DISUSUN OLEH
RURY KURNIAWAN / A154120021
TITIK TRI WAHYUNI / A154120051
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Limbah Industri Perkebunan Kelapa Sawit, Kopi,
Kakao dan Tebu ini.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mengikuti Mata Kuliah Teknologi
Pengomposan dan Pengolahan Limbah Pertanian (TSL 648), dalam makalah ini dibahas dan
diuraikan tentang potensi, karakteristik dan pemanfaatan limbah indrustri perkebunan
khususnya yang dilakukan di Indonesia dan dengan makalah ini diharapkan dapat saling
bertukar pikiran antara satu pengalaman dengan pengalaman yang lain untuk dapat saling
melengkapi. Meskipun kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini sangat jauh dari
kesempurnaan namun usaha untuk mempelajari dan sedikit gambaran tentang potensi limbah
industri perkebunan khususnya Kelapa Sawit, Kakao, Kopi dan Tebu dicoba dibahas dalam
tulisan ini. Penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, dan kami selaku
penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kelengkapan dan
menyempurnakannya.
Akhirnya hanya kepada Allah kami mohon hidayah dan taufik-Nya agar selalu dalam
lindungan-Nya dan semoga informasi yang termuat dalam makalan ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Bogor,
Mei 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................ 3
1.3. Rumusan Masalah................................................................................ ....... 3
II. PEMBAHASAN............................................................................................... 4
2.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan............................. 4
2.1.1. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kelapa Sawit.......... 5
2.1.2. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kopi...................... 10
2.1.3. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Tebu...................... 11
2.1.4. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Kakao................... 14
2.2. Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan sebagai Pupuk Organik.......... 15
2.2.1. Limbah Padat.................................................................................. 17
2.2.2. Limbah Cair..................................................................................... 18
2.3. Pengelolaan Limbah Industri Perkebunan Lainnya.................................. 19
2.3.1. Pakan Ternak................................................................................... 19
2.3.2. Arang Aktif..................................................................................... 21
2.3.3. Papan Partikel.................................................................................. 21
2.3.4. Pulp.................................................................................................. 22
2.3.5. Bahan Pembuat Nata....................................................................... 22
2.3.6. Bahan Bakar Alternatif................................................................... 24
2.3.7. Polymer Superabsorben................................................................... 25
2.3.8. Pengendali Pencemaran................................................................... 25
III.PENUTUP...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 27
DAFTAR TABEL
1. Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012
DAFTAR GAMBAR
1. Material balance proses pengolahan minyak kelapa sawit.................................. 6
2. Fraksionasi hasil pengolahan tandan buah segar kelapa sawit............................ 8
3. Proses Pembuatan Nata De Cacao.................................................................... 23
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk plasma nutfah yang
melimpah. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lama diusahakan sebagai
sumber pangan dan pendapatan masyarakat. Potensi ketersediaan lahan Indonesia cukup
besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Data dari kajian akademis yang dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006
memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas
123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen)
merupakan kawasan lindung. Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal
pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman
semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini, dari
areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal
pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk
perluasan areal pertanian.
Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang menjadi salah
satu faktor yang mendukung kegiatan perekonomian di Indonesia. Perkebunan adalah segala
kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya
dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman
tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen
untuk
mewujudkan
kesejahteraan
bagi
pelaku
usaha
perkebunan
dan
masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan, bahwa penyelenggaraan perkebunan di Indonesia didasarkan atas asas manfaat
dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan, sehingga
tujuan penyelenggaraannya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,
meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan
lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, memenuhi
kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Agar hasil produksi perkebunan dapat menghasilkan barang yang bernilai lebih tinggi
maka dilakukan proses pengolahan yang disebut dengan industri. Industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi
menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya. Setiap proses produksi suatu
industri akan menghasilkan limbah, dimana satu sama lain jenis dan karakteristik limbah dari
masing-masing industri berbeda satu sama lain. Hal ini sangat tergantung pada input, proses
serta output yang dihasilkan dalam suatu industri.
Perkembangan industri yang pesat untuk menghasilkan produk ternyata tidak selalu
dibarengi dengan upaya untuk menekan jumlah, jenis dan tingkat bahaya limbah yang
dihasilkan. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan pencemaran lingkungan dan berdampak
pada penurunan kesehatan manusia, hilangnya habitat alami, tercemarnya sumber-sumber air
serta mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi yang cukup besar. Demikian juga dalam
industri tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, tebu dan kopi, limbah industri
perkebunan ini kebanyakan menghasilkan limbah cair, padat dan gas (emisi). Upaya yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif yang timbul dan untuk meningkatkan
nilai tambah bagi limbah tersebut, maka limbah-limbah harus dikelola dengan baik.
Pengelolaan limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam bentuk lain
yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk organik bagi tanaman,
sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai papan partikel, sebagai biofuel, bahkan
masih banyak bentuk pemanfaatan lainnya dari limbah-limbah ini, sehingga pada akhirnya
tercapai suatu tujuan mulia dengan konsep zero waste (zero emision).
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami potensi,
karakteristik, pemanfaatan limbah industri perkebunan sebagai bahan baku untuk pupuk
organik dan pemanfaatan lainnya.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana potensi dan karakteristik limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi ?
b. Bagaimana pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi sebagai
pupuk organik?
c. Bagaimana penggunaan dari limbah perkebunan kelapa sawit, tebu, kakao dan kopi untuk
saat ini ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Perkebunan
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan
paling konsisten, baik ditinjau dari luas areal maupun produksi. Menurut Dirjen Perkebunan
RI tahun 2013, luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia pada tahun 2012
meliputi kelapa sawit seluas 9.074.621 ha, kopi 1.233.982 ha, tebu 461.082 ha dan kakao
1.709.050 ha. Sejalan dengan pertumbuhan luas areal, produksi perkebunan juga meningkat
dengan konsisten. Produksi kelapa sawit tahun 2012 adalah sebesar 23.521.071 ton/tahun,
kopi 657.138 ton/tahun, tebu 2.438.198 ton/ha dan kakao 833.310 ton/ha (Dirjen Perkebunan
RI, 2013). Tabel 1 dan 2 menunjukan luas areal dan produksi tanaman perkebunan di
Indonesia.
Tabel 1. Luas areal beberapa tanaman perkebunan di Indonesia tahun 2008 - 2012*
Tahun Kelapa Sawit
Kopi
Tebu
Kakao
2008
7.363.847
1.295.111
436.505
1.425.217
2009
8.248.328
1.266.235
441.440
1.587.136
2010
8.385.394
1.210.365
454.111
1.650.621
2011
8.992.824
1.233.968
451.788
1.677.254
*)
2012
9.074.621
1.233.932
461.082
1.709.050
Sumber: Dirjen Perkebunan RI 2013, *) Angka Sementara.
Pengolahan kelapa sawit menghasilkan sisa limbah yang sangat banyak, baik berupa
limbah padat maupun limbah cair yang masih menyimpan elemen yang bermanfaat dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Secara garis besar material balance proses pengolahan
kelapa sawit sebagai berikut:
Serabut (fiber)
13.0
3.057.739.23
Limbah cair
50.0
11.760.535,5
*)
Sumber: Dirjen PPHP Deptan 2006
**)
Dirjen Perkebunan RI 2013
papan partikel
Energi, pulp kertas,
papan, partikel
Pupuk, air irigasi
Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami
degradasi. Oleh karenanya dalam pengelolaan limbah perlu diketahui karakteristik limbah
tersebut. Limbah padat tandan kosong (TKS) merupakan limbah padat yang jumlahnya cukup
besar yaitu5.409.846,33 ton/tahun, namun pemanfaatannya masih terbatas. Limbah tersebut
selama ini dibakar dan sebagian ditebarkan dilapangan sebagai mulsa. Persentase TKS
terhadap TBS sekitar 20% dan setiap ton TKS mengandung unsur hara N, P, K dan Mg
berturut-turut setara dengan 3 kg urea; 0,6 kg CIRP; 12 kg MOP; dan 2 kg kieserit. TKS
merupakan bahan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa 41,3 46,%, hemicellulosa 25,3
33,8% danlignin 27,6 32,5%. (Sudiyani, et.al 2010).
P
1,25-2,18
1,74-2,61
Ca
5,4
7,1
Limbah cair yang dihasilkan dari seluruh proses produksi minyak kelapa sawit
diperkirakan maksimal 60% dari seluruh tandan buah segar yang diolah. Berdasarkan hasil
penelitian tarhadap beberapa PKS oleh Bank Dunia diketahui bahwa kualitas limbah cair
yang dihasilkan berpotensi mencemari badan air penerima limbah. Kualitas limbah cair
(inlet) Pabrik Kelapa Sawit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kualitas limbah cair (inlet) Pabrik Kelapa Sawit
No.
Parameter
Satuan
Limbah Cair
Baku Mutu
Lingkungan
MENLH
Kisaran
Rata-rata
1.
BOD
mg/liter
8.200-35.000
21.280
250
2.
COD
mg/liter 15.103-65.100
34.720
500
3.
TSS
mg/liter
1.330-50.700
31.170
300
4.
Nitrogen total
mg/liter
12-126
41
20
Sumber : Dirjen PPHP, Deptan, 2006
Hampir seluruh air buangan PKS mengandung bahan organik yang dapat mengalami
degradasi. Limbah cair dari hasil pengelohan industri kelapa sawit masih mengandung unsur
hara yang relatif tinggi dan disertai dengan biologi oksigen demand (BOD) yang tinggi.
Untuk memanfaatkan limbah cair ini perlu dilakukan perlakuan di dalam kolom-kolam
Instansi Pengelolaan Limbah (IPAL) terlebih dahulu, supaya kualitas limbah cair meningkat.
Karkteristik limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kisaran komponen kimia limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) sebelum dan setelah
penanganan.
Uraian
WPH
(hari)
-
BOD
(mg/l)
25.000
Kolam pengasaman
25.000
75
Limbah (fat-pit)
P
(mg/l)
500900
500900
675
N
(mg/l)
90-140
90-140
K
(mg/l)
1.0001.975
1.0001.975
1000-1850
3.50090-110
5.000
Kolam anaerob
35
2.000450
62-85
875-1.250
sekunder
3.500
Kolam aerobic
15-21
100-200
80
5-15
4200-670
Kolam pengendapan
2
100-150
40 -70
3-15
330-650
Sumber : Paimin, Siahaan, dan Tobing (1996) Cit Dirjen PPHP, Deptan, 2006).
Mg
(mg/l)
250-340
250-340
250-320
160-215
25-55
17-40
Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan
BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama N dan K, bahan
organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan
menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan
untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6-0,7 ton
limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter. Kandungan hara limbah cair PKS adalah
450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan 215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat
dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi
ke parit sekunder), longbed (ke parit yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki
(pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi Pengolah Air Limbah) ke areal tanam (Dirjen
Perkebunan, 2008).
