- Pengering non-mekanis

Pengering tipe ini di kalangan praktisi populer disebut VlS Dryer. Model
pengering ini relatif tua dan tidak efisien dari aspek efisiensi panas,
kemudahan pengoperasian, tenaga kerja dan mutu hasil. Mekanisme pemanasan
udara pengering berlangsung secara alamiah alas dasar beda suhu. Bangunan
pengering mirip dengan gedung berlantai dua. Lantai pertama untuk instalasi
tungku dan pipa-pipa pemindah panas, sedang lantai kedua untuk ruang
pengering yang dibuat dari pelat besi berlubang (perforated plate). Bahan
bakar yang dipakai adalah kayu.

Gas hasil pembakaran disalurkan lewat pipa-pipa di lantai pertama, sehingga


udara di dalam ruangan tersebut menjadi panas dan berat jenisnya turun.
Udara panas bergerak ke atas lewat lantai kedua menembus hamparan biji
kopi. Efektifitas pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu udara pengering,
tebal lapisan biji kopi dan frekuensi pembalikan biji.

- Pengering mekanis

Perbedaan pengering mekanis dengan non-mekanis terletak pada mekanisme


pemanasan udara pengering di dalam pemindah panas dan pemanasan biji kopi.
Pada pengering mekanis, udara pengering dihembuskan dengan kipas dengan
laju aliran tertentu melewati pipa-pipa pindah panas. Dengan demikian
mekanisme perpindahan panas lebih sempurna dan suhu udara yang dihasilkan
lebih stabil. Udara panas yang dihasilkan kemudian lewat ke dalam lapisan
biji kopi. Jenis pengering mekanis yang populer digunakan di perkebunan
kopi adalah Mason/Guardiola dan ADS (American Drying System).

Pengering Mason/Guardiola berbentuk silinder ko-aksial. Dinding masingmasing silinder dibuat dari pelat besi yang berlubang-lubang. Biji kopi
dimasukkan pada ruangan di antara silider dalam dan silinder luar. Udara
panas dihembuskan lewat dinding silider dalam dan menembus biji kopi. Uap
air yang terbentuk bersama udara panas keluar dari dinding silinder sebelah
luar. Selama pengeringan, silinder diputar pada kecepatan 4 - 6 rpm.
Pengering ini dapat juga digunakan untuk buah kopi seyar.

Pengeringan biji kopi dengan pengering Mason/Guardiola umumnya dilakukan


dalam dua tahapan. Biji kopi basah (kadar air 50 - 55 %) dikeringkan pada
suhu 90 - 100C sampai kadar airnya menjadi 25 - 30 %, kemudian diikuti
dengan suhu 60 C hingga kering. Lama pengeringan untuk menghasilkan biji

kopi kering
antara 2 kipas dan
pengeringan
kering.

berkadar air 12 - 13 % sekitar 20 - 24 jam. Konsumsi kayu bakar


3 m ` per ton biji kopi kering. Kebutuhan daya listrik untuk
mesin penggerak silinder masing-masing 7,5 PK. Kapasitas
lebih kurang 10 ton biji kopi basah atau 4 ton biji kopi

Pengering jenis ADS mempunyai rancangan lebih baru dibanding pengering


Mason. Ruang pengering mempunyai bentuk seperti menara (tower). Ruang
pengering dirancang bersekat-sekat dan berdinding ganda. Biji kopi
dimasukkan dari ruang pengering bagian atas dan bergerak turun secara
gravitasi di antara dinding dalam dan dinding luar. Dinding dalam dibuat
sekat-sekat agar aliran biji kopi tidak terlalu cepat dan berpola zig-zag.
Udara panas dihembuskan dengan kipas lewat dinding bagian dalam dan
bergerak ke atas berlawanan dengan arah gerak biji kopi (counter current).
Udara panas menembus lubang-lubang di dinding bagian dalam dan menerobos ke
aliran biji kopi untuk penguapan air.

