Anda di halaman 1dari 48

PANDUAN PROGNOSA

NERACA PANGAN
STRATEGIS
TAHUN 2021

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN


BADAN KETAHANAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
FEBRUARI 2021
TIM PENYUSUN

Pembina:
Kepala Badan Ketahanan Pangan
Pengarah:
Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Penanggung Jawab:
Koordinator Kelompok Substansi Harga Pangan
Penyunting:
Sub Koordinator Kelompok Substansi Analisis Harga Pangan Produsen
Sub Koordinator Kelompok Substansi Analisis Harga Pangan Konsumen
Penyusun:
Ir Dewi Novia Tarwyati M.Si
Ikin Sodikin, S.Si, M.Si
Dini Nuraeni, SP, MP
Endang Ismaryati SP, MM
Irnawati, S.Si, MM
Ari Wahyuningsih, STP, MSi
Asti Mintoraras, S.Si
Toni Tri Susanto, S.Si
Nurtamtomo Hadi Nugroho, SP

i
KATA PENGANTAR

Kebijakan ketahanan pangan menginginkan agar masyarakat dapat memperoleh bahan pangan
yang cukup dengan harga yang terjangkau. Pada periode waktu tertentu, permintaan bahan
pangan pokok masyarakat terkadang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
ketersediaannya. Proses distribusi bahan pangan pun sering mengalami gangguan karena
adanya hambatan transportasi. Hal tersebut berakibat pada kecenderungan kenaikan dan gejolak
harga pangan.

Antisipasi permasalahan pangan baik nasional maupun wilayah biasanya terkait dengan
masalah ketersediaan (pasokan) dan kebutuhan pangan yang tidak seimbang yang
mengakibatkan kelangkaan pangan dan gejolak harga di masyarakat. Situasi dan kondisi
ketersediaan dan kebutuhan pangan perlu diproyeksikan dengan baik sebagai early warning
system (EWS) untuk mengantisipasi permasalahan pangan. Sehubungan dengan hal tersebut,
perlu disusun Prognosa Neraca Pangan Strategis, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Prognosa neraca pangan strategis disusun dalam rangka memprediksi kondisi kebutuhan dan
ketersediaan pangan disuatu wilayah, baik tahunan maupun bulanan. Prognosa ini dinilai
sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya masalah pangan, misalnya apabila terjadi
kekurangan pangan pada periode tertentu, maka pemenuhan ketersediaan dan pasokan
pangan harus segera ditangani melalui upaya stabilisasi harga pangan strategis.

Dengan tersusunnya Prognosa neraca pangan strategis diharapkan dapat digunakan sebagai
salah satu sumber bahan pengambilan kebijakan, baik unit kerja yang menangani ketahanan
pangan maupun stakeholders terkait dalam penanganan dan antisipasi ketersediaan dan
kebutuhan pangan, serta sebagai bahan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kondisi
ketersediaan dan kebutuhan pangan. Untuk menyusun Prognosa neraca pangan strategis
Tahun 2021, maka perlu disusun Panduan Prognosa Neraca Pangan Strategis Tahun 2021.
Diharapkan dengan adanya Panduan ini, prognosa neraca pangan strategis baik di Pusat
maupun daerah (provinsi) dapat disusun dengan lebih baik.

Jakarta, April 2021


Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan

Prof. Dr. Ir. Risfaheri, MSi.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................ . ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. v

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2. Tujuan dan Sasaran ................................................................................................. 1
1.3. Pengertian/Definisi ................................................................................................... 2

II. METODE PENYUSUNAN ................................................................................................ 3


2.1. Ruang Lingkup ........................................................................................................... 3
2.2. Metode Perhitungan Prognosa .................................................................................. 5

III. RINCIAN PERHITUNGAN TIAP KOMODITAS ............................................................. 14


3.1. Sub Sektor Tanaman Pangan ............................................................................... 14
3.2. Sub Sektor Hortikultura ......................................................................................... 21
3.3. Sub Sektor Peternakan .......................................................................................... 27
3.4. Sub Sektor Perkebunan ......................................................................................... 31

IV. PENUTUP ........................................................................................................................ 35

LAMPIRAN .............................................................................................................................. 36

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bahan Pangan Yang Diperhitungkan dalam Prognosa……………………………….. 6


Tabel 2. Koefisien Kebutuhan Pangan Bulanan Tahun 2021 (Kondisi Normal)……………… 8
Tabel 3. Hasil Kajian Peningkatan Kebutuhan Pangan Tahun 2018………………………….. 9
Tabel 4. Persentase Peningkatan Kebutuhan Pangan Tahun 2018…………………………... 10
Tabel 5. Contoh Hasil Perhitungan Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bawang Merah
Tahun 2021……………………………………………………………………………….. 12
Tabel 6. Koefisien Kebutuhan Pangan Bulanan Per Komoditas Tahun 2021 (Kondisi
Periode HBKN)……………………………………………………………………………. 13
Tabek 7. Angka Konversi GKG Ke Beras……………………………………………………....... 14
Tabel 8. Konversi GKG ke Beras Siap Konsumsi………………………………………………… 15
Tabel 9. Angka/Konversi Konsumsi Pada Kebutuhan Beras……………………………………. 15
Tabel 10. Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bulanan Beras Tahun 2021…………………….. 16
Tabel 11. Penggunaan Angka/Konversi Pada Jagung…………………………………………. 17
Tabel 12. Periode HBKN Dan Angka Koefisien Kebutuhan Jagung Tahun 2021…………….. 18
Tabel 13. Penggunaan Angka/Konversi Pada Ketersediaan Jagung ………………………. 19
Tabel 14. Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bulanan Kedelai Tahun 2021………………….. 20
Tabel 15. Penggunaan Angka/Konversi Pada Kedelai………………………………………….. 21
Tabel 16. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Bawang Merah Di
Bulan HBKN Tahun 2021………………………………………………………………… 22
Tabel 17. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Bawang Putih Di
Bulan HBKN Tahun 2021……………………………………………………………….. 24
Tabel 18. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Cabai Besar Di Bulan
HBKN Tahun 2021………………………………………………………………………. 25
Tabel 19. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Cabai Rawit Di Bulan
HBKN Tahun 2021……………………………………………………………………….. 26
Tabel 20. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Sapi/Kerbau Di Bulan
HBKN Tahun 2021………………………………………………………………………. 28
Tabel 21. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Daging Ayam Ras Di
Bulan HBKN Tahun 2021……………………………………………………………….. 29
Tabel 22. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Telur Ayam Ras Di
Bulan HBKN Tahun 2021……………………………………………………………….. 30
Tabel 23. Penggunaan Angka/Konversi Pada Gula Pasir Tahun 2021……………………….. 31
Tabel 24. Koefisien Kebutuhan Bulanan Gula Pasir Di Bulan Tahun 2021…………………… 32
Tabel 25. Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bulanan Minyak Goreng Tahun 2021………… 33

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras.. ............................. 36


Lampiran 2 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Jagung............................. 36
Lampiran 3 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kedelai ............................ 37
Lampiran 4 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Bawang Merah ................ 37
Lampiran 5 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Bawang Putih .................. 38
Lampiran 6 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Besar .................... 38
Lampiran 7 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Rawit ..................... 39
Lampiran 8 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Daging Sapi/Kerbau ....... 39
Lampiran 9 Format Tabel Prognosa Ketersedian dan Kebutuhan Daging Ayam Ras ............. 40
Lampiran 10 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Telur Ayam Ras ............ 40
Lampiran 11 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Gula Pasir ..................... 41
Lampiran 12 Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Minyak Goreng .............. 41

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Undang-undang nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa negara
berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan
baik tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata. Ketersediaan
pangan dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri maupun impor jika sumber dalam
negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan. Jika ketersediaan pangan kurang, karena kebutuhan
yang lebih besar daripada produksi, akan mengakibatkan permasalahan gejolak harga bahkan
masalah stabilitas sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah untuk menghitung produksi
dan ketersediaan pangan.
Penyusunan Prognosa Neraca Pangan Strategis dilakukan dengan tujuan untuk
menyediakan informasi tentang perkiraan jumlah produksi dan kebutuhan pangan pokok
selama periode tertentu (bulanan atau tahunan). Penyusunan prognosa ini menjadi sangat
penting karena digunakan sebagai salah satu sumber bahan pengambilan kebijakan, baik unit
kerja yang menangani ketahanan pangan maupun stakeholders terkait dalam penanganan
pangan, sebagai Early Warning System untuk antisipasi terjadinya masalah pangan,
penanganan pemenuhan ketersediaan dan pasokan pangan, serta dalam upaya stabilitas
harga pangan strategis.
Panduan Prognosa Neraca Pangan StrategisTahun 2021 digunakan oleh aparat pusat dan
daerah sebagai acuan agar ada kesamaan metode dan persepsi. Prognosa neraca pangan
strategis dapat disusun untuk tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Dengan demikian
penyusunan prognosa neraca pangan strategis bermanfaat untuk antisipasi penyediaan
pangan secara tepat untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sepanjang tahun.

1.2. Tujuan dan Sasaran


Tujuan Panduan Prognosa Neraca Pangan Strategis Tahun 2021 adalah untuk
menyediakan metode/cara penyusunan prognosa neraca pangan strategis Tahun 2021 baik di
pusat maupun daerah. Sasaran Panduan Prognosa Neraca Pangan Strategis Tahun 2021
adalah aparat pusat dan daerah yang menangani bidang pangan, pertanian dan perdagangan.

