Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH BAHAN PAKAN ALTERNATIF

“Potensi dan Pemanfaatan Limbah Sawit Sebagai Bahan Pakan Alternatif


untuk Ternak”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

VERINA FITRIANI 200110170072


AFIFA NURAININGSIH 200110170099
NAUFAL VIDI ERLANGGA 200110170109
FARADINA SERIDA PUTRI 200110170263
DITY ASA PRIYASTOMO 200110170289

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang

alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Potensi Pemanfaatan Limbah Sawit

Sebagai Bahan Pakan Alternatif Untuk Ternak”. Tidak lupa penyusun mengucapkan

terimakasih kepada Ir. Budi Ayuningsih, M Si. selaku dosen mata kuliah Bahan Pakan

Alternatif Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membimbing kami

dalam mata kuliah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Sumedang, September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................................. iv

DAFTAR ILUSTRASI ..................................................................... v

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Manfaat Bahan Pakan Alternatif ................................................. 2

II. PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Limbah Sawit .............................................................. 3

2.2 Potensi Pakan Limbah Sawit....................................................... 4

2.3 Upaya Perbaikan Mutu Pakan ..................................................... 7

2.4 Pemanfaatan Limbah Sawit Sebagai Pakan ................................ 8

2.5 Respon Ternak Terhadap Pakan Limbah Sawit .......................... 10

III. KESIMPULAN ................................................................................. 15

IV. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 16

V. LAMPIRAN ...................................................................................... 19

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Komposisi limbah yang dihasilkan pada pengolahan minyak 6


sawit (CPO) disalah satu pabrik di Kabupaten Kotawaringin
Barat, Kalimantan Tengah...................................................... 6

iv
DAFTAR ILUSTRASI

Nomor Halaman
1 Gambar Pohon Pemanfaatan Industri Limbah Kelapa
Sawit............................................................................ 4

2 Gambar Limbah Pelepah Sawit................................... 12

3 Gambar Percobaan Limbah Sawit Fermentasi pada


Ternak Sapi................................................................ . 12

4 Gambar Teknologi Pakan Komplit Berbasis Limbah


Perkebunan Sawit........................................................ 14

v
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu penyebab kegagalan tercapainya program swasembada daging sapi
nasional adalah adanya ketergantungan akan komponen impor bahan pakan penyusun
ransum yang semakin mahal dan ketersediaan jumlah pakan lokal yang terbatas serta
tidak berkelanjutan, yang menyebabkan keterpurukan industri peternakan dewasa ini.
Ternak sapi merupakan pemasok daging nasional tertinggi (50,6% pada tahun 1978)
berangsur-angsur turun sumbangannya menjadi 18% pada akhir tahun 2003 (Wayan,
2013). Problem utama rendahnya produktivitas sapi potong adalah sulitnya menyediakan
pakan yang berkesinambungan baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa
tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan
panen kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat,
cair, gas. Limbah cair industri kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan
(sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair industri
minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi, sehingga
kadar bahan pencemaran akan semakin tinggi (Kurniaty, Elly 2008).
Menurut Dirjen Perkebunan (2012), luas areal perkebunan kelapa sawit di
Kalimantan Selatan mencapai 424.754 Ha, dengan tingkat produksi 14.898 ton/tahun.
Potensi limbah pelepah dan daun sawit mencapai 40-50 pelepah/pohon/tahun (Hassandan
Ishida, 1992). Kandungan zatzat nutrisi pelepah dan daun sawit adalah bahan kering
48,78%, protein kasar 5,3%, hemiselulosa 21,1%, selulosa 27,9%, serat kasar 31,09%,
abu 4,48%, BETN 51,87%, lignin 16,9% dan silika 0,6% (Imsya, 2007). Hambatan
pemanfaatan pelepah sebagai pakan ternak adalah rendahnya protein kasar berkisar
2,11% dan tingginya kandungan serat kasar mencapai 46,75% (Murni dkk., 2008).
Efryantoni (2012), menyatakan tingkat kecernaan bahan kering pelepah sawit hanya
mencapai 45%. Untuk mengatasi kelemahan penggunaan pelepah dan daun sawit sebagai
pakan ternak dilakukan pengolahan melalui teknologi pakan, salah satunya dengan
fermentasi .
2

Selain melalui pengolahan, limbah yang dihasilkan dari kebun maupun industri
pengolahan kelapa sawit bermanfaat sebagai pakan ternak terutama ruminansia dan
unggas. Limbah sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak yaitu berupa
pelepah dan daun, serta bungkil inti sawit.

1.2 Manfaat Bahan Pakan Alternatif dalam Pemenuhan Nutrien pada Ternak
Ruminansia
Ternak ruminansia seperti sapi mampu mengonsumsi pakan berserat tinggi seperti
hijauan dan konsentrat dalam jumlah yang banyak, dimana bahan pakan tersebut dapat
disediakan oleh industri kelapa sawit. Pengembangan peternakan khususnya ruminansia
pada kawasan perkebunan kelapa sawit dapat memanfaatkan sumber pakan berupa
limbah kelapa sawit, antara lain minyak sawit kasar, bungkil inti sawit, serat sabut buah
sawit, dan lumpur sawit. Mathius (2008) menyatakan bahwa dengan inovasi teknologi
yang ada, pemanfaatan limbah dan produk samping industri kelapa sawit dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi potong hingga 72%. Namun
penggunaan limbah perkebunan ini memerlukan perlakuan khusus agar dapat dikonsumsi
ternak dengan maksimal. Peningkatkan kecernaan struktural karbohidrat dapat dilakukan
dengan perlakuan kimiawi (amoniasi), fisik, dan biologis (fermentasi). Contohnya sabut
sawit dapat ditingkatkan pemanfaatannya dengan amoniasi sedangkan lumpur sawit dapat
ditingkatkan penggunaannya dan nilai gizinya dengan fermentasi memakai yeast (ragi)
atau kapang. Amoniasi pakan berserat tinggi dengan urea berhasil meningkatkan kadar N
dan fermentabilitas pakan (Sutardi, 1993; Erika Budiarti, 1998). Pemanfaatan bahan
pakan alternatif untuk ternak diharapkan dapat membantu mengatasi masalah
ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau, serta meningkatkan produktivitas
ternak.
3

