Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN HASIL KEGIATAN PROGRAM TANAM JAGUNG

PANEN SAPI (TJPS) STIPER FB – B DI DESA LOA

OLEH :

KELOMPOK TANI STIPER FB B


PROGRAM TANAM JAGUNG PANEN SAPI (TJPS)
DESA LOA

YAYASAN PERSEKOLAHAN UMAT KATOLIK NGADA


SEKOLAH TINGGI PERTANIAN FLORES BAJAWA
BAJAWA
2021
ABSTRAK

Faktor-faktor produksi jagung komposit seluas 4 ha dikaji dengan tujuan untuk mengetahui
kelayakan produksi jagung untuk mendukung Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) Provinsi
NTT. Varietas yang digunakan adalah Lamuru yang dibudidayakan oleh Kelompok Tani STIPER FB
B dan berlokasi di Desa Loa, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada dengan luas areal tanam 4 ha
dengan pengawasan yang rutin dari pendamping program dan penyuluh lapangan Dinas Pertanian
Kabupaten Ngada.

Variabel yang diamati selain penggunaan input dan tenaga kerja serta output, juga diamati
permasalahan yang dihadapi baik saat proses produksi di lapangan maupun saat distribusi dan
pemasaran, sehingga diperoleh data kualitatif yang dianalisis dengan metode analisis deskriptif.

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung
Lamuru sehingga terdapat perbedaan anatara estimasi ubinan dan hasil panen nyata yang
dihasilkan, faktor-faktor tersebut antara lain: varietas benih, teknik penanaman, seleksi,
pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, pengendalian gulma, panen dan pascapanen serta
faktor sosial. Sedangkan untuk tingkat produksi yang dicapai adalah 9,7 ton dengan tingkat
produktivitas sebesar 2,4 ton/ha. Berdasarkan analisis biaya dan pendapatan diperoleh angka
yang prospektif yaitu keuntungannya sekitar Rp. 13,4 juta dengan angka rasio antara
penerimaan dengan biaya sebesar 1,46 yang dinilai cukup menguntungkan dan layak dijadikan
sebagai satu bidang usahatani.

HALAMAN TIM PENYUSUN

i
LAPORAN HASIL KEGIATAN PROGRAM TANAM JAGUNG PANEN SAPI (TJPS)
STIPER FB–B DI DESA LOA

Disusun Oleh Kelompok Tani STIPER FB B:

1. Ketua : Victoria Ayu Puspita, S.ST., M.Si. (............................)

2. Sekretaris : Maria Clara Mau, S.P. M.Sc. (............................)

3. Bendahara: Marselina Ida Gue, S.Pd. (............................)

Mengetahui:

Dr. Nicolaus Noywuli, S.Pt., M.Si


NIDK: 8954110021
Ketua STIPER FB

DAFTAR ISI

ii
ABSTRAK ......................................................................................................................... i

HALAMAN TIM PENYUSUN........................................................................................ ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL.............................................................................................................. v

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 3
1.3 Tujuan................................................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung Lamuru................................................................................... 4


2.2 Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS)..................................................... 8
2.3 Sekolah Tinggi Pertanian Flores Bajawa (STIPER FB)................................... 9
2.4 Kelompok Tani STIPER FB B............................................................................ 10

BAB III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan.......................................................................... 11


3.2 Metode Pelaksanaan............................................................................................. 11
3.3 Metode Analisis Data........................................................................................... 11

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Produktifitas Jagung di Kebun TJPS STIPER FB B Desa Loa....................... 12


4.2 Analisis Usaha Tani.............................................................................................. 20

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan........................................................................................................... 22
5.1 Saran...................................................................................................................... 23

Daftar Pustaka
Lampiran

DAFTAR GAMBAR

iii
Gambar Keterangan Hal.
1. Susunan Kepengurusan dan Keanggotaan Kelompok Tani STIPER FB B 10
2. Perbandingan Produktifitas Hasil Estimasi Ubinan dan Hasil Panen 12
Perbandingan Metode Pelaksanaan Kelompok Tani dengan Petunjuk Teknis
3. 20
Program TJPS
Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Tani Produksi Jagung Komposit di
4. 21
Desa Loa, Kec. Soa, Kab. Ngada, 2020

DAFTAR TABEL

iv
Gambar Keterangan Hal.

1. Hasil Panenan Double Track 14


2. Pengendalian Gulma Secara Teknis 15
3. Tanaman Jagung yang Terserang Hama Ulat Grayak 16
4. Pengendalian Hama Tikus Menggunakan Metode Fumigasi 16
5. Pengendalian Hama Tikus Menggunakan Racun Tikus 17
6. Kegiatan Pemupukan 18
7. Kegiatan Panen 19
8. Proses Pemipilan Jagung Menggunakan Corn Sheeler 19

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komoditas jagung merupakan bahan makanan utama kedua setelah beras. Selain
itu, jagung juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri. Jika
pemenuhan bahan pakan terganggu, maka pada akhirnya akan mengganggu pemenuhan
kebutuhan protein dan peningkatan gizi bagi masyarakat. Oleh karena itu, jagung
dipandang sebagai komoditas yang cukup strategis seperti halnya beras (Bahtiar et al.,
2007). Hal yang sama menurut Yusuf et al.2013 bahwa jagung merupakan salah satu
sumber karbohidrat yang cukup potensial terutama di Indonesia Timur. Selain sebagai
sumber bahan pangan, jagung juga menjanjikan banyak harapan untuk dijadikan sebagai
bahan baku berbagai macam keperluan industri.

Meningkatnya impor jagung sangat menguras devisa negara yang jumlahnya besar
tiap tahunnya. Hal ini makin kuat pada saat terjadi krisis pangan dunia yang membuat
lonjakan harga komoditas pertanian, termasuk jagung. Kondisi ini menambah
kekhawatiran industri pakan mengingat hampir 60% bahan baku pakan masih harus
diimpor, sementara harga jagung dunia melonjak menyebabkan biaya produksi naik.
Untuk itu, produksi jagung domestik terus ditingkatkan dengan berbagai kebijakan
yang dilakukan.

Dalam rangka meningkatkan produksi jagung nasional telah dikembangkan


teknologi produksi jagung komposit yang memiliki keunggulan umurnya yang pendek,
tahan hama penyakit, dan juga dapat ditanam secara berulang-ulang sehingga tidak
menyebabkan ketergantungan petani. Secara umum dikenal ada dua jenis jagung yaitu
jagung hibrida dan jagung bersari bebas atau sering disebut dengan komposit, keduanya
mempunyai keunggulan dan kelemahan. Jagung hibrida mempunyai potensi hasil yang
tinggi tetapi harus dibudidayakan pada daerah yang subur dan pemeliharaan yang lebih
intensif, sedang jagung bersari bebas mempunyai daya adaptiasi yang lebih luas tetapi
tingkat produksinya lebih rendah dari jagung hibrida (Bahtiar et al. 2007; Takdir et al.
2007). Potensi jagung komposit cukup tinggi asalkan dibudidayakan dengan baik. Rata-
rata produksi yang dicapai jagung komposit adalah 3-5 t/ha.

