Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR


PETANI TANAMAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN

OLEH :

ADI GUNAWAN
1796142012

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 8
A. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 8
B. Landasan Teori ..................................................................................... 10
1. Tanaman Pangan ............................................................................ 10
2. Nilai Tukar Petani .......................................................................... 11
3. Konsepsi Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator
Kesejahteraan ................................................................................. 12
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi NTPP ..................................... 16
C. Kerangka Pikir Penelitian .................................................................... 18
D. Hipotesis Penelitian.............................................................................. 18
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 19
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 19
B. Jenis, Teknik Pengumpulan dan Sumber Data ..................................... 19
C. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 19
D. Metode Analisis Data ........................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nilai Tukar Petani di Indonesia Tahun 2016-2020 .......................... 3


Tabel 1.2 Luas Lahan dan Produksi Padi di Sulawesi Selatan
Tahun 2016-2020 ............................................................................. 5

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 NTP dan NTPP di Prov. Sulawesi Selatan tahun 2016-2020 ....... 3
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian............................................................. 18

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sektor pertanian memberikan kontribusi dalam pembangunan prekonomian
nasional dan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi serta menjadikan sektor
pertanian salah satu sektor andalan. hal ini tercermin dari hasil survei Badan
Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi triwulan II (2020) sektor
pertanian memberikan kontribusi yang positif terhadap laju Pertumbuhan
Domestik Bruto (PDB) sebesar 16,42% dari triwulan sebelumnya. Fakta
tersebut membuktikan sektor pertanian dapat menjadi penggerak utama dalam
pengembangan ekonomi rakyat indonesia. Sektor pertanian juga memberikan
dedikasi yang positif terhadap prekonomian Indonesia, dimana pertumbuhan
PDB sektor pertanian kuartal II (2020) mencapai 2,19% Year on Year (YoY).
Kegiatan sektor pertanian pada dasarnya sebagian besar dilakukan di
wilayah pedesaan dan mayoritas sebagai petani dengan kegiatan utama
usahatani budidaya. Pada konteks demikian maka perhatian terhadap
pembangunan untuk meningkatkan pendapatan petani sangat relevan dan
strategis, oleh karena itu maka dalam setiap tahun aktivitas pembangunan
pertanian, kesejehteraan petani menjadi tujuan pembangunan (Rachmat, 2013).
Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial.
Penerapannya tidak hanya untuk meningkatkan status dan kesejehateraan
petani saja, tetapi sekaligus untuk mengembangkan potensi sumber daya
manusia dari segi ekonomi,sosial, politik budaya dan lingkungan melalui
perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change)
(Iqbal & Sudaryanto, 2016).
Pembangunan pertanian sangat mengharapkan sektor pertanian untuk
meningkatkan produksinya demi memenuhi kebutuhan pangan nasional hal ini
disebabkan karena bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya
konsumsi masyarakat. Salah satu subsektor pertanian yang berperan penting
dalam memenuhi pangan nasional adalah subsektor tanaman pangan.

1
Subsektor tanaman pangan memiliki peranan penting dalam menunjang
kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena subsektor tanaman
pangan menyediakan bahan makanan pokok untuk dikonsumsi. Hasil Sensus
Pertanian 2018 menunjukan bahwa jumlah rumah tangga usaha tanaman
pangan (padi dan palwija) mencapai 20,28 juta rumah tangga atau 73,27% dari
jumlah total rumah tangga usaha tani, yang mencapai 27,68 juta rumah tangga
pada tahun 2018 (BPS, 2019).
Kebijakan pembangunan pertanian untuk swasembada pangan
terkhususnya, telah dituangkan dalam Program dan Kegiatan Pembangunan
Tanaman Pangan tahun 2015-2019. Dalam upaya peningkatan produksi
pangan diwujudkan dalam tujuh gema revitalisasi rertanian yaitu, revitalisasi
lahan, pembenihan dan pembibitan, infrastruktur dan sarana, sumber daya
manusia, pembiayaan petani, kelembagaan petani dan teknologi (kementan,
2015).
Pada dasarnya pembangunan pertanian ditujukan untuk kesejahteraan
masyarakat pada umumnya dan petani pada khususnya. Pembangunan
pertanian memberikan peranan besar dalam keberhasilan pembangunan
nasional, seperti pembentukan PDB, peningkatan pendapatan masyarakat,
ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan devisa melalui ekspor maupun
kontribusi tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang mendukung
terhadap pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergi terhadap sektor lain
(Supriyati, 2004).
Salah satu tolak ukur pemerintah dalam mengukur tingkat kesejahteraan
petani telah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan
diformulasikan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP), indeks NTP termasuk
salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur nilai tukar produk yang
dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam melakukan
produksi (Supriyati et al., 2004). Upaya untuk meningkatkan NTP telah
dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah melalui pemberian subsidi
pupuk penyuluhan dan pemberian modal. Akan tetapi semua itu belum dapat
memberikan peningkatan NTP yang diharapkan.

2
Menurut Ekaria (2014), NTP adalah salah satu proxy tingkat kesejahteraan
petani di Indonesia. karena telah memuat separuh informasi pendapatan petani.
NTP merupakan perbandingan antara indeks yang diterima petani dengan
indeks yang dibayar oleh petani. Walaupun tidak sepenuhnya kesejehteraan
petani sebagai alat ukur daya beli, akan tetapi NTP seringkali digunakan
sebagai salah satu indikator relatif tingkat kesejehateraan petani (Rachmat,
2013). Berikut adalah data NTP di Indonesia tahun 2016-2020 :