II

PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Limbah Sawit


Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil minyak nabati
berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan di Indonesia
terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Selain menghasilkan
Crude Palm Oil (CPO), dalam proses pengolahan kelapa sawit selain menghasilkan CPO
juga menghasilkan limbah sangat banyak. Menurut pendapat Mandiri (2012), untuk 1 ton
kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (Shell) sebanyak 6,5% atau 65 kg,
wet decanter solid (lumpur sawit) 4 % atau 40 kg, serabut (Fiber) 13% atau 130 kg serta
limbah cair sebanyak 50%. Dari ke empat limbah padat tersebut limbah tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) dapat dihasilkan jumlahnya cukup besar yaitu sekitar 126.317,54
ton/tahun, hal ini menurut data penelitian yang dilakukan oleh Mandiri (2012), namun
pemanfaatannya masih terbatas, sementara ini hanya dibakar dan sebagian dihamparkan
pada lahan kosong sebagai mulsa/pupuk, di kawasan sekitar pabrik.
Dari penelitian pemanfaatan limbah, diketahui tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) memiliki potensi besar untuk dijadikan bahan bakar nabati (BBN). TKKS bisa
diolah menjadi bioetanol dan bahan bakar pembangkit listrik tenaga biomasa (PLT
Biomassa). Hasil uji laboratorium yang telah diuji di Lab. Kimia ITB (2010)
menunjukkan bahwa limbah TKKS di Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi
Papua memiliki jumlah kalor sebesar 4.492,7436 kalori/g (4.492,7436 Kkal/kg) atau
18.719,4656 joule/g serta mengandung pati 11,550 % bb dan mengandung selullosa
41,392 % bb, sangat cocok untuk dijadikan menjadi dua jenis bahan bakar tersebut.
Bahkan TKKS hasil perhitungan akan dapat membangkitkan listrik sebesat 7,33 MW.
Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah
cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan
(sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair
industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial
mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit
dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang
4

berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses
pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung,
serabut atau serat,sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak
tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial
menghasilkan air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair
berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. Jenis limbah kelapa
sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari tandan kosong,
pelepah, cangkang dan lain-lain. Sedangkan limbah cair terjadi pada in house keeping.
Limbah padat dan limbah cair pada generasi berikutnya terdapat pada Gambar 1. Berikut;

Gambar 1. Pohon Pemanfaatan Industri Limbah Kelapa Sawit

Sumber: Departemen Pertanian, 2006

2.2 Potensi Limbah Kelapa Sawit


Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak,
seperti bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong, dan solid (Aritonang
1986; Pasaribu dkk. 1998; Utomo dkk. 1999). Bungkil inti sawit mempunyai nilai nutrisi
yang lebih tinggi dibanding limbah lainnya dengan kandungan protein kasar 15% dan
energi kasar 4.230 kkal/kg (Ketaren, 1986) sehingga dapat berperan sebagai pakan
penguat (konsentrat). Kandungan nutrisi bungkil inti sawit bedasarkan bahan kering
5

adalah BK 91,83%, PK 16,30%, SK 36,68%, LK 6,49%, BETN 28,19%, abu 4,14%,


kalsium 0,56%, fosfor 0,84%, energi kasar 5178kal/g (Elisabeth dan Ginting, 2003).
Kandungan SK bungkil inti sawit cukup tinggi, sehingga nilai kecernaanya lebih rendah
dari pada bungkil kelapa. Bungkil inti sawit mempunyai kandungan protein tinggi dan
memiliki laju degradasi protein dalam rumen 1,90 % per jam, sehingga laju degradasi
protein ini harus diminimalisir agar sebagian protein lolos dari fermentasi di dalam rumen
(Purwati, 2010). Namun, bungkil inti sawit di Kalimantan Tengah merupakan komoditas
ekspor yang harganya relatif mahal sehingga bukan merupakan limbah, dan akan menjadi
bahan pakan yang mahal bila diberikan pada ternak.
Pelepah sawit merupakan salah satu limbah perkebunan sawit yang tidak terpakai
dan sangat potensial sebagai pakan ternak. Pelepah sawit berpotensi dalam penyediaan
pakan ruminansia terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan pelepah sawit sebagai
pakan ternak dapat diberikan secara langsung maupun dalam bentuk setelah diolah
(Fariani dkk., 2013). Pelepah sawit memiliki kandungan bahan kering (BK) setara dengan
rumput alam yang tumbuh dipadang penggembalaan. Kandungan nutrisi pelepah sawit
adalah BK 48,78%, PK 5,3%, hemiselulosa 21,1%, selulosa 27,9%, SK 31,09%, abu
4,48%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 51,87%, lignin 16,9% dan silika 0,6%
(Ardiansyah, 2014).
Daun sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit yang cukup banyak
terutama di Indonesia khususnya Sumatara Utara dan Riau. Dari satu hektar lahan
diperkirakan dapat dihasilkan 6400 – 7500 daun sawit per tahun. Daun kelapa sawit
mengandung serat, N, dan bahan organik dalam jumlah yang cukup untuk mendukung
pemeliharaan sapi, kandungan nutrisi daun sawit bedasarkan BK adalah BK 45,2%, PK
11,2%, neutral detergent fiber (NDF) 63,1%, acid detergent fiber (ADF) 46,1, lemak
kasar (LK) 3,2%, lignin 13,8%, (Batubara, 2003). Hanafi (2004) menyatakan bahwa
kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa mempengaruhi kecernaan pakan karena
kandungan liginin dan kecernaan bahan kering berhubungan sangat erat terutama pada
rumput-rumputan. Semakin tinggi lignin dalam suatu pakan maka semakin rendah
kecernaan.
Serat perasan sawit merupakan limbah yang diperoleh dari buah dalam proses
pemerasan. Limbah ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dan abunya digunakan
sebagai pupuk karena kaya unsur K. Serat perasan sawit baik diberikan kepada
6