1
Tanaman jagung merupakan salah satu alternatif tanaman yang dapat
dibudidayakan pada saat musim hujan, hal ini dikarenakan tanaman ini memiliki
kemampuan adaptasi yang cukup baik karena dapat di tanam pada lahan kering, lahan
sawah, lebak, dan pasang surut dengan berbagai jenis tanah, tipe iklim, dan ketinggian
tempat 0 - 2000 meter dari permukaan laut dengan tingkat produktivitas yang idealnya
dapat mencapai 5-7 ton/ha. Kasryno (2002) mengemukakan di Indonesia 57% produksi
jagung dihasilkan dari pertanaman pada musim hujan yang diusahakan di lahan kering,
24% pada musim kemarau (MK) I dan 19% pada MK II yang umumnya diusahakan pada
sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Selama periode 2014-2018, luas panen jagung
mengalami peningkatan sebesar 3,64%/tahun dan tingkat produktivitas hanya meningkat
sebesar 0,27%/tahun. (pertanian.go.id).

Produktivitas jagung di Indonesia pada tahun 2018 memang masih rendah yaitu
hanya sekitar 3,55 t/ha (pertanian.go.id) Begitu pula dengan tingkat produktivitas di
Provinsi NTT pada tahun yang sama hanya mencapai rata-rata 2,56 ton/ha
(https://ntt.bps.go.id/). Hal ini sebanding dengan yang terjadi di Kabupaten Ngada yang
memiliki total luas lahan jagung tahun 2018 adalah seluas 18.418 ha dengan produksi
48.593 ton sehingga bisa dilihat bahwa produktivitas jagung Kabupaten Ngada tahun
2018 berada di angka 2,63 ton/ha (https://portal.ngadakab.go.id/). Hal ini bisa dikatakan
bahwa tingkat produktivitas jagung untuk Kabupaten Ngada masih rendah.

Demikian halnya dengan produktivitas yang dihasilkan oleh salah satu lokasi
tanam jagung di Desa Loa, Kecamatan Soa yang merupakan lokasi program Tanam
Jagung Panen Sapi (TJPS) Provinsi NTT dan digarap oleh kelompok tani STIPER FB B
dengan luas areal tanam sekitar 4 ha dan total produksi jagung yang dihasilkan adalah
9.7 ton dengan angka produktivitasnya adalah sekitar 2,4 ton/ha. Rendahnya
produktivitas ini dapat diakibatkan oleh banyak faktor baik faktor internal maupun faktor
ekstenal. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah penggunaan varietas
jagung.

Seperti yang kita ketahui bahwa pada program TJPS, pemerintah Provinsi NTT
menggunakan varietas jagung komposit jenis Lamuru. Sehingga besar kemungkinan
salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas adalah penggunaan varietas jagung
komposit yang memiliki rata-rata produksi rendah, serta belum didukung dengan teknik
budidaya yang baik. Masih banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain

2
penggunaan input produksi (penjarangan/seleksi, pengendalian gulma, pengendalian
hama, input produksi) yang harus sebanding dengan hasil yang diperoleh dan modal
yang telah dikeluarkan oleh petani dalam hal ini kelompok tani STIPER FB B yang
memiliki lahan garapan di Desa Loa, Kecamatan Soa.

Kelompok tani ini seharusnya tidak lagi hanya berorientasi pada produksi yang
tinggi saja, namun lebih menitikberatkan pada semakin tingginya tingkat
pendapatan atau keuntungan yang diperoleh. Petani sebagai produsen yang rasional
juga memaksimalkan keuntungan. Sehingga kelompok tani STIPER FB B membuat
sebuah jurnal untuk menganalisis keragaan usaha tani jagung, menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi produksi pada usaha tani jagung, dan tingkat keuntungan yang
diperoleh berdasarkan kegiatan budidaya tanaman jagung varietas Lamuru Program
TJPS di Desa Loa, Kecamatan Soa selama ±100 hari.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana produktivitas jagung varietas lamuru program TJPS STIPER FB-B Desa
Loa?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung varites lamuru program TJPS
STIPER FB-B Desa Loa?
1.3. Tujuan
1.Untuk mengetahui produktivitas jagung varietas lamuru program TJPS STIPER FB-B
Desa Loa.
2.Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung varites lamuru
program TJPS STIPER FB-B Desa Loa.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung Lamuru


2.1.1 Jagung Lamuru
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman rumput-rumputan
dan berbiji tunggal (monokotil). Jagung merupakan tanaman rumput kuat,
sedikit berumpun dengan batang kasar dan tingginya berkisar 0,6-3 m.
Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan musiman dengan umur ± 3 bulan
(Nuridayanti, 2011). Kedudukan taksonomi jagung menurut Paeru dan Dewi,
2017 adalah sebagai berikut, yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Susunan tubuh jagung terdiri atas : akar, batang, daun, bunga dan buah
yang terdiri atas tongkol dan biji. Tanaman jagung berakar serabut, menyebar
ke samping dan ke bawah sepanjang sekitar 25 cm. Penyebaran pada lapisan
alas tanah, bentuk sistim perakaran sangat bervariasi (Suprapto, 1992).
Batangnya beruas – ruas dengan jumlah kurang lebih 8-21 ruas, tetapi
jumlah tersebut tergantung pada varietas dan kondisi lahan. Daun tanaman
jagung berbentuk pita/garis, jumlah daun tiap batangnya kurang lebih 10 - 20
helai, panjang daun sekitar 30 - 150 cm, lebar dapat mencapai 15 cm. Daun
muncul dari buku – buku batang yang pada bagian ujungnya sering menjuntai
ke bawah (Effendi, 1991).
Lamuru adalah nama dari varietas jagung bersari bebas yang dirilis oleh
Badan Litbang Pertanian tahun 2000. Jagung ini dirancang untuk wilayah-
wilayah dengan kondisi lahan maupun iklim yang kering seperti Nusa

4
Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah dan
sejumlah kabupaten lainnya di Indonesia.
Sejak diintroduksi pada 2004 hingga sekarang, varietas Lamuru masih
tetap menjadi varietas pilihan petani jagung di NTT. Hal ini disebabkan karena
banyak keunggulan yang dimiliki oleh varietas ini yaitu: tidak membutuhkan
banyak air sehingga cocok untuk lahan kering seperti daerah NTT, tidak
membutuhkan banyak pupuk sehingga memudahkan petani ketika memiliki
masalah dengan ketersediaan pupuk, tahan terhadap serangan hama dan
penyakit, hemat dalam biaya produksi dari aspek pemupukan dan
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), memiliki potensi
produksi yang tinggi (5-6 ton/ha) daripada varietas lokal lainnya, bukan
merupakan hasil persilangan sehingga dapat digunakan kembali sebagai benih
pada musim tanam berikutnya, memiliki daya tahan simpan yang lama
(dengan pananganan yang baik), harga benih dapat diperoleh dengan harga
murah.

