Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SDGs PILAR

EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA.

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh :

Kanya Octafirani Chandra

11200840000048

EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang Maha sempurna, Pencipta
dan Penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridho-Nya, penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul ”Analisis Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Pilar Ekonomi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi DKI Jakarta”
Puji syukur penulis panjatkan syukur kepada kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat-Nya sehingga proposal ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa
penulis mengucapkan terimakasih kepada bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide dan sarannya baik pikiran ataupun
waktunya
Penulis sangat berharap semoga proposal ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh
lagi agar proposal ini bisa di realisasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk
membangun kota menjadi pembangunan yang berkelanjutan jangka panjang. Bagi
penulis dalam penyusunan proposal ini masih merasa banyak kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan proposal ini

Jakarta, 5 November 2023

Kanya Octafirani Chandra

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................23
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................24
D. Manfaat Penelitian...................................................................................24
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................26
A. Landasan Teori.........................................................................................26
1. Pertumbuhan Ekonomi........................................................................26
2. Teori Pertumbuhan ekonomi...............................................................27
3. Indikator Pertumbuhan Ekonomi........................................................30
4. Pembangunan berkelanjutan...............................................................32
5. Tujuan 7 Energi bersih dan terjangkau – Jumlah Pengguna listrik . 36
6. Tujuan 8, Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi – Laju
pertumbuhan PDRB pertenagakerja...................................................40
7. Tujuan 9 – Laju PDB Industri Manufaktur.........................................45
8. Tujuan 10 – Rasio Gini........................................................................49
9. Tujuan 17– Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan
komunikasi..........................................................................................54
B. Penelitian Terdahulu................................................................................57
C. Hubungan Antar Variabel........................................................................68
1. Hubungan Jumlah Penggunaan Listrik Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi..............................................................................................68
2. Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi..............................................................................................70
3. Hubungan Industri Manufaktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi....72

4. Hubungan Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi..............................................................................................73
iii
5. Hubungan antara Indeks pembangunan Teknologi dan Informasi
Terhaap Pertumbuhan Ekonomi.........................................................75
D. Kerangka Penelitian.................................................................................76
E. Hipotesis...................................................................................................77
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................78
A. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................79
B. Populasi dan Sampel................................................................................79
1. Populasi................................................................................................79
2. Sampel..................................................................................................80
C. Jenis dan Sumber Data............................................................................81
D. Metode pengumpulan data......................................................................81
E. Metode Analisis Data...............................................................................82
1. Analisis Regresi linear Berganda........................................................83
2. Uji Model.............................................................................................83
3. Definisi Operasional Variabel.............................................................87
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................89

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan ekonomi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan

produktifitas dari pemanfaatan sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu

wilayah atau suatu negara. Sumber daya potensial dimaksud adalah sumber daya

alam, sumber daya manusia, dan sumber daya finansial. Peningkatan produktifitas

mengandung makna bahwa pemanfaatan sumberdaya tersebut secara ekonomis

dapat diproduksi dengan hasil yang optimal dari kapasitas sumberdaya yang

digunakan. Upaya seperti ini merupakan sebuah proses pembangunan ekonomi

yang bertujuan untuk melakukan perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat

yang lebih baik dari keadaan sebelumnya……..

Teori ekonomi klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

ditentukan oleh faktor-faktor produksi seperti modal, tenaga kerja, dan teknologi.

Namun, selama beberapa dekade terakhir, fokus pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan lebih mengedepankan pemanfaatan sumber daya alam secara

maksimal tanpa memperhitungkan dampak negatifnya. Akibatnya, kita mengalami

penurunan kualitas udara, air, dan tanah, deforestasi, kehilangan keanekaragaman

hayati, serta perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan. Pada saat ini,

sudah sepatutnya kita menyadari bahwa sumber daya alam yang terbatas perlu

digunakan dengan bijaksana agar dapat dijaga untuk generasi mendatang. (Sovia

et al., 2015).

1
Jakarta mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai ibu kota

negara dan pusat ekonomi, politik, dan budaya Indonesia. Hal ini sebagian besar

disebabkan oleh migrasi dari daerah lain di Indonesia. Sebagaimana

diproyeksikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk DKI Jakarta

akan mencapai 10,67 juta jiwa pada tahun 2022, peningkatan tipis 0,66% dari 10,6

juta jiwa pada tahun sebelumnya. Jumlah ini setara dengan 3,87% dari total

populasi Indonesia, yaitu 275,77 juta jiwa pada tahun 2022. Jika diurutkan pada

tahun 2022, DKI Jakarta memiliki populasi terbesar keenam di Indonesia.

(Mardiansjah et al., 2018)……..

Jumlah Penduduk di 34 provinsi Indonesia (Ribu)


Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sumatra Utara
Banten DKI Jakarta Sulawesi Selatan
Lampung Sumatra Selatan
Riau Sumatra Barat Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
Aceh Papua Bali
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur DI Yogyakarta
Jambi Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara
Kep. Riau Bengkulu Maluku
Kep. Bangka Belitung
Sulawesi Barat Maluku Utara Gorontalo Papua Barat
Kalimantan Utara
0200000004000000060000000

Gambar 1.1 Jumlah Penduduk di 34 Provinsi Indonesia 2022


Sumber : BPS (2022)

2
Adam Smith dan Malthus adalah orang pertama yang membahas betapa

pentingnya memperhatikan pertumbuhan penduduk. Teory "Prinsip Ekonomi

Politik" Malthus lebih realistis ketika melihat hubungan antara pertumbuhan

penduduk dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan penduduk bukan hanya

masalah jumlah, tetapi juga peningkatan kesejahteraan yang sebanding. Jika

sumber ekonomi tetap atau tidak bervariasi, sumber kemajuan teknologi tidak ada,

dan produksi pangan tidak dapat memenuhi tekanan pertumbuhan penduduk yang

cepat, sebagian investasi akan dialokasikan untuk memenuhi pertumbuhan

penduduk yang meningkat (Marsiglo, 2011).