Pengering ADS dilengkapi tungku dengan bahan bakar minyak dan burner.
Pengering ADS yang sudah operasional umumnya tidak dilengkapi dengan pipa
pemindah panas. Pengaturan pembakaran miyak di dalam burner harus tepat
karena gas hasil pembakaran langsung dimanfaatkan sebagai udara pengering.
Kapasitas pengering ADS sekitar 8 - 10 ton biji kopi kering. Konsumsi
minyak bakar 0,17 - 0,20 liter per kg biji kopi kering. Pengering
digerakkan dengan motor listrik 17 - 20 PK. Waktu pengeringan antara 15 20 jam dengan mekanisme pengoperasian seperti pada pengering Mason.

- Pengering energi surya

Radiasi matahari di daerah perkebunan kopi berkisar antara 3.000 - 4.500


Watt-jam/ m'. Secara teknis efisiensi pemanfaatan sinar matahari dapat
ditingkatkan secara nyata dengan cara mengadopsi teknologi pengering tenaga
matahari. Pemanfaatan kolektor tenaga mataharai dan aliran udara secara

paksa mampu meningkatkan efisiensi konversi radiasi matahari sebesar 40 50 % dari yang semula hanya 10 - 15 % pada cara penjemuran. Waktu
pengeringan biji kopi HS atau buah kopi menjadi lebih singkat, yaitu
masing-masing antara 4 -5 hari dan 7 - 8 hari.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao sejak empat tahun terakhir ini secara
intensif sudah mengembangkan sebuah model unit pengering kopi mekanis skala
9 - 10 ton biji kopi HS basahl batch (50 jam). Model berbentuk gedung yang
atapnya difungsikan sebagai kolektor tenaga matahari. Luas atap adalah 144
m'. Ruang pengering menggunakan tipe palung (flat bec~ multi plenum yang
masing-masing dilengkapi dengan kipas aksial hemat energi listrik. Untuk
menghindari
ketergantungan
operasional
pada
cuaca,
model
tersebut
dilengkapi dengan sumber panas tambahan dari pembakaran kayu di dalam
sebuah tungku mekanis tipe julur api arah bawah (down draft'combustion).
Tungku dilengkapi dengan pipa pemindah panas untuk menghindari kontaminasi
asap ke dalam biji kopi. Operasi pembakaran diatur secara terkendali dengan
jumlah udara pembakaran yang masuk tungku dari sebuah kipas sentrifugal.
Laju aliran udara pembakaran optimum adalah 100 ml/jam untuk menghasilkan
suhu asap 800 C dan suhu udara pengering maksimum 80 C. Keluaran panas
pembakaran berkisar anatara 50 - 100 kW. Konsumsi kayu bakar per ton biji
kopi HS kering antara 2 - 3 m'. Kombinasi kedua sumber panas tersebut
secara serial maupun paralel mampu menghasilkan udara panas antara suhu 70
- 90 oC, dan mempersingkat waktu pengeringan biji kopi menjadi hanya 40 50 jam. Pengering dengan sumber energi ganda seperti ini, kolektor tenaga
matahari dan tungku mekanis, lebih ekonomis dari aspek konsumsi energi,
bersih dan berwawasan lingkungan.

6.

Pengupasan

kulit

buah

kering

kulit

tanduk

kering

(Hulling)

Kulit tanduk [HS] dikupas secara mekanis sampai dihasilkan biji kopi beras.
Kulit tanduk merupakan limbah dan dapat digunakan sebagai bahan baku kompos
dan pakan ternak.

Pengupasan ditujukan untuk membebaskan biji kopi dari kulit tanduk kering.
Biji kopi hasil pengeringan dianginkan (tempering) selama 24 jam agar
suhunya turun dan tidak rusak pada saat pengupasan. Pengupasan biji kopi
relatif lebih mudah daripada pengupasan buah kopi kering. Oleh karena itu,
mesin pengupas buah kopi kering umumnya dapat digunakan juga untuk pengupas
biji kopi berkulit tanduk.