1
1.3. Pengertian/Definisi
a. Stok adalah jumlah pangan yang disimpan sebagai cadangan pangan, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat;
b. Kebutuhan pangan adalah bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
langsung dan konsumsi tidak langsung;
c. Konsumsi langsung adalah konsumsi rumah tangga (RT) per orang per tahun dengan
sumber data SUSENAS 2020 Triwulan I;
d. Konsumsi tidak langsung yaitu konsumsi yang terdiri dari kebutuhan industri makanan,
industri non makanan dan kebutuhan lainnya;
e. Kebutuhan per kapita adalah kebutuhan pangan rata-rata per orang per tahun;
f. Kebutuhan pakan adalah bahan pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
pakan;
g. Kebutuhan benih adalah bahan pangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
benih dalam produksi selanjutnya;
h. Kebutuhan pakan dan industri non-pangan adalah bahan pangan yang dibutuhkan
untuk pakan dan bahan baku industri non-pangan;
i. Kebutuhan industri adalah bahan pangan yang dibutuhkan untuk bahan baku industri
pangan;
j. Produksi bersih adalah hasil produksi yang telah memperhitungkan susut dan tercecer;
k. Kehilangan adalah besarnya pangan yang mengalami susut dan tercecer pada saat
proses produksi dan distribusi;
l. Neraca domestik adalah surplus/defisit antara produksi pangan hasil produksi dalam
negeri dan kebutuhan total;
m. Neraca kumulatif adalah neraca domestik ditambah stok awal (carry over) dari
surplus/defisit bulan sebelumnya.

2
BAB II
METODE PENYUSUNAN

2.1. Ruang Lingkup


Prognosa Neraca Pangan Strategis Tahun 2021 mencakup 12 komoditas pangan
strategis, yaitu: beras, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit,
daging sapi/kerbau, daging ayam ras, telur ayam ras gula pasir, dan minyak goreng. Prognosa
neraca pangan strategis disusun secara berkala berdasarkan angka sasaran/realisasi produksi,
kebutuhan, rencana/realisasi impor yang diperbaharui secara berkala setiap bulan. Sumber
data dan informasi diperoleh dari BPS, Kemendag, Bea Cukai, Ditjen Teknis lingkup
Kementerian Pertanian, Dinas yang menangani urusan pangan, pertanian dan perdagangan di
tingkat provinsi serta asosiasi komoditas pangan.
Pendekatan yang digunakan dalam perhitungan prognosa neraca pangan strategis
mencakup:
1) Ketersediaan
Komponen ketersediaan meliputi :
a. Produksi dalam negeri.
Data produksi menggunakan angka produksi dalam negeri/wilayah dalam bentuk segar
dan siap dikonsumsi/olah berdasarkan angka sasaran/realisasi produksi dari BPS,
Ditjen Teknis lingkup Kementan dan Dinas Pangan dan Pertanian
Provinsi/Kabupaten/Kota. Untuk beras angka ini sudah dikurangi dengan kebutuhan
benih/bibit, dan kehilangan/tercecer saat proses pasca panen.
Beberapa komoditas memerlukan pendekatan konversi dari bentuk segar menjadi siap
dikonsumsi yaitu beras (gabah kering giling (GKG) dikonversi menjadi beras siap
konsumsi), bawang putih dan bawang merah (bentuk konde menjadi bentuk rogol kering
siap konsumsi), serta sapi (dari sapi hidup ke daging).
Angka produksi gula dihitung dari produksi pabrik gula swasta dan BUMN. Sedangkan
angka produksi minyak goreng dihitung berdasarkan rencana produksi yang dilakukan
oleh Ditjen Perkebunan bekerja sama dengan asosiasi yang menangani komoditas
minyak goreng.
b. Stok awal (carry over)
Stok awal (carry over) untuk komoditas yang tahan lama yaitu beras, bawang putih,
daging sapi, gula pasir dan minyak goreng, dihitung dari stok akhir tahun/bulan
sebelumnya yang dihitung sebagai tambahan pasokan/produksi siap konsumsi pada

3
bulan bersangkutan. Stok awal dapat berada di Pemerintah (Perum BULOG) dan Pelaku
Usaha (Pedagang, Pengusaha, Penggilingan, Lumbung Pangan Masyarakat/LPM,
Asosiasi dan/atau lainnya).
c. Impor
Impor dihitung dengan berbagai pendekatan sebagai berikut:
▪ untuk komoditas yang belum tersedia angka rencana impornya menggunakan angka
rata-rata realisasi impor selama 3 tahun sebelumnya pada bulan yang sama;
▪ untuk komoditas yang impornya dikendalikan oleh Pemerintah seperti gula dan
daging sapi/sapi bakalan menggunakan data rekomendasi impor atau SPI
Kementerian Perdagangan; dan
▪ Angka rencana impor komoditas yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.

2) Kebutuhan
Komponen kebutuhan meliputi:
a. Konsumsi dalam rumah tangga
Angka konsumsi dalam rumah tangga menggunakan angka hasil Survey Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, yang dihitung dari konsumsi pangan dalam satuan
kilogram per kapita per tahun dikali jumlah penduduk. Susenas dilakukan setiap triwulan
I (Bulan Maret) dan dipublikasikan oleh BPS setiap tahun (publikasi tahun sebelumnya).
b. Konsumsi luar rumah tangga.
Angka konsumsi di luar rumah tangga menggunakan pendekatan hasil Survey
Konsumsi Bahan Pokok (VKBP)/Kajian Konsumsi Bahan Pokok BPS yang dihitung dari
penggunaan/konsumsi pangan dalam satuan kilogram per kapita per tahun dikali jumlah
penduduk hasil proyeksi sensus. Pendekatan lain yang digunakan untuk menghitung
angka konsumsi/kebutuhan luar rumah tangga adalah menggunakan Neraca Bahan
Makanan yang diterbitkan oleh BKP setiap tahun ataupun angka kesepakatan
berdasarkan kajian atau FGD Ditjen Teknis Lingkup Kementan.
Angka konsumsi luar rumah tangga meliputi komponen:
▪ penggunaan untuk bahan baku industri pangan baik untuk industri besar, sedang dan
mikro;
▪ perusahaan penyedia makanan/minuman;
▪ kebutuhan Hotel Restoran Katering/Penyedia Makanan dan Minuman (PMM); dan
▪ jasa kesehatan seperti rumah sakit;

4
c. Kebutuhan lainnya, meliputi:
- kebutuhan pakan;
- angka kehilangan/tercecer;
- kebutuhan benih untuk jagung, kedelai, bawang merah, dan bawang putih.
Untuk melakukan perhitungan kebutuhan bulanan dilakukan dengan memperhatikan
koefisien sebagai berikut:
- koefisien harian untuk bulan normal;
- koefisien harian untuk bulan-bulan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu
Ramadhan, Idulfitri, Iduladha, Natal dan Tahun baru. Koefisien peningkatan HBKN
mengacu pada hasil kajian BKP Tahun 2018.

3) Neraca Bulanan
Neraca Bulanan merupakan selisih antara angka ketersediaan dengan kebutuhan per
bulan. Jika ketersediaan pada bulan bersangkutan lebih besar dari kebutuhannya, maka
menghasilkan nilai positif atau surplus, sebaliknya jika ketersediaan lebih kecil dari
kebutuhannya maka menghasilkan nilai negatif atau defisit.
Komoditas yang tahan lama kecuali cabai, dapat disimpan sebagai carry over
pasokan/ketersediaan pada bulan berikutnya. Neraca kumulatif bulanan memperhitungkan stok
akhir tahun sebelumnya untuk perhitungan bulan Januari dan stok bulan sebelumnya untuk
menghitung kondisi surplus/defisit di bulan Februari sampai dengan Desember.

2.2. Metode Perhitungan Prognosa


1) Perhitungan Ketersediaan
Komponen ketersediaan terdiri dari 2 variabel yaitu:
a. Stok awal tahun/bulan dapat diperhitungkan dari stok yang berada di Pemerintah
(Perum BULOG) dan di masyarakat (pedagang, penggilingan, petani, asosiasi, pelaku
usaha, dan lainnya).
b. Produksi merupakan bahan pangan dalam bentuk siap diolah sebagai berikut.

5
Tabel 1. Bahan Pangan Yang Diperhitungkan dalam Prognosa
No Komoditas Keterangan
1 Beras Beras siap dikonsumsi
2 Jagung Jagung Pipilan Kering (kadar air 15%)
3 Bawang Merah Bentuk Rogol (Konversi 64% dari Konde Basah)
4 Bawang Putih Bawang Putih (Konversi 60% dari Konde Kering)
5 Daging Angka konversi sapi hidup ke daging ditetapkan oleh
sapi/Kerbau Ditjen PKH

c. Jika tidak tersedia data produksi bulanan, maka perlu dilakukan pendekatan
perhitungan sebaran produksi bulanan berdasarkan sebaran realisasi produksi dalam 5
(lima) tahun terakhir menggunakan rumus:
𝛿
𝑌𝑏 = (𝑌𝑡 × ) (1)
∑𝛿
dimana:
𝑌𝑏 = Produksi bulanan
𝑌𝑡 = Produksi satu tahunan
𝛿 = Bobot sebaran produksi
Bobot sebaran produksi didasarkan rata-rata pola sebaran produksi bulanan lima tahun
sebelumnya (Tahun 2015 - 2020).

