Anda di halaman 1dari 74

PERAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN


SIRAPIT KABUPATEN LANGKAT

PROPOSAL TESIS

Oleh

PUTRI NIRWANA SARI


207003015/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii


DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 9


2.1 Pembangunan Pertanian ................................................... 9
2.2 Peran Sektor Pertanian dan Komoditas Pangan ................ 10
2.3 Konsep Pengembangan Wilayah ...................................... 12
2.4 Teori Basis Ekonomi ......................................................... 14
2.5 Pengembangan Kawasan Berasis Komoditas Unggulan .. 15
2.6 Pendapatan petani ............................................................. 18
2.7 Faktor Pendukung Komoditas Unggulan ......................... 19
2.8 Permasalahan dan Strategi Pengembangan Tanaman
Pangan Dinas Pertanian Kab. Langkat .............................. 22
2.9 Penelitian Terdahulu ......................................................... 25
2.10 Kerangka Pemikiran .......................................................... 27
2.11 Hipotesis .......................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 31


3.1. Lokasi Penelitian ............................................................... 31
3.2. Jenis Penelitian ................................................................. 32
3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data................................ 33
3.4. Populasi dan Sampe .......................................................... 34
3.5. Variabel Penelitian ............................................................ 36
3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................ 37
3.7. Metode Analisis Data ....................................................... 37
3.8. Definis Operasional Variaberl Penelitian ......................... 50

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 52

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Langkat Tahun
4
2016- 2020 (milyar) ……………………………………………...
Tabel 2.1 Pemasalah Sektor Pertanian di Kabupaten Langkat……………... 22
Tabel 2.2 Daftar Penelitian Terdahulu …………………………………….. 25
Tabel 3.1 Luas Lahan Pertanian Menurut Kecamatan Kab. Langkat ……… 32
Tabel 3.2 Jumlah Petani Tanaman Pangan di Kecamatan Sirapit …………. 34
Tabel 3.3 Skala Perbandingan (Saaty. 1994) ………………………………. 45
Tabel 3.4 Penjumlahan Tiap Kolom ……………………………………….. 46
Tabel 3.5 Matrik Nilai Kriteria …………………………………………….. 47
Tabel 3.6 Matrik Perkalian ………………………………………………… 47
Tabel 3.7 Matrik Penjumlahan Baris ………………………………………. 47

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Administratif Kab. Langkat……………………………….. 3


Gambar 1.2 Peranan PDRB Subsektor Tanaman Pangan Ta. 2016-2020 …... 5
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ………………………………... 29
Gambar 3.1 Peta Administratif Kec. Sirapit ………………………………… 31
Gambar 3.2 Struktur Hierarki AHP …………………………………………. 44

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena berfungsi

sebagai penyedia pangan, pakan untuk ternak, dan bioenergi. Peran pertanian sangat

strategis dalam mendukung perekonomian nasional, terutama mewujudkan ketahanan

pangan, peningkatan daya saing, penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan

kemiskinan. Di sisi lain, penyediaan kebutuhan pangan masyarakat merupakan tugas

utama yang tidak ringan, yaitu diperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2050

mencapai 322 juta jiwa, terbesar kelima di dunia setelah Tiongkok, India, Nigeria dan

Amerika (United Nations, 2017).

Salah satu kebijakan pada Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2020-2024

adalah Pembangunan pertanian yang diarahkan pada peningkatan ketahanan pangan

dan daya saing pertanian. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan

bagi negara sampai perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup

ditinjau dari jumlah maupun mutu, selain itu, menjamin pangan yang aman, beragam,

bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan

budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Langkah pemerintah dalam menetapkan sektor tanaman pangan menjadi sektor

strategis pembangunan dan memiliki sasaran untuk peningkatan ketahanan pangan

salah satunya disebabkan tingginya kebutuhan masyarakat akan tanaman pangan.

Komoditas strategis pertanian merupakan komoditas-komoditas pertanian yang

bernilai ekonomi cukup tinggi untuk menjaga ketahanan pangan (stabilitas harga) agar

1
tidak terjadi inflasi. Komoditas-komoditas subsektor tanaman pangan strategis tersebut

di antaranya komoditas padi, jagung dan kedelai.

Keterbatasan dana pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan nasional

telah mendorong dikembangkannya otonomi daerah yang memperkuat desentralisasi

dan debirokratisasi, dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang RI No. 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka pemerintah

daerah berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi suatu daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa suatu daerah seharusnya tidak

bergantung lagi pada dana anggaran pusat dan diharapkan dapat mendorong kontribusi

sektor-sektor ekonomi yang berbasis sektor pertanian yang memiliki potensi besar

dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya untuk mendukung

keberhasilan pelaksanaan pembangunan wilayah di daerah tersebut. Melalui penguatan

sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan di daerah, arah pembangunan

diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja di pedesaan, memberikan perlindungan

sosial, meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten terluas di wilayah Pantai

Timur Propinsi Sumatera Utara yaitu sekitar 6.263,29 km2 atau 8,74 persen dari total

luas Sumatera Utara, secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 3°14’00”–

4°13’00” Lintang Utara, 97°52’00’ – 98° 45’00” Bujur Timur dan 4 – 105 m dari

permukaan laut dan menempati area seluas ± 6.263,29 Km2 (626.329 Ha) yang terdiri

dari 23 Kecamatan dan 240 Desa serta 37 Kelurahan Definitif. Kabupaten Langkat

merupakan salah satu kabupaten terbesar ketiga penyumbang PDRB untuk

2
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara setelah Kota Medan dan Kabupaten

Deli Serdang.

Gambar 1.1. Peta Administrasi Kab. Langkat

Berdasarkan data PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 hingga 2020, PDRB Kabupaten Langkat

memberikan kontribusi rata-rata sebesar 5,31 persen terhadap PDRB Provinsi Sumut.

PDRB Langkat tahun 2017 sebesar 37.032,25 milyar meningkat signifikan hingga

sebesar 43.208 milyar pada tahun 2020 (BPS Provsu. 2020). Perananan sektoral

pembentukan PDRB Kabupaten Langkat cukup bervariasi yakni terdiri dari 17 sektor

usaha. Lima sektor usaha pembentuk PDRB yang memiliki peranan terbesar secara

berurut pada tahun 2020 adalah sektor pertanian 39,57 persen, yang diikuti sektor

Industri Pengolahan 15,89 persen, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor 11,19 persen, Pertambangan dan Penggalian 9,22 persen dan sektor

konstruksi 7,42 persen.

3
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut
Lapangan Usaha Tahun 2016-2020 (Juta Rp.)
No Lapangan Usaha 2016 2017 2018 2019 2020
1 Pertanian 13.472,660 14.524,14 15.551,28 16.471,77 17.095,45
2 Pertambangan dan 3.339,6 3 547,68 3 826,74 4 055,45 3 982,29
3 Penggalian 5.244,67 6 010,75 6 410,49 6 711,51 6 864,11
4 Industri Pengolahan 63,29 75,26 80,52 85,40 87,57
Pengadaaan Listrik dan Gas
5 Pengadaan Air, Pengelolaan 11,66 13,05 14,11 15,24 15,84
6 Sampah dan Daur ulang 2.533,47 2 725,86 3 000,67 3 242,94 3 207,42
7 Konstruksi 3 851,63 4 055,49 4 408,86 4 799,03 4 834,13
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan
8 Sepeda Motor 795,00 866,95 940,86 1 032,35 961,83
9 Transportasi dan Pergudangan 735,47 833,58 909,10 996,37 927,17
Penyediaan Akomodasi dan
Makanan
10 Informasi dan Komunikasi 319,76 355,58 395,92 443,86 493,45
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 701,88 756,82 815,60 847,05 829,99
12 Real Estate 995,64 1 083,03 1 189,54 1 299,59 1 330,72
13 Jasa Perusahaan 188,74 209,36 225,38 255,26 250,00
14 Administrasi Pemerintahan 1.236,36 1 310,37 1 371,85 1 454,44 1 504,04
dan Pertanahan
15 Jasa Pendidikan 383,75 411,01 446,08 488,62 508,57
16 Jasa Kesehatan dan Sosial 161,37 175,99 196,04 221,21 224,75
17 Jasa Lainnya 70,01 77,32 84,62 95,10 90,68

Total PDRB 34.104,97 37.032,25 39.867,65 42.515,18 43.208,00


Sumber : BPS: PDRB Kabupaten Langkat Tahun 2016- 2020.

Sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar menyumbang ekonomi

Kabupaten Langkat, data PDRB ADHB tahun 2016 hingga 2020 menunjukkan bahwa

nilai PDRB Sektor pertanian terus mengalami peningkatan, tetapi peningkatan tersebut

tidak diikuti dengan laju pertumbuhan sektor pertanian tersebut. Laju pertumbuhan

sektor pertanian mengalami perlambatan yang juga berdampak pada penurunan salah

satu subsektor pertanian terbesar kedua di Kabupaten Langkat, yaitu subsektor

tanaman pangan. Sesuai data (BPS. 2020) peranan subsektor tanaman pangan

terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Langkat sepanjang tahun 2016 hingga 2020

berfluktuasi yang cenderung menurun, dari tahun 2016, subsektor tanaman pangan

memberikan kontribusi PDRB sebesar 16,48 persen, namun padatahun 2020

kontribusi subsektor tanaman pangan turun menjadi 15,83 persen. Komoditas

4
tanamana pangan yang dominan dihasilkan Kabupaten Langkat selain padi sawah

adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau.

16,48

15,87 15,94
15,83

15,4

2016 2017 2018 2019 2020

Gambar 1.2. Peranan PDRB Subsektor Tanaman Pangan Tahun 2016-2020

Tahun 2018 Kabupaten Langkat telah ditetapkan sebagai kawasan pertanian

tanaman pangan sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pertanian

nomor 472/Kpts/RC.040/6/2018 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Nasional, dengan

adanya penetapan kawasan tersebut, pengembangan tanaman pangan di Kabupaten

Langkat menjadi salah satu program strategis yang mendapatkan alokasi bantuan

anggaran serta program kegiatan Kementerian Pertanian. Dengan demikian,

semestinya subsektor tanaman pangan di Kabupaten Langkat mampu menjadi leading

sector serta keunggulan kompetitif yang mampu mempercepat peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang juga berkontribusi pada peningkatan

PDRB subsektor tanaman pangan di Kabupaten Langkat.

Potensi pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Langkat cukup besar,

sebagian besar penduduk Kabupaten Langkat bermata pencaharian dari sektor

pertanian, menurut data Sistem Penyuluhan Pertanian (Simluhtan) tahun 2021

menyebutkan kelembagaan kelompok tani di Kabupaten Langkat lebih didominasi

5
oleh petani subsektor tanaman pangan, terutama tanaman padi dengan jumlah 745

poktan yang kemudian disusul oleh petani subsektor tanaman perkebunan 553 poktan.

Kecamatan Sirapit merupakan salah satu lumbung pangan bagi masyarakat di

Kabupaten Langkat terutama komoditas tanaman pangan komoditas padi, dengan

potensi lahan pertanian yang dimiliki sekitar 1.433 ha, atau 4,21 persen dari luas total

lahan pertanian di Kabupaten Langkat, Kecamatan Sirapit mampu menghasilkan

tingkat produktivitas padi sawah paling tinggi di Kabupaten Langkat yaitu sebesar

66,62 Kw/ Ha (BPS Kab. Langkat 2020), tetapi tingkat produktivitas masih

mengalami fluktuasi. Sebagai salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan,

komoditas tanaman pangan di Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat merupakan

sektor yang dapat menjadi leading sector (sektor unggulan) dan juga economic base

(ekonomi basis) pada wilayah ini. Menurut Khairati (2019) komoditas subsektor

tanaman pangan yang menjadi basis unggulan di Kecamatan Sirapit adalah padi,

jagung, ubi jalar dan kacang tanah.

Meskipun secara statistik nilai PDRB sektor pertanian kabupaten Langkat selalu

terlihat positif, namun belum memberikan dampak signifikan bagi kemajuan

pengembangan wilayah di Kabupaten Langkat. Masih terjadi beberapa permasalahan

pokok secara umum terkait pengembangan sektor pertanian dalam upaya

pengembangan pertanian di Kabupaten Langkat seperti ketersediaan benih unggul,

ketersediaan pupuk yang memadai, ketersediaan air, rusaknya jaringan irigasi,

minimnya alat mekanisasi pertanian, jatuhnya harga saat panen, lemahnya permodalan

kelompok tani, dan sempitnya kepemilikan lahan (Dinas Pertanian dan Ketapang.

2020).

6
Menurut Ramiawati (2020) untuk mencapai prioritas pengembangan komoditi

pertanian yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan keseimbangan wilayah maka

salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam optimalisasi sumber daya yaitu dengan

mengidentifikasi komoditi-komoditi pertanian yang menjadi basis wilayahnya.

Dengan mengenali potensi wilayahnya maka dapat diketahui sub sektor dan komoditas

pertanian basis yang dapat diprioritaskan untuk dikembangkan sehingga penetapan

kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Langkat dalam pembangunan wilayah

berbasis komoditi pertanian di masa mendatang lebih terarah dan efisien.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti sangat tertarik untuk menganalisis

komoditas apa yang menjadi komoditas unggulan tanaman pangan dan bagaimana

pengaruh ketersediaan faktor-faktor pendukung dari komoditas unggulan tanaman

berpengaruh terhadap pendapatan petani tanaman pangan serta bagaimana strategi

program prioritas dari komoditas unggulan tanaman pangan dalam pengembangan

wilayah di Kabupaten Langkat.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti, yaitu :

1. Apakah komoditas unggulan tanaman pangan yang menjadi basis di Kabupaten

Langkat ?