2.1.2 Teknik budidaya


Budidaya tanaman jagung lamuru dilakukan dengan pola monokultur
yaitu dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal tertentu. Penanaman
jagung dilakukan dengan jarak tanam 40 x 20 x 100 cm dengan jumlah 1
biji/lubang. Proses penjarangan dilakukan pada tanaman jagung dengan umur
2 minggu setelah tanam (MST).
Pemupukan tanaman dberikan sebanyak 2 kali yaitu pada saat penanaman
dengan dosis 100 kg urea/ha atau dengan 150 kg SP36/ha. Pemupukan kedua
diberikan pada 30 hari setelah tanam (HST) yaitu dengan pemberian 200 kg
urea/ha.pemberian pupukdapat dilakukan dengan cara tugal atau dengan
pembuatan larikan dengan jarak ± 10 cm sari tanaman dan kemudian ditutup
dengan tanah.
Penyiangan tanaman dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari
setelah tanam (HST) dan penyiangan kedua dapat dilakukan pada saat umur
tanaman 28-30 hari setelah tanam (HST) atau setelah pemupukan kedua
dilakukan.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesegera mungkin pada saat
serangan hama dan penyakit pada tanaman telah terlihat. Hal ini bertujuan agar

5
intensitas serangan dapat diatasi dan penyebarannya dapat dikendalikan.
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu
secara mekanik, secara biologis dan dengan penggunaan bahan kimia.
Pemanenan dapat dilakukan apabila telah masak secara fisiologis yang
terlihat dengan kulit dan batang tanaman jagung telah mengering dan warna
menjadi coklat muda dan warna bulir jagung telah berwana cerah mengkilat
dan apabila ditekan dengan kuku tidak membekas. Setelah pemanenan,
langkah selanjutnya adalah pasca panen dengan cara jagung dijemur dibawah
sinar matahari selama 3-4 hari atau sampai kadar air tidak lebih dari 14%
setelah jagung telah mengering kemudian jagung dipipil lalu dijemur hingga
kadar air mencapai ±12%.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman jagung
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman
agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor
produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh.
Beberapa faktor produksi yang terpenting dalam proses produksi adalah lahan,
modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek
manajemen (Soekartawi, 2013).
a. Luas lahan
Mubyarto (1987), lahan sebagai salah satu faktor produksi yang
mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap usahatani. Besar kecilnya
produksi dari usahatani antara lain dipengaruhi oleh sempitnya lahan yang
digunakan. Meskipun demikian, Soekartawi (1993) menyatakan bahwa
bukan berarti semakin luas lahan pertanian maka semakin efisien lahan
tersebut. Bahkan lahan yang sangat luas dapat terjadi inefisiensi disebabkan
oleh:
1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor-faktor produksi
seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja.
2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah itu yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.
3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian
tersebut.

6
Sebaliknya lahan yang luas relatifnya semput, usaha pengawasan terhadap
penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja
tercukupi dan modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar.
b. Pupuk
Pupuk adalah bahan atau zat makanan yang diberikan atau ditambahkan
pada tanaman dengan maksud agar tanaman tersebut tumbuh. Pupuk yang
diperlukan tanaman untuk menambah unsur hara dalam tanah. Pupuk dapat
digolongkan menjadi dua yaitu pupuk alam dan pupuk buatan (Prihmantoro
dalam Mirnaini, 2013).
1. Pupuk Organik
Pupuk alam atau pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari
pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia. Pupuk organik
mempunyai kelebihan yakni sebagai berikut (Lingga dan Marsono,
2013) :
- Memperbaiki struktur tanah.
- Menaikkan daya serap tanah terhadap air.
- Menaikkan kondisi kehidupan dalam tanah.
- Sebagai sumber zat makanan dalam tanah.
2. Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk
dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi.
Pupuk anorganik memiliki bentuk, warna dan cara penggunaan yang
beragam. Keanekaragaman pupuk anorganik sangat menguntungkan
petani yang memahami aturan pakai, sifat-sifat dan manfaatnya bagi
tanaman. Adapun keuntungan dari penggunaan pupuk anorganik adalah
sebagai berikut (Lingga dan Marsono, 2013):
- Pemberian dapat terukur dengan tepat karena pupuk anorganik
biasanya memiliki takaran hara yang lengkap.
- Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan
yang tepat.
- Pupuk anorganik dapat tersedia dalam jumlah cukup atau mudah
didapatkan dalam jumlah yang diinginkan.
- Proses pengangkutan pupuk anorganik lebih mudah karena relatif
sedikit dibandingkan pupuk organik

7
c. Pestisida
Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk
mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme
pengganggu. Namun ini berasal dari pest (hama) yang diberi akhiran cie
(pembasmi). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma,
burung, mamalia, ikan atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida
biasanya beracun. Dalam bahasa sehari-hari pestisida sering kali disebut
sebagai “racun”. (Ir La Ode Arief M. Rur.SC. 2005).
d. Tenaga kerja
Sumber alam akan dapat bermanfaat apabila telah diproses oleh manusia
secara serius. Semakin serius manusia menangani sumber daya alam
semakin besar manfaat yang akan diperoleh petani. Tenaga kerja
merupakan faktor produksi (input) yang penting dalam usaha tani.
Penggunaan tenaga kerja akan intensif apabila tenaga kerja yang
dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang optimal dalam proses
produksi dan dapat menggarap tanah seluas tanah yang dimiliki. Jasa tenaga
kerja yang dipakai dibayar dengan upah. Tenaga kerja yang berasal dari
keluarga sendiri umumnya tidak terlalu diperhitungkan dan sulit 15 diukur
dalam penggunaannya atau bisa disebut juga tenaga yang tidak pernah
dinilai dengan uang. Menurut UU No 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan menyatakan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan masyarakat.
2.2 Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS)
Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) merupakan salah satu program
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Victor Bungtilu Laiskodat periode 2018-2023.
Program ini adalah salah satu program di bidang pertanian lahan kering. Provinsi
NTT yang memilki iklim kering sangat berpotensi untuk dikembangkannya
pertanian lahan kering salah satu tanaman yang sangat berpotensi adalah tanaman
jagung.
Jagung menjadi pilihan dikarenakan berdasarkan sejarah, jagung menjadi
makanan pokok masyarakat NTT di bagian pulau Timor. Mengutip Misi dari
Gubernur NTT, "NTT Bangkit, NTT Sejahtera". Maka salah satu langkah strategis
yang diambil untuk mencapai Visi tersebut adalah mengembangkan pertanian lahan