Tabel 1.1 Nilai Tukar Petani di Indonesia Tahun 2016-2020


Bulan Nilai Tukar Petani Indonesia
2016 2017 2018 2019 2020
Januari 102.55 100,91 102,92 100,64 104,16
Februari 102,23 100,33 102,33 100,5 103,35
Maret 101,32 99,95 101,94 100,38 102,09
April 101,22 100,01 101,94 100,17 100,32
Mei 101,55 100,15 101,99 99,92 99,47
Juni 101,47 100,53 102,04 99,45 99,6
Juli 101,39 100,65 101,66 99,85 100,09
Agustus 101,56 101,6 102,56 100,51 100,65
September 102,02 102,22 102,56 101,53 101,66
Oktober 101,71 102,78 102,56 101,99 102,25
November 101,31 103,07 102,56 102,43 102,86
Desember 101,49 103,06 102,56 103,36 103,25
Tahunan 101,57 101,27 102,30 100,89 101,65
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2020

Berdsarkan Tabel 1.1 NTP di Indonesia cenderung mengalami penurunan


selama dalam kurun waktu 5 tahun terakhir tahun 2016-2020. NTP tertinggi
terjadi pada tahun 2018 sebesar 102,30 atau mengalami kenaikan 1% dari tahun
sebelumnya dan NTP terendah terjadi pada tahun 2017 atau mengalami
penurunan sebesar 0,30% dari tahun sebelumnya. NTP tahun 2018 mengalami
kenaikan disebabkan karena adanya peningkatan NTP setiap subsektor
pertanian (tanaman pangan, perkebunan, holtikultura, peternakan dan
perikanan). Sedangkan pada tahun 2017 NTP mengalami penurunan
dikarenakan NTP subsektor tanaman pangan (98,48) dan perkebunan (98,91)
mengalami defisit karena nilai NTP kurang dari 100.

3
Nilai Tukar Petani (NTP) bukan merupakan tolak ukur utama untuk melihat
tingkat kesejahteraan petani, tetapi dapat dilihat dari sisi lain seperti jumlah
pengeluaran atau pembiayaan mereka, baik untuk melakukan produksi maupun
konsumsi. Petani juga diharapkan dapat mengalokasikan pendapatannya untuk
memenuhi kenutuhan pokok, pengeluaran untuk melakukan produksi atau
budidaya pertanian yang merupakan ladang untuk keberlangsungan hidup yang
mencakup biaya produksi dan pembentukan barang modal. Hal ini dapat
terwujud apabila kebutuhan pokok petani dapat terpenuhi sehingga dapat
disimpulkan bahwa investasi dan pembentukan barang modal merupakan salah
satu faktor penentu tingkat kesejahteraan petani (Elizabeth, 2006).

Korelasi nilai tukar petani dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai


produsen secara nyata dapat dilihat dari posisi indeks harga yang diterima
petani (It) yang berperan sebagai pembilang dari angka NTP. Jika harga produk
pertanian mengalami kenaikan, serta diasumsikan volume produksi tidak
berkurang, maka penerimaan harga yang ditunjukan It merupakan sebuah
indikator tingkat kesejahteraan petani dari sisi pendapatan (Rianse, 2014).

Tanaman pangan merupakan sektor penting dalam penguatan ketersediaan


pangan nasional yang menjadi sasaran utama dalam pembangunan indonesia
dan diverifikasi konsumsi pangan pada pembangunan Indonesia periode tahun
2015 hingga 2019 adalah peningkatan pasokan pangan yang bersumber dari
dalam negeri untuk komdoitas pokok (Bapenas,2015).
Salah satu tanaman pangan yang menjadi barang pokok tersebut adalah
tanaman padi. Komoditas padi merupakan tanaman pangan yang penting bagi
masyrakat indonesia, karena sebagian besar masyarakat indonesia merupakan
petani padi. Beras sampai saat ini masih menjadi bahan pokok makanan
masyarakat indonesia, termasuk Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan
merupakan salah satu sentra penghasil padi terbesar dan memiliki luas panen
tertinggi keempat nasional (BPS, 2018). Sulsel menjadi produsen serta
pemasok beras utama bagi provinsi yang mengalami defisit beras (Susilowati,
2018).

4
Tabel 1.2 Luas Lahan dan Produksi Tanaman Padi di Sulawesi Selatan
Tahun 2016-2020
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
2016 1.129.122 5.727.081
2017 1.188.910 6.055.405
2018 1.185.484 5.952.616
2019 1.010.189 5.054.167
2020 976.258 4.708.465
Sumber :Kementerian Pertanian, 2020

Berdasarkan Tabel 1.2 luas panen dan produksi padi di Sulsel 5 tahun
terakhir yaitu 2016 s.d. 2020 cenderung mengalami penurunan. Luas panen dan
produksi tertinggi terjadi pada tahun 2017, dimana luas panen dan produksi
naik sebesar 0,1% dari tahun sebelumnya, karena produktivitas petani
mengalami peningkatan. Sedangkan luas panen dan produksi terendah terjadi
pada tahun 2020, luas panen dan produksi mengalami penurunan sebesar
0,03% hal ini disebabkan sebagian besar karena kondisi cuaca dan perubahan
musim dilapangan , apabila terjadi musim hujan banyak lahan dari sawah
petani terendam air sehingga produktivitas petani akan menurun.
Gambar 1.1 NTP dan NTPP di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2016-2020

5
Luas panen dan produksi padi di Sulawesi Selatan tidak dapat mengukur
tingkat kesejahteraan petani. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 dimana
perkembangan Nilai Tukar Petani di Sulsel cenderung mengalami penurunan,
dimana NTP tertinggi terjadi pada tahun 2016 sebesar 104,59 > 100 (sejahtera),
hal ini terjadi karena adanya peningkatan NTP dibeberapa subsektor pertanian.
Sedangkan NTP terendah terjadi pada tahun 2020 sebesar 96,97 < 100 (tidak
sejahtera), karena terdapat penurunan NTP subsektor pertanian terutama pada
tanaman pangan. Selanjutnya berdasarkan grafik Nilai Tukar Tanaman Pangan
(NTPP) di Sulsel cenderung mengalami penurunan yang signifikan dari data 5
tahun terakhir bahkan nilainya di bawah dari nilai 100 standar kesejateraan
petani. Dapat disimpulkan bahwa petani tanaman pangan di Sulawesi Selatan
dapat dikategorikan tidak sejahtera.
Pengetahuan secara spesifik terhadap perilaku terhadap nilai tukar petani
serta faktor-faktor yang menentukan nilai tukar petani akan sangat bermanfaat
bagi perencanaan kebijakan pembangunan pertanian pada masa yang akan
datang (Asmara & Hanani, 2015).
Dengan melihat latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan di Provinsi Sulawesi Selatan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di
Provinsi Sulawesi Selatan ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Nilai Tukar
Petani Tanaman Pangan (NTPP) di Provinsi Sulawesi Selatan ?