ruminansia, karena kandungan serat kasarnya (Muslim dkk., 2013). Tingkat penggunaan
serat perasan sawit dalam pakan sapi dan kerbau adalah 10- 20%, sedangkan untuk domba
dan kambing 10-15%. Kandungan nutrisi serat perasan sawit adalah BK 91,2%, PK 5,4%,
SK 41,2%, LK 3,5%, abu 5,3%, NDF 84,5%, ADF 69,3% (Batubara, 2003).
Lumpur sawit atau solid merupakan hasil ikutan pengolahan minyak sawit yang
mengandung air cukup tinggi. Lumpur sawit dihasilkan melalui proses pemerasan buah
kelapa sawit untuk menghasilkan minyak sawit kasar atau CPO. Kelemahan solid untuk
pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini karena solid masih mengandung 1,50%
CPO sehingga akan mudah menjadi tengik bila dibiarkan di tempat terbuka serta mudah
ditumbuhi kapang yang berwarna keputihan. Namun dari hasil pemeriksaan di
laboratorium, kapang tersebut tidak bersifat patogen. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan bahwa solid berpotensi sebagai sumber nutrisi baru untuk ternak dengan
kandungan bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar
7,12%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g (Utomo dkk., 1999).
Pada uji preferensi terhadap 25 ekor sapi Madura, solid pada akhirnya sangat disukai,
namun perlu waktu adaptasi 4−5 hari.

Tabel 1 Komposisi limbah yang dihasilkan pada pengolahan minyak sawit (CPO)
disalah satu pabrik di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Komposisi limbah yang dihasilkan pada pengolahan minyak sawit (CPO) di salah satu pabrik di
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Kisaran
produksi
Diskripsi

(%) (t/hari)
Tandan buah segar 100 600 − 700
Crude palm oil 23 138 − 161
Limbah cair 8,50 51 − 59,50
Limbah padat
Tandan buah kosong 16 96 − 112
Serat perasan buah 26 156 − 182
Bungkil inti sawit 4 24 − 28
Cangkang 6 36 − 42
Solid 3 18 − 21
Limbah lain 13,50 81 − 94,40
Sumber: Utomo (2001).
7

2.3 Pengolahan Limbah Sawit


Dilihat dari ketersediannya yang dapat terus diperbaharui, pelepah kelapa sawit
dapat dijadikan sebagai pakan alternatif bagi ternak ruminansia sebagai pengganti rumput
yang memungkinkan digunakan sebagai pakan. Menurut Suryani (2016) kandungan gizi
pelepah kelapa sawit terdiri dari bahan kering 97,39%, abu 3,96%, protein kasar 2,23%,
serat kasar 47,00%, lemak kasar 3,04%, Neutral Detergent Fibre (NDF) 76,09%, Acid
Detergent Fibre (ADF) 57,56%, hemiselulosa 18,51%, lignin 14,23% dan selulosa
43,00%. Pemanfaaatan pelepah kelapa sawit sebagai pakan masih sangat terbatas karena
tingginya kandungan lignin dan tingkat kecernaan bahan kering pelepah kelapa sawit
hanya mencapai 45% (Efryantoni, 2012). Kandungan lignin pelepah kelapa sawit
mencapai 20% dari biomassa kering, sehingga merupakan pembatas utama dalam
penggunaan pelepah kelapa sawit sebagai pakan ternak (Rahman dkk., 2011).
Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan
asal limbah, karena keterlibatan mikroorganisme dalam mendegradasi serat kasar,
mengurangi kadar lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga nilai kecernaan pakan asal
limbah dapat meningkat. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979) menyatakan bahwa pada
proses fermentasi akan terjadi perubahan molekul komplek atau senyawa organik seperti
protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah
dicerna. Pada proses degradasi bahan organic pelepah kelapa sawit menjadi senyawa
sederhana dibutuhkan bakteri perombak, salah satu jenis inokulum bakteri untuk proses
fermentasi yaitu bakteri yang berada pada rumen sapi. Rumen adalah bagian yang
mempunyai volume sekitar 70–75% dari total saluran pencernaan yang didalamnya
terdapat berbagai macam bakteri yang menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi
serat sehingga kandungan gizi pakan menjadi meningkat. Oleh karena itu kecernaan
pakan serat ini sangat tergantung pada populasi mikroba rumen terutama bakteri
selulolitik (pencerna serat). Maka semakin banyak mikrobia yang terdapat dalam rumen
maka jumlah pakan tercerna akan semakin tinggi juga (Harjanto, 2005).
Mikroorganisme Efektif (EM4) dapat meningkatkan kualitas gizi ransum
konsentrat berbasis lumpur sawit dan beberapa bahan pakan lokal yaitu kandungan bahan
kering, bahan organik, lemak kasar dan BETN (Zega dkk, 2017). Hasil studi Kurts dan
Panjaitan (2002) menyimpulkan bahwa petani mengakui jerami padi yang di silase atau
8