2. Bagaimana pengaruh ketersediaan faktor pendukung komoditas unggulan

tanaman pangan terhadap pendapatan petani di kabupaten Langkat ?

3. Bagaimana prioritas strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan

dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Langkat?

7
1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis komoditas unggulan subsektor tanaman pangan yang

menjadi basis di Kabupaten Langkat.

2. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh ketersediaan faktor pendukung

komoditas unggulan tanaman pangan terhadap pendapatan petani di kabupaten

Langkat ?

3. Untuk menganalisis prioritas strategi pengembangan komoditas unggulan

tanaman pangan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kabupaten

Langkat

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten

Langkat dalam perumusan perencanaan dan strategi pengembangan wilayah

berdasarkan basis unggulan sektor tanaman pangan.

2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Pascasarjana khususnya program studi

perencanaan pembangunan wilayah pedesaan maupun pemerintah yang terkait.

3. Sebagai bahan masukan dan kontribusi bagi kemajuan pendidikan dan sebagai

tambahan khazanah ilmu pengetahuan.

4. Sebagai bahan pertimbangan serata memberikan masukan kepada pemerintah

pusat dan daerah agar dapat mengoptimalkan sektor basis unggulan tanaman

pangan dalam pengembangan wilayahnya.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat pontensial dalam

memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional.

Sektor pertanian akan selalu berjalan selama manusia masih memerlukan makanan

untuk mempertahankan hidup dan bahan baku dalam industri (Hayati,dkk. 2017),

dalam konteks tersebut (Su’ud dan Salihin, 2004) berpendapat bahwa pertanian yang

paling berhasil adalah pertanian yang peran utamanya dapat memberikan makan

secukupnya kepada rakyat di pedesaan dan juga dapat menyediakan bahan makanan

yang sebanyak-banyaknya untuk penduduk kota. Pertanian merupakan andalan

ekonomi berkembang yang dapat menopang ketahanan pangan, pendapatan ekspor

dan pembangunan pedesaan.

Menurut Mosher (1987) pembangunan pertanian adalah suatu bagian integral

dari pada pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Secara luas

pembangunan pertanian bukan hanya proses atau kegiatan menambah produksi

pertanian melainkan sebuah proses yang menghasilkan perubahan sosial baik nilai,

norma, perilaku, lembaga, sosial dan sebagainya demi mencapai pertumbuhan

ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat yang lebih baik.

Sedangkan menurut Bank Dunia (2019) Pembangunan pertanian tetap menjadi salah

satu alat efektif untuk menyelesaikan kemiskinan, meningkatkan kemakmuran dan

dapat menyediakan bahan makanan kepada 9,7 miliar orang yang diproyeksikan untuk

tahun 2050 dengan mengikuti kaidah seperti yang disampaikan oleh Mosher bahwa

9
dalam upaya mpembangunan pertanian tidak bisa lepas dari penggunaan teknologi

baru. Hal ini disebabkan karena preferensi konsumen akan produk pertanian sangat

dinamis atau cepat berubah. Berkaitan dengan hal itu, terdapat lima faktor pokok yang

perlu diperhatikan dan senantiasa dipenuhi dalam pembangunan pertanian, yaitu : a)

Adanya pasar produk pertanian. b) Adanya teknologi yang selalu berubah yang

dikuasai petani. c) Adanya ketersediaan sarana produksi secara lokal. d) Adanya

insentif produksi bagi petani. e) Adanya transport yang memadai.

2.2 . Peran Sektor Pertanian dan Komoditas Pangan

Teori klasik Kuznets (Todaro, 2000) menyebutkan bahwa sektor pertanian

mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional bagi negara

berkembang. Peran tersebut diwujudkan dalam bentuk sumbangan produk, sumbangan

pasar dan sumbangan devisa dan menopang perekonomian suatu Negara.

Secara rinci Dumasari (2020) menyatakan bahwa sektor pertanian memiliki

peran yang sangat strategis karena memiliki peranan yang mendasar yaitu sebagai

berikut ; (1) Sektor pertanian berperan sebagai wadah utama untuk menghidupi

sebagian besar penduduk di berbagai negara agraris termasuk Indonesia. (2) Sektor

pertanian berperan sebagai suatu sektor yang khusus menyediakan secara langsung

bahan pangan dan gizi bagi seluruh penduduk baik di masa sekarang maupun masa

mendatang. (3) Kontribusi sektor pertanian terhadap devisa negara cukup besar baik

sebelum maupun sesudah krisis ekonomi. (4) Sektor pertanian berperan juga sebagai

sektor yang paling bertahan dalam menghadapi berbagai jenis guncangan krisis

perekonomian. (5) Sektor pertanian berperan sebagai penyerap tenaga kerja terbesar

dibandingkan sektor lain. (6) Sektor pertanian berperan sebagai hulu bagi sektor lain.

Dalam artian sektor pertanian menyediakan bahan baku, tenaga kerja yang murah,

10
modal, konsumen produk minimal bagi pembangunan awal sektor industri dan sektor

lain.

Salah satu subsektor pada sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan.

Subsektor tanaman pangan memiliki posisi dan peranan yang penting dan strategis,

baik bagi pembangunan sektor pertanian maupun perekonomian nasional. Menurut

(BPS. 2017) subsektor tanaman pangan meliputi semua kegiatan ekonomi yang

menghasilkan komoditas bahan pangan. Komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan

tanaman pangan meliputi padi, palawija (jagung, kedele, kacang tanah, kacang hijau,

ubi jalar, ubi kayu, palawija lainnya, seperti talas, dll), serta tanaman serelia lainnya

seperti sorgum, gandum, dll. Keseluruhan komoditas di atas masuk ke dalam

subkategori tanaman semusim, dengan wujud produksi pada saat panen atau wujud

produksi baku lainnya yang masih termasuk dalam lingkup kategori pertanian. Contoh

wujud produksi pada komoditas pertanian tanaman pangan antara lain: padi dalam

wujud Gabah Kering Giling (GKG), jagung dalam wujud pipilan kering, dan ubi kayu

dalam wujud umbi basah.

Menurut (Muslim, 2020) subsektor tanaman pangan merupakan penghasil

komoditas dan produk pangan pokok dan strategis nasional (seperti beras, jagung,

kedelai, dan ubi kayu) yang berkontribusi pada penyedia lapangan usaha serta sumber

pendapatan bagi rumah tangga petani dan menunjang perekonomian perdesaan,

menjaga dan menstabilisasi inflasi baik pangan dan agregat, menyumbang nilai

tambah yang diukur dengan nilai produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian, dan

berperan menjaga keseimbangan neraca perdagangan baik subsektoral maupun

sektoral pertanian melalui kegiatan ekspor dan impor.

11
Dalam fungsinya sebagai penyedia pangan, menurut (Setiabudi, 2015) terdapat

enam masalah mendasar yang dipandang dapat menjadi penghambat dalam

pencapaian kedaulatan pangan di Indonesia yaitu; (1) Banyaknya jaringan irigasi

(52%) telah mengalami kerusakan; (2) Rendahnya penggunaan benih unggul

bersertifikat (20%) (3) Penyediaan pupuk bersubsidi sehingga menganggu ketepatan

jumlah dan waktu distribusi (4) Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian menurun

dengan laju 500 ribu rumah tangga per tahun; (5) Pendampingan oleh penyuluh belum

optimal karena jumlah PPL dan Tenaga Harian Lepas kurang memadai; (6) Koordinasi

antar pemangku kepentingan dalam peningkatan produksi padi masih lemah.

2.3 Konsep Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,

meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Menurut Undang-undang Nomor 26

tahun 2007 tentang Penataan Ruang, (UU 26/2007) wilayah adalah ruang yang

merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait, yang batas dan sistemnya

ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Konsep

pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang

menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman

praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis (Sirojuzilam dan Mahalli,

2010). Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar suatu wilayah

berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah

dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki secara

harmonis, serasi, dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat terpadu dan

komprehensif. Keterpaduan mencakup bidang ilmu, sektoral, wilayah, dan hirarki

pemerintahan. Komprehensif terhadap aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan

12
lingkungan hidup (Djakapermana, 2010). Sedangkan menurut (Miraza, 2005) di dalam

sebuah wilayah terdapat berbagai unsur pembangunan yang dapat digerakkan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur dimaksud seperti sumber daya alam

(natural resources), sumber daya manusia (human resources), infrastruktur

(infrastructure), teknologi (technology) dan budaya (culture).

Pada sudut pandang aspek yang terlibat, Nasution (2009) mengungkapkan

bahwa pengembangan wilayah merupakan proses pemberdayaan masyarakat dengan

segala potensinya yang melibatkan seluruh aktivitas masyarakat di dalam suatu

wilayah, baik aspek ekonomi, sosial dan budaya, maupun aspek-aspek lainnya.

Sedangkan Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti

peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu

menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang

rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-

usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun

kualitasnya.

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan

bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan

yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di

mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Mulyanto, 2008). Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah

pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat

suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat

kesejahteraan masyarakat yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa

13
yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti

jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Setiap daerah mempunyai potensi dan keunggulan ekonomi yang dapat menjadi

sumber pertumbuhan wilayah. Untuk menjamin potensi unggulan daerah dapat

berkembang sesuai dengan tujuan pembangunan daerah, maka setiap pemerintah

daerah senantiasa berupaya memberikan perhatian dan fasilitas yang memadai sesuai

dengan kemampuan daerah masing-masing. Pengembangan potensi unggulan daerah

yang dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan sesuai dengan rencana pembangunan

daerah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ekonomi daerah. Kemampuan

memacu pertumbuhan suatu wilayah atau daerah sangat tergantung dari keunggulan

atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi, et al, 2009). Wilayah

dapat berkembang melalui berkembangnya sektor unggulan pada wilayah tersebut

yang mendorong pengembangan sektor lainnya, sehingga pengembangan sektor

menjadi salah satu pendekatan yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan

wilayah (Djakapermana, 2010). Oleh sebab itu pendekatan sektoral masih menjadi

salah satu strategi dalam membangun potensi ekonomi wilayah. Pendekatan sektoral

lebih difokuskan pada upaya peningkatan produktivitas sektor ekonomi yang dapat

berperan sebagai penggerak ekonomi wilayah. Pengembangan wilayah terjadi akibat

adanya berbagai faktor yang saling berpengaruh.

2.4. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) mendasarkan padangannnya

bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan

ekspor dari wilayah tersebut. (Tarigan, 2003) mengemukakan teori basis ekonomi

(economic base theory) adalah salah satu teori atau pendekatan yang bertujuan untuk

14
menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Ide pokoknya adalah beberapa

aktifitas ekonomi didalam suatu wilayah secara khusus merupakan aktifitas-aktifitas

basis ekonomi, yaitu dalam arti pertumbuhannya mempimpin dan menentukan

perkembangan wilayah secara keseluruhan, sementara aktivitas-aktivitas lainnya yang

non basis adalah secara sederhana merupakan konsekuensi dari keseluruhan

perkembangan wilayah tersebut. (Sirojuzilam, 2015:99) Maka perekonomian wilayah

dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu aktifitas-aktifitas basis dan aktifitas-aktifitas

bukan basis (non basis). Menurut (Glasson 1978) menyatakan aktifitas-aktifitas basis

adalah aktifitas – aktifitas yang mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat diluar

batas-batas perekonomian wilayah yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-

barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang dari luar perbatasan perekonomian

masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan aktifitas-aktifitas non basis adalah

aktifitas-aktifitas yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang -

orang yang bertempat tinggal didalam batas-batas perekonomian masyarakat yang

bersangkutan.

Pendekatan ekonomi basis percaya bahwa pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah hanya akan terjadi jika komponen ekonomi basisnya berkembang karena

mempunyai efek multiplier yang besar. Pertumbuhan basis ekspor suatu wilayah akan

mendorong masuknya dana ke ekonomi lokal. (Sirojuzilam, 2015:173)

2.5. Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Unggulan

Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

Kegiatan pembangunan ekonomi bertumpu pada kawasan budidaya. Selain itu

terdapat undang-undang terkait lainya seperti UU nomor 17/2003 tentang Keuangan

Negara, UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU

15
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Keempat undang-undang

tersebut memiliki kesamaan visi pembangunan nasional, yaitu: (1) berlandaskan pada

azas ekonomis, efisien, efektif dan transparan; (2) berbasis kinerja yang berorientasi

outcome; (3) berhorizon pengeluaran jangka menengah; (4) berdimensi wilayah; (5)

dilaksanakan dalam kerangka otonomi daerah; (6) dirancang dengan mengakomodasi

pendekatan politik, top-down policy dan bottom-up planning; dan (7) disusun secara

teknokratis dan berbasis pada penataan ruang.

Implementasi pengembangan kawasan komoditas unggulan yang dilandasi

oleh Permentan Nomor 50/2012 dimaksudkan untuk memadukan serangkaian program

dan kegiatan pembangunan pertanian menjadi suatu kesatuan yang utuh baik dalam

perspektif sistem maupun wilayah, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing

komoditas, wilayah serta pada gilirannya kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha

tani. Pengembangan kawasan komoditas unggulan merupakan berbagai upaya untuk

memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil

kesenjangan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah, maka model

pengembangan kawasan komoditas unggulan sangat-sangat terkait erat dengan

pengembangan kawasan nasional. Pengembangan kawasan komoditas unggulan perlu

dipadukan dengan kawasan lain dan implementasi pengembangannya merupakan

kawasan terpadu dari berbagai kawasan. Berdasarkan hal ini, pengembangan kawasan

komoditas unggulan merupakan bagian tak terpisahkan dengan pengembangan

berbagai kawasan lain pada masing-masing kabupaten/kota.