2.1.2. Potensi dan Karakteristik Industri Kopi
Menurut Londra (2002) hasil pengolahan kopi akan menyisakan limbah, yaitu kulit
buah dan kulit biji. Limbah kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah pada
pengolahan kopi merah (masak) dan limbah pengolahan kopi hijau (mentah). Pengolahan
kopi merah diawali dengan pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar. Proses ini
akan menghasilkan 65 persen biji kopi dan 35 persen limbah kulit kopi. Berdasarkan data
statistik produksi Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi kopi mencapai 657.138 ton/tahun,
adapun limbah yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kopi Perkebunan Besar Indonesia berdasarkan
jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012).
Jenis
Estimasi potensi
(%)*)
Buah basah
100
Biji
52
Kulit buah
42
Kulit biji
6
*)
Londra, M dan Andri K. B, 2002.
**)
Dirjen Perkebunan RI 2013
Jumlah (ton/tahun)**)
657.138
341.711,76
278.997,96
39.428,28
Pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat berupa kulit buah
pada proses pengupasan buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat penggerbusan (hulling).
Limbah padat kulit buah kopi (pulp) belum dimanfaatkan secara optimal, umumnya ditumpuk
di sekitar lokasi pengolahan selama beberapa bulan, sehingga timbulnya bau busuk dan
cairan yang mencemari lingkungan. Limbah kulit buah kopi memiliki kadar bahan organik
dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 %
dan kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu
dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton
setara dengan produksi tepung limbah 630 kg (Dirjen Perkebunan, 2008).
2.1.3. Potensi dan Karakteristik Industri Perkebunan Tebu
Perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2012 menempati luas area 461.082
ha.Perkebunan tersebut tersebar di berbagai wilayah. Tebu dari perkebunan diolah menjadi
gula di pabrik-pabrik gula. Pengolahan tebu menjadi gula menyisakan limbah, baik limbah
padat maupun limbah cair. Berdasarkan data statistik Dirjen Perkebunan RI produksi tebu
tahun 2012 adalah2.438.198 ton/ha, bila jumlah produksi gula yang dihasilkan 7.0% maka
jumlah limbah hasil pengolahan tebu dapat dihitung dengan komposisi rata-rata sebagaimana
tercantum pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah tebu Indonesia berdasarkan jumlah produksi gula
tebu pertahun (tahun 2012).
Jenis
Estimasi potensi (%) *)
Jumlah (ton/tahun)**)
Gula
7.0
170.673,86
Tetes
4.5
109.718,91
Ampas (bagasse)
32
780.223,36
Blotong
3.5
85.336,93
Abu
0.1
2.438,19
Limbah cair
52,9
1.289.806,74
*)
Sumber: Syafrudin & Astuti (2005)
**)
Dirjen Perkebunan RI 2013
Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula, dengan
produksi 32 % tebu yang digiling. Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk
pendamping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai
bahan bakar ketel untuk keperluan proses memproduksi energy. Ampas tebu mengandung air,
gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan mengalami fermentasi yang
menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan mencapai 94oC akan terjadi kebakaran spontan
(Yuliani dan Nugraheni, 2010).
Ampas tebu (bagasse) merupakan sisa bagian batang tebu dalam proses ekstraksi tebu
yang memiliki kadar air berkisar 46-52%, kadar serat 43-52% dan padatan terlarut sekitar 26%. Komposisi kimia ampas tebu meliputi : zat arang atau karbon (C) 23,7 %, hidrogen (H) 2
%, oksigen (O) 20 %, air (H2O) 50 % dan gula 3% ( Adriyanti et. Al, 2012).
Blotong dan abu ketel merupakan limbah padat sisa pengolahan tebu pada pabrik gula
yang memiliki jumlah paling tinggi dibandingkan limbah lainnya. Limbah ini memiliki unsur
hara makro dan mikro yang relatif tinggi terutama P, Ca, N dan Mg. unsur-unsur ini esensial
bagi tanaman. Komposisi blotong dan abu ketel dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Komposisi unsur yang terkandung pada blotong dan abu ketel limbah pengolahan tebu
Unsur
N (%)
P2O5 (%)
K2O (%)
CaO (%)
MgO (%)
C/ Organik (%)
C/ N (%)
Na2O (%
Fe (%)
Jenis Bahan
Blotong
1,45
4,17
0,65
4,28
0,55
34,31
24,00
-
Abu Ketel
0,05
0,57
0,54
2,27
1,22
1,82
36,4
0,18
0.83
Mn (ppm)
155,00
Cu (ppm)
37,00
Zn (ppm)
72,00
SO4 (%)
0,32
Air 105C (%)
81,82
Sumber: Data Sekunder , 2005 dalam Syafrudin & Astuti (2007)
Blotong atau disebut filter cake atau filter press mud adalah limbah industri yang
dihasilkan oleh pabrik gula dari proses klarifikasi nira tebu. Penumpukan bahan tersebut
dalam jumlah besar akan menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan. Blotong
mengandung bahan koloid organik yang terdispersi dalam nira tebu dan bercampur dengan
anion-anion organik dan anorganik (Prasad, 1976 dalam Muhsin 2011). Blotong sebagian
besar terdiri dari serat-serat tebu dan merupakan sumber unsur organik yang sangat penting
untuk pembentukan humus tanah. Kandungan Hara kompos blotong berdasarkan penelitian
Syafrudin dan Astuti (2007) yaitu N 1,37%; P2O5 1,81%; K2O 2,22%; Fe 0,49%; Ca 2,56%;
MgO 0,53%; Mn 0,03%; pH 7,1; Zn 80,99 ppm; Cu 44,01 ppm; C organic 16,48%; C/N ratio
12,03 %.
Blotong memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik, karena komposisi blotong
terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula (Sadar, et al 2011), total abu, SiO2,
CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya,
bergantung pada pola produksi dan asal tebu (RifaI, 2009 dalam Muhsin 2011). Produksi
blotong sekitar 3,8 % tebu. Blotong dapat meningkatkan jumlah ruang pori tanah, berat isi
tanah dan memperbesar jumlah air tersedia dalam tanah (Santoso & Jayadheva,
1989 dalam Muhsin 2011).
Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 % tebu
yang digiling. Tetes tebu sebagai produk pendamping karena sebagian besar dipakai sebagai
bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan
untuk komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini
dibutuhkan kandungan gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes tebu
yang dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang mengalami
kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya, tangki tidak cukup
menampung karena tetes kurang laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan dalam
penyimpanan di tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi (Yuliani dan
Nugraheni, 2010).
2.1.4. Potensi dan Karakteristik Limbah Industri Kakao
Berdasarkan data Dirjen Perkebunan tahun 2012 produksi kakao mencapai 833.310
ton/ha.Jumlah biji yang dihasilkan 24 % (Nasrullah dan A. Ella, 1993) sehingga jumlah
limbah hasil pengolahan kakao dapat perkirakan sebagaimana disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata jenis dan estimasi potensi limbah kakao Perkebunan Besar Indonesia berdasarkan
jumlah produksi biji per tahun (tahun 2012)
Jenis
Buah segar
Biji
Kulit buah
Kulit biji
Jumlah (ton/tahun)**)
100
24
74
2
833.310
199.994,4
616.649,4
16.666,2
biomassa harus dilakukan untuk menghindari pengaruh negatif limbah tersebut terhadap
tanaman akibat nisbah C/N bahan yang tinggi, di samping untuk mengurangi volume bahan
agar memudahkan dalam aplikasi serta menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Laju pengomposan tergantung pada ukuran partikel, kandungan lengas bahan, pengadukan,
aerasi dan volume tumpukan (Baon et al. 2005dalam Dirjen Perkebunan 2008).
Campuran kulit biji kakao+kulit pisang (1:1) yang diaplikasikan pada tanah yang
tercemar minyak bumi bermanfaat sebagai biostimulasi mikroba pendegradasi total
hidrokarbon minyak bumi di dalam tanah yang tercemar (Agbor, et. al, 2011). Gabungan
kulit biji kakao dan kotoran ayam dalam ternyata mampu meningkatkan. pertumbuhan dan
produksi mentimun hal ini karena kulit biji kakao sebagai sumber potasium (0.46 me/100g
soil) yang baik untuk produksi tanaman. (Agyarko dan Asiedu, 2012)
2.2.1. Limbah Padat
Sebagian besar limbah padat industri perkebunan seperti kulit buah kakao, kulit buah
kopi, kelapa sawit, blotong serta ampas tebu sangat berpotensi untuk diolah menjadi bahan
yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami. Limbah kulit buah
kakao tersebut merupakan sumber bahan baku (biomassa) yang sangat potensial sebagai
sumber bahan baku pupuk organik (Sri Mulato et al., 2005 dalam Dirjen Perkebunan, 2008).
Limbah kulit buah kopi telah hancur memiliki kandungan 1,88 % N; 2,04% K;0,53%
Ca dan 0,39 % Mg (Trisilawati dan Gusmaini 1999 dalam Sudiarto dan Gusmaini 2004).
Kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan
kalium 2,26 %. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan
Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton setara
dengan produksi tepung limbah 630 kg.
Menurut Sarwono 2008, Tandan Kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai
subsitusi pupuk karena kandungan unsur nitrogen 1,5%, phospat 0,5 % kalium 7.3% dan
Magnesium 0.9 %.Hasil penelitian Sudirman (2011) menunjukkan bahwa TKS dapat
digunakan sebagai substrat produksi jamur tiram dengan efisiensi biologis yang mencapai
152%.
Bahan kompos akhir dari blotong dan ampas tebu cocok untuk digunakan karena
mengandung karakteristik dari pH, fitotoksisitas rendah, dan cenderung bebas dari patogen
karena suhu tinggi, kedua kompos merupakan sumber nutrisi yang baik untuk tanaman
seperti N (1,6-1,8%), P (1,2%), K (0,5%), Ca (10%) dan Mg (0,5%). (Meunchang,
2004). Kompos dari ampas tebu juga berpotensi sebagai media tumbuh untuk budidaya
tanaman selada karena meningkatkan meningkatkan konsentrasi hara N, P, K, Mg, Ca, Cu,
Mn, Zn, dan Pb (Jayasinghe, 2012)
2.2.2. Limbah Cair
Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1.250 mg K/l dan
215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air
memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder), longbed (ke parit
yang lurus dan berliku-liku) dan traktor tanki (pengangkutan limbah cair dari IPAL/Instalasi
Pengolah Air Limbah) ke areal tanam (Dirjen Perkebunan, 2008).