2) Perhitungan Kebutuhan
a) Konsumsi Langsung Rumah Tangga
Konsumsi langsung rumah tangga di hitung berdasarkan angka konsumsi per kapita per
tahun dalam SUSENAS BPS 2020 dan Angka Survey Bahan Pokok Penting (Bapokting)
BPS tahun terbaru.
Konsumsi pangan selama satu tahun diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
𝐶𝑝 × 𝑃
𝐶𝑡 = ( ) 𝑡𝑜𝑛 (2)
1000
dimana :
𝐶𝑡 = Konsumsi pangan satu tahun
𝐶𝑝 = Konsumsi pangan/kapita/tahun
𝑃 = Prediksi jumlah penduduk tahun 2021 (Survei Penduduk Antar Sensus BPS
2015 - 2045)

6
Konsumsi bulanan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
𝛽
𝐶𝑏 = (𝐶𝑡 × ) (3)
∑𝛽
dimana:
𝐶𝑏 = Kebutuhan pangan satu bulan
𝐶𝑡 = Kebutuhan pangan satu tahun
𝛽 = Koefisien kebutuhan pangan bulanan

Koefisien kebutuhan pangan bulanan dihitung berdasarkan banyaknya hari dalam satu
bulan dibagi dengan jumlah hari dalam setahun dengan rumus:
12 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
𝛽𝑏 = (𝐻𝑏 × ) (4)
365 ℎ𝑎𝑟𝑖
dimana:
𝛽𝑏 = Koefisien kebutuhan pangan bulanan
𝐻𝑏 = Jumlah hari dalam satu bulan
b) Kebutuhan pakan
Kebutuhan pakan merupakan proporsi dari angka kebutuhan pakan dan penyediaan
pangan yang digunakan dalam perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM) 2020
Sementara.
c) Kebutuhan industri
(1) Gula dan minyak goreng diperoleh dari Ditjen Perkebunan, dan beras dari Ditjen.
Tanaman Pangan.
(2) Komoditas lainnya, diperoleh melalui pendekatan:
- Angka konsumsi berdasarkan survei bahan pokok BPS 2017;
- Angka konversi kebutuhan dalam NBM; dan
- Angka kebutuhan total = angka kebutuhan per kapita (NBM), jika dalam NBM
tidak ada angka kebutuhan untuk industri.
d) Kebutuhan benih
Kebutuhan terhadap benih/bibit pangan mengacu pada NBM, kecuali apabila ada
informasi kebutuhan benih dari instansi terkait, sebagai contoh kebutuhan benih kedelai
50 kg/ha terhadap luas tanam bersumber dari Ditjen Tanaman Pangan.
e) Kehilangan (tercecer/susut), merupakan angka tercecer/rusak dari produksi, yaitu: (i)
beras dari BPS; (ii) jagung dari Ditjen. Tanaman Pangan; (iii) kacang tanah, kedelai,
cabai dan bawang dari NBM; serta (iv) minyak goreng dari Kajian BKP dan BPS.

7
f) Perhitungan Koefisien Kebutuhan Bahan Pangan
Kebutuhan bahan pangan baik nasional maupun daerah tidak selalu sama dalam
setiap periode (bulan). Hal ini antara lain akibat adanya perayaan HBKN seperti
Puasa (Ramadhan), Idulfitri, Iduladha, Natal, Tahun Baru bahkan Imlek yang
umumnya sebagian besar masyarakat membutuhkan bahan pangan dalam jumlah
yang lebih banyak dibanding bulan lainnya (normal). Perhitungan koefisien
kebutuhan pangan terdiri dari:
i) Koefisien Kebutuhan Pangan Bulan Normal

Tabel 2. Koefisien Kebutuhan Pangan Bulanan Tahun 2021 (Kondisi Normal)


Jumlah Bobot bulanan
Bulan
Hari (normal)
Jan-21 31 1,019
Feb-21 28 0,921
Mar-21 31 1,019
Apr-21 30 0,986
Mei-21 31 1,019
Jun-21 30 0,986
Jul-21 31 1,019
Agu-21 31 1,019
Sep-21 30 0,986
Okt-21 31 1,019
Nov-21 30 0,986
Des-21 31 1,019
Jml 365 12,049

ii) Perhitungan Kebutuhan Bahan Pangan pada Periode HBKN


Dengan mengacu pada kalender Tahun 2021, periode HBKN diperkirakan berlangsung
pada: Puasa tanggal 13 April - 12 Mei, Idulfitri tanggal 13 - 14 Mei, Iduladha tanggal 20
Juli, Natal tanggal 25 Desember dan Tahun Baru tanggal 1 Januari 2022. Berdasarkan
hasil Kajian BKP terhadap 11 bahan pangan pokok/strategis pada Tahun 2018 (Tabel
2), pada umumnya terjadi peningkatan penjualan oleh pedagang pada saat menghadapi
bulan Puasa, Idulfitri, Iduladha, Natal, dan Tahun Baru dengan selang waktu (lamanya
hari) terjadinya peningkatan berbeda-beda tiap komoditas. Rata-rata selang waktu

8
kenaikan penjualan komoditas, terjadi selama kisaran 2 - 6 hari menjelang puasa, 2 - 7
hari sebelum idulfitri, 1 - 2 hari sebelum Iduladha dan Natal, serta 1 hari sebelum Tahun
Baru.
Besaran persentase peningkatan penjualan pun berbeda-beda antar komoditas dan
antar waktu periode HBKN. Namun rata-rata peningkatan tertinggi berturut-turut terjadi
saat menjelang Puasa, Idulfitri, Iduladha, Natal dan Tahun Baru.

Tabel 3. Hasil Kajian Peningkatan Kebutuhan Pangan Tahun 2018


Kajian BKP 2018
Periode HBKN Kacang Cabai Cabai Bawang Bawang Daging Daging Telur Minyak
Beras Gula Pasir
Tanah Merah Rawit Merah Putih Sapi Ayam Ayam Goreng

Persentase Peningkatan (%)


Puasa 3,00 28,00 22,00 28,50 27,00 26,00 79,50 34,00 35,00 23,50 23,00
Idul Fitri 20,00 46,00 42,00 58,50 55,00 47,00 140,50 111,50 52,00 31,00 47,50
Idul Adha 2,50 2,50 31,50 22,50 23,50 12,50 62,50 19,00 6,00 3,00 1,50
Natal 1,00 4,50 8,00 6,50 3,00 1,50 2,00 5,50 13,50 3,00 1,00
Tahun Baru 1,00 5,50 6,00 10,50 1,00 0,50 18,50 21,50 6,50 1,00 8,50
Selang Waktu Peningkatan (Hari)*)
Puasa 2 3 3 3 3 4 2 2 6 3 3
Idul Fitri 7 5 3 3 4 4 3 2 8 5 4
Idul Adha 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1
Natal 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
Tahun Baru 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Koefisien Peningkatan Kebutuhan Pangan Pada Periode HBKN Tahun 2021
Puasa (April) 0,002 0,028 0,022 0,029 0,027 0,035 0,053 0,023 0,070 0,024 0,023
Idul Fitri (Mei) 0,045 0,074 0,041 0,057 0,071 0,061 0,136 0,072 0,134 0,050 0,061
Idul Adha (Juli) 0,001 0,001 0,020 0,015 0,015 0,008 0,020 0,006 0,002 0,001 0,000
Natal + Tahun
Baru (Desember) 0,001 0,003 0,005 0,005 0,001 0,001 0,007 0,009 0,011 0,001 0,003
Jumlah
Kenaikan Dalam
Setahun 0,049 0,106 0,087 0,105 0,114 0,104 0,216 0,109 0,217 0,076 0,088
*) selang waktu = jumlah hari menjelang HBKN

Perhitungan koefisien peningkatan kebutuhan HBKN Tahun 2021 pada tabel 3 berlaku
sama untuk hampir seluruh komoditas pangan yang diperhitungkan dalam prognosa
yaitu pada Januari (Tahun Baru), April (Puasa), Mei (Puasa dan Idulfitri), dan Juli
(Iduladha). Sebagai pengecualian untuk komoditas jagung yang mengalami
peningkatan terjadi pada 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan HBKN, disesuaikan
dengan peningkatan kebutuhan pakan (industri pakan) untuk memenuhi peningkatan
produksi telur ayam ras selama HBKN dan biasanya disediakan 3 (tiga) bulan sebelum
proses pengolahan. Sehingga peningkatan kebutuhan jagung berubah menjadi pada
bulan Januari (menghadapi Puasa), Februari (menghadapi Puasa dan Idulfitri), April
(menghadapi Iduladha), dan September (menghadapi Natal dan Tahun Baru). Koefisien

9
peningkatan kebutuhan HBKN Tahun 2021 masing-masing komoditas per bulan
diperinci dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 4. Persentase Peningkatan Kebutuhan Pangan Tahun 2018

Berdasarkan hasil kajian tersebut, dapat dihitung koefisien peningkatan kebutuhan


pangan pada periode HBKN dengan cara mengalikan proporsi selang waktu
peningkatan sebulan terhadap persentase peningkatan penjualan pada periode HBKN.
Sebagai contoh, berikut ini dijelaskan perhitungan untuk komoditas Bawang Merah.
➢ Periode Ramadhan
Peningkatan penjualan bawang merah pada saat puasa sebesar 27%, dengan
selang waktu menghadapi (sebelum) Puasa selama 3 (tiga) hari artinya kenaikan
kebutuhan mulai terjadi pada tanggal 10 April 2021 sampai dengan tanggal 12 April
2021, sehingga koefisien peningkatan kebutuhannya yaitu:

Koefisien Kenaikan Kebutuhan bawang merah pada puasa yang terjadi di Bulan
April = (3/30) x 27% = 0,027

➢ Periode Idulfitri
Peningkatan penjualan bawang merah pada saat Idulfitri sebesar 55% dengan
selang waktu menghadapi (sebelum) Idulfitri selama 4 (empat) hari yang artinya
kenaikan kebutuhan mulai terjadi pada tanggal 9 Mei 2021 sampai dengan tanggal
12 Mei 2020, sehingga koefisien peningkatan kebutuhan yaitu:

Koefisien Kenaikan Kebutuhan bawang merah di Idulfitri (Bulan Mei)


= (4/31) x 55% = 0,071

10
➢ Periode Iduladha
Peningkatan penjualan bawang merah pada saat Iduladha sebesar 23,5% dengan
selang waktu menghadapi (sebelum) Iduladha selama 2 (dua) hari yang artinya
kenaikan kebutuhan terjadi pada tanggal 18 - 19 Juli 2021 sehingga koefisien
peningkatan kebutuhan yaitu:

Koefisien Kenaikan Kebutuhan bawang merah pada saat Iduladha (Bulan Juli)
= (2/31) x 23,5% = 0,015

➢ Periode Natal
Peningkatan penjualan bawang merah pada saat Natal sebesar 3% dengan selang
waktu menghadapi (sebelum) Natal 1 (satu) hari artinya kenaikan kebutuhan terjadi
pada tanggal 24 Desember 2021, sehingga koefisien peningkatan kebutuhannya
yaitu :

Koefisien Kenaikan Kebutuhan bawang merah pada Natal ( Bulan Desember)


= (1/31) x 3% = 0,001

➢ Periode Tahun Baru 2022


Peningkatan penjualan bawang merah pada saat Tahun Baru sebesar 1% dengan
selang waktu menghadapi (sebelum) Tahun selama 1 (satu) hari yang artinya
kenaikan kebutuhan terjadi pada tanggal 31 Desember 2021 sehingga koefisien
peningkatan kebutuhan yaitu:

Koefisien Kenaikan Kebutuhan di Bulan Desember = (1/31) x 1% = 0,0003


Hasil perhitungan tersebut apabila di gabungkan antara koefisien normal dan koefisien
pada HBKN komoditas bawang merah menjadi seperti pada tabel 5.

