Anda di halaman 1dari 59

KATA PENGANTAR

Di dunia terdapat lebih dari 50 ribu jenis tanaman yang dapat


dimakan, namun hanya 15 jenis tanaman pangan yang menjadi
penyedia 90% dari asupan energi. Diantara 15 komoditas
pangan tersebut, beras, jagung dan gandum mencukupi 2/3 dari
konsumsi pangan dunia. Demikian halnya di Indonesia, beras
menjadi sumber penyedia energi tertinggi dengan rata-rata
konsumsi langsung rumah tangga pada tahun 2019 sebesar
94,9 kg/kapita/tahun. Diperlukan lebih kurang 2,5 juta ton beras
per bulan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Penyediaan pangan (beras) untuk 269 juta penduduk Indonesia


yang terus bertambah hingga diperkirakan mencapai 318,96
juta pada tahun 2045 tidak mudah, karena memerlukan lahan
dan air yang cukup. Di sisi lain, budidaya pangan dihadapkan
oleh alih fungsi lahan produktif, perubahan iklim yang dapat
menyebabkan kekeringan dan gagal panen, pandemi serta
krisis pangan global. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
sumber pangan alternatif yang lebih adaptif terhadap kondisi
spesifik lingkungan dan social masyarakat untuk menjaga
ketahanan pangan nasional.

Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dan


peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 2015 tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi, juga telah mengamanatkan diversifikasi
pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras dan
terigu. Kementerian Pertanian menempatkan program
diversifikasi pangan lokal sebagai cara bertindak kedua (CB2)

i
dalam program peningkatan ketersediaan pangan di era normal
baru. Program akan difokuskan pada peningkatan penyediaan
dan konsumsi jagung, ubi kayu, sagu, kentang, pisang dan talas
untuk memenuhi kecukupan gizi masyarakat agar dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif.

Program diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat


pengganti beras dilaksanakan dari hulu ke hilir secara
terintegrasi dan melibatkan multisektor. Untuk itu disusun Road
Map Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti
Beras 2020-2024, sebagai acuan bagi masing-masing institusi
terkait dalam menentukan target dan mengevaluasi capaian
pelaksanaan kegiatan.

Semoga setiap upaya yang dilakukan dapat mendukung


percepatan diversifikasi pangan dan bermuara pada
peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang
sehat, aktif, produktif dan berdaya saing.

Jakarta, Agustus 2020

Kepala Badan Ketahanan Pangan

Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................ v
I. PENDAHULUAN .............................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ................................................. 1
B. TUJUAN .................................................................... 3
C. SASARAN ................................................................. 4
D. MANFAAT ................................................................. 4
II. KONDISI SAAT INI .......................................................... 5
A. PRODUKSI DAN KONSUMSI PANGAN LOKAL ...... 6
B. PELUANG DAN TANTANGAN ............................... 14
III. TARGET......................................................................... 21
IV. STRATEGI ..................................................................... 34
V. RENCANA AKSI ............................................................ 37
VI. PEMBIAYAAN ............................................................... 49

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kenaikan konsumsi pangan sumber karbohidrat


ubi kayu, jagung, sagu, kentang, pisang dan
talas per tahun .....................................................22
Tabel 3.2 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk
Peningkatan Konsumsi Ubi Kayu .........................30
Tabel 3.3 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk
Peningkatan Konsumsi Jagung ............................31
Tabel 3.4 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk
Peningkatan Konsumsi Sagu ...............................31
Tabel 3.5 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk
Peningkatan Konsumsi Kentang ..........................32
Tabel 3.6 Target Penyediaan Lahan dana Produksi untuk
Peningkatan Konsumsi Pisang .............................32
Tabel 3.7 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk
Peningkatan Konsumsi Talas ...............................33
Tabel 5.1 Target penyediaan Lahan dan Produksi Untuk
Peningkatan Konsumsi Pangan Lokal Non
Beras ...................................................................40
Tabel 5.2 Matriks Rencana Aksi 2020-2024 Kementerian
Pertanian ..............................................................41
Tabel 5.3 Matriks Dukungan Kegiatan Eselon I Lingkup
Kementerian Pertanian .........................................42
Tabel 5.4 Matriks Dukungan Kegiatan Dari Kementerian/
Lembaga Lain ......................................................47
Tabel 5.5 Matriks Dukungan Kegiatan Dari BUMN, Swasta
dan NGO ..............................................................48

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Ubi


Kayu ................................................................ 8
Gambar 2.2 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi
Jagung ............................................................. 8
Gambar 2.3 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Sagu
......................................................................... 9
Gambar 2.4 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi
Kentang ........................................................... 9
Gambar 2.5 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi
Pisang ..............................................................10
Gambar 2.6 Grafik Sebaran Konsumsi Talas .......................10
Gambar 2.7 Data Produksi dan Penggunaan Ubi Kayu .......11
Gambar 2.8 Data Produksi dan Penggunaan Jagung ..........12
Gambar 2.9 Data Produksi da Penggunaan Sagu ...............12
Gambar 2.10 Data Produksi dan Penggunaan Kentang ........13
Gambar 2.11 Data Produksi dan Penggunaan Pisang ...........13
Gambar 3.1 Trend Konsumsi Beras (kg/kapita/tahun)
2005-2019 dan Target Penurunan Konsumsi
Beras ...............................................................21
Gambar 3.2 Target penurunan konsumsi beras dan
peningkatan konsumsi pangan lokal 2020-
2024 .................................................................23
Gambar 3.3 Trend dan Target Konsumsi Pangan Sumber
Karbohidrat Selain Beras .................................25
Gambar 3.4 Peta Sasaran Lokasi Diversifikasi Pangan
Lokal Sumber Karbohidrat Non Beras ..............29
Gambar 4.1 Situasi Produksi Pangan Lokal .........................35
Gambar 4.2 Peta Situasi Pola Konsumsi Pangan di
Indonesia 2018 ................................................36

v
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tahun 2020, Indonesia memasuki tahun pertama dari


agenda pembangunan lima tahunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 sebagai
tahap akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005–2025. Salah satu agenda dari
pembangunan lima tahun ke depan diarahkan pada
peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal
utama pembangunan nasional. Pemerintah berkomitmen untuk
meningkatkan kualitas dan daya saing SDM yaitu sumber daya
manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan
berkarakter. Sumberdaya manusia tangguh dan unggul
tersebut ditentukan oleh asupan gizi yang dipenuhi dari
pemenuhan kebutuhan pangan yang beragam.

Ketahanan pangan nasional saat ini menghadapi tantangan


yang cukup berat. Negara kepuIauan Indonesia memiliki jumlah
pulau sebanyak 17.491 dan penduduk sebesar 269 juta jiwa
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,1 persen per tahun
(BPS, 2019), menjadikan pangan sebagai masalah yang
sensitif baik dari sisi pemenuhan ketersediaan, akses maupun
pemanfaatannya.

Dari sisi penyediaan, penurunan luas lahan sawah ± 12,97%


per tahun dapat berdampak pada menurunnya produksi beras
sebagai bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Selain itu,

1
perubahan iklim yang mempengaruhi perubahan suhu dan
curah hujan berdampak pada ketersediaan air baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas untuk pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Secara khusus, pertanaman padi yang
membutuhkan ketersediaan air permukaan yang tinggi akan
sangat rentan terhadap perubahan iklim sehingga produksi
beras akan sangat dipengaruhi oleh anomali iklim.

Pada sisi pola konsumsi pangan yang diindikasikan dengan


skor Pola Pangan Harapan (PPH), Konsumsi Pangan juga
masih menunjukkan kondisi yang belum ideal. Pada tahun
2018, skor PPH sebesar 91,3 dimana situasi konsumsi
masyarakat Indonesia masih didominasi oleh kelompok padi-
padian terutama beras, yaitu sebesar 65,7 persen. Angka ini
lebih besar jika dibandingkan dengan angka yang
direkomendasikan, yaitu sebesar 50 persen. Di sisi lain terdapat
kecenderungan peningkatan konsumsi terigu. Bila angka
konsumsi terigu yang cukup tinggi tersebut terus berlanjut akan
menyebabkan Indonesia tergantung pada impor pangan.

