Anda di halaman 1dari 12

INTEGRASI ASPEK EKONOMI DAN LINGKUNGAN DALAM

PERHITUNGAN PDRB HIJAU SUBSEKTOR TANAMAN PANGAN DI


KABUPATEN BARITO KUALA

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH

MUHAMMAD OMEIR (220105010151)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

BANJARMASIN

2023/1444 H

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................ 2

1.1 Latar Belakang ............................................................. 2

1.2 Rumusan Masalah ........................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................ 5

1.5 Sistematika Pembahasan .............................................. 6

BAB III METODE PENELITIAN ................................... 7

4.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................ 7

4.2 Jenis Penelitian ............................................................. 7

4.3 Tempat/Lokasi Penelitian ............................................. 7

4.4 Unit Analisis ................................................................. 7

4.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ................. 7

4.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................... 8

4.7 Teknik Analisis Data ..................................................... 9

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses yang direncanakan untuk mencapai


kondisi yang lebih baik dibandingkan kondisi sebelumnya. Aspek pembangunan
meliputi sosial, budaya, ekonomi dan hingga adanya penyelarasan dengan
konservasi lingkungan. Proses pembangunan memerlukan pendapatan nasional
yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Pertumbuhan ekonomi yang
semakin tinggi membuat semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakat.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pertumbuhan


ekonomi baik dalam lingkup nasional maupun daerah. Kontribusi sektor pertanian
terhadap perekonomian yaitu sebagai penyedia bahan pangan, penyedia bahan
pakan, penyedia bahan baku industri, penyerap tenaga kerja, penyumbang Produk
Domestik Bruto (PDB), serta sebagai sumber penting pendapatan rumah tangga di
pedesaan. (Haris, Sarma, & Falatehan, 2017). Kontribusi sektor pertanian
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2020 menjadi 15,46%. Besaran
itu naik dari kontribusi kuartal II 2019, yakni 13,57% (BPS, 2020).

Salah satu subsektor pada sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan.
Tanaman pangan merupakan sektor penting untuk pembangunan Indonesia
dengan ditetapkannya sasaran utama dari penguatan pasokan pangan dan
diversifikasi konsumsi pangan. Untuk mendorong hal tersebut dilakukan
peningkatan ketersediaan pangan untuk komoditas barang pokok, seperti padi,
jagung, dan kedelai yang bersumber dari dalam negeri. Sasaran utama
pembangunan padi adalah meningkatkan jumlah surplus dari produksi dalam
negeri. Sasaran utama kedelai adalah meningkatkan produksi terutama untuk
mencukupi kebutuhan konsumsi tahu dan tempe. Sasaran utama jagung adalah
meningkatkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak
dan industri kecil.

Salah satu kebijakan pemerintah adalah peningkatan swasembada beras dan


peningkatan produksi jagung dan kedelai. Beras dan kedelai juga ditetapkan

1
menjadi barang kebutuhan pokok, sedangkan benih padi, jagung, dan kedelai
ditetapkan menjadi barang penting berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2015. Barang kebutuhan pokok adalah barang yang
menyangkut hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi
sedangkan barang penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam
menentukan kelancaran pembangunan nasional.

Langkah pemerintah dalam menetapkan sektor tanaman pangan menjadi sektor


strategis pembangunan dan memiliki sasaran untuk mencapai swasembada salah
satunya disebabkan tingginya kebutuhan masyarakat akan tanaman pangan.
Tingkat partisipasi konsumsi beras menunjukkan hampir seluruh masyarakat
mengonsumsi beras. Tingkat partisipasi kedelai tinggi seiring kedelai
dimanfaatkan dengan produk turunan yang beraneka ragam, antara lain tahu,
tempe, dan tauco. Tingkat partisipasi konsumsi jagung rendah disebabkan jagung
hanya dikonsumsi secara langsung dalam bentuk jagung pipilan atau jagung
dengan kelobotnya. Jagung lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan, sehingga
masyarakat mengonsumsi jagung secara tidak langsung melalui ayam, itik, dan
telur.

