Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

INTRODUCTION OF AGRIBUSINESS
(AGROINDUSTRI)

Dosen Pengampu:
Ir. Sri Hindarti, MSi.
Ir. Zainul Arifin, MP

Disusun oleh :

1. Muhammad Zainur Rozikin (22101032047)


2. Pandu Gumilang (22101032048)
3. Surya Ardly Saputro (22101032049)
4. Dessy Ida Fitria Sohib (22101032050)
5. Ahmad Kamil Arifin (22101032051)
6. Moh. Ridwan (22101032064)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat-Nya makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penyusun, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 09 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor industri berbasis pertanian (agroindustri) merupakan tulang punggung
perekonomian nasional dan sumber penghidupan sebagian besar rakyat Indonesia.
Kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan
agroindustri untuk menghadapi tantangan masadepan berupa era globalisasi dan
perdagangan bebas. Ketersediaan tenaga kerja terapan yang memiliki pemahaman
terhadap nilai-nilai kearifan lokal diharapkan dapat mandiri kemandirian
dikancahnasional dan internasional. Agroindustri berbasis pangan lokal
memerlukan bahan baku berupa hasil pertanian yang sesuai untuk dijadikan
produk pangan. Hasil pertanian yang berasal dari produksi setempat akan
mempermudah produsen agroindustri memperolehnya. Selain itu lebih dekat
sumber bahan bakunya, harganya bisa lebih murah daripada membeli bahan baku
dari daerah lain yang lokasinya lebih jauh. Bahwa produksi pertanian setempat
mencukupi untuk bahan baku agroindustri yang ada di wilayah tersebut. Dapat
dikatakan bahwa agroindustri tersebut tumbuh seiring dengan ketersedian bahan
baku yang relatif mencukupi.
Pengusaha agroindustri berupaya membeli bahan baku dalam jumlah yang
relatif lebih banyak pada musim panen ketika harga murah. Pembelian ini untuk
mengkompensasi pembelian yang relatif sedikit diluar musimatau pada waktu
pasokan di pasar panen menipis. Meskipun demikian pengusahaagroindustri tidak
boleh membeli bahan baku sebanyak-banyaknya pada musim panen atau ketika
harga murah. Pembelian dalam jumlah besar memerlukan biaya yang juga besar.
Tenaga kerja yang terampil diperlukan untuk agroindustri walaupun pada taraf
tertentu tidak memerlukan keahlian yang cukup tinggi. Umumnya keterampilan
tidak diperoleh melalui pendidikan resmi, tetapi pemilik maupun pekerja
mendapatkannya melalui pengalaman.
Melalui yang praktis praktis juga tidak sulit bagi pengusaha agroindustri utuk
mendapatkan tenaga ahli keterampilan. Pada dasarnya tenaga kerja untuk bekerja
di agroindustri berbasis pangan lokal tersedia dalam jumlah cukup. Untuk
menumbuhkan agroindustri di suatu daerah perlu didukung sumber daya manusia
yang memadai. Dalam hal ini pengelola agroindustriharus memiliki jiwa
wiraswasta (entrepreneurship). Keahlian sebagai wiraswasta akan mendorong
pelaku usaha secara jeli melihat setiap peluang yang ada dan tangguh akanmampu
mengatasi segala hambatan yang dihadapi.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut agroindustri?
2. Seperti apa penerapan teknologi dalam agroindustri?
3. Bagaimana pengembangan agroindustri?
1.3. Tujuan
1. Guna mengetahui pengertian agroindustri.
2. Guna mengetahui bagaimana penerapan teknologi dalam agroindustri.
3. Guna mengetahui bagaimana pengembangan agroindustri.
BAB II. KERANGKA TEORI
1.4. Pengertian Agroindustri
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan
tersebut. Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali dikemukakan oleh
Austin (1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari
tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan
mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi,
penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat
merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan
baku industri lainnya. Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri
sejak produksi bahan primer, pengolahan industri atau transformasi pertanian
hingga penggunaannya oleh konsumen (Dermawan, 2018).
Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi)
produksi, pengolahan, transportasi, penyimpanan, pemasarandan distribusi produk
pertanian. Dari pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri (pengolahan
hasil pertanian) merupakan bagian dari lima subsistem agribisnis yang disepakati,
yaitu subsistem agroinput, agroproduksi, agroindustri, agroniaga, agrosupporting.
Agroindustri dengan demikian mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian
(IPHP), Industri Peralatan Dan Mesin Pertanian (IPMP) dan Industri Jasa Sektor
Pertanian (IJSP) (Hariyanto, 2017).
Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa
bagian sebagai berikut:
1) IPHP Tanaman Pangan, termasuk didalamnya adalah bahan pangan kaya
karbohidrat, palawija dan tanaman hortikultura.