11
Tabel 5. Contoh Hasil Perhitungan Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bawang
Merah Tahun 2021
Peningkatan Koefisien
Tahun Jml hari Normal Pada Bawang
Periode Merah
1 2 3 4 5=3+4

Jan-21 31 1,019 0 1,019


Feb-21 28 0,921 0 0,921
Mar-21 31 1,019 0 1,019
Apr-21 30 0,986 0,027 1,013
May-21 31 1,019 0,071 1,090
Jun-21 30 0,986 0 0,986
Jul-21 31 1,019 0,015 1,034
Aug-21 31 1,019 0 1,019
Sep-21 30 0,986 0 0,986
Oct-21 31 1,019 0 1,019
Nov-21 30 0,986 0 0,986
Dec-21 31 1,019 0,001 1,020
Jumlah 365 12,000 0,114 12,114
Cara perhitungan koefisien peningkatan kebutuhan HBKN Tahun 2021 sama dan
disesuaikan dengan jenis komoditas pangan yang akan diperhitungkan dalam prognosa
yaitu pada Bulan Januari (Tahun Baru), April (Puasa), Mei (Puasa dan Idulfitri), Juli
(Iduladha). Sebagai pengecualian untuk komoditas Jagung yang mengalami
peningkatan terjadi pada 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan HBKN, sehingga
peningkatan kebutuhan jagung menjadi pada bulan Januari (menghadapi Puasa),
Februari (menghadapi Puasa dan Idulfitri), April (menghadapi Iduladha), dan September
(menghadapi Natal dan Tahun Baru). Koefisien peningkatan kebutuhan HBKN Tahun
2021 seluruh komoditas per bulan diperinci dalam tabel sebagai berikut.

12
Tabel 6. Koefisien Kebutuhan Pangan Bulanan Per Komoditas Tahun 2021
(Kondisi Periode HBKN)

Kacang Cabai Cabai Bawang Bawang Daging Daging Telur Minyak


Tahun Beras Gula Pasir Jagung
Tanah Merah Rawit Merah Putih Sapi Ayam Ayam Goreng
Jan-21 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,056
Feb-21 0,921 0,921 0,921 0,921 0,921 0,921 0,921 0,921 0,921 0,921 0,921 1,153
Mar-21 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 0,986
Apr-21 0,988 1,014 1,008 1,015 1,013 1,021 1,039 1,009 1,056 1,010 1,009 1,021
Mei-21 1,064 1,093 1,060 1,076 1,090 1,080 1,155 1,091 1,153 1,069 1,080 1,019
Jun-21 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986
Jul-21 1,020 1,020 1,040 1,034 1,034 1,027 1,039 1,025 1,021 1,020 1,020 1,019
Agu-21 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 0,986
Sep-21 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 1,030
Okt-21 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019 1,019
Nov-21 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,986 0,921
Des-21 1,020 1,022 1,024 1,025 1,020 1,020 1,026 1,028 1,030 1,020 1,022 1,019
12,049 12,106 12,087 12,105 12,114 12,104 12,216 12,109 12,217 12,076 12,088 12,217
Sumber: Hasil Kajian BKP Tahun 2018

3) Perhitungan Neraca
Perhitungan prognosa menghasilkan dua neraca yaitu:
a) Neraca Domestik/Bulanan
Neraca domestik/bulanan yaitu neraca yang menggambarkan selisih antara
ketersediaan dengan kebutuhan bahan pangan per bulan.
b) Neraca Kumulatif
Neraca kumulatif yaitu neraca yang menggambarkan kondisi surplus/defisit setiap
periode tertentu (bulanan/tahunan), dihitung dari neraca domestik/bulanan ditambah
stok awal tahun/bulan sebelumnya.

13
BAB III
RINCIAN PERHITUNGAN TIAP KOMODITAS

3.1 Sub Sektor Tanaman Pangan


1) Beras
Dalam menyusun prognosa beras, variabel yang diperlukan adalah ketersediaan dan
kebutuhan beras.
a. Ketersediaan
Ketersediaan beras Tahun 2021 merupakan produksi beras siap konsumsi dan stok beras
akhir tahun. Stok beras akhir tahun adalah neraca kumulatif dari tahun sebelumnya.
Produksi beras siap konsumsi dihitung dari produksi Gabah Kering Giling (GKG) yang telah
dikurangi dengan penggunaan GKG (untuk bibit/benih, pakan ternak, bahan baku industri
non makanan, dan susut/tercecer) dikalikan dengan angka konversi GKG menjadi beras di
tiap-tiap provinsi, dikurangi dengan penggunaan beras non pangan (pakan ternak, industri
non makanan, dan susut/tercecer). Apabila dirumuskan adalah sebagai berikut:
Bs = ((GKG – Pgkg) * Kgb ) – Pbnp
Dimana;
Bs = Beras Siap Konsumsi Kgb = Koefisien GKG ke Beras
GKG = Gabah Kering Giling Pbnp = Penggunaan beras non pangan
Pgkg = Penggunaan gabah kering giling

Tabel 7. Angka Konversi GKG Ke Beras


Angka Angka
No Provinsi No Provinsi
Konversi Konversi
1 Aceh 63,95% 19 Nusa Tenggara Timur 65,03%
2 Sumatera Utara 63,68% 20 Kalimantan Barat 65,68%
3 Sumatera Barat 64,28% 21 Kalimantan Tengah 65,94%
4 Riau 63,71% 22 Kalimantan Selatan 65,69%
5 Jambi 64,22% 23 Kalimantan Timur 64,57%
6 Sumatera Selatan 63,75% 24 Kalimantan Utara 65,81%
7 Bengkulu 63,94% 25 Sulawesi Utara 62,38%
8 Lampung 63,82% 26 Sulawesi Tengah 65,53%
9 Kepulauan Bangka Belitung 65,80% 27 Sulawesi Selatan 63,71%
10 Kepulauan Riau 63,53% 28 Sulawesi Tenggara 63,75%
11 DKI Jakarta 65,44% 29 Gorontalo 61,99%
12 Jawa Barat 64,11% 30 Sulawesi Barat 63,76%
13 Jawa Tengah 63,84% 31 Maluku 62,17%
14 DI Yogyakarta 63,06% 32 Maluku Utara 62,13%
15 Jawa Timur 64,10% 33 Papua Barat 66,70%
16 Banten 63,23% 34 Papua 63,39%
17 Bali 62,61%
INDONESIA 64,02%
18 Nusa Tenggara Barat 63,23%

14
Tabel 8. Konversi GKG Menjadi Beras Siap Konsumsi
No Uraian Konversi Jumlah Satuan
1 Produksi GKG Ton
2 Pengunaan GKG : Ton
a. Bibit/Benih 0,90% Ton
b. Pakan Ternak 0,44% Ton
c. Bahan baku industri non makanan 0,56% Ton
d. Susut/tercecer 5,40% Ton
3 GKG yang diolah menjadi beras (1-2) Ton
4 Produksi beras (3 * angka konversi) Ton
5 Penggunaan beras untuk non pangan Ton
a. Pakan Ternak/unggas 0,17% Ton
b. Industri non makanan 0,66% Ton
c. Tercecer/susut 2,50% Ton
6 Produksi beras untuk konsumsi (4-5) Ton

b. Kebutuhan
Kebutuhan beras nasional tahun 2021 terdiri dari konsumsi langsung rumah tangga dan
konsumsi non rumah tangga dikalikan proyeksi jumlah penduduk dengan penyebaran
perbulan menggunakan koefisien kebutuhan HBKN.
Konsumsi langsung rumah tangga, merupakan konsumsi beras lokal, ketan dan lainnya
perkapita berdasarkan SUSENAS dikalikan dengan proyeksi jumlah penduduk.
Konsumsi non rumah tangga, merupakan konsumsi beras di hotel restoran katering
(Horeka), rumah makan dan penyedia makanan minuman (PMM) lainnya, industri sedang
besar, industri mikro kecil, serta jasa kesehatan berdasarkan survei BAPOK 2017.
Tabel 9. Angka/Konversi Konsumsi Pada Kebutuhan Beras

ANGKA
URAIAN SUMBER DATA
KONVERSI
Penjumlahan konsumsi
Total Kebutuhan Beras 108,94 Kg/Kap/Th langsung RT dengan
konsumsi non RT
Susenas BPS Triwulan I
Konsumsi Langsung RT 78,97 Kg/Kap/Th
2020
Konsumsi di luar RT (Pakan dan
29,97 Kg/Kap/Th Survei Bapok BPS 2017
Industri Non Pangan)