Menurut Loebis dan Tobing 1989 dalam Widhiastuti et al. 2006, limbah cair pabrik
pengolahan kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi seperti N, P, K, Mg, dan Ca,
sehingga limbah cair tersebut berpeluang untuk digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman
kelapa sawit, di samping memberikan kelembaban tanah, juga dapat meningkatkan sifat
fisikkimia tanah, serta dapat meningkatkan status hara tanah. Whidiastuti et al. (2006)
melakukan penelitian di perkebunan kelapa sawit PT Tapian Nadenggan SMART Group,
Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara yang sejak tahun 1990 telah
mengaplikasikan LPKS-nya ke areal perkebunan. Aplikasi LPKS ke areal perkebunan
diambil dari kolam anaerob dengan sistem flat beds. Aplikasi LPKS secara flat beds, yaitu
aplikasi limbah cair dengan teknik parit bersekat. Pembuatan konstruksi dibuat di gawangan
mati, di antara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit dengan kemiringan
tertentu. Limbah cair dipompakan dari kolam limbah ke bak penampungan (bak distribusi)
yang berada di areal paling atas, setelah itu dialirkan ke masing-masing flat beds hingga flat
beds terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan LPKS dapat berfungsi
sebagai pupuk organik dengan meningkatkan sifat fisikkimia tanah, biodiversitas tanah,
menurunkan kehadiran gulma penting pada perkebunan kelapa sawit, dan meningkatkan total
bakteri tanah.
Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobik sekunder dengan
BOD 3.500-5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsur hara terutama N dan K, bahan
organik, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengolahan 1 ton TBS akan
menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan
untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6-0,7 ton
limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter (Dirjen Perkebunan, 2008).
2.3. Penggunaan Limbah Industri Perkebunan Lainnya
2.3.1. Pakan Ternak
Limbah industri perkebunan kelapa sawit, kopi, tebu dan kakao dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Limbah hasil pengolahan kelapa sawit mengandung serat kasar yang
tinggi, namun kandungan protein kasar lumpur sawit dan bungkil kelapa sawit secara
berurutan yaitu 14,58 % BK dan 16,33 % BK, yang potensial untuk digunakan sebagai bahan
pakan ternak ruminansia. Pemanfaatan limbah pengolahan hasil kelapa sawit sebagai ransum
komplit (100%) ataupun sebagai pakan penguat lainnya telah banyak dilakukan untuk ternak
ruminansia. Wong dan Zahari (1992) dalam Indrianingsih et al., 2005, menyampaikan bahwa
bungkil inti sawit dapat diberikan 50% untuk sapi dan 30% untuk domba .
Limbah sumber serat dari tebu (pucuk, bagas dan pith) dapat digunakan sebagai
komponen pakan ternak bila disertai beberapa perlakuan untuk menaikkan kecernaan dan
konsumsi oleh ternak, dan/atau suplementasi dengan bahan lain untuk menyeimbangkan
ketersediaan zat-zat makanan di dalam rumen maupun untuk tujuan produksil (Kuswandi,
2007). Hasil ikutan tanaman tebu merupakan pakan sumber serat atau energi, adalah daun
tebu, ampas tebu (bagase), blotong (kotoran yang terpisah saat penapisan nira tebu) dan tetes
(molases) ( Mariyono dan Krishna, 2009).
Bagas merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah karena mengandung kadar
lignoselulosa yang tinggi. Intake bagas dapat ditingkatkan bila dicampur dengan 55%
molases dalam ransumnya. Karena bagas merupakan bahan pembawa yang baik untuk
molases, maka ransum ini akan sangat bermanfaat bila diberikan kepada ternak pada level
optimum sekitar 2030% konsentrasi ransum. Nilai nutrisi bagas dapat ditingkatkan dengan
perlakuan alkali atau pemanasan, sehingga karbohidrat mudah dicerna oleh ternak (ILCA,
1979 dalam Indrianingsih et al. 2005)
Molases adalah tetes tebu yang umumnya digunakan sebagai sumber energi dan untuk
meningkatkan palatibilitas pakan basal, meningkatkan kandungan mineral Ca, P dan S, atau
sebagai perekat dalam pembuatan pelet. Molases dapat memberikan hingga 80% energi
metabolisibel untuk sapi potong dan pertambahan berat badan harian antara 0,70,9/kg/hari
pada saat persediaan rumput terbatas.
Kulit buah coklat mengandung kadar protein kasar (6 12%) sedikit lebih tinggi dari
jerami padi, tetapi hampir setara dengan rumput. Kandungan serat kasar dalam kulit buah
coklat memiliki kadar selulosa (2731%) dan hemiselulosa (1013%) yang lebih rendah
daripada jerami padi. Sementara itu, kadar lignin berkisar antara 12 19% lebih tinggi 2 3
kalinya dibandingkan dengan jerami padi (6%). Secara umum tingkat kecernaan kulit buah
cokelat lebih rendah dibandingkan dengan jerami padi.
Limbah kulit kopi mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pakan
ayam,berdasarkan analisis input-output usaha, ditunjukkkan bahwa keuntungan yang
diperoleh dari pembesaran ayam selama 60 hari dengan pakan kontrol dan pakan yang
mengandung 5% limbah kulit kopi adalah Rp. 1.401/ekor dan Rp. 1.345/ekor (Muryanto,
2005)
Dalam memanfaatkan limbah hasil perkebunan sebagai pakan ternak, seleksi jenis
limbah tanaman perlu dilakukan untuk mengurangi efek samping terhadap kesehatan ternak
dan keamanan produknya. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu mutu
nutrisi pakan perkebunan, kandungan toksin dan/atau antinutrisi didalam tanaman dan
cemaran berbahaya pada tanaman. Peningkatan mutu limbah hasil perkebunan sebagai pakan
ternak umumnya dilakukan melalui pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah pertanian dan
perkebunan diberikan kepada ternak, yang secara garis besarnya terdiri dari:
Perlakuan fisik: pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil, penggilingan, pemanasan,
perendaman, pengeringan atau penyinaran.
Perlakuan kimia: dengan penambahan basa, asam dan oksidasi seperti penambahan NaOH,
Ca(OH)2, ammonium hidroksida, gas klor dan sulfur dioksida.
Perlakuan biologi: melalui pengomposan, fermentasi, penambahan enzim, atau
menumbuhkan jamur dan bakteri.
Kombinasi diantara ketiga perlakuan tersebut diatas.
2.3.2. Arang Aktif
Cangkang atau tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang
aktif. Pengolahan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif adalah salah satu cara mudah
untuk menambah nilai ekonomis. Pemanfaatan arang aktif dalam bidang industri sangat
banyak, diantaranya sebagai desulfurisasi pada pemurnian gas dan pengolahan LNG, bahan
pembantu proses penyaringan dan lain-lain.
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan arang aktif.
Arang aktif atau karbon aktif adalah karbon dengan struktur amorf yang dengan perlakuan
khusus akan memiliki luas permukaan yang besar sehingga memiliki kemampuan penyerapan
lebih besar dibandingkan dengan arang biasa. Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang
mengandung karbon baik organic maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur
berpori (Ditjen PPHP, Deptan, 2006).
Kualitas arang aktif tergantung pada proses karbonisasi dan proses aktivasi. Hasil
penelitian ini menujukkan bahwa aktifator yang dipakai adalah H3PO4 dengan konsentrasi 1,
3, 5, 7 dan 9 %, dan waktu perendaman 16, 18, 20, 22, dan 24 jam. Penelitian dapat
disimpulkan bahwa hasil terbaik yaitu pada suhu karbonisasi 400oC selama 0,5 jam, waktu
perendaman 22 jam dan konsentrasi aktifator 9 %, menghasilkan arang aktif dengan kondisi:
Kadar air ; 7,36 %, Kadar abu ; 2,77 %, Volatile Matter ; 8,21 %, Daya serap Iodine
(Kurniati, 2008).
2.3.3. Papan Partikel
Sabut kelapa sawit bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan papan partikel yang
berarti bisa mengatasi pembuangan limbah sabut kelapa sawit sekaligus memberikan nilai
tambah secara ekonomi. Minyak yang terdapat pada sabut kelapa sawit dapat mengganggu
proses perekatan dalam pembuatan papan partikel. Oleh karena itu kadar minyak harus
dikurangi seminimal mungkin. Pengurangan kadar minyak dapat dilakukan dengan memasak
sabut kelapa sawit dalam larutan NaOH 10% selama 1 jam (Ditjen PPHP Deptan, 2006).
2.3.4. Pulp
Pemanfaatan sabut kelapa sawit merupakan alternatif bahan baku pabrik kertas untuk
menghasilkan kertas HVS, doorslag, karton, duplicator/cycto style, dll (Ditjen PPHP Deptan,
2006). Kulit buah kakao (Shel fod Husk) merupakan hasil samping (limbah) dari agrobisnis
pemrosesan biji coklat yang sangat potensial untuk dijadikan salah satu Pulp. Pulp adalah
bahan sellulosa yang dapat diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon, cellulosa asetat
dan turunan cellulosa yang lain. Kulit buah kakao mengandung bahan kering 88%, protein
kasar 8%, dan serat kasar 40,1%. Syaratsyarat bahan baku yang digunakan dalam pulp,
yakni berserat, kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %, kadar ligninnya kurang dari 25 %, kadar
air maksimal 10 %, dan memiliki kadar abu yang kecil.
2.3.5 Bahan Pembuat Nata
Limbah industri kakao dalam bentuk cairan pulp dapat dimanfaatkan sebagai bahan
dasar pembuatan nata de cacao. Diperlukan pengenceran dan penjernihan dengan
menggunakan arang aktif sebelum digunakan sebagai media fermentasi nata. Terdapat
interaksi nyata ( = 0,05) antar perlakuan konsentrasi arang aktif dan pengenceran pada
tingkat kekeruhan dan warna kuning cairan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari
perlakuan konsentrasi arang aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Perlakuan
konsentrasi sukrosa dan (NH4)2SO4 memengaruhi secara nyata terhadap ketebalan, rendemen,
kadar serat, kadar air dan tekstur nata, namun interaksi dari kedua perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter-parameter tersebut. Perlakuan terbaik diperoleh dari
kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)SO4 0,4% (Yunianta,
2010).
Menurut Suwarda (2012), cara pembuatan nata de cacao adalah sebagai berikut:
Nata de cacao dapat diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri kecil. Bahan-bahan
yang diperlukan dalam pembuatan nata de cacao adalah starter nata (A. xylinum), pulpa yang
telah diencerkan, gula pasir, khamir/yeast, urea, asam cuka (untuk mengatur keasaman
media), dan air bersih. Alat dan perlengkapan yang diperlukan adalah kain saring, timbangan,
gelas ukur, wadah fermentasi, kertas koran, karet gelang, baskom, panci perebus, kayu
pengaduk, kompor, pisau, talenan, pH-meter, serta rak atau meja untuk menempatkan wadah
fermentasi. Kondisi yang ideal untuk pertumbuhan mikroba nata adalah pada pH media 4-6
dengan suhu 30-35C. Ruang dan alat yang digunakan untuk proses fermentasi harus bersih
dan kering. Pembersihan atau sterilisasi ruang dan alat dapat menggunakan alkohol atau asam
cuka pekat. Secara umum, proses pembuatan nata de cacao dapat dilihat pada Gambar 3.