Dalam upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan


lokal sumber karbohidrat penggatin beras pada tahun 2020
Kementerian Pertanian membangun Strategi Cara Bertindak
(CB) Peningkatan Ketersediaan Pangan di Era New Normal.
Strategi CB yang ke 2 ialah Pengembangan Diversifikasi
Pangan Lokal berbasis kearifan lokal yang berfokus pada satu
komoditas utama per provinsi. Masyarakat Indonesia telah
mengenal berbagai jenis pangan penyedia kalori selain beras
seperti ubi kayu, ubi jalar, talas/keladi/yam, kentang, garut,

2
ganyong, sukun, pisang, sagu, dan sorghum/hotong. Pangan
lokal tersebut memiliki keunggulan dari sisi kandungan gizi
antara lain : ubi kayu memiliki kandungan serat tinggi dan angka
indeks glikemik rendah, ubi jalar kaya akan vitamin dan
antioksidan, pisang kaya akan vitamin dan mineral, serta sagu
dan talas memiliki kandungan kalsium yang tinggi. Fakta
tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang beragam
merupakan aspek penting untuk mewujudkan sumber daya
manusia Indonesia yang berkualitas.

Dalam rangka percepatan peningkatan ketersediaan, akses


dan konsumsi pangan lokal seperti ubi kayu, jagung, sagu,
kentang, pisang dan talas, perlu disusun peta jalan (Roadmap)
Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti
Beras tahun 2020 – 2024 sebagai acuan para pihak yang
berkepentingan dalam menyusun dan melaksanakan program
operasional.

B. TUJUAN

1. Menurunkan konsumsi beras 2 kg/kapita/tahun dan


meningkatkan konsumsi pangan lokal sumber karbohidrat
lainnya: ubi kayu 1,90 kg/kapita/tahun; jagung 0,21
kg/kapita/tahun; sagu 0,40 kg/kapita/tahun; kentang 0,83
kg/kapita/tahun; pisang 0,46 kg/kapita/tahun; dan talas 0,62
kg/kapita/tahun;
2. Meningkatkan produksi bahan baku pangan lokal non
karbohidrat;
3. Menumbuhkan UMKM pangan penyedia pangan lokal.

3
C. SASARAN
Sasaran kegiatan diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat
non beras adalah 34 provinsi dengan perincian sebagai berikut:
1. Ubi kayu: peningkatan produksi dan konsumsi di 17
provinsi;
2. Jagung: peningkatan produksi dan konsumsi di 7 provinsi;
3. Sagu: peningkatan produksi dan konsumsi di 7 provinsi;
4. Kentang: peningkatan produksi di 4 provinsi dan
peningkatan konsumsi di 5 provinsi;
5. Pisang: peningkatan produksi dan konsumsi di 4 provinsi;
6. Talas: peningkatan produksi dan konsumsi di 14 provinsi.

D. MANFAAT

1. Mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan


produktif melalui kecukupan pangan yang beragam, bergizi,
seimbang, dan aman
2. Penyediaan pangan alternatif sumber karbohidrat lokal non
beras
3. Menggerakan ekonomi masyarakat
4. Antisipasi krisis pangan global dan ancaman kekeringan

4
II. KONDISI SAAT INI

Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di dunia dalam


keragaman hayati. Setidaknya terdapat 77 jenis sumber
karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan,
228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu-bumbuan
yang dimiliki Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa potensi
pemanfaatan pangan lokal sangat terbuka luas. Oleh karena itu
perlu upaya strategis untuk pemanfaatan pangan lokal sebagai
bagian dalam perwujudan ketahanan pangan nasional yang
berdasarkan kedaulatan dan kemandirian pangan.

Keragaman pangan lokal yang dimiliki negara kita sebenarnya


tercermin dari kebiasaan makan atau pola konsumsi pangan
masyarakat. Pola konsumsi pangan masyarakat ini berbeda antara
satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya kondisi biotika lahan, ketersediaan
pangan, sosial budaya, pengetahuan gizi, ekonomi dan lingkungan.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi aneka
pangan lokal yang ada sudah menjadi kebiasaan masyarakat
Indonesia sejak dahulu.

Selain itu, sebagai negara yang luas Indonesia masih memiliki


potensi lahan yang cukup besar. Luas daratan Indonesia sebesar
191,1 juta ha terdiri atas lahan basah dan lahan kering baru
termanfaatkan 16,85% sehingga masih ada 83,15% potensi lahan
yang dapat dikembangkan. Bila melihat lebih dalam, untuk
pengembangan komoditas pangan lokal sumber karbohidrat kita
memiliki potensi lahan kering seluas 144,5 juta ha dan baru

5
termanfaatkan 24,7 juta ha atau sekitar 17,09%. Masih besarnya
potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk komoditas pangan
lokal sumber karbohidrat tersebut menjadi salah satu modal utama
untuk menjamin ketersediaan bagi masyarakat.

A. PRODUKSI DAN KONSUMSI PANGAN LOKAL

Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia saat ini masih


belum beragam yang tercermin dari capaian skor pola pangan
harapan (PPH) pada tahun 2019 sebesar 90,8. PPH
merupakan parameter yang menunjukkan kualitas konsumsi
pangan masyarakat. Semakin tinggi skor PPH, konsumsi
pangan semakin beragam dan bergizi seimbang dengan skor
PPH ideal 100.

Berdasarkan capaian skor PPH menunjukkan bahwa konsumsi


kelompok padi-padian tahun 2019 sebesar 114,3 kg/kap/tahun
telah melebihi konsumsi ideal yang dianjurkan yaitu 100,4
kg/kap/tahun, dimana 82,98% dari total konsumsi kelompok
pangan ini disumbang oleh konsumsi beras, 1,5% konsumsi
jagung dan sisanya konsumsi terigu. Sedangkan konsumsi
umbi-umbian cenderung masih dibawah anjuran yaitu 15,9
kg/kap/tahun dari konsumsi ideal 36,5 kg/kap/tahun.

Walaupun demikian, sebenarnya tren konsumsi beras telah


menurun. Namun penurunannya ini tidak diiringi dengan
peningkatan konsumsi pangan lokal sumber karbohidrat tetapi
justru konsumsi terigu mengalami peningkatan. Bila melihat
tren konsumsi pangan sumber karbohidrat lokal untuk
beberapa komoditas seperti ubi kayu dan kentang masih

6
mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan. Sedangkan
konsumsi komoditas sagu, pisang dan jagung justru menurun.
Penurunan yang cukup tajam terjadi pada konsumsi sagu dari
0,47 kg/kap/tahun pada tahun 2013 menjadi 0,34 kg/kap/tahun
pada tahun 2019.

Sebaran konsumsi tersebut tidak serta merta menggambarkan


sebaran produksinya. Provinsi dengan konsumsi ubi kayu
paling tinggi seperti Papua hanya berada pada urutan ke-28
dalam hal jumlah produksi per tahun. Hal ini terjadi karena
produksi ubi kayu yang tinggi di daerah sentra seperti Lampung,
Pulau Jawa dan NTT sebagian besar diperuntukkan sebagai
bahan baku industri dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi.
Oleh karena itu tidak ada korelasi yang positif antara sebaran
produksi dan konsumsi pangan. Sebaran konsumsi dan
produksi untuk enam komoditas pangan lokal sumber
karbohidrat pengganti beras bisa dilihat pada gambar 2.1-2.6.

7
Gambar 2.1 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Ubi Kayu

Gambar 2.2 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Jagung

8
Gambar 2.3 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Sagu

Gambar 2.4 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Kentang

9 9
Gambar 2.5 Grafik Sebaran Konsumsi dan Produksi Pisang

Gambar 2.6 Grafik Sebaran Konsumsi Talas

10
Apabila angka produksi dan penggunaan disandingkan seperti
pada gambar 2.7-2.11, maka terlihat bahwa produksi komoditas
pangan lokal saat ini hanya cukup untuk memenuhi total
penggunaan yang terdiri dari konsumsi pangan langsung
rumah tangga dan konsumsi di luar rumah tangga, bahkan ada
komoditas yang produksinya justru lebih rendah dibandingkan
kebutuhan seperti jagung. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
terjadi peningkatan konsumsi pangan untuk enam komoditas
sebagai dampak dari penurunan konsumsi beras dalam upaya
diversifikasi pangan pokok sumber karbohidrat, maka produksi
yang ada saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi
pangan masyarakat. Oleh karena itu, upaya peningkatan
konsumsi seharusnya diikuti dengan peningkatan produksi
pangan enam komoditas tersebut.