Semakin cepat pertumbuhan ekonomi akan semakin banyak barang sumber daya
yang diperlukan dalam proses produksi yang pada gilirannya akan mengurangi
ketersediaan sumberdaya alam sebagai bahan baku yang tersimpan pada
sumberdaya alam yang ada. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan
tanpa memperhatikan aspek pelestariannya dapat menurunkan kualitas lingkungan
hidup yang akan mengancam swasembada atau ketahanan pangan seluruh
penduduk di negara-negara berkembang. Degradasi lingkungan hidup yang
semakin parah diberbagai tempat akibat tekanan lonjakan pertumbuhan penduduk
terhadap lahan yang ada, telah menurunkan produktivitas lahan pertanian produksi
pangan per kapita. Bagi penduduk miskin, pengelolaan dan pengolahan lahan
pertanian merupakan sumber nafkah utama, maka kerusakan lingkungan hidup
akan sangat berdampak baginya. (Utari, 2020).

Untuk menghindari dampak pembangunan yang semakin parah terhadap


sumberdaya alam dan lingkungan, perlu dianut suatu paradigma baru, yaitu

2
pembangunan harus berwawasan lingkungan, sehingga pembangunan itu dapat
bersifat berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan
diartikan sebagai pembangunan dengan pengelolaan sumberdaya alam
sedemikian rupa sehingga ketersediaan dan kualitasnya terjamin untuk generasi
mendatang (Callan, 2002). Indikator pembangunan juga semestinya diubah, tidak
lagi menggunakan PDB yang dihitung atas dasar System of National Account
(SNA), tetapi didasarkan pada PDB Hijau (Green Gross Domestic Product atau
Green GDP) yang dihitung atas dasar konsep sistem penghitungan terpadu
antara ekonomi dan lingkungan.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahunnya diperhitungkan dan


diterapkan di tingkat regional, seperti Provinsi, Kabupaten dan Kota. Nilai-nilai
yang diperoleh menunjukkan gambaran pertumbuhan ekonomi dan struktur
perekonomian yang dialami suatu daerah yang mana menggambarkan kondisi
perekonomian di daerah tersebut. Bahkan PDRB per kapita yang dihasilkan sering
dianggap sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Secara
konvensional PDRB yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan kinerja
pembangunan suatu daerah selama ini ialah nilai untuk waktu satu tahun yang
dihasilkan perekonomian daerah dari penjumlahan nilai rupiah barang dan jasa
akhir. Namun PDRB yang selama ini disebut sebagai PDRB Konvensional atau
PDRB Coklat nilainya dianggap belum tepat dalam perhitungan kontribusinya
bagi pembangunan daerah bahkan nasional karena tidak memasukkan aspek
lingkungan di dalamnya, hanya mengukur hasil kegiatan ekonominya saja.
Sumberdaya yang telah dieksploitasi serta kerusakan (degradasi) lingkungan
belum diperhitungkan sebagai kehilangan atau kerusakan yang harus
dikembalikan. Hal tersebut menjadikan nilai PDRB Konvensional (PDRB Coklat)
belum memuat nilai kemajuan atau kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.

Tabel 1.1

PDRB Konvensional Subsektor Tanaman Pangan 2016 – 2019

Tahun PDRB Sub Sektor PDRB Kab. Barito Kuala Kontribusi (%)
Tanaman Pangan (Milyar Rp)

3
(Milyar Rp)

2016 1.092,34 6.843,25 15,96%

2017 1.201,16 7.444,77 16,13%

2018 1.238,66 8.056,30 15,38%

2019 1.331,48 8.713,74 15,28%

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Barito Kuala (2020)

Untuk memperoleh nilai PDRB yang baru, nilai PDRB harus dikembangkan
dengan memasukan nilai deplesi dan degradasi lingkungan. Perlu dilakukan
penghitungan PDRB yang disesuaikan agar nilai-nilai yang tercantum dalam
PDRB mencerminkan nilai kesejahteraan yang sesungguhnya dari kegiatan
perekonomian atau pembangunan suatu daerah yang disebut juga PDRB Hijau
atau PDRB yang ramah lingkungan. PDRB Hijau menampilkan nilai deplesi dan
degradasi lingkungan sehingga struktur perekonomian dapat dilihat secara lebih
realistis. PDRB Hijau dapat dimanfaatkan sebagai perangkat perencanaan
pembangunan sektoral dan regional agar lebih baik atau lebih riil karena
menampilkan hasil atau kinerja perekonomian setiap tahunnya secara lebih
lengkap dengan dimasukkannya aspek lingkungan secara terintegrasi. Penggunaan
PDRB ramah lingkungan sebagai perangkat perencanaan pembangunan,
diharapkan pembangunan khususnya subsektor tanaman pangan dapat
direncanakan secara lebih terarah dan akurat serta direncakan berdasarkan kinerja
perekonomian yang sebenarnya. (Utama, 2007)