BAB III
PENUTUP
Perkebunan yang dijalankan sebagai roda penggerak ekonomi masyarakat petani
maupun dalam skala industri menghasilkan berbagai produk dan sejumlah besar limbah baik
yang berupa limbah padat maupun cair, yang mungkin memiliki dampak yang signifikan
terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Limbah yang dihasilkan dari industria
perkebunan secara umum masih memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Pengelolaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi air tanah melalui pencucian atau melalui air
limpasannya. Praktek manajemen limbah yang tidak tepat juga dapat menimbulkan masalah
soaial lainnya. Oleh karena itu, manajemen lingkungan harus menempatkan penekanan
terbesar dalam minimisasi limbah di sumber atau dengan daur ulang. Kompos merupakan
salah satu metode alternatif untuk pengelolaan limbah dari industry perkebunan.
Industri tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao, tebu dan kopi menghasilkan
limbah. Pengelolaan limbah industri perkebunan akan menghasilkan sumberdaya dalam
bentuk lain yang bermanfaat untuk berbagai jenis keperluan, baik sebagai pupuk organik bagi
tanaman, sebagai pakan ternak, sebagai arang aktif, sebagai papan partikel, sebagai biogas,
bahkan masih banyak bentuk pemanfaatan lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Agbor, R. B, Ekpo, I. A. Osuagwu A.N., Udofia, U.U Okpako E.C and Antai, S.P. 2012.
Biostimulation of microbial degradation of crude oil polluted soil using cocoa pod husk and
plantain peels. J. Microbiol. Biotech. Res. 2 (3):464-469.
Agyarko K and E. K. Asiedu. 2012. Cocoa Pod Husk and Poultry Manure on Soil Nutrients and
Cucumber Growth. Advances in Environmental Biology, 6(11): 2870-2874.
Andriyanti W., Suyanti, Ngasifudin, 2012, Pembuatan Dan Karakterisasi Polimer Superabsorben
Dari Ampas Tebu, Volume 13, Januari.
Dirjen Perkebunan. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi Pupuk
Organik. http://www.google.com. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kakao Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Kopi Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Luas Areal Tebu Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kakao Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012. http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Kopi Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen Perkebunan. 2013. Produksi Tebu Menurut Provinsi di Seluruh Indonesia, 20082012.http://www.deptan.go.id. Diakses 20 April 2013.
Ditjen PPHP Deptan. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Jakarta.
Hambali Erliza, Thahar Arfie, Komarudin Aan. 2010. The Potential Of Oil Palm And Rice Biomass
As Bioenergy Feedstock. 7th Biomass Asia Workshop, November 29 December 01,
Jakarta, Indonesia
Harsini, T. dan Susilowati. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dari Limbah Perkebunan Kakao sebagai
Bahan Baku Pulp Dengan Proses Organosolv. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 2 (2).
Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani. 2005. Limbah Pertanian dan Perkebunan sebagai Pakan
Ternak: Kendala dan Prospeknya. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam
Pengendalian Penyakit Stategis pada Ternak Ruminansia Besar.
Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Kakao. Materi disampaikan pada acara Pelatihan TOT Budidaya
Kopi dan Kakao Staf, Jember, 25 30 Juni http://www.isroi.org. Diakses 20 April 2013.
Jayasinghe G. Y. 2012. Sugarcane bagasses sewage sludge compost as a plant growth substrate and
an option for waste management. Clean Techn Environ Policy. 14: 625632
Kuswandi, 2007. Teknologi Pakan Untuk Limbah Tebu (Fraksi Serat) Sebagai Pakan Ternak
Ruminansia. Wartazoa. 17 (2).
Kurniati, E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Ilmu Teknik. 8
(2): 96-103
Londra, M. dan Andri, K. B. 2002. Potensi Pemanfaatan Limbah Kopi untuk Pakan Penggemukan
kambing Peranakan Etawah. Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya
Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-28-5.
Mariyono dan Krishna, N.H. 2009. Pemanfaatan dan Keterbatasan Hasil Ikutan Pertanian serta
Strategi Pemberian Pakan Berbasis Limbah Pertanian Untuk Sapi Potong. Wartazoa. 19 (1).
Meunchang, Sompong , Panichsakpatana Supamard, Weaver Richard W. 2004. Co-composting of
filter cake and bagasse; by-products from a sugar mill. Bioresource Technology. 96: 437
442.
Muhsin, A. 2011. Pemanfaatan Limbah Hasil Pengolahan Pabrik Tebu Blotong Menjadi Pupuk
Organik. Industrial Engineering Conference 2011, 5 November 2011.
Murni, R., Suparjo, Akmal, Ginting B. I. 2008. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Buku
Ajar. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas peternakan Universitas Jambi.
http/www.Jojo66.filesword press-com. Diakses 25 april 2013.
Muryanto, U. Nuschati, D. Pramono dan T. Prasetyo. 2005. Potensi Limbah Kulit Kopi Sebagai
Pakan Ayam. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak
Unggas Berdaya Saing.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70. 2011 Tahun 2011. Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati
dan Pembenah Tanah. Jakarta.
Sardar Suneela, Ilyas Suhaib Umer, Malik Shahid Raza and Javaid Kashif, 2011. Compost Fertilizer
production from Sugar Press Mud (SPM). Department of Chemical Engineering, NFCInstitute of Engineering & Fertilizer Research, Faisalabad 38090, Pakistan.
Siswati, N. D., M. Yatim dan R. Hidayan. 2010. Bioetanol dari Limbah Kulit Kopi Dengan Proses
Fermentasi.
Sudiarto dan Gusmaini. 2004. Pemanfaatan Bahan Organik Insitu Untuk Efisiensi Budi Daya Jahe
Yang Berkelanjutan. Jurnal Litbang Pertanian. 23(2).
Sudirman, Lisdar I., Sutrisna Aditya, Listiyowati, Sri, Fadli Lukman, Tarigan Balaman.2011. The Potency Of Oil Palm
Plantation Wastes For Mushroom Production. Proceedings of the 7th International Conference on Mushroom Biology
and Mushroom Products (ICMBMP7).
Sudiyani, Yanni, Sembiring, Kiky C, Hendarsyah, Hendris dan A. Syarifah. 2010. Alkaline
pretreatment and enzymatic saccharification of oil palm empty fruit bunch fiber for ethanol
production. Menara Perkebunan. 78 (2): 70-74.
Suwarda, R. 2012. Nata de Cocoa: Yang Terbuang yang Menyehatkan. BBTP Maluku, Badan
Litbang
Pertanian-Kementrian
Pertanian-republik
Indonesia.http://maluku.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=artic
le&id=314&Itemid=5. Diakses 22 Mei 2013
Syafrudin dan Astutui, A. D. 2007. Studi pengelolaan limbah pabrik gula (studi kasus pabrik gula
PT. Kebon Agung di Trangkil Pati. Jurnal Presipitasi. 2 (1).
Tiwari Chesta, 2012. Production fuel briquettes from sugarcane waste. EWB-UK National Research
& Education Conference Our Global Future.
Widhiastuti, R., D. Suryanto.,Mukhlis dan H.Wahyuningsih. 2006. Pengaruh Pemanfaatan Limbah
Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Pupuk terhadap Biodiversitas Tanah. Jurnal
Ilmiah Pertanian Kultura. 41 (1): 1-8.
Yang Haiping, Yan Rong, Liang David Tee, Chen Hanping and Zheng Chuguang. 2006. Pvrolysis of
Palm Oil Wastes for Biofuel Production. As. J. Energy Env. 7 (02): 315-323.
Yuliani, F dan F. Nugraheni. Pembuatan Pupuk Organik (Kompos) Arang Ampas Tebu dan Limbah
Ternak.
Yumaihana dan Q. Aini. Pembinaan Petani Tebu Melalui Teknologi Pembuatan Bioetanol dari
Molases dan Tebu.
Yunianta. 2010. Limbah Cair Industri Kakao sebagai Bahan Pembuat Nata. Jurnal Teknik Industri.
11 (1): 313.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004. 2004. Tentang Perkebunan. Jakarta.
http://titiktriwahyuni.blogspot.com/2013/12/pertanian.html
INDUSTRI KOPI
Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total
produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tingkat
konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun.
Dewasa ini kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800
gram/kapita/tahun. Dengan demikian dalam kurun waktu 20 tahun peningkatan konsumsi kopi telah mencapai 300
gram/kapita/tahun.
Strata Industri kopi dalam negeri sangat beragam, dimulai dari unit usaha berskala home industry hingga industri kopi
berskala multinasional. Produk-produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kopi dalam
negeri, namun juga untuk mengisi pasar di luar negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam
negeri merupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih memberikan prospek dan peluang
sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang kondusif dalam berinvestasi dibidang industri kopi.
1.
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga (home industri) dimana tenaga
kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung
atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brand name. Industri yang tergolong pada kelompok
ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun di Dinas POM. Industri pada kelompok ini tersebar di
seluruh daerah penghasil kopi.
2.
Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk
atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau
Kabupaten tempat produk tersebut dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumnya
telah memperoleh Izin dari Dinas Perindustrian sebagai produk Rumah tangga.
Industri kopi olahan kelas menengah banyak dijumpai di sentra produksi kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
3.
Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk, kopi instant atau kopi
mix dan kopi olahan lainnya yang produknya dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor. Produknya
dalam bentuk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh nomor Merek Dagang dan atau label lainnya.
Beberapa nama industri kopi yang tergolong sebagai industri kopi ini adalah PT Sari Incofood Corp, PT. Nestle
Indonesia, PT Santos Jaya Abadi, PT Aneka Coffee Industri, PT Torabika Semesta dll.[1]
No. ( 1 )
http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1397/peluang_besar_industri_kopi_indonesia.html
http://www.aeki-aice.org/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=11&lang=in
Tahap-tahap Proses Produksi Kopi :
start
Sortasi
Penyimpanan
Penggorengan
Ekstraksi
. Pencampuran
Filtrasi
Sentrifugassi
Evaporasi
Pemisahan
end
Sumber dari Departemen Perindustrian menyebutkan bahwa permasalahan perkopian di Indonesia masih seputar
pengadaan kualitas bahan baku dan penerapan teknologi pengolahan kopi itu sendiri. Berhubung perkebunan kopi di
Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat, dimana berdasarkan data 2006 mencapai 96% ( 1,21 juta ha dari
total 1,26 juta ha), maka masalah pengetahuan penanganan pasca panen masih merupakan kendala yang serius.
Petani masih relatif menangani pasca panen secara tradisional. Akibatnya mutu kopi sebagai bahan baku pada industri
pengolahan kopi relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan kekonsistenan kualitas. Memang, pada sentra-sentra
produksi kopi tertentu, dimana telah hadir produsen kopi olahan besar seperti PT Nestle Indonesia di Lampung,
penangan kopi pasca panen relatif lebih baik dan terkendali.
Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia masih didominasi oleh kopi robusta (93 persen) dari pada arabika (7%),
padahal permintaan kopi arabika dunia jauh lebih besar dibandingkan kopi robusta.Demikian pula dari segi harga, harga
kopi arabika jauh lebih mahal dari pada kopi robusta.Usaha-usaha ke arah diversifikasi tanaman tidaklah mudah, karena
terhadang oleh kesesuaian lahan terhadap tanaman kopi arabika yang hanya sesuai untuk dataran tinggi (di atas 600
meter dari permukaan laut/dpl). Pemaksaan penanaman di dataran rendah hanya mengakibatkan resiko kegagalan
yang tinggi akibat serangan penyakit layu yang merupakan musuh alami kopi arabika di Indonesia
Isu teknologi (mesin dan peralatan) produksi biji kopi mulai dari pengeringan, pengupasan, dan sortasi masih
merupakan kendala klasik yang dihadapi oleh usaha industri skala kecil dan menengah. Juga keterbatasan pada
penguasaan teknologi proses pada tahap roasting.