Selama era orde baru, sistem pembangunan yang sentralistik

menyebabkan pembangunan terkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta.

Laju pertumbuhan penduduk di Jakarta sangat tinggi karena perekonomian yang

terpusat dan banyak infrastruktur yang tersedia. Urbanisasi mendorong aktivitas

antar penduduk untuk saling berinteraksi secara global. Namun, tingkat urbanisasi

yang tidak di dukung dengan perencanaan perkotaan atau manajemen perkotaan

yang baik akan menimbulkan masalah baru. Hal ini menjadi tantangan bagi

perencana wilayah perkotaan. Salah satu tantangan yang serius adalah tantangan

lingkungan. Menurut Li, S dan Yong Ma (2014) ada hubungan antara laju

urbanisasi, pembangunan ekonomi dan perubahan lingkungan. Hasil

mengungkapkan terdapat hubungan terbalik-berbentuk U yang luar biasa antara

tingkat urbanisasi dan perubahan dalam kualitas lingkungan hidup. Daerah "titik

balik" umumnya muncul dekat tingkat urbanisasi 60%. Selain itu, tingkat

pembangunan ekonomi memiliki efek yang signifikan terhadap lingkungan.

3
Umumnya, pada tingkat pembangunan ekonomi yang lebih tinggi, kondisi

lingkungan akan cenderung untuk meningkat lebih baik. Namun, jika

pembangunan ekonomi hanya bertujuan meningkatkan Produk DomestikBruto

(PDB) akan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta


8
6
4
2

0
-2 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
-4
-6

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta

Gambar 1.2 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta 2015-2022

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dari tahun 2015 hingga 2022

menunjukkan fluktuasi dan tren pemulihan terutama setelah kontraksi pada tahun

2020 akibat pandemi COVID-19. Pemulihan ini didukung oleh berbagai faktor,

termasuk peningkatan mobilitas masyarakat dan akselerasi vaksinasi

Perekonomian DKI Jakarta pada 2022 diproyeksikan masih akan terus

melanjutkan pemulihan dengan pertumbuhan yang berada pada kisaran 5,3-6,1%

(yoy). Prakiraan tersebut didorong oleh beberapa faktor yaitu meredanya jumlah

kasus COVID-19 sehingga berdampak pada pelonggaran level PPKM dan

restriksi protokol kesehatan, akselerasi program vaksinasi ketiga (booster) di DKI

4
Jakarta, serta pelaksanaan berbagai kegiatan MICE dan event baik dalam skala

nasional maupun internasional di 2022. Dari sisi pengeluaran, motor penggerak

utama pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta pada 2022 masih bersumber dari

konsumsi rumah tangga. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha (LU)

perekonomian DKI Jakarta pada 2022 akan ditopang oleh pertumbuhan beberapa

LU utama yaitu industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran dan reparasi

kendaraan bermotor, konstruksi, serta informasi dan komunikasi.

Pertumbuhan ekonomi memiliki peran penting dalam mempengaruhi

pembangunan berkelanjutan di DKI Jakarta. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi

dapat mendorong peningkatan produktivitas, inovasi, dan peningkatan kualitas

hidup penduduk, yang merupakan pilar penting dari pembangunan berkelanjutan

Namun, pertumbuhan ekonomi juga dapat menimbulkan berbagai tantangan,

seperti peningkatan beban lingkungan dan ketimpangan sosial.

Pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga tiang utama yang saling

terintegrasi, yaitu ekonomi (keberlanjutan ekonomi), sosial (keberlanjutan sosial)

dan lingkungan (kelestarian lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.

Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi

kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi

mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu

kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk

mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengurangi

kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

5
mereka. Sejalan dengan pendapat Sudarmadji keberlanjutan adalah kegiatan

memenuhi kebutuhan saat ini sebagai proses pertukaran utama antara masyarakat

dan alam (Littig, B. & Griessler, E, 2005).

Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan adalah serangkaian 17 tujuan global yang ditetapkan oleh

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015. SDGs merupakan

kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun

2015. SDGs dirancang untuk mencapai tiga dimensi pembangunan berkelanjutan,

yaitu pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam satu kerangka kerja

yang terpadu. SDGs mencakup berbagai isu penting seperti pengentasan

kemiskinan, pengurangan ketimpangan, pendidikan berkualitas, kesehatan yang

baik, aksi iklim, dan pelestarian lingkungan (United Nations Development

Programme, 2015).