Setiyanto, dkk (2015) mengungkapkan bahwa pengembangan komoditas

pertanian dengan basis wilayah atau kawasan sangat diperlukan karena

16
mempertimbangkan beberapa antara lain; (1) pembangunan pertanian memiliki

keterkaitan erat dengan ketetapan tata ruang dan wilayah yang mengarahkan dimana

lokasi kawasan budidaya, termasuk kawasan budidaya untuk pengembangan

komoditas pertanian; (2) keterbatasan anggaran pembangunan menyebabkan

pemerintah pusat dan daerah perlu memilih usaha pertanian mulai dari hulu hingga

hilir yang diprioritaskan untuk dikembangkan. Penetapan prioritas tersebut perlu

dilakukan agar kegiatan pembangunan pertanian dapat lebih fokus yang pada akhirnya

akan berdampak pada meningkatnya efisiensi anggaran pembangunan; (3)

Pembangunan pertanian dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan diantaranya

berbasis pada faktor-faktor sumber daya. Faktor sumber daya dapat meliputi kekayaan

alam, tenaga kerja, lokasi strategis untuk pengembangan komoditas tertentu,

penguasaan modal, teknologi; (4) setiap wilayah atau kawasan memiliki karakteristik

tertentu yang sesuai atau tidak sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian

tertentu. Oleh karena itu pengembangan komoditas pertanian perlu difokuskan pada

kawasan yang memiliki karakteristik yang sesuai dengan komoditas yang

dikembangan. Kesesuaian karakteristik wilayah dan komoditas tersebut tidak hanya

dipandang dari segi agroekosistem yang memungkinkan pertumbuhan tanaman

pertanian secara optimal tetapi harus mempertimbangkan aspek lainnya seperti

ketersediaan infrastruktur pendukung, ketersediaan teknologi hulu hingga hilir, skala

penguasaan lahan, skala potensi wilayah, dan aspek lainnya yang relevan dengan

komoditas yang dikembangkan.

Pengembangan kawasan komoditas unggulan pertanian perlu dipadukan dengan

kawasan lain dan implementasi pengembangannya merupakan kawasan terpadu dari

berbagai kawasan. Berdasarkan hal ini, pengembangan kawasan komoditas unggulan

17
merupakan bagian tak terpisahkan dengan pengembangan berbagai kawasan lain pada

masing-masing kabupaten/kota. Mengingat tingkat perkembangan pada masing-

masing kabupaten/kota berbeda dan berbeda pula jenis kebijakan, program dan

kegiatan yang diperlukan. Intervensi pemerintah untuk mengembangkan kawasan

pertanian akan berbeda antara kawasan yang masih tumbuh dengan kawasan yang

telah berkembang atau mantap. Ketepatan intervensi pada masing-masing akan

menentukan tingkat keberhasilan pengembangan kawasan.

2.6. Pendapatan Petani

Tujuan pokok dijalankannya suatu usaha adalah untuk memperoleh pendapatan,

dimana pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

kelangsungan hidup usaha. Pendapatan juga bisa digunakan sebagai alat untuk

mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga. Pendapatan dapat adalah

jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu

periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan maupun tahunan (Sukirno, 2006).

Pendapatan menunjukkan jumlah uang yang diterima oleh rumah tangga selama kurun

waktu tertentu (biasanya satu tahun). Pendapatan terdiri dari upah atau penerimaan

tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta

pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan sosial atau

asuransi pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Pendapatan atau income dari

seorang warga masyarakat adalah hasil “penjualan”nya dari faktor-faktor produksi

yang dimilikinya kepada sektor produksi. (Boediono, 2000) Dari definisi tersebut jelas

bahwa setiap rumah tangga yang terdapat dalam perekonomian tiga sektor pada

umumnya mereka memperoleh pendapatan dari kegiatan ekonomi yang berlangsung di

pasar. Bagi rumah tangga konsumsi mereka akan mendapatkan pendapatan yang

18
berasal dari penyediaan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga kerja, dan

modal) masing-masing dalam bentuk sewa, upah dan bunga, maupun laba. Untuk

rumah tangga produksi, mereka akan memperoleh pendapatan dari keuntungan

menjual barang dan jasa. Sedangkan rumah tangga pemerintah akan memperoleh

pendapatan dari pajak ataupun retribusi atas prasarana dan kebijakan yang sudah

diberikan atau disediakan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan

adalah jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga sebagai

imbalan balas jasa atas apa yang ia berikan ataupun korbankan selama jangka waktu

tertentu.

2.7. Faktor Pendukung Komoditas Unggulan

Menurut (Setiyanto,dkk 2015) Perencanaan pengembangan kawasan

pertanian merupakan suatu bentuk pengkajian yang dilakukan secara sistematis dari

berbagai aspek yang ada dalam maupun yang terkait dengan pengembangan kawasan

pertanian. Analisis perencanaan pengembangan kawasan pertanian merupakan tahap

awal dari serangkaian proses dan kegiatan pembangunan yang akan menentukan

keberhasilan pembangunan pertanian pada kawasan yang dipilih. Pembangunan

pertanian memiliki ciri khas dimana proses produksi sangat terkait dan berbasiskan

kondisi agroekosistem tertentu yang menjadi suatu ciri dari suatu wilayah. Hal ini

menyebabkan usaha budidaya dan produksi pertanian memiliki kekhususan yang

berbeda dengan produksi sektor lainnya. Dalam pembangunan wilayah, agar

keuntungan komparatif dan kompetitif dapat dieksploitasi dan dapat dikembangkan

secara optimal, maka karakteristik wilayah yang khas baik dari aspek geografis, sosial

ekonomi budaya dan demografis, maupun agroekologis harus menjadi dasar

pertimbangan dalam perencanaan pengembangan wilayah. Unsur keterpaduan

19
mengarahkan bahwa pada akhirnya dalam pengembangan wilayah membutuhkan

pengaturan ruang secara terpadu melalui proses pemanfaatan sumber daya alam secara

sinergi dengan pengembangan sumber daya manusia, prasarana dan sarana,

kelembagaan, teknologi dan lingkungan hidup untuk mencapai pembangunan yang

berkelanjutan.

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar suatu wilayah

berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah

dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki secara

harmonis, serasi, dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat terpadu dan

komprehensif. Keterpaduan mencakup bidang ilmu, sektoral, wilayah, dan hirarki

pemerintahan. Komprehensif terhadap aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan

lingkungan hidup (Djakapermana, 2010). Pada umumnya pengembangan wilayah

mengacu pada perubahan produktivitas wilayah, yang diukur dengan peningkatan

populasi penduduk, kesempatan kerja, tingkat pendapatan, dan nilai tambah industri

pengolahan. Selain definisi ekonomi, pengembangan wilayah mengacu pada

pengembangan sosial, berupa aktivitas kesehatan, pendidikan, kualitas lingkungan,

kesejahteraan dan lainnya. Pengembangan wilayah lebih menekankan pada adanya

perbaikan wilayah secara bertahap dari kondisi yang kurang berkembang menjadi

berkembang, dalam hal ini pengembangan wilayah tidak berkaitan dengan eksploitasi

wilayah. Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada

pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang

mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial

masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala

pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.

20
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional,

pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan

wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu

dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann &Allonso, 2008).

Dalam pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan, terdapat faktor-

faktor dari berbagai sumber. Hasil penelitian (Martadona, 2018) bahwa suatu

komoditas dikatakan sebagai komoditas unggulan jika komoditas tersebut mempunyai

nilai strategis dalam suatu wilayah serta dengan memperhatikan aspek teknis (kondisi

tanah dan iklim); sosial ekonomi dan aspek kelembagaan Pertanian. Sedangkan

menurut (Muta’ali, 2018) indikator peran sektor pertanian dalam pembangunan

wilayah yang dilihat dari sisi penawaran adalah tenaga kerja, luas lahan, produktivitas,

rumah tangga petani gurem, program pemerintah dan aggaran pembangunan untuk

sektor pertanian. Selanjutnya dalam pengembangan wilayah berdasarkan komoditas

unggulan (Mahi, 2017) mengungkapkan ada 3 (tiga) aspek yang perlu

dipertimbangkan, pertama sifat strategis komoditas, yang meliputi jangkauan

pemasaran, dukungan pemerintah, dan suplementer komoditas, kedua, nilai ekonomis

komoditas yang terdiri dari tingkat produksi dan tingkat input produksi dan ketiga

aspek nilai budaya yang mencerminkan bahwa komoditas unggulan dapat diterima

secara teknis dan tidak bertentangan dengan adat budaya masyarakat.

2.8. Permasalahan sektor Pertanian dan Strategi Pengembangan Komoditas


Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Langkat tahun
2019-2024

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Langkat

Tahun 2019-2024 mempunyai hubungan yang sinergis dan implementatif dengan

dokumen perencanaan lainnya, yaitu: RPJPD Kabupaten Langkat Tahun 2005-2025,

21
RPJMD Kabupaten Langkat Tahun 2019-2024, Rencana Kerja Pembangunan Daerah

(RKPD) dan Rencana Kerja (Renja). Dalam kaitannya dengan sistem perencanaan

pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 25 Tahun 2004,

keberadaan Renstra Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan merupakan satu bagian

yang utuh dari manajemen kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Langkat

khususnya dalam menjalankan agenda rencana pembangunan yang telah tertuang

dalam RPJMD. Untuk setiap tahunnya selama periode perencanaan, Renstra Dinas

Pertanian dan Ketahanan Pangan akan dijadikan pedoman bagi penyiapan Renja Dinas

Pertanian dan Ketahanan Pangan yang dalam penyusunannya mengacu pada RKPD

Kabupaten Langkat.

Berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten

Langkat yang menjalankan kebijakan pemerintah mempunyai tugas melaksanakan

fungsi penunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di bidang

pertanian, peternakan dan perkebunan dapat diidentifikasi permasalahan sebagai

berikut :

2.1. Permasalahan Sektor Pertanian di Kabupaten Langkat


No Masalah Masalah Akar
Pokok Masalah
(1) (2) (3) (4)
1 Infrastruktur  Fasilitasi pembangunan dan  Keterbatasan dukungan dana untuk
pertanian yang pemeliharaan pembangunan dan pemeliharaan
belum infrastruktur pertanian  Kondisi infrastruktur yang belum
memadai  Terjadinya memadai menyebabkan peningkatan
kerusakan infrastruktur biaya produksi dan inefisiensi usaha
pertanian tani
 Swadaya masyarakat dalam
pembangunan
infrastruktur masih perlu
ditingkatkan
3 Sarana  Fasilitasi penyediaan sarana  Keterbatasan dukungan dana
pertanianyang pertanian untuk pengadaan
belum  Keterbatasan sarana
memadai menyebabkan
penerapan teknologi belum
sesuai rekomendasi

22
4 Keterbatasan  Umur dan tingkat pendidikan  Rendahnya tingkat pendidikan
SDM pelaksana petani petani dan umur yang relatif tua
(Petani dan  Formasi petugas Dinas menyebabkan rendahnya adopsi
petugas) Pertanian dan Pangan jauh teknologi
dari kebutuhan  Keterbatasan petugas yang ada
menyebabkan kurang optimalnya
pelaksanaan pembangunan
pertanian
dan pangan
5 Belum  Pembinaan dan pendampingan  Kurang optimalnya fungsi
optimalnya Kelompok Tani yang ada kelembagaan yang ada menyebabkan
fungsi belum optimal pelaksanaan kegiatan dengan
kelembagaan kelompok tani sebagai pelaksana
tani yang ada tidak sesuai dengan target

6 Penurunan  Fasilitasi pembuatan bangunan  Penurunan kualitas sumberdaya
kualitas konservasi tanah dan air lahan akibat erosi, bencana alam,
sumberdaya  Reklamasi lahan sawah penggunaan pupuk kimia dan
lahan dan air dengan penambahan bahan pestisida berlebihan dan
Organik pencemaran
 Penerapan teknologi lingkungan menyebabkan
pemupukan spesifik lokasi penurunan produksi
pertanian dan mutu produk pertanian
serta menurunkan kualitas lahan dan
air
7 Adanya  Antisipasi dan mitigasi  Adanya anomali iklim, bencana alam
Anomali iklim, bencana alam (banjir,kekeringan) dan serangan
bencana dan  belum optimal OPT mengakibatkan gagal panen dan
serangan OPT Fasilitasi pengendalian OPT penurunan produksi
 SLPHT dan SL Iklim
belum optimal
8 Rendahnya  Mekanisme harga pasar  Rendahnya posisi tawar
posisi tawar  Adanya perdagangan bebas menyebabkan harga di tingkat petani
 Kebijakan penetapan harga dikendalikan oleh pedagang/
petani dasar tengkulak
9 Adanya  Mekanisme harga pasar  Rendahnya posisi tawar
fluktuasi harga  Adanya perdagangan bebas menyebabkan harga di tingkat petani
 Kebijakan penetapan harga
komoditas dasar dikendalikan oleh
pertanian pedagang/ tengkulak
10 Rendahnya  Sosialisasi kredit program  Rendahnya akses
akses  Fasilitasi kemitraan permodalan menyebabkan kurangnya
permodalan belum dimanfaatkan secara ketersediaan modal usaha tani
optimal oleh
petani/kelompok tani
Sumber : Renstra Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Ta. 2019-2024

Strategi merupakan pernyataan-pernyataan yang menjelaskan bagaimana tujuan

dan sasaran akan dicapai serta selanjutnya dijabarkan dalam serangkaian kebijakan

Terdapat berbagai macam strategi pembangunan yang dapat dipelajari. Strategi

pembangunan seimbang diartikan sebagai pembangunan berbagai sektor secara

bersamaan. Untuk itu diperlukan keseimbangan antara berbagai sektor, yang

23
ditekankan disini adalah pembangunan serentak dari semua sektor yang berkaitan.