[2]
No. ( 2 )
http://binaukm.com/2011/09/isu-dan-permasalahan-dalam-industri-kopi/
Berdasarkan pengamatan ANTARA, bila pabrik KOPI beroperasi sering menimbulkan debu sehingga kondisi udara di
lingkungan tersebut tercemar. Sangat terlihat debu dari pabrik kopi yang menempel pada atap seng rumah dan
mengotori lingkungan sekitar.dan Menurut pengamatan, keberadaan pabrik untuk pengeringan dan penggilingan
mengelolahan biji kopi tersebut dinilai warga tidak layak beroperasi lagi karena selain berada ditengah pemukiman
padat penduduk, pengoperasian selalu menghasilkan limbah debu dan sisa kulit kopi bertebaran terbawa angin
menyebabkan warga sering merasakan sesak nafas, Kebisingan suara mesin kopi ditambah lagi dengan adanya getaran
serta pencemaran limbah dari bekas oli mesin yang timbul mengakibatkan pencemaran lingkungan . Karena saluran
drainase limbah pabrik tersebut bergabung dengan saluran pipa pembuangan air milik rumah warga. [3]
No. ( 3 )
http://www.antaranews.com/berita/1280437477/pabrik-pengolahan-kopi-cemari-lingkungan
Kemudian Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins, dan polyphenolics.Hal ini
membuat lingkungan degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit.Dampak lingkungan berupa polusi organik
limbah kopi yang paling berat adalah pada perairan di mana effluen kopi dikeluarkan. Dampak itu berupa pengurangan
oksigen karena tingginya BOD dan COD. Substansi organik terlarut dalam air limbah secara amat lamban dengan
menggunakan proses mikrobiologi dalam air yang membutuhkan oksigen dalam air. Karena terjadinya pengurangan
oksigen terlarut, permintaan oksigen untuk menguraikan organik material melebihi ketersediaan oksigen sehingga
menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan juga bisa
menyebabkan bau, lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dapat meresap ke sumber air
minum.[4]
No. ( 4 )
http://anekailmu.blogspot.com/2008/12/limbah-kopi-sebagai-bahan-baku.html
http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/
Sumber Limbah pada kopi seperti padat,cair,gas
Limbah Padat
Ampas kopi yang dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi .
Limbah Cair
Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi.
Limbah Gas
Undang-undang pencemaran limbah
Setiap usaha penanganan industri kopi harus menyusun rencana cara-cara penanggulangan pencemaran dan
pelestarian lingkungan sebagai mana diatur dalam :
1.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan
hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.[5]
No. ( 5 )
http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Setiap kegiatan industri harus berupaya untuk secara konsisten melaksanakan setiap kewajibannya dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana dipersyaratkan dalam setiap izin yang dimilikinya, maupun persyaratan lainnya yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai bentuk upaya pengelolaan lingkungan
sebelum melakukan kegiatan usaha setiap industri wajib untuk mambuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan)
berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.[6]
No. ( 6 )
http://umum.kompasiana.com/2009/06/20/amdal-dan-pengelolaan-lingkungan-di-indonesia-7388.html
1.
Ketentuan-ketentuan di atas mengacu pada peraturan pemerintah PP. No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 butir 1.Peraturan ini
masih berlaku di seluruh wilayah Indonesia.Selain mengacu pada peraturan tersebut di atas, maka landasan peraturan
pemerintah tersebut di atas mengacu pada undang-undang yaitu UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup. Jadi sudah jelas acuan peraturan dan perundangannya, jadi sebagai bangsa dan masyarakat
Indonesia kita wajib melaksanakannya sebagai perwujudan berbangsa dan bermasyarakat yang baik.[7]
No.( 7 )
http://zulharno.wordpress.com/2011/11/23/88/
Hasil penelitian menunjukkan pada proses pengolahan biji kopi,dihasilkan biji kopi sekitar 65 persen dan 35 persen berupa
limbah kopi yang merupakan bahan organic berkadar selulose yang mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids,
tannins dan polyphenolics,yang membuat lingkungan degradasi bilogis terhadap material organic lebih sulit
1.
Terhambatnya mikroorganisme aerobik dalam menguraikan bahan organik di dalam tanah, karena kondisinya sudah anaerobik.
2.
Tingginya Biological Oxygen Demand dan Chemical Oxygen Demand di dalam tanah.
3.
Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk pengelolaan limbah kopiKebiasaan masyarakat yang membuang limbah kopi begitu
saja.
Masalah ini sering terjadi dengan minimnya pengetahuan petani kopi atas pembuangan limbah yang dilakukan sehingga
dapat merusak ekosistem tanah baik secara fisika, biologis, dan kimia.
Untuk itu diperlukan alternatif yang dapat mengurangi permasalahan yang diatas, seperti ;
1.
2.
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pengelolaan limbah buah kopi yang baik dan benarMenampung limbah buah
kopi dalam suatu tempat dan dilakukan pembuatan kompos.
3.
4.
5.
Menghindari polusi dan gangguan lain yang berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk,
suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/sumur.
6.
Setiap usaha penanganan pasca panen kopi, harus membuat unit pengolahan limbah perusahaan (padat, cair dan gas) yang sesuai
dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan.[8]
No. ( 8 )
http://www.sobatbumi.com/inspirasi/view/333/PEMANFAATAN-LIMBAH-CAIR-BUAH-KOPI-MENJADI-NATA-DE-COFFE
1.
Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi dapat dikurangi dengan penyaringan dengan pemisahan
pulp. Pada cara ini kandungan COD dan BOD menjadi jauh lebih rendah, yaitu mencapai 3429-5524 mg/1 untuk COD
dan 1578-3248 mg/1 untuk BOD. Untuk memeksimalkan proses anaerobic pada limbah cair tersebut, maka diperlukan
tingkat pH sebesar 6,5-7,5,sementara tingat Ph limbah cair kopi adalah 4,yang merupakan tingkat Ph sangat asam. Hal
ini bias diatasi dengan penambahaan kalsium hidroksida (CaOH2) kepada limbah cair kopi.
No. ( 9 )
http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/
[9]
Para peneliti terus berupaya mengurangi ketergantungan energi pada listrik, minyak dan gas bumi karena tidak dapat terbarui dan
membutuhkan biaya yang semakin mahal,sehingga biogas yang dihasilkan pada pengolahan limbah kulit kopi ini dapat jadikan
alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM), karena memiliki beberapa keuntungan, diantaranya memiliki kandung oksigen
yang lebih tinggi 39 persen sehingga terbakar lebih sempurna , bernilai oktan lebih tinggi 1,8 persen dan ramah lingkungan
karena mengandung emisi gas CO lebih rendah 19 -25 persen. Proses pembuatan biogas dilakukan dengan gas dekomposisi
bahan organik maupun secara anaerobic (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa
metan (memiliki sifat yang mudah terbakar) dan karbon dioksida . Gas yang terbentuk disebut rawa atau biogas. Proses
dekomposisi anaerobic dibantu sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metanogenik, suhu yang baik untuk proses fermentasi
adalah 30 55C. Pada suhu tersebut miroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organic.[10]
No. ( 10 )
Http://ww5.gtz.de/gate/techinfo/biogas/appldev/operation/utilizal.hlml.ld.
http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/
Strategi produksi bersih
Yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan
dan juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain
Dan produksi Bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela
(Voluntary) sebab penerapannya bersifat tidak wajib.Konsep Produksi Bersih merupakan pemikiran baru untuk lebih
meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif. Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan
untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dengan
meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal, 1995) mendefinisikan Produksi Bersih sebagai suatu strategi
pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, serta daur hidup
produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.
Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan
pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis
daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan adalah strategi yang
perlu diprioritaskan dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah
merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan.Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan
pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya (Bratasida, 1997). [11]
No. ( 11 )
http://himakesja.wordpress.com/2009/02/13/produksi-bersih-paradigma-baru-pengelolaan-pencemaran-lingkungan/
Dari Data-Data Yang Sudah Ada di Atas :
Seperti telah tertulis di atas, Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins,
danpolyphenolics.Hal ini membuat lingkungan degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit.Meskipun kopi
enak diminum, namun, limbahnya tidak enak bagi lingkungan lingkungan kita. Oleh karena itu, limbah kopi haruslah
diolah agar tidak membahayakan kesehatan.[12]
No. ( 12 )
http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/
Indonesia tegaskan kembali komitmennya terhadap perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari dampak merugikan
limbah berbahaya.Hal ini nyata tercermin dari partisipasi aktif Indonesia dalam Basel Convention on the Control of Transboundary
Movements of Hazardous Wastes and their Disposal, dimana Indonesia menjabat sebagai Presiden COP-9 Konvensi Basel (20082011).Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia menempatkan pengelolaan dan penanganan
pergerakan lintas batas ilegal limbah berbahaya sebagai salah satu prioritas dalam penanganan isu lingkungan.Indonesia dalam hal
ini akan menampilkan sebuah program khusus penanganan limbah yang disebut PROPER. Program yang akan dipresentasikan
langsung oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup tersebut merupakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Penataan dalam
Pengelolaan Lingkungan yang telah dikembangkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup sejak tahun 1995.
PROPER, dengan menggunakan metode pemberian kategori dengan warna hitam, merah, biru, hijau dan emas bagi perusahaanperusahaan besar dalam negeri, merupakan perwujudan transparansi dan demokratisasi dalam pengelolaan lingkungan di
Indonesia.Pelaksanaan program ini dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari
tahapan penyusunan kriteria penilaian, pemilihan perusahaan, penentuan peringkat, sampai pada pengumuman peringkat kinerja
kepada publik. Konvensi Basel yang disahkan di Basel di tahun 1989 merupakan kesepakatan lingkungan skala global yang paling
komprehensif tentang limbah berbahaya dan limbah lain. Konvensi Basel beranggotakan 172 negara, dimana Indonesia menjadi
negara pihak sejak tahun 1993.[13]
No. ( 13 )
http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=2943&l=id
17 November 2009
http://xx-limbah.blogspot.com/
Salah satu Negara uni eropa yang menerapkan inisiatif kota yang ramah alam.
Stockholm, Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama di Eropa ini menerapkan sejumlah inisiatif hijau guna menciptakan
kota yang ramah alam.
Stockholm dinobatkan sebagai Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama di Eropa oleh Komisi Eropa pada 2010. Guna
meraih gelar tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, Stockholm berinvestasi di beberapa sektor guna menciptakan
model kota yang berkelanjutan.