6
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan
(NTPP) di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Nilai
Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di Provinsi Sulawesi Selatan.

D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan bahan
informasi mengenai kondisi Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Selatan
agar dapat mendorong petani dalam pengembangan usahatani dan
mencapai pembangunan pertanian.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi,
pertimbangan dan saran bagi pemerintah pusat maupun daerah serta pihak-
pihak yang bersangkutan dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan
terutama kesejahteraan petani di Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan
bahan bagi pihak yang membutuhkan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ilham Riyadh (2015) yang
penelitiannya berjudul “Analisis Nilai Tukar Petani Komoditas Tanaman
Pangan Di Sumatera Utara”. Penelitian ini dilakukan di 6 Kabupaten yaitu
Kabupaten Serdan Berdagai, Asahan, Simalungung, Deli Serdang, karo dan
Langkat dan diambil masing satu kecamatan. Metode analisis yang digunakan
adalah nilai tukar penerimaan dan konsep subsisten serta persamaan linier
Cobb Douglas. Adapun hasil perhitungannya diperoleh rata-rata NTP tanaman
pangan Sumatera Utara adalah sebesar 99,07 persen. Pengeluaran petani
berupa sandang merupakan pengeluaran trerkecil, dan pengeluaran yang
terbesar adalah makanan. Sedangkan Nilai Tukar Subsisten (NTS) pangan
terhadap produksi menunjukan bahwa komponen terbesar dalam biaya usaha
tani pangan adalah pupuk dan biaya upah tenaga kerja. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap NTP tanaman pangan di Sumatera Utara adalah
produktivitas, luas lahan, upah tenaga kerja, harga komoditas dan harga pupuk.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nirmala et al.(2016) dengan judul
penelitian “Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani
Tanaman Pangan di Kabupaten Jombang”. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian adalah hasil dari formulasi dari Indeks harga Laspeyres dan analisi
regresi berganda. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa NTP tahun
2013-2015, dimana pada tahun 2013 nilai NTP mencapai 100 persen sehingga
petani tanaman pangan di Kabupaten Jombang dapat dikategorikan berada
dalam kondisi sejahtera. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh positif
terhadap NTP adalah pupuk dan harga jual komoditas. Sedangkan luas
produksi, luas lahan dan pestisida berpengaruh negatif terhadap NTP di
Kabupaten Jombang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Faridah & Syechalad (2016) dengan
judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani

8
Subsektor Tanaman Pangan Padi di Aceh”. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah adalah metode OLS (Ordinary Least Squares).
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah faktor yang menunjukan pengaruh
positif terhadap NTP adalah luas lahan, sedangkan harga pupuk dan inflasi
menunjukan pengaruh yang negatif terhadap NTP. Untuk variabel produksi
padi dan infrastruktur tidak digunakan, karena memiliki pengaruh terhadap
variabel luas panen, harga pupuk dan inflasi.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Marshelia et al. (2017) dengan
peneilitian yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai
Tukar Petani Tanaman Pangan di Kecamatan Karanganom Kabupaten
Kelaten”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)
menghitung penerimaan petani, biaya pengeluaran. Pendapatan petani
perbulan, total kebutuhan pangan non pangan, NTP (2) analisis menggunakan
SPSS 18 faktorfaktor yang berpengaruh terhadap nilai tukar petani padi. Hasil
kesimpulan dari penelitian ini yaitu faktor umur petani, luas lahan garapan,
status kepemilikan lahan, jumlah produksi, harga jual, kebutuhan pangan dan
kebutuhan non pangan menunjukan pengaruh yang positif terhadap NTP di
Kelaten. Sedangkan faktor tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga
menunjukan pengaruh yang negatif terhadap NTP di Kelaten.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pettalolo et al. (2019) dengan
penelitian yang berjudul “ Faktor-Farktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Petani Padi Sawah di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten
Sigi”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
Linier Berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan dan
pasial variabel luas lahan, jumlah
produksi, harga jual yang diamati berpengaruh nyata terhadap nilai tukar
petani padi sawah di Desa Sidondo I. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
0,858 menunjukkan bahwa variabel luas lahan, jumlah produksi, harga jual
yang dimasukkan dalam model yang diamati sebesar 85,8% mampu
menerangkan variasi produksi padi sawah Di Desa Sidondo I sedangkan

9
sisanya 14,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model yang digunakan.