2) IPHP Tanaman Perkebunan, meliputi tebu, kopi, teh, karet, kelapa, kelapa
3) sawit, tembakau, cengkeh, kakao, vanili, kayu manis dan lain-lain.
4) IPHP Tanaman Hasil Hutan, mencakup produk kayu olahan dan non
kayuseperti damar, rotan, tengkawang dan hasil ikutan lainnya.
Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) dibagi menjadi duakegiatan
sebagai berikut:
1) IPMP Budidaya Pertanian, yang mencakup alat dan mesin pengolahan
lahan(cangkul, bajak, traktor dan lain sebagainya).
2) IPMP Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan
berbagaikomoditas pertanian, misalnya mesin perontok gabah, mesin
penggilingan padi, mesin pengering dan lain sebagainya.
Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dibagi menjadi tiga kegiatan sebagai
berikut:
1) IJSP Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan,
pengemasanserta penyimpanan baik bahan baku maupun produk hasil
industri pengolahan pertanian.
2) IJSP Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan, pengelolaan,
pengawasanmutu serta evaluasi dan penilaian proyek.
3) IJSP Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak yang melibatkan
penggunaan komputer serta alat komunikasi modern lainya.
Dengan pertanian sebagai pusatnya, agroindustri merupakan sebuah sector
ekonomi yang meliputi semua perusahaan, agen dan institusi yangmenyediakan
segala kebutuhan pertanian dan mengambil komoditasdaripertanian untuk diolah
dan didistribusikan kepada konsumen. Nilaistrategis agroindustri terletak pada
posisinya sebagai jembatan yangmenghubungkan antar sektor pertanian pada
kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir. Dengan pengembangan
agroindustri secara cepat dan baik dapat meningkatkan, jumlah tenaga kerja,
pendapatan petani, volume ekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan
internasional, nilai tukar produk hasil pertanian dan penyediaan bahan baku
industri.

1.5. Penerapan Teknologi Agroindustry


Proses pengolahan lanjut pada kegiatan agroindustri menjadi salah satu
kendala dalam pengembangan agroindustri di Indonesia adalah kemampuan
mengolah produk yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar
komoditas pertanian yang diekspor merupakan bahan mentah dengan
indeksretensi pengolahan sebesar 71-75%. Angka tersebut menunjukkan
bahwahanya 25-29% produk pertanian Indonesia yang diekspor dalam bentuk
olahan. Kondisi ini tentu saja memperkecil;
1) Kakao; lemak kakao,bubuk kakao, produk coklat.
2) Kopi; Kopi bakar, produk-produk kopi, minuman, kafein.
3) Teh; Produk-produk teh, minuman kesehatan.
4) Ekstrak/oleoresin; produk-produk dalam bentuk bubuk atauenkapsulasi.
5) Minyak atsiri; produk-produk aroma terapi, isolat dan turunan kimia.
Produk-produk yang dihasilkan ada yang dapat digunakan secara langsung
dari sejak tahap awal, seperti rempah-rempah, sari buah dan lainnya, serta ada
pula yang menjadi bahan baku untuk industri lainya, seperti industri makanan,
kimia dan farmasi (Astika Ria, 2018).
1.6. Pengembangan Agroindustri
Pabrik pembuatan biodisel jarak pagar sebagai pengembangan produk
agroindustri non pangan Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbuktimampu
membentuk pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah
aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain mengalami
kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan dalam
jumlah unit usaha yang beroperasi.
Kelompok agroindustri yang tetap mengalami pertumbuhan antara lain yang
berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi kayu dan industri pengolahan ikan.
Kelompok agroindustri ini dapat berkembang dalam keadaan krisis karena tidak
bergantung pada bahan baku dan bahan tambahan impor serta peluang pasar
ekspor yang besar. Sementara kelompok agroindustri yang tetap dapat bertahan
pada masa krisis adalah industri mie, pengolahan susu dan industri tembakau yang
disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri dan sifat industri yang
padat karya. Kelompok agroindustri yang mengalami penurunan adalah industri
pakan ternak dan minuman ringan. Penurunan industri pakan ternak disebabkan
ketergantungan impor bahan baku (bungkil kedelai, tepung ikandan obat-obatan).
Sementara penurunan pada industri makanan ringan lebih disebabkan oleh
penurunan daya beli masyarakat sebagai akibat krisisekonomi (Hadi Sutopo,
2017).
Berdasarkan data perkembangan ekspor tiga tahun setelah krisis moneter
1998-2000, terdapat beberapa kecenderungan untuk mengalami pertumbuhan
yang positif antara lain, minyak sawit dan turunannya, karetalam, hasil laut, bahan
penyegar seperti kakao, kopi dan teh, hortikultuta serta makanan ringan/kering.