Sementara itu, dari sisi pengelolaan limbah, 25% limbah kota berhasil didaur ulang dan dikomposkan sehingga
menciptakan sistem pengelolaan limbah yang efektif. Stockholm juga memiliki dua pusat pengelolaan air limbah yang
mampu memasok air bagi 1 juta penduduk.
Air limbah diproses dengan teknologi canggih guna memisahkan unsur nitrogen dan fosfor.Standar pengelolaan air
limbah ini melampaui Standar Pengelolaan Air Limbah Perkotaan yang ditetapkan oleh Uni Eropa.
Biogas yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan air limbah ditingkatkan kualitasnya untuk digunakan sebagai bahan
bakar bis umum, taksi dan kendaraan pribadi. Sementara panas yang dihasilkan dipakai untuk kebutuhan rumah
tangga. Semua kebijakan ini saling terkait dan mendukung Stockholm menjadi Ibu Kota Hijau Pertama di Eropa.dan ini
adalah salah satu contoh Negara yang mempunyai standarlisasi limbah di eropa. [14]
No. ( 14 )
http://www.hijauku.com/2011/11/16/stockholm-ibu-kota-hijau-pertama-di-eropa/
Referensi :
No. ( 1 )
http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1397/peluang_besar_industri_kopi_indonesia.html
http://www.aeki-aice.org/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=11&lang=in
No. ( 2 )
http://binaukm.com/2011/09/isu-dan-permasalahan-dalam-industri-kopi/
No. ( 3 )
http://www.antaranews.com/berita/1280437477/pabrik-pengolahan-kopi-cemari-lingkungan
No. ( 4 )
http://anekailmu.blogspot.com/2008/12/limbah-kopi-sebagai-bahan-baku.html
http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/
No. ( 5 )
http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html
No. ( 6 )
http://umum.kompasiana.com/2009/06/20/amdal-dan-pengelolaan-lingkungan-di-indonesia-7388.html
No.( 7 )
http://zulharno.wordpress.com/2011/11/23/88/
No. ( 8 )
http://www.sobatbumi.com/inspirasi/view/333/PEMANFAATAN-LIMBAH-CAIR-BUAH-KOPI-MENJADI-NATA-DE-COFFE
No. ( 9 )
http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum
http://recyclearea.wordpress.com/2010/05/10/pengolahan-limbah-kopi/
No. ( 10 )
Http://ww5.gtz.de/gate/techinfo/biogas/appldev/operation/utilizal.hlml.ld.
http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/
No. ( 11 )
http://himakesja.wordpress.com/2009/02/13/produksi-bersih-paradigma-baru-pengelolaan-pencemaran-lingkungan/
No. ( 12 )
http://usantoso.wordpress.com/2012/08/25/pengelolaan-limbah-kulit-kopi-menjadi-energi-alternatif-biogas/
http://triiboti.wordpress.com/2013/01/21/team-industri-kopi/
Keuntungan dari kopi instan antara lain kecepatandan kemudahan dalam persiapan
karena
kopi
instan
larut
langsung
dalam
air
panas,
mudah
dalam
pengiriman/pendistribusian karena kopi instan mempunyai bobot dan volume lebih
rendah dari biji kopi, dan memiliki shelf life lebih panjang meskipun kopi instan
juga dapat rusak jika tidak dijaga tetap kering.
1. SORTASI
Buah kopi yang sudah diproses menjadi biji kopi akan disortasi lagi menurut bobot
dan ukuran. Selama proses ini, terjadi proses pembersihan dari benda asing pada
biji kopi hijau sebelum mengalami proses produksi.
Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu [fisik, kimiawi,
kontaminasi dan kebersihan] harus diawasi sangat ketat karena menyangkut citarasa,
kesehatan konsumen, daya hasil [rendemen] dan efisiensi produksi. Dari aspek
citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi yang digunakan
telah diolah secara baik.
2. PENYIMPANAN
3. PENGGORENGAN/PEMANGGANGAN/PENYANGRAIAN/ROASTED
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini akan
mempengaruhi rasa minuman karena akan mengubah biji kopi secara fisik maupun
kimiawi. Berat biji kopi akan menurun karena hilangnya kelembapan dan peningkatan
volume.
Proses sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis.
Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari
ruang sangrai. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji
kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Proses ini dimulai saat suhu di
bagian dalam biji kopi mencapai sekitar 200 derarat Celcius. Selama roasted, juga
terjadi proses karamelisasi akibat panas yang memecah pati dalam biji, yang
mengubahnya menjadi gula sederhana, kemudian berubah warna menjadi cokelat. Sukrosa
dengan cepat akan hilang selama proses ini.
Pada proses ini juga, minyak-minyak aromatik dan asam-asam akan mengubah rasa. Pada
suhu 205 derajat Celcius, jenis-jenis minyak lain mulai muncul. Salah satunya
adalah caffeol yang menentukan aroma dan rasa kopi.
Kisaran suhu sangrai yang umum adalah antara 195 sampai 205oC. Waktu penyangraian
bervariasi mulai dari 7 sampai 30 menit tergantung pada suhu dan tingkat sangrai
yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai adalah sebagai berikut:
Suhu 190 195 oC untuk tingkat sangrai ringan [warna coklat muda],
Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium [warna coklat agak gelap]
Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap [warna coklat tua cenderung
agak hitam].
4. PENCAMPURAN
Untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, kopi bubuk bisa diperoleh dari
campuran berbagai jenis biji kopi atas dasar jenisnya [Arabika, Robusta, Exelsa
dll], jenis proses yang digunakan [proses kering, semi-basah, basah], dan asal
bahan baku [ketinggian, tanah dan agroklimat]. Untuk Skala home industri
pencampuran dilakukan dengan alat pencampur putar tipe hexagonal.
5. EKSTRAKSI
Ekstraksi menggunakan pelarut air. Prosesnya melalui dua tahap yaitu Perkolasi (
dingin) dan Ekstraksi ( panas). Alatnya seperti yang dibawah ini :
Perkolasi
Ekstraksi bubuk kopi dilakukan secara batch dalam kolom dengan sirkulasi pelarut
air perbandingan 1/3,5 pada suhu 80 oC selama 45 menit. Sisa bubuk hasil pelarutan
dikempa secara manual untuk mengekstrak komponen kopi yang masih tertinggal.
Kisaran rendemen ekstraksi antara 30 32 % [berat]. Sisa bubuk kopi merupakan
limbah untuk diolah menjadi biogas.
6. FILTRASI
Penyaringan dilakukan untuk memisahkan bagian tidak larut pada proses ekstraksi.
7. SENTRIFUGASI
Aroma kopi dipertahankan dengan cara reverse osmosis menggunakan membran filtasi.
Selain itu, proses ekstraksi dengan panas juga akan mempengaruhi aroma, untuk itu
pasca ekstraksi proses berikutnya adalah pendinginan ekstrak hingga suhu di bawah
nol derajat celcius.
8. EVAPORASI
9. PEMISAHAN
Dipisah sesuai dengan kebutuhan hasil akhir olahan kopi yang dibutuhkan yaitu:
a. Spray Dried
b. Aglomerasi
c. Ekstraksi Biasa
Prinsipnya adalah untuk menghilangkan air, dengan cara ekstrak dilewatkan dalam
sebuah kolom; temperatur tinggi dalam kolom tersebut akan menguapkan air hingga
didapatkan
bubuk
kopi.
Bubuk
kopi
dikumpulkan
pada
bagian
bawah
kolom.
Karbondioksida bertekanan tinggi disemburkan via nozzle dengan butiran halus kopi.
10. a. 2. Aglomerasi
Bubuk kopi spray dried direbus lagi untuk mendapatkan gumpalan antar partikel bubuk
yang lebih besar, fungsinya adalah untuk mendapatkan rasa yang lebih kaya dan aroma
yang lebih kuat.
10. a. 3 Ekstraksi
Kopi hasil ekstraksi awalan tidak mengalami proses lagi, dan langsung dikemas.
Sumber:
yupazq.blogspot.com
wikipedia.org
iccri.net
gambar dari berbagai sumber
Diposkan oleh The Cronicle of Merried Man di 02.31 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Coffee and The Handsome Band
Selama panen, setiap pohon harus dikunjungi untuk beberapa waktu, hal ini
merupakan metode yang membutuhkan biaya yang lumayan tinggi. Alternatif
lain adalah, para petani memprediksi/menentukan waktu panen, dan kemudian
memetik buah yang telah matang maupun yang belum matang dari pohonnya
secara serentak. Hal ini dilakukan dengan mendorongkan dahan-dahan tersebut
dengan menggunakan tangan sehingga buah-buahan jatuh ke dalam sebuah
keranjang atau pada kain terpal yang dibentangkan di bawah pohon. Metode
ini lebih efisien, namun menghasilkan kualitas yang lebih rendah secara
keseluruhan.
Buah kopi matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah kopi yang semula
hijau menjadi merah.
Sortasi buah kopi dilakukan dua tahap, yaitu cara kering dan basah. Sortasi
kering
disebut
juga
sebagai
pra-sortasi
dilakukan
di
kebun
atau
dipenerimaan hasil, yaitu pemisahan buah matang dari buah hijau dan
kotoran-kotoran yang mudah dilihat dengan mata seperti daun, kayu dll.
Sortasi basah dilakukan di pabrik dengan prinsip dasar beda berat jenis
antara buah superior dan inferior di dalam air.
Peralatan sortasi basah umumnya adalah siphon. Alat ini merupakan bak
penampung air dengan bentuk geometris lantai dasar kerucut. Campuran buah
masuk ke dalam siphon lewat kanal air. Buah kopi superior akan tenggelam,
sedang yang inferior akan mengapung. Kedua jenis mutu terpisah dan
dikeluarkan dari bak lewat saluran yang berbeda. Kotoran bukan kopi seperti
tanah, batu atau serpihan kayu keluar lewat kasa di dasar siphon.
Buah kopi superior hasil sortasi basah segera diproses di mesin pengupas.
Penundaan pengolahan dapat dilakukan dalam keadaan terendam air mengalir.
Penyimpanan
buah
di
tempat
terbuka
dan
kering
dapat
menyebabkan
fermentasi.
3.
Pengupasan
Kulit
Buah
Pengupasan adalah proses pelepasan kulit buah dari kulit tanduk, dan sangat
menentukan
mutu
fisik
dan
citarasa
seduhan
akhir.
Kualitas
pengupasan/pulping sangat menentukan proses pencucian lapisan lendir,
proses pengeringan dan hulling. Untuk kapasitas besar pengupasan dil6akukan
dengan alat yang digerakkan listrik atau motor sedangkan untuk kapasitas
kecil dapat dilakukan dengan alat yang digerakkan manual atau listrik.
Ada dua jenis mesin pengupas mekanis skala besar yaitu tipe silinder/drum
dan piringan/ disc. Tipe drum banyak digunakan, di perkebunan besar, sedang
yang tipe disk sudah tidak dioperasikan lagi. Prinsip kerja mesin pengupas
adalah pelecetan kulit buah kopi oleh silinder yang berputar (rotor) pada
permukaan pelat yang diam (stator). Profil permukaan stator dan rotor
dibuat bertonjolan (kasar).