Proyeksi Jumlah penduduk 272.248,5 ribu jiwa SUPAS BPS 2015 - 2045

15
Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi beras merupakan bobot konsumsi beras pada
setiap bulan dengan melibatkan peningkatan kebutuhan beras pada periode HBKN,
sehingga nilai bobot pada periode tersebut cenderung lebih besar dibandingkan bulan-bulan
lainnya. Dalam menentukan koefisien peningkatan kebutuhan beras Tahun 2021
menggunakan acuan kajian BKP Tahun 2018.
Koefisien peningkatan kebutuhan beras bulanan tahun 2021 adalah sebagai berikut.
Tabel 10. Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bulanan Beras Tahun 2021
Koefisien
Peningkatan
Tahun Jml hari Normal Koef HBKN
Kebutuhan
Bulanan
1 2 3 4 5=3+4

Jan-21 31 1,019 0 1,019


Feb-21 28 0,921 0 0,921
Mar-21 31 1,019 0 1,019
Apr-21 30 0,986 0,002 0,988
May-21 31 1,019 0,045 1,064
Jun-21 30 0,986 0 0,986
Jul-21 31 1,019 0,001 1,020
Aug-21 31 1,019 0 1,019
Sep-21 30 0,986 0 0,986
Oct-21 31 1,019 0 1,019
Nov-21 30 0,986 0 0,986
Dec-21 31 1,019 0,001 1,020
Jumlah 365 12,000 0,049 12,049

c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan beras, dari hasil
perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu: (1) Neraca Bulanan, merupakan
selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan beras pada bulan tersebut, dan (2) Neraca
Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu dengan menambah stok awal
tahun/bulan sebelumnya.

16
2) Jagung
a. Ketersediaan jagung diperhitungkan dari produksi jagung kadar air 15% ditambah stok awal
(carry over). Secara umum penjelasan parameter yang diperhitungkan untuk menghitung
ketersediaan jagung sebagai berikut:
• Stok awal tahun/bulan merupakan stok akhir tahun/bulan sebelumnya yang ada di
pabrik pakan.
• Produksi jagung merupakan jagung dalam bentuk pipilan kering (JPK) yang bersumber
dari BPS dan/atau Ditjen Tanaman Pangan;
• Produksi jagung kotor merupakan JPK yang bersumber dari angka produksi yang
dikeluarkan oleh BPS dan/atau Ditjen Tanaman Pangan, umumnya mempunyai kadar
air 20-25%;
• Produksi jagung untuk pakan ternak merupakan JPK yang bersumber dari angka
produksi yang dikeluarkan oleh BPS dan/atau Ditjen Tanaman Pangan yang
mempunyai kadar air 15%;
• Konversi JPK dari kadar air 20-25% ke JPK kadar air 15% sebesar 87%, bersumber
dari Pusdatin-Ditjen Tanaman Pangan.
• Kehilangan (tercecer/susut) sebesar 7,16% dari produksi JPK dengan kadar air 15%
(NBM tahun 2020).
Tabel 11. Penggunaan Angka/Konversi Pada Ketersediaan Jagung

Uraian Konversi Sumber


Jagung Pipilan Kering 87 % dari Jagung Pipilan Ditjen Tanaman Pangan
Ka.15% Kering Ka.20%
Tercecer 7,16% dari Jagung Pipilan NBM 2020
Kering Ka.15%

b. Kebutuhan jagung terdiri dari kebutuhan benih, konsumsi langsung RT, industri pakan dan
peternak mandiri lokal serta industri pangan.
➢ Konsumsi langsung adalah konsumsi jagung pipilan kering berdasarkan Susenas
Triwulan I 2020 dikalikan dengan jumlah penduduk.
Berdasarkan hasil kajian BKP Tahun 2018, diketahui bahwa persentase peningkatan
kebutuhan untuk komoditas jagung periode HBKN disesuaikan dengan peningkatan
kebutuhan pakan untuk memenuhi peningkatan produksi telur ayam ras selama HBKN,

17
dimana sebaran bulannya 3 (tiga) bulan sebelum periode HBKN sehingga koefisien
peningkatan kebutuhannya adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Periode HBKN dan Angka Koefisien Kebutuhan Jagung Tahun 2021

Bulan Telur Ayam Jagung


Jan-21 1,019 1,056
Feb-21 0,921 1,153
Mar-21 1,019 0,986
Apr-21 1,056 1,021
May-21 1,153 1,019
Jun-21 0,986 0,986
Jul-21 1,021 1,019
Aug-21 1,019 0,986
Sep-21 0,986 1,030
Oct-21 1,019 1,019
Nov-21 0,986 0,921
Dec-21 1,030 1,019
Total 12,217 12,217

➢ Kebutuhan benih berasal dari rerata penggunaan benih jagung lokal sebesar 25 kg/ha
dan benih jagung hibrida 15 kg/ha atau rata-rata 20 kg/ha dikalikan luas tanam (Ditjen.
Tanaman Pangan).
➢ Kebutuhan jagung untuk industri pakan dan peternak mandiri berdasarkan data dari
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
➢ Kebutuhan Industri merupakan kebutuhan jagung untuk industri pangan dan non pakan
dengan angka konversi sebagai berikut.

18
Tabel 13. Penggunaan Angka/Konversi Pada Jagung

Uraian Angka/ Konversi Keterangan


20 kg/ha kali luas tanam Ditjen Tanaman
(dari rata-rata penggunaan Pangan
Kebutuhan Benih benih sebesar 25 kg/ha
jagung lokal dan 15 kg/ha
jagung hibrida)
Kebutuhan Jagung Ditjen. PKH
untuk Industri Pakan Kementan
dan peternak mandiri
Hasil Kajian Tabel
Kebutuhan Industri Input Output
Pangan dan non 20,95% 2015, BPS-
Pakan Pusdatin
Kementan

Kehilangan
7,16 % NBM
(tercecer)

c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan jagung, dari hasil
perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu: (1) Neraca Bulanan, merupakan
selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan jagung pada bulan tersebut, dan (2) Neraca
Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu dengan menambah stok awal
tahun/bulan sebelumnya.

3) Kedelai
a. Ketersediaan kedelai diperhitungkan dari produksi ditambah stok awal (carry over) dan
impor. Secara umum penjelasan parameter yang diperhitungkan untuk menghitung
ketersediaan kedelai sebagai berikut:
➢ Stok awal tahun/bulan diperhitungkan dari stok akhir tahun/bulan sebelumnya yang ada
di pelaku usaha (pedagang/pengrajin tahu dan tempe) dan/atau stok di Pemerintah
(Perum BULOG).

19
➢ Angka produksi kedelai merupakan angka yang dikeluarkan oleh BPS dan/atau Ditjen.
Tanaman Pangan dalam bentuk kedelai kering.
➢ Angka impor kedelai diperoleh dari BPS atau Badan Karantina dengan kode HS
12019000 (Kacang kedelai, pecah maupun tidak, selain untuk benih).
b. Kebutuhan kedelai terdiri dari konsumsi langsung rumah tangga (RT), kebutuhan hotel-
restoran-katering (horeka), kebutuhan penyedia makanan dan minuman (PMM), kebutuhan
industri (besar, sedang/ menengah, kecil dan mikro), kebutuhan benih, dan kehilangan
(tercecer/ susut), diperhitungkan dengan asumsi sebagai berikut:
➢ Konsumsi langsung RT adalah konsumsi kedelai biji kering berdasarkan Susenas
Triwulan I 2020 dikalikan dengan jumlah penduduk.
Berdasarkan hasil kajian BKP Tahun 2018, diketahui bahwa persentase peningkatan
kebutuhan periode HBKN untuk komoditas kedelai belum ada, sehingga dilakukan
pendekatan dengan kebutuhan di bulan normal sehingga koefisien peningkatan
kebutuhannya adalah sebagai berikut:
Tabel 14. Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bulanan Kedelai Tahun 2021

Tahun Jml hari normal

Jan-21 31 1,019
Feb-21 28 0,921
Mar-21 31 1,019
Apr-21 30 0,986
May-21 31 1,019
Jun-21 30 0,986
Jul-21 31 1,019
Aug-21 31 1,019
Sep-21 30 0,986
Oct-21 31 1,019
Nov-21 30 0,986
Dec-21 31 1,019
Jml 365 12,00

➢ Kebutuhan Hotel, Restoran dan Katering (Horeka) serta Penyedia makanan dan
minuman (PMM) diperoleh berdasarkan Survei Bapok 2017 dikalikan dengan jumlah
penduduk;
➢ Penggunaan benih sebesar 50 kg/ha dari luas tanam, berdasarkan data Ditjen. Tanaman
Pangan;

20
➢ Angka kehilangan (tercecer/susut) sebesar 5 % dari produksi, bersumber dari BPS atau
NBM.
Tabel 15. Penggunaan Angka/Konversi Pada Kedelai

Uraian Angka/Konversi Keterangan


Konsumsi langsung (RT) 0,05 Kg/Kap/Th Survei Bahan
Horeka dan PMM Lainnya 0,37 Kg/Kap/Th Pokok BPS
Industri (besar, sedang, IMK) 11,47 Kg/Kap/Th Tahun 2017
50 Kg dari luas
Kebutuhan benih Ditjen TP
tanam
BPS dan
Kehilangan/tercecer 5% dari produksi
NBM

c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan kedelai. Dari hasil
perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu (1) Neraca Bulanan, merupakan
selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan kedelai pada bulan tersebut, dan (2) Neraca
Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu dengan menambah stok awal
tahun/bulan sebelumnya.