Berdasarkan potensi yang dimiliki, beberapakomoditas dan produk agroindustri
yang dapat dikembangkan pada masamendatang antara lain, produk berbasis pati,
hasil hutan non kayu, kelapa danturunannya, minyak atsiri dan flavor alami, bahan
polimer non karet sertahasil laut non ikan. Dengan demikian, agroindustri
merupakan langkahstrategis untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian
melalui penerapan dan penerapan teknologi, lapangan pekerjaan
sertameningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya,
perkembangannilai ekspor agroindustri masih relatif lambat dibandingkan dengan
subsektor industri lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
1) Kurang cepatnya pertumbuhan sektor pertanian sebagai unsur utama
dalam menunjang agroindustri, di pihak lain juga disebabkan oleh
kurangnya pertumbuhan sektor industri yang mendorong sektor pertanian.
2) Pemasaran produk agroindustri lebih dititik beratkan pada pemenuhan
pasar dalam negeri. Produk-produk agroindustri yang diekspor umumnya
berupa bahan mentah atau setengah olah.
3) Kurangnya penelitian yang mengkaji secara mendalam dan menyeluruh
berbagai aspek yang terkait dengan agroindustri terpadu, mulai dari
produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran serta sarana dan
prasarana, seperti penyediaan bibit, pengujian dan pengembangan mutu,
transportasi dan kelembagaan.
4) Kurangnya minat para investor untuk menanamkan modal pada bidang
agroindustri.
Tantangan dan harapan bagi pengembangan agroindustri di Indonesia adalah
bagaimana meningkatkan keunggulan komparatif produk pertaniansecara
kompetitif menjadi produk unggulan yang mampu bersaing di pasardunia. Dalam
lingkup perdagangan, pengolahan hasil pertanian menjadi produk agroindustri
ditunjukkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditastersebut. Semakin tinggi
nilai produk olahan, diharapkan devisa yang diterima oleh negara juga meningkat
serta keuntungan yang diperoleh oleh para pelakuagoindustri juga relatif tinggi.
Untuk dapat terus mendorong kemajuan agroindustri di Indonesia antara lain
diperlukan:
1) Kebijakan-kebijakan serta insentif yang mendukung pengembangan
agroindustri.
2) Langkah-langkah yang praktis dan nyata dalam memberdayakan para
petani, penerapan teknologi tepat guna serta kemampuan untuk
memcahkan masalah-masalah yang dihadapi.
3) Perhatian yang lebih besar pada penelitian dan pembangunan teknologi
pascapanen yang tepat serta pengalihan teknologi tersebut kepada sasaran
pengguna.
4) Alur informasi yang terbuka dan memadai.
5) Kerjasama dan sinergitas antara perguruan tinggi, lembaga penelitian,
petani dan industri.
Pembangunan dan pengembangan agroindustri secara tepat dengan dukungan
sumber daya lain dan menjadi strategi arah kebijakan pemerintah diharapkan
dapat meningkatkan keberhasilan negara, berdasarkan tolak ukur sebagai berikut:
1) Menghasilkan produk agroindustri yang berdaya saing dan memiliki
nilaitambah dengan ciri-ciri berkualitas tinggi.
2) Meningkatkan perolehan devisa dan kontribusi terhadap produk domestik
bruto (PDB) nasional.
3) Menyediakan lapangan kerja yang sangat diperlukan dalam
mengatasiledakan penggangguran.
4) Meningkatkan kesejahteraan para pelaku agroindustri baik di
kegiatanhulu, utama maupun hilir khususnya petani, perkebunan,
peternakan, perikanan dan nelayan.
5) Memelihara mutu dan daya dukung lingkungan sehingga pembangunan
agroindustri dapat berlangsung secara berkelanjutan (Yoneta Yoseph,
2019).
2.6 Pengolahan Agroindustri
Pemahaman tentang komponen-komponen pengolahan memerlukan
pemahaman fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan
agroindustri adalah merubah bahan baku menjadi mudah diangkut, diterima
konsumen, dan tahan lama. Fungsi pengolahan harus pula dipahami sebagai
kegiatan strategis yang menambah nilai dalam mata rantai produksi dan
menciptakan keunggulan kompetitif. Sasaran-sasaran ini dicapai dengan
merancang dan mengoperasikan kegiatan pengolahan yang hemat biaya atau
dengan meragamkan produk. Fungsi teknis pengolahan seharusnya dipandang dari
persektif strategis tersebut (Suprapto, 2015).
Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan aktivitas yang merubah
bentuk produk pertanian segar dan asli menjadi bentuk yang berbeda sama sekali.
Beberapa contoh aktivitas pengolahan adalah penggiling (milling), penepungan
(powdering), ekstraksi dan penyulingan (extraction), penggorengan (roasting),
pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi lainnya. Pada
umumnya proses pengolahan ini menggunakan instalasi mesin atau pabrik yang
terintegrasi mulai dari penanganan input atau produk pertanian mentah hingga
bentuk siap konsumsi berupa barang yang telah dikemas (Suprapto, 2015).