Proses pembuatan SDGs melibatkan berbagai pihak, termasuk negara-

negara anggota PBB, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta. Proses ini

dimulai pada tahun 2012, saat Konferensi PBB tentang Pembangunan

Berkelanjutan (Rio+20) memutuskan untuk membuat serangkaian tujuan

pembangunan berkelanjutan yang dapat memandu pembangunan global hingga

tahun 2030 . Pada September 2015, dalam Sidang Umum PBB, 193 negara

anggota PBB sepakat untuk mengadopsi Agenda 2030 untuk Pembangunan

Berkelanjutan, yang mencakup 17 SDGs dan 169 target. SDGs mulai berlaku pada

1 Januari 2016 dan diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.

6
Program SDGs di Indonesia menjadi sangat penting untuk

diimplementasikan mengingat tingginya konflik ekonomi yang berpotensi berubah

dari waktu ke waktu. Konflik ekonomi yang dimaksud mencakup persaingan

sumber daya yang dapat menyebabkan kesenjangan ekonomi. Persaingan ini

terutama terjadi dalam perebutan sumber daya alam, menghadapi masalah inflasi,

dan kurangnya lapangan kerja di Indonesia. Semua ini berdampak pada

pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berada di bawah angka 6%. Kondisi

ini semakin diperparah oleh kenyataan bahwa Indonesia masih dikategorikan

sebagai negara berkembang, yang menekankan pentingnya upaya keras dalam

membangun ekonomi melalui berbagai program pembangunan.

Sustainable Development Goals (SDGs) bertujuan mengatasi permasalahan

ekonomi dan sumber daya dengan fokus pada pembangunan berkelanjutan,

khususnya dalam pilar ekonomi yang mempertimbangkan alam dan sumber daya.

SDGs bertujuan menciptakan kondisi untuk pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan dan adil, dengan prinsip memenuhi kebutuhan saat ini tanpa

mengurangi kemampuan generasi mendatang. SDGs dianggap lebih baik daripada

Millennium Development Goals karena pendekatannya yang lebih global dan

kolaboratif dalam merancang dan melaksanakan program-program pembangunan.

Pilar Pembangunan Bidang Ekonomi Berkelanjutan merupakan pilar baru yang

mencakup poin (7) Energi Bersih dan Terjangkau, (8) Pekerjaan Layak dan

Pertumbuhan Ekonomi, (9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, (10) Berkurangnya

7
Kesenjangan, dan (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Pada intinya, bertujuan

tercapainya pertumbuhan ekonomi berkualitas melalui keberlanjutan peluang

kerja dan usaha, inovasi, industri inklusif, infrastruktur memadai, energi bersih

yang terjangkau, dan didukung kemitraan.

Pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-7, Penyediaan energi tidak hanya

harus dengan harga terjangkau namun juga mengutamakan penggunaan energi

terbarukan yang diiringi dengan efisiensi konsumsi energi. Pada tujuan

pembangunan berkelanjutan ke-8, Pertumbuhan ekonomi tidak hanya perlu tinggi,

tetapi perlu pertumbuhan yang berkelanjutan secara kemampuan fiskal, mapun

pertumbuhan yang tidak membahayakan lingkungan hidup dan pengembangan

peluang kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan, yang didukung pengembangan

kesempatan kerja yang produktif dan decent. Dalam kaitan ini termasuk tujuan

berkelanjutan ke-9 untuk industri yang berkelanjutan, inklusif, memanfaatkan

inovasi yang didukung infra- struktur yang ramah lingkungan dan berdaya tahan

(resilient). Dan selanjutnya tujuan pembangunan berkelanjutan ke 10, Mengurangi

Kesenjangan yang merupakan Goal baru, berperan penting untuk diselesaikan dan

akan sangat mendukungvterwujudnya pembangunan berkelanjutan yang inklusif

dan partisipatif. Prinsip no one left behind sangat terkait dengan pelaksanaan

pengurangan kesenjangan. Dan terakhir, Tujuan pembangunan berkelanjutan ke-

17 yaitu Kemitraan untuk Pembangunan Berkelanjutan, terdiri dari isu dan

langkah di bidang ekonomi yang perlu diwujudkan untuk ekonomi berkelanjutan,

dan merupakan pilar penting dari tujuan pembangunan berkelanjutan.

8
Tujuan pembangunan berkelanjutan Pembangunan ekonomi yang inklusif

merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Namun kegiatan ekonomi memerlukan energi modern yang cukup,

andal, dan tersedia untuk semua. Maka dari itu, agar energi bersih tetap tersedia

dan berkelanjutan, pemanfaatan energi harus dilakukan secara efisien dan sebisa

mungkin terbarukan. Energi memainkan peran yang sangat penting dalam

kehidupan masyarakat karena energi merupakan parameter penting bagi

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia yang dewasa

ini terus berbenah dalam memperbaiki sistem penataan kota guna membuat Kota

menjadi aman dan nyaman bagi masyarakat dikarenakan banyak menghadapi

berbagai permasalahan ekonomi yang berkaitan dengan tujuan pembangunan

berkelanjutan. Urbanisasi ini melahirkan dinamika yang cukup kompleks bagi

perkotaan. Pertama adalah pada konsumsi energi. Pada 2016 saja, jika melihat

berdasarkan Publikasi Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Ibukota DKI

Jakarta 2016, konsumsi energi di Jakarta sebanyak 99 persen konsumsi energi

daerah atau 255 miliar setara barrel minyak (sbm) diserap oleh sektor transportasi.

Angka ini lebih tinggi daripada sektor industri dan rumah tangga yang kurang dari

1 persen. Sektor industri mengonsumsi 770 ribu sbm dan sektor rumah tangga

sebesar 62 juta sbm.