Gambar 2.7. Data Produksi dan Penggunaan Ubi Kayu

11
Gambar 2.8. Data Produksi dan Penggunaan Jagung

Gambar 2.9. Data Produksi dan Penggunaan Sagu

12
Gambar 2.10. Data Produksi dan Penggunaan Kentang

Gambar 2.11. Data Produksi dan Penggunaan Pisang

13
B. PELUANG DAN TANTANGAN

B.1. PELUANG
1. Pangan lokal tersedia dan biasa dikonsumsi oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kalori
Meskipun pangan pokok penduduk Indonesia
umumnya adalah beras, namun banyak jenis pangan
sumber karbohidrat lainnya yang dibudidayakan untuk
dikonsumsi oleh masyarakat meskipun dalam skala
terbatas dan tidak lagi sebagai pangan pokok. Bahan
pangan tersebut antara lain adalah ubi kayu, ubi jalar,
talas/keladi, kentang, garut, ganyong, sukun, pisang,
sagu, sorgum/hotong, hanjeli, iles-iles dan sebagainya.

2. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap


kesehatan sehingga memilih pangan yang beragam
dan memiliki kandungan gizi dan vitamin/mineral
yang tinggi
Saat ini, tujuan mengonsumsi pangan tidak lagi
sekedar untuk rasa kenyang. Masyarakat memilih
makanan yang dikonsumsinya untuk memperoleh
asupan gizi yang seimbang agar tetap sehat sehingga
dapat tumbuh dan beraktivitas secara optimal serta
berumur panjang. Semakin beragam makanan yang
dikonsumsi maka semakin baik untuk kesehatan,
karena tidak ada satu jenis pun makanan yang memiliki
kandungan gizi lengkap yang dibutuhkan tubuh.
Konsumsi pangan idealnya dipenuhi dari beragam

14
kelompok pangan sebagai sumber energi, protein serta
vitamin dan mineral. Kelompok pangan yang
dikonsumsi tersebut seyogyanya tidak hanya beragam
antar kelompok pangan sebagai sumber zat gizi, tetapi
juga beragam jenisnya dalam kelompok penghasil zat
gizi yang sama. Sebagai contoh, apabila dalam
kelompok pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi
beragam (tidak hanya nasi, tetapi juga ubi kayu, jagung,
sagu, kentang, pisang, atau talas), maka asupan zat
gizi juga semakin beragam.

Selain itu, pangan lokal sumber karbohidrat non beras


memiliki keunggulan dan manfaat yang berbeda-beda
untuk kesehatan. Ubi kayu memiliki kandungan
karbohidrat dan serat yang tinggi, serta Indeks Glikemik
menengah sehingga baik dikonsumsi oleh penderita
diabetes. Kentang mengandung vitamin B dan pati
resisten yang bermanfaat bagi pencernaan. Talas
memiliki kandungan vitamin dan mineral yang cukup
tinggi, terutama vitamin B1, phosphor (P), besi (Fe),
serta mengandung antioksidan yang bermanfaat dalam
mencegah kanker. Sorgum memiliki kandungan
protein, kalsium, zat besi, fosfor,dan vitamin B1 yang
lebih tinggi dibanding beras serta kandungan gula
rendah dan kandungan serat tinggi.

15
3. Meningkatnya jumlah UMKM pengolah pangan
lokal
Produksi olahan pangan lokal oleh UMKM terus
meningkat dari tahun ke tahun baik dari sisi jumlah dan
jenisnya. Bahan baku diolah menjadi tepung agar
konsumen lebih mudah untuk mengolah menjadi
beragam makanan. Banyak UMKM juga telah
memproduksi makanan siap saji yang telah dibekukan,
sehingga konsumen milenial yang sibuk dan penyuka
kepraktisan hanya perlu beberapa menit untuk
memanaskan saja sebelum mengkonsumsi pangan
lokal. Usaha pengolahan pangan lokal seperti ini
sangat memudahkan masyarakat untuk memperoleh
kemudian mengkonsumsi pangan lokal. Di sisi lain,
meningkatnya permintaan konsumen terhadap pangan
lokal juga akan mendorong berkembangnya UMKM
olahan pangan.

B.2. TANTANGAN
1. Ketersediaan bahan baku pangan lokal masih
terbatas
Ketersediaan bahan baku pangan lokal untuk industri
olahan dan konsumsi dari sisi kuantitas, kualitas dan
kontinuitas masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut
disebabkan karena sebagian besar pangan lokal
dibudidayakan dengan benih/bibit dan teknologi yang
belum sesuai dengan standar. Jika dibandingkan
dengan beras, ketersediaan pangan lokal belum

16
mencukupi kebutuhan dalam negeri yang terdiri dari
konsumsi langsung, industri dan pakan. Oleh karena
itu harus dillakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
produksi dan produktivitas dengan pendekatan
teknologi dan menjadikan pangan lokal sebagai salah
satu prioritas program dan anggaran.

2. Harga pangan lokal kurang kompetitif


Harga menjadi pertimbangan penting ketika konsumen
membeli bahan pangan/makanan. Harga rata-rata
pangan lokal saat ini tidak kompetitif dibandingkan
dengan beras dan terigu karena masih relative lebih
mahal. Di wilayah sentra produksi, harga pangan lokal
mentah/segar relatif murah, namun bisa meningkat 2
– 3 kali lipat harganya di perkotaan, apalagi untuk
pangan lokal yang telah diolah. Hal ini terjadi karena
jumlah produksi rendah dan masih terbatas di wilayah
tertentu saja sehingga harga bahan baku cenderung
mahal. Harga bahan baku yang mahal menyebabkan
olahan pangan lokal menjadi tidak murah. Harga
pangan lokal dapat lebih kompetitif apabila produksi
dapat ditingkatkan hingga mencapai kapasitas
produksi maksimumnya. Selain itu, biaya pengolahan
produk pangan lokal juga cukup tinggi sehingga
menyebabkan harga jual produk pangan lokal kurang
kompetitif dibandingkan beras dan terigu.

17
3. Preferensi terhadap pangan lokal masih rendah
Selain harga dan kemudahan akses, konsumsi juga
dipengaruhi oleh selera dan preferensi masyarakat
terhadap makanan. Preferensi masyarakat terhadap
pangan lokal sebagai pangan pokok ternyata tidak
setara dengan beras atau terigu. Perkembangan pola
konsumsi periode 2014 – 2019 menunjukkan bahwa
asupan sumber karbohidrat masih didominasi oleh
kelompok padi-padian terutama beras dan terigu,
sedangkan kontribusi dari umbi-umbian masih rendah.
Konsumsi beras per kapita berkurang dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2019 konsumsi beras nasional
sebesar 94,9 kg/kap/tahun turun dibandingkan tahun
sebelumnya sebesar 97,1 kg/kap/tahun. Namun
sayangnya penurunan konsumsi beras tersebut justru
diikuti dengan peningkatan konsumsi terigu dan bukan
oleh pangan lokal. Data tahun 2014 menunjukkan
angka konsumsi terigu sebesar 10,3 kg/kap/th
meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 17,8
kg/kap/th pada tahun 2019. Konsumsi kelompok
serealia lainnya yaitu jagung cenderung stabil di angka
yang relatif rendah. Konsumsi jagung untuk pangan
pada tahun 2019 sebesar 1,7 kg/kap/tahun meningkat
0,1 kg dari tahun 2018 yang sebesar 1,6 kg/kap/tahun.

Beralihnya konsumsi masyarakat dari beras ke terigu


dipengaruhi oleh beberapa penyebab antara lain,
harga terigu murah, mudah diperoleh dan diolah

18
menjadi aneka jenis makanan. Rendahnya preferensi
masyarakat terhadap pangan lokal disebabkan karena
adanya anggapan bahwa pangan lokal seperti jagung,
ubi kayu, talas, sagu lebih inferior dibandingkan beras
dan terigu. Selain itu bantuan-bantuan pangan natura
biasanya diberikan dalam bentuk beras maupun mie
instan, juga turut mempengaruhi preferensi
masyarakat.

4. Skala Usaha dan Kemasan UMKM Pengolah


Pangan Masih Terbatas
Harga pangan lokal yang kurang kompetitif tidak hanya
disebabkan oleh harga bahan baku yang mahal, tetapi
juga skala usaha dari UMKM pengolah pangan.
Umumnya, produk pangan yang diolah secara massal
dalam jumlah banyak harganya bisa jauh lebih murah
dibandingkan dengan produk sejenis yang diolah
secara terbatas. Dengan kapasitas olah yang tinggi,
proses pengolahan menggunakan input bisa lebih
efisien, sehingga ongkos produksi per kg produk yang
dihasilkan pun bisa lebih ditekan. Skala usaha yang
masih terbatas membuat proses pengolahan UMKM
pangan lokal kurang efisien, sehingga ongkos produksi
dan harga akhir produk cenderung lebih mahal
dibanding produk pangan yang diolah secara masal.

Selain skala usaha, kemasan olahan pangan lokal juga


masih terbatas, biasanya menggunakan kemasan
plastik sederhana dengan sablon brand/merk.