8
kering.  Salah satu hal yang disampaikan  oleh Gubernur NTT saat debat Pilgub
adalah Lahan kering di NTT masih banyak yang belum diolah. Sehingga lahan-lahan
yang belum dimanfaatkan harus diolah sehingga dapat meningkatkan taraf hidup
petani.
Program TJPS berfokus pada budidaya tanman jagung yang kemudian hasil
jual tanaman jagung yang melalui pendampingan oleh tenaga teknis diperkirakan
mencapai 5 ton/ha. Maka sebagian hasil panen jagung akan dikonsumsi oleh petani
dan sebagian hasil panen tersebut akan dibelikan sapi. Sehingga program ini
kemudian dikenal dengan Program Tanam Jagung Panen Sapi.
2.3 Sekolah Tinggi Pertanian Flores Bajawa (STIPER FB)
Sekolah Tinggi Pertanian Flores Bajawa (STIPER FB) adalah lembaga
pendidikan tinggi yang didirikan oleh kolaborasi Pemerintah Kabupaten Ngada
bersama Gereja Katolik Keuskupan Agung Ende dan diselenggarakan oleh Yayasan
Persekolahan Umat Katolik Ngada (YASUKDA). Hadir atas keprihatinan bersama
akan rendahnya SDM pendidikan tinggi, rendahnya pemanfaatan potensi pertanian
kompleks dan tingginya angka kemiskinan serta permasalahan aksesibilitas.
Didirikan dengan tujuan untuk menghasilkan sarjana yang terampil, siap bekerja,
berwawasan wirausaha , mampu berkarya dan mengembangkan ilmu pengetahuan
untuk memanfaatkan sumber daya serta ikut dalam mencerdaskan bangsa melalui
pendidikan yang humanis,berkarakter dan berorientasi global.
Nama “Flores Bajawa” menggambarkan keutamaan pada potensi dan
permasalahan wilayah dan masyarakat pulau Flores dan Kabupaten Ngada
khususnya. Secara operasional, Sekolah Tinggi Pertanian Flores Bajawa berjalan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 517/m/2020 tanggal 8 Mei 2020 dengan 2 Program Studi Sarjana
yakni Prodi Agroteknologi dan Prodi Peternakan.
Moto STIPER Flores Bajawa adalah “Searching and Serving With Love”
dengan semboyan Non Scholae Sed Vitae Discimus yang artinya: “kita belajar
bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup”. Moto tersebut bermakna bahwa
STIPER Flores Bajawa membentuk pendidikan berkarakter yang humanis dalam
semangat kasih untuk kepentingan universal yang dapat memenuhi kebutuhan
regional dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan nasional. STIPER Flores
berupaya melaksanakan pendidikan dalam rangka mencerdaskan dan mendidik
mahasiswa agar terampil sehingga mampu berkarya untuk keadaan sekarang dan

9
keadaan masa depan serta sekaligus dapat menjadi penghubung antara dunia ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi dengan kebutuhan nyata masyarakat Indonesia
dan masyarakat internasional bahkan bukan hanya untuk kepentingan sekolah tetapi
belajar untuk hidup. Ciri khas sistem pendidikan tinggi yang diselenggarakan
STIPER Flores Bajawa bertitik berat pada tujuan pendidikan nasional yang humanis,
yakni meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan, dan cinta kasih serta cinta tanah air agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri, inovasi dan berdaya saing serta bersama-sama bertanggung jawab atau
pembangunan bangsa.

2.4. Kelompok Tani STIPER FB B


Kelompok tani ini dibentuk pada tanggal 24 bulan Oktober tahun 2020 dengan
tujuan untuk dapat memanfaatkan lahan STIPER FB hasil kerja sama dengan Pemda
yang berlokasi di Desa Loa, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada dengan
membudidayakan tanaman jagung Program TJPS Provinsi NTT, namun tidak
menutup kemungkinan akan membudidayakan komoditi lain selain jagung. Berikut
merupakan susunan kepengurusan kelompok tani STIPER FB B:
Tabel 1. Susunan Kepengurusan dan Keanggotaan
Kelompok Tani STIPER-FB B
No. Nama Jabatan
1. Victoria Ayu Puspita, S.ST., M.Si Ketua
2. Maria Clara Mau, SP., M.Sc. Sekretaris
3. Marselina Ida Gue S.Pd. Bendahara
4. Muhamad Muhdin, S.TP., M.Si Seksi Sarana dan Prasarana Produksi
5. Rannando, SP., M.Si Seksi Usaha Tani
6. Liliana Regina Deze, S.Pt, M.Si Seksi Pemasaran
7. Jean Nihana Manalu, SP., M.Si Anggota
8. Egidius Rembo, S.Pt., M.Si Anggota
9. Edelnia Kristina Bere, S.Pt., M.Si Anggota
10. Antonius I. Doyrowa. S.Pd., M.Pd Anggota
11. Agustinus De Rozari, S.Tr.P Anggota
12. Richardus Hendra Tambus, S. Hut Anggota
13. Adrianus Obaria, S.TP Anggota
14. Ignasius F. Lado Foju, SM Anggota
15. Silvester Riba, S.Fil. Anggota
16. Maria Rafelis Meo, S.Sos Anggota
17. Jenny Ronawati Bay, S.S., M.Pd Anggota
18. Sirilus Metodius Bhalu, S.Sos Anggota
19. Robertus Gara, S.Sos., M.Si Anggota

10
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan


Kegiatan ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2020 hingga April 2021 di
Kebun program TJPS yang dikelola oleh Kelompok Tani STIPER FB B yang berlokasi
di Desa Loa, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT dengan luas areal tanam
±4 ha.Varietas yang digunakan adalah Lamuru yang merupakan salah satu jenis
jagung komposit.
3.2. Metode Pelaksanaan
Ditanam pada areal 4 ha dengan jarak tanam 40cm x 20cm X 100cm, dengan 1
biji per lubang . Dipupuk dengan pupuk Urea dengan dosis 50gr/lubang pada umur 50
HST.
Disiangi dengan herbisida Supremo pada umur 2 HST hanya pada sebagian kecil
lahan, disusul penyiangan menggunakan herbisida Venator dan Atradex pada umur 34
HST dan 60 HST, dilanjutkan dengan penyiangan secara manual pada umur 70 HST.
Pengendalian hama ulat grayak menggunakan pestisida Montaf pada umur 40 HST,
selanjutnya pengendalian hama tikus menggunakan Petrokkum pada umur 68 HST
sampai dengan 92 HST.