difermentasi merupakan persediaan pakan yang paling cocok untuk mengatasi


kekurangan pakan di musim kemarau.
Proses fermentasi menggunakan EM4 memiliki mikroorganisme yang afektif
untuk pencernaan ternak. Menurut pendapat Suprihatin (2010) untuk meningkatkan
kandungan nutrisi limbah organik yaitu dengan melakukan proses fermentasi. Fermentasi
merupakan suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Menurut Muahyyidul Haq dkk (2018), fermentasi pelepah kelapa sawit
menggunakan bioaktivator rumen sapi dapat meningkatkan kadar air 1,74%, kadar abu
sebesar 0,09% dan serat kasar sebesar 8,21%. Pembuatan pakan dengan penambahan
activator EM4 dapat meningkatkan kandungan nutrisi yaitu serat kasar 14,57%, lemak
kasar 0,87%, kadar abu 1,32%, dan kadar air 2,71%.

2.4 Pemanfaatan Limbah Sawit Sebagai Pakan


Keberhasilan pengembangan peternakan sangat ditentukan oleh penyediaan
pakan ternak (Djaenudin dkk., 1996). Upaya peningkatan produksi ternak tidak cukup
hanya dengan memberikan rumput saja, tetapi perlu adanya pakan tambahan. Industri
kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak, seperti bungkil
inti sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong, dan solid (Aritonang 1986; Pasaribu
dkk., 1998; Utomo dkk., 1999).
Bungkil inti sawit mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding limbah
lainnya dengan kandungan protein kasar 15% dan energi kasar 4.230 kkal/kg
(Ketaren,1986) sehingga dapat berperan sebagai pakan penguat (konsentrat). Namun
dibeberapa daerah bungkil inti sawit merupakan komoditas ekspor yang harganya relatif
mahal sehingga bukan merupakan limbah, dan akan menjadi bahan pakan yang mahal
bila diberikan pada ternak. Serat perasan buah dan tandan buah kosong bersama-sama
dengan cangkang biasanya dibakar dijadikan abu untuk dimanfaatkan sebagai pupuk
sumber kalium.
Limbah sawit yang sering digunakan sebagai bahan pakan alternatif ada dua, yang
pertama yaitu solid atau lumpur sawit yang merupakan salah satu limbah padat dari hasil
pengolahan minyak sawit kasar yang berpotensi sebagai sumber nutrisi baru dengan
kandungan bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar
9

7,12%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003 dan energi 154 kal/100 g (Utomo dkk., 1999). Hasil
uji preferensi terhadap 25 ekor sapi Madura, lumpur sawit sangat disukai ternak, dengan
adaptasi 4-5 hari. Untuk meningkatkan nilai gizi lumpur sawit, perlu dilakukan fermentasi
menggunakan yeast Saccaharomyces cereviceae. Agar lebih optimal pemanfaatan limbah
sawit perlu ditambahkan mineral, karena pada umumnya bahan pakan limbah kurang
akan mineral, baik makro maupun mikro. Penambahan mineral dalam bentuk ogaranik
akan lebih bermanfaat karena mempunyai tingkat ketersediaanya yang tinggi, misalnya
Zn-lisinat.
Pemanfaatan solid sebagai pakan ternak diharapkan dapat membantu mengatasi
masalah ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau, serta meningkatkan
produktivitas ternak. Sapi yang hanya dilepas di padang penggembalaan yang umumnya
hanya ditumbuhi alang-alang tanpa diberi pakan tambahan (konsentrat). Solid sangat
berpotensi sebagai sumber pakan lokal mengingat kandungan nutrisinya cukup memadai,
jumlahnya melimpah, kontinuitas terjamin, terpusat pada satu tempat, murah karena dapat
diminta secara cuma-cuma, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Namun disisi
lain produk samping ini juga memiliki kekurangan yaitu dapat mencemari lingkungan
sekitar sehingga untuk mengatasi hal tersebut, kandungan air dalam lumpur sawit (solid)
tersebut harus dikurangi. Produk hasil pemisahan air dari lumpur sawit (solid)
mengandung bahan kering (BK)14%. Dan kelemahan lumpur sawit lainnya untuk pakan
adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini dikarenakan di dalam lumpur sawit (solid)
mengandung 1.50% CPO sehingga akan berbau tengik apalagi dibiarkan di tempat
terbuka serta akan ditumbuhi kapang atau jamur yang berwarna putih. Salah satu cara
untuk mengawetkan lumpur sawit (solid) sebagai pakan adalah dengan membuat solid
menjadi bentuk blok (dikeringkan). Dengan cara ini selain solid lebih tahan lama, juga
kandungan nutrisinya lebih lengkap karena adanya beberapa bahan pakan lain yang telah
ditambahkan seperti garam mineral untuk meningkatkan palatabilitas untuk ternak yang
memakannya. Pakan solid dalam bentuk blok baik digunakan untuk pakan ruminansia
besar dan kecil.
Kedua, limbah sawit yang sering digunakan sebagai bahan pakan alternatif adalah
pelepah sawit yang merupakan limbah kebun sawit yang cukup banyak tersedia untuk
dimanfaatkan sebagai pakan ternak alternatif. Menurut Suryani (2016) kandungan gizi
pelepah kelapa sawit terdiri dari bahan kering 97,39%, abu 3,96%, protein kasar 2,23%,
10