Menurut Austin (1992) dalam Udayana (2011), agroindustri hasil pertanian
mampu memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di
kebanyakan negara berkembang karena adanya empat alasan yaitu :
Pertama, agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian.
Agroindustri melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk
transformasi produk subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Ini berarti
bahwa suatu negara tidak dapat sepenuhnya menggunakan sumber daya
agronomis tanpa pengembangan agroindustri. Disatu sisi, permintaan terhadap
jasa pengolahan akan meningkat sejalan dengan peningkatan produksi pertanian.
Di sisi lain, agroindustri tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga menimbulkan
permintaan ke belakang, yaitu peningkatan permintaan jumlah dan ragam
produksi pertanian. Akibat dari permintaan ke belakang ini adalah : (a) petani
terdorong untuk mengadopsi teknologi baru agar produktivitas meningkat, (b)
akibat selanjutnya produksi pertanian dan pendapatan petani meningkat, dan (c)
memperluas pengembangan prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain).
Kedua, agroindustri hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur.
Transformasi penting lainnya dalam agroindustri kemudian terjadi karena
permintaan terhadap makanan olahan semakin beragam seiring dengan
pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang meningkat. Indikator penting lainnya
tentang pentingnya agroindustri dalam sektor manufaktur adalah kemampuan
menciptakan kesempatan kerja. Di Amerika Serikat misalnya, sementara
usahatani hanya melibatkan 2% dari angkatan kerja, agroindustri melibatkan 27%
dari angkatan kerja.
Ketiga, agroindustri pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas
ekspor penting. Produk agroindustri, termasuk produk dari proses sederhana
seperti pengeringan, mendomonasi ekspor kebanyakan negara berkembang
sehingga menambah perolehan devisa. Nilai tambah produk agroindustri
cenderung lebih tinggi dari nilai tambah produk manufaktur lainnya yang diekspor
karena produk manufaktur lainnya sering tergantung pada komponen impor.
Keempat, agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi.
Agroindustri dapat menghemat biaya dengan mengurangi kehilangan produksi
pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan juga dapat
memberikan keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalau
pengolahan tersebut dirancang dengan baik. Agroindustri pengolahan hasil
pertanian merupakan aktivitas yang merubah bentuk produk pertanian segar dan
asli menjadi bentuk yang berbeda sama sekali.

BAB III. GAMBARAN UMUM


Wacana baru yang berkembang pasca Orba adalah perlunya pengembangan
agroindustri bersamaan dengan restrukturisasi ekonomi pedesaan. Wacana baru
ini tampaknya ingin menjawab kritik terhadap pelaksanaan pembangunan
pertanian dalam strategi pembangunan Orba yang terlalu memberikan prioritas
kepada program swasembada beras semata, seiring dengan sangat menekankan
sektor industri dengan strategi Industrialisasi Substitusi Impor (ISI) yang
mengandalkan proteksi.
Sejalan dengan isu globalisasi perekonomian dan kebutuhan akan promosi
ekspor yang berorientasi ke pasar dunia (outward looking) yang sangat menuntut
efisiensi yang tinggi di segala bidang, maka sektor pertanian dengan semua
subsektornya memperoleh peluang yang sama besarnya untuk go internasional
bersama industri manufaktur, dan lain-lainnya. Terutama pertanian yang
internationally marketable.
Dengan demikian, strategi pembangunan agrobisnis menjadi sangat relevan
untuk menjawabnya. Pendekatan agroindustri ini akan membawa implikasi yang
sangat jauh, tidak saja pada pengembangan usaha-usaha agroindustri itu sendiri,
akan tetapi juga pada pembaharuan yang diperlukan dalam kelembagaan
pertanian/ pedesaan, reformasi peran pemerintah, dan keterpaduan administrasi
pembangunan. Pelaku utama sistem agroindustri adalah dunia usaha,
petani/nelayan, dan badan-badan usaha, seperti koperasi, BUMN, dan perusahaan
swasta. Pemerintah seyogyanya lebih berfungsi sebagai pembimbing, pengarah,
pembina, dan yang menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Dalam mengembangkan usahausaha agrobisnis, perlu diberikan perhatian
khusus kepada aspek-aspek pengembangan kawasan yang sesuai dengan agro
ekosistem dan peluang pasar, skala usaha, dan keterkaitan secara terpadu antar
subsistem dari sistem agroindustri. Sistem agroindustri itu sendiri terdiri dari
empat komponen kegiatan utama. Yakni (1) penyediaan sarana produksi; (2)
proses produksi/menghasilkan produk pertanian; (3) pengolahan hasil
(agroindustri) dan (4) pemasaran hasil. Keempat komponen kegiatan tersebut
haruslah saling berhubungan dan saling berkait erat, serta didukung oleh industri-
industri (industri rumah tangga, tradisionil, semi modern, hingga industri modern)
dan jasa-jasa penunjang di dalam kerangka transformasi ekonomi
pertanian/pedesaan.