Taksasi produksi dan panen perdana dilakukan pada umur 109 HST. Dipanen
pada saat 10 hari setelah masak fisiologi agar kadar air biji tidak terlalu tinggi pada
saat panen. Menurut Arief, R.etal.(1999), menunda panen 10 hari sudah dapat
menurunkan kadar air sekitar 10%.

3.3. Metode Analisis Data


Variabel yang diamati selain penggunaan input dan tenaga kerja serta
output, juga diamati permasalahan yang dihadapi baik saat proses produksi di
lapangan maupun saat distribusi dan pemasaran. Data kualitatif yang diperoleh dianalisis
menggunakan metode analisis deskriptif dengan fokus pada sebab dan akibat suatu
masalah.

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Produktivitas Jagung di Kebun TJPS STIPER FB B Desa Loa

Tabel 2. Perbandingan Produktivitas Hasil Estimasi Ubinan dan Hasil Panen

No Hasil Ubinan dgn luas areal 4 ha Hasil Panen dgn luas areal 4 ha
Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)
1. 28 7 9.7 2.42

Kegiatan penanaman jagung di Desa Loa, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada yang digarap
oleh Kelompok Tani STIPER FB B merupakan pelaksanaan dari Program TJPS (Tanam
Jagung Panen Sapi) yang digalang oleh Pemerintah Provinsi NTT, sehingga seluruh kegiatan
budidaya mulai dari persiapan lahan hingga pasca panen mengikuti petunjuk teknis dari
program tersebut. Ciri khas dari program ini adalah pola tanam double track yaitu dengan
jarak tanam 40 Cm x (20 Cm x 40 Cm) x 100 Cm. Kelompok tani STIPER FB B berusaha
untuk melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan petunjuk teknis dari Program TJPS Provinsi
NTT, namun terdapat beberapa kendala yang mengakibatkan pelaksanaan kegiatan ini tidak
sesuai dengan apa yang disarankan karena lahan ini merupakan lahan bekas jalur pacuan
kuda, sehingga tidak semua areal bisa dilakukan penanaman jagung program TJPS, hal ini
bisa menjadi salah satu faktor penyebab produktivitas ubinan dengan produktivitas saat panen
jauh berbeda. Berikut ini merupakan beberapa faktor produksi lain yang menyebabkan
rendahnya produktivitas jagung yang dikelola oleh kelompok Tani STIPER FB B di lahan
Program TJPS di Desa Loa, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada:

1. Varietas Jagung yang digunakan


Secara umum dikenal ada dua jenis jagung yaitu jagung hibrida dan jagung bersari
bebas atau sering disebut dengan komposit, keduanya mempunyai keunggulan dan
kelemahan. Jagung hibrida mempunyai potensi hasil yang tinggi tetapi harus
dibudidayakan pada daerah yang subur dan pemeliharaan yang lebih intensif, sedang
jagung bersari bebas (komposit) mempunyai daya adaptiasi yang lebih luas tetapi
tingkat produksinya lebih rendah dari jagung hibrida (Bahtiar et al. 2007; Takdir et al.
2007). Potensi jagung komposit cukup tinggi asalkan dibudidayakan dengan baik.
Rata-rata produksi yang dicapai jagung komposit adalah 3-5 t/ha. Varietas jagung
yang digunakan oleh kelompok tani STIPER FB B adalah Lamuru yang merupakan
bantuan dari Program TJPS Provinsi NTT, dimana jagung Lamuru merupakan salah

12
satu jenis jagung komposit yang memiliki tingkat produksi lebih rendah dibandingkan
jagung hibrida.
2. Produktivitas Jagung
Produktivitas jagung di Indonesia pada tahun 2018 memang masih rendah yaitu hanya
sekitar 3,55 t/ha (pertanian.go.id). Begitu pula dengan tingkat produktivitas di
Provinsi NTT pada tahun yang sama hanya mencapai rata-rata 2,56 ton/ha.
(https://ntt.bps.go.id/). Hal ini sebanding dengan yang terjadi di Kabupaten Ngada
yang memiliki produktivitas jagung tahun 2018 berada di angka 2,63 ton/ha.
(https://portal.ngadakab.go.id/). Demikian halnya dengan produktivitas yang
dihasilkan oleh salah satu lokasi tanam jagung di Desa Loa, Kecamatan Soa yang
merupakan lokasi program TJPS Provinsi NTT dan digarap oleh kelompok tani
STIPER FB B yang memiliki angka produktivitasnya adalah sekitar 2,4 ton/ha.
3. Persiapan lahan
Lahan STIPER FB B di Desa Loa tidak seperti yang diharapkan, masih banyak
tunggul akar pohon besar dan sedikit berbatu, tetapi pertanaman jagung
sebelumnya menunjukkan petumbuhan yang baik, sehingga pembersihan lahan
dilakukan baik secara manual maupun mekanis menggunakan traktor. Pengolahan
tanah dengan luas areal tanam 4 ha menggunakan traktor hanya dilakukan satu kali
dalam waktu 3 hari dan pada jalur pacuan kuda tidak diolah akibat tanah yang sudah
terlalu padat dan keras. Pengolahan tanah ini tidak termasuk pembuatan drainase
untuk antisipasi curah hujan tinggi, dan juga untuk memudahkan pengairan
manakala terjadi kekeringan. Sehingga di tempat jalur air hujan dan jalur pacuan
kuda tidak dilakukan penanaman. Dengan demikian luas areal tanam menjadi lebih
sempit dari luas lahan yang mencapai sekitar 6 ha, lalu yang ditanami hanya seluas 4
ha. Persiapan lahan tidak hanya dilakukan dengan mengolah tanah secara manual dan
mekanis, namun juga kelompok tani melakukan pengukuran lahan untuk mengetahui
secara pasti ukuran lahan secara total dan ukuran lahan yang akan dijadikan areal
tanam. Hasil yang diperoleh adalah untuk areal secara keseluruhan adalah sekitar 6 ha
dan luas areal yang ditanami jagung adalah 4 ha.
4. Penanaman
Penanaman dilakukan menggunakan tali yang disulam sesuai dengan pola tanam
double track yang dianjurkan oleh Program TJPS (gambar 1). Penggunaan tali
memudahkan penanam agar hasil tanam bisa lurus. Benih jagung ditanam pada jarak
tanam 40 Cm x (20 Cm x 40 Cm) x 100 Cm dengan anjuran 1 biji/lubang. Namun

13
pada saat penanaman ada banyak penanam yang menanam dengan 2, 3, hingga 4
biji/lubang, sehingga perlu dilakukan penjarangan/rouging setelah tanaman baru
tumbuh. Kegiatan penanaman dilakukan oleh 20 orang dengan waktu 12 hari.
Pertumbuhan awal benih jagung sedikit terganggu karena setelah tanam langsung
terjadi hujan deras, sehingga lubang tanaman jadi padat dan memperlambat muncul
kecambah ke permukaan tanah. Namun pada akhirnya setelah curah hujan sudah
berkurang, benih-benih jagung tersebut mulai tumbuh ke permukaan.