B. Landasan Teori
a. Tanaman Pangan
Tanaman pangan merupakan segala jenis tanaman yang dapat
mengahasilkan karbohidrat dan protein, oleh karena itu tanaman pangan
seringkali menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia (Minarni &
Handayani, 2017). Tanaman pangan juga merupakan salah satu subsektor
pertanian yang penting dalam pembangunan Indonesia dengan ditetapkannya
sasaran utama dari penguatan ketersediaan pangan pada pembangunan
Indonesia.
Subsektor tanaman pangan seringkali biasa disebut juga sebagai subsektor
pertanian rakyat karena biasanya tanaman pangan diusahakan oleh rakyat
bukan oleh perusahaan pemerintah. Subsektor tanaman pangan mencakup
komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran dan
buah-buahan (Haris et al., 2018)
Diverifikasi konsumsi pangan periode tahun 2014 hingga 2019 adalah
peningkatan pasokan pangan yang bersumber dari dalam negeri khususnya
untuk barang pokok seperti padi, kedelai dan jagung. Sasaran utama padi yaitu
meningkatkan surplus dan produksi dalam negeri. Sasaran utama kedelai
adalah meningkatkan produksi agar dapat terpenuhinya kebutuhan akan tahu
dan tempe. Sasaran utama jagung adalah meningkatlkan angka produksi dalam
negeri agar tercukupinya kebutuhan pangan ternak serta industri kecil
(Bappenas, 2014) .
Salah satu kebijakan pada Rencana Strategis Kementrian Pertanian tahun
2015 s.d. 2019 adalah mengutamakan peningkatan swasembada beras serta
peningkatan produksi jagung dan kedelai. Beras dan kedelai dikategorikan
sebagai barang kebutuhan pokok sedangkan jagung dan benih padi sebagai
barang penting. Hal ini telah ditetapkan pada Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 7 tahun 2015 menjelaskan bahwa barang pokok adalah

10
barang yang sangat dibutuhkan untuk hidup orang banyak dengan skala
pemenuhan kebutuhan tinggi. Sedangkan barang penting adalah barang
penting yang dijadikan sebagai penentu kelancaran pembangunan nasional.

b. Nilai Tukar Petani (NTP)


Nilai Tukar Petani merupakan rasio atau perbandingan antara indeks yang
diterima petani (It) dan indeks yang dibayar petani (Ib). Indeks yang diterima
petani (It) adalah indeks harga yang dapat memperlihatkan perkembangan
harga hasil produksi petani. Sedangkan indeks yang dibayar petani (Ib)
merupakan perkembangan harga yang di keluarkan oleh petani untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga (Nirmala et al., 2016)
Nilai Tukar Petani berkaitan dengan hubungan antara hasil pertanian dengan
barang dan jasa yang dibeli dan dikonsumsi petani. NTP digunakan sebagai
indikator untuk tolak ukur kemampuan produk pertanian ditukar dengan barang
atau jasa yang dibutuhkan untuk konsumsi dan produksi barang petani
(Sugiarto, 2008).
Konsep kesejahteraan petani dimana NTP sebagai indikatornya telah
dikembangkan pada tahun 1980-an (Rachmat, 2013). Sebagai salah satu
indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani, NTP yang memiliki
nilai diatas 100 berarti indeks yang diterima petani lebih besar dibandingkan
dengan indeks yang dibayar petani sehingga dapat dikategorikan sebagai petani
sejahtera dibandingkan NTP di bawah 100. Semakin tinggi NTP maka daya
beli petani juga baik terhadap produk konsumsi dan input produksi tersebut
artinya secararelatif lebih sejahtera (Bappenas, 2013).
Berdasarkan BPS petani yang dimaksud dalam konsep NTP adalah petani
yang berusaha di subsektor tanaman pangan (padi dan palawija), hortikultura
(sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan dan tanaman hias),
tanaman perkebunan rakyat (kopi, kelapa, cengkeh, tembakau dan lain-lain),
peternakan (ternak besar maupun kecil dan unggas) dan perikanan (tangkap
maupun budidaya).

11
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2019) angka NTP ada 3 yaitu:
1. NTP > 100, artinya petani mengalami surplus yaitu harga produksi lebih
besar dibandingkan harga barang konsumsinya. Selain itu pendapatan
petani lebih besar dibanding pengeluarannya.
2. NTP = 100, artinya petani mengalami impas yaitu persentase harga
produksi sama dengan persentase harga barang konsumsi dan pendapatan
petani sama dengan pengeluarannya.
3. NTP < 100, artinya petani mengalami defisit yaitu kebalikan dari surplus
dimana harga barang yang dikonsumsi relatif lebih besar dibanding harga
produksi dan pengeluaran petani untuk memenuhi kebutuhan relatif lebih
besar dibandingkan dengan pendapatannya.

c. Konsepsi Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan


Menurut Simatupang & Maulana (2008) menjelaskan bahwa tidak ada
penanda kesejahteraan petani yang praktis bagi rumah tangga petani, oleh
karena itu NTP menjadi pilihan bagi pengamat pembangunan pertanian dalam
mengukur tingkat kesejahteraan petani. Dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi nilai NTP maka relatif semakin sejahtera petani.
Salah satu unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
petani adalah tingkat pendapatan petani. Akan tetapi tingkat pendapatan petani
yang meningkat belum tentu seiring dengan meningkatnya NTP, tergantung
pada nilai pengeluaran yang harus dibayarkan petani serta faktor-faktor
nonfinancial seperti faktor budaya.
Adanya perbedaan tingkat pendapatan dapat menimbulkan perbedaan pola
distribusi pendapatan, dan juga pola konsumsi rumah tangga petani. Sebagai
contoh, petani yang memiliki tanah yang luas dan pendapatannya besar
sehingga dapat membeli barang-barang konsumsi kebutuhan pokok rumah
tangga juga mampu membeli barang-barang perlengkapan rumah tangga, alat-
alat penunjang pertanian serta mampu menginvestasikan sisa uangnya untuk
barang-barang modal (traktor, tanah dan usaha di luar sektor pertanian.