Mekanisme dasar pengupasan kulit buah kopi, kulit buah kering dan kulit
tanduk adalah sama, yaitu gesekan dan tekanan antara rotor dan stator.
Namun demikian, bentuk geometris dan bahan pembuat rotor dan stator
pengupas buah basah sangat berlainan dari buah kering, karena sifat fisik
keduanya sangat berbeda, terutama kandungan air, kekerasan, ketebalan dan
kerapatannya. Mesin pengupas kulit dilengkapi dengan ayakan di dasar
silinder dan kipas sentrifugal untuk menghisap kulit kopi dan kulit ari.
Dengan sistem tersebutbiji kopi terpisah dengan kulit tanduk dan kulit
arinya.

7. Sortasi Biji kopi Kering

Biji kopi beras disortasi secara mekanik untuk memisahkan biji ukuran besar
[ukuran > 6,5 mm], ukuran medium [5,5 mm<d<6,5mm] dan ukuran kecil [< 5,5
mm]. Biji pecah dan biji kecil terpisah di rak paling bawah.

Sortasi bertujuan untuk mengelompokkan biji kopi sesuai dengan ukuran dan
mutu fisiknya. Tahap ini sangat menentukan jenis dan keseragaman mutu fisik
dan citarasa seduhan kopi. Sejumlah besar biji kopi mutu baik dapat rusak
citarasa seduhannya oleh tercampurnya sedikit saja biji kopi mutu rendah.

Sortasi berdasarkan ukuran biasanya dilakukan dengan mesin pengayak


(katador). Ayakan berupa pelat berlubang-lubang yang disusun berurutan
mulai dari yang berlobang-lobang terbesar sampai terkecil. Pada saat biji
kopi dilewatkan pada permukaan pelat yang digoyang dan digetarkan akan

terpisah sesuai dengan ukuran lobang pelat masing-rnasing


ditampung dalam karung untuk disortasi lebih lanjut.

Hasil

ayakan

Sortasi berdasarkan mutu fisik umumnya dibagi menjadi dua tahap, yaitu
sortasi berdasarkan warna dan sortasi berdasarkan cacat lainnya. Sortasi
berdasarkan warna biasanya dilakukan dengan mesin pembeda warna (Sortex).
Mesin ini mampu memisahkan biji kopi berdasarkan daya pantul permukaan biji
terhadap sinar yang dipancarkan mesin saat biji melewati detektor. Biji
kopi dipisahkan menjadi dua bagian yaitu biji bermutu "baik"dan "tidak
baik". Hasil sortasi dengan mesin tersebut biasanya belum memenuhi
keinginan konsumen dan belum tentu sesuai dengan standar mutu yang berlaku.
Oleh sebab itu sebagian besar perkebun masih melakukan sortasi berikutnya
secara manual.

Sortasi manual biasanya dilakukan untuk memisahkan biji kopi berdasarkan


standar mutu yang ada. Oleh sebab itu, sebagian besar perkebunan kopi di
Jawa masih mengandalkan cara ini. Biji dipilah-pilah satu persatu
berdasarkan kondisi fisiknya Kondisi fisik tersebut yang menentukan ada
atau tidaknya cacat pada biji kopi. Contoh cacat biji kopi adalah : biji
hitam, biji coklat, biji berlobang satu, biji berlobang banyak, biji pecah,
pecahan biji, biji bertutul, biji muda, biji berjamur, dan lain lain,
Pengelompokan biji kopi berdasarkan sifat fisik memang tidak sepenuhnya
dapat menjamin mutu seduhan, tetapi dapat mengantisipasi sebagian besar
penyebab cacat citarasa seduhan kopi. Oleh sebab itu soriasi berdasarkan
kondisi fisik memang tidak sempurna, tetapi cukup memadai untuk menjamin
mutu seduhan akhir.