Gambar 1. Hasil Penanaman Double Track


5. Seleksi (Rouging)
Berdasarkan anjuran yang ditetapkan oleh program TJPS dengan pola tanam
double track yang menanam hanya 1 biji perlubang, maka ketika ada penanaman yang
tidak sesuai dengan anjuran harus segera dilakukan seleksi/rouging ketika jagung baru
tumbuh, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh kelompok tani STIPER FB B
sehingga tanaman jagung yang tumbuh lebih dari 1 tanaman/lubang tetap dengan
kondisi yang sama hingga panen.
Dapat diketahui bahwa ketika tanaman yang sama tumbuh berdekatan, maka
akan terjadi persaingan untuk merebut nutrisi yang ada di dalam tanah. Seleksi baru
dilakukan pada saat sudah dipanen, tongkol-tongkol yang rusak dan jagung dengan
kondisi fisik tidak sehat dipisahkan sebelum dilakukan pengeringan dan pemipilan.
Namun untuk jagung-jagung yang rusak tersebut tidak dipipil dan dijual lagi,
melainkan langsung digunakan sebagai bahan pakan ternak.
6. Penyiangan Gulma
Berdasarkan metode pelaksanaan yang dilakukan, kegiatan penyiangan
menggunakan herbisida selektif jenis Venator baru dilakukan ketika tanaman
berumur 34 HST lalu disusul lagi dengan penggunaan herbisida Atradex bantuan dari
program TJPS pada umur tanaman 60 HST (gambar 2). Dosis atau jumlah herbisida

14
yang diaplikasi adalah 1,5 ltr, diaplikasi dengan cara disemprotkan 75 ml + 30 ml
larutan perata/ tangki berukuran 15 ltr. Berdasarkan teknik budidaya jagung yang
baik, penyiangan gulma seharusnya dilakukan pada tanaman berumur 21 HST.
Akibat keterlambatan kegiatan penyiangan gulma ini, maka rumput di sekitar
tanaman jagung sudah berumur lebih tua dibandingkan tanaman jagung itu sendiri,
sehingga terjadi persaingan antara gulma dan tanaman jagung tersebut yang
mengakibatkan tanaman jagung tumbuh kerdil. Kemudian penyiangan susulan baru
dilakukan pada tanaman berumur 70 HST secara manual. Setelah dilakukan
penyiangan sebanyak 3 kali maka dapat dilihat bahwa gulma di sekitar tanaman
jagung mulai berkurang dan pertumbuhan tanaman jagung mulai mengalami progres
yang cukup baik, namun tetap saja tidak dapat menunjukkan pertumbuhan secara
optimal.

Gambar 2. Pengendalian Gulma Secara Mekanis


7. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang paling dominan menyerang pada pertanaman jagung di
tingkat petani di Nusa Tenggara Timur adalah penggerek batang jagung (Sesamia
inferens), tikus (Muridae), ulat grayak (Spodoptera frugiperda), dan penggerek
tongkol (Helicoverpa armigera). Namun dalam kegiatan produksi jagung hama-hama
tersebut serangannya termasuk ringan dan pengendaliannya mulai dari sanitasi
lingkungan dengan membersihkan gulma baik yang ada diantara tanaman
maupun yang disekitar pertanaman hingga penggunaan insektisida
(Pabbageetal.2007). Demikian halnya yang dilakukan oleh Kelompok Tani STIPER
FB B dalam mengendalikan hama yang menyerang kebun TJPS di Desa Loa.
Hama pertama yang menyerang adalah ulat grayak (Spodoptera frugiperda),
(gambar 3.) pengendalian yang dilakukan adalah menggunakan insektisida jenis
Montaf yang merupakan bantuan dari Dinas Pertanian Kab. Ngada. Serangan hama
tersebut terjadi pada tanaman berumur 23 HST, dan pengendalian dilakukan pada

15
umur 41 HST, namun serangan hama ulat grayak masih masuk dalam kategori
serangan ringan sehingga dampak kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini tidak
terlalu parah. Hama selanjutnya yang menyerang dengan kategori serangan lebih
parah dibandingkan hama ulat grayak adalah hama tikus. Namun pengendalian hama
tikus dikatakan terlambat karena sudah banyak pohon yang terserang, pengendalian
menggunakan 2 metode yaitu fumigasi (Gambar 4.) dan penggunaan racun tikus
(gambar 5.), meskipun dilakukan terlambat namun pengendalian ini dikatakan efektif
karena pada 1 minggu setelah pengendalian, tidak ditemukan serangan baru yang
diakibatkan oleh hama tikus.

Gambar 3. Tanaman jagung yang terserang Hama Ulat Grayak

Gambar 4. Pengendalian Hama Tikus Menggunakan Metode Fumigasi

16
Gambar 5. Pengendalian Hama Tikus Menggunakan Racun Tikus
8. Pemupukan
Berdasarkan anjuran program TJPS bahwa pupuk yang digunakan adalah
pupuk NPK dan Urea dengan dosis NPK 200 kg / ha, urea 200 kg / ha. Pemupukan
pertama dilakukan pada umur 10-14 hari, sudah dilakukan dengan 1/3 dosis sekitar
67 kg urea di campur dengan setengah bagian NPK (100 kg) jadikan satu di tambah
Furadan 3G 2 kg, dan di tugal, di masukan kedalam lobang, ketika dicampur, pada
hari itu juga pupuk harus habis terpakai, jangan ada yang sisa, hal ini dapat
menyebabkan cair, kalau sudah cair tidak berfungsi lagi untuk tanaman.
Pemupukan kedua pada umur 35-40 hari dengan dosis yang tersisa pupuk
pertama, 2/3 bagian urea (133 kg) ditambah dengan ½ bagian NPK (100 kg) dan 1 kg
kg furadan 3 g. Pemupukan diberikan di samping larikan, tiap pohon diberikan 5-7
gram atau 1 sendok makan (https://ntt.litbang.pertanian.go.id/).
Berbeda halnya dengan jenis pupuk yang diperoleh kelompok tani STIPER FB
B yang hanya mendapatkan bantuan berupa pupuk jenis urea dengan jumlah 700 kg,
yang seharusnya pupuk yang diperoleh adalah NPK dan Urea dengan jumlah 800 kg.
Sehingga kelompok tani hanya menggunakan pupuk urea dalam kegiatan pemupukan
yang dilakukan pada tanaman berumur 50 HST (gambar 6). Hal ini menunjukkan
bahwa aplikasi pemupukan pada lahan di Desa Loa belum tepat, karena berdasarkan
petunjuk teknis pelaksanaan pemupukan harus tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu,
tepat tempat, dan tepat cara.