19
Kemasan lain seperti pouch aluminium dengan stiker
juga telah digunakan untuk produk-produk pangan
lokal tertentu. Kemasan yang kurang menarik ini
sedikit banyak berpengaruh terhadap penerimaan
produk pangan lokal oleh konsumen.

20
III. TARGET

Konsumsi beras sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2019


cenderung menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 0,7% per
tahun. Konsumsi beras pada tahun 2024 diperkirakan sebesar 91,2
kg/kapita/tahun atau turun sebesar 3,9% dari konsumsi pada tahun
dasar 2019. Angka penurunan konsumsi beras harus diupayakan
lebih tinggi agar dapat mendorong konsumsi masyarakat lebih
beragam dan memilih pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan
gizinya. Oleh karena itu diperlukan intervensi dan upaya khusus
untuk memacu penurunan konsumsi beras melalui program
diversifikasi pangan lokal.
110
105,2 104,9
104,0
105 102,2 101,7
100,0 99,7 99,1
100 96,6 96,3 96,2 96,9 97,1
95,4 94,9 93,9
93,3 92,6
95 91,9 91,2

90 92,9
90,9
85 89,0
87,0
85,0
80

tanpa intervensi baseline dengan intervensi


Gambar 3.1 Trend Konsumsi Beras (kg/kapita/tahun) 2005-2019 dan
Target Penurunan Konsumsi Beras

Target program diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat non


beras adalah menurunkan konsumsi beras sebesar 2
kg/kapita/tahun. Sehingga angka konsumsi beras pada tahun 2024
diperkirakan akan turun menjadi 85 kg/kapita/tahun atau turun
sebesar 10,4% dari konsumsi tahun dasar (2019). Program
intervensi untuk menurunkan konsumsi beras yang dilakukan dapat

21
mempercepat tambahan penurunan konsumsi beras hingga 6,5%
dibandingkan apabila penurunan dilakukan tanpa program
intervensi. Penurunan tersebut setara dengan 1,8 juta ton beras
senilai 17,8 triliun rupiah.

Bersamaan dengan berkurangnya konsumsi beras juga dilakukan


upaya-upaya untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal yaitu
jagung, ubi kayu, sagu, kentang, pisang dan talas. Jumlah kenaikan
pangan sumber karbohidrat pengganti beras didasarkan pada
perhitungan konsumsi satu porsi nasi (175 kkal) setara dengan 50
gram beras. Berdasarkan perhitungan tersebut dan kontribusi
masing-masing bahan pangan terhadap penurunan konsumsi
beras sebesar 2 kg/kapita/tahun, maka diperoleh kenaikan
konsumsi masing-masing bahan pangan antara 0,21-1,90
kg/kapita/tahun (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Kenaikan konsumsi pangan sumber karbohidrat: ubi


kayu, jagung, sagu, kentang, pisang dan talas per tahun.
Berat setara
Jenis Kontribusi Kenaikan Konsumsi
No dengan Kalori
Pangan (%) (kg/kapita/tahun)
50 g Beras (g)
1 Ubi Kayu 40 120 1.90
2 Jagung 10 52.8 0.21
3 Sagu 20 50 0.40
4 Kentang 10 210 0.83
5 Pisang 10 117 0.46
6 Talas 10 156 0.62

Angka kenaikan konsumsi per tahun digunakan untuk menghitung


target kenaikan konsumsi pangan untuk masing-masing komoditas
pangan sumber karbohidrat non beras. Pada tahun 2020, konsumsi
beras ditargetkan turun menjadi 92,9 kg/kap/tahun, sedangkan
konsumsi talas, pisang, kentang, sagu, ubi kayu dan jagung

22
ditargetkan meningkat menjadi masing-masing 1,2, 7,7, 3,7, 0,7,
10,5, dan 2,2 kg/kapita/tahun (Gambar 3.2). Untuk peningkatan
target konsumsi tahun-tahun selanjutnya dihitung dengan
menggunakan target tahun berjalan ditambah dengan angka
kenaikan konsumsi per komoditas bahan pangan pada tabel 3.1.

Gambar 3.2. Target penurunan konsumsi beras dan peningkatan


konsumsi pangan lokal 2020-2024

Target peningkatan konsumsi ubi kayu sebesar 1,90


kg/kapita/tahun diharapkan dapat mendongkrak konsumsi ubi kayu
menjadi 18,1 kg/kapita/tahun pada tahun 2024, lebih tinggi
dibandingkan kondisi tanpa intervensi sebesar 13,4 kg/kapita/tahun
(Gambar 3.3.A). Jika tidak dilakukan intervensi program
diversifikasi pangan lokal, konsumsi jagung diperkirakan akan turun
dari 1,7 g/kapita/tahun pada tahun dasar menjadi 1,4 g/kapita/tahun
pada tahun 2024 (Gambar 3.3. B). Target peningkatan konsumsi
jagung yang ditetapkan sebesar 0,21 kg/kapita/tahun akan
meningkatkan rata-rata konsumsi jagung menjadi 2,7
kg/kapita/tahun pada tahun 2024. Seperti halnya jagung, konsumsi

23
sagu diperkirakan
Target peningkatanturun
konsumsi
menjadipangan
0,2 kg/kapita/tahun
sumber karbohidrat
pada tahun
non
2024, akan
beras sehingga diperlukan
difokuskan padaintervensi dengan yang
provinsi-provinsi menetapkan target
telah memiliki
peningkatan
angka konsumsi
konsumsi cukup sagu
tinggisebesar 0,40dasar
pada tahun kg/kapita/tahun (Gambar
2019 (Gambar 3.4).
3.3.C). Target
Langkah peningkatan
ini didasarkan padatersebut diharapkan
pertimbangan dapat
bahwa menaikkan
masyarakat di
konsumsi sagu menjadi
provinsi tersebut sebesar 2,3
telah terbiasa kg/kapita/tahun
mengkonsumsi padapangan
bahan tahun
2024. Konsumsi
tersebut, sehinggakentang diperkirakankonsumsi
upaya peningkatan akan tetap
akansebesar 2,9
relatif lebih
kg/kapita/tahun
mudah dilakukan.pada tahunpeningkatan
Upaya 2024 (Gambar 3.3.D).Oleh
konsumsi karena
pangan itu,
sumber
target peningkatan
karbohidrat konsumsi
di suatu kentang
wilayah sebesar
akan 0,83 kg/kapita/tahun
memerlukan tambahan
diharapkan
penyediaan dapat mendongkrak
(produksi), konsumsi
yang dapat dipenuhikentang
melalui menjadi 7,0
peningkatan
kg/kapita/tahun pada perluasan
produktivitas maupun tahun 2024.
arealSetelah sempat
dalam jumlah mengalami
terbatas.
penurunan pada tahun 2019, konsumsi pisang diperkirakan
Peningkatan konsumsi jagung akan difokuskan pada 7 (tujuh)
mengalami sedikit kenaikan dengan trend fluktuatif menjadi
provinsi yaitu NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah,
sebesar 7,5 kg/kapita/tahun pada tahun 2024 Gambar 3.3.E).
Bali dan Lampung (Tabel 3.2). Ketujuh provinsi ini tidak hanya
Dengan target konsumsi yang ditetapkan sebesar 0,62
memiliki konsumsi jagung yang tinggi, namun juga produksi dan
kg/kapita/tahun, maka konsumsi pisang diperkirakan dapat
luas panen jagung yang tinggi, sehingga peningkatan produksi
mencapai 9,5 kg/kapita/tahun pada tahun 2024. Seperti halnya
dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target produktivitas
konsumsi pisang, tanpa adanya intervensi maka konsumsi talas
sebesar 10 ton/ha. Peningkatan produksi jagung difokuskan pada
hanya mengalami sedikit kenaikan menjadi 0,9 kg/kapita/tahun
varietas jagung yang digunakan untuk konsumsi pangan.
pada tahun 2024 (Gambar 3.3.F). Intervensi yang dilakukan dengan
Peningkatan produksi untuk memenuhi target konsumsi ubi kayu di
meningkatkan konsumsi talas sebesar 0,46 kg/kapita/tahun
17 provinsi dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target
diharapkan dapat menaikkan konsumsi talas menjadi sebesar 3,7
produktivitas 40 ton/ha dan ekstensifikasi dalam luasan yang
kg/kapita/tahun pada tahun 2024.
terbatas. Ekstensifikasi diperlukan terutama untuk provinsi-provinsi
yang telah melampui target produktivitas yaitu Sumatera Utara dan
Sumatera Barat. Target penyediaan lahan dan produksi untuk
program diversifikasi ubi kayu disampaikan pada Tabel 3.3.
Peningkatan produksi ubi kayu difokuskan pada varietas ubi kayu