serat kasar 47,00%, lemak kasar 3,04%, Neutral Detergent Fibre (NDF) 76,09%, Acid
Detergent Fibre (ADF) 57,56%, hemiselulosa 18,51%, lignin 14,23% dan selulosa
43,00%.
Beberapa hasil penelitan menyatakan bahwa pelepah dan daun sawit dapat
diberikan sebagai pengganti rumput pada ternak domba (Nurhaita dkk., 2008; 2010) dan
pada ternak sapi (Djajanegara dkk., 1999 ; Nurhaita dkk., 2014). Meskipun daun sawit
tersedia cukup banyak, namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak masih sangat
terbatas, sebagian besar masih terbuang atau ditumpuk di bawah batang sawit.
Pemanfaaatan pelepah kelapa sawit sebagai pakan masih sangat terbatas karena tingginya
kandungan lignin dan tingkat kecernaan bahan kering pelepah kelapa sawit hanya
mencapai 45% (Efryantoni, 2012). Kandungan lignin pelepah kelapa sawit mencapai 20%
dari biomassa kering, sehingga merupakan pembatas utama dalam penggunaan pelepah
kelapa sawit sebagai pakan ternak (Rahman dkk., 2011).
Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak pelepah sawit
harus diolah terlebih dahulu. Penggunaan pelepah sawit yang belum diolah tidak dapat
memenuhi kebutuhan ternak, bahkan bila digunakan dalam jumlah banyak dapat
menurunkan performa ternak. Pengolahan secara fisik, kimia dan biologis mampu
meningkatkan nilai gizi dan kecernaan pelepah sawit (Nurhaita dkk., 2007). Cara
pengolahan yang mudah, murah dan ramah lingkungan adalah secara fermentasi dengan
menggunakan MOL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun sawit dan pelepah sawit
yang telah diolah secara amoniasi dan fermentasi dapat dijadikan pengganti 100% rumput
pada pakan ternak domba dan sapi dan memberikan pengaruh yang sama dengan rumput
jika disuplementasi dengan mineral S dan P serta daun ubi kayu (Nurhaita, 2008; Nurhaita
dkk., 2010 dan Nurhaita dkk., 2011).

2.5 Respon Ternak Terhadap Pakan Asal Limbah Sawit


Limbah industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia cukup melimpah tetapi
penggunaannya lumpur sawit masih terbatas. Pengolahan kelapa sawit menjadi minyak
sawit akan menghasilkan limbah dinataranya berupa bungkil inti sawit , serat sawit dan
lumpur sawit. Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses
ekstrasi minyak . Untuk setiap ton hasil akhir hasil minyak sawit akan dihasilkan antara
2-3 ton lumpur sawit sebagai komponen terbesar dalam bahan ini adalah air (95%),
11

padatan (4-5 %) dan sisa minyak sebesar 0.5-1 %. Limbah ini biasanya dibuang dan
langsung dialirkan ke sungai sekitar pabrik sehingga menyebabkan gangguan ekologi.
Melihat adanya padatan dan beberapa zat makanan yang terkandung di dalamnya, limbah
ini sebenarnya masih dapat diandalkan potensinya baik sebagai pupuk maupun campuran
pakan ternak (BPS, 2005), sedangkan serat sawit pemnfaatannya sebagai pakan ternak
sapi dapat berfungsi sebagai substitusi rumput gajah sebanyak 50 %, namun bila lebih
dari batas itu akan mengakibatkan selera makan sapi , kecernaan energi , retensi nitrogen
pakan dan pertumbuhan akan terganggu.
Berdasarkan jurnal “Respon Pemberian Blok Suplemen Berbasis Bahan Lokal
Terhadap Pertambahan Bobot Sapi Bali” respon ternak terhadap limbah sawit yang sudah
dilakukan pengolahan terlebih dahulu yaitu pakan suplemen Blok multinutrien dari
limbah sawit (lumpur sawit /Lam Blok dan serat sawit/ Sam Blok) berbasis bahan pakan
lokal dapat meningkatkan pertambahan bobot badan 0.3 – 0.4 gram/ekor/hari dan
meningkatkan efisiensi ransum.
Beberapa hasil penelitan terdahulu menyatakan bahwa pelepah dan daun sawit
dapat diberikan sebagai pengganti rumput pada ternak domba (Nurhaita dkk. 2008; 2010)
dan pada ternak sapi (Djajanegara dkk., 1999 ; Nurhaita dkk., 2014). Meskipun daun
sawit tersedia cukup banyak, namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak masih sangat
terbatas, sebagian besar masih terbuang atau ditumpuk di bawah batang sawit. Pelepah
sawit merupakan pakan limbah yang berkualitas rendah, nilai gizinya rendah, fraksi
seratnya tinggi, palatabilitas dan kecernaannya rendah. Untuk dapat dimanfaatkan secara
optimal sebagai pakan ternak pelepah sawit harus diolah terlebih dahulu. Penggunaan
pelepah sawit yang belum diolah tidak dapat memenuhi kebutuhan ternak, bahkan bila
digunakan dalam jumlah banyak dapat menurunkan performa ternak. Pengolahan secara
fisik, kimia dan biologis mampu meningkatkan nilai gizi dan kecernaan pelepah sawit
(Nurhaita et al. 2007). Cara pengolahan yang mudah, murah dan ramah lingkungan adalah
secara fermentasi dengan menggunakan MOL. Bahan limbah ini mengandung protein
kasar (PK) 12,63- 17,41%; serat kasar (SK) 9,98-25,79%; lemak kasar (LK) 7,12-
15,15%; energi bruto 3.217-3.454 Kkal/kg dan CPO 1,5% Solid dapat digunakan sebagai
pakan ternak ruminansia (Utomo dan Widjaja, 2004). Pada kondisi umum solid sangat
mudah rusak, berjamur dan berulat, sehingga perlu perlakuan fermentasi untuk
memperpanjang masa simpannya.
12