12
Sedangkan petani yang memiliki pendapatan yang kecil hanya mampu
membeli kebutuhan pokok rumah tangga saja (Djiwandi, 2002).
Konsep milai tukar pertanian yang digunakan dalam berbagai penelitian
empiris beragam. Menurut Rachmat (2013) mengemukakan bahwa terdapat
lima konsep nilai tukar yang diketahui yaitu, konsep barter, konsep faktorial,
konsep penerimaan, konsep subsisten dan konsep NTP (regional).
a. Konsep Barter
Konsep Nilai Tukar Barter (NTB) acuannya terhadap komoditas pertanian
(produk pertanian atau non pertanian). NTB merupakan perbandingan rasio
antara harga pertanian terhadap harga non pertanian. Secara matematik
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Px
NTB =
Py
Dimana:
NTB : Nilai Tukar Barter Pertanian
Px : Harga komoditas pertanian
Py : Harga komoditas no pertanian

Konsep nilai tukar barter dapat mengetahui perbandingan antara harga


relatif dari komoditas pertanian terhadap harga produk yang dipertukarkan.
Apabila NTB meningkat berarti semakin kuat daya tukar harga komoditas
pertanian terhadap barang yang dibarter. Kelemahan dari konsep NTB
adalah tidak mampu memberi penjelasan berkaitan dengan perubahan
produktivitas (teknologi) antara produk pertanian dan non pertanian.

b. Konsep Faktorial
Konsep faktorial adalah konsep yang muncul untuk memperbaiki konsep
dari konsep barter yaitu dengan memasukkan pengaruh perubahan
produktivitas (teknologi). Nilai Tukar Faktorial (NTF) adalah rasio antara
harga pertanian dengan harga non pertanian serta dikalikan dengan
produktivitas pertanian (Zx). Ketika hanya memperhatikan produktivitas
pertanian maka disebut sebagai NTFT (Nilai Tukar Faktorial Tunggal).

13
Apabila nilai dari produktivitas non pertanian (Zy) diperhitungkan maka
disebut sebagai NTFG (Nilai Tukar Faktorial Ganda). Secara matematik
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Px Zx
NTFT =
Py

NTFT = NTB × Zx

Px Zy
NTFG =
Py

NTFG = NTB × Z

Dimana:

NTFT : Nilai Tukar Faktorial Tunggal


NTFG : Nilai Tukara Faktorial Ganda
Zx : Produktivitas komoditas pertanian
Zy : Produktivitas produk non pertanian
Z : Rasio produktivitas pertanian (x) terhadap non pertanian (y)
c. Konsep Penerimaan
Konsep Penerimaan merupakan pengembangan dari NTF. Nilai Tukar
Penerimaan (NTR) merupakan kemampuan daya tukar dari nilai hasil
komoditas pertanian yang diproduksi petani per hektar terhadap nilai input
produksi. NTR dapat menentukan tingkat profitabilitas hasil usaha tani
komoditas tertentu. Kelemahan dari NTR adalah hanya mampu
menentukan nilai tukar komoditas tertentu saja dan tidak mampu
menentukan nilai keseluruhan komponen penerimaan dan pengeluaran
petani. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:

14
Px Q x
NTR =
Py Q y

Dimana:
NTR : Nilai Tukar Penerimaan
Px : Harga komoditas pertanian
Py : Harga input produksi
Qx : Jumlah komoditas pertanian yang dihasilkan
Qy : Jumlah input produksi yang digunakan

d. Konsep Subsisten
Konsep Nilai Tukar Subsisten (NTS) adalah pengembangan dari konsep
NTR. NTS menjelaskan tentang kemampuan daya tukar dari penerimaan
total usaha petani terhadap pengeluaran total petani untuk memenuhi
kebutuhan pokok. Penerimaan petani merupakan keseluruhan dari hasil
produksi yang dihasilkan petani, sedangkan pengeluaran petani merupakan
total dari banyaknya pengeluaran petani saat melakukan produksi maupun
pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kelemahan
dari konsep NTS adalah hanya dapat dilakukan pada tingkat mikro, yaitu
unit analisa rumah tangga. NTS dapat dirumuskan sebagai berikut:

∑Pxi Q xi
NTS =
(Pyi Q yi ) + (Pyj Q yj)
Dimana:
NTS : Nilai Tukar Subsisten
Pxi : Harga komoditas pertanian ke i
Qxi : Produksi komoditas pertanian ke i
Pyj : Harga input produksi ke j
Qyj : Jumlah input produksi ke j
Pyi : Harga produk konsumsi ke i
Qyi : Jumlah produk konsumsi ke i petani.

15
e. Konsep Nilai Tukar Petani
Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang
diproduksi petani terhadap produk yang dibeli petani agar dapat mencukupi
keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi usahatani. NTP
merupakan perbandingan rasio antara harga yang diterima petani (Ht)
dengan harga yang dibayar petani (Hb). Pengukuran NTP di sajikan dalam
model matematik sebagai berikut:

IT
INTP =
IB
Dimana:
INTP : Indeks Nilai Tukar Petani
IT : Indeks yang diterima petani
IB : Indeks yang dibayar petani

Indeks diatas merupakan nilai tertimbang terhadap kuantitas pada tahun


dasar. Perbedaan atau pergerakan nilai tukar ditentukan oleh penentuan
tahun dasar karena adanya pergerakan tahun dasar akan menghasilkan nilai
indeks yang berbeda-beda

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan


(NTPP)
Nilai Tukar Petani dapat dijelaskan menurut komponen-komponen
penyusunnya diantaranya adalah harga yang diterima petani serta harga yang
dibayar pertani. Berdsarkan komponen-komponen inilah dapat ditelusuri faktor
yang berpengaruh terhadap NTP, berikut adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi naik turunnya nilai NTP:
1. Nilai Tukar Lahan
Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan terhadap lahan adalah rasio antara
harga yang diterima petani terhadap lahan yang disewa, pajak dan lainnya
yang dibayar oleh petani.

16
2. Nilai Tukar Bibit
Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan terhadap bibit adalah rasio antara
harga yang diterima petani terhadap bibit yang dibayar oleh petani.

3. Nilai Tukar Obat-obatan dan Pupuk


Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan terhadap obat dan pupuk adalah rasio
antara harga yang diterima petani terhadap obat-obatan dan pupuk yang
dibayar oleh petani.

4. Nilai Tukar Konsumsi


Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan terhadap konsumsi rumah tangga
petani adalah rasio antara harga yang diterima petani terhadap harga barang
konsumsi yang dibayar oleh petani.