Berdasarkan data Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 2019, konsumsi

listrik di DKI Jakarta mencapai 32.779,2 giga watt hour (Gwh) dengan 4,4 juta

9
pelanggan. Listrik tersebut dikonsumsi mayoritas untuk kebutuhan rumah tangga,

yakni sebesar 13.199 Gwh atau hampir 40 persen dari total konsumsi. Sementara

itu, jumlah pelanggan listrik DKI Jakarta hanya 9,9 persen dari total konsumen di

Pulau Jawa atau sebesar 6,11 persen pelanggan nasional, konsumsinya mencapai

13,97 persen konsumsi nasional. Konsumsi energi masyarakat perkotaan yang

cenderung boros ini jelas mengkhawatirkan.

Kedua, berdasarkan hasil penelitian, kondisi laju pertumbuhan PDB per

tenaga kerja di Pulau Jawa, termasuk DKI Jakarta, menunjukkan adanya

perlambatan di sektor pengolahan, yang berdampak pada kontribusi sektor

industri manufaktur terhadap PDB nasional (Oktora, 2021). Selain itu, rendahnya

produktivitas tenaga kerja di Pulau Jawa, termasuk DKI Jakarta, menjadi

permasalahan yang perlu diperhatikan. Rata-rata produktivitas tenaga kerja

industri di Pulau Jawa tercatat di bawah produktivitas tenaga kerja di luar Jawa

dan secara nasional. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga

menyatakan bahwa rendahnya produktivitas merupakan salah satu masalah yang

dihadapi oleh pasar tenaga kerja di Indonesia.

Ketiga Industri manufaktur di DKI Jakarta menghadapi sejumlah

permasalahan yang dapat memengaruhi pertumbuhannya. Berdasarkan analisis

aglomerasi industri manufaktur besar dan sedang di DKI Jakarta antara tahun 1975-

1998 yang diteliti oleh Sonny Harry S, terdapat faktor skala ekonomi dalam

pemilihan lokasi yang menyebabkan beberapa perusahaan sejenis memilih berada

pada lokasi yang berdekatan. Hal ini dapat membawa dampak menurunnya biaya

produksi perusahaan, namun tidak semua sub-sektor industri mengalami

10
aglomerasi (BPS DKI Jakarta). Selain itu, statistik industri manufaktur Provinsi

DKI Jakarta tahun 2020 menunjukkan bahwa kontribusi industri manufaktur terus

mengalami penurunan, dari sekitar 20,5% rata-rata terhadap PDB menjadi 18,57%

Keempat, Jakarta memiliki PDB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan

dengan rata-rata nasional, namun ketimpangan pendapatan di kota ini cukup

tinggi. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Gini Jakarta yang mencapai 0.41 pada

tahun 2019, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 0.39.

Ketimpangan ini dapat menghambat pencapaian tujuan pembangunan

berkelanjutan, khususnya tujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam dan

antar negara (Tujuan 10).

Kelima, Meskipun DKI Jakarta memiliki pembangunan teknologi,

informasi, dan komunikasi yang tinggi, terdapat ketimpangan digital antara

wilayah perkotaan dan pedesaan. Hal ini dapat memengaruhi akses dan

pemanfaatan teknologi informasi di masyarakat, sehingga perlu adanya upaya

untuk memastikan pemerataan akses dan pemanfaatan teknologi informasi di

seluruh wilayah DKI Jakarta (Anwar Syaiful, 2021).

DKI Jakarta mengalami perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) yang tinggi, namun masih terdapat beberapa permasalahan terkait dengan

pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan data BPS, DKI Jakarta menjadi daerah

dengan pembangunan TIK terbesar nasional pada 2022 dengan skor 7,64 dari 10.

Meskipun begitu, capaian DKI Jakarta pada 2022 mengalami penurunan dari

sebelumnya yang sebesar 7,66 poin pada 2021. DKI Jakarta juga terpilih menjadi

provinsi dengan pembangunan TIK nasional tertinggi di tahun 2022. Selain itu, DKI

11
Jakarta memiliki pembangunan teknologi, informasi, dan komunikasi yang tinggi,

namun terdapat ketimpangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Oleh

karena itu, perlu adanya upaya untuk memastikan pemerataan akses dan

pemanfaatan teknologi informasi di seluruh wilayah DKI Jakarta. Meskipun

demikian, DKI Jakarta perlu terus berinovasi dalam menghadirkan infrastruktur

digital, masyarakat digital, pemerintah digital, dan ekonomi digital untuk

menciptakan ekosistem kota yang terintegrasi dengan teknologi. Penelitian terkait

pembangunan TIK menunjukkan adanya kesenjangan digital antara wilayah

perkotaan dan pedesaan, yang dapat memengaruhi akses dan pemanfaatan teknologi

informasi di Masyarakat. DKI Jakarta terpilih menjadi provinsi dengan

pembangunan TIK nasional tertinggi di tahun 2022, namun masih terdapat

permasalahan terkait dengan pembangunan TIK yang inklusif dan berkelanjutan.

Salah satu yang perlu diisi adalah perubahan paradigma pembangunan pedesaan

yang menggabungkan antara kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan

kearifan lokal, di mana keduanya akan saling menguatkan satu sama lain. Selain itu,

perlu adanya upaya untuk memastikan pemerataan akses dan pemanfaatan teknologi

informasi di seluruh wilayah DKI Jakarta.