24
26
30 A. UBI KAYU 6 B. JAGUNG 3 C. SAGU
2,3

1,9
18,1 4
20 16,2 2
1,5
14,3 2,7
12,4 12,4 2,5
2,3 1,1
10,5 2,1
9,5 1,8 1,8 1,9
8,6 1,5 1,6 1,7 0,7
10 7,4 13,4 2 1
6,5 12,1 12,8
10,8 11,5 0,5 0,5 0,4 0,4 0,3 0,3
1,7 0,2 0,2 0,2
1,5 1,5 1,4 1,4 1,4 0,3

0 0
0
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024

8 D. KENTANG E. PISANG 4 F. TALAS 3,7


7,0 16
6,2 3,1
6 5,4 3
12 2,4
4,5 9,1 9,1 9,5
8,1 8,1 8,6
3,7 7,8 7,6 7,7 1,8
4 7,2 2
2,9 2,9 8
2,4 2,6 2,4 1,2
7,8 7,7 7,6 7,5 7,5
0,9
2 2,8 2,8 2,8 2,9 2,9 4 1 0,7 0,6
0,5 0,5

0,8 0,8 0,8 0,9


0,7
0,6
0 0 0
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024

Gambar 3.3. Trend dan Target Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Selain Beras: A. Ubi Kayu, B. Jagung, C. Sagu, D. Kentang,
E, Pisang, dan F. Talas trend normal trend intervensi.

25 25
Target peningkatan konsumsi pangan sumber karbohidrat non
beras akan difokuskan pada provinsi-provinsi yang telah memiliki
angka konsumsi cukup tinggi pada tahun dasar 2019 (Gambar 3.4).
Langkah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa masyarakat di
provinsi tersebut telah terbiasa mengkonsumsi bahan pangan
tersebut, sehingga upaya peningkatan konsumsi akan relatif lebih
mudah dilakukan. Upaya peningkatan konsumsi pangan sumber
karbohidrat di suatu wilayah akan memerlukan tambahan
penyediaan (produksi), yang dapat dipenuhi melalui peningkatan
produktivitas maupun perluasan areal dalam jumlah terbatas.

Peningkatan konsumsi jagung akan difokuskan pada 7 (tujuh)


provinsi yaitu NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah,
Bali dan Lampung (Tabel 3.2). Ketujuh provinsi ini tidak hanya
memiliki konsumsi jagung yang tinggi, namun juga produksi dan
luas panen jagung yang tinggi, sehingga peningkatan produksi
dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target produktivitas
sebesar 10 ton/ha. Peningkatan produksi jagung difokuskan pada
varietas jagung yang digunakan untuk konsumsi pangan.

Peningkatan produksi untuk memenuhi target konsumsi ubi kayu di


17 provinsi dapat dilakukan melalui intensifikasi dengan target
produktivitas 40 ton/ha dan ekstensifikasi dalam luasan yang
terbatas. Ekstensifikasi diperlukan terutama untuk provinsi-provinsi
yang telah melampui target produktivitas yaitu Sumatera Utara dan
Sumatera Barat. Target penyediaan lahan dan produksi untuk
program diversifikasi ubi kayu disampaikan pada Tabel 3.3.
Peningkatan produksi ubi kayu difokuskan pada varietas ubi kayu

26
yang digunakan sebagai bahan pangan segar dan bukan ubi kayu
sebagai bahan baku tapioka.

Peningkatan konsumsi sagu akan difokuskan pada provinsi-


provinsi penghasil sagu yaitu Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua dan Papua Barat.
Kebutuhan peningkatan konsumsi tersebut dapat dipenuhi melalui
intensifikasi dengan target produktivitas 5 ton/ha dan perluasan
areal pertanaman terbatas di provinsi Riau (Tabel 3.4).

Peningkatan konsumsi Kentang akan difokuskan pada 5 (lima)


provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, DKI Jakarta
dan Jawa Barat. Peningkatan konsumsi di kelima provinsi tersebut
seluruhnya dapat dipenuhi melalaui intensifikasi dengan target
produksi 35 ton/ha. Khusus untuk provinsi DKI Jakarta, pemenuhan
konsumsi pangan dapat dibebankan pada peningkatan produksi di
provinsi Jawa Barat (Tabel 3.5).

Peningkatan konsumsi pisang difokuskan pada provinsi Sulawesi


Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Maluku Utara (Tabel
3.6). Peningkatan tersebut dapat dipenuhi dari intensifikasi dengan
target produktivitas 100 ton per ha dan ekstensifikasi. Sebagai
catatan, pisang yang dikembangkan dan dikonsumsi bukan
merupakan pisang buah, melainkan pisang sumber pangan pokok
seperti jenis kepok, tanduk, ‘goroho’, ‘mulu bebe’ dan pisang jenis
plantain lainnya.

Peningkatan konsumsi talas di 14 provinsi (Tabel 3.7) dapat


dipenuhi dari peningkatan produksi melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi. Namun karena keterbatasan data, maka perhitungan

27
kebutuhan lahan untuk meningkatkan produksi talas masih
didasarkan pada asumsi ekstensifikasi lahan.

28
Gambar 3.4. Peta Sasaran Lokasi Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Non Beras

29 29
Tabel 3.2 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Ubi Kayu
2020 2021 2022 2023 2024
No. Provinsi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi
Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton
1 Aceh 816 931 253 943 24 957 24 969 25 982
2 Sumatera Utara 101 4.078 102 4.109 103 4.146 104 4.180 105 4.212
3 Sumatera Barat 26 1.218 26 1.230 27 1.245 27 1.258 27 1.272
4 Jambi 430 1.277 433 1.285 437 1.296 439 1.304 109 1.312
5 Sumatera Selatan 354 3.309 357 3.341 361 3.378 365 3.412 368 3.444
6 Bengkulu 46 535 46 540 47 544 47 549 47 552
7 Lampung 239 3.059 240 3.074 194 2.482 290 3.715 243 3.118
8 Bangka Belitung 62 487 62 492 63 499 64 504 65 509
9 Jawa Barat 1.806 17.139 1.828 17.351 1.853 17.582 1.875 17.797 1.898 18.009
10 DI Yogyakarta 52 1.219 53 1.243 55 1.268 56 1.294 57 1.318
11 Banten 262 4.559 266 4.617 269 4.680 273 4.740 276 4.795
12 Kalimantan Barat 136 1.455 137 1.467 139 1.482 140 1.497 141 1.509
13 Kalimantan Tengah 104 1.097 106 1.109 107 1.122 108 1.136 109 1.149
14 Kalimantan Selatan 186 1.372 187 1.383 190 1.399 192 1.415 194 1.430
15 Kalimantan Timur 119 1.296 120 1.308 121 1.323 122 1.335 123 1.347
16 Kalimantan Utara 30 331 31 338 32 346 32 354 33 362
17 Jawa Tengah 793 9.324 794 9.336 796 9.359 797 9.376 799 9.389
Total 5.563 52.683 5.043 53.165 4.816 53.108 4.956 54.835 4.619 54.708

30
Tabel 3.3 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Jagung
2020 2021 2022 2023 2024
No. Provinsi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi
Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton
1 Nusa Tenggara Timur 1.071 3.383 1.192 3.768 1.206 3.812 1.220 3.854 1.231 3.889
2 Gorontalo 21 98 66 302 66 304 67 306 67 307
3 Jawa Timur 935 5.113 900 4.920 900 4.921 899 4.918 898 4.909
4 Nusa Tenggara Barat 266 859 192 618 194 626 197 634 199 642
5 Sulawesi Tengah 37 275 42 311 43 315 44 320 44 324
6 Bali 51 309 45 271 46 275 47 279 47 283
7 Lampung 54 273 52 265 43 216 63 319 53 269
Total 2.436 10.310 2.489 10.455 2.497 10.469 2.535 10.630 2.539 10.624

Tabel 3.4 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Sagu
2020 2021 2022 2023 2024
No. Provinsi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi
Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton
1 Riau 43 313 44 322 45 331 47 341 48 350
2 Kepulauan Riau 19 82 20 87 21 91 22 96 23 101
3 Sulawesi Tenggara 604 2.435 621 2.501 637 2.567 653 2.634 670 2.700
4 Maluku 322 1.449 328 1.476 334 1.503 340 1.530 346 1.556
5 Papua 1.321 4.380 1.352 4.483 1.384 4.588 1.414 4.688 1.443 4.784
6 Papua Barat 242 974 252 1.015 262 1.058 273 1.101 284 1.143
7 Sulawesi Selatan 530 2.013 537 2.040 544 2.067 551 2.093 557 2.118
Total 3.081 11.647 3.154 11.925 3.228 12.206 3.300 12.483 3.371 12.753