Buah kopi dari tangki siphon diumpankan ke dalam mesin pengupas lewat
corong (feed hopper) dan jatuh di permukaan rotor. Gaya putaran silinder
mendesak buah kopi hingga terhimpit dan tergencet pada permukaan stator,
sehingga kulit buah terkelupas dari biji kopi, kemudian dipisahkan dengan
pisau ke saluran yang berbeda.
Kinerja mesin pengupas sangat tergantung pada keseragaman ukuran buah dan
celah (gap) antara rotor dan stator. Ukuran celah umumnya sudah diatur pada
nilai tertentu dan konstan. Buah kopi yang ukurannya terlalu besar akan
terkelupas sampai kulit tanduknya, sedang yang terlalu kecil akan lolos.
Untuk menghindari hal tersebut, maka mesin pengupas dilengkapi dengan
beberapa rotor dan stator (umumnya tiga pasang), yang disusun secara seri.
Ukuran celah diatur berurutan mulai dari paling besar sampai yang terkecil.
Dengan demikian, buah kopi yang lolos dari silinder pertama akan
terperangkap pada silinder kedua dan seterusnya. menyemprotkan sejumlah air
ke dalam celah pengupas. Air berfungsi untuk membantu mekanisme pengupasan,
dan pembersihan. Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan secara basah, yaitu
dengan awal lapisan lendir, mengurangi gaya geser silinder sehingga kulit
tanduk tidak pecah dan membantu pengangkutan ke mesin berikutnya. Mesin
pengupas silinder dengan putaran 120 - 200 rpm, berkapasitas 1,50 - 2 ton
buah kopi per jam membutuhkan air antara 7 - 9 m3 per jam.
Metode pemrosesan kopi di seluruh dunia telah berkembang dan setidaknya ada
tiga metode yang dikenal, yakni metode pemrosesan basah, kering, dan semi
kering.
a. Wet Process
Metode ini merupakan metode yang paling umum dipergunakan dalam pemrosesan
kopi, terutama untuk kopi premium. Buah kopi yang telah dipanen
dikumpulkan, kemudian diseleksi dengan meletakkannya di dalam air.
Keberadaan buah di dalam air menjadi penentu kualitas awalnya. Bila buah
mengapung di permukaan air, maka buah memiliki kualitas yang jelek.
Sebaliknya, bila buah tenggelam di dasar air, maka hal ini berarti buah
berkualitas baik.
Konsep dasar cara pengolahan basah adalah penghilangan lapisan lendir dari
buah kopi karena senyawa gula yang terkandung di dalam lendir mempunyai
sifat menyerap air dari lingkungan (higroskopis). Permukaan biji kopi
cenderung lembab sehingga menghalangi proses pengeringan. Senyawa gula
merupakan media tumbuh bakteri yang sangat baik sehingga dapat merusak mutu
biji kopi. Kotoran non-kopi mudah lengket pada lendir sehingga menghalangi
proses pengeringan dan menyebabkan kontaminasi.
Biji kopi HS diolah lanjut sebagai bahan minuman, sedangkan kulit buah
merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku kompos, pakan
ternak dan biogas.
Fermentasi basah
Fermentasi lanjutan dilakukan dengan mengisi bak fermentasi dengan air baru
(fresh water) sampai lebih kurang 2/3 volume biji kopi yang tertinggal.
Fermentasi diteruskan sampai sisa lapisan lendir terurai seluruhnya. Waktu
fermentasi umumnya adalah antara 1 - 3 hari tergantung pada keadaan iklim,
ketinggian tempat dan jenis kopi. Biji kopi hasil fermentasi dikeluarkan
dari bak lewat kanal yang terletak di bagian atas dasar bak.
Fermentasi kering
Reaksi fermentasi bermula dari bagian atas tumpukan karena cukup oksigen.
Lapisan lendir akan terkelupas dan senyawa-senyawa hasil reaksi bergerak
turun ke dasar bak dan ferakumulasi di bagian dasar bak. Hal ini akan
menghambat reaksi fermentasi biji kopi yang terletak di bagian bawah.
Pembalikan biji kopi perlu dilakukan minimal satu kali dalam sehari agar
fermentasi merata.
Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu dan kelembaban
lingkungan, serta ketebalan tumpukan biji kopi. Tingkat kesempurnaan
fermentasi diukur dari kenampakan atau kelengketan lapisan lendir pada
permukaan kulit tanduk. Jika lendir tidak lengket, maka fermentasi dianggap
sudah selesai. Waktu fermentasi biji kopi arabika pada ketinggian menengah
umumnya adalah 36 jam, sedangkan waktu fermentasi kopi robusta umumnya
lebih singkat. Biji kopi dicuci setelah fermentasi, dengan cara pengaliran
air ke dalam bak dan katup pengeluaran di dasar bak dibuka. Pencucian
diulang beberapa kali sampai biji kopi bersih. Biji kopi yang sudah bersih
sebaiknya segera dikeringkan. Jika tidak, maka biji kopi tersebut harus
direndam lagi maksimum 24 jam, kemudian harus segera dikeringkan.
Salah satu kelemahan proses fermentasi adalah memerlukan waktu lama untuk
peruraian lapisan lendir. Secara teknis, penghilangan lapisan lendir dapat
dilakukan secara mekanis, umumnya dengan alat yang disebut Raung Washer.
Nat ini ash rancangan In donesia, yang berfungsi selain sebagai pencuci
juga sebagai pengupas. Komponen penting alat ini adalah silinder horisontal
sebagai rotor dan penutup dengan engsel sebagai stator. Permukaan rotor
beralur dan terdapat kanal yang menonjol, sedang stator mempunyai alur
terbuka (slot). Rotor mempunyai putaran antara 400 - 500 rpm. Pengerak
mesin berkapasitas 1,50 - 2 ton buah kopi per jam adalah motor listrik 10 15 PK. Kebutuhan air sekitar 9m3 per jam. Buah kopi dimasukkan ke dalam
mesin bersama media air ke dalam corong yang terletak di ujung penutup.
Kulit buah akan terkelupas oleh gesekan dinding rotor dan terdorong ke
ujung yang berhubungan dengan lubang pengeluaran. Selama bergerak dari
ujung masuk ke ujung keluar, buah mengalami gaya gencet untuk membuka
kulit, dan gaya gesek dari rotor dan stator untuk membersihkan lapisan
lendir. Kulit buah akan terpisah dan keluar lewat celah di bagian dasar
silinder. Di beberapa kebun, pencuci Raung ini dipasang seri sesudah mesin
pengupas VIS. Masing-masing berfungsi sebagai pengupas dan pencuci.
Dua cara yang ditempuh untuk tujuan tersebut adalah dengan fermentasi
mikroba dan dengan mesin. Proses fermentasi melibatkan mikroba yang
mensekresi enzim selulase dan dapat mendegradasi selulosa yang terkandung
dalam selaput biji. Dengan pemrosesan yang dibantu oleh mesin, fermentasi
tidak dipergunakan, tetapi pengelupasan selaput biji dilakukan oleh mesin.
Setelah selaput dihilangkan, yang tersisa adalah biji yang dikelilingi 2
lapisan tambahan, kulit perak dan parchment.
Metode pemrosesan kering merupakan metode paling tua dalam sejarah manusia
untuk memproses kopi. Prosedur yang dilakukan cukup sederhana. Buah kopi
yang telah dipetik dibentangkan pada tikar khusus dan biarkan untuk
terjemur sinar matahari selama dua hingga tiga minggu. Setelah itu, selaput
dan parchment dihilangkan dari biji kopi.
Metode lain yang dianggap sebagai hasil teknologi silang antara dua metode
lainnya adalah metode pemrosesan kopi semi kering. Daerah-daerah yang
mempergunakan metode ini antara lain Brazil, Sumatera, dan Sulawesi. Buah
kopi dialirkan melewati kawat kasa untuk menghilangkan kulit dan sebagian
selaput seperti yang terdapat dalam metod pemrosesan basah, tetapi hasilnya
tidak melalui fermentasi atau pengelupasan lebih lanjut, tetapi hanya
dikeringkan langsung di bawah sinar matahari
Cara pengolahan kopi secara basah dapat menghasilkan mutu fisik kopi yang
baik, namun banyak mengandung resiko kerusakan citarasa utamanya cacat
citarasa fermented/stink. Pada awal sejarahnya seluruh buah kopi diolah
dengan cara kering. Namun pada perkembangan selanjutnya, jumlah produksi
kopi semakin besar dan kondisi cuaca tidak layak untuk melakukan
penjemuran, maka dirancanglah cara pengolahan-basah. Pada saat ini,
pengolahan kopi cara basah terkesan lebih baik daripada pengolahan cara
kering, karena pengolahan basah dapat dilakukan hanya pada biji kopi yang
telah masak berwarna merah penuh, sedangkan pengolahan kering dapat
dilakukan pada sembarang mutu buah kopi.
a. Kanal pencuci
b. Mesin pencuci
Ada dua tipe mesin pencuci, yaitu tipe vertikal dan horizontal. Mesin
pencuci tipe vertikal mempunyai rotor berbentuk pisau yang di pasang pada
poros dan stator berupa silinder sebagai penutup rotor, Mesin pencuci tipe
horizontal mempunyai rotor berbentuk ulir dan stator sama dengan mesin
vertikal.
Pencucian
disertai
permukaan
terlepas.
Pencucian
Pompa padatan berfungsi untuk memindahkan atau mengangkut biji kopi hasil
pencucian lewat pipa ke unit pengeringan. Pompa padatan umumnya dari tipe
sentrifugal dan digerakkan dengan motor listrik. Selain sebagai alat angkut
padatan, pompa padatan berfungsi pula sebagai pembersih lendir yang masih
tersisa di permukaan kulit tanduk. Pompa ini dipasang setelah mesin
pencuci. Beberapa kebun meniadakan proses fermentasi karena biji kopi hasil
pencuci. Raung dilewatkan pompa padatan, sehingga lapisan lendir sudah
sangat bersih.
5. Pengeringan
Pengeringan biji kopi relatif lebih mudah dan lebih cepat daripada
pengeringan buah kopi, karena jumlah air yang harus diuapkan lebih sedikit,
dan biji kopi hanya dilapisi oleh kulit tanduk saja, sehingga hambatan
proses penguapan lebih kecil. Dengan demikian, sarana pengeringan untuk
buah kopi secara teknis dapat dimanfaatkan untuk pengeringan biji kopi.
Pengeringan sangat menentukan mutu fisik dan citarasa seduhan akhir kopi.
Kadar air biji kopi setelah pencucian dan penuritasan (dripping) berkisar
antara 50 - 55 %. Untuk memenuhi syarat standar perdagangan, kadar air
tersebut harus diturunkan sampai 12 - 13%. Nilai ini merupakan kadar air
keseimbangan biji kopi beras di lingkungan ruang simpan di daerah tropis.