Strategi pembangunan tak seimbang adalah strategi yang menekankan pembangunan

pada satu sektor yang menjadi sektor pemimpin, diharapkan sektor pemimpin (leading

sector) akan merangsang pertumbuhan sektor lainnya. Strategi pembangunan yang

beorientasi ke dalam dan keluar.

Strategi pembangunan beorientasi kedalam ditujukan untuk lebih

memaksimalkan potensi sektor-sektor dalam wilayah sehingga mampu berproduksi

sendiri tanpa mendatangkan dari wilayah luar, sebaliknya berorientasi keluar dasarnya

adalah bahwa perdagangan atau hubungan dengan wilayah lain akan memberikan

keuntungan karena merupakan motor penggerak pertumbuhan. Strategi kebutuhan

pokok, yaitu dengan pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya keseluruh wilayah

sehingga kesejahteraan masyarakat dapat menyeluruh. Keberhasilan dalam

pertumbuhan ekonomi sendiri erat kaitannya dengan strategi pembangunan ekonomi.

Penentuan prioritas pembangunan diperlukan karena adanya keterbatasan dalam

hal waktu, pendanaan, tenaga, dan sumber daya yang tersedia. Salah satu cara untuk

mengetahui pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah adalah dengan cara

melakukan kajian dan analisis terhadap kegiatan perekonomian atau sektor basis

ekonomi yang ada guna mengetahui kemampuan kinerja serta tumbuh kembang dari

masing-masing sektor ekonomi. Kemampuan tumbuh kembang pada salah satu sektor

ekonomi akan menjadi faktor penunjang dan penentu atau pemacu dari pertumbuhan

sektor yang lainnya. Salah satu faktor terpenting didalam pengembangan wilayah

adalah pertumbuhan perekonomian wilayah dengan cara mengembangkan sektor-

sektor yang ada. Adapun strategi pengembangan tanaman pangan di Kabupaten

Langkat meliputi beberapa kriteria, antara lain; (1) Pengadaan input saran produksi (2)

24
Teknis budidaya komoditas tanaman pangan (3) Sarana infrastruktur (4) Pemasaran

dan (5) kelembagaan keuangan dan lembaga penyuluhan pertanian.

2.9. Penelitian Terdahulu

Tabel. 2.2. Daftar Penelitian Terdahulu


No Judul/Nama Tujuan Metode Hasil Penelitian
Peneliti/Tahun
1 Kontribusi Sektor Menganalisis Analisisi Terdapat 8 jenis
. Unggulan Tanaman konstribusi sektor Location komoditas yang
Pangan Terhadap unggulan Quotient merupakan sektor basis.
Peingkatan ekonomi tanaman pangan (LQ), analisis Terdapat hubungan
Wilayah di terhadap korelasi variabel yang kuat
Kecamatan Watang peningkatan antara intensitas
Sidenreng/Yasir, M, ekonomi wilayah . produksi tanaman, luas
dkk/2017 panen dan jumlah
petani terhadap nilai
PDRB
2 Pengembangan Karakteristik Observasi Ketersediaan lahan dan
. Wilayah Berbasis potensi wilayah, lapangan, tenaga kerja masih
Subsektor Pertanian faktor-faktor survey sangat potensial
Hortikultura di pendorong dan sekunder, dikembangkan,
Kecamatan Plaosan penghambat, survey primer kegiatan usaha
Kabupaten Magetan/ pengaruh kegiatan kuisioner, pertanian hortikultura
Sigit Dwi pertanian perhitungan belum memberikan
Kuncoro/2014 hortikultura bagi nilai tukar pengaruh bagi
kesejahteraan petani (NTP), kesejahteraan petani,
petani dan Analisis faktor yang paling
kontribusinya regresi berpengaruh adalah
terhadap berganda ketersediaan bahan dan
pengembangan alat secara lokal.
wilayah.

No Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian


3 Strategi Penentuan faktor- Analisis Strategi pengembangan
. Pengembangan faktor internal dan hierarki proses kawasan agropolitas
Komoditas Unggulan eksternal (AHP) dan berbasis prioritas
Sektor Pangan Pada komoditas SWOT komoditas adalah
Kawasan Agropolitan unggulan, strategi meningkatkan sumber
di Kota Pagar pengembangan pendapatan masyarakat,
Alam/Zenal Mutaqin, komoditas perbaikan sarana dan
Hala Haidir/2021 unggulan. prasarana, meningkatkan
SDM, meningkatkan
produktivitas,
memberikan bantuan
modal usaha dan
meningkatkan stakeholder
dalam memberikan ijin
mengelola lahan.
4 Penentuan Faktor- Identifikasi tingkat Analisis Produktivitas padi 5 tahun
. Faktor Pengembangan produktivitas dan Statistik terakhir berfluktuasi, Kec.
Wilayah Agropolitan basis komoditas Deskriptif dan Tanah Miring memiliki
Kabupaten Merauke padi, Tipologi Analisis DLQ, produktivitas padi paling
Berbasis Komoditas wilayah Analisis tinggi dan Kec. Ngguti

25
Padi/Esau Willem berdasarkan Cluster, paling rendah, Hasil DLQ
Harun/2016 tingkat Analisis CFA seluruh Kecamatan,
produktivitas dan (Confirmatory Komoditas padi di Kab.
tingkat basis factor Merauke memiliki
komoditas padi, analysis) DLQ>1, DLQ<1 dan
Analisis faktor- DLQ=1, Kev. Sota
faktor merupakan Kecamatan
Pengembangan yang memiliki
wilayah perkembangan tingkat
berdasarkan basis yang lebih
konsep berpotensi dibandingkan
agropolitan. dengan Kec. lainnya yang
lebih rendah
5 Strategi untuk membahas Penelitian ini Hasil analisis AHP
. Pengembangan mengenai kinerja menggunakan menunjukkan terpilihnya
Tanaman Pangan guna subsektor tanaman Analisis aspek budidaya (nilai
Meningkatkan pangan dan Hierarki bobot 0,311) sebagai
Perekonomian strategi dan Proses (AHP) prioritas utama dalam
Kabupaten Kebumen/ kriteria program pengembangan tanaman
Myfa Setyaningtyas/ yang diprioritaskan pangan di Kabupaten
2016 untuk Kebumen. Sedangkan
mengembangkan strategi yang diutamakan
usahatani tanaman adalah pendampingan
pangan kepada petani untuk
di Kabupaten menerapkan teknologi
Kebumen budidaya tanaman pangan
yang tepat.
6 Evaluation of Industry Bagiamana proses Dalam bahwa teknologi sensor
4.0 Applications for transisi dari konteks ini, tanah adalah alternatif
Agriculture using Industri 4.0 ke studi AHP terbaik untuk sektor
AHP Pertanian 4.0 dan berdasarkan pertanian di mana
Methodology/Melda teknologi baru kriteria biaya, infrastruktur teknologi
Guliz Ates, Yildiz terkait pertanian pendapatan, dan ketersediaan
Sahin/2021 digital da penerapan dan informasi yang diperlukan
2. Evaluasi kepraktisan membawa keuntungan
teknologi pertanian dilakukan biaya. Sedangkan pada
digital dengan untuk sektor peternakan sensor hewan
metode analitis pertanian dan merupakan alternatif
hierarki proses peternakan. paling sesuai dan
(AHP) sesuai Analytical menguntungkan pada
dengan biaya, Hierarchy proses transisi teknologi
pendapatan , Process (AHP) 4.0.
kriteria penerapan
dan kepraktisan
7 Peranan Sektor Mengidentifikasi Analisis Pendapatan petani padi
. Pertanian Dalam peranan sektor Kuantitatif belum layak karena
Perencanaan pertanian dengan dengan sebesar Rp. 743.515,53,
Pembangunan menganalisis menggunakan masih dibawah UMP.
Ekonomi di pendapatan petani rumus rasio Hasil ROA 75,80% untuk
Kecamatan Galang padi. keuangan setiap hektarnya sekali
Kabupaten (n) =TR-TC panen.
Tolitoli/Ramiawati/ dan ROA
2020
8 Analisis Komoditas Mengidentifikasi Metode Komoditas unggulan
. Unggulan Sektor komoditas Location sektor pertanian di
Pertanian di Wilayah unggulan sektor Question wilayah Sumatera pada
Sumatera/Ritayani pertanian di (LQ), subsektor tanaman pangan
Iyan/2014 wilayah Sumatera Averange adalah padi (1,2069),

26
Location Kedelai (1,6451), Kacang
Question Tanah (2,6188), Kacang
(ALQ), Hijau (1,3934), dan Ubi
Jalar (3,0327).

9 Analisis Peran Sektor menganalisis analisis Nilai LQ Sektor pertanian


. Pertanian Dlaam sektor pertanian Location sebesar 1,81 artinya
Pembangunan dan subsektor Quotient menjadi sektor basis,
Wilayah di Kabupaten pertanian yang (LQ), Subsektor juga menjadi
Luwu menjadi basis Dynamic basis nilai LQ sebesar
Timur/Nurmayani,dkk dalam Location 1,04, sektor hortikultura
/2020 perekonomian Quotient dengan nilai LQ sebesar
wilayah serta (DLQ) dan 1,31, sektor perikanan
perubahan peranan analisis Shift dengan nilai LQ sebesar
pada masing- Share 2,22 dan sektor kehutanan
masing dengan nilai LQ sebesar
sektor 1,18.

10. The role of agriculture Mengkaji potensi Analisis Input- Dampak reformasi
as a development tool pertanian dalam Output dari kebijakan pertanian tidak
for a regional mendorong kontribusi terbatas pada sektor
economy/Loizou, E., pembangunan sektor primer primer, tetapi secara
Karelakis, C., yang terintegrasi dalam langsung dan tidak
Galanopoulus, K., dalam perekonomian langsung mempengaruhi
Mattas, K/2019 perekonomian daerah sektor lain, serta total
pedesaan, dan output, lapangan kerja,
mengidentifikasi dan pendapatan rumah
bagaimana tangga di wilayah
keterkaitan sektor tersebut. Hasil
pertanian dengan menunjukkan pertanian
sektor kegiatan adalah sebuah pendorong
ekonomi lainnya, penting pertumbuhan di
seluruh wilayah, yang
berkontribusi pada
peningkatan output bruto
lokal sekitar € 300 juta.
hanya dengan aliran dana.

2.10. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten terbesar ketiga yang

memberikan kontribusi PDRB wilayahnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi

Sumatera Utara. Perananan sektoral pembentukan PDRB Kabupaten Langkat cukup

bervariasi dan sektor yang memiliki peran terbesar terhadap PDRB Kabupaten

Langkat adalah sektor pertanian. Salah satu subsektor pada sektor pertanian yang

potensial di Kabupaten Langkat adalah subsektor tanaman pangan. Subsektor tanaman

pangan merupakan penghasil komoditas dan produk pangan pokok serta sumber

27
pendapatan bagi rumah tangga petani dan menunjang perekonomian perdesaan di

Kabupaten Langkat. Komoditas tanaman pangan yang bernilai ekonomi cukup tinggi

di Kabupaten Langkat adalah padi, jagung dan kedelai. Kecamatan Sirapit merupakan

salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Langkat yang menjadi salah satu

lumbung pangan bagi masyarakat Kabupaten Langkat. Subsektor tanaman pangan

menjadi subsektor unggulan yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai

ekonomis yang mempunyai peran strategis terutama dalam upaya pemenuhan

ketersediaan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani serta penyediaan lapangan

kerja di Kecamatan Sirapit. Diantara beberapa komoditas tanaman pangan yang

dikembangkan di Kecamatan Sirapit, perlu dianalisis jenis komoditas tanaman pangan

yang menjadi basis unggulan dan leading sector bagi pengembangan wilayah di

Kecamatan Sirapit, analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode (Location

Quotient). Analisis LQ dapat digunakan sebagai penentu komoditas yang dapat

dijadikan sebagai unggulan dari sisi kontribusi, sehingga dapat diketahui jumlah

komoditas unggulan pada wilayah tersebut. Dalam perannya sebagai komoditas

unggulan tanaman pangan yang potensial, tentunya terdapat faktor-faktor yang

berpengaruh. Untuk itu dalam penelitian ini dilanjutkan dengan menganalisis seberapa

besar pengaruh ketersediaan faktor- faktor pendukung komoditas unggulan tanaman

pangan yang ada terhadap pendapatan petani yang berdampak pada kegiatan

perekonomian serta pengembangan wilayah di Kecamatan Sirapit. Selanjunya dalam

upaya optimasi pemanfaatan komoditas unggulan secara harmonis, serasi dan terpadu,

dalam konteks pengembangan wilayah, maka diperlukan analisis penentuan strategi

prioritas pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan tanaman pangan yang

dianalisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang

28
merumuskan tujuan umum, kriteria serta pilihan alternatif strategi pengembangan

secara hierarki.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian


Keterangan:
A1 : Pemerintah memberikan subsidi input produksi sesuai kebutuhan petani
A2 : Penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan) tepat waktu, jumlah, harga
dan mutu

29
A3 :Pembukaan kesempatan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk berinvestasi
dalam bidang pupuk dengan ketentuan harga sesuai mekanisme pasar (tanpa
subsidi)
B1 : Pendampingan kepada petani untuk menerapkan teknologi budidaya tanaman
pangan yang tepat
B2 : Merangsang petani menggunakan bibit/benih unggul berlabel bermutu baik
B3 : Merangsang petani menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati dalam
kegiatan budidaya
B4 : Penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam proses budidaya
C1 : Pengembangan jaringan irigasi
C2 : Pemeliharaan infrastuktur irigasi
C3 : Pengembangan dan peningkatan jalan usaha tani
D1 :Peningkatan kemitraan kelompok tani
D2 :Pembentukan kemitraan kelompok tani dengan pedagang besar
D3 : Memberikan kemudahan akses distribusi pemasaran kepada kelompok tani
D4 : Kebijakan perlindungan harga komoditas tanaman pangan
E1 : Memaksimalkan fungsi lembaga keuangan untuk kemudahan akses permodalan
E2 : Optimalisasi fungsi lembaga penyuluhan dalam pemberdayaan Petani
E3 : Revitalisasi kelembagaan penyuluh pertanian (Penataan kelembagaan
penyuluhan, peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh pertanian)
E4 : Pengembangan KUD (Koperasi Unit Desa)

2.11. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka penulis dapat merumuskan

hipotesis sebagai berikut :

1. Padi merupakan komoditas tanaman pangan basis unggulan di Kabupaten

Langkat.