3.2 Sub Sektor Hortikultura


1) Bawang Merah
a. Ketersediaan
Ketersediaan bawang merah terdiri dari stok awal tahun dan produksi. Stok awal tahun
bawang merah merupakan neraca akumulatif di akhir tahun sebelumnya. Sedangkan
produksi bawang merah hanya diperhitungkan dari produksi lokal dalam negeri. Angka
produksi mengacu pada angka sasaran produksi dari Ditjen Hortikultura Kementerian
Pertanian dan pembaharuan realisasi produksi tiap bulan berdasarkan angka Statistik
Pertanian Hortikultura (SPH) online BPS. Produksi dibedakan menjadi 2, yaitu: (1) produksi
kotor dimana bawang merah masih dalam bentuk konde kering panen, dan (2) produksi
bersih dimana bawang merah sudah dalam bentuk rogol. Produksi yang digunakan dalam
perhitungan prognosa adalah produksi bersih dengan perhitungan konversi 64% dari
produksi konde kering (Produksi konde kering x 64%).

21
b. Kebutuhan
Kebutuhan bawang merah terdiri dari konsumsi langsung rumah tangga, kebutuhan horeka
dan warung/PKL, kebutuhan untuk industri, ekspor, dan kehilangan/tercecer hasil
penyediaan konsumsi. Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi bawang merah
merupakan bobot konsumsi bawang merah pada setiap bulan dengan melibatkan
peningkatan kebutuhan bawang merah pada periode HBKN, sehingga nilai bobot pada
periode HBKN tersebut cenderung lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Tabel 16. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Bawang Merah
Di Bulan HBKN Tahun 2021

Peningkatan Koefisien
Tahun Jml hari Normal Pada Bawang
Periode Merah
1 2 3 4 5=3+4

Jan-21 31 1,019 0 1,019


Feb-21 28 0,921 0 0,921
Mar-21 31 1,019 0 1,019
Apr-21 30 0,986 0,027 1,013
May-21 31 1,019 0,071 1,090
Jun-21 30 0,986 0 0,986
Jul-21 31 1,019 0,015 1,034
Aug-21 31 1,019 0 1,019
Sep-21 30 0,986 0 0,986
Oct-21 31 1,019 0 1,019
Nov-21 30 0,986 0 0,986
Dec-21 31 1,019 0,001 1,020
Jumlah 365 12,000 0,114 12,114

c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan bawang merah. Dari
hasil perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu (1) neraca bulanan,
merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan bawang merah pada bulan
tersebut, dan (2) neraca kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu
dengan menambah stok awal tahun/bulan sebelumnya.

22
2) Bawang Putih
a. Ketersediaan
Ketersediaan bawang putih terdiri dari stok awal tahun, produksi dan impor. Stok awal
tahun pada bawang putih adalah neraca kumulatif pada akhir tahun sebelumnya.
Sedangkan produksi bawang putih hanya diperhitungkan dari produksi lokal dalam negeri.
Angka produksi mengacu pada angka sasaran produksi dari Ditjen Hortikultura
Kementerian Pertanian yang kemudian dilakukan pembaharuan realisasi produksi tiap
bulan berdasarkan angka Statistik Pertanian Hortikultura (SPH) online BPS.
Produksi dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: (1) produksi kotor dimana bawang putih masih
dalam bentuk konde kering panen, dan (2) produksi bersih dimana bawang putih sudah
dalam bentuk rogol. Produksi yang digunakan dalam perhitungan prognosa adalah
produksi bersih dengan perhitungan konversi 60% dari produksi kotor.
Impor merupakan: (1) data realisasi impor dari BPS; (2) angka rata-rata realisasi impor
selama 3 (tiga) tahun sebelumya pada bulan bersangkutan; (3) data rekomendasi impor
atau SPI Kementerian Perdagangan; dan (4) rencana impor komoditas yang sudah
dihitung.
b. Kebutuhan
Kebutuhan bawang putih terdiri dari konsumsi langsung rumah tangga, kebutuhan horeka
dan warung/PKL, kebutuhan untuk industri, dan kehilangan/tercecer hasil penyediaan
konsumsi. Konsumsi langsung rumah tangga dihitung dari angka konsumsi bawang putih
(kapita/tahun) dikali jumlah penduduk, kebutuhan horeka dan warung/PKL sebesar 10%
dari konsumsi langsung rumah tangga, kebutuhan benih sebesar 1 ton per hektar luas
tanam, kebutuhan industri sebesar 5% dari konsumsi langsung rumah tangga dan total
ekspor.
Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi bawang putih merupakan bobot konsumsi
bawang putih pada setiap bulan dengan melibatkan peningkatan kebutuhan pada periode
HBKN, sehingga nilai bobot pada periode HBKN tersebut cenderung lebih besar
dibandingkan bulan-bulan lainnya. Gabungan antara koefisien normal dan koefisien pada
HBKN pada bawang putih pada tabel sebagai berikut.

23
Tabel 17. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Bawang Putih
Di Bulan HBKN Tahun 2021

Peningkatan Koefisien
Tahun Jml hari normal Pada Bawang
Periode Putih
1 2 3 4 5=3+4
Jan-21 31 1,019 1,019
Feb-21 28 0,921 0,921
Mar-21 31 1,019 1,019
Apr-21 30 0,986 0,035 1,021
May-21 31 1,019 0,061 1,080
Jun-21 30 0,986 0,986
Jul-21 31 1,019 0,008 1,027
Aug-21 31 1,019 1,019
Sep-21 30 0,986 0,986
Oct-21 31 1,019 1,019
Nov-21 30 0,986 0,986
Dec-21 31 1,019 0,001 1,020
Jml 365 12,00 0,104 12,104

c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan bawang putih. Dari hasil
perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu (1) neraca bulanan, merupakan
selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan bawang putih pada bulan tersebut, dan (2)
Neraca Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu dengan menambah
stok awal tahun/bulan sebelumnya.

3) Cabai Besar
a. Ketersediaan
Ketersediaan cabai besar hanya diperhitungkan dari produksi dan tidak memperhitungkan
stok awal tahun/bulan, karena komoditas cabai tidak tahan lama untuk disimpan (hanya
tahan 3 - 5 hari). Angka produksi mengacu pada angka sasaran produksi dari Ditjen
Hortikultura Kementerian yang kemudian dilakukan updating realisasi produksi tiap bulan
berdasarkan angka Statistik Pertanian Hortikultura (SPH) online BPS.

24
b. Kebutuhan
Kebutuhan cabai besar terdiri dari konsumsi langsung Rumah Tangga (RT), kebutuhan
Horeka dan Warung/PKL, kebutuhan untuk industri, dan kehilangan/tercecer hasil
penyediaan konsumsi. Konsumsi langsung selama satu tahun diperoleh dari angka
konsumsi cabai besar dalam kg /kapita/tahun dikali jumlah penduduk, kebutuhan horeka dan
warung/PKL sebesar 25% dari konsumsi langsung RT, kebutuhan industri sebesar 20% dari
konsumsi langsung RT dan angka kehilangan/tercecer merupakan total dari kehilangan hasil
penyediaan yaitu 25% dari konsumsi di RT, 5% dari Horeka dan warung/PKL dan 3% dari
Industri. Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi cabai besar merupakan bobot
konsumsi cabai besar pada setiap bulan dengan melibatkan peningkatan kebutuhan cabai
besar pada periode HBKN, sehingga nilai bobot pada periode HBKN tersebut cenderung
lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Tabel 18. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Cabai Besar Di
Bulan HBKN Tahun 2021

Peningkatan
Koefisien
Tahun Jml hari normal Pada
Cabai Merah
Periode
1 2 3 4 5=3+4
Jan-21 31 1,019 1,019
Feb-21 28 0,921 0,921
Mar-21 31 1,019 1,019
Apr-21 30 0,986 0,022 1,008
May-21 31 1,019 0,041 1,060
Jun-21 30 0,986 0,986
Jul-21 31 1,019 0,020 1,040
Aug-21 31 1,019 1,019
Sep-21 30 0,986 0,986
Oct-21 31 1,019 1,019
Nov-21 30 0,986 0,986
Dec-21 31 1,019 0,005 1,024
Jml 365 12,00 0,087 12,087

c. Neraca
Neraca bulanan merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan cabai besar pada
bulan tersebut.

25
4) Cabai Rawit
a. Ketersediaan
Ketersediaan cabai rawit hanya diperhitungkan dari produksi dan tidak memperhitungkan
stok awal tahun/bulan, karena komoditas cabai tidak tahan lama untuk disimpan (hanya
tahan 3-5 hari). Angka produksi mengacu pada angka sasaran produksi dari Ditjen
Hortikultura Kementerian Pertanian yang kemudian dilakukan updating realisasi produksi
tiap bulan berdasarkan angka Statistik Pertanian Hortikultura (SPH) online BPS.
b. Kebutuhan
Kebutuhan cabai rawit terdiri dari konsumsi langsung RT, kebutuhan Horeka dan
Warung/PKL, kebutuhan untuk industri, dan kehilangan/tercecer hasil penyediaan konsumsi.
Konsumsi langsung selama satu tahun diperoleh dari angka konsumsi cabai rawit dalam kg
/kapita/tahun dikali jumlah penduduk, kebutuhan horeka dan warung/PKL sebesar 34% dari
konsumsi langsung RT, kebutuhan industri sebesar 25% dari konsumsi langsung RT dan
angka kehilangan/tercecer merupakan total dari kehilangan hasil penyediaan yaitu 25% dari
konsumsi RT, 10% dari Horeka dan warung/PKL dan 5% dari Industri.
Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi cabai rawit merupakan bobot konsumsi cabai
rawit pada setiap bulan dengan melibatkan peningkatan kebutuhan cabai rawit pada periode
HBKN, sehingga nilai bobot pada periode HBKN tersebut cenderung lebih besar
dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Tabel 19. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Cabai Rawit
Pada Periode HBKN Tahun 2021

Peningkatan
Koefisien
Tahun Jml hari normal Pada
Cabai Rawit
Periode
1 2 3 4 5=3+4
Jan-21 31 1,019 1,019
Feb-21 28 0,921 0,921
Mar-21 31 1,019 1,019
Apr-21 30 0,986 0,029 1,015
May-21 31 1,019 0,057 1,076
Jun-21 30 0,986 0,986
Jul-21 31 1,019 0,015 1,034
Aug-21 31 1,019 1,019
Sep-21 30 0,986 0,986
Oct-21 31 1,019 1,019
Nov-21 30 0,986 0,986
Dec-21 31 1,019 0,005 1,025
Jml 365 12,00 0,105 12,105

26
c. Neraca
Neraca bulanan merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan cabai besar pada
bulan tersebut.