Konsumsi listrik per kapita di Indonesia terbilang rendah dan masih

tertinggal dari sejumlah negara di kawasan ASEAN (Gumelar, 2017). Padahal

konsumsi listrik identik dengan aktivitas perekonomian suatu negara, semakin

tinggi konsumsi listrik maka semakin padat aktivitas perekonomiannya, dan

begitu pula sebaliknya. Indonesia juga menghadapi masalah pertumbuhan

ekonomi yang belum mencapai target dan masih dibawah ekspektasi. Hal tersebut

12
dikarenakan pemanfaatan indikator-indikator makroekonomi masih belum

dilakukan secara optimal, misalnya pertumbuhan investasi yang tinggi namun

tingkat konsumsi masih lemah, jumlah angkatan kerja yang menganggur masih

tinggi, dan pertumbuhan penduduk semakin meningkat. Peristiwa ini

menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian di Indonesia masih belum padat atau

dapat dikatakan jarang dan daya beli masyarakatnya rendah, sehingga

pertumbuhan ekonomi terhambat dan tidak dapat maksimal. (Febryta Aldila

Shinta Devy, Ahmad Zafrullah TN., 2019).

Gambar 1.3 Konsumsi Listrik Perkapita Indonesia 2015-2022

Secara tren, konsumsi listrik per kapita di Indonesia terus meningkat

sejak 2015. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2017 sebesar 6,8%.

Sedangkan, pertumbuhan terendah terjadi pada 2020, yakni 0,4%. Pemerintah pun

13
memperkirakan konsumsi listrik per kapita di dalam negeri akan meningkat pada

2023. Jumlahnya di proyeksi tumbuh 13,9% menjadi 1.336 kWh. Ini dipicu oleh

kapasitas terpasang pembangkit listrik diperkirakan semakin meningkat pada

tahun depan.

DKI Jakarta telah mencapai rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2022,

yang berarti setiap rumah tangga di DKI Jakarta memiliki akses ke listrik . Hal ini

menunjukkan keseriusan pemerintah dalam penyediaan energi listrik, yang

merupakan faktor penting dalam mendukung aktivitas ekonomi dan pertumbuhan

ekonomi Konsumsi listrik sering diidentifikasi sebagai indikator aktivitas

ekonomi suatu negara atau wilayah. Semakin tinggi konsumsi listrik, maka

semakin padat aktivitas perekonomian, dan sebaliknya (Statistik Energi

Terbarukan DKI Jakarta, 2020).

Dengan demikian, tingginya tingkat elektrifikasi dan konsumsi listrik di

DKI Jakarta dapat mencerminkan tingkat aktivitas ekonomi dan pertumbuhan

ekonomi yang kuat di wilayah tersebut. Terdapat penelitian sejenis yang telah

dilakukan dan menjadi salah satu acuan dalam penelitian ini, yaitu penelitian oleh

Adeyemi A. Ogundipe. Penelitian berjudul “Électricity Consumption and

Economic Growth in Nigeria”, melakukan pengujian pada hubungan antara

konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria periode 1980-2008 dengan

menggunakan metode Johansen and Juselius Co-integration berdasarkan model

pertumbuhan Cobb-Douglas (Ogundipe, 2013). Ogundipe (2013) menjelaskan

bahwa penelitiannya menemukan keberadaan hubungan kointegrasi diantara

variabel-variabel dalam model dengan indikator konsumsi listrik secara signifikan

14
terhadap pertumbuhan ekonomi. Peneliti juga menemukan hubungan kasualitas

timbal balik antara konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi. Ameyaw et al.

(2016) memasukkan variabel konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi,

hasilnya menyatakan bahwa ada kausalitas searah berjalan dari PDB untuk

konsumsi listrik.

Energi adalah faktor penting dalam hampir semua sektor ekonomi,

termasuk industri, transportasi, dan layanan. Dengan akses ke energi yang

terjangkau dan bersih, perusahaan dapat beroperasi dengan lebih efisien dan

produktif, yang pada gilirannya dapat menciptakan lebih banyak pekerjaan dan

mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi dan

pekerjaan layak (SDGs ke-8) juga dapat mendukung pencapaian energi bersih dan

terjangkau (SDGs ke-7). Misalnya, pertumbuhan ekonomi dapat memberikan

sumber daya yang diperlukan untuk investasi dalam teknologi energi bersih.

Selain itu, penciptaan pekerjaan di sektor energi bersih, seperti energi terbarukan,

dapat membantu mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan

ekonomi.

Berbagai penelitian yang berhubungan dengan Sustainability

Development Goals (SDGs) pernah dilakukan oleh Beatte Littig dan Erich

Griesller tentang Social Sustainability: A Catchword between Political

Pragmatism and Social Theory dengan hasil penelitian mengusulkan konsep

keberlanjutan yang didasarkan pada konsep kebutuhan dan kerja, sebagai proses

pertukaran utama antara masyarakat dan alam dan mendukung keberlanjutan

sosial dari segi konsep dan analitis.

15
Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tenaga

kerja adalah indikator penting dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dan

penciptaan pekerjaan yang layak, yang merupakan bagian dari Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-8. Di DKI Jakarta, laju pertumbuhan

PDRB per tenaga kerja dapat mencerminkan sejauh mana peningkatan output

ekonomi (PDRB) dapat dihubungkan dengan peningkatan jumlah tenaga kerja.

Jika laju pertumbuhan PDRB per tenaga kerja meningkat, ini berarti bahwa

produktivitas tenaga kerja meningkat, yang pada gilirannya dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan yang layak.