Kegiatan dalam penyediaan sarana produksi akan sangat banyak tergantung
kepada sifat kegiatan produksinya. Apakah ia bersifat tradisionil, semi modern,
atau modern. Dengan demikian besarnya kapital yang diperlukan untuk kegiatan
penyediaan sarana tersebut umumnya berkorelasi positif dengan sifat kegiatan
produksi tersebut. Sementara tingkat efisiensi dari proses produksi tidak selalu
berkorelasi positif dengan sifat tradisionil, semi modern, atau modernnya kegiatan
produksi tersebut. Tak jarang petani/ nelayan tradisionil lebih efisien dibanding
yang semi modern atau yang modern. Ini karena mereka bertanggung jawab
dalam beberapa hal, seperti kondisi sumber daya alam, dan sumber daya manusia,
ketetapan penggunaan teknologi dan jenis manajemen, kebijakan pemerintah, dan
dukungan faktor luar lainnya.
Kegiatan pengolahan hasil (agroindustri) umumnya akan banyak tergantung
kepada tingkat penguasaan teknologi pengolahan, baik dalam handling melalui
penyediaan sarana gudang berpendingin (cold storage) dan kedekatan kepada
pasar menjadi sangat penting karena umumnya komoditas pertanian yang sangat
mudah rusak dan proses penciptaan nilai tambah (added value process), dan
sebagainya.
Selain itu, yang lebih menentukan juga adalah bahwa kegiatan agroindustri
yang ideal haruslah berorientasi kepada potensial demand/market. Dengan
demikian, dalam era kompetisi global yang keras dewasa ini harus dihindari
prinsip supply creates its own demand atau orientasi yang sekedar mengejar target
produksi (production approach). Kegiatan pemasaran (marketing) adalah suatu
ujung yang sangat penting, bukan hanya agar produsen bertindak efisien dalam
proses produksinya, tapi haruslah juga mempunyai kemampuan yang highly profit
making. Dan hal inilah umumnya kelemahan produsen dari produk pertanian. Dari
segi internal, ia akan sangat tergantung kepada tingkat kemampuan market/
business intelegent dari produsen. Yakni kemampuan mencari peluang pasar
untuk segmen, daerah, negara, hingga benua mana yang dapat ditembus.
Jika secara sederhana sasaran pengembangan agroindustri ke depan
dirumuskan menjadi dua sasaran besar: swasembada beras, kedele, jagung,
hortikultura, perikanan, dan sebagainya dan penguasaan pasar ekspor berdasarkan
komoditas unggulan, maka strategi pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM)pun haruslah di set up kepada dua sasaran besar tersebut dengan catatan
diupayakan tidak semata dirumuskan strategi pengembangan SDM internal agro
industri tersebut.
Dengan demikian berarti, bahwa dalam strategi pembangunan dengan format
baru secara makro haruslah dilakukan reorientasi agar terdapat fokus yang kuat
untuk merealisasikan secara konkret desentralisasi, otonomi daerah, penyebaran
pembanguan keluar Jabodetabek, luar Jawa, Kawasan Timur Indonesia (KTI), dan
pedesaan – baik yang bersifat on farm (mengintensifkan pembangunan pertanian
yang berorientasi agro industri) maupun off farm (agroindustrialisasi maupun
industrialiasi tepat guna non pertanian) di kawasan-kawasan baru tersebut. Hal ini
berarti perlu dikuranginya sentralisme pembangunan yang terlalu memusatkan
kegiatannya di kawasan Jabodetabek, Jawa, KBI, dan perkotaan seperti selama
ini. Dari strategi pengembangan SDM untuk mencapai swasembada plus, karena
sifat orientasi kegiatan para pelakunya yaitu dunia usaha, petani, nelayan,badan-
badan usaha koperasi dan BUMN termasuk kalangan birokrat yang terlibat
didalamnya hendaknya dapat mengkombinasikan dua pendekatan.
Disatu pihak sifat “probisnis” yang penekanannya kuat kepada efisiensi,
produktivitas, dan daya saing yang tinggi yang menggunakan signalsignal pasar
menjadi gerakan besarbesaran. Di lain pihak dilakukan juga prinsip prinsip
pelaksanaan strategi Orba yang sukses berhubung rendahnya kualitas SDM yakni
dalam hal pendekatan terhadap petani/nelayan yang bersifat kelompok beserta
pentingnya peranan para pendamping/penyuluh, para pemimpin informal dan
Koperasi Unit Desa (KUD). Tapi ini dilakukan dengan catatan bahwa mereka
membawa visi baru yang bersifat probisnis tersebut.