3.3 Sub Sektor Peternakan


1) Daging Sapi/kerbau
a. Ketersediaan
Ketersediaan daging sapi/kerbau terdiri dari stok awal, produksi dan impor. Stok awal tahun
pada daging sapi/kerbau adalah neraca akumulatif pada akhir tahun sebelumnya. Produksi
daging sapi/kerbau hanya diperhitungkan dari produksi lokal dalam negeri. Angka produksi
mengacu pada angka sasaran produksi dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Impor sapi/kerbau terdiri dari (1) impor daging sapi/kerbau dan (2) impor sapi/kerbau
bakalan. Impor sapi/kerbau bakalan yang berupa sapi hidup dengan satuan ekor harus di
setarakan terlebih dahulu ke dalam bentuk daging, dengan konversi 224,11 kg per ekor
berat hidup.
b. Kebutuhan
Kebutuhan daging sapi/kerbau saat ini hanya menghitung total kebutuhan. Kebutuhan total
selama satu tahun diperoleh dari angka konsumsi total satu tahun (kg/kapita/tahun) dikali
jumlah penduduk.
Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi daging sapi/kerbau merupakan bobot
konsumsi daging sapi/kerbau pada setiap bulan dengan melibatkan peningkatan
kebutuhan pada periode HBKN, sehingga nilai bobot pada periode HBKN tersebut
cenderung lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya. Dalam menentukan koefisien
peningkatan kebutuhan daging sapi/kerbau Tahun 2021, mengacu pada hasil kajian BKP
Tahun 2018.

27
Tabel 20. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Daging
Sapi/Kerbau Pada Periode HBKN Tahun 2021

c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan daging sapi/kerbau. Dari
hasil perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu (1) Neraca Bulanan,
merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan daging sapi/kerbau pada bulan
tersebut, dan (2) Neraca Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu
dengan menambah stok awal tahun/bulan sebelumnya.

2) Daging Ayam Ras


a. Ketersediaan
Ketersediaan daging ayam ras terdiri dari stok awal dan produksi. Stok awal tahun pada
daging ayam ras adalah neraca akumulatif pada akhir tahun sebelumnya. Produksi daging
ayam ras hanya diperhitungkan dari produksi lokal dalam negeri yang sudah dikonversikan
dalam bentuk daging dengan satuan ton. Angka produksi mengacu pada angka sasaran
produksi dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
b. Kebutuhan
Kebutuhan daging ayam ras saat ini hanya menghitung total kebutuhan. Kebutuhan total
selama satu tahun diperoleh dari angka konsumsi total satu tahun (kg/kapita/tahun) dikali
jumlah penduduk.
Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi daging ayam ras merupakan bobot konsumsi
daging ayam ras pada setiap bulan dengan melibatkan peningkatan kebutuhannya pada

28
periode HBKN, sehingga nilai bobot pada periode HBKN tersebut cenderung lebih besar
dibandingkan bulan-bulan lainnya. Dalam menentukan koefisien peningkatan kebutuhan
daging ayam ras Tahun 2021, mengacu pada hasil kajian BKP Tahun 2018.
Tabel 21. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Daging Ayam
Ras Pada Periode HBKN Tahun 2021

d. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan daging ayam ras. Dari
hasil perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu (1) Neraca Bulanan,
merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan daging sapi/kerbau pada bulan
tersebut, dan (2) Neraca Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu
dengan menambah stok awal tahun/bulan sebelumnya.

3) Telur Ayam Ras


a. Ketersediaan
Ketersediaan telur ayam ras hanya diperhitungkan dari produksi dan tidak
memperhitungkan stok awal tahun/bulan, karena karena kondisi telur ayam ras yang mudah
rusak. Potensi produksi dalam satuan ton. Angka produksi mengacu pada angka sasaran
produksi dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.

29
b. Kebutuhan
Kebutuhan telur ayam ras saat ini hanya menghitung total kebutuhan. Kebutuhan total
selama satu tahun diperoleh dari angka konsumsi total satu tahun (kg/kapita/tahun) dikali
jumlah penduduk.
Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi telur ayam ras merupakan bobot konsumsi
telur ayam ras pada setiap bulan dengan melibatkan peningkatan kebutuhannya pada
periode HBKN, sehingga nilai bobot pada periode HBKN tersebut cenderung lebih besar
dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Dalam menentukan koefisien peningkatan kebutuhan telur ayam ras Tahun 2021, mengacu
pada hasil kajian BKP Tahun 2018.
Tabel 22. Koefisien Kebutuhan Pada Bulan Normal Dan Peningkatan Telur Ayam
Ras Pada Periode HBKN Tahun 2021

c. Neraca
Neraca bulanan merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan telur ayam ras
pada bulan tersebut.

30
3.4 Sub Sektor Perkebunan
1) Gula Pasir
a. Ketersediaan
Ketersediaan gula pasir memperhitungkan stok, produksi gula kristal putih dan impor,
khususnya gula untuk konsumsi (tidak termasuk gula rafinasi untuk industri). Stok
merupakan sisa cadangan gula yang belum dikonsumsi pada tahun/bulan sebelumnya yang
ada di Pemerintah (Perum BULOG dan Pabrik Gula/ PG) dan/atau masyarakat (pelaku
usaha, pedagang dan lainnya). Angka produksi gula pasir merupakan angka sasaran/taksasi
yang dapat diperoleh dari Ditjen Perkebunan, yang di-update secara berkala dan dirinci
menjadi produksi bulanan. Impor gula pasir merupakan sejumlah pasokan gula untuk
konsumsi yang diperoleh dari luar negeri dapat berupa gula mentah (raw sugar) atau gula
kristal putih.
b. Kebutuhan
Kebutuhan gula pasir meliputi konsumsi langsung Rumah Tangga, konsumsi penyedia
makanan-minuman (PMM), dan kebutuhan/konsumsi lainnya (jasa kesehatan dan jasa
lainnya). Angka tersebut berdasarkan angka dari Ditjen Perkebunan. Angka konsumsi
langsung rumah tangga merupakan angka konsumsi gula yang langsung dalam rumah
tangga (BPS) dikalikan dengan jumlah penduduk. Konsumsi PMM berdasarkan hasil survei
BPS terkini dikalikan jumlah penduduk. Konsumsi lainnya (Jasa Kesehatan dan Jasa
Lainnya) berdasarkan berdasarkan hasil survei BPS terkini dikalikan jumlah penduduk.
Tabel 23. Penggunaan Angka/Konversi Pada Gula Pasir Tahun 2021

Uraian Angka/Konversi Keterangan


SUSENAS 2019 Triwulan I, BPS-BKP
Konsumsi langsung RT 6,81 kg/kap/th
Kementan
Survei Bahan Pokok 2017 (BPS)-Ditjen.
Horeka, RM dan PMM 3,44 kg/kap/th
Perkebunan Kementan
Kebutuhan lainnya (Jasa 0,07 kg/kap/th Survei Bahan Pokok 2017 (BPS)-Ditjen.
Kesehatan dan Jasa Perkebunan Kementan
Lainnya)
Konversi gula mentah 95% Ditjen. Perkebunan
(raw sugar) menjadi gula
kristal putih

31
Koefisien peningkatan kebutuhan gula pasir merupakan bobot konsumsi gula pasir pada
setiap bulan dengan memperhitungkan peningkatan kebutuhan gula pasir pada periode
HBKN. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan kebutuhan gula pasir pada periode HBKN,
sehingga nilai bobot pada periode tersebut akan lebih besar dibandingkan bulan lainnya.
Dalam menentukan koefisien peningkatan kebutuhan gula pasir Tahun 2021, menggunakan
acuan kajian BKP Tahun 2018.
Tabel 24. Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bulanan Gula Pasir Tahun 2021

Koefisien
Jml Koefisien Peningkatan
Tahun Koefisien
bulan Kebutuhan
hari HBKN
normal Bulanan
Gula Pasir
1 2 3 = 1+2
Jan-21 31 1,019 0 1,019
Feb-21 28 0,921 0 0,921
Mar-21 31 1,019 0 1,019
Apr-21 30 0,986 0,024 1,010
May-21 31 1,019 0,050 1,069
Jun-21 30 0,986 0 0,986
Jul-21 31 1,019 0,001 1,020
Aug-21 31 1,019 0 1,019
Sep-21 30 0,986 0 0,986
Oct-21 31 1,019 0 1,019
Nov-21 30 0,986 0 0,986
Dec-21 31 1,019 0,001 1,020
Jml 365 12,00 0,076 12,076

c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan gula pasir konsumsi.
Dari hasil perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu (1) Neraca Bulanan,
merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan gula pasir pada bulan tersebut,
dan (2) Neraca Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada setiap bulannya dengan
menambah stok awal tahun/bulan sebelumnya.