Laju Pertumbuhan PDRB Pertenagakerja


16
14
12
10
8
6
4
2
0

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022


laju pertumbuhan PDRB Pertenagakerja

Gambar 1.4 Laju Pertumbuhan PDRB Pertenaga Kerja di DKI Jakarta

Namun, data menunjukkan bahwa selama periode 2018 – 2022,

produktivitas tenaga kerja di Indonesia, termasuk di DKI Jakarta, berfluktuasi dan

cenderung menurun. Hal ini dapat berimplikasi pada penurunan pendapatan per

kapita dan perlambatan penurunan kemiskinan. Untuk mencapai SDGs ke-8, DKI

Jakarta perlu mengimplementasikan strategi dan kebijakan yang mendukung

16
peningkatan produktivitas tenaga kerja dan penciptaan pekerjaan yang layak,

seperti pelatihan dan pengembangan keterampilan tenaga kerja, peningkatan

kondisi kerja, dan peningkatan investasi di sektor-sektor ekonomi yang berpotensi

menciptakan pekerjaan yang layak. (Badan Pusat Statistik ketenagakerjaan, 2020).

Penelitian oleh Putra dan Djalante (2016) membahas bagaimana

pengembangan infrastruktur pelabuhan dapat mendukung

pembangunan berkelanjutan. Mereka menemukan bahwa infrastruktur pelabuhan

yang baik dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri, yang pada

gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi . Rinawiyanti dan Lianto

(2019) melakukan investigasi terhadap kapabilitas inovasi teknologi pada industri

alas kaki di Jawa Timur. Mereka menemukan bahwa inovasi teknologi dapat

meningkatkan daya saing industri dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan

Ramadhan dan Paujiah (2021) membahas bagaimana pemberdayaan desa melalui

peningkatan infrastruktur dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Mereka

menemukan bahwa peningkatan infrastruktur dapat meningkatkan akses

masyarakat desa terhadap pasar dan layanan keuangan, yang pada gilirannya dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (SDGs ke-8) sangat

bergantung pada perkembangan industri, inovasi, dan infrastruktur (SDGs ke-9).

Industri yang kuat dan infrastruktur yang baik dapat menciptakan lapangan kerja,

meningkatkan produktivitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu,

inovasi dapat membantu perusahaan menjadi lebih kompetitif, menciptakan

pekerjaan baru, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pertumbuhan

17
ekonomi dan pekerjaan layak (SDGs ke-8) juga dapat mendukung pencapaian

industri, inovasi, dan infrastruktur (SDGs ke-9). Misalnya, pertumbuhan ekonomi

dapat memberikan sumber daya yang diperlukan untuk investasi dalam

infrastruktur dan pengembangan industri. Selain itu, penciptaan pekerjaan yang

layak dapat membantu membangun tenaga kerja yang terampil dan inovatif, yang

penting untuk pengembangan industri dan inovasi (BPS DKI Jakarta,2020).

Dalam konteks DKI Jakarta, pemerintah telah berupaya untuk mencapai kedua

tujuan ini melalui berbagai inisiatif, seperti pengembangan infrastruktur

transportasi publik, peningkatan akses ke pendidikan dan pelatihan, dan promosi

industri kreatif dan teknologi. Dengan demikian, hubungan antara pertumbuhan

ekonomi (SDGs ke-8) dan perkembangan industri, inovasi, dan infrastruktur (SDGs

ke-9) saling mendukung. Pertumbuhan ekonomi dapat memberikan sumber daya

yang diperlukan untuk investasi dalam infrastruktur dan pengembangan industri,

sementara industri yang kuat dan infrastruktur yang baik dapat menciptakan

lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan ekonomi seringkali dikaitkan dengan proses

industrialisasi. Dimana pembangunan industri merupakan suatu kegiatan yang

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu untuk mencapai kualitas kehidupan

yang lebih baik. Sehingga pembangunan industri tidak hanya mencapai kegiatan

mandiri saja, tetapi mempunyai tujuan pokok untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di sekitarnya. Keberadaan industri juga sering dikaitkan dengan

peranan industri sebagai sektor pemimpin (leading sector), yaitu pembangunan

industri dapat memacu dan meningkatkan pembangunan sector sektor

lainnyaseperti sektor perdagangan, pertanian, ataupun sektor jasa. Yang dimaksud

18
industri disini adalah industri manufaktur.Industri Manufaktur diyakini

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, karena negara-negara berkembang

berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah

perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin sektor-

sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh karena itu,

sektor industri dipersiapkan agar mampu menjadi penggerak dan memimpin (the

leading sector) terhadap perkembangan sektor perekonomian lainnya, selain akan

mendorong perkembangan industri yang terkait dengannya Industri manufaktur di

DKI Jakarta memiliki kontribusi signifikan dalam pembentukan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut. Namun, data menunjukkan bahwa

kontribusi industri manufaktur dalam pembentukan PDRB di DKI Jakarta

menunjukkan tren penurunan dari tahun 2018 hingga tahun 2022.

Laju pertumbuhan PDB industri manufaktur di DKI Jakarta juga

mengalami fluktuasi selama periode 2018-2022. Pada tahun 2020, pertumbuhan

industri manufaktur di DKI Jakarta bahkan mencapai minus 10,36 persen, yang

sebagian besar dipengaruhi oleh pandemi COVID-19. Namun, pada tahun 2021,

pertumbuhan industri manufaktur kembali positif mencapai 11,06 persen,

menunjukkan kebangkitan dan adaptabilitas sektor manufaktur dalam menghadapi

tantangan.