2. Ketersediaan faktor-faktor pendukung komoditas unggulan tanaman pangan

berpengaruh positif terhadap pendapatan petani.

3. Pendampingan kepada petani untuk menerapkan teknologi budidaya tanaman

pangan yang tepat dan pemberian subsidi input produksi oleh pemerintah sesuai

kebutuhan petani merupakan prioritas strategi pengembangan komoditas unggul

tanaman pangan.

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Gambar 3.1. Peta administratif Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat, waktu

penelitian akan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yakni bulan Januari 2021 sampai

dengan Maret 2022. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu dalam (Sugiyono, 2016). Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan

pertimbangan bahwa Kecamaan Sirapit merupakan salah satu lumbung pangan di

Kabupaten Langkat yang berpotensi dalam pengembangan komoditas tanaman pangan

terhadap pengembangan wilayahnya. Selain itu Kecamatan Sirapit memiliki tingkat

produktivitas padi paling tinggi dibandingkan Kecamatan lain di Kabupaten Langkat.

31
Berikut luas lahan pertanian menurut kecamatan disajikan pada tabel 1. berikut

Tabel 3.1. Luas Lahan Pertanian Menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat


No Kecamatan Luas Lahan (ha) Persentase (%) Produktivitas padi
sawah (Kw/Ha)
1 Bohorok 700 2,06 61,07
2 Sirapit 1.433 4,21 66,62
3 Salapian 97 0,28 59,35
4 Kutambaru - - -
5 Sei Bingai 2.592 7,62 65,48
6 Kuala 906 2,66 65,61
7 Selesai 1.192 3,52 65,47
8 Binjai 1.153 3,39 65,39
9 Stabat 1.203 3,53 65,44
10 Wampu 567 1,66 63,46
11 Batang Serangan 118 0,34 58,53
12 Sawit Seberang - - -
13 Padang Tualang 71 0,21 56,29
14 Hinai 1.655 4,86 64,56
15 Secanggang 5.884 17,28 64,38
16 Tanjung Pura 2.633 7,73 64,52
17 Gebang 1.862 5,47 61,48
18 Babalan 4.259 12,51 64,48
19 Sei Lepan 1.325 3,89 46,75
20 Brandan Barat 1.501 4,41 58,46
21 Besitang 1.406 4,13 63,18
22 Pangkalan Susu 2.678 7,87 60,42
23 Pematang Jaya 803 2,36 58,37

Total 34.038 100 66,23


Sumber: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Langkat. 2019

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif. Menurut Sudaryono (2017) penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap

masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi yang meliputi kegiatan

penialaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan ataupun

prosedur, tujuannya adalah mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena

apa adanya. Dalam penelitian deskripsi ini digunakan pendekatan kuantitatif,

penelitian kuantitatif adalah sebuah penelitian yang menggunakan rumus statistika

dalam menghitung hasil sebuah penelitian.

32
3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan pengisian kuisoner dan wawancara,

pengisian kuisioner dan observasi. Wawancara dilakukan melalui interaksi dan

komunikasi langsung secara mendalam kepada responden. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari instansi atau dinas yang terkait Seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan

Pangan Kabupaten Langkat, Badan Statistik Kabupaten Langkat, Kantor Kecamatan

Sirapit, BPP Kecamatan Sirapit serta studi kepustakaan yang bersumber dari literatur

dan dokumen dokumen atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder,

yaitu :

1. Data primer

a. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk di jawabnya (Sugiyono, 2017).

b. Survei, yaitu peneliti mengajukan pertanyaan kepada subyek dan

mengumpulkan jawabanya melalui cara personal atau nonpersonal, survei

hampir sama dengan kegiatan pengamatan, tetapi diikuti dengan pengajuan

pertanyaan dari peneliti kepada subyek penelitian hal ini dapat dilakukan

melalui daftar pertanyaan yang harus diisi oleh subyek penelitian dan dikirim

kembali ke peneliti (Erlina, 2011).

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu, data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data

dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Erlina, 2011). Data Sekunder

33
Data sekunder yaitu, data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan

dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Erlina, 2011).

3.4. Populasi dan Sampel

(Sugiyono, 2017) menyatakan populasi adalah wilayah generalisasi objek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Penentuan populasi merupakan

tahapan penting dalam penelitian. Populasi dapat memberikan informasi atau data

yang berguna bagi suatu penelitian. Penentuan populasi untuk menjawab tujuan kedua

dari penelitian ini adalah seluruh petani komoditas pangan yang tersebar di 10 Desa di

Kecamatan Sirapit.

Tabel 3.2. Jumlah Petani Tanaman Pangan di Kecamatan Sirapit


No Desa Jumlah Petani
1 Aman Damai 463
2 Tanjung Keriahan 499
3 Gunung Tinggi 297
4 Suka Pulung 371
5 Pulau Semikat 197
6 Sidorejo 278
7 Serapit 165
8 Sumber Jaya 65
9 Sebertung 140
10 Perkebunan Amal Tani 70
Total 2.545
Sumber : Dinas Pertanian dan Ketapang Kab. Langkat 2020

Total jumlah petani tanaman pangan yang ada di Kecamatan Sirapit adalah

sebanyak 2.545 orang.

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat

menggambarkan populasi. Pengambilan sampel ini dimaksudkan untuk

34
mengefisienkan waktu tenaga dan biaya (Arikunto, 2009). Metode pengambilan

sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan purposive

sampling dengan teknik sampel acak sederhana, yaitu metode pengambilan sampel

sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Hal ini mengingat

luasnya wilayaha Kecamatan serta jumlah penduduk tersebar di 10 Desa. Untuk

mengetahui besarnya jumlah sampel di gunakan rumus dari Frank Lynk sebagai

berikut :

Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
Z : Nilai normal dari variabel (1,96) untuk tingkat kepercayaan 95%
P : Harga patokan tertinggi (0,5) d : Sampling error (0,1)

Sedangkan untuk model analisis AHP, metode pengambilan sampel dilakukan

secara purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling dalam

penelitian ini digunakan untuk key person yang bekerja di Dinas atau kantor

pemerintahan, lingkup Dinas Pertanian dan Ketahan Pangan Kab. Langkat meliputi

Kepala Dinas (1 orang), Kepala Sub Bidang Produksi, Kepala seksi Tanaman Pangan

(1 orang) dan Koordinator unit pelaksana teknis Dinas Pertanian dan Ketahanan

Pangan Kab. Langkat (1 orang). Sedangkan snowball sampling untuk mencari key

person di kalangan masyarakat yaitu ketua poktan (3 orang) dan anggota kelompok

tani (2 orang) serta pengepul hasil panen dan petani (2 orang).

35
3.5. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga nantinya dapat diperoleh

informasi tentang hal tersebut, hingga nantinya ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2017).

Variabel penelitian sendiri dalam penelitian kuantitatif dibedakan menjadi dua,

yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Menurut Sugiyono (2017), penjelasan dari

variabel tersebut adalah :

1) Variabel Bebas atau Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel

bebas pada penelitian ini yaitu ketersediaan faktor pendukung komoditas unggulan

tanaman pangan (variabel X) dengan indikator sebagai berikut :

a. Pengadaan input sarana produksi

b. Teknis budidaya

c. Sarana infrastruktur

d. Pemasaran

e. Fungsi kelembagaan dan Penyuluhan

2) Variabel terikat atau Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini

adalah pendapatan petani tanaman pangan (Y) dengan indikator sebagai berikut :

a. Perubahan pendapatan petani

b. Perubahan jumlah produksi

36
3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

3.6.1. Uji Validitas

Validitas data adalah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian

antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data. Validitas

adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan

sesuai instrument. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana

data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang

dimaksud (Arikunto, 2006).

3.6.2. Uji Reliabilitas

Menurut Arikunto (2006) reabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa

suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul

data karena instrumen tersebut sudah baik. Uji reliabilitas dilakukan untuk

mendapatkan ketepatan alat pengumpulan data (instrument) yang digunakan.

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisis Komoditas Unggulan Sub sektor Pangan

a. Analisis Komoditas Unggulan

Analisis komoditas unggulan dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode Location Quotient (LQ). Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Hendayana (2003), bahwa untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman

pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian

(luas panen atau luas tanam), produksi atau produktivitas. Analisis LQ juga dapat

digunakan sebagai penentu komoditas yang dapat dijadikan sebagai unggulan dari sisi

kontribusi, sehingga dapat diketahui jumlah komoditas unggulan pada wilayah

tersebut. Analisis LQ didapatkan melalui membandingkan kontribusi suatu sektor di

37
suatu wilayah terhadap total output di tingkat provinsi. Jika hasil perhitungan yang

diperoleh dari analisis LQ pada salah satu sektor menunjukkan hasil lebih dari satu

(LQ>1) maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Rumus LQ adalah :

Rumus :

keterangan :

LQ = Location Quotient
pi = Produktivitas jenis komoditas i pada tingkat kecamatan
pt = Produksi semua komoditas j pada tingkat kecamatan
Pi = Produksi jenis komoditas i pada tingkat kabupaten
Pt = Produksi semua komoditasi j pada tingkat kabupaten

 LQ > 1 menunjukkan terdapat konsentrasi relative disuatu wilayah

dibandingkan dengan keseluruhan wilayah. Hal ini berarti komoditas i disuatu

wilayah merupakan sektor basis yang berarti komoditas i di wilayah itu

memiliki keunggulam komparatif.

 LQ = 1 merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak

memiliki keunggulan komparatif. produksi komoditas yang dihasilkan hanya

cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam wilayah itu.

 LQ < 1. merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak

memiliki keunggulan komparatif, produksi komoditas i di wilayah itu tidak

dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan harus mendapat pasokan dari luar

wilayah. Komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 merupakan strandar

normative untuk ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dan jika banyak

komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 maka derajat keunggulan

38
komparatif ditentukan berdasarkan nilai LQ yang lebih tinggi di suatu wilayah,

karena makin tinggi nilai LQ maka menunjukkan semakin tinggi pula potensi

keunggulan komoditas tersebut.

3.7.2. Analisis Pengaruh ketersediaan faktor pendukung komoditas unggulan


tanaman pangan terhadap pendapatan petani

Ketersediaan faktor pendukung yang dikategorikan sebagai variabel dalam

penelitan ini hanya berfokus pada kegiatan pertanian primer/on farm sesuai dengan

ruang lingkup pembahasan dan substansi, tidak melibatkan faktor maupun varibel dari

kegiatan off farm hulu maupun kegiatan off farm hilir. Ketersediaan faktor pendukung

komoditas unggulan tanaman pangan dikategorikan sebagai variabel bebas dalam

penelitian ini, dengan indikator yaitu; pengadaan input sarana produksi, teknis

budidaya, sarana infrastruktur, pemasaran dan fungsi kelembagaan dan penyuluhan,

sedangkan untuk variabel terikat yang akan dianalisis adalah pendapatan petani

tanaman pangan petani di Kecamatan Sirapit.