17
Gambar 6. Kegiatan Pemupukan
9. Panen dan Pascapanen
Umur panen jagung berdasarkan anjuran dari program TJPS adalah 100 hari.
Jagung dengan varietas Lamuru yang ditanam pada lahan yang berlokasi di Desa Loa
ini dipanen lebih lama 12 hari dari umur panen yang seharusnya (Gambar 7). Hal ini
disebabkan sepanjang pertumbuhan banyak hujan sehingga bertambah umurnya
12 hari dan seharusnya tongkol yang sudah siap panen dikupas kelobotnya dan
dibiarkan 2-3 hari di lapangan untuk mempercepat penurunan kadar air biji
(Ariefetal.1999). Namun akibat dari curah hujan yang tinggi (300-500mm), maka hal
ini tidak dilakukan sehingga banyak jagung-jagung yang rusak dan berakar. Selain
curah hujan yang tinggi, bencana badai Seroja yang melanda NTT termasuk Flores
yang terjadi 06 hingga 08 April 2021 mengakibatkan banyaknya pohon jagung yang
patah dan tumbang yang mengakibatkan banyaknya kehilangan hasil.
Hasil panen jagung lalu dijemur hingga kering sebelum akhirnya dipipil
menggunakan mesin pipil yang dpinjamkan oleh Dinas Pertanian Kab. Ngada,
(gambar 8.) selama proses penjemuran dan pemipilan kelompok tani mendapatkan
kendala di bagian penggudangan, belum adanya gudang yang disiapkan untuk
penyimpanan jagung membuat jagung disimpan di beberapa tempat yang berbeda,
pada saat proses pindah jagung tersebut yang menyebabkan banyaknya kerusakan
pada jagung. Hasil yang diperoleh adalah 9,7 ton dan dijual dengan berbagai range
harga mulai dari Rp. 3.500 hingga Rp. 5.000 berdasarkan jarak lokasi pengambilan
jagung oleh konsumen.

18
Gambar 7. Kegiatan Panen

Gambar 8. Proses Pemipilan Jagung Menggunakan Corn Sheeler


10. Faktor Sosial
Faktor sosial merupakan salah satu penyebab yang tidak dapat dihindari ketika kita
melakukan penanaman dengan lokasi tanam berada di sekitar pemukiman warga.
Banyak hal yang dilakukan oleh warga sekitar apalagi ketika anggota kelompok tidak
berada di sekitar lokasi kebun, seperti mengikat hewan ternak milik mereka mulai dari
kambing, sapi hingga kuda, sehingga banyak jagung yang tumbang akibat badai
seroja akhirnya dimakan oleh hewan ternak tersebut.

19
Berdasarkan beberapa faktor tersebut, maka berikut merupakan perbandingan antara metode
pelaksanaan yang diterapkan oleh Kelompok Tani STIPER FB B dengan petunjuk teknis
pelaksanaan yang dianjurkan oleh Program TJPS.

Tabel 3. Perbandingan Metode Pelaksanaan Kelompok Tani dengan Petunjuk Teknis


Program TJPS
No. Kegiatan Metode Pelaksanaan oleh Anjuran Program TJPS
Keltan STIPER FB B
1. Penanaman Double track 40 Cm x (20 Cm x Double track 40 Cm x (20 Cm x 40
40 Cm) x 100 Cm dengan Cm) x 100 Cm dengan 1
1,2,3,bahkan 4 benih/lubang benih/lubang
2. Seleksi/rouging Tidak melakukan seleksi Sesaat setelah tanam untuk
melakukan penjarangan terhadap
tanaman yang tumbuh lebih dari 1
pada lubang tanam
3. Penyiangan Gulma 34, 60 dan 70 HST 21 HST
4. Pemupukan Dosis: 700kg untuk 4 ha Dosis: Pupuk NPK dan Urea dengan
Waktu: 50 HST dosis NPK 200 kg / ha, urea 200
kg / ha
Waktu: Pemupukan pertama 10-14
HST, pemupukan kedua 35-40 HST
5. Panen 112 HST tanpa mengupas 100 HST
kelobotnya akibat curah hujan Tongkol yang sudah siap panen
tinggi. dikupas kelobotnya dan dibiarkan
2-3 hari

4.2. Analisa Usaha Tani

Berdasarkan analisis biaya dan pendapatan diperoleh angka yang prospektif


yaitu keuntungannya sekitar Rp. 13,4 juta dengan angka rasio antara penerimaan
dengan biaya sebesar 1,46 (Tabel 3). Angka tersebut cukup menarik untuk jadi usaha
pertanian. Menurut Simatupang (2003) rasio penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan
minimal 1,20 atau setara dengan upah buruh tani setempat.

20
Tabel 4. Analisis biaya dan pendapatan usahatani produksi jagung komposit di Desa Loa,
Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, 2020

Harga
Satuan Satuan Nilai
Uraian Volume (Kg,ltr,buah,ha) (Rp/Satuan) (Rp/Ha)

Tingkat produksi benih (1) 1.500 kg 3.500 5.250.000

Tingkat produksi benih (2) 4.500 kg 4.000 18.000.000

Tingkat produksi benih (3) 3.750 kg 5.000 18.750.000

Tingkat produksi benih (4) 40 kg 6.000 240.000

Penerimaan       42.240.000

Total Biaya       28.771.000


Biaya Sarana Produksi        

a. Venator (Herbisida) 8 Liter 165.000 1.320.000

b. Nufaris (Herbisida) 2 Liter 80.000 160.000

c. Petrokum (Racun tikus) 4 Kg 85.000 340.000

d. Petrokum (Racun tikus) 7 Kg 90.000 630.000

e. Karung 100 Kg 100 Buah 5.000 500.000


Biaya Transportasi        

a. Survey lokasi 4 Ha 1.420.000 1.420.000


Biaya Tenaga Kerja        

a. Persiapan lahan 4 Ha 3.000.000 3.000.000

b.Penanaman 4 Ha` 5.600.000 5.600.000

c. Penyiangan 4 Ha 1.810.000 1.810.000


d. Pengendalian Hama dan
Penyakit 4 Ha 1.500.000 1.500.000

e. Panen/Pascapanen 4 Ha 8.389.000 8.389.000

Biaya Lain-Lain 4 Ha 4.102.000 4.102.000

Pendapatan Usaha Tani       13.469.000


Analisis R/C-ratio 1,468145007

21
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari
kegiatan ini antara lain:

1. Tingkat produktivitas jagung di Provinsi NTT pada tahun 2018 hanya mencapai
rata-rata 2,56 ton/ha. Hal ini sebanding dengan yang terjadi di Kabupaten Ngada
yang memiliki tingkat produktivitas jagung mencapai 2,63 ton/ha, sedangkan
untuk tingkat produktivitas jagung yang dikelola oleh Kelompok Tani STIPER
FB B yang merupakan program TJPS yang berlokasi di Desa Loa, Kecamatan
Soa adalah 2,42 ton/ha.
2. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya produktivitas antara lain:
a. Varietas jagung yang digunakan adalah Komposit dengan jenis Lamuru,
seperti yang telah dijelaskan bahwa varietas jagung komposit yang
mempunyai daya adaptiasi yang lebih luas tetapi tingkat produksinya lebih
rendah dari jagung hibrida dengan rata-rata produktivitas 3-5 ton/ha.
b. Penanaman yang lebih dari 1 benih/lubang dan tidak diikuti dengan
kegiatan seleksi/rouging sehingga terjadi kompetisi nutrisi antartanaman.
c. Pengendalian gulma yang terlambat dilakukan, sehingga bisa dikatakan
bahwa tanaman jagung kalah saing dengan gulma yang tumbuh di sekitar
areal tanam.
d. Pemupukan yang dilakukan masih belum tepat dosis, tepat jenis dan tepat
waktu, dosis yang seharusnya adalah 200kg/ha, waktu yang tepat adalah 10-
14 HST dan jenis pupuk yang tepat adalah urea dan NPK.
e. Pada saat panen jagung, tongkol jagung harus dikupas dari kelobotnya
untuk mengurangi kadar air 10-20%, namun hal itu tidak dilakukan akibat
curah hujan yang tinggi.
f. Curah hujan yang sangat tinggi pada saat panen yang mengakibatkan
keterlambatan waktu panen sedangkan banyak jagung yang sudah masak
secara fisiologis, dengan demikian jagung-jagung tersebut mengalami
kerusakan secara fisik.
g. Beberapa warga setempat masih membiarkan hewan ternak mereka
memasuki areal kebun pada saat masih ada tanaman jagung di lokasi kebun.

22
h. Tingkat hasil yang dicapai mencapai 2,4 t/ha, nilai dari hasil tersebut
dicapai keuntungan Rp. 13,4 juta yang dinilai cukup menguntungkan dan
layak dijadikan sebagai satu bidang usahatani.

5.2. Saran

Berikut merupakan beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini:

1. Ketika memutuskan untuk melakukan budidaya suatu komoditi, maka harus


memperhatikan faktor produksi yang dapat mendukung tingkat produktivitas
komoditi tersebut mulai dari pemilihan varietas benih, penanaman, seleksi,
pemupukan, penyiangan, hingga panen dan pasca panen
2. Sarana dan prasarana produksi yang disediakan oleh pemilik program harus
disesuaikan dengan petunjuk teknis dari program tersebut.
3. Petani harus lebih mengutamakan profit yang diperoleh dari usaha tani yang
dilakukan, karena produksi yang tinggi belum tentu didukung oleh profit yang
diperoleh.
4. Kelompok tani harus lebih ketat dalam hal pengawasan lahan sehingga tidak
tejadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti warga sekitar membawa hewan ternak
mereka memasuki areal kebun.
5. Kelompok tani harus lebih pro aktif dalam hal koordinasi dengan para
stakeholder yang terkait dengan program yang dilaksanakan, antara lain:
Pendamping TJPS, Penyuluh Pertanian, pihak keamanan serta perangkat desa
setempat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Akil, M. 2013. Kebutuhan haran N,P,K tanaman jagung hibrida pada lahan kering
di Kabupaten Gowa. Prosiding Seminar Nasional Serealia “Meningkatkan Peran
Penelitian Serealia Menuju Pertanian Bioindustri. Balai Penelitian Tanaman
Serealia. Maros, 18 Juni 2013. Hal. 201-213.
Aqil, M. dan R.Y. Arvan, 2014. Deskripsi varietas unggul jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Arief, R., S. Saenong, dan N. Widiyati.1999. Evaluasi beberapa sifat biokimia dan
fisiologi benih jagung dari berbagai tingkat masak dan beberapa waktu
penundaan pengeringan. Prosiding Seminar Hasil Pengkajian dan Penelitian
Teknologi Pertanian Menghadapi Era Otonomi Daerah. Palu, 3-4 November
1999.
Bahtiar, R. Juri, dan Y.Tamburian.2012. Demfarm VUB jagung komposit varietas
Sukmaraga mendukung SL-PTT di Sulawesi Utara. Laporan Hasil Pendampingan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi Utara.
Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin, 2007. Sistem Perbenihan Jagung.
Dalam:Sumarno et al.(Peny). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Hal. 177-191
BPS. Ngada. 2020. Kabupaten Ngada dalam Angka. BPS Kab. Ngada: Ngada
http://cybex.pertanian.go.id/ Lima Tepat (5 T) Dalam Aplikasi Pemupukan diakses pada 28
April 2021
https://ntt.bps.go.id/ Luas Panen Tanaman Jagung Provinsi NTT diakses pada tanggal 27
April 2021
Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama Empat
Dekade yang Lalu dan Implikasinya Bagi Indonesia. Badan Litbang: Nasional
Agribisnis Jagung.
Pabbage, M.S. A.M.Adnan, dan N.Nonci.2007. Pengelolaan hama prapanen jagung.
Dalam:Sumarno et al.(Peny). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Hal. 274-304.
pertanian.go.id/Luas Panen Tanaman Jagung di Indonesia diakses pada tanggal 27 April
2021
Simatupang, P. 2003. Daya saing dan efisiensi usahatani jagung hibrida di Indonesia.
Dalam:Kasryno, F., E. Pasandaran, dan A.M. Fagi (Peny). Ekonomi Jagung
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Hal. 165-178.
Takdir, A., S.Sunarti, dan M.J. Mejaya.2007. Pembentukan jagung hibrida. Dalam:Sumarno
et al.(Peny). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal.74-
95.

24
LAMPIRAN

25
26

Anda mungkin juga menyukai