5. Nilai Tukar Barang Modal


Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan terhadap penambahan barang modal
adalah rasio antara harga yang diterima petani terhadap harga penambahan
barang modal yang dibayar oleh petani.

6. Nilai Tukar Upah


Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan terhadap upah tenaga kerja adalah
rasio antara harga yang diterima petani terhadap upah tenaga kerja yang
dibayar oleh petani

17
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan penelitian terdahulu maka dapat
disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

Petani Sulawesi Selatan

Subsektor
Tanaman
Pangan

Indeks yang Indeks yang


diterima dibayar
Petani (IT) Petani (IB)

Nilai Tukar Petani Tanaman


Pangan (NTPP)

Petani Sejahtera Petani Impas Petani Tidak


(NTP>100) (NTP=100) Sejahtera (NTP<100)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penilitian

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun hipotesis penelitian sebagi berikut:
1. Perkembangan NTPP di Provinsi Sulawesi Selatan meningkat.
2. Terdapat pengaruh positif NT lahan, bibit, obat-obatan dan pupuk,
konsumsi, barang modal dan upah tenaga kerja.

18
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penilitian yang
memiliki tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat
atau dengan kata lain mencoba menggambarkan secara detail (Sugiyono,
2013). Dengan demikian peneliti menggunakan metode ini untuk
menyimpulkan faktor apa saja yang mempengaruhi Nilai Tukar Tanaman
Pangan (NTPP) selama 15 tahun terakhir.

B. Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berdasarkan dimensi
waktu, yaitu runtun waktu (time series) dengan menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi NTPP di Sulawesi Selatan periode tahun 2005-2020.
Berdasarkan sumber data terdiri dari data sekunder diperoleh dari publikasi
atau arsip Biro Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Pertanian dan
perkebunan Sulawesi Selatan, serta publikasi yang relevan dengan penelitian
ini baik diperoleh dari studi literatur, laporan hasil penelitian ataupun jurnal
dan artikel.

C. Definisi Operasional Variabel


Agar diperoleh kesamaan dalam menginterpretasikan data, maka
dirumuskan konseptualisasi dan pengukuran variabel sebagai berikut:
a. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan adalah salah satu indikator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan petani subsektor tanaman pangan.
b. Nilai Tukar Lahan adalah rasio antara harga yang diterima petani terhadap
lahan yang disewa, pajak dan lainnya yang dibayar oleh petani, satuan
ukurannya dinyatakan dalam persentase.

19
c. Nilai Tukar Bibit adalah rasio antara harga yang diterima petani terhadap
bibit yang dibayar oleh petani, satuan ukurannya dinyatakan dalam
persentase.
d. Nilai Tukar Obat-obatan dan Pupuk adalah rasio antara harga yang diterima
petani terhadap obat-obatan dan pupuk yang dibayar oleh petani, satuan
ukurannya dinyatakan dalam persentase.
e. Nilai Tukar Konsumsi adalah rasio antara harga yang diterima petani
terhadap harga barang konsumsi yang dibayar oleh petani, satuan ukurannya
dinyatakan dalam persentase.
f. Nilai Tukar Barang Modal adalah rasio antara harga yang diterima petani
terhadap harga penambahan barang modal yang dibayar oleh petani, satuan
ukurannya dinyatakan dalam persentase.
g. Nilai Tukar Upah adalah antara harga yang diterima petani terhadap upah
tenaga kerja yang dibayar oleh petani, satuan ukurannya dinyatakan dalam
persentase.

D. Metode Analisis Data


Untuk menjawab masalah 1 yaitu mengenai perkembangan NTPP di
provinsi Sulawesi Selatan tahun 2005-2020, digunakan metode deskriptif
kuantitatif. Kurniawan (2016) mengatakan bahwa analisis deskriptif bertujuan
untuk memberikan penjelasan mengenai subjek penelitian berdasarkan data
dari variabel yang diperoleh dari subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan
untuk pengujian hipotesis. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian
adalah kriteria dari BPS (Rachmat, 2013) sebagai berikut:
a. NTP > 100, artinya petani mengalami surplus yaitu harga produksi lebih
besar dibandingkan harga barang konsumsinya. Selain itu pendapatan petani
lebih besar dibanding pengeluarannya.
b. NTP = 100, artinya petani mengalami impas yaitu persentase harga produksi
sama dengan persentase harga barang konsumsi dan pendapatan petani sama
dengan pengeluarannya.

20
c. NTP < 100, artinya petani mengalami defisit yaitu kebalikan dari surplus
dimana harga barang yang dikonsumsi relatif lebih besar dibanding harga
produksi dan pengeluaran petani untuk memenuhi kebutuhan relatif lebih
besar dibandingkan dengan pendapatannya.

Untuk menjawab masalah 2, faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu, Nilai


Tukar Lahan, bibit, obat-obatan dan pupuk, konsumsi, penambahan barang
modal dan upah terhadap NTPP di Provinsi Sulawesi Selatan. Metode analisis
yang digunakan adalah metode regresi berganda atau OLS (Ordinary Least
Square) dengan menggunakan SPSS .

Secara sistematis model tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 +

β6 X6 + 𝜀 .................................................................... III.1

keterangan:

Y = Nilai Tukar Petani (%)


𝛼 = Konstanta
β1, β2 ,..., β6 = Koefisien Regresi
X1 = NT- Lahan (%)
X2 = NT- Bibit (%)
X3 = NT- Obat-obatan dan Pupuk (%)
X4 = NT- Konsumsi (%)
X5 = NT- Barang Modal (%)
X6 = NT- Upah (%)
𝜀 = Error term

a. Analisis Kesesuaian Model (Koefisien Determinasi)


Kesesuaian atau ketepatan suatu model dihitung melalui Adjusted R2
dan R2 . Koefisien determinasi (R2 ) diartikan besarnya persentase
sumbangan variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y).