Dalam melaksanakan pembangunan bidang lingkungan hidup, pemerintah


metapkan PDRB Hijau sebagai kegiatan dalam Program Peningkatan Kualitas dan
Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang tertuang pada
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup juga
tertuang komitmen pemerintah dalam melaksanakan pembangunan bidang
lingkungan hidup yang menyatakan Produk Domestik Bruto dan Produk
Domestik Regional Bruto mencakup Penyusutan Sumber Daya Alam dan

4
Kerusakan Lingkungan Hidup yang disebut juga PDB dan PDRB LH. PDB dan
PDRB LH merupakan alternatif untuk memperhitungkan penyusutan sumber daya
alam dan kerusakan lingkungan hidup dari Produk Domestik Bruto dan Produk
Domestik Regional Bruto.

Penerapan PDRB hijau ini diharapkan dapat meningkatkan keefisienan dalam


pengelolaan sumber daya pangan di Kalimantan Selatan, terutama di Kabupaten
Barito Kuala. Penerapan PDRB hijau ini juga diharapkan sebagai nilai
pendamping bagi PDRB Konvensional untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa penting dan tertarik untuk
mengkaji lebih jauh dalam penelitian dengan judul “INTEGRASI ASPEK
EKONOMI DAN LINGKUNGAN DALAM PERHITUNGAN PDRB HIJAU
SUBSEKTOR TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN BARITO KUALA”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan


masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana nilai deplesi, degradasi, dan depresiasi lingkungan sektor


pertanian subsektor tanaman pangan di Kabupaten Barito Kuala?

2. Bagaimana nilai PDRB Hijau subsektor tanaman pangan di Kabupaten


Barito Kuala?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi besarnya nilai deplesi, degradasi, dan depresiasi sektor


pertanian subsektor tanaman pangan di Kabupaten Barito Kuala.

2. Untuk mengetahui nilai PDRB Hijau sektor pertanian subsektor tanaman


pangan di Kabupaten Barito Kuala.

5
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah terjadinya perubahan
pemikiran bagi para pengelola subsektor tanaman pangan maupun bagi para
pelaksana pemerintahan, bahwa subsektor tanaman pangan memiliki peranan yang
sangat penting dan mendasar bagi perekonomian suatu daerah karena jasa
lingkungan yang mereka miliki tidak ternilai. Selain itu, kegunaan dari
pengelolaan sumberdaya pangan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
khususnya di daerah Kabupaten Barito Kuala. Penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan daya kritis dalam melihat lingkungan sekitar kita.

Manfaat Akademis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber


rujukan tambahan dalam penelitian lanjutan bagi peneliti berikutnya serta
diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis maupun pembacanya.

1.5 Sistematika Penelitian

Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri dari VI (enam) bab. Masing-
masing bab memiliki sub-bab yang akan memberikan penjelasan secara terperinci
dan sistematis serta berkesinambungan agar bisa dipahami dengan jelas. Adapun
sistematika penelitian ini adalah sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama berisi pendahuluan yang mencakup: latar belakang, rumusan


masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ketiga berisi metode penelitian yang menjelaskan ruang lingkup penelitian,
jenis penelitian, tempat/lokasi penelitian, unit analisis, variabel dan definisi
operasional sampel, teknik pengumpulan data dan analisis data

6
BAB III

METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini menghitung nilai deplesi, degradasi dan depresiasi sektor
pertanian subsektor tanaman pangan di Kabupaten Barito kuala pada tahun 2016, 2017, 2018,
dan 2019. Peneliti juga menghitung nilai PDRB hijau subsektor tanaman pangan di
Kabupaten Barito kuala.

4.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian ini berupa penelitian deskriptif, menggunakan jenis data berupa data
kuantitatif yang mana memasukkan perhitungan dengan menggunakan konsep PDRB hijau.
Data yang digunakan adalah data sekunder.

4.3 Tempat / Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian subsektor tanaman pangan di daerah
Kabupaten Barito Kuala.

4.4 Unit Analisis

Unit analisis pada penelitian ini ialah Perhitungan PDRB Hijau Subsektor Tanaman Pangan
di Kabupaten Barito Kuala.