Metode analisis yang digunakan untuk menjawab bagaimana pengaruh

ketersediaan faktor-faktor pendukung komoditas unggulan tanaman pangan terhadap

pendapatan petani adalah dengan uji regresi berganda dengan model model :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 +b5X5 + e

Keterangan :
Y = Variabel dependen/terikat (nilai yang diprediksikan) dalam hal ini
adalah pendapatan petani tanaman pangan
Y = Pendapatan petani
X1 = Pengadaan input sarana produksi
X2 = Teknis budidaya
X3 = Sarana infrastruktur
X4 = Pemasaran
X5 = Fungsi kelembagaan dan penyuluhan
A = Konstanta (nilai Y apabila X=0)
B = Koefisien regresi (nilai peningkatan jika bernilai positif ataupun
penurunan jika bernilai negatif)

39
3.7.2.1. Pengujian Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier,

yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah

ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang

terbentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri

dari :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas untuk mengetahui normal tidaknya distribusi faktor gangguan

(residual). Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau

tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik adalah dengan grafik

histogram dan melihat normal probability plot yaitu dengan membandingkan distribusi

kumulatif dengan distribusi normal. Sedangkan uji statistik dilakukan dengan melihat

nilai kurtosis dan skewness dari residual.

b. Uji Multikolinieritas

Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada

asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling

berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas, maka akan

menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu dideteksi multikolinieritas dengan

besaran-besaran regresi yang didapat, yakni : (1) variasi besar (dari taksiran OLS), (2)

interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error besar, sehingga

interval kepercayaan lebar), (3) uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang

signifikan baik secara subtansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana,

bisa tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu

besar, maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan, (4) R2

40
tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t, (5) terkadang nilai

taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan

substansi, sehingga tidak menyesatkan interpretasi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi

ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model

regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik

Scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya dapat dilihat :

a) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar

kemudian memyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi

heterokedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka nol pada sumbu y maka tidak terjadi heterokedastisitas.

d. Uji Hipotesis

Suatu masalah yang erat hubungannya dengan penaksiran koefisien regresi

adalah kesesuaian (goodness of fit) regresi sample secara keseluruhan. Kebaikan

sesuai diukur dengan koefisien determinasi R2 , yang mengatakan proporsi variasi

variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan. R2 ini

mempunyai jangkauan antara 0 dan 1, semakin dekat ke 1 maka semakin baik

kesesuiannya. Koefisien determinasi R2 bertujuan untuk melihat kekuatan variabel

bebas menjelaskan variabel tidak bebas.

Ghozali (2016) menyatakan bahwa koefisien determinasi (R2 ) pada intinya

mengukur seberap jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen.

41
Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas.

Nilai yang mendekati angka 1 berarti variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

Pengujian satistik dilakukan dengan menggunakan uji-F (F-test) dan uji-t (t-

test) serta perhitungan nilai koefisien determinasi R2 . Uji-F dimaksudkan untuk

mengetahui signikasi statistik koefisien regresi secara bersama sedangkan Uji-t

dimaksud untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial.

Hipotesis Uji Simultan (Uji F)

Ho : Pengadaan input sarana produksi, teknis budidaya, sarana infrastruktur,

pemasaran, fungsi kelembagaan dan penyuluhan secara simultan tidak

berpengaruh positif terhadap pendapatan petani tanaman pangan (perubahan

pendapatan, perubahan hasil produksi)

Ha : Pengadaan input sarana produksi, teknis budidaya, sarana infrastruktur,

pemasaran, kelembagaan dan penyuluhan secara simultan berpengaruh

positif terhadap pendapatan petani tanaman pangan (perubahan pendapatan,

perubahan hasil produksi)

Kriteria pengambilan keputusan terhadap uji F, adalah sebagai berikut :

Jika probabilitas < 0,05, Ha diterima, Ho ditolak

Jika probabilitas > 0,05, Ha ditolak, Ho diterima

Hipotesis Uji Parsial (Uji t) :

Ho : Pengadaan input sarana produksi, teknis budidaya, sarana infrastruktur,

pemasaran, kelembagaan dan penyuluhan secara parsial tidak berpengaruh

42
positif terhadap pendapatan petani tanaman pangan (perubahan pendapatan,

perubahan hasil produksi)

Ha : Pengadaan input sarana produksi, teknis budidaya, sarana infrastruktur,

pemasaran, kelembagaan dan penyuluhan secara parsial berpengaruh positif

terhadap pendapatan petani tanaman pangan (perubahan pendapatan,

perubahan hasil produksi)

Kriteria pengambilan keputusan terhadap uji t, adalah sebagai berikut :

Jika probabilitas < 0,05, Ha diterima, Ho ditolak

Jika probabilitas > 0,05, Ha ditolak, Ho diterima

3.7.3 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki dari permasalahan

(dekomposisi), melakukan pembandingan berpasangan antar variabel, melakukan

analisis/evaluasi, dan menentukan altematif terbaik (Saaty, 1993). Lebih lanjut,

Suryadi dan Ramdhani (2000) mengemukakan bahwa pada dasarnya langkah-langkah

dalam metode AHP diuraikan sebagai berikut:

1. Decomposition.

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu

kriteria dan altenatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki seperti :

43
Goal

Criterion 1 Criterion 2 Criterion 3 Criterion 4

Alternative 1 Alternative 2 Alternative 3

Gambar 3.2 Struktur Hierarki AHP (Sumber: Thomas L. Saaty, 1994)

Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan. Menurut Saaty (1994) dalam

menyelesaikan persoalan dengan metode AHP terdapat beberapa prinsip dasar yang

harus dipahami yaitu decomposition, comparative judgement, synthesis of priority,

logical consistency .

Dalam tahapan ini masalah yang akan diteliti dibagi menjadi bagian- bagian

dalam sebuah hierarki. Tujuan pembuatan hierarki adalah untuk mendefinisikan

masalah dari yang umum sampai yang khusus. Dalam keadaan yang paling sederhana

struktur hierarki tersebut berfungsi untuk membandingkan antara tujuan, kriteria, dan

level alternatif. Level paling atas dari hierarki merupakan tujuan dari penyelesaian

masalah dan hanya ada satu elemen. Level berikutnya memiliki beberapa elemen

sebagai kriteria yang masing-masing kriteria tersebut dapat dibandingkan antara satu

dan lainnya, memiliki perbedaan yang tidak terlalu mencolok. Jika perbedaannya

terlalu besar maka harus dibuat level yang baru.

44
2. Comparative Judgement

Comparative Judgement sering juga disebut sebagai penilaian kriteria atau

alternatif. Dalam tahapan ini akan dibuat suatu perbandingan berpasangan dari

semua elemen yang ada dalam hierarki dengan tujuan akan dihasilkan sebuah skala

kepentingan dari masing-masing elemen. Penilaian yang dilakukan akan menghasilkan

sebuah angka yang selanjutnya akan dibandingkan untuk menghasilkan sebuah

prioritas. Kriteria dan altematif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Untuk

mengisi matriks perbandingan berpasangan, kita menggunakan nilai numerik yang

diperoleh dari skala perbandingan yang dibuat oleh Saaty (Saaty, 1994) sebagai

berikut :

Tabel. 3.3. Skala Perbandingan (Saaty,1994)


Tingkat kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua element sama pentingnya

3 Sedikit lebih penting Elemen yang satu sedikit lebih penting


daripada elemen yang lainnya
5 Lebih Penting Elemen yang satu lebih penting
daripada yang lainnya

7 Sangat penting Satu elemen jelas lebih mutlak penting


daripada elemen lainnya

9 Mutlak lebih penting Satu elemen mutlak penting daripada


element lainnya
2,4,6,8 Nilai tengah diantara Nilai-nilai antara dua nilai
judgement diatas pertimbangan-pertimbangan yang
berdekatan
Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas dibanding elemen j,
maka j memiliki nilai kebalikannya ketika dibanding elemen i
Sumber : Saaty, 1994

3. Sintesa Prioritas

Salah satu ciri utama model AHP yang membedakannya dengan model- model

pengambilan keputusan yang lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.

45
Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama

lain. Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan

menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya. Untuk setiap

kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (painvise

comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan

peringkat altematif dari seluruh altematif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria

kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan perulaian yang telah ditentukan untuk

menghasilkan bobot dan proritas.

Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui

penyelesaian persamaan matematik. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari

level hirarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria, rnisalnya A, kemudian

diambil elemen yang akan dibandingkan, misal Al, A2, dan A3. Sintesa prioritas

dilakukan setelah mendapatkan data dengan melakukan pengisian kuesioner tentang

skala perbandingan di atas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini yaitu:

a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks pada masing-

masing kriteria

Tabel 3.4. Penjumlahan Tiap Kolom


A1 A2 An
A1 A11 A12 A1n
A2 A21 A22 A2n
An An1 An2 Ann
Jumlah A B C

b. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan
untuk memperoleh nilai normalitas matriks.
c. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah
elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

46
Tabel 3.5. Matriks Nilai Kriteria

A1 A2 An Jumlah Prioritas

A1 A11/a A12/b A1n/c J J/n

A2 A21/a A22/b A2n/c K K/n

An An1/a An2/b Ann/c L L/n

4. Mengukur Konsistensi

Mengukur konsistensi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keputusan

yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Suatu kriteria dikatakan konsisten jika

nilai C1 kurang dari atau sama dengan 10%. Beberapa langkah yang dilakukan dalam

mengukur konsistensi, yaitu:

a. Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen

pertama. Nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua, dan

seterusnya.

Tabel 3.6. Matriks Perkalian


A1 A2 An
A1 (J/n)A11 (J/n)A12 (J/n)A1n
A2 (K/n)A21 (K/n)A22 (K/n)A2n
An (L/n)An1 (L/n)An2 (L/n)Ann

b. Jumlahkan setiap baris


Tabel 3.7. Matriks Penjumlahan Baris
A1 A2 An Jumlah Baris
A1 (J/n)A11 (J/n)A12 (J/n)A1n O
A1 (K/n)A21 (K/n)A22 (K/n)A2n P
An (L/n)An1 (L/n)An2 (L/n)Ann Q

c. Hasil dari setiap baris dibagi dengan elemen relatif yang bersangkutan.

d. Jumlahkan hasil bagi diatas dengan banyaknya elemen yang ada. Yang

47
disimbolkan dengan “ƛ”.

e. Menghitung indeks konsistensi (CI) dengan rumus :

CI = (ƛ maks – n) / (n – 1)………………………………………………...(2.1)

f. Menghitung Rasio Konsistensi (CR) dengan rumus :

CR = CI / IR……………………………………………………………...(2.2)

Dimana IR adalah indeks random konsisten. Jika rasio konsistensi ≤ 0,1, hasil

perhitungan data dapat dibenarkan.

g. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilai CR lebih dari 10% (0,1) maka nilai

judgement harus diperbaiki. Namun, jika nilai CR sama dengan nol atau

kurang dari 10% maka nilai judgement benar.

3.7.3.1 Tahapan-tahapan dalam AHP (Analytic Hierarchy Process)

Analisis Hierarki Proses (AHP) adalah alat analisis untuk mengambil keputusan

dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan

mempercepat proses pengambilan keputusan. Menurut Saaty (1994) berikut langkah-

langkah yang dilakukan dalam metdoe AHP :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi.

2. Membuat struktur hirarki dimulai dari tingkat level 1 fokus masalah, level 2

tujuan, level 3 kriteria, level 4 alternatif yang tertera pada Gambar 4.

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan antar tiap matrik perbandingan

berpasangan antar tiap tujuan, antar tiap kriteria, dan antar tiap alternatif dengan

skala 1-9.

4. Melakukan perhitungan bobot nilai perbandingan berpasangan yang telah

dinormalkan antar tiap tujuan, antar tiap kriteria, dan antar tiap alternatif.

5. Menghitung nilai vektor eigen untuk menemukan bobot nilai prioritas dari setiap

48
matriks perbandingan berpasangan.

6. Menghitung evaluasi total untuk menemukan bobot nilai hirarki prioritas pilihan

jenis tanaman berdasarkan perkalian bobot tujuan, kriteria dengan masing-

masing bobot nilai alternatif pada setiap tujuan maupun kriteria yang telah

dihitung.

7. Memeriksa konsistensi hirarki (jika tidak memenuhi CR < 0,100, maka penilaian

harus diulang kembali.

Hirarki tingkat tertinggi ialah fokus masalah, terdiri hanya atas satu elemen yaitu

sasaran menyeluruh. Fokus masalah merupakan masalah utama yang perlu dicari

solusinya. Tingkat berikutnya yaitu tujuan, merupakan aspek penting dalam mencari

solusi untuk mengambil keputusan atas fokus masalah. Tingkat selanjutnya yaitu

kriteria, merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil

keputusan atas tingkat tujuan dalam penyelesaian tingkat fokus suatu masalah. Tingkat

terendah yaitu alternatif, yang merupakan berbagai tindakan akhir, atau rencana-

rencana alternatif. Alternatif merupakan pilihan keptusan dari penyelesaian masalah

yang dihadapi.

Menurut Saaty, setiap tingkatan AHP dinilai melalui perbandingan berpasangan

dari skala 1-9 dengan pertimbangan preferensi subyektif dari pengambil keputusan.

Skala tersebut pada skala pengukuran penelitian termasuk skala likert. Skala likert

digunakan untuk mengembangkan instrument yang digunakan untuk mengukur

pendapat seseorang terhadap potensi dan permasalahan suatu objek, rancangan suatu

produk, proses membuat produk dan produk yang telah dikembangkan atau diciptakan

(Sugiyono, 2015). Saaty (1994) mengemukakan skala 1 menunjukkan tingkat

kepentingan yang paling rendah sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan

49
kepentingan yang paling tinggi. Hasil dari pengukuran penilaian perbandingan

berpasangan dibobot lalu dinormalkan yang disebut dengan pair-wise comparison

matrix.