Gambar 2. Limbah Pelepah Sawit


Berdasarkan jurnal yang berjudul “Pemanfaatan Pakan Komplit Berbasis Limbah
Sawit untuk Usaha Penggemukan Sapi Kurban di Kelompok Tani Ternak Sumber Rezeki
“, hasil pengamatan menunjukkan pakan pelepah sawit dan solid fermentasi sangat
disukai ternak dan mempunyai palatabilitas yang tinggi, terlihat ternak sapi langsung mau
mengkonsumsi pakan baru yang disajikan tanpa harus diadaptasikan dalam waktu lama.
Hal ini disebabkan pelepah sawit dan solid fermentasi yang dihasilkan mempunyai aroma
yang harum dan merangsang nafsu makan. Dari hasil penimbangan ternak diketahui
bahwa pertambahan bobot badan sapi yang mengkonsumsi ransum limbah sawit
fermentasi ini cukup tinggi yaitu ratarata 720 gr/ekor/hari.

Gambar 3. Percobaan Limbah Sawit Fermentasi pada Ternak Sapi


Afton Atabany dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (Fapet IPB), A. Ghiardien dari Program
Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasajana IPB beserta, B. P.
Purwanto dari Program Diploma IPB meneliti respon fisiologi sapi Friesian Holstein (FH)
laktasi dengan substitusi pakan pelepah sawit dengan jumlah yang berbeda. Penelitian
tersebut mengamati respons fisiologis sapi yang diberi perlakuan seperti suhu rektal, suhu
13

tubuh, frekuensi pernafasan dan denyut jantung. Serta mengamati faktor lingkungan
diantaranya suhu udara dan kelembaban.
Dari hasil percobaannya peneliti menjelaskan bahwa jumlah subtitusi pelepah
sawit yang berbeda di dalam pakan ternak sapi perah selama penelitian tidak berpengaruh
nyata terhadap suhu rektal, suhu permukaan tubuh dan suhu tubuh sapi perah. Suhu rektal
selama perlakuan pemberian pelepah sawit berkisar antara 38-39 derajat Celsius. Akan
tetapi substitusi pelepah sawit dalam jumlah yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
denyut jantung sapi perah. Denyut jantung yang didapatkan pada substitusi 75 persen
pelepah sawit di dalam hijauan (72,15 kali per menit) lebih besar dibandingkan dengan
kontrol (66,05 kali per menit), 25 persen (70,92 kali per menit) dan 50 persen (69,26 kali
per menit). Tingginya frekuensi deyut nadi, dapat disebabkan tingginya beban panas dari
dalam dan luar tubuh. Pakan dengan kualitas rendah menyebabkan proses fermentasi di
dalam rumen lebih lambat, sehingga panas yang dihasilkan dari energi untuk proses
metabolisme tubuh lebih kecil dan berpengaruh terhadap peningkatan denyut nadi. Hal
ini dikarenakan salah satu fungsi protein adalah untuk menyediakan energi bagi proses
metabolisme tubuh. Peneliti ini menjelaskan bahwa substitusi pelepah sawit segar yang
telah dicacah dalam persentase yang berbeda dalam pakan ternak tidak mempunyai
pengaruh nyata terhadap laju respirasi. Kenaikan nilai laju respirasi yang terjadi
merupakan reaksi sapi terhadap perubahan suhu lingkungannya dan berdampak terhadap
naiknya produksi panas di dalam tubuh ternak. Respon fisiologis (suhu tubuh, detak
jantung, laju respirasi, suhu rektal kecuali detak jantung) tidak dipengaruhi oleh
perlakuan perbedaan jumlah subtitusi pelepah sawit dan secara umum masih normal.
Respon fisiologis secara umum mengalami peningkatan dan penurunan mengikuti
perubahan kondisi lingkungan dimana kondisi lingkungan selama penelitian cenderung
panas dengan cekaman stress ringan sampai dengan sedang.
Menurut Andi (2020) dalam percobaannya memberikan pakan komplit kepada
ternak kambing, kambing memberikan respon yang baik terhadap pakan komplit seperti
di indikasikan dengan taraf konsumsi, pertambahan bobot badan dan efisiensi
penggunaan ransum yang tergolong tinggi. Teknologi pakan komplit tergolong praktis
dan dapat diproduksi dalam skala industri, maka teknologi ini berpotensi sebagai faktor
pendorong berkembangnya sistem produksi kambing yang lebih intensif. Dengan
demikian, dapat diharapkan terjadinya perubahan struktur pengusahaan kambing yang
14