21
Menurut Ghozali (2018) nilai R2 yang kecil memiliki keterbatasan
variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Menurut
Greene (2002) dapat dirumuskan sebagai berikut:

ESS
coefficient of determination (R2 ) = ........................................... III.2
TSS
atau
RSS
coefficient of determination (R2 ) = 1 − ...................................... III.3
TSS
keterangan:
R2 : koefisien determinasi
ESS : explained sum of square (jumlah kuadrat dapat dijelaskan)
TSS : total sum of square (total jumlah kuadrat)
RSS : residual sum of square (residual jumlah kuatdar tidak dapat
dijelaskan)

Menurut Gujarati (1978), bertambahnya variabel independen dari suatu


model akan meningkatkan nilai dari R2 , hal tersebut menjadi kelemahan R2 .
Cara untuk mengatasi apabila terjadi hal tersebut dapat menggunakan
adjusted R^2 agar dapat menghindari terjadinya bias terhadap variabel
independen dalam suatu model (Gujarati, 1978). Menurut Greene (2002)
dapat dirumuskan sebagai berikut :
(n − 1) ........................................ III.4
𝐴𝑑𝑗𝑢𝑠𝑡𝑒𝑑 R2 = 1 − (1 − R2 )
(k − 1)

keterangan:

Adjusted R2 : koefisien determinasi yang disesuaikan


k : jumlah variabel tidak termasuk intercept
n : jumlah sampel

22
b. Pengujian Hipotesis Uji F dan Uji T
Uji F merupakan pengujian yang dilakukan terhadap koefisien regresi
secara simultan, artinya pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas yang terdapat dalam model secara simultan
terhadap variabel terikat. Menurut Sugiyono (2013) dirumusukan sebagai
berikut :

R2 /k
Fhitung = 2 ................................................................. III.5
(1−R )/(n−k−1)

Ftabel = ( (k - 1) : (n - k) ; 𝛼 )
keterangan:
𝛼 : tingkat signifikansi atau kesalahan tertentu

Kemudian pengujian terhadap koefisien regresi secara parsial yang


menggunakan uji t dengan tingkat kepercayaan tertentu. Menurut Gujarati
(1978) dengan rumus :

βi
t hitung = ................................................................................... III.6
Sβi

t hitung = ( (n - k) ; 𝛼/2 )
keterangan:
βi : koefisien regresi ke-i
Sβi : kesalahan standar koefisien regresi ke-i

Selanjutnya pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara


simultan digunakan uji F dengan hipotesis :

H0 : βi1 = βi2 … βin = 0, artinya tidak terdapat pengaruh variabel bebas ke-i
secara simultan terhadap NTPP di Provinsi Sulawesi Selatan.

H1 : β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh variabel independen ke-i secara


simultan terhadap NTPP di Provinsi Sulawesi Selatan.

23
c. Uji Asumsi Klasik (Multikolinearitas dan Heteroskedastisitas)
MenurutGhozali (2018), pengujian multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah adanya kolerasi antar variabel bebas (independen) pada
model regresi. Multikolinearitas timbul jika jumlah observasi dan sampel
sedikit. Untuk menemukan ada atau tidaknya multikolinearitas dalam suatu
model regresi dapat dilihat dari tolerance (TOL) dan nilai variance
inflation factor (VIF) dan conditional index (CI) (Gujarati, 2013). Menurut
Gujarati (2013), penelitian VIF yang terdapat pada program Statistical
Program for Service Solution (SPSS) statistic 21, dirumuskan sebagai
berikut:
1
VIF = ................................................................................... III.7
1 − R2j

Untuk memperoleh R2i dilakukan regresi auxilary antara variabel


independen atau koefisien determinasi antara variabel independen ke-i
dengan variabel independen lainnya. Setiap koefisien determinasi (R2 )
dari regresi auxilary digunakan untuk menghitung distribusi F dan untuk
mengetahui apakah sebuah model terdapat multikolinearitas atau tidak
(Widarjono, 2005).

Jika suatu model terkandung multikolinearitas perlu adanya tindakan


perbaikan, tindakan perbaikan dapat dilakukan berbagai macam cara
menghilangkan salah satu variabel independen yang mempunya hubungan
liner yang kuat, melakukan tranformasi variabel dan penambahan data
(Widarjono, 2005).

Adanya multikolinearitas masih menghasilkan Best Linier Unbiased


Estimator (BLUE) (Widarjono, 2005) sehingga dapat pula dilakukan tanpa
perbaikan karena masalah estimator yang BLUE tidak memerlukan
asumsi karena tidak adanya korelasi antar variabel independen
(Widarjono, 2005).

24
Menurut Widarjono (2005) terdapat dua asumsi penting tentang
residual yang akan mempengaruhi sifat dari estimator yang BLUE.
Pertama, varian dari residual adalah tetap atau konstan
(homoskedastisitas). Kedua, tidak terdapat hubungan antara residual satu
observasi dengan residual observasi yang lain atau tidak ada masalah
autokorelasi. Jika residual tidak memenuhi kedua asumsi residual tersebut
maka estimator yang kita dapatkan dalam metode Ordinary Least Square
(OLS) tidak lagi mengandung sifat BLUE.

Heteroskedastisitas merupakan pengujian terhadap model regresi


apakah terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain, jika bersifat tetap maka disebut homoskedastisitas
jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi dikatakan baik
apabila tidak terjadi heteroskedastisitas (Gozali, 2018).

Heteroskedastisitas dapat terdeteksi melalui salah satu cara yaitu uji


Glejser, dengan cara meregresi nilai absolut residual dari model yang
diestimasi terhadap variabel penjelas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas terhadap suatu model dapat dilihat dari nilai
probabilitas. Jika probabilitas > 0,05 maka tidak heteroskedastisitas,
begitupun sebaliknya jika probabilitas < 0,05 terjadi heteroskedastisitas.