Kesalahan-kesalahan prakiraan citarasa seduhan kopi berdasarkan sifat fisik


dapat diperkecil dengan uji seduhan (Cup test). Bagaimanapun juga, hasil
olahan akhir kopi adalah berupa seduhan, sehingga uji seduhan merupakan
pelengkap yang sangat penting dari sernua cara uji yang telah ada. Namun
uji seduhan masih belum dapat distandarisasi.

8. Pengemasan

Biji kopi beras atas dasar ukurannya dikemas dalam karung goni [@ 60 - 90
kg] berlabel produksi dan disimpan dalam gudang yang bersih dan
berventilasi cukup. Tumpukan karung-karung disangga di atas palet kayu dan
tidak menempel di dinding gudang.

Tujuan pengemasan biji kopi antara lain untuk mempertahankan mutu fisik dan
citarasa, mengamankan dan serangan hama dan penyakit, memperindah
kenampakan, mempermudah penanganan, pengangkutan, penghitungan jumlah, dan

identifikasi. Oleh sebab itu, pengemasan merupakan tahap pengolahan yang


paling kritis dan harus mendapatkan perhatian paling utama.

Pada umumnya pengemasan di perkebunan besar dilakukan secara manual dalam


dua tahap. Tahap pertama adalah pengemasan sebelum sortasi, dan kedua
adalah pengemasan siap kirim. Pengemasan sebelum sortasi ada beberapa macam
antara lain pengemasan dalam karung dan pengemasan dalam silo (sistem
curah). Pengemasan siap kirim umumnya dalam karung goni.

Untuk memenuhi tujuan dari pengemasan maka disarankan agar pengemasan kopi
memenuhi beberapa kriteria, antara lain :

Kopi yang dikemas harus cukup kering, sehingga tidak rusak sewaktu
disimpan atau dikirim.

Kopi yang dikemas harus seragam tingkat mutunya.


Pengemas harus bebas dari bahan-bahan yang dapat mengkontaminasi mutu fisik
atau mutu seduhan kopi, seperti bau minyak atau bau-bauan lainnya. Oleh
sebab itu, pengemasan sebaiknya menggunakan bahan yang masih baru dan dari
pabrik yang terpercaya.

Pengemas harus terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan manusia.

Pengemas harus cukup kuat, rapat, serta tidak mudah robek, bocor,
berlobang atau pecah.

Pengemas harus nampak bersih dan menarik.

Kapasitas pengemas harus dalam ukuran angkut seseorang atau suatu


alat angkut.

Pengemas harus mudah dikenali dengan pemberian label atau tulisan


yang jelas untuk menghindari pemalsuan.

Pengemas
jumlahnya.

harus

seragam

ukurannya,

agar

mudah

untuk

memperkirakan

9. Penyimpanan dan Pergudangan

Tujuan penyimpanan / pergudangan biji kopi antara lain untuk menunggu


pemasaran
atau
untuk
tujuan
pengolahan
akhir.
Oleh
sebab
itu
kondisi penyimpanan
/
pergudangan harus
dapat
mempertahankan
mutu,

mengamankan dari serangan hama dan penyakit, mempermudah penanganan,


pengangkutan, penghitungan jumlah, dan identifikasi. Oleh sebab itu,
penyimpanan / pergudangan merupakan tahap yang cukup kritis dan harus
mendapatkan perhatian cukup baik. Pada umumnya penyimpanan / pergudangan di
perkebunan besar dilakukan dua tahap. Tahap pertama adalah penyimpanan /
pergudangan sebelum
sortasi,
dan
kedua
adalah penyimpanan
/
pergudangan siap kirim.