Inisiatif, kreativitas, dan jiwa kewirausahaan baik secara individual maupun
badan usaha harus ditekankan agar pencapaian swa sembada tersebut bukan hanya
dalam rangka kerangka strategi pencapaian stabilitas. Dalam saat yang sama,
terdapat ruang agar para pelakunya dapat menikmati kesejahteraan lebih tinggi
dengan terbukanya peluang harga dan pasar yang lebih luas (termasuk
perdagangan antar daerah, antar pulau, maupun pasar ekspor).
Sementara itu, untuk strategi pengembangan SDM agroindustri yang bergerak
berdasarkan komoditas unggulan untuk merebut pasar ekspor akan membutuhkan
bukan hanya pelaku (petani/nelayan, badan-badan usaha, swasta, BUMN,
koperasi) yang disiapkan memiliki kapasitas daya saing global.
Tapi juga akan memerlukan juga mobilisasi semua elemen Indonesia
Incorporated (birokrasi, peneliti, diplomat ekonomi dan perdagangan di seluruh
perwakilan Indonesia di seluruh dunia) dengan visi yang terbarukan (reinventing
goverment and economic actors) untuk bersama-sama membangun aktivitas
agribisnis dan agroindustri, serta industrialisasi tepat guna lainnya yang menopang
bangkitnya Usaha Menengah dan Kecil (UKM) pasca krisis ini.
Dari sini pula kita melihat betapa strategisnya UU Antimonopoli dan UU
Persaingan Sehat agar pelbagai hambatan struktural dalam pengembangan bisnis
kalangan UKM tercegah secara sistematis. Ini terutama dalam rangka melakukan
mobilitas vertikal maupun horisontal kalangan UKM dalam usahanya yang
selama ini menghadapi tembok monopoli/oligopoli oleh kalangan usaha besar dan
konglomerat yang hanya sekedar melakukan “perburuan rente”. Dapat kita
bayangkan, untuk semua itu kita memerlukan berbagai reformasi ekonomi dan
politik yang sesegera mungkin.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Esensi pengelolaan agribisnis adalah unik karena merupakan bahan baku


dari pertanian yang memiliki tiga ciri yaitu musiman, kesegaran, dan variabilitas.
Perusahaan pertanian Indonesia memiliki kemampuan yang kokoh untuk
membentuk pertumbuhan ekonomi bangsa. Pada masa krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada tahun 1997 hingga 1998, industri pertanian muncul
sebagai kegiatan ekonomi yang dapat berkontribusi aktif bagi pertumbuhan
ekonomi bangsa. Pada masa krisis, sektor lain mengalami penurunan atau
pertumbuhan negatif, namun agribisnis mampu bertahan dari sisi jumlah unit
usaha. Kelompok industri pertanian ini dapat berkembang dalam krisis karena
tidak bergantung pada bahan baku dan bahan tambahan impor, serta peluang pasar
ekspor yang besar. Agroindustri merupakan langkah strategik untuk
meningkatkan nilai tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan dan penerapan
teknologi, memperluas lapangan pekerjaan serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Apriyanto, 2005).
faktorfaktor yang mempengaruhi kompetensi SDMnya, yaitu komitmen,
pemikiran konseptual dan operasional, disamping pencapaiaan hasil dan
mempengaruhi. Dalam hal ini kompetensi dipengaruhi oleh faktor utama
komitmen , pemikiran konseptual dan operasional. Faktor penguat adalah
orientasi berprestasi dan faktor pendukung adalah dampak dan mempengaruhi.
Berdasarkan uraian tersebut, faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah
kompetensi, disamping keterikatan, motivasi dan kepuasan kerja. Untuk itu, agar
perusahaan memiliki daya saing, maka faktor tersebut dijadikan faktor prioritas
yang perlu diperhatikan baik dalam penerimaan, penempatan, promosi dan
pemberian kompensasi karyawan. Faktor lainnya adalah tingkat pendidikan dan
penempatan yang dibutuhkan. Perusahaan pertanian memiliki karakteristik khusus
karena kapasitas personel perusahaan pertanian sesuai dengan karakteristik
industri dengan keunikan manajemen untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Prioritas fungsi manajemen adalah perencanaan dan manajemen yang terkait
dengan manajemen gudang. Yaitu, regulasi pasokan bahan baku musiman dan
mudah rusak, dan kontrol yang tepat dari proses pertanian dan manufaktur. Oleh
karena itu, proses kerja dilakukan sesuai SOP yang telah ditetapkan agar kualitas
produk memenuhi persyaratan.