32
2) Minyak Goreng
a. Ketersediaan
Ketersediaan minyak goreng terdiri dari stok awal tahun dan produksi. Stok merupakan
sisa minyak goreng yang belum dikonsumsi pada tahun/bulan sebelumnya yang ada di
pabrik minyak, dan masyarakat (pelaku usaha, pedagang dan lainnya). Produksi CPO
dengan asumsi rendemen minyak goreng dari CPO sebesar 68,28%. Angka produksi
minyak goreng ini mengacu data dari Ditjen. Perkebunan, Gabungan Pengusaha Kelapa
Sawit Indonesia (GAPKI) dan Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI)
b. Kebutuhan
Kebutuhan minyak goreng total selama satu tahun mengacu kepada proyeksi kebutuhan
minyak goreng GIMNI dan GAPKI, dimana kebutuhan total terdiri dari konsumsi langsung
rumah tangga dan konsumsi untuk industri. Konsumsi langsung rumah tangga merupakan
konsumsi minyak goreng dikalikan dengan jumlah penduduk, konsumsi umntuk Industri
merupakan selisih antara kebutuhan total dan konsumsi langsung rumah tangga.
Koefisien peningkatan kebutuhan/konsumsi minyak goreng merupakan bobot konsumsi
minyak goreng pada setiap bulan dengan melibatkan peningkatan kebutuhan minyak
goreng pada periode HBKN dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Tabel 25. Koefisien Peningkatan Kebutuhan Bulanan Tahun 2021

Jml Koefisien Koefisien


Tahun Koefisien
bulan Kebutuhan Bulanan
hari HBKN
normal Minyak Goreng
(1) (2) (3) =(1)+(2)

Jan-21 31 1,019 0 1,019


Feb-21 28 0,921 0 0,921
Mar-21 31 1,019 0 1,019
Apr-21 30 0,986 0,023 1,009
May-21 31 1,019 0,061 1,080
Jun-21 30 0,986 0 0,986
Jul-21 31 1,019 0,000 1,020
Aug-21 31 1,019 0 1,019
Sep-21 30 0,986 0 0,986
Oct-21 31 1,019 0 1,019
Nov-21 30 0,986 0 0,986
Dec-21 31 1,019 0,003 1,022
Jml 365 12,00 0,088 12,088

33
c. Neraca
Neraca merupakan selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan minyak goreng. Hasil
perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca, yaitu (1) Neraca Bulanan, merupakan
selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan minyak goreng pada bulan tersebut, dan (2)
Neraca Kumulatif, yaitu kondisi surplus/defisit pada periode tertentu dengan menambah
stok awal tahun/bulan sebelumnya.

34
BAB IV
PENUTUP

Panduan Prognosa Neraca Pangan Strategis ini kami harapkan dapat menjadi pegangan bagi
pejabat dan petugas yang menangani penyusunan progosa neraca pangan, kita berharap
output yang dihasilkan dapat lebih berkualitas, sehingga angka prognosa yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan secara lebih luas untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang terkait
stabilisasi pasokan dan harga pangan.
Isi panduan ini sudah dirancang dalam tampilan sesederhana mungkin untuk memudahkan
pembaca memahami prosedur penyusunan prognosa.
Besar harapan kami agar seluruh pihak yang terkait di tingkat pusat dan daerah dapat segera
menindaklanjuti untuk melaksanakan penyusunan Prognosa sesuai kewenangannya.
Terima kasih.

Jakarta, April 2021

Tim Penyusun

35
LAMPIRAN
FORMAT TABEL PROGNOSA
KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PANGAN TAHUN 2021

Lampiran 1. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras

Ton
Perkiraan Kebutuhan Perkiraan
Perkiraan
Perkiraan Perkiraan Neraca
Konsumsi Neraca
Bulan Produksi Produksi Konsumsi Bulanan
Langsung Total Kumulatif
GKG (Beras) di luar RT (Produksi -
RT (Surplus/ Defisit)
Kebutuhan)
1 2 3 4 5 6=4+5 7= 3 - 6 8 =stok awal+ 7
Stok Akhir Desember 2020
Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total 2021

Lampiran 2. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Jagung


Ton
Perkiraan Kebutuhan Perkiraan
Produksi Produksi Industri Perkiraan Neraca Perkiraan Neraca
Bulan JPK JPK Kehilangan / Konsumsi Pakan dan Industri Kebutuhan Bulanan Kumulatif
Benih
ka.20% ka.15% Tercecer Langsung Peternak Pangan Total (Produksi - (Surplus/Defisit)
Mandiri Kebutuhan)
1 2 3=87%*2 4 5 6 7 8 9 = 4+5+6+7+8 10 = 3 - 9 11=stok awal + 10

Stok Akhir Desember 2020


Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total 2021

36
Lampiran 3. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kedelai

Ton
Perkiraan Ketersediaan Perkiraan Perkiraan
Perkiraan Neraca Neraca
Bulan Kebutuhan Bulanan Kumulatif
Produksi Impor Total Total (Produksi - (Surplus/Defisit
Kebutuhan) )
1 2 3 4 5 6=4-5 7= stok awal + 6
Stok Akhir Desember 2020
Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total 2021

Lampiran 4. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Bawang Merah


(Ton)
KONVERSI SIAP PERKIRAAN KEBUTUHAN Perkiraan Neraca Perkiraan Neraca
Bulan PRODUKSI KONSUMSI Konsumsi Horeka & Bulanan (Produksi Kumulatif
Benih Industri Ekspor Total
(Rogol) RT PKL - Kebutuhan) (Surplus/Defisit)
1 2 3=2*64% 4 5 6 7 8 9 = 4+5+6+7+8 10 = 3 - 9 11 = stok awal + 10
Stok Akhir Desember 2020
Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total 2021

37
Lampiran 5. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Bawang Putih
Ton
Perkiraan
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Perkiraan Neraca Perkiraan Neraca
Perkiraan
Bulan Produksi Konde Produksi Bulanan Kumulatif
Impor
Kering (DN) Konversi 60% Konsumsi Horeka & Benih setara (Produksi - (Surplus/Desfisit)
Industri Total
RT PKL konsumsi Kebutuhan)

1 2 3 = 2 * 60% 4 5 6 7 8 9 = 5+6+7+8 10 = 3+4-9 11 = stok awal + 10


Stok Akhir Desember 2020
Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total 2021

Lampiran 6. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Besar

(Ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Neraca
Perkiraan Konsumsi Perkiraan
Bulan Kehilangan / Horeka dan Bulanan (Produksi -
Produksi Langsung Industri Kebutuhan Total
Tercecer Warung Kebutuhan)
Rumah
1 2 3 4 5 6 7=3+4+5+6 8=2-7

Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total

38
Lampiran 7. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Rawit

(Ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Neraca
Perkiraan Konsumsi Perkiraan
Bulan Kehilangan / Horeka dan Bulanan (Produksi -
Produksi Langsung Industri Kebutuhan Total
Tercecer Warung Kebutuhan)
Rumah
1 2 3 4 5 6 7=3+4+5+6 8=2-7

Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total

Lampiran 8. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Daging Sapi/Kerbau

Ton
Perkiraan Ketersediaan
Total Impor Perkiraan
Perkiraan Sapi Bakalan Impor Perkiraan Perkiraan Neraca
Rencana Sapi Neraca Bulanan
Bulan Potensi Total Kebutuhan Kumulatif
Impor Daging Rencana Bakalan dan (Ketersedian -
Produksi Setara Ketersediaan Total (Surplus/Defisit)
Sapi/Kerbau Pemotongan Daging Sapi Kebutuhan)
Lokal Daging
(Ekor) /Kerbau
1 2 3 4 5 6=3+5 7=2+6 8 9=7-8 10=9+stok awal
Stok awal
Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total

39
Lampiran 9. Format Tabel Prognosa Ketersedian dan Kebutuhan Daging Ayam Ras
Ton
Perkiraan
Perkiraan
Perkiraan Neraca
Produksi Neraca
Bulan Kebutuhan Bulanan
Setara Karkas Kumulatif
Karkas (Produksi -
(Surplus/Defisit)
Kebutuhan)
1 2 3 4 = 2-3 5 = 4 + Stok Awal

Stok Akhir Desember 2020


Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total 2021

Lampiran 10. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Telur Ayam Ras

Ton
Perkiraan
Perkiraan Neraca Bulanan
Bulan Produksi
Kebutuhan (Produksi -
Kebutuhan)
1 2 3 4 = 2-3

Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total 2021

40
Lampiran 11. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Gula Pasir

Perkiraan Ketersediaan Perkiraan Kebutuhan


Perkiraan Perkiraan Neraca
Bulan Kebutuhan Neraca Kumulatif
Perkiraan Konsumsi Perkiraan
Rekomendasi Total Horeka, RM lainnya (Jasa Bulanan (Surplus/ Defisit)
Produksi GKP Langsung Kebutuhan
Teknis Impor Ketersediaan dan PMM Kesehatan dan
dari Tebu DN RT Total
Jasa Lainnya)

1 2 3 4=2+3 5 6 7 8 =5+6+7 9 = 4-8 10 = stok awal + 9

Stok Awal Tahun 2021


Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total 2021

Lampiran 12. Format Tabel Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Minyak Goreng

Perkiraan Perkiraan Neraca


Konsumsi Perkiraan Perkiraan Neraca
Bulan ketersediaan Kumulatif
Kebutuhan Total Bulanan
kotor (Surplus/Defisit)
RT Industri
1 2 3 4 5=(3+4) 6 = (2)-(5) 7 = stok awal + (6)
Stok Awal
Jan-21
Feb-21
Mar-21
Apr-21
May-21
Jun-21
Jul-21
Aug-21
Sep-21
Oct-21
Nov-21
Dec-21
Total

41
BIDANG HARGA PANGAN
PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN
BADAN KETAHANAN PANGAN
Kanpus. Kementerian Pertanian, Jl Harsono RM No.3
Ragunan Pasar Minggu – Jakarta Selatan 12550

Anda mungkin juga menyukai