selama ini didominasi oleh usaha peternakan rakyat ke arah peternakan yang berskala
ekonomi dengan orientasi komersial. Namun, terdapat kendala dalam formula ransum
pakan komplit berbasis limbah sawit ini, menurut Andi (2020) belum adanya industri
pabrik pakan ruminansia dan belum terbentuknya hubungan yang sinergis dan saling
menguntungkan antara penghasil sumber pakan (perkebunan kelapa sawit) dengan
industri pakan ternak ruminansia. Sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas pakan
ruminansia di hilir belum stabil dan kontinu tersedia, padahal berpeluang menciptakan
usaha produksi ternak ruminansia kecil yang lebih komersial untuk memacu produktivitas
ternak.

Gambar 4. Teknologi Pakan Komplit Berbasis Limbah Perkebunan Sawit


15

III

KESIMPULAN

3.1 Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil minyak nabati
berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan di
Indonesia terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
3.2 Potensi limbah kelapa sawit salah satunya adalah sebagai pakan ternak, seperti
pada limbah sawit bagian bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah
kosong, dan solid dikarenakan mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi
dibanding limbah lainnya dengan kandungan protein kasar 15% dan energi kasar
4.230 kkal/kg.
3.3 Proses pengolahan limbah sawit salah satunya adalah dapat dengan cara
fermentasi, beberapa bahan yang dapat digunakan pada proses ferementasi limbah
sawit yaitu dengan EM4 dan bioaktivator rumen.
3.4 Pemanfaatan limbah sawit sebagai pakan ternak cukup banyak digunakan,
dikarenakan limbah sawit mempunyai nutrisi lebih tinggi dibandingkan limbah
lainnya. Limbah sawit yang sering digunakan sebagai bahan pakan alternatif ada
dua, yaitu solid atau lumpur sawit dan pelepah sawit.
3.5 Respon ternak terhadap pakan asal limbah sawit berbeda-beda bergantung pada
pengolahannya. Beberapa respon ternak antara lain, meningkatkan palatabilitas,
meingkatkan efisiensi pakan, dan meningkatkan PBB.
16

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L dan S. Purwati. 2009. Ilmu Nutrisi Unggas. Lembaga Pengembangan Sumber
Daya Peternakan (INDICUS). Makassar.

Andi. 2020. Pakan Komplit Kambing Berbasis Limbah Sawit. Retrieved from Trobos
Livestock: http://troboslivestock.com/detail-berita/2020/08/01/85/13315/pakan-
komplit-kambing-berbasis-limbah-sawit

Ardiansyah. 2014. Perubahan Kandungan Nutrisi Pelepah dan Daun Sawit Melalui
Fermentasi dengan Kapang Phanerochaete chrysosporium. Jurnal Penelitian
Universitas Taman Siswa. Padang.

Aritonang, D. 1986. Perkebunan kelapa sawit sebagai sumber pakan ternak di


Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian V(4): 93−99.

Badan Pusat Statistik. 2005. Kelapa Sawit. Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan
aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.

Batubara, L., S .P. Ginting, K. Simanihuruk, J . Sianipar dan A. Tarigan. 2003.


Pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai
ransum kambing potong. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor, 29-30 September 2003. Puslibang Peternakan. Bogor. hlm.
106-109.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta


(ID) : Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah


Industri Kelapa Sawit. Departemen Pertanian. Jakarta.

Djaenudin, D., H. Subagio, dan S. Karama. 1996. Kesesuaian lahan untuk pengembangan
peternakan di beberapa propinsi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional
Peternakan dan Veteriner, Cisarua 7−8 November 1995. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 165−174.

Djajanegara, A. B., Sudaryanto. M., Winugroho dan A. R. A. Karto. 1999. Potensi produk
kebun kelapa sawit untuk pengembangan usaha ternak ruminansia. Laporan
APBN 1998/1999. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor.

Eria Budiarti L. 1998. Peningkatan Mutu Pod Kakao melalui Amoniasi dengan Urea
dan Biofermentasi dengan Phanerochaete chysosporium Serta Penjabarannya
ke dalam Formulasi Ransum Ruminansia. Disertasi, Program Pascasarjana IPB.
Bogor.
17

Efryantoni. 2012. Pola Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit–Sapi Sebagai


Penjamin Ketersediaan Pakan Ternak. (Skripsi). Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Elisabeth, J., dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit
sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Prosidng Lokakarya Nasional:
Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9 - 10 September 2003. P. 110
119.

Harjanto, K. 2005. Pengaruh Penambahan Probiotik Bio H+ Terhadap Kecernaan


Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Sapi PFH Jantan. [skripsi].
Fakultas Pertanian UNS. Surakarta

Haq, Muayyidul, Shultana Fitra, Sylvia Madusari, Danie Indra Yama. 2018. Potensi
Kandungan Nutrisi Pakan Berbasis Limbah Pelepah Kelapa Sawit Dengan
Teknik Fermentasi. Universitas Muhammadiyah : Jakarta.