Penurunan kandungan air dari biji kopi umumnya dilakukan dengan cara
pemanasan. Seperti pada proses pengolahan kering, sumber panas dapat
diperoleh dari .
a. Penjemuran
Penjemuran merupakan cara pengeringan terbaik untuk citarasa terbaik,
selama cuaca memungkinkan dan fasilitas mencukupi. Penjemuran dapat
dilakukan dalam dua cara, yaitu di lantai jemur dari semen atau dengan meja
pengering. Permukaan semen mempunyai sifat menyerap dan menyimpan energi
matahari yang jatuh dipermukaanya. Kemampuan tersebut semakin meningkat
jika lantai semen dicat dengan warna gelap (hitam).
Pada pengeringan hari pertama, biji kopi dihamparkan di atas lantai semen
dengan ketebalan antara 2 - 5 cm. Mekanisme pengeringan akan dimulai dari
kulit tanduk dan diakhiri di dalam biji (kernel). Jika pembalikan dilakukan
secara intensif sekali setiap - 1 jam, pada ketebalan tersebut maka kulit
tanduk dapat kering dalam satu hari. Pada hari kedua, tebal lapisan biji
dapat ditingkatkan tanpa ada resiko pertumbuhan jamur.
Jika penjemuran melebihi 2 rninggu, maka citarasa dan aroma biji kopi akan
turun.
- Pengering non-mekanis
Pengering tipe ini di kalangan praktisi populer disebut VlS Dryer. Model
pengering ini relatif tua dan tidak efisien dari aspek efisiensi panas,
kemudahan pengoperasian, tenaga kerja dan mutu hasil. Mekanisme pemanasan
udara pengering berlangsung secara alamiah alas dasar beda suhu. Bangunan
pengering mirip dengan gedung berlantai dua. Lantai pertama untuk instalasi
tungku dan pipa-pipa pemindah panas, sedang lantai kedua untuk ruang
pengering yang dibuat dari pelat besi berlubang (perforated plate). Bahan
bakar yang dipakai adalah kayu.
- Pengering mekanis
Pengering Mason/Guardiola berbentuk silinder ko-aksial. Dinding masingmasing silinder dibuat dari pelat besi yang berlubang-lubang. Biji kopi
dimasukkan pada ruangan di antara silider dalam dan silinder luar. Udara
panas dihembuskan lewat dinding silider dalam dan menembus biji kopi. Uap
air yang terbentuk bersama udara panas keluar dari dinding silinder sebelah
luar. Selama pengeringan, silinder diputar pada kecepatan 4 - 6 rpm.
Pengering ini dapat juga digunakan untuk buah kopi seyar.
kopi kering
antara 2 kipas dan
pengeringan
kering.
Pengering ADS dilengkapi tungku dengan bahan bakar minyak dan burner.
Pengering ADS yang sudah operasional umumnya tidak dilengkapi dengan pipa
pemindah panas. Pengaturan pembakaran miyak di dalam burner harus tepat
karena gas hasil pembakaran langsung dimanfaatkan sebagai udara pengering.
Kapasitas pengering ADS sekitar 8 - 10 ton biji kopi kering. Konsumsi
minyak bakar 0,17 - 0,20 liter per kg biji kopi kering. Pengering
digerakkan dengan motor listrik 17 - 20 PK. Waktu pengeringan antara 15 20 jam dengan mekanisme pengoperasian seperti pada pengering Mason.
paksa mampu meningkatkan efisiensi konversi radiasi matahari sebesar 40 50 % dari yang semula hanya 10 - 15 % pada cara penjemuran. Waktu
pengeringan biji kopi HS atau buah kopi menjadi lebih singkat, yaitu
masing-masing antara 4 -5 hari dan 7 - 8 hari.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao sejak empat tahun terakhir ini secara
intensif sudah mengembangkan sebuah model unit pengering kopi mekanis skala
9 - 10 ton biji kopi HS basahl batch (50 jam). Model berbentuk gedung yang
atapnya difungsikan sebagai kolektor tenaga matahari. Luas atap adalah 144
m'. Ruang pengering menggunakan tipe palung (flat bec~ multi plenum yang
masing-masing dilengkapi dengan kipas aksial hemat energi listrik. Untuk
menghindari
ketergantungan
operasional
pada
cuaca,
model
tersebut
dilengkapi dengan sumber panas tambahan dari pembakaran kayu di dalam
sebuah tungku mekanis tipe julur api arah bawah (down draft'combustion).
Tungku dilengkapi dengan pipa pemindah panas untuk menghindari kontaminasi
asap ke dalam biji kopi. Operasi pembakaran diatur secara terkendali dengan
jumlah udara pembakaran yang masuk tungku dari sebuah kipas sentrifugal.
Laju aliran udara pembakaran optimum adalah 100 ml/jam untuk menghasilkan
suhu asap 800 C dan suhu udara pengering maksimum 80 C. Keluaran panas
pembakaran berkisar anatara 50 - 100 kW. Konsumsi kayu bakar per ton biji
kopi HS kering antara 2 - 3 m'. Kombinasi kedua sumber panas tersebut
secara serial maupun paralel mampu menghasilkan udara panas antara suhu 70
- 90 oC, dan mempersingkat waktu pengeringan biji kopi menjadi hanya 40 50 jam. Pengering dengan sumber energi ganda seperti ini, kolektor tenaga
matahari dan tungku mekanis, lebih ekonomis dari aspek konsumsi energi,
bersih dan berwawasan lingkungan.
6.
Pengupasan
kulit
buah
kering
kulit
tanduk
kering
(Hulling)
Kulit tanduk [HS] dikupas secara mekanis sampai dihasilkan biji kopi beras.
Kulit tanduk merupakan limbah dan dapat digunakan sebagai bahan baku kompos
dan pakan ternak.
Pengupasan ditujukan untuk membebaskan biji kopi dari kulit tanduk kering.
Biji kopi hasil pengeringan dianginkan (tempering) selama 24 jam agar
suhunya turun dan tidak rusak pada saat pengupasan. Pengupasan biji kopi
relatif lebih mudah daripada pengupasan buah kopi kering. Oleh karena itu,
mesin pengupas buah kopi kering umumnya dapat digunakan juga untuk pengupas
biji kopi berkulit tanduk.
Mekanisme dasar pengupasan kulit buah kopi, kulit buah kering dan kulit
tanduk adalah sama, yaitu gesekan dan tekanan antara rotor dan stator.
Namun demikian, bentuk geometris dan bahan pembuat rotor dan stator
pengupas buah basah sangat berlainan dari buah kering, karena sifat fisik
keduanya sangat berbeda, terutama kandungan air, kekerasan, ketebalan dan
kerapatannya. Mesin pengupas kulit dilengkapi dengan ayakan di dasar
silinder dan kipas sentrifugal untuk menghisap kulit kopi dan kulit ari.
Dengan sistem tersebutbiji kopi terpisah dengan kulit tanduk dan kulit
arinya.
Biji kopi beras disortasi secara mekanik untuk memisahkan biji ukuran besar
[ukuran > 6,5 mm], ukuran medium [5,5 mm<d<6,5mm] dan ukuran kecil [< 5,5
mm]. Biji pecah dan biji kecil terpisah di rak paling bawah.
Sortasi bertujuan untuk mengelompokkan biji kopi sesuai dengan ukuran dan
mutu fisiknya. Tahap ini sangat menentukan jenis dan keseragaman mutu fisik
dan citarasa seduhan kopi. Sejumlah besar biji kopi mutu baik dapat rusak
citarasa seduhannya oleh tercampurnya sedikit saja biji kopi mutu rendah.
Hasil
ayakan
Sortasi berdasarkan mutu fisik umumnya dibagi menjadi dua tahap, yaitu
sortasi berdasarkan warna dan sortasi berdasarkan cacat lainnya. Sortasi
berdasarkan warna biasanya dilakukan dengan mesin pembeda warna (Sortex).
Mesin ini mampu memisahkan biji kopi berdasarkan daya pantul permukaan biji
terhadap sinar yang dipancarkan mesin saat biji melewati detektor. Biji
kopi dipisahkan menjadi dua bagian yaitu biji bermutu "baik"dan "tidak
baik". Hasil sortasi dengan mesin tersebut biasanya belum memenuhi
keinginan konsumen dan belum tentu sesuai dengan standar mutu yang berlaku.
Oleh sebab itu sebagian besar perkebun masih melakukan sortasi berikutnya
secara manual.
8. Pengemasan
Biji kopi beras atas dasar ukurannya dikemas dalam karung goni [@ 60 - 90
kg] berlabel produksi dan disimpan dalam gudang yang bersih dan
berventilasi cukup. Tumpukan karung-karung disangga di atas palet kayu dan
tidak menempel di dinding gudang.
Tujuan pengemasan biji kopi antara lain untuk mempertahankan mutu fisik dan
citarasa, mengamankan dan serangan hama dan penyakit, memperindah
kenampakan, mempermudah penanganan, pengangkutan, penghitungan jumlah, dan
Untuk memenuhi tujuan dari pengemasan maka disarankan agar pengemasan kopi
memenuhi beberapa kriteria, antara lain :
Kopi yang dikemas harus cukup kering, sehingga tidak rusak sewaktu
disimpan atau dikirim.
Pengemas harus terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan manusia.
Pengemas harus cukup kuat, rapat, serta tidak mudah robek, bocor,
berlobang atau pecah.
Pengemas
jumlahnya.
harus
seragam
ukurannya,
agar
mudah
untuk
memperkirakan
Kopi yang disimpan harus cukup kering, bebas hama gudang, bermutu
baik dan seragam, agar tidak rusak selama penyimpanan.
Gudang harus terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan manusia,
cukup besar dan berventilasi memadai.
Gudang harus cukup kuat dan tidak bocor. 0 Gudang harus nampak bersih
dan menarik.
Kapasitas
masuknya bahan.
gudang
harus
memadai
dan
memudahkan
lalulintas
keluar
Gudang harus bebas dan kontaminasi hama (tikus, serangga dll.) dan
penyakit.
10. Pengangkutan
Tujuan pengangkutan biji kopi, antara lain untuk memindahkan biji kopi dan
suatu tempat ke tempat lainnya. Oleh sebab itu kondisi pengangkutan harus
dapat mempertahankan mutu, mengamankan dari pemalsuan, pencurian, serangan
hama dan penyakit, mempermudah penanganan, penghitungan jumlah, dan
identifikasi. Pengangkutan merupakan tahap yang cukup kritis dan harus
mendapatkan perhatian cukup baik.
Kopi yang diangkut harus cukup kering, bebas fiama gudang, bermutu
baik dan seragam, agar tidak rusak selama pengangkutan.
Alat
angkut
harus
bebas
dari
bahan-bahan
lain
yang
dapat
mengkontaminasi mutu fisik atau mutu seduhan kopi, terutama bahan-bahan
yang berbau tajam, mudah menguap dan terlebih bahan beracun.
yang
aman
bagi
kesehatan
Alat angkut harus cukup kuat, dan terdapat penutup yang tidak bocor.
harus
mudah
dikenali
dengan
Alat angkut harus bebas dari kontaminasi hama dan penyakit gudang.
biji-kopi.com
kopiaseli.net
gambar dari berbagai sumber