31 31
Tabel 3.5 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Kentang
2020 2021 2022 2023 2024
No. Provinsi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi
Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton
1 Sumatera Utara 578 10.548 588 10.725 598 10.904 607 11.077 616 11.243
2 Sumatera Barat 341 5.009 347 5.106 354 5.203 360 5.298 367 5.393
3 Jambi 187 3.056 190 3.105 193 3.155 196 3.202 199 3.247
4 DKI Jakarta - - - - - - - - - -
5 Jawa Barat 1.999 27.453 2.032 27.910 2.066 28.370 2.098 28.815 2.130 29.248
Total 3.105 46.066 3.157 46.846 3.210 47.633 3.261 48.392 3.311 49.131

Tabel 3.6 Target Penyediaan Lahan dana Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Pisang
2020 2021 2022 2023 2024
No. Provinsi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi
Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton

1 Sulawesi Utara 142 6.161 143 6.238 145 6.308 147 6.377 87 6.439
2 Sulawesi Selatan 508 25.529 515 25.874 522 26.217 529 26.547 328 26.865
3 Sulawesi Barat 253 4.042 259 4.139 85 4.237 43 4.330 44 4.423
4 Maluku Utara 99 5.375 55 5.509 56 5.639 58 5.768 59 5.899
Total 1.002 41.107 972 41.760 808 42.401 776 43.021 518 43.627

32
Tabel 3.7 Target Penyediaan Lahan dan Produksi untuk Peningkatan Konsumsi Talas
2020 2021 2022 2023 2024
No. Provinsi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi Lahan Produksi
Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton
1 Papua Barat 78 780 76 755 78 780 81 805 83 830
2 Papua 86 859 107 1.074 109 1.092 111 1.108 112 1.122
3 Maluku 13 130 22 223 23 226 23 229 23 232
4 Sulawesi Tengah 33 335 37 369 37 375 38 381 39 387
5 Sulawesi Utara 20 204 23 232 23 233 23 234 23 235
6 Nusa Tenggara Timur 46 459 50 501 51 508 52 516 52 522
7 Bali 34 341 31 311 32 316 32 321 33 327
8 Kalimantan Barat 21 213 24 238 24 241 24 245 25 247
9 Nusa Tenggara Barat 29 289 22 224 23 228 23 232 24 235
10 Maluku Utara 3 34 5 51 5 52 5 53 5 54
11 Kalimantan Tengah 5 54 11 106 11 108 11 109 11 111
12 Jawa Barat 71 714 83 828 84 841 85 853 87 865
13 Jawa Timur 58 585 57 571 57 572 57 573 57 574
14 Jawa Tengah 32 324 37 367 37 369 37 371 37 372
Total 532 5.320 585 5.848 594 5.939 603 6.028 611 6.111

33 33
IV. STRATEGI

Strategi merupakan penjabaran dari arah kebijakan diversifikasi


pangan lokal sumber karbohidrat pengganti beras yang merupakan
cara bertindak kedua (CB2) di era new normal. Pemilihan dan
penentuan strategi yang tepat akan mempengaruhi pencapaian
diversifikasi pangan lokal sesuai visi yang diharapkan. Untuk itu,
strategi yang akan dijalankan dalam mewujudkan diversifikasi
pangan lokal sumber karbohidrat adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Ketersediaan Pangan Lokal


Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, produksi beberapa
komoditas pangan lokal cenderung menurun sehingga
ketersediaannya tidak dapat memenuhi kebutuhan (Gambar
4.1). Oleh karena itu, untuk meningkatkan ketersediaan pangan
lokal diperlukan tambahan produksi seiring dengan peningkatan
konsumsi pangan lokal tersebut. Upaya peningkatan produksi
pangan lokal diutamakan dengan meningkatkan produktivitas
melalui pemanfaatan teknologi budidaya, penggunaan bibit
unggul, dan peningkatan skala usaha tani.

34
Sumber : BPS dan Kementan

Gambar 4.1. Situasi Produksi Pangan Lokal

2. Meningkatkan Akses Masyarakat terhadap Pangan Lokal


Aksesibilitas masyarakat terhadap pangan lokal dicerminkan dari
kemampuan masyarakat memperoleh pangan lokal secara fisik
dan ekonomi. Oleh karena itu stabilisasi pasokan dan harga
pangan lokal harus senantiasa dijaga, antara lain melalui: (i)
penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan; (ii)
pengembangan sistem penyimpanan dan manajemen stok; (iii)
pengembangan industri pangan lokal berbasis UMKM dan
industri besar.

35
3. Mendorong Pemanfaatan Pangan Lokal
Kecenderungan masyarakat dalam mengonsumsi pangan lokal
secara rata-rata nasional mengalami penurunan. Bahkan, di
beberapa daerah yang masyarakatnya mengonsumsi pangan
pokok lokal secara beragam telah bergeser. Pola konsumsi
pangan pokok mereka didominasi oleh beras dan mie berbasis
terigu (Gambar 4.2).

Sumber : Susenas 2018 BPS, diolah BKP


Kementan
Gambar 4.2. Peta Situasi Pola Konsumsi Pangan di Indonesia 2018.
Keterangan: B: Beras; T: Terigu; J: Jagung; UJ: Ubi Jalar; S: Sagu

Upaya untuk mendorong pemanfaatan pangan lokal dilakukan


melalui edukasi masyarakat, sehingga akan tumbuh kesadaran
bahwa pangan lokal dapat menggantikan beras dan terigu untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Selain itu, promosi
secara masif dan terus-menerus di berbagai media perlu
dilakukan untuk mengubah mindset masyarakat bahwa pangan
lokal memiliki keunggulan nilai gizi dan menyehatkan.

36
V. RENCANA AKSI

Rencana aksi diversifikasi pangan sumber karbohidrat non beras


disusun untuk mencapai target yang telah ditetapkan dari 3 (tiga)
aspek yaitu meningkatkan ketersediaan 6 (enam) komoditas
pangan lokal sumber karbohidrat, memudahkan akses terhadap
pangan tersebut dan meningkatkan keragaman konsumsi pangan
lokal.

5.1. MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PANGAN LOKAL

A. Meningkatkan Produktivitas

1. Perbaikan Teknologi Budidaya dan Penerapan GAP


melalui sekolah lapang dan pendampingan
2. Penyediaan benih/bibit unggul (bersertifikat)
• Pengembangan bibit unggul
• Pengadaan bibit unggul
3. Riset inovasi budidaya

B. Memperluas Areal Pertanaman

1. Penyediaan/Pembukaan Lahan Baru/Pemanfaatan


Lahan Tidur/Marginal
2. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pertanian
3. Penetapan cluster pertanaman

5.2. MENINGKATKAN AKSES UNTUK TERHADAP PANGAN


LOKAL
A. Stabilisasi Pasokan Dan Harga

1. Bantuan alat pasca panen dan pengolahan

37
2. Bantuan fasilitas penyimpanan
3. Pendampingan/pelatihan petani/UMKM mengenai
teknologi pasca panen dan pengolahan
4. Riset inovasi pengolahan

B. Memperluas Skala Usaha Dan Kemitraan

1. Pendampingan UMKM untuk pengelolaan usaha


2. Fasilitasi kerjasama kontrak farming UMKM dengan
industri besar/ritel
3. Fasilitasi outlet pangan lokal di Toko Tani Indonesia
Center/Pasar Mitra Tani dan Toko Tani Indonesia/Toko
MitraTani dan industri besar/ritel.

5.3. PEMANFAATAN PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER


KARBOHIRAT
A. Edukasi

1. Menyelenggarakan webinar/talkshow (aspek kesehatan,


ekonomi, sosial)
2. Menyediakan bahan edukasi untuk anak sekolah dan
masyarakat
3. Event outdoor (gathering, car free day, pameran)

B. Promosi
1. Kampanye melalui media sosial, televisi, ruang public,
demo masak, kerjasama konten dengan program master
chef Indonesia
2. Menyediakan produk pangan lokal kepada masyarakat

Rencana aksi penyediaan pangan lokal non beras disusun


berdasarkan target yang telah ditetapkan pada tabel 5.1.

38
Berdasarkan tabel tersebut masing-masing direktorat jenderal
teknis menentukan rencana aksi untuk penyediaan pangan lokal
non beras sebagaimana disampaikan dalam matriks rencana aksi
2020-2024 Kementerian Pertanian pada tabel 5.2.