IPB. (2018). Peneliti IPB :Diberi Pelepah Sawit Begini Respon Fisiologi Sapi FH.
Retrieved from Fakultas Peternakan IPB University:
http://fapet.ipb.ac.id/direktori/2016-06-08-01-43-33/berita/883-peneliti-ipb-
diberi-pelepah-sawit-begini-respon-fisiologi-sapi-fh

Ketaren, P.P. 1986. Bungkil inti sawit dan ampas minyak sawit sebagai pakan ternak.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4−6): 10−11.

Mandiri. 2012. Manual Pelatihan Teknologi Energi Terbarukan. Jurnal Nasional. Jakarta.

Mathius, I W. 2008. Pengembangan sapi potong berbasis industri kelapa sawit.


Pengembangan Inovasi Pertanian 1(2): 206−224.

Nurhaita, N. Jamarun, R. Saladin, L Warly dan Mardiati Z. 2007. Efek beberapa metoda
pengolahan limbah daun kelapa sawit terhadap kandungan gizi dan kecernaan
secara in-vitro. J. Ilmu Ilmu Pertanian Indonesia No 2: 139- 144.

Nurhaita, N. Jamarun, R. Saladin, L Warly dan Mardiati Z, 2008. Efek suplementasi


mineral Sulfur dan Phospor pada daun sawit amoniasi terhadap kecernaan zat
makanan secara in-vitro dan karakteristik cairan rumen. J. Pengembangan
Peternakan Tropis 33(1): 51-58.

Nurhaita, N Jamarun, L Warly, dan M, Zain. 2010. Kecernaan Ransum Domba Berbasis
Daun Sawit Teramoniasi Yang Disuplementasi Sulfur, Fosfor, Dan Daun Ubi
Kayu. Jurnal Media Peternakan. Vol 33 No 3.

Nurhaita, Ruswendi, dan Wismalinda R. 2011. Pemanfaatan Limbah Pelepah Sawit


Untuk Pakan Komplit Sapi Potong Dengan Suplementasi Nutrient Precursor
Mikroba Rumen. Laporan Penelitian KKP3T, Badan Litbang Pertanian Jakarta
dan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu.
18

Nurhaita., Ruswendi., Wismalinda R. dan Robiyanto. 2014. Pemanfaatan Pelepah Sawit


Sebagai Sumber Hijauan dalam Ransum Sapi Potong. Jurnal pastura Vol. 4 No. 1
: 38 – 41.

Pasaribu, T., A.P. Sinurat, J. Rosida, T. Purwadaria, dan T. Haryati. 1998. Pengkayaan
gizi bahan pakan inkonvensional melalui fermentasi untuk ternak unggas. 2.
Peningkatan nilai gizi lumpur sawit melalui fermentasi. Edisi Khusus Kumpulan
Hasil-hasil Penelitian Peternakan Tahun Anggaran 1996/1997. Buku III:
Penelitian Ternak Unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Rahman, M. M., M. Lourenco, H. A. Hassim, J. J. P. Boars, A. S. M. Sonnenberg, J. W.


Cone J. W, J. De Boever, and V. Fievez. 2011. Improving Ruminal Degradability
of Oil Palm Fronds Using White Rot Fungi. Anim. Feed. Sci. and Tech. Vol. 169,
Issues 3-4:157-166.

Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. Profesional Edition. Harper
and Row Publishing. New York Hagerstown, San Fransisco, London, A New Age
Fodds Study Center Book.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA University Press. Surabaya.

Suryani, H. 2016. Supplementation of Direct Fed Microbial (DFM) on In Vitro


Fermentability and Degradability of Ammoniated Palm Frond. [skripsi].
Universitas Andalas. Padang.

Sutardi, T. 1993. Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia melalui Amoniasi Pakan


Serat Bermutu Rendah, Defaunasi dan Suplementasi Protein Tahan
Degradasi dalam Rumen. Laporan Penelitian Hibah Bersaing I/1.

Utomo, B.N., E. Widjaja, S. Mokhtar, S.E. Prabowo, dan H. Winarno. 1999. Laporan
Akhir Pengkajian Pengembangan Ternak Potong pada Sistem Usaha Tani
Kelapa Sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya,
Palangkaraya.

Utomo, N.U. 2001. Potential of Oil Palm SolidWastes as Local Feed Resource for Cattle
in Central Kalimantan, Indonesia. MSc. Thesis, Wageningen University, The
Netherlands.

Utomo, B.N. dan E. Widjaja. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai
sumber nutrisi ternak ruminansia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 23(1):22-28. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. Bogor.

Zega, A. D., I. Badarina, dan Hidayat. 2017. Kualitas Gizi Fermentasi Ransum
Konsentrat Sapi Pedaging Berbasis Lumpur Sawit dan Beberapa Bahan Pakan
Lokal dengan Bionak dan EM4 (skripsi). Universitas Bengkulu. Bengkulu.
19

LAMPIRAN

1. Lampiran PembagianTugas
No Nama NPM Pembagian Tugas
1 VERINA 200110170072 Pembahasan 5 + kesimpulan
FITRIANI
2 AFIFA 200110170099 Pembahasan 1 + editor
NURAININGSIH
3 NAUFAL VIDI 200110170109 Pembahasan 2 + Cover + daftar isi
ERLANGGA
4 DITY ASA 200110170289 Pembahasan 3 + kata pengantar +
PRIYASTOMO pendahuluan 1.1
5 FARADINA 200110170263 Pembahasan 4 +daftar pustaka +
SERIDA PUTRI pendahuluan 1.2

Anda mungkin juga menyukai