Kapabilitas merupakan syarat yang harus dimiliki karyawan agar proses
kerja dapat berjalan dengan lancar guna mencapai kinerja yang optimal, terutama
pada perusahaan industri pertanian yang proses industrinya terintegrasi dan
rentan. Penelitian Rosa (2010), seperti yang dilakukan Denni (2010) dan
BaniHani & AlHawary (2009), menyatakan bahwa kemampuan merupakan
variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan. Prestasi adalah
hasil atau tingkat keberhasilan individu selama periode waktu tertentu
(Mangkuprawira, 2009). Studi oleh Robbins (2004), Tobing (2009), dan Rosa
(2010) menunjukkan bahwa kinerja pribadi yang optimal dicapai ketika karyawan
lebih mampu melakukan proses kerja. Hal ini didukung oleh karakteristik lain:
komitmen, motivasi, dan kepuasan kerja Winanti (2011). Dampak Hasil Survei
Penelitian ini memberikan dampak pada faktor kompetensi yang mempengaruhi
kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor
kapabilitas, memberikan gambaran bahwa perusahaanyang kompetitif
membutuhkan orang-orang berbakat untuk mencapai tujuannya. Karena
kemampuan antar perusahaan berbeda-beda menurut jenis industrinya, setiap
perusahaan harus mampu memutuskan strategi yang berbeda dari yang lain dan
memenuhi persyaratan untuk sukses di pasar (Mangkuprawira, 2009).
Faktor-faktor yang meningkatkan kinerja adalah keterlibatan dan apakah
karyawan dengan loyalitas organisasi yang tinggi berkontribusi lebih dari
karyawan dengan tingkat kepuasan, atau hanya terlibat. Komitmen berarti tingkat
koneksi tertinggi dengan organisasi Anda. Artinya, ini menunjukkan peran
karyawan, kesediaan untuk melebihi persyaratan minimum untuk peran
memberikan kontribusi tambahan, atau kesediaan untuk mempromosikan atau
mempromosikan organisasi ke perusahaan lain sebagai tempat yang cocok untuk
melakukan investasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Shin (2010)
bahwa kemampuan individu dapat digunakan untuk memprediksi kinerja individu,
tetapi kemampuan kolektif tidak tergantung pada kinerja. Kinerja dipengaruhi
oleh karakteristik karyawan: komitmen, motivasi, dan kepuasan kerja.
Keterlibatan yang sebenarnya dianggap sebagai penghubung antara tujuan
organisasi dan merek perusahaan (McBain, 2008). Keterlibatan mencerminkan
seberapa banyak karyawan bersedia untuk melebihi persyaratan minimum untuk
peran mereka, sehingga mereka lebih terlibat daripada karyawan yang lebih puas,
atau hanya berkomitmen pada organisasi Karyawan (Schielman, 2011). Semakin
tinggi keterikatan karyawan, semakin tinggi kinerjanya. Karyawan bekerja tidak
hanya untuk kompensasi moneter, tetapi juga untuk kompensasi non-moneter
seperti penghargaan pribadi dan profesional. Hal ini karena pendekatan struktural
saja tidak dapat membentuk suatu ikatan (Mangkuprawira, 2011). Menurut sebuah
studi oleh Kamery (2004), motivasi dapat mempengaruhi efektivitas,
produktivitas dan efisiensi, dan kinerja. Beberapa metode motivasi mungkin
berhasil untuk organisasi tertentu, tetapi tidak untuk yang lain. Oleh karena itu,
satu teori dapat digabungkan dengan teori lain untuk memberikan metode yang
cocok untuk motivasi karyawan. Ada lebih dari satu teori yang sangat cocok
dalam setiap situasi, tetapi ada dua metode yang selalu digunakan dalam semua
teori motivasi: rasa hormat dan pemberdayaan. Dalam penelitian ini motivasi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, sehingga motivasi yang
tinggi mendorong karyawan untuk melakukan sesuatu untuk mencapai suatu
tujuan tertentu (Mangkuprawira, 2011). Kinerja tidak hanya dipengaruhi oleh
kemampuan, komitmen dan motivasi, tetapi juga oleh kepuasan kerja. Kepuasan
kerja ketika melakukan proses kerja dalam suatu organisasi merupakan faktor
pendukung sejati dalam membentuk kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya semakin
meningkatkan kinerjanya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tobing
(2009), di mana kepuasan kerja dan sikap karyawan penting dalam menentukan
perilaku dan respon terhadap pekerjaan, dan tindakan tersebut efektif, ternyata
penting dalam mewujudkan organisasi yang sukses. Hubungan antara kepuasan
kerja dan kinerja biasanya terjadi pada tingkat tertentu atau dalam keadaan
tertentu, dan jika individu tingkat manajer mematuhi survei Organ (2000),
karyawan adalah yang terbaik dalam mencapai organisasi.Dengan asumsi Anda
melakukan yang terbaik, Anda mengatakan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi
kinerja. Ketika Anda ingin mendapatkan hasil maksimal dari organisasi tempat
Anda bekerja. Untuk alasan ini, organisasi perlu menetapkan metrik kinerja
berdasarkan hasil proses kerja tertentu yang dijadwalkan pada waktu dan lokasi
karyawan. Juga, pengukuran kinerja harus didasarkan pada apa yang dapat diukur
berdasarkan itu. Standar yang ditetapkan (Mangkuprawira, 2009).Berdasarkan
penjelasan tersebut, mengingat era globalisasi saat ini, perusahaan pertanian di
satu sisi dimulai dengan ketersediaan talenta berkualitas, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan mereka, bersaing dengan pihak luar untuk perencanaan dan
perencanaan, memungkinkan transformasi teknologi yang cepat. , proses kerja,
dan produk kerja yang membutuhkan kemampuan untuk membuat strategi. Di sisi
lain, kita perlu mengembangkan manajemen talenta operasional yang berorientasi
pada karyawan yang mendobrak hambatan inovasi baru dan berdampak pada
kemampuan dan komitmen untuk memotivasi pekerjaan. Oleh karena itu, manusia
adalah konsep Moran (2000) bahwa sumber daya manusia adalah sumber
keunggulan kompetitif utama dan pengelolaan sumber keunggulan lainnya.