Selain uji glejser untuk mendekteksi adanya heteroskedastisitas dapat


melalui uji white. Menurut Winarno (2015), uji white menggunakan
residual kuadrat sebagai variabel dependen dan variabel independennya
yang sudah ada ditambah dengan kuadrat ditambah lagi dengan perkalian
dua variabel independen. Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas yang
digunakan adalah uji grafik plot dan uji glejser.

25
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, R., & Hanani, N. (2015). Tingkat Kesejahteraan Petani Kabupaten
Jombang: Pendekatan Nilai Tukar Petani. III Congresso de Ciência e
Tecnologia Da UTFPR-DV, 55(46), 361–363.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2014). Swasembada
Pangan.
Badan Pusat Statistik. (2019). Sensus Pertanian, Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. (2020a). Nilai Tukar Petani.
Badan Pusat Statistik. (2020b). Produk Domestik Bruto Tahun 2020. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
BPS, P. sulawesi selatan. (2018). Pertanian Sulawesi Selatan.
Djiwandi. (2002). Sumber pendapatan dan proporsi pengeluaran keluarga petani
untuk konsumsi, tabungan dan investasi di Kecamatan Pedan Kabupaten
Klaten.
Ekaria, & Hassyati, A. N. (2014). Kajian Penghitungan Nilai Tukar Petani Tanaman
Pangan (NTPP) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tahun 2011- 2013. Stis,
10(1), 27–38.
Elizabeth, R. (2006). Peran Nilai Tukar Petani Dan Nilai Tukar Komoditas Dalam
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani Kedelai (Studi Kasus: Propinsi Jawa
Timur). SOCA: Socioeconomics of Agriculture and Agribusiness, 6(1), 1–12.
Faridah, N., & Syechalad, M. N. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Sub Sektor Tanaman Pangan Padi Di Aceh.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 1(1), 169–176.
Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Greene, W. H. (2002). Econometric Analysis (5th Edition). In Journal of the
American Statistical Association (Vol. 89, Issue 428).
https://www.jstor.org/stable/2291031?origin=crossref
Gujarati, D. N. (1978). Basic Economitrics. In McGraw-Hill Companies.
Gujarati, D. N. (2013). Dasar-dasar Ekonometrika, Edisi Kelima. penerjemah
Jakarta: Salemba Empat.
Haris, W. A., Sarma, M., & Falatehan, A. F. (2018). Analisis Peranan Subsektor
Tanaman Pangan terhadap Perekonomian Jawa Barat. Journal of Regional and
Rural Development Planning, 1(3), 231.
https://doi.org/10.29244/jp2wd.2017.1.3.231-242

26
Iqbal, M., & Sudaryanto, T. (2016). Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate
Social Responsibility) dalam Perspektif Kebijakan Pembangunan Pertanian.
Analisis Kebijakan Pertanian, 6(2), 155–173.
Kementerian Pertanian. (2020). Luas Panen dan Produktivitas.
Kurniawan, A. W. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. In Philosophy of Science
(Vol. 4, Issue 4).
Marshelia, D., Sutrisno, J., & Ferichani, M. (2017). ANALISIS FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR KLATEN. 5(1), 163–
172.
Minarni, I. W., & Handayani, W. (2017). Case-Based Reasoning (CBR) Pada
Sistem Pakar Identivikasi Hama dan Penyakit Tanaman Singkousahang Dalam
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan. 5(1), 41–47.
Nirmala, A., Hanani, N., & Muhaimin, A. (2016). Analisis Faktor Faktor yang
Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan di Kabupaten Jombang.
Habitat, 27(2), 66–71. https://doi.org/10.21776/ub.habitat.2016.027.2.8
Pettalolo, A. R., Antara, M., & Damayanti, L. (2019). Faktor-Farktor yang
Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Padi Sawah di Desa Sidondo I Kecamatan
Sigi Biromaru Kabupaten Sigi. Jurnal Agrotekbis, 7(4), 485–494.
https://jatim.bps.go.id
Rachmat, M. (2013). Nilai Tukar Petani : Konsep, Pengukuran dan Relevansinya
sebagai Indikator Kesejahteraan Petani. Forum Penelitian Agro Ekonomi,
31(2), 111. https://doi.org/10.21082/fae.v31n2.2013.111-122
Rianse. (2014). Peran Nilai Tukar Petani Dalam Menentukan Tingkat
Kesejahteraan Petani. Pengolahan Pemasaran Hasil Pertanian.
Riyadh, M. I. (2015). Analisis Nilai Tukar Petani Komoditas Tanaman Pangan Di
Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik, 6(1), 17–32.
http://jim.unsyiah.ac.id/EKP/article/view/689
Simatupang, & Maulana. (2008). Konsep, Pengukuran, Dan Makna Nilai Tukar
Petani. IAARD Press, 269–288.
Sugiarto. (2008). Analisis Pendapatan Pola Konsumsi dan Kesejahteraan Petani
Pada Basis Agroekonomi Lahan Sawah Irigasi di Perdesaan. 13.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
ALFABETA.
Supriyati. (2004). Analisis Nilai Tukar Pendapatan Rumah tangga Petani. ICASEP
Working Paper No. 71.

27
Supriyati, Saptana, & Sumedi. (2004). Dinamika Ketenagakerjaan Dan Penyerapan
Tenaga Kerja Di Pedesaan Jawa (Kasus Di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah
Dan Jawa Timur). SOCA: Socioeconomics of Agriculture and Agribusiness,
4(2), 1–22.
Susilowati, S. H. (2018). Perdagangan Antarpulau Beras di Provinsi Sulawesi
Selatan. Analisis Kebijakan Pertanian, 15(1), 19.
Widarjono, A. (2005). Ekonometrika: teori dan aplikasi untuk ekonomi dan bisnis.
Yogyakarta: Ekonisia.
Winarno. (2015). Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews (Edisi
Keem).

28

Anda mungkin juga menyukai