Saaty (1993) membuktikan bahwa Indeks Konsistensi (CI) dari matriks berordo

n dapat diperoleh dengan rumus :

CI = …………………………………………………………………….(3.1)

Dimana CI merupakan rasio penyimpangan konsistensi, ƛ max adalah nilai eigen

terbesar dari matriks berodo n dan n adalah prde matriks. Apabila CI bernilai nol,

maka pair-wise comparison matrix tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan yang

telah ditetapkan oleh Saaty (1993) ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi

(CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Random Indeks (IR). Nilai

tersebut dapat dirumuskan:

CI = ………………………………………………………………(3.2)

Keterangan :

CR = Rasio Konsistensi

IR = Indeks Random

Penyelesaian analisis data pada penelitian ini diolah dengan bantuan perangkat

lunak Microsoft Excel dan Expert Choice. Pengolahan data dengan dua perangkat

lunak berbeda tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk mensinkronisasi hasil

dalam pengambilan keputusan para ahli.

3.8. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk menyamakan persepsi tentang variabel-variabel yang digunakan dan

menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan definisi

operasional sebagai berikut:

50
1. Komoditas tanaman pangan adalah komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan

tanaman pangan meliputi padi, palawija (jagung, kedele, kacang tanah, kacang

hijau, ubi jalar, ubi kayu, palawija lainnya, seperti talas, dll), serta tanaman serelia

lainnya seperti sorgum, gandum, dan lainnya.

2. Faktor pendukung komoditas tanaman pangan dalam penelitan ini tidak melibatkan

indikator maupun varibel dari kegiatan off farm hulu maupun kegiatan off farm

hilir, hal ini dikarenakan dalam penelitian ini berfokus pada kegiatan pertanian

pertanian primer/on farm sesuai dengan ruang lingkup pembahasan dan substansi.

3. Populasi dan sampel petani dalam yang dianalisis adalah petani tanaman pangan

yang tergabung dalam Kelompok tani.

4. Kategori kriteria AHP ditentukan dari literature dan kondisi ketersediaan faktor

pendukung komoditas unggulan tanaman pangan.

5. Pendapatan petani merupakan salah satu indikator pengukuran pengembangan

wilayah.

51
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Ali Kabul Mahi & Sri Indra Trigunarso.2017. Perencanaan Pembangunan Daerah
(Teori dan Aplikasi). Bandar Lampung: Kencana.

Arikunto. S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara Jakarta :


Rineka Cipta.

-------------- 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi


Revisi 6.

Boediono, (2000), Ekonomi Internasional, BFFE, Yogyakarta.

Djakapermana R.D. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman.


IPB Press, Bogor.

Dumasari. 2020. Pembangunan Petanian : Mendahulukan Yang Tertinggal. Pustaka


Pelajar. Yogyakarta.

Erlina. 2011. Metodologi Penelitian : Untuk Akuntansi. USU Press. Medan.

Friedman dan Alonso. 2008. Regional Development Planning : A READER. New


Zealand Geografer. Vol. 23 hlm. 179.

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS
23. Penerbit Universitas Diponegoro: Jakarta.

Glasson, John. 1978. An Introduction to Regional Planning. London.

Hendayana, Rachmat. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam


Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian Volume 12,
Desember 2003.

Kuncoro, M, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan,


Strategi dan Peluang. Erlangga, Jakarta.

Mosher A.T. 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian: Syarat-syarat Pokok


Pembangunan dan Modernisasi. Jakarta: CV. Yasaguna.

-------. 1987, Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Jakarta : CV Yasaguna.

Mulyanto, H.R. 2008. Prinsip – Prinsip Pengembangan Wilayah. Graha Ilmu,


Yogyakarta.

Muta’ali Luthfi. 2018. Dinamika Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan


Wilayah di Indonesia. Gadjah Mada University Press.

52
Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju D.R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Saaty, T.L. 1994. “The Fundamentals of Decision Making and Priority Theory With
the Analytic Hierarchy Process. RWS Publications”. Pittsburgh.

Samuelson. Paul & William D Nordhaus. (2001). Mikro Ekonomi. Jakarta : Erlangga

Sirojuzilam. 2015. Pembangunan Ekonomi Regional. USU Press, Medan.

Sirojuzilam dan Mahalli, K. 2010. Regional. Pembangunan, Perencanaan dan


Ekonomi. USU Press. Medan.

Sudaryono. (2017). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.


Sugiyono. 2015.Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.

---------- -- 2017. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukirno, Sadono. (2004). Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja. Grafindo


Persada.

Suryadi, K. 2000. Sistem Pendukung Keputusan. Jakarta: PT. Rosdakarya.


Su’ud,M.H dan Salihin, M.Y.2004. Pengantar Ilmu Pertanian. Banda Aceh: Yayasan
Cendikia Membangun Citra.

Tarigan, Robinson. 2003. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta Rajawali


Press.

Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Jurnal, Publikasi Ilmiah, Skripsi, Tesis dan Disertasi

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2019. Kabupaten Langkat Dalam Angka.
Langkat. Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2020. Kabupaten Langkat Dalam Angka.
Langkat: Badan Pusat Statistik.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2019. Rencana Strategis Tahun 2019-2024.

Guliz Ates, M. Sahin. 2021. Evaluation of Industry 4.0 Applications for Agriculture
using AHP Methodology. Kocaeli Journal of Science and Engineering , 4(1):
(2021) 39-45.

53
Iyan Ritayani, 2014. Analisis Komoditas Unggulan Sektor Pertanian di Wilayah
Sumatera. Jurnal Sosial Ekonoi Pembangunan. Tahun IV No.11, Maret 2014:
215-235.

Khairati, N. 2019. Tesis Analisis Komoditas Unggulan Pertanian dan Penentuan


Wilayah Basis di Kabupaten Langkat. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Loizou, E., Karelakis,C., Galanopoulus, K., Mattas, K. 2019. The role of agriculture
as a development tool for a regional economy. Agricultural Systems Journal.
173 (2019) 482-490.

Martadona, I dan Leovita, A. 2018. Peranan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan


Terhadap Pembangunan Ekonomi Wilayah Propinsi Sumatera Barat. Jurnal
Tata Loka Universitas Diponegoro. Vol.21. Nomor 2.hal. 328 – 334.

Miraza, B.H. 2005. Peran Kebijakan Publik Dalam Perencanaan Wilayah. Wahana
Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 2
Desember 2005.

Mutaqin, Z dan Haidir, H. 2021. Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Sektor


Pangan pada Kawasan Agropolitan di Kota Pagar Alam. Jurnal Tekno global
Volume 10 No. 1 Juli 2021.

Muslim Chairul, dkk. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kinerja Subsektor
Tanaman Pangan. pse.litbang.pertanian.go.id.

Nasution, A. 2009. Pengaruh Pengembangan Wilayah (Aspek Ekonomi Sosial dan


Budaya) terhadap Pertahanan Negara di Wilayah Pantai Timur Sumatera
Utara. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol
4 No.3 April 2009. Medan.

Naciones Unidas. World Population 2017. United Nations. Dep. Econ. Soc. Aff.
Popul. Div. 1–2 (2017)

Nurmayani, S, dkk. 2020. Analisis Peran Sektor Pertanian Dalam Pembangunan


Wilayah di Kabupaten Luwu Timur. Jurnal Agribisnis.Volume 3. Nomor 1.

Nurul Setyaningtyas, M. 2016. Strategi Pengembangan Tanaman Pangan Guna


Meningkatkan Perekonomian Kabupaten Kebumen. Economics Development
Analysis Journal. 5 (2) (2016).

Ramiawati. 2020. Peranan Sektor Pertanian dalam Perencanaan Pembangunan


Ekonomi di Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Pembangunan p-ISSN: 2621-3842, e-ISSN: 2716-2443 Volume 1, No. 2,
2020.

54
Setiabudi, B. 2015. Mewujudkan Peningkatan produksi padi di setiap desa. Tabloid
Sinar Tani.

Sirojuzilam. 2005. Regional Planning and Development. Wahana Hijau. Jurnal


Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol. 1 Nomor 1 Agustus 2005.

Setiyanto, Adi dan Bambang Irawan. 2015. Pembangunan Berbasis Wilayah : Dasar
Teori, Konsep Operasional Dan Implementasinya Di Sektor Pertanian.
Jakarta:Litbang Pertanian

Martadona, Ilham dan Leovita Angelia.2019. Peranan Komoditas Unggulan Tanaman


Pangan Terhadap Pembangunan Ekonomi Wilayah Propinsi Sumatera Barat.
Tata Loka Volume 21 Nomor 2, 2 Mei 2019, hal 328-334.

Walinaulik, Esau Willlem Harun (2016) Penentuan Faktor – Faktor Pengembangan


Wilayah Agropolitan Kabupaten Merauke Berbasis Komoditas Padi. Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota,Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

World Bank. 2019. Official Exchange Rate. Diunduh pada 27 September 2019 dari
http://data.worldbank.org/indicator/PA.NUS.FCRF

Yasir, Muhammad, dkk. 2017. Kontribusi Sektor Unggulan Tanaman Pangan


Terhadap Peningkatan Ekonomi Wilayah di Kecamatan Watang Sidenreng.
Jurnal Plano Madani, Volume 6 Nomor 1, April 2017, 108-114.

Peraturan dan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencabut UU Nomor 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012 Tentang Pedoman


Pengembangan Kawasan Pertanian.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Website :

(https://www.bps.go.id/)
(https://sumut.bps.go.id)

55
(https://langkatkab.bps.go.id)

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner

ANALISIS PENGARUH KETERSEDIAAN FAKTOR PERNDUKUNG


KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN TERHADAP
PENDAPATAN PETANI DI KECAMATAN SIRAPIT
KABUPATEN LANGKAT

Nama : PUTRI NIRWANA SARI


NIM : 207003015
Program Studi : Sekolah Pasca Sarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaaan
Universitas : Universitas Sumatera Utara

Petunjuk pengisian kuesioner :


1. Mohon diberi tanda silang (x) pada kolom jawaban yang Bapak/ Ibu yang
dianggap paling sesuai. Pendapat Bapak/Ibu dinyatakan dalam skala 1 sampai 5
dengan makna :
Sangat Setuju (SS) =5
Setuju (S) =4
Kurang Setuju (KS) =3
Tidak Setuju (TS) =2
Sangat Tidak Setuju (STS) =1

2. Setiap pertanyaan hanya membutuhkan satu jawaban saja.


3. Mohon memberikan jawaban yang sebenarnya.
4. Setelah mengisi kuesioner mohon Bapak/Ibu berikan kepada yang menyerahkan

56
kuesioner.
5. Terima kasih atas partisipasi Bapak/ Ibu.

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama Responden :
2. Desa :
3. Usia : ........ tahun
4. Pendidikan responden :
0 = tidak sekolah 1 = SD 2 = SMP
3 = SMA 4 = Kuliah
5. Pengalaman bertani : ....... tahun
6. Jumlah anggota keluarg : ...... orang
7. Status dalam kelompok :
1 = Pengurus 2 = Anggota 3= Tidak menjadi anggota
8. Nama Poktan :
9. Keaktifan kelompok :
1= Tidak aktif 2 = Kurang aktif 3 =Aktif

10. Jenis kepemilikan lahan :


Jenis lahan Status Kepemilikan
Milik sendiri Sewa
Sawah
Tegalan
Pekarangan

11. Produksi pertanian satu musim tanam terakhir


Jenis komoditas Produksi Harga per Total (Rp) Keterangan
(ton/kg) satuan (Rp/kg)
1. Padi
2. Jagung
3. Kedelai
4. ...........
5. ...........

57
A. Pengadaan input sarana produksi
No Pernyataan SS S KS TS TST
1 Penyediaan benih dilakukan dengan tepat
waktu
2 Penyediaan benih sesuai dengan mutu dan
jumlah yang dibutuhkan
3 Saya selalu mendapatkan benih bersubsidi
4 Penyediaan benih non subsidi mudah
didapatkan
5 Penyediaan pupuk dan pestisida dilakukan
tepat waktu
6 Penyediaan pupuk dan pestisida sesuai
dengan mutu dan jumlah yang dibutuhkan
7 Saya selalu mendapatkan pupuk dan
pestisida bersubsidi
8 Penyediaan pupuk dan pestisida non subsidi
mudah didapatkan
9 Kios penjualan sarana produksi cukup
lengkap
10 Penyediaan dan penyaluran saprotan selalu
didampingi petugas Dinas Pertanian

B. Teknis budidaya

No Pernyataan SS S KS TS TST
1 Pemanfaatan teknologi mampu meningkatkan
hasil produksi
2 Peningkatan hasil produksi dapat
meningkatkan pendapatan petani
3 Penggunaan benih unggul dapat
meningkatkan hasil produksi
4 Pendampingan teknologi kepada petani dapat
membantu meningkatkan hasil produksi
5 Penerapan perlakuan pra semai sudah
dilakukan secara tepat
6 Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam
proses budidaya dapat meningkat hasil
produksi
7 Penanganan pasca panen sudah dilakukan
dengan tepat
8 Pemupukan dilakukan sesuai anjuran, baik
dosis maupun teknis pemberian
9 Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
dapat mengurangi kesuburan tanah

58
10 Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan
dapat menyebabkan resistensi tanaman