4.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dan Definisi Operasional Variabel yang digunakan pada penelitian ini sebagai
berikut :

a. PDRB Konvensional atau Coklat (jutaan rupiah) adalah nilai PDRB


subsektor tanaman pangan berdasarkan perhitungan PDRB

7
konvensional atau PDRB coklat atas dasar harga berlaku. Nilai PDRB
tersebut diperoleh dari publikasi BPS Kabupaten Barito Kuala.

b. Deplesi sumberdaya alam. Deplesi sumberdaya alam (jutaan rupiah)


nilainya diperoleh dengan mengalikan unit rent tanaman pangan
(Rp/Ha) dengan luas panen jenis tanaman pangan (Ha). Unit rent
adalah nilai sumber daya alam yang masih berada di tempatnya di alam
ini. Unit rent merupakan salah satu cara yang paling sederhana dan
banyak dipakai untuk memberikan nilai terhadap sumberdaya alam
yang digunakan oleh subsektor kegiatan ekonomi tersebut.

c. PDRB Semi Hijau nilainya diperoleh dari PDRB coklat (jutaan rupiah)
dikurangi dengan nilai deplesi (jutaan rupiah) dari subsektor tanaman
pangan.

d. Degradasi sumber daya alam ialah penurunan kualitas dan manfaat


suatu lingkungan karena kegiatan eksploitasi. Pada subsektor tanaman
pangan maka yang dihitung adalah degradasi sumber daya tanah.
Degradasi sumber daya tanah (jutaan rupiah) dihitung dengan
mengalikan luas lahan pertanian (Ha) dengan biaya pupuk pertanian
tanaman pangan (Rp/Ha).

e. Depresiasi alam adalah jumlah suatu aset alam yang tersusut selama
umur pemanfaatannya. Untuk menghitung depresiasi alam ialah
dengan menjumlahkan antara deplesi sumber daya alam dengan
degradasi lingkungan.

f. PDRB Hijau subsektor tanaman pangan merupakan nilai PDRB


subsektor tanaman pangan yang telah memasukkan nilai deplesi dan
degradasi. Nilai PDRB coklat dikurangi dengan nilai deplesi dan nilai
degradasi sumber daya alam maka dapat menghasilkan nilai PDRB
hijau.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

8
Teknik pengumpulan data sekunder menggunakan dokumentasi dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Barito Kuala, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan, Badan Pusat
Statistik Indonesia dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Barito
Kuala.

4.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode perhitungan PDRB Hijau
yang telah dipublikasikan oleh Suparmoko (2006). Formulasi yang digunakan dalam
perhitungan dan analisis data adalah :

Deplesi Sumber Daya Pertanian :

Nilai deplesi diperoleh sumber daya pertanian dari hasil perkalian antara unit rent dikalikan
dengan luas panen.

Deplesi atau Di = Ri x Vi

dimana: Di = Nilai deplesi tanaman pangan (Rp)

Ri = Unit rent tanaman pangan (Rp/Ha)

Vi = Luas panen jenis tanaman pangan (Ha)

Unit Rent atau Ri = Hi – Pi – Li

dimana: Ri = Unit rent tanaman pangan (Rp/Ha)

Hi = Pendapatan per hektar tanaman pangan (Rp/Ha)

Pi = Biaya produksi tanaman pangan (Rp/Ha)

Li = Laba layak per unit (yang diasumsikan dengan suku bunga Kredit Usaha Rakyat)
(Rp/Ha)

 Laba Layak = Suku bunga x (Harga – Biaya)

PDRB Semi Hijau Subsektor Tanaman Pangan :

PDRB Coklat Subsektor Tanaman Pangan – Deplesi Sumber Daya Pertanian

Degradasi Sumber Daya Tanah:

9
Degradasi sumber daya tanah ini tercermin pada menurunnya kualitas tanah atau kesuburan
tanah. Oleh karena itu nilai degradasi diperoleh dari hasil perkalian antara luas lahan dengan
biaya pupuk pertanian tanaman pangan.

Δ𝑽𝒑 = Δ𝑳𝒉 𝒙 Δ𝑷𝒍𝒉

dimana: Vp = Volume produksi pertanian

Lh = Luas lahan pertanian (Ha)

Plh = Biaya pupuk pertanian tanaman pangan (Rp/Ha)

Δ = Perubahan

Depresiasi :

(Deplesi Sumber Daya Pertanian) + (Degradasi Sumber Daya Tanah)

PDRB Hijau :

(PDRB Coklat Subsektor Tanaman Pangan) – (Deplesi Sumber Daya Pertanian) – (Degradasi
Sumber Daya Tanah)

10

Anda mungkin juga menyukai