Penyimpanan / pergudangan sebelum sortasi ada beberapa macam antara


lain penyimpanan
/
pergudangan dalam
karung
dan
penyimpanan
/
pergudangan dalam silo (sistem curah). Penggudangan siap kirim umumnya
dilakukan pada karung goni dalam gudang besar. Untuk memenuhi tujuan dari
penyimpanan
/
pergudangan maka
disarankan
agar
penyimpanan
/
pergudangan kopi terutama gudang siap kirim memenuhi beberapa kriteria,
antara lain :

Kopi yang disimpan harus cukup kering, bebas hama gudang, bermutu
baik dan seragam, agar tidak rusak selama penyimpanan.

Kopi harus sudah dikemas dengan baik.

Gudang harus bebas dari bahan-bahan lain yang dapat mengkontaminasi


mutu fisik atau mutu seduhan kopi, terutama bafian-bahan yang berbau tajam,
mudah menguap dan terlebih bahan yang beracun dan berbahaya.

Gudang harus terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan manusia,
cukup besar dan berventilasi memadai.

Gudang harus cukup kuat dan tidak bocor. 0 Gudang harus nampak bersih
dan menarik.

Kapasitas
masuknya bahan.

gudang

harus

memadai

dan

memudahkan

lalulintas

keluar

Kondisi bagian dalam gudang harus mudah dikenali dengan pemberian


nama atau tulisan yang jelas.

Gudang harus bebas dan kontaminasi hama (tikus, serangga dll.) dan
penyakit.
10. Pengangkutan

Tujuan pengangkutan biji kopi, antara lain untuk memindahkan biji kopi dan
suatu tempat ke tempat lainnya. Oleh sebab itu kondisi pengangkutan harus
dapat mempertahankan mutu, mengamankan dari pemalsuan, pencurian, serangan
hama dan penyakit, mempermudah penanganan, penghitungan jumlah, dan
identifikasi. Pengangkutan merupakan tahap yang cukup kritis dan harus
mendapatkan perhatian cukup baik.

Tahap pengangkutan merupakan tahap kritis terjadinya pemalsuan dan


penurunan jumlah dan mutu biji kopi. Pada umumnya pengangkutan di
perkebunan besar dilakukan dua tahap. Tahap pertama adalah pengangkutan
dari pabrik ke pengeskpor, dan kedua adalah pengangkutan dari pengekspor
kekonsumen akhir. Pengangkutan dan pabrik ke pengeskpor umumnya menggunakan
fasilitas angkutan umum darat, seperti truk atau kereta api. Pengangkutan
dari pengekspor ke konsumen luar negeri umumnya menggunakan kapal.

Untuk memenuhi tujuan dari pengangkutan maka disarankan agar pengangkutan


kopi harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain :

Kopi yang diangkut harus cukup kering, bebas fiama gudang, bermutu
baik dan seragam, agar tidak rusak selama pengangkutan.

Kopi harus sudah dikemas dengan baik.

Kopi yang dikirim harus dilengkapi dengan dokurnen yang syah.

Alat
angkut
harus
bebas
dari
bahan-bahan
lain
yang
dapat
mengkontaminasi mutu fisik atau mutu seduhan kopi, terutama bahan-bahan
yang berbau tajam, mudah menguap dan terlebih bahan beracun.

Alat angkut harus terbuat dari bahan


manusia, cukup besar dan berventilasi memadai.

yang

aman

bagi

kesehatan

Alat angkut harus cukup kuat, dan terdapat penutup yang tidak bocor.

Alat angkut harus nampak bersih dan menarik.

Kapasitas alat angkut harus memadai dan memudahkan penanganan bongkar


muatnya.

Kondisi bagian dalam alat angkut


pemberian nama atau tulisan yang jelas.

harus

mudah

dikenali

dengan

Alat angkut harus bebas dari kontaminasi hama dan penyakit gudang.

Alat angkut harus dilengkapi dokumen yang syah.


sumber:
www.iccri.net

biji-kopi.com
kopiaseli.net
gambar dari berbagai sumber

Diposkan oleh The Cronicle of Merried Man di 03.23

Anda mungkin juga menyukai