C. Sarana infrastruktur

No Pernyataan SS S KS TS TST
1 Penyediaan jaringan irigasi sudah sesuai
dengan kebutuhan
2 Kondisi jaringan irigasi saat ini sudah cukup
baik (tidak rusak)
3 Keberadaan P3A aktif dalam mengatur
distribus air irigasi
4 Pemeliharaan infrastruktur telah dilakukan
secara berkala oleh pemerintah
5 Saya bersedia secara sukarela untuk
membantu biaya dan tenaga pemeliharaan
jaringan irigasi jika dibutuhkan
6 Kondisi fisik jalan usaha sudah baik (tidak
rusak)
7 Pemeliharaan jalan usaha tani dilakukan
secara berkala baik oleh pemerintah atau
swadaya
8 Saya bersedia secara sukarela untuk
membantu biaya dan tenaga dalam
pemeliharaan jalan usaha tani jika dibutuhkan
9 Masih diperlukan perluasan dan
pengembangan jaringan irigasi
10 Sering dilakukan pertemuan/ rembug antar
pengurus Poktan untuk pemeliharaan
infrastruktur irigasi dan jalan usaha tani

D. Pemasaran

No Pernyataan SS S KS TS TST
1 Apabila kualitas komoditas tanaman pangan
yang dihasilkan bagus, maka saya
mendapatkan harga jual yang tinggi
2 Kualitas komoditas pangan mempengaruhi
harga jual
3 Harga jual komoditas pangan diatas harga
pasar
4 Pembentukan kemitraan kelompok tani
dengan pedagang besar dapat meningkatkan
pendapatan
5 Penjualan hasil produksi komoditas pangan
dilakukan kepada pedagang besar

59
6 Pembentukan kemitraan kelompok tani
dengan pabrik pengguna tanaman pangan
secara langsung dapat meningkatkan
pendapatan petani
7 Penjualan hasil produksi komoditas pangan
dilakukan kepada pabrik pengguna
8 Adanya pengolahan pasca panen agar
meningkatkan harga jual komoditas pangan
9 Adanya bantuan subsidi harga oleh
pemerintah
10 Adanya jaminan kemudahan akses pemasaran
oleh pemerintah

E. Fungsi kelembagaan dan penyuluhan

No Pernyataan SS S KS TS TST
1 Lembaga penyuluhan membantu dalam
meningkatkan pemberdayaan kelompok tani
2 Penyuluh setempat selalu mendampingi
petani dalam pemberdayaan kelompok tani
3 Penyuluh membantu memfasilitasi petani
untuk mengikuti pelatihan
4 Penyuluh membantu petani untuk
mendapatkan modal dalam usaha tani
5 Penyuluh memiliki kemampuan teknis dan
praktek budidaya tanaman pangan dengan
baik
6 Petani mudah mendapatkan akses permodalan
dari lembaga keuangan setempat
7 Ketersediaan lembaga keuangan setempat
sudah cukup baik
8 Pernyaratan pengajuan pinjaman modal
mudah dilengkapi oleh petani
9 Saya lebih nyaman meminjam modal kepada
lembaga keuangan resmi (Bank) dari pada
tengkulak
10 Saya lebih nyaman meminjam modal kepada
tengkulak dibandingkan Bank

II. Koesioner Perubahan Pendapatan petani (Y)

No Pernyataan SS S KS TS TST
Perubahan Hasil Produksi
1 Kemudahan pengadaan input sarana produksi
dapat meningkatkan hasil produksi

60
2 Pemahaman yang baik tentang teknis
budidaya dapat meningkatkan hasil produksi
3 Dengan adanya sarana infrastruktur yang baik
maka dapat meningkatkan hasil produksi
4 Kemudahan aksesibilitas pemasaran dan
kestabilan harga dapat meningkatkan hasil
produksi
5 Optimalisasi peran lembaga keuangan dan
penyuluhan dapat membantuk petani dalam
meningkatkan hasil
Perubahan Pendapatan
6 Kemudahan pengadaan input sarana produksi
dapat membantu meningkatkan pendapatan
petani
7 Pemahaman yang baik tentang teknis
budidaya dapat membantu meningkatkan
pendapatan petani
8 Dengan adanya sarana infrastruktur yang baik
dapat meningkatkan pendapatan petani
9 Kemudahan aksesibilitas pemasaran dan
kestabilan harga dapat meningkatkan
pendapatan petani
10 Optimalisasi peran lembaga keuangan dan
penyuluhan dapat meningkatkan pendapatan
petani

61
Lampiran 2 : Kuesioner AHP

ANALISIS PENENTUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS


UNGGULAN TANAMAN PANGAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KECAMATAN SIRAPIT KABUPATEN LANGKAT

Nama : PUTRI NIRWANA SARI


NIM : 207003015
Program Studi : Sekolah Pasca Sarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaaan
Universitas : Universitas Sumatera Utara

Skala pembobotan perbandingan ini menggunakan metode AHP (Analytical


Hierarchy Process) yang menggunakan skala dalam penilaian derajat kepentingan (1-
9) suatu unsur dibandingkan dengan unsur lainnya dalam satu struktur hirarki.

1. Goal
Tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh strategi pengembangan komoditas
unggulan tanaman pangan dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Sirapit
Kabupaten Langkat
2. Kriteria (Level 2)
Kriteria dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pengadaan input sarana produksi
b. Teknis budidaya
c. Sarana infrastruktur
d. Pemasaran
e. Kelembagaan dan Penyuluhan

3. Alternatif ( Level 3)
Penentuan alternatif strategi pengembangan tanaman pangan unggulan di
Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat :

62
A. Kriteria pengadaan input sarana produksi dapat dilakukan melalui tiga
strategi yaitu :
A1. Pemerintah memberikan subsidi input produksi sesuai kebutuhan petani
A2. Penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan) tepat waktu, jumlah, harga dan
mutu.
A3. Pembukaan kesempatan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk berinvestasi
dalam bidang pupuk dengan ketentuan harga sesuai mekanisme pasar (tanpa
subsidi)

B. Kriteria teknis budidaya dapat dilakukan melalui empat strategi yaitu :


B1. Pendampingan kepada petani untuk menerapkan teknologi budidaya tanaman
pangan yang tepat.
B2. Merangsang petani menggunakan bibit/benih unggul berlabel bermutu baik
B3. Merangsang petani menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati dalam
kegiatan budidaya
B4. Penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam proses budidaya

C. Kriteria teknis sarana infrastruktur dapat dilakukan melalui tiga strategi


yaitu :
C1 : Peningkatan fungsi dan rehabilitasi jaringan irigasi
C2 : Pemeliharaan infrastuktur irigasi
C3 : Pembangunan jalan usaha tani

D. Kriteria teknis pemasaran dapat dilakukan melalui empat strategi yaitu :


D1. Pembentukan kemitraan kelompok tani dengan pedagang besar
D2. Pembentukan kemitraan kelompok tani dengan pabrik pengguna tanaman pangan
secara langsung
D3. Pemberian bantuan modal kepada kelompok tani untuk pembelian tanaman
Pangan
D4. Kebijakan perlindungan harga komoditas tanaman pangan

63
E. Kriteria teknis pemasaran dapat dilakukan melalui empat strategi yaitu :
E1 : Memaksimalkan fungsi lembaga keuangan untuk kemudahan akses permodalan
E2 : Optimalisasi fungsi lembaga penyuluhan dalam pemberdayaan kelembagaan
Petani
E3 : Revitalisasi Kelembagaan penyuluhan
E4 : Pengembangan KUD (Koperasi Unit Desa)

Data Responden

Nama :
Jabatan/Posisi :
Nama Instansi / Poktan :
Pengalaman Bekerja :

Petunjuk Pengisian Kuisioner AHP


Sebelum mengisi kuisioner, Bapak/Ibu/ Saudara dapat memperhatikan skala
pembobotan dalam memberikan penilaian setiap perbandingan berpasangan pada
tingkat kepentingan sebagai berikut :
Nilai 1 = Sama Pentingnya
Nilai 3 = Sedikit Lebih Penting
Nilai 5 = Lebih Penting
Nilai 7 = Sangat Lebih Penting
Nilai 9 = Mutlak Lebih Penting
Nilai 2,4,6,8 = Nilai Tengah

Bapak/Ibu/Saudara dimohon untuk memberikan tanda silang (X) pada kolom yang
telah disediakan sesuai pendapat anda.
1. Pertanyaan Kriteria
Penentuan kriteria dalam penentuan strategi pengembangan komoditas unggulan
tanaman pangan di Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat terdiri dari 5 kriteria,
diantaranya; (1) pengadaan input sarana produksi, (2) Teknis budidaya (3) Sarana

64
infrastruktur (4) Pemasaran dan (5) kelembagaan dan Penyuluhan. Bagaimana
pertimbangan anda mengenai derajat kepentingan dari beberapa kriteria berikut ?

Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Pengadaan input Teknis budidaya
sarana produksi
Pengadaan input Sarana infrastruktur
sarana produksi
Pengadaan input Pemasaran
sarana produksi
Pengadaan input Kelembagaan dan
sarana produksi penyuluhan
Teknis budidaya Sarana infrastruktur
Teknis budidaya Pemasaran
Teknis budidaya Kelembagaan dan
penyuluhan
Sarana infrastruktur Pemasaran

Sarana infrastruktur Kelembagaan dan


penyuluhan

Pemasaran Kelembagaan dan


penyuluhan

2. Pertanyaan Alternatif Strategi


Penentuan alternatif yang disebutkan untuk memutuskan penentuan strategi
pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kecamatan Sirapit Kabupaten
langkat terdapat 5 alternatif. Bagaimana menurut Anda dalam perbangdingan tingkat
kepentingan beberapa alternatif berikut :
A. Pengadaan input sarana produksi
Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Pemerintah Penyediaan sarana
memberikan subsidi produksi pertanian
input produksi sesuai (saprotan) tepat
kebutuhan petani waktu, jumlah, harga
dan mutu

Pemerintah Pembukaan
memberikan subsidi kesempatan seluas-
input produksi sesuai luasnya kepada pihak
kebutuhan petani swasta untuk
berinvestasi dalam
bidang pupuk dengan

65
ketentuan harga
sesuai mekanisme
pasar (tanpa subsidi
Penyediaan sarana Pembukaan
produksi pertanian kesempatan seluas-
(saprotan) tepat luasnya kepada pihak
waktu, jumlah, harga swasta untuk
dan mutu berinvestasi dalam
bidang pupuk dengan
ketentuan harga
sesuai mekanisme
pasar (tanpa subsidi)

B. Teknis budidaya
Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Pendampingan Merangsang petani
kepada petani untuk menggunakan
menerapkan bibit/benih unggul
teknologi budidaya berlabel bermutu baik
tanaman pangan Merangsang petani
yang tepat menggunakan
bibit/benih unggul
berlabel bermutu baik
Pendampingan Merangsang petani
kepada petani untuk menggunakan pupuk
menerapkan organik dan pestisida
teknologi budidaya nabati dalam kegiatan
tanaman pangan budidaya
yang tepat

Pendampingan Penggunaan alat dan


kepada petani untuk mesin pertanian
menerapkan (alsintan) dalam
teknologi budidaya proses budidaya
tanaman pangan
yang tepat

Merangsang petani Merangsang petani


menggunakan menggunakan pupuk
bibit/benih unggul organik dan pestisida
berlabel bermutu nabati dalam kegiatan
baik budidaya

Merangsang petani Penggunaan alat dan


menggunakan mesin pertanian
bibit/benih unggul (alsintan) dalam
berlabel bermutu proses budidaya
baik

66
Merangsang petani Penggunaan alat dan
menggunakan pupuk mesin pertanian
organik dan pestisida (alsintan) dalam
nabati dalam proses budidaya
kegiatan budidaya

C. Sarana infrastruktur
Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Peningkatan fungsi Pemeliharaan
dan rehabilitasi infrastuktur irigasi
jaringan irigasi
Peningkatan fungsi Pembangunan jalan
dan rehabilitasi usaha tani
jaringan irigasi
Pemeliharaan Pembangunan jalan
infrastuktur usaha tani
irigasi

D. Pemasaran
Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Pembentukan Pembentukan
kemitraan kelompok kemitraan kelompok
tani dengan tani dengan pabrik
pedagang besar pengguna tanaman
pangan secara
langsung

Pembentukan Memberikan
kemitraan kelompok kemudahan akses
tani dengan distribusi pemasaran
pedagang besar kepada kelompok
tani
Pembentukan Kebijakan
kemitraan kelompok perlindungan harga
tani dengan komoditas tanaman
pedagang besar pangan
Pembentukan Memberikan
kemitraan kelompok kemudahan akses
tani dengan pabrik distribusi pemasaran
pengguna tanaman kepada kelompok
pangan secara tani
langsung

67
Pembentukan Kebijakan
kemitraan kelompok perlindungan harga
tani dengan pabrik komoditas tanaman
pengguna tanaman pangan
pangan secara
langsung

Memberikan Kebijakan
kemudahan akses perlindungan harga
distribusi pemasaran komoditas tanaman
kepada kelompok pangan
tani

E. Kelembagaan dan Penyuluhan Pertanian


Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Memaksimalkan Optimalisasi fungsi
fungsi lembaga lembaga penyuluhan
keuangan untuk dalam pemberdayaan
kemudahan akses petani
permodalan
Memaksimalkan Revitalisasi
fungsi lembaga kelembagaan
keuangan untuk penyuluhan
kemudahan akses
permodalan
Memaksimalkan Pengemabangan
fungsi lembaga KUD (Koperasi Unit
keuangan untuk Desa)
kemudahan akses
permodalan
Optimalisasi fungsi Revitalisasi
lembaga penyuluhan kelembagaan
dalam pemberdayaan penyuluh
petani
Optimalisasi fungsi Pengemabangan
lembaga penyuluhan KUD (Koperasi Unit
dalam pemberdayaan Desa)
petani
Revitalisasi Pengemabangan
kelembagaan KUD (Koperasi Unit
penyuluh Desa)

68
1

Anda mungkin juga menyukai