Industri, inovasi, dan infrastruktur yang baik (SDGs ke-9) dapat

berkontribusi terhadap pengurangan kesenjangan pendapatan (SDGs ke-10). Industri

yang kuat dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan

mengurangi kesenjangan pendapatan. Inovasi dapat membantu menciptakan peluang

baru dan meningkatkan produktivitas, yang juga dapat berkontribusi terhadap

pengurangan kesenjangan pendapatan. Infrastruktur yang baik, seperti transportasi

dan teknologi informasi, dapat memfasilitasi akses ke pasar dan peluang kerja, yang
19
dapat membantu mengurangi kesenjangan pendapatan.

Sebaliknya, pengurangan kesenjangan pendapatan (SDGs ke-10) juga

dapat mendukung pencapaian industri, inovasi, dan infrastruktur (SDGs ke-9).

Misalnya, dengan mengurangi kesenjangan pendapatan, lebih banyak orang dapat

memiliki akses ke pendidikan dan pelatihan, yang penting untuk pengembangan

industri dan inovasi. Selain itu, pengurangan kesenjangan pendapatan juga dapat

meningkatkan permintaan konsumen, yang dapat mendorong pertumbuhan

industri.

Rasio Gini adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat

ketimpangan pendapatan. Nilai Rasio Gini berkisar antara 0 (ketika semua

pendapatan didistribusikan secara merata) hingga 1 (ketika satu individu atau

kelompok memiliki seluruh pendapatan) (World Bank, 2021).

Rasio Gini DKI Jakarta


Tahun 2015-2022
0.44

0.43

0.42

0.41

0.4

0.39

0.38

0.37
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Gambar 1.5 Rasio Gini DKI Jakarta 2015-2022

Pada Badan Pusat Statistik, Data menunjukkan bahwa Rasio Gini di DKI

Jakarta cenderung konstan dari tahun 2018 hingga 2022, menunjukkan adanya

kestabilan relatif dalam distribusi pendapatan di wilayah tersebut. Akan tetapi pada

2015-2018 mengalami ketidak stabilan dan menurun signifikan di tahun ke 2018.


20
Meskipun Rasio Gini yang sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam Rencana

Aksi Daerah (RAD) TPB Provinsi DKI Jakarta menunjukkan adanya upaya dalam

mengurangi ketimpangan pendapatan, namun masih ada permasalahan

ketimpangan yang perlu diatasi. Permasalahan tersebut antara lain adalah

ketimpangan pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan

rendah, ketimpangan akses terhadap pendidikan dan pelatihan, serta ketimpangan

dalam penciptaan lapangan kerja.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development

Goals/SDGs) nomor 17 berfokus pada kemitraan untuk mencapai tujuan. Tujuan

ini menekankan pentingnya kerjasama antara berbagai pihak, termasuk

pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan organisasi internasional, untuk

mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Kemitraan ini dapat mencakup

berbagai bentuk, termasuk kerjasama teknis, peningkatan kapasitas, pertukaran

pengetahuan dan inovasi, serta pembiayaan pembangunan. Indeks Pembangunan

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah ukuran yang digunakan untuk

menilai sejauh mana suatu wilayah atau negara telah memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Indeks

ini biasanya mencakup berbagai aspek, seperti infrastruktur TIK, akses dan

penggunaan TIK oleh individu dan bisnis, serta keterampilan TIK. (Napitupulu et

al., 2022).

DKI Jakarta, sebagai ibu kota negara, memiliki keterkaitan antara

Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 17 dan Indeks Pembangunan TIK.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) digunakan untuk mendukung kemitraan

dan kolaborasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. DKI Jakarta

telah meraih posisi tertinggi di bidang teknologi dan informasi dari tahun 2015-

2022, serta dianggap sebagai salah satu provinsi terbaik dalam menerapkan konsep
21
Smart City untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Program Jakarta

Smart City, yang telah ada sejak tahun 2014, menggunakan TIK untuk

meningkatkan pelayanan publik, mengoptimalkan sumber daya, dan mendukung

pembangunan yang berkelanjutan. Program ini bertujuan untuk mewujudkan Jakarta

Pintar yang informatif, transparan, dan mendukung kolaborasi teknologi dalam

melayani masyarakat yang lebih baik. Dengan slogan "open cities for smarter

cities," program ini mengukuhkan bahwa Jakarta adalah kota yang terbuka akan

informasi dan data yang mereka punya, sehingga membuat masyarakat semakin

paham akan pengembangan kotanya. Kontribusi TIK terhadap kelompok

ketimpangan pendapatan daerah juga telah diteliti. Teknologi informasi dan

komunikasi (TIK) menjadikan aktivitas perekonomian seperti produksi dan

distribusi barang dan jasa dapat menjadi lebih efektif dan efisien. Indeks

Pembangunan TIK (IP-TIK) juga mampu mengukur pertumbuhan pembangunan

TIK, kesenjangan digital antarwilayah, dan potensi pembangunan TIK. Dengan

demikian, DKI Jakarta telah aktif menggunakan TIK, terutama dalam konsep Smart

City, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan mencapai tujuan SDGs

nomor 17.