Dalam pelaksanaannya, masing-masing pihak yang terlibat dapat


melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing dalam upaya mendukung diversifikasi pangan lokal
non beras. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh stakeholder terkait
meliputi instansi pemerintah lingkup Kementerian Pertanian,
kementerian/lembaga lainnya, swasta dan NGO dipaparkan pada
matriks rencana kegiatan pada tabel 5.3-5.5.

39
Tabel 5.1. Target penyediaan Lahan dan Produksi Untuk Peningkatan Konsumsi Pangan Lokal Non Beras
Target
No. Komoditas Lokasi
2020 2021 2022 2023 2024
Ubi Kayu 17 provinsi: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan,
- Luas Lahan (Ha) 5.563 5.043 4.816 4.956 4.619 Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, DIY, Banten, Kalimantan
1 Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan
- Produksi (Ton) 52.683 53.165 53.108 54.835 54.708 Utara, Jawa Tengah
Jagung
2 - Luas Lahan (Ha) 2.436 2.489 2.497 2.535 2.539 7 provinsi: NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, Bali, Lampung
- Produksi (Ton) 10.310 10.455 10.469 10.630 10.624
Sagu
7 provinsi: Kepulauan Riau, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
3 - Luas Lahan (Ha) 3.081 3.154 3.228 3.300 3.371 Maluku, Papua, Papua Barat
- Produksi (Ton) 11.647 11.925 12.206 12.483 12.753
Kentang 4 provinsi: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat
4 - Luas Lahan (Ha) 3.105 3.157 3.210 3.261 3.311 Catatan: penyediaan lahan dan produksi untuk DKI Jakarta menjadi
- Produksi (Ton) 46.066 46.846 47.633 48.392 49.131 tanggungan Provinsi Jawa Barat
Pisang
5 - Luas Lahan (Ha) 1.002 973 808 776 518 4 provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara
- Produksi (Ton) 41.107 41.760 42.401 43.021 43.627
Talas 14 provinsi: Papua Barat, Papua, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara,
6 - Luas Lahan (Ha) 532 585 594 603 611 NTT, Bali, Kalimantan Barat, NTB, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Jawa
- Produksi (Ton) 5.320 5.848 5.939 6.028 6.111 Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah

40
Tabel 5.2. Matriks Rencana Aksi 2020-2024 Kementerian Pertanian
Target
No. Komoditas Lokasi
2020 2021 2022 2023 2024
Ubi Kayu 17 provinsi: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera
- Luas Lahan (Ha) - 5.100 4.850 5.000 4.650 Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, DIY,
1 Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
- Produksi (Ton) - 48.297 45.930 47.350 44.036 Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Jawa Tengah
Jagung
7 provinsi: NTT, Gorontalo, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Tengah, Bali,
2 - Luas Lahan (Ha) 4.000 4.087 4.176 4.267 4.360 Lampung
- Produksi (Ton) 16.920 17.289 17.666 18.051 18.444
Sagu
7 provinsi: Kepulauan Riau, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
3 - Luas Lahan (Ha) 400 1.000 1.500 2.000 2.500 Selatan, Maluku, Papua, Papua Barat
- Produksi (Ton) 1.440 3.600 5.400 7.200 9.000
Kentang
4 - Luas Lahan (Ha) 25.535 26.038 26.395 26.833 27.356 4 provinsi: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat
- Produksi (Ton) 530.599 540.691 548.040 557.081 567.882
Pisang
4 provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku
5 - Luas Lahan (Ha) 1.830 1.960 2.100 2.240 2.390
Utara
- Produksi (Ton) 128.010 136.970 146.650 156.810 167.780
Talas 14 provinsi: Papua Barat, Papua, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi
6 - Luas Lahan (Ha) 100 500 515 520 530 Utara, NTT, Bali, Kalimantan Barat, NTB, Maluku Utara, Kalimantan
- Produksi (Ton) 1.000 5.000 5.150 5.200 5.300 Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah
Keterangan: Produksi kentang dan pisang merupakan produksi di lokasi target

41 41
Tabel 5.3. Matriks Dukungan Kegiatan Eselon I Lingkup Kementerian Pertanian
A. Ditjen Tanaman Pangan
Program/Kegiatan
No ESELON 1
2020 2021 2022 2023 2024
1 Ditjen A. Penyediaan Penyediaan tambahan Penyediaan Penyediaantambahan Penyediaan saprodi
Tanaman tambahan saprodi saprodi dan tambahan saprodi saprodi dan dan pendampingan
Pangan dan pendampingan pendampingan untuk dan pendampingan pendampingan untuk untuk meningkatan
untuk meningkatan meningkatan produksi untuk meningkatan meningkatan produksi produksi dari tahun
produksi dari dari tahun produksi dari tahun dari tahun sebelumnya
tahun sebelumnya sebelumnya sebelumnya sebelumnya 1. Ubi kayu :
1. Ubi kayu : 1. Ubi kayu : 1. Ubi kayu : 1. Ubi kayu : intensifikasi dan
intensifikasi di intensifikasi di intensifikasi dan intensifikasi dan ekstensifikasi di
lahan 5.436 Ha, lahan 5.043 Ha, ekstensifikasi di ekstensifikasi di lahan 4.619 Ha,
hasil 52.683 ton. hasil 53.165 ton lahan 4.816 Ha, lahan 4.956 Ha, hasil 54.708 ton
2. Jagung : 2. Jagung : hasil 53.108 ton hasil 54.835 ton 2. Jagung :
intensifikasi di intensifikasi di 2. Jagung : 2. Jagung : intensifikasi di
lahan 2.436 Ha, lahan 2.489 Ha, intensifikasi di intensifikasi di lahan 2.539 Ha,
hasil 10.310 ton hasil 10.455 ton lahan 2.497 Ha, lahan 2.535 Ha, hasil 10.624 ton
3. Talas : ektensifikasi 3. Talas : hasil 10.469 ton hasil 10.630 ton 3. Talas :
di lahan 532 Ha, ektensifikasi di 3. Talas : 3. Talas : ektensifikasi di
hasil 5.320 ton lahan 585 Ha, ektensifikasi di ektensifikasi di lahan 532 Ha,
hasil 5.848 ton lahan 594 Ha, lahan 603 Ha, hasil 5.320 ton
B. Penyediaan alat hasil 5.939 ton hasil 6.029 ton
pasca panen, B. Penyediaan alat B. Penyediaan alat B. Penyediaan alat
pengolahan dan pasca panen, B. Penyediaan alat pasca panen, pasca panen,
penyimpanan/cold pengolahan dan pasca panen, pengolahan dan pengolahan dan
storage untuk Ubi penyimpanan/cold pengolahan dan penyimpanan/cold penyimpanan/cold
kayu, jagung dan storage untuk Ubi penyimpanan/cold storage untuk Ubi storage untuk Ubi
talas. kayu, jagung dan storage untuk Ubi kayu, jagung dan kayu, jagung dan
talas. kayu, jagung dan talas. talas.
talas.

42
B. Ditjen Hortikultura
Program/Kegiatan
No ESELON 1
2020 2021 2022 2023 2024
2 Ditjen A. Penyediaan A. Penyediaan A. Penyediaan A. Penyediaan A. Penyediaan
Hotikultura tambahan saprodi tambahan saprodi tambahan saprodi tambahan saprodi tambahan saprodi
dan pendampingan dan dan dan dan
untuk meningkatan pendampingan pendampingan pendampingan pendampingan
produksi dari untuk untuk untuk untuk
tahun sebelumnya meningkatan meningkatan meningkatan meningkatan
1. Kentang : produksi dari produksi dari produksi dari produksi dari
intensifikasi di tahun tahun tahun tahun
lahan 3.105 Ha, sebelumnya sebelumnya sebelumnya sebelumnya
hasil 46.066 ton 1. Kentang : 1. Kentang : 1. Kentang : 1. Kentang :
2. Pisang : intensifikasi di intensifikasi di intensifikasi di intensifikasi di
intensifikasi di lahan 3.157 Ha, lahan 3.210 Ha, lahan 3.261 Ha, lahan 3.311 Ha,
lahan 1.002 Ha, hasil 46.847 ton hasil 47.633 ton hasil 48.320 ton hasil 49.311 ton
hasil 41.107 ton 2. Pisang : 2. Pisang : 2. Pisang : 2. Pisang :
intensifikasi dan intensifikasi di intensifikasi di intensifikasi di
ekstensifikasi di lahan 809 Ha, lahan 776 Ha, lahan 518 Ha,
lahan 972 Ha, hasil 42.401 ton hasil 43.021 ton hasil 43.627 ton
hasil 41.760 ton B. Penyediaan alat
B. Penyediaan alat B. Penyediaan alat pasca panen,
B. Penyediaan alat pasca panen, B. Penyediaan alat pasca panen, pengolahan dan
pasca panen, pengolahan dan pasca panen, pengolahan dan penyimpanan/col
pengolahan dan penyimpanan/col pengolahan dan penyimpanan/col d storage
penyimpanan/cold d storage penyimpanan/col d storage untukkentang dan
storage untuk untukkentang dan d storage untukkentang dan pisang
kentang dan pisang untukkentang dan pisang
pisang pisang

43 43
C. Ditjen Perkebunan
Program/Kegiatan
No ESELON 1
2020 2021 2022 2023 2024
3 Ditjen A. Penyediaan A. Penyediaan A. Penyediaan A. Penyediaan A. Penyediaan
Perkebunan tambahan saprodi tambahan saprodi tambahan saprodi tambahan saprodi tambahan saprodi
dan pendampingan dan dan dan dan
untuk meningkatan pendampingan pendampingan pendampingan pendampingan
produksi dari untuk untuk untuk untuk
tahun sebelumnya meningkatan meningkatan meningkatan meningkatan
1. Sagu : intensifikasi produksi dari produksi dari produksi dari produksi dari
di lahan 3.928 Ha, tahun tahun tahun tahun
hasil 14.830 ton sebelumnya sebelumnya sebelumnya sebelumnya
1. Sagu : intensifikasi 1. Sagu : intensifikasi 1. Sagu : 1. Sagu :
B. Penyediaan alat dan ekstensifikasi dan ekstensifikasi intensifikasi di intensifikasi di
pasca panen, di lahan 4.033 Ha, di lahan 4.139 Ha, lahan 4.243 Ha, lahan 428 Ha,
pengolahan dan hasil 15.230 ton hasil 15.632 ton hasil 16.031 ton hasil 16.422 ton
penyimpanan
untuk sagu B. Penyediaan alat B. Penyediaan alat B. Penyediaan alat B. Penyediaan alat
pasca panen, pasca panen, pasca panen, pasca panen,
pengolahan dan pengolahan dan pengolahan dan pengolahan dan
penyimpanan penyimpanan penyimpanan penyimpanan
untuk sagu untuk sagu untuk sagu untuk sagu

44
D. Ditjen PSP
Program/Kegiatan
No ESELON 1
2020 2021 2022 2023 2024
4 Ditjen PSP 1. Penyediaan alsintan 1. Penyediaan 1. Penyediaan 1. Penyediaan 1. Penyediaan
2. Penyediaan pupuk alsintan alsintan alsintan alsintan
3. Kemudahan akses 2. Penyediaan pupuk 2. Penyediaan pupuk 2. Penyediaan 2. Penyediaan pupuk
pada KUR 3. Kemudahan akses 3. Kemudahan akses pupuk 3. Kemudahan akses
pada KUR pada KUR 3. Kemudahan pada KUR
akses pada KUR

E. Badan Litbang Pertanian


Program/Kegiatan
No ESELON 1
2020 2021 2022 2023 2024
5 Badan Litbang 1. Riset dan 1. Riset dan 1. Riset dan 1. Riset dan 1. Riset dan
penyediaan bibit Ubi penyediaan bibit penyediaan bibit penyediaan bibit penyediaan bibit
kayu dan Jagung Ubi kayu dan Ubi kayu dan Ubi kayu dan Ubi kayu dan
untuk pangan, Jagung untuk Jagung untuk Jagung untuk Jagung untuk
Pisang (plaintain), pangan, Pisang pangan, Pisang pangan, Pisang pangan, Pisang
kentang, talas dan (plaintain), kentang, (plaintain), kentang, (plaintain), kentang, (plaintain),
sagu talas dan sagu talas dan sagu talas dan sagu kentang, talas
2. Diseminasi dan 2. Diseminasi dan 2. Diseminasi dan 2. Diseminasi dan dan sagu
pendampingan pendampingan pendampingan pendampingan 2. Diseminasi dan
penerapan teknologi penerapan peneran teknologi penerapan pendampingan
teknologi teknologi penerapan
teknologi

45 45
F. Badan PMPSDMP
Program/Kegiatan
No ESELON 1
2020 2021 2022 2023 2024
6 BPPSDMP 1. Pendampingan 1. Pendampingan 1. Pendampingan 1. Pendampingan 1. Pendampingan
dan pelatihan dan pelatihan dan pelatihan dan pelatihan dan pelatihan
budidaya, pasca budidaya, pasca budidaya, pasca budidaya, pasca budidaya, pasca
panen dan panen dan panen dan panen dan panen dan
pengolahan pengolahan pengolahan pengolahan pengolahan
2. Edukasi dan 2. Edukasi dan 2. Edukasi dan 2. Edukasi dan 2. Edukasi dan
promosi promosi promosi promosi promosi
pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan pemanfaatan
pangan lokal pangan lokal pangan lokal pangan lokal pangan lokal

G. Badan Ketahanan Pangan


Program/Kegiatan
No ESELON 1
2020 2021 2022 2023 2024
7 BKP 1. Edukasi, promosi 1. Edukasi, promosi 1. Edukasi, promosi 1. Edukasi, promosi 1. Edukasi, promosi
dan kampaye dan kampaye dan kampaye dan kampaye dan kampaye
2. Pendampingan 2. Pendampingan 2. Pendampingan 2. Pendampingan 2. Pendampingan
UMKM UMKM UMKM UMKM UMKM
3. Penyediaan outlet 3. Meningkatkan 3. Meningkatkan 3. Meningkatkan 3. Meningkatkan
pangan lokal di volume dan volume dan keragaman pangan keragaman pangan
Pasar Mitra Tani di keragaman pangan keragaman lokal di Pasar Mitra lokal di Pasar Mitra
34 Provinsi lokal di Pasar Mitra pangan lokal di Tani di 34 Provinsi Tani di 34 Provinsi
Tani di 34 Provinsi Pasar Mitra Tani
di 34 Provinsi

46
Tabel 5.4. Matriks Dukungan Kegiatan Dari Kementerian/Lembaga Lain
No Kementerian/Lembaga Program/Kegiatan
1 Kementerian Kesehatan - Edukasi kesehatan konsumsi pangan lokal melalui posyandu oleh kader
desa
- Promosi konsumsi pangan lokal
2 Kementerian UKM dan Koperasi - Pendampingan Pengembangan UMKM
- Fasilitasi Pengembangan Olahan Pangan Lokal dan Perijinan
- Dukungan dan Fasilitasi Pemasaran
- Pelatihan-Pelatihan

3 Kementerian Desa, PDT dan - Bantuan Alat Pengolahan


Transmigrasi - Pemanfaatan Dana Desa untuk Pengembangan Diversifikasi Pangan
Lokal

47 47
Tabel 5.5. Matriks Dukungan Kegiatan Dari BUMN, Swasta dan NGO
No Kementerian/Lembaga Program/Kegiatan
BUMN dan Swasta

- Penyediaan bibit unggul


a. Perbenihan - Edukasi budidaya dengan menggunakan bibit unggul

- Penyediaan pupuk untuk komoditas pangan lokal


b. Pupuk dan Alsintan
- Penyediaan alat mesin produksi dan panen
c. Peralatan Pasca Panen dan - Penyediaan peralatan pasca panen
1 Pengolahan - Penyediaan peralatan pengolahan
- Penggunaan min 10% pangan lokal jika bahan baku berasal dari
d. Industri Pengolahan Makanan
impor
dan Minuman
- Penggunaan pangan lokal dalam produksi makanan dan minuman
e. Ritel dan Usaha Pemasaran - Menyediakan gerai/slot untuk pemasaran pangan lokal
Lainnya - Membantu pemasaran pangan lokal produksi UMKM

- Fasilitasi permodalan kepada UMKM pangan lokal


f. Perbankan
- Fasilitasi pemasaran untuk UMKM pangan lokal
- Penyediaan benih
- Pendampingan
Lembaga Swadaya
2 - Fasilitasi permodalan
Masyarakat/NGO
- Fasilitasi Pemasaran

48
VI. PEMBIAYAAN

Pembiayaan dibebankan pada APBN dan APBD pada masing-


masing instansi pelaksana sesuai dengan tupoksinya dalam
pelaksanaan program diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat
pengganti beras serta dari sumber lainnya yang diperbolehkan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

49

Anda mungkin juga menyukai