Karena agribisnis merupakan langkah strategis untuk menambah nilai produk
pertanian, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pemanfaatan dan penerapan teknologi (Apriyanto, 2005),
maka kemampuan pengusaha menjadi kemampuan sumber daya manusia yang
sangat bergantung (Naisbit, 2009).

BAB V. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi agroindustri produk pertanian
begitu beragam dan sangat luas mencakup teknologi pascapanen dan teknologi
proses. Perlakuan pascapanen tahap awal meliputi, gangguan, pengurutan, dan
pengurutan berdasarkan mutu, pengemasan, transportasi dan penyimpanan,
penurunan/pengirisan, penghapusanan biji, pengupasan dan lainnya. Perlakuan
pascapanen tahap pengolahan antara lain, fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah,
ekstraksi rempah, distilasi dan sebagainya. Kelompok agroindustri tetap
mengalami pertumbuhan antaralain yang berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi
kayu dan industri pengolahan ikan.
Kelompok agroindustri ini dapat berkembang dalam kelompok krisis karena
tidak mengandalkan bahan baku dan tambahan impor serta peluang pasar ekspor
yang besar. Sementara kelompok agroindustri yang tetap dapat bertahan pada
masa krisis adalah industri mie, pengolahan susu dan industritembakau yang
disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri dansifat industri yang
padat karya. Kelompok agroindustri yang mengalami penurunan adalah industri
pakan ternak dan minuman ringan. Penurunanindustri pakan ternak berkat impor
bahan baku (bungkilkedelai, tepung ikan dan obat-obatan). Sementara penurunan
pada industrimakanan ringan lebih disebabkan oleh penurunan daya beli
masyarakatsebagai krisis ekonomi.
3.2. Saran
Dalam perumusan program pembangunan industri pertanian di 6ndonesia
tentutidak semata-mata mengandalkan logika dan teori semata, namun harus pula
melihat fakta dilapangan dan juga berpijak pada pengalaman di masa lalu. Hal ini
perlu diperhatikan karena dalam penerapan berbagai teori yang telah diterapkan
dimasa lalu, ternyata kini menemui jalan buntu, misalnya strategi meraih
swasembada pangan dengan mengarahkan seluruh sumberdaya yang ada ternyata
dalam jangka panjang justru menimbulkan ketergantungan yang tinggi pada
komoditas beras dan menghambat diversifikasi pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Astika Ria. 2018. Definisi Agroindustri. Jakarta. Diambil dari https://
riarastikaWordpress.com. Diakses pada tanggal 09 Mei 2022 pukul 19:33
WIB.
Austin, J.E. 1981. Agroindustrial Project Analysis. The Johns Hopkins University
Press. London.
Dermawan Asep. 2018. Prospek Agroindustri di Indonesia. Diambil dari
https://agroedupolitan.blogspot.com/prospek-agroindustri-di-indonesia-
era.html. Diakses pada tanggal 09 Mei 2022 pukul 18:11 WIB.
Hadi Sutopo Bambang. 2017. Perkembangan Agroindustri di Indonesia.
Yogyakarta.
Hariyanto. 2017. Agroindustri di Indonesia Dinilai Berkembang Baik.
Yogyakarta. Diambil dari https://m.industry.co.id. Diakses pada tanggal 09
Mei 2022 pukul 20:10 WIB.

Anda mungkin juga menyukai