Selain itu, pengembangan dan pemanfaatan TIK juga dapat berkontribusi

langsung terhadap pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Misalnya, melalui

penciptaan lapangan kerja baru di sektor TIK, peningkatan produktivitas dan

efisiensi bisnis melalui penggunaan teknologi, serta peningkatan akses dan

partisipasi masyarakat dalam ekonomi digital .Namun, masih ada tantangan dalam

mencapai universalitas dan keterjangkauan akses internet, terutama di daerah-

daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Oleh karena itu, diperlukan kerjasama

antara berbagai pemangku kepentingan, baik di tingkat nasional maupun

22
internasional, untuk memobilisasi dan membagi pengetahuan, keahlian, teknologi,

dan sumber daya keuangan. Peningkatan kerjasama Utara-Selatan, Selatan-Selatan,

dan Kerjasama Triangular juga diperlukan untuk meningkatkan akses terhadap

sains, teknologi, dan inovasi. Dengan demikian, pembangunan TIK dapat

berkontribusi terhadap pengurangan ketimpangan pendapatan dan pencapaian TPB

ke-17.

Penelitian terdahulu (Alfa, 2019) yang berfokus pada analisis keselarasan

tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dengan rencana pembangunan jangka

menengah di Kabupaten Rokan Hulu menunjukkan bahwa masih ada kekurangan

data dan indikator yang diperlukan untuk mengukur pencapaian target SDGs.

Penelitian ini menunjukkan bahwa hanya 8,11% indikator yang serupa dan 10,36%

indikator proxy yang digunakan, sementara sebagian besar indikator lainnya masih

perlu dikembangkan. Data pada DKI Jakarta juga menunjukkan bahwa pengguna

ennergi listrik mengalami peningkatan atau pemborosan dikarenakan musim

kemarau yang berkepanjangan, Selain itu laju pertumbuhan PDB pertenagakerja

menurun dari tahun sebelumnya, pada industri manufaktur DKI Jakarta mengalami

perlambatan, memiliki ketimpangan pendapatan yang tinggi akan tetapi DKI Jakarta

selalu unggul di bidang teknologi. Untuk mengatasinya perlu adanya upaya

kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk meningkatkan

pengumpulan data yang lebih baik, merancang kebijakan yang mendukung

pembangunan berkelanjutan, dan mengidentifikasi solusi konkret untuk masalah

yang dihadapi.

Hal ini memunculkan gap dalam penelitian ini diantaranya adalah

pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta mengalami kenaikan positif akan tetapi faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan pada pilar ekonomi SDGs ada yang menghambat

23
pertumbuhan ekonomi yang seharusnya, selain itu ketersediaan dan kualitas data

yang diperlukan untuk mengukur pencapaian target SDGs, khususnya dalam

konteks pilar ekonomi. Ditambah masih jarang dan terbatasnya penelitian yang

meneliti implementasi tujuan pembangunan berkelanjutan dalam pengelompokkan

pilar ekonomi, sosial ataupun lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah. Oleh karena itu, penulis ingin mengidentifikasi dan mengembangkan

indikator-indikator yang relevan pada pilar ekonomi pada Sustainable Development

Goals (SDGs), terutama pada goals 7, 8, 9, 10, dan 17 di DKI Jakarta. Dengan

mengatasi kesenjangan digital, memahami hubungan konsumsi listrik dengan

pertumbuhan ekonomi, dan mengeksplorasi dampak TIK dalam sektor-sektor kunci,

penelitian ini dapat memberikan kontribusi signifikan untuk merumuskan indikator

pembangunan berkelanjutan yang dapat diaplikasikan dalam konteks ibu kota

negara dengan pusat ekonomi dan populasi yang padat seperti DKI Jakarta. Dengan

demikian, penelitian ini memiliki potensi untuk membuka wawasan dan solusi

terhadap pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut. Dari penjelasan di atas

maka penulis mengangkat judul “Analisis Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

(SDGs) pada pilar ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta”.

24
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran SDGs dalam Pilar ekonomi (nomor 7,8,9,10 dan 17)

untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta?

2. Bagaimana pengaruh masing-masing indikator dari pilar ekonomi SDGs

terhadap pertumbuhan ekonomi dki Jakarta?

3. Bagaimana pengaruh SDGs aspek ekonomi dalam bersama-sama

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta?

4. Bagaimana pengaruh indikator pilar ekonomi SDGs DKI Jakarta dapat

melihat pembangunan berkelanjutan DKI Jakarta kedepannya ?

25
C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi peran SDGs dalam pilar ekonomi

untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta.

2. Untuk melihat apakah indikator yang digunakan dalam pilar ekonomi

SDGs masing-masing dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi DKI

Jakarta

3. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi indikator yang digunakan dalam

pilar ekonomi SDGs bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

DKI Jakarta.

4. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi indikator pilar ekonomi SDGs

dapat melihat pembangunan berkelanjutan DKI Jakarta kedepannya.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada literatur akademik

mengenai hubungan antara tujuan pembangunan berkelanjutan dan

pertumbuhan ekonomi dan Indikator SDGs pada pilar ekonomi yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi khususnya dalam konteks perkotaan

seperti DKI Jakarta.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah dan pembuat

kebijakan untuk merumuskan dan mengevaluasi strategi pembangunan

26
berkelanjutan di DKI Jakarta. Misalnya, penelitian ini dapat memberikan

wawasan tentang sektor-sektor ekonomi mana yang paling berkontribusi

terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana tujuan pembangunan

berkelanjutan dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan dan program di sektor-

sektor tersebut.

3. Untuk Masyarakat

Penelitian ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang

pentingnya pembangunan berkelanjutan dan bagaimana hal ini berdampak pada

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di DKI Jakarta.

27
28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai