1
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
KATA PENGANTAR
[TYPE THE SENDER COMPANY ADDRESS]
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia serta ridlho-
Nya, dokumen Masterplan Kawasan Pertanian Provinsi Banten Tahun 2017-2022
sudah dapat diselesaikan.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah terlibat dalam Penyusunan Masterplan Kawasan Pertanian Provinsi
Banten Tahun 2012-2017 ini.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. LatarBelakang.............................................................................................. 1
1.2. Tujuan ............................................................................................................ 2
1.3. Hasil yang diharapkan ................................................................................ 3
1.4. Sasaran ................................................................................................... 3
1.5. Sistematika Pelaporan ................................................................................ 4
DAFTAR TABEL
5.23. Komposisi Investasi PMA dan PMDN yang Masuk ke Banten Menurut
Pembagian Daerah, Tahun 2015 .................................................................. 79
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN 1
[TYPE THE SENDER COMPANY ADDRESS]
Kedaulatan pangan nasional di masa kini dan mendatang sudah menjadi salah satu
komitmen dari pemimpin negara dan seluruh komponen bangsa Indonesia. Berbagai
masalah masih harus segera dicarikan solusinya agar dapat menjawab tantangan
peningkatan produksi pertanian mampu memenuhi kebutuhan pangan akibat
pertambahan penduduk dan peningkatan kualitas hidup penduduk.
Selain dari belum ditemukannya formulasi teknik budidaya pertanian yang mendukungdan
penyediaan sumberdaya manusia pertanian yang mampu menjawab tantangan
tersebut, persoalan pemenuhan pangan dibebani oleh faktor dari luar pertanian
terutama perubahan iklim global, konversi lahan pertanian ke non pertanian, dan
rendahnya minat investasi dan bekerja di bidang pertanian serta semakin ketatnya
persaingan pasar akibat pemberlakuan pasar bebas yang berakibat melimpahnya
produk pertanian dari negara lain.
Untuk mencapai kedaulatan pangan, selain peningkatan produksi dan mutu produk-
produk pertanian, tantangan lainnya yang juga penting adalah bagaimana untuk
meningkatkan kemakmuran dan/atau kesejahteraan petani. Untuk menyediakan
bahan pangan dengan harga yang murah dan/atau terjangkau masyarakat, tentu
membutuhkan tidak hanya mengacu pada produksi dan mutu saja, tetapi juga
harusdikaitkan dengan biaya produksi yang cukup rendah agar dapat bersaing di
pasar.Agar suatu bahan pangan dapat terbeli, pada akhirnya terkait juga dengan
daya beli konsumen, meskipun pada akhirnya tergantung juga pada elastisitas pasar
suatu produk komoditas.
Meskipun bukan sebagai provinsi yang terbesar dalam produksi pangan nasional,
namun kontribusi Provinsi Banten dalam rangka mendukung pencapaianketahanan
pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan nasional di masa mendatang
[Pick the date] Page 15
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
akan semakin penting. Dalam dua tahun terakhir, fakta menunjukkan terjadinya
peningkatan kontribusi Provinsi Banten dalam menunjang program-program yang
terkait dengan ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan
nasional.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan Masterplan Kawasan Pertanian Banten tahun 2017-2022 ini
adalah:
2. Menetapkan sasaran dan lokasi kawasan pertanian di Provinsi Banten tahun 2017-
2022 guna mendukung target produksi dan produktivitas lima komoditas pertanian
strategis serta komoditas pertanian unggulan nasional lainnya.
Hasil yang diharapkan dari penyusunan Masterplan Kawasan Pertanian Banten tahun
2017-2022 ini adalah:
1. Ditetapkannya sasaran dan lokasi kawasan-kawasan pertanian di Provinsi Banten
untuk tahun 2017-2022 yang sesuai dengan standard dan arahan
pengembangan kawasan pertanian nasional.
2. Tersusunnya suatu dokumen perencanaan secara komprehensif dan terpadu dari
aspek hulu, hilir dan penunjangnya yang dapat digunakan oleh para pengambil
keputusan dan pelaksana yang terkait untuk memandu pelaksanaan, monitoring,
evaluasi dan pelaporan pembangunan kawasan pertanian di Provinsi Banten tahun
2017-2022.
3. Dihasilkannya acuan bagi para pengambil keputusan untuk menyusun kebijakan-
kebijakan serta program dan kegiatan yang terkait dengan pengembangan
komoditas pertanian strategis serta komoditas pertanian unggulan nasional lainnya di
wilayah Provinsi Banten tahun 2017-2022.
1.4. Sasaran
Secara umum sasaran yang terkait dengan Masterplan Kawasan Pertanian Banten
tahun 2017-2022 ini adalah seluruh pihak yang terkait dan terlibat dalam
pembangunan dan pengembangan pertanian di Provinsi Banten, baik pengambil
keputusan, pelaksana, pendukung, pengawas, maupun pemerhati.
Secara lebih rinci dan spesifik, pihak-pihak tersebut adalah: para pengambil keputusan
dan aparat pemerintah di Kementeriaan Pertanian; Dinas Pertanian dan Peternakan
di Provinsi Banten; Dinas-dinas Pertanian dan Peternakan di kabupaten/kota di
wilayah Provinsi Banten; Balai-balai dan UPTD lainnya di bawah koordinasi Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten; Sekretaris Daerah Provinsi Banten serta
Sekretaris Daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten; Bappeda Provinsi
Banten serta Bappeda di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten; Badan/Kantor
Statistik Provinsi Banten dan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten; lembaga-
lembaga penelitian pertanian lainnya, khususnya BPTP Provinsi Banten; serta LSM dan
pemerhati bidang pertanian dan lingkungan.
IV. METODOLOGI
4.1. Jenis data dan Sumbernya
4.2. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
4.3. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi
4.4. Metode Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Kawasan
Pertanian
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Peta Kawasan
Dan lain-lain sesuai kebutuhan
Saat ini Provinsi Banten memiiliki beberapa kawasan pertanian untuk setiap bidang seperti
yang disajikan pada Tabel 2.1.
Untuk bidang tanaman pangan, kawasan pertanian di Provinsi Banten untuk padi dan
jagung terdapat di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang dan
Kabupaten Tangerang. Sedangkan Kawasan Pertanian Kedelai terdapat di Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang.
Untuk bidang hortikultura, kawasan pertanian di Provinsi Banten hanya Kawasan Cabe,
yaitu di Kota Serang.
Bidang peternakan menghasilkan dua kawasan di Provinsi Banten, yaitu kawasan
peternakan sapi di Kabupaten Tangerang serta Kawasan Pengembangan Bibit Kerbau di
Kabupaten Lebak.
Sedangkan untuk bidang perkebunan, kawasan perkebunan di Provinsi Banten untuk
kakao, kelapa dan aren terdapat di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Serang. Sedangkan Kawasan Pertanian Aren terdapat di Kabupaten Lebak.
2.2.2. Hortikultura
Visi Pembangunan KawasanHortikultura Provinsi
Bantenadalahterwujudnyakawasanhortikultura cabe berskala ekonomi
berbasiskemitraan untukmembantu mewujudkankedaulatan pangan hortikultura.
2.2.3. Peternakan
Visi Pembangunan KawasanPeternakan Provinsi
Bantenadalahterwujudnyakawasanpeternakansapi dan kerbau untuk mendukung
kedaulatan pangan asal ternak
2.2.4. Perkebunan
Visi Pembangunan Kawasan Perkebunan Provinsi Banten adalah terwujudnya
kawasan perkebunanberskala ekonomi berbasiskebersamaan usaha komoditas
Kakao, Kelapa dan Aren yang berdaya saing tinggi untuk mewujudkanpengelolaan
perkebunan lestari ditopang teknologi ramah lingkungan untuk dapat mendukung
agrowisata.
2.2.2. Hortikultura
2.2.3. Peternakan
Misi Pembangunan KawasanPeternakan Provinsi Banten: 1) Meningkatkan populasi
ternak dan produk hasil ternak, 2) Mendukung terwujudnya kedaulatan pangan asal
ternak, 3) Meningkatkanpendapatan dan kesejahteraan peternak.
2.2.4. Perkebunan
Misi Pembangunan Kawasan Perkebunan, yaitu: 1) Menjadikan kawasan perkebunan
sebagai pusat bisnis bersama masyarakat, 2) Menghasilkan produk perkebunan
melalui penerapan pengelolaan perkebunan lestari, 3) Mensinergikan sektor
pertanian dalam arti luas dan agrowisata melalui pemantapan kelembagaan dan
keberdayaan masyarakat pelaku usaha perkebunan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2.4.2. Hortikultura
TujuanpengembanganKomoditasdanKawasanHortikultura
secaraumumadalahmendukung pencapaian swasembda pangan strategis asal
hortikultura, khususnya cabe merah (besar).
[Pick the date] Page 22
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Tujuansecarakhususmeliputi :
1) Peningkatan produktivitas dan produksi cabe merah besar
2) Peningkatan pasca panen cabe untuk meningkatkan nilai tambah, mutu dan daya
saing
2.4.3. Peternakan
TujuanpengembanganKomoditasdanKawasanPeternakan
secaraumumadalahpeningkatan populasi sapi dan produksi daging sapi.
Tujuansecarakhususmeliputi :
a. Peningkatan populasi sapi
b. Peningkatan produksi daging sapi
c. Peningkatan produksi bibit sapi dan/atau kerbau unggulan
2.4.4. Perkebunan
Tujuan pengembangan Komoditas dan Kawasan Perkebunan secara umum adalah
pemanfaatan sumberdaya perkebunan secara adil dan berkelanjutan untuk kesejahteraan
masyarakat. Tujuansecarakhususmeliputi :
d. Optimalisasidanpemanfaatanlahanuntukpengembangankomoditasunggulanberbasi
skawasan.
e. Peningkatanproduksidannilaitambahsumberdayaperkebunan
f. Mewujudkankelembagaanpengelolaperkebunan yang efektifdanefisien
g. Peningkatanperansertamasyarakatdalampengelolaanperkebunan
h. Peningkatanrisetdanteknologiperkebunan
Rata-rata
No Uraian 2017 2018 2019 2020 2021 2022 Pertumbuhan
1 Padi 2.303..623 2.248.305 2.260.779 2.278.624 2.297.028 2.316.000 0,8%
2 Jagung 77,989 15.344 16.677 18.126 19.698 21.406 9,9%
3 Kedelai 7.745 8.035 8.218 8.503 8.769 9.054 3,2%
[Pick the date] Page 23
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
2.5.2. SasaranPengembanganKomoditasdanKawasanHortikultura
SasaranPengembanganKomoditasdanKawasanPeternakan Provinsi Banten
fokusterhadapkomoditasunggulanhortikultura terpilih, yaitu cabe merah besar yang
sebagian besar berasal dari Kota Serang. Sasaran produksi dan pertumbuhan daging
sapi disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. SasaranPertumbuhan Cabe Merah (Besar) ProvinsiBanten(dalam ribu ton)
Rata-rata
No Uraian 2017 2018 2019 2020 2021 2022 Pertumbuhan
1 Cabe 4.789 5.437 6.021 6.975 7.408 8.228 5,5%
2.5.3. SasaranPengembanganKomoditasdanKawasanPeternakan
SasaranPengembanganKomoditasdanKawasanPeternakanProvinsiBantenfokusterhadapk
omoditasunggulanpeternakanterpilih, yaitudagingsapi yang
sebagianbesarberasaldariKabupaten Tangerang.
SasaranproduksidanpertumbuhandagingsapidisajikanTabel 2.4.
Tabel 2.4. SasaranPertumbuhanProduksiDagingSapiProvinsiBanten(dalam ribu ton)
Rata-rata
No Uraian 2017 2018 2019 2020 2021 2022 Pertumbuhan
1 Cabe 38,70 40,24 41,85 43,53 45,27 47,08 4,0%
N Rata-rata
Uraian 2017 2018 2019 2020 2021
o Pertumbuhan
1 Kakao 0,49 0,45 0,58 0,44 0,50 2,87 %
2 Kelapa 0,52 0,50 0,51 0,51 0,52 0,04 %
[Pick the date] Page 24
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
yaitu hewan-hewan peliharaan, terutama anjing, kucing, dan burung serta klinik pat
animal atau kesehatan hewan.
Untuk menjadikan Kota Tangerang Selatan sebagai sentra pengelolaan pasca panen
dan pengolahan produk atau komoditi pertanian masih terkendala oleh masih
sedikitnyajumlah dan ragam agroindustri, masih rendahnya dukungan dan penggunaan
teknologi tepat guna, serta masih rendah dan terbatasnya investasi di sektor
agroindustri ini.
ini sebetulnya memerlukan perhatian dan perlakuan, agak berbeda dengan kawasan
pertanian yang berupa hamparan luas (yang tidak terkepung).
Kabupaten Lebak merupakan wilayah yang merupakan wilayah yang memiliki luasan
areal pertanian terluas di Provinsi Banten. Oleh karena itu, Kabupaten Lebak memiliki
kawasan pertanian terbanyak, yaitu kawasan pertanian padi, jagung, dan kedelai;
kawasan peternakan benih kerbau, dan kawasan perkebunan kokoa, kelapa dalam
dan aren. Tidak seperti kabupaten/kota lainnya, ancaman alihfungsi lahan kawasan
pertanian ke non pertanian di kabupaten ini termasuk salah satu yang terendah.
Masalah yang dihadapi untuk pengembangan kawasan pertanian dan kawasan
perkebunan adalah kesuburan tanah yang umumnya rendah karena sebagian besar
tanahnya adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang bereaksi masam, memiliki
kandungan bahan organik dan basa-basa yang rendah dan kandungan Fe dan Al
dapat ditukar yang cukup tinggi serta kemiringan lahan yang cukup curam di banyak
wilayah yang menyebabkan tingginya erosi tanah yang dapat menyebabkan
penurunan kesuburan tanah dan produktivitas lahan pertanian.
Tantangan yang dihadapi untuk on farm adalah masih terbatasnya penggunaan
input-input atau sarana produksi pertanian, alat mesin pertanian serta teknologi tepat
guna untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Untuk pengembangan kawasan peternakan, secara umum masalah yang dihadapi
adalah kualitas sumberdaya peternak yang umumnya masih cukup rendah yang
menggunakan teknik beternak yang masih konvensional.
a. Tanaman Pangan
Berkurangnya luasan lahan pertanian akibat konversi lahan ke non pertanian
Fasilitas irigasi atau pengairan masih terbatas
Kelangkaan ketersediaan benih unggul, khususnya untuk kacang kedelai
Terjadinya kelangkaan ketersediaan pupuk subsidi dan pupuk organik di beberapa
tempat
b. Tanaman Hortikultura
Berkurangnya luasan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian
Fasilitas irigasi atau pengairan masih terbatas
Ketersediaan benih unggul masih terbatas
Banyak pohon-pohon buah-buahan andalan, khususnya durian dan rambutan
andalan sudah berumur lanjut, perlu peremajaan
Terjadinya kelangkaan ketersediaan pupuk subsidi dan pupuk organik di beberapa
tempat
Lemahnya permodalan petani
Rendahnya dan masih terbatasnya penguasaan petani untuk teknologi tepat guna
untuk mendukung pengusahaan pertanian hortikultura berdaya saing
c. Peternakan
Keterbatasan fungsi Rumah Potong Hewan (RPH) dalam memproduksi daging ASUH
(aman, sehat, utuh, dan halal) baik untuk memenuhi konsumsi masyarakat Banten
sendiri maupun untuk dijual ke luar daerah
Masih rendahnya ketersediaan pakan ternak (hijauan, konsentrat, dan silase, dll)
yang berkualitas dengan harga yang terjangkau.
Ketersediaan obat-obatan hewan/ternak yang masih relatif terbatas serta harganya
yang belum terjangkau
Sistem Informasi Sub Sektor Peternakan yang dapat membantu memonitor informasi
tentang produksi ternak dari tempat lain, perkembangan harga ternak dan produk
ternak lainnya di tempat lain, dan sebagainya belum berkembang.
Lemahnya permodalan peternak, khususnya peternak kecil, sedangkan usaha
peternakan memerlukan dana atau modal yang relatif tinggi serta jangka waktu
usaha yang agak lama, khususnya ternak ruminansia.
Terbatasnya penyediaan permodalan bagi peternak dari bank dan lembaga
keuangan lainnya.
Sarana dan prasarana yang dimiliki dan dikuasai peternak kecil masih sangat terbatas.
d. Perkebunan
Jenis bibit/klon yang digunakan kurang baik karena bantuan bibit bagi petani
masih kurang
Permodalan masih rendah
a. Tanaman Pangan
b. Hortikultura
Penggunaan pupuk masih rendah dan belum berimbang sesuai kebutuhan
Sering terjadi kelangkaan benih unggul, khususnya cabe merah dan bawang merah.
Di beberapa tempat mengalami kekeringan atau kekurangan pasokan air irigasi,
terutama akibat dampak perubahan iklim global
Masih tingginya intensitas serangan hama penyakit yang belum dapat diatasi
Terjadinya erosi pada pertanian lahan kering, terutama yang berlereng curam
Budidaya hortikultura kalah kompetisi lahan/tanah sawah dengan komoditi lainnya,
khususnya padi
Belum banyak yang memakai alsintan untuk penanaman dan pemanenan
Masih rendah dan terbatasnya penggunaan teknologio tepat guna
c. Peternakan
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian mengurangi areal pakan hijauan untuk
ternak.
RTRW dan Peraturan Daerah di perkotaan yang melarang terbitnya ijin untuk usaha
peternakan
Pengendalian penyebaran penyakit hewan ternak menular yang masih belum
dapat diandalkan untuk menangkal dan mengatasi serangan penyakit ternak
Sistem budidaya ternak yang masih dilakukan secara konvensional, yang belum
mendukung pertumbuhan dan perkembang biakan ternak yang optimal (masih
banyak terjadi in-breeding, perkawinan sedarah).
Masih terbatasnya penggunaan inovasi dan teknologi tepat guna dalam
mendukungpercepatan pertumbuhan dan perkembangbiakan ternak
d. Perkebunan
Adanya konversi lahan perkebunan untuk kegiatan lain non pertanian
Secara umum permasalahan pada sub sistem pasca panen untuk komoditi pertanian,
perkebunan, dan peternakan di Provinsi Banten adalah:
1. Kualitas SDM masih rendah dan belum cukup penguasaan teknologi untuk
pengolahan pasca panen;
2. Terbatasnya komitmen agroindustri pasca pangan terhadap program berbagai
pengembangan SDM;
3. Wahana dan ketersediaan program-program pendidikan dan pelatihan
profesional di bidang agroindustri pasca panen masih terbatas/sedikit;
4. Ketersediaan dan aplikasi teknologi tepat guna masih rendah/terbatas;
5. Investasi dan permodalan masih terbatas;
6. Masih kurangnya kesadaran, kepedulian dan kepatuhan produsen dan konsumen
tentang mutu dan keamanan pangan;
7. Masih terbatasnya pembinaan terhadap pengembangan bidang agroindustri atau
pasca panen;
8. Belum adanya ketentuan atau undang-undang yang mengatur tentang standard
mutu pengolahan pasca panen untuk masing-masing komoditi pangan,
hoikultura, perkebunan dan peternakan.
9. Database pertanian, perkebunan dan peternakan yang ada saat ini masih perlu
ditingkatkan akurasinya.
a. Tanaman Pangan
b. Hortikultura
c. Tanaman Perkebunan
d. Peternakan
a. Tanaman Pangan
segenap pelaku dan pemangku kepentingan dalam suatu kawasan pertanian yang
berskala ekonomis, memasyarakatkan pendekatan yang menyeluruh mulai dari hulu
hingga hilir Berdasarkan kelompok komoditas, kawasan pertanian terdiri dari: 1)
kawasan tanaman pangan, 2) kawasan hortikultura, 3) kawasan perkebunan, dan 4)
kawasan peternakan (Permentan No 50, 2012).
a) Tanaman Pangan
Kawasan tanaman pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan
oleh faktor alamiah, sosial budaya dan infrastruktur fisik buatan serta dibatasi oleh
agroeksosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan
efektivitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat
berupa kawasan yang telah eksis (ada), atau calon lokasi baru dan lokasinya berupa
hamparan atau spot-spot partial namun terhubung dengan aksesibilitas yang
memadai. Luas kawasan tanaman pangan untuk masing-masing komoditas
unggulan tanaman pangan adalah: a) padi, jagung, dan ubi kayu minimal 5.000
hektar, b) kedelai minimal 2.000 hektar, c) kacang tanah minimal 1.000 hektar, dan d)
kacang hijau dan ubi jalar minimal 500 hektar.
b) Tanaman Hortikultura
Kawasan hortikultura adalah sebaran usaha hortikultura yang disatukan oleh faktor
alamiah, sosial budaya dan infrastruktur fisik buatan serta dibatasi oleh agroeksosistem
yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektivitas
manajemen usaha hortikultura. Kawasan tanaman hortikultura dapat berupa kawasan
yang telah eksis (ada), atau calon lokasi baru dan lokasinya berupa hamparan atau spot-
spot partial namun terhubung dengan aksesibilitas yang memadai.
Kriteria khusus kawasan hortikultura mencakup berbagai aspek teknis yang bersifat
spesifik komoditas, baik untuk tanaman buah, tanaman sayuran, tanaman obat,
maupun tanaman hias.
c) Kawasan Perkebunan
d) Peternakan
Kawasan peternakan adalah kawasan existing atau lokasi baru yang memiliki SDA
sesuai agroekosistem, dan lokasinya dapat berupa hamparan dan atau spot partial
(luasan terpisah) yang terhubung secara fungsional melaluiaksesibilitas yang baik
dalam satu kawasan, dilengkapi dengan prasarana dan sarana pengembangan
ternak yang memadai. Kawasan peternakan harus memiliki lahan padang
penggembalaan dan atau hijauan makanan ternak, serta dapat dikembangkan
dengan pola integrasi ternak-perkebunan, ternak-tanaman pangan, ternak-
hortikultura. Batasan minimal populasi ternak pada suatu kawasan peternakan dan
aspek-aspek teknis lainnya akan diatur lebih lanjut dalam pedoman teknis kawasan
peternakan yang menjabarkan lebih lanjut pedoman ini.
a. Pendekatan Agroekosistem
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan kawasan komoditas
unggulan adalah meningkatnya kuantitas produksi, kualitas produk dan kesinambungan
produksi komoditas yang dihasilkan. Dalam rangka pencapaian sasaran tersebut dan
meningkatkan efektivitas serta efisiensi pengembangan komoditas unggulan, maka
[Pick the date] Page 42
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
d. Pendekatan Partisipatif
Kawasan pertanian yang ada saat ini baik merupakan kawasan pertanian tradisional
maupun kawasan pertanian yang dibangun Pemerintah. Ditinjau daritahap
perkembangannya dapat diklasifikasikan dalam tiga katagori kelas kawasan, yaitu:
a.. Kawasan yang belum berkembang
[Pick the date] Page 44
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
a. Tahap Inisiasi
Pada tahap inisiasi kegiatan dilakukan lebih bersifat administratif, diawali dengan
penetapan komoditas dan calon lokasi dengan berbagai pendekatan seperti yang
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Kegiatan selanjutnya, adalah melakukan
pengumpulan data dan informasi detail kawasan mencakup potensi biofisik dan
sosial-ekonomi yang mendukung pengembangan komoditas yang akan
dikembangkan. Data dan informasi tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunanMaster
Plan oleh Pemerintah Provinsi dan Rencana Aksi oleh PemerintahKabupaten/Kota yang
menjelaskan mengenai kondisi ideal kawasan ke depan serta langkah-langkah yang
diperlukan untuk menuju ke kondisi yang diharapkan.
Indikator keberhasilan pada tahap inisiasi meliputi: (1) ditetapkannya kawasan
pertanian berdasarkan potensi sumberdaya lahan, (2) tersusunnya Master Plan dan
rencana aksi pengembangan kawasan pertanian, (3) terbitnya dokumen
kesepakatan kerjasama lintas sektoral pengembangan kawasan pertanian (MoU) dan
(4) tersedianya alokasi anggaran (non APBN Kementan) untuk pembangunan
kawasan pertanian.
b. Tahap Penumbuhan
c. Tahap Pengembangan
d. Tahap Pemantapan
Pada tahap ini, kawasan-kawasan yang telah mantap dibangun keterkaitan (linkage)
dengan kawasan lainnya, sehingga terbentuk koneksi antar kawasan yangmerupakan
jejaring antar kawasan.Pada tahap ini kegiatan lebih ditekankan pada pengembangan
inovasi teknologi, penguatan kelembagaan, peningkatan koordinasi dengan berbagai
pemangku kepentingan, penguatan kerjasama pemasaran.
3.2.6. Strategi Umum Pengembangan Kawasan
pengembangan antar sektor/subsektor, antar institusi, dan antar pelaku usaha yang telah
ada di daerah, yang terfokus di kawasan. Pada hakekatnya pengembangan kawasan
merupakan kerjasama dari setiap pelaku usaha, termasuk di dalamnya adalah kontribusi
dari berbagai sektor terkait, seperti perindustrian, perdagangan, koperasi dan usaha kecil
dan menengah, pekerjaan umum, pusat penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi,
perbankan dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.
Berdasarkan kebutuhan, aspirasi dan permasalahan yang dihadapi pelaku usaha dalam
melaksanakan pembangungan pertanian di kawasan, maka secara garis besar strategi
pengembangan kawasan pertanian dapat dirumuskan mencakup: (1) penguatan
perencanaan pengembangan kawasan; (2) penguatan kerjasama dan kemitraan; (3)
penguatan sarana dan prasarana; (4) penguatan sumber daya manusia; (5) penguatan
kelembagaan; dan (6) percepatan adopsi teknologi pengembangan industri hilir.
Keenam strategi tersebut sangat fleksibel tergantung pada karakteristik kawasan apakah
merupakan kawasan yang sudah berkembang/maju, kawasan cukup berkembang atau
kawasan belum berkembang. Parameter umum terhadap kategori kawasan dilihat dari
ketersediaan sub-sistem agribisnis di dalam kawasan, kemandirian para pelakunya, serta
kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Apabila sub-sistem agribisnis yang ada sudah
berjalan dengan efektif, para pelakunya mandiri, dan produk yang dihasilkan sudah
berkualitas dan berkelanjutan maka kawasan tersebut dapat dikatagorikan sebagai
kawasan sudah berkembang/ maju, atau sebaliknya.
a. Penguatan Perencanaan
Keterbatasan dan ketimpangan baik dalam potensi maupun sumber daya yang dimiliki
oleh Pemerintah Daerah, merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi
pengembangan kawasan pertanian. Untuk itu diperlukan adanya kerjasama kemitraan
strategis baik antar daerah, badan usaha daerah, maupun swasta dan masyarakat.
Kerjasama kemitraan stratregis model klaster, harus mampu memberikan layanan kepada
kelompok usaha lebih fokus, kolektif dan efisien. Karena kelompok sasaran jelas, serta unit
usaha yang ada pada kawasan pada umumnya mempunyai permasalahan yang sama,
baik dari sisi produksi, pemasaran, teknologi maupun permodalan. Sinkronisasi rancang
bangun dan rencana aksi program pengembangan kawasan dari pemerintah pusat yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan isu-isu strategis daerah merupakan salah satu bentuk
kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Demikian pula tersedianya lembaga-
lembaga penunjang yang mampu memberikan layanan pada subsistem hulu, subsistem
produksi, dan subsistem hilir, dalam sistem agribisnis kawasan, merupakan bentuk
penguatan kerjasama dan kemitraan strategis.
Setidaknya ada lima jenis kemitraan dalam pengembangan kawasan secara terpadu,
yang mencakup :
1) Kemitraan pola legalitas, dibangun oleh pemerintah daerah melalui dinas-dinas yang
terkait. Kemitraan ini diperlukan terutama bila areal kawasan yang akan
dikembangkan adalah milik pemerintah yang memerlukan perijinan khusus untuk
pengembangannya.
2) Kemitraan pola magang, adalah kerjasama dengan perusahaan besar yang terdekat,
yang terkait erat dengan sektor kawasan yang akan dikembangkan.
3) Kemitraan pola saprodi, kemitraan ini dijalin dengan perusahaan pemasok alsintan
dan sarana produksi untuk lebih meningkatkan produktivitas dan kualitas produknya.
Kemitraan ini dilakukan untuk pengembangan kawasan yang memerlukan peralatan
dan biaya produksi yang tinggi.
4) Kemitraan pola finansial, kemitraan ini biasanya dijalin dengan perusahaan atau
lembaga keuangan pemerintah atau swasta untuk mendapat bantuanpembiayaan
dan permodalan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengembangkan potensi
ekonomi di daerahnya. Hal ini dilakukan untukmempermudah dan mempercepat
perolehan bantuan dana, baik dalam bentuk pinjaman maupun kerjasama bagi hasil
sesuai kesepakatan.
5) Kemitraan pola pemasaran, yaitu kemitraan yang dijalin dengan perusahaan distribusi,
perusahaan perdagangan, atau mitra dari luar negeri untuk pemasaran produknya.
Kemitraan ini dilakukan untuk mempercepat jalur distribusi dan meningkatkan
perolehan harga yang lebih baik bagi petani.
Aspek dasar pengembangan kawasan terdiri dari pengembangan, sarana dan prasarana
produksi, lahan, air pertanian serta prasarana pendukung. Penguatan sarana prasarana
produksi pertanian seperti benih/bibit, pupuk dan obat-obatan harus dijamin
ketersediaannya, baik dalam jumlah dan ketepatan waktu. Berkaitan dengan sumberdaya
lahan dan air, aspek yang perlu mendapat perhatian yaitu: ketersediaan, kesuburan atau
pengelolaan, status dan kepemilikan lahan. Untuk memberikan dukungan terhadap
pengembangan kawasan, juga diperlukan upaya penguatan prasarana pendukung
seperti infrastruktur perdagangan, energi, dan telekomunikasi. Penyediaan sarana
prasarana produksi dan pendukung harus dalam jumlah yang cukup, berada dekat
dengan kawasan pertanian dan biaya pelayanan yang terjangkau.
e. Penguatan Kelembagaan
kebijakan yang mampu mendorong serta melindungi pelaku usaha di dalam kawasan
untuk mengembangkan usahanya. Secara garis besar kebijakan pendukung tersebut
meliputi: kemudahan ijin usaha, kemudahan akses permodalan dengan bunga rendah,
insentif pajak, prioritas pengembangan infrastruktur, pembatasan impor komoditas sejenis,
subsidi ekspor, subsidi harga dan jaminan pasar, bansos bagi pelaku usaha kecil, asuransi
risiko usaha, pengawasan peredaran sarana produksi yang dibutuhkan (contoh:
benih/bibit/pupuk palsu), dan sebagainya.
Kebijakan pendukung juga diperlukan dalam rangka memungkinkan antar kawasan untuk
melakukan kerjasama, tanpa dibatasi oleh sekat-sekat administrasi. Kerjasama antar
kawasan diperlukan guna meningkatkan efisiensi dan menekan biaya produksi, seiring
dengan meningkatnya skala ekonomi usahatani. Disamping itu, kerjasama antar kawasan
sangat penting guna menghasilkan produk komoditas unggulan dalam jumlah besar dan
berkelanjutan untuk memenuhi permintaan ekspor.
Tujuan dari penyusunan Masterplan Kawasan Pertanian Banten tahun 2017-2022 ini adalah:
1. Menyusun perencanaan untuk memandu pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan
pelaporan pembangunan kawasan pertanian di Provinsi Banten tahun 2017-2022.
2. Menetapkan sasaran dan lokasi kawasan pertanian di Provinsi Banten tahun 2017-2022
guna mendukung target produksi dan produktivitas lima komoditas pertanian strategis
serta komoditas pertanian unggulan nasional lainnya.
3. Menyusun acuan bagi para pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan-
kebijakan serta program dan kegiatan yang terkait dengan pengembangan
komoditas pertanian strategis serta komoditas pertanian unggulan nasional lainnya di
wilayah Provinsi Banten tahun 2017-2022.
wilayah Ponorogo Bagian Selatan) dihadapan Hayam Wuruk juga memerintahkan hal
yang sama kepada para pembesar dan wedana. Seperti ditulis oleh Mpu Prapanca di
Pupuh LXXXVIII, tidak sebatas titah, Hayam Wuruk juga memberi contoh nyata dengan
membuka ladang Watsari di Tigawangi, demikian pula dengan para pembesar lainnya.
Bukti pembukaan ladang tersebut masih terlihat jejaknya hingga kini. Di area ladang
yang dibuka Hayam Wuruk, di daerah bernama Pare, Kediri, misalnya, ditemukan
terowongan air bawah tanah yang dulu digunakan untuk irigasi persawahan. Mengutip
Peradaban Jawa dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir, karya Supratikno
Rahardjo, penguatan ketahanan pangan berlangsung masif pada era Majapahit
(tahun 1293 hingga 1486), tidak sebatas ekstensifikasi berpa mencetak sawah baru
tetapi juga intensifikasi, seperti dengan memperbanyak pembangunan saluran irigasi
dan kanal, kolam penampung air hingga bendungan.
Untuk mengimplementasikan titahnya, Hayam Wuruk membuat sejumlah aturan
pertanian berikut dengan sejumlah sanksinya dan memasukkannya dalam Kitab
Undang-undang Hukum Majapahit yang disebut Kitab Undang-undang Manawa atau
Agama. Slamet Mulyana dalam bukunya yang berjudul “Perundang-undangan
Majapahit menuliskan bahwa petani yang membiarkan tanah atau ladangnya
terbengkelai diharuskan membayar ganti rugi sebesar nilai padi yang dapat
dihasilkandari tanah tersebut. Bahkan petani yang mempersempit luas sawahnya
dapat dikenakan hukuman mati, disamakan dengan hukuman pencuri yang mencuri
di malam hari. Namun Hayam Wuruk juga melindungi petaninya, seperti pada Pasal
260 Kutara Manawa yang menyebutkan bahwa siapapun yang membakar padi di
ladang harus membayar denda kepada petani pemiliknya sebesar 5 kali lipat dari padi
yang dibakar ditambah denda dua laksa oleh raja.
Dengan intensifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan secara masif, diperkuat oleh
aturan hukum, produksi beras pada era Majapahit melimpah sehingga Majapahit
tidak dilanda kelaparan dan petaninyapun sejahtera. Beras Majapahit pun di ekspor ke
luar wilayah Majapahit, bahkan hingga ke wilayah negeri lain di Asia Tenggara, Asia
Selatan, dan Asia Timur. Sulit mempercayai hal ini bisa dicapai oleh rakyat semata,
tanpa komando penguasa yang memiliki komitmen dan keberpihakan yang kuat
pada ketahanan pangan. Hal ini karena penguasa sadar bahwa pangan merupakan
urat nadi penghidupan rakyat dan negara. Keberpihakan itu menjadi salah satu kunci
yang membuat Hayam Wuruk berkuasa hingga 39 tahun (1350 hingga 1389) dan
yang membawa Majapahit ke masa puncak kejayaannya.Hal ini semakin
memperkuat bahwa politik dan pangan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.
Tabel 3,1. Jumlah Usaha Pertanian di Banten Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis
Usaha Tahun 2003 dan 2013
Rumah Tangga Usaha Pertanian Perusahaan Pertanian Usaha
Kabupaten/ (Rumah Tangga) Berbadan Hukum Pertanian
No
Kota Perubahan Perubahan Lainnya
2003 2013 2003 2013
Absolut % Absolut % 2013 (Unit)
1 Kabupaten 188 631 151 599 -37 032 -19,63 16 10 -6 -37,50 4
Pandeglang
2 Kabupaten 203 397 187 455 -15 942 -7,84 10 22 12 120,00 37
Lebak
3 Kabupaten 226 042 85 870 -140 172 -62,01 19 39 20 105,26 3
Tangerang
4 Kabupaten 191 551 127 432 -64 119 -33,47 29 15 -14 -48,28 3
Serang
5 Kota Tangerang 19 579 8 091 -11 488 -58,68 4 3 -1 -25,00 7
6 Kota Cilegon 16 565 7 788 -8 777 -52,99 - - - - 4
7 Kota Serang 30 702 19 645 -11 057 -36,01 - 5 - - 5
8 Kota Tangerang 21 554 4 961 -16 593 -76,98 - 3 - - 12
Selatan
Banten 898.021 592 841 -305 180 -33,98 78 97 19 24,36 75
Sumber: Kantor Badan Statistik Provinsi Banten, 2013
Pengurangan sebesar 305.180 RTUP selama 2003-2013, sebagian besar berasal dari
petani gurem yang menguasai lahan kurang dari 2000 m 2, yaitu sebesar 236.421 RTUP
(lihat Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Jumlah Usaha Pertanian di Provinsi Banten Menurut Subsektor dan Jenis
Usaha Tahun 2003 dan 2013
Perusahaan Pertanian Usaha
Rumah Tangga Usaha Pertanian
Berbadan Hukum Pertanian
Sektor/
No Perubahan Perubahan Lainnya
Subsektor
2003 2013 2003 2013 2013
Absolut % Absolut %
(Unit)
Sektor Pertanian 898 021 592 841 -305 180 -33,98 78 97 19 24,36 75
Subsektor
[Pick the date] Page 53
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
tahun 2003-2013 (lihat Tabel 2), jumlah RTUP yang bergerak di sektor tanaman pangan
menurun sebesar 11,93 % dari 547.770 RTUP menjadi 482.446 RTUP.
Jika dilihat dari komoditasnya lebih memprihatinkan lagi, karena untuk komoditas
palawija (dimana terdapat komoditas AKABI) terjadi penurunan tertinggi, yaitu
sebesar 64,89% dari 194.658 PTUP menjadi 63.338 RTUP. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah RTUP yang mengusahakan komoditas AKABI semakin menurun dari waktu ke
waktu. Demikian pula dengan usaha pertanian lainnya untuk komoditas pertanian
adalah yang terkecil, hanya ada 8 lembaga di seluruh Provinsi Banten.
3.3.3. Sebaran Luas Penguasaan Lahan dan Status atau Jenis Rumah
Tangga Usaha Pertanian
Terkait dengan sebaran luas penguasaan lahan, tahun 2013 hanya sedikit sekali RTUP
yang masih menguasai lahan > 3 ha, yaitu hanya 9.616 RTUP atau sekitar 1,62% dari
total RTUP (592.841) dimana jumlah RTUP tersebut berkurang sebesar
27,07%dibandingkan tahun 2003 sebanyak 13.185 RTUP. Sedangkan yang menguasai
2-3 ha, ada sebanyak 14.639 RTUP atau 2,47% dari total RTUP, yang juga telah
mengalami penurunan sebesar 24,13% dibandingkan tahun 2003 sebanyak 19.295
RTUP.
Dengan kata lain, hampir seluruhnya RTUP (95,91%) setiap RTUP menguasai lahan
hanya kurang dari 2 ha. Jumlah RTUP yang menguasai lebih dari 2 ha hanya sebanyak
24.255 RTUP atau sekitar 4,09% dari total RTUP (lihat Tabel 3.3).
Tabel 3.3. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Banten Menurut Golongan
2003 2013 Perubahan
N Golongan Luas
Absolut Absolut % Absolut
o Lahan (m2) % %
(RTUP) (RTUP) (RTUP)
1 < 1 000 338 052 37,64 101 631 17,14 -236 421 -69,94
2 1 000 – 1 999 116 074 12,93 101 296 17,09 -14 778 -12,73
3 2 000 –4 999 202 915 22,60 185 519 31,29 -17 396 -8,57
4 5 000–9 999 136 727 15,23 117 515 19,82 -19 212 -14,05
5 10 000–19 999 71 773 7,99 62 625 10,56 -9 148 -12,75
6 20 000–29999 19 295 2,15 14 639 2,47 -4 656 -24,13
7 ≥ 30 000 13 185 1,47 9 616 1,62 -3 569 -27,07
JUMLAH 898 021 100,00 592 841 100,00 -305 180 -33,98
Sumber: Kantor Badan Statistik Provinsi Banten, 2013
Bahkan lebih dari 65% RTUP penguasaan lahannya kurang dari 5.000 m 2 (0,5 hektar).
Sisanya sekitar 30% menguasai lahan antara 0,5-2 ha.
Jika dilihat dari distribusi dalam hal Rumah Tangga Pengguna Lahan (RTPL) dan
Rumah Tangga Petani Gurem (RTPG), pada tahun 2013, jumlah RTPL (584.259) masih
lebih dominan dibandingkan RTPG (379.888). Jumlah RTPL di setiap kabupaten dan
kota di wilayah Provinsi Banten juga masih lebih besar dibandingkan dengan RTPG
(lihat Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan dan Rumah
Tangga Petani Gurem di Banten Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2003 dan 2013
Rumah Tangga Pengguna Lahan Rumah Tangga Petani Gurem
Kabupaten/
No Perubahan Perubahan
Kota 2003 2013 2003 2013
Absolut % Absolut %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Kab. Pandeglang 180 929 148 610 -32 319 -17,86 111 833 86 000 -25 833 -23,10
2 Kab. Lebak 200 509 187 064 -13 445 -6,71 104 810 115 758 10 948 10,45
3 Kab. Tangerang 220 265 83 089 -137 176 -62,28 199 467 61 928 -137 539 -68,95
4 Kab. Serang 186 753 125 826 -60 927 -32,62 141 606 85 045 -56 561 -39,94
5 Kota Tangerang 19 233 8 001 -11 232 -58,40 19 006 7 561 -11 445 -60,22
6 Kota Cilegon 16 335 7 638 -8 697 -53,24 14 005 6 072 -7 933 -56,64
7 Kota Serang 29 780 19 107 -10 673 -35,84 22 526 12 841 -9 685 -42,99
8 Kota Tangerang 21 483 4 924 -16 559 -77,08 21 162 4 683 -16 479 -.77,87
Selatan
Banten 875.287 584 259 -291 028 -33,25 634 415 379 888 -254 527 -40,12
Sumber: Kantor Badan Statistik Provinsi Banten, 2013
Perlu dihindari anggapan bahwa produk pangan dari luar negeri itu superior atau
lebih unggul dibandingkan dengan produk pangan yang berasal dari dalam negeri.
Apabila hal ini tidak segera diatasi Indonesia akan semakin berada dalam kondisi
ketergantungan terhadap pangan impor. Apabila ketergantungan terhadap impor
pangan sampai membuat Indonesia tidak bisa menentukan kebijakan pangan
nasional nya sendiri, maka Indonesia berada dalam kondisi jebakan pangan (food
trap). Dengan demikian, kalaupun masih impor pangan dari luar negeri, itu
merupakan bagian dari kebijakan pangan nasional untuk memenuhi kebutuhan
pangan. Idealnya, impor pangan merupakan “impor terpaksa” karena produksi
pangan yang dihasilkan dari dalam negeri belum mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan domestik, bukan impor karena produk pangan dari dalam negeri
Hal tersebut terlihat pada semakin besarnya volume impor berbagai produk pangan
serta makin membanjirnya produk-produk buah-buahan buah-buahan impor serta
makanan dan minuman dalam kaleng, baik di supermal besar seperti Gaint,
Carrefour, Lottemart dan Hypermaret maupun di tingkat pengecer seperti Alfamart,
Indomaret, Superindo, Ceriamaret, SB Maret dan sebagainya. Harga dari produk-
produk impor tersebut sangat bervariasi, mulai dari yang lebih murah sampai yang
jauh lebih mahal dari produk-produk lokal dalam negeri.
Meskipun bukan sebagai provinsi yang terbesar dalam produksi pangan nasional,
namun kontribusi Provinsi Banten dalam rangka mendukung pencapaianketahanan
pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan nasional di masa mendatang
akan semakin penting. Dalam dua tahun terakhir, fakta menunjukkan terjadinya
peningkatan kontribusi Provinsi Banten dalam menunjang program-program yang terkait
dengan ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan nasional
Untuk menjaga momentum dan meningkatkannya, diperlukan sistem dan
penyusunan perencanaan secara komprehensif dan terpadu dari aspek hulu, hilir dan
penunjangnya yang dapat digunakan oleh para pengambil keputusan dan
pelaksana yang terkait untuk memandu pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan
pelaporan pembangunan kawasan pertanian di Provinsi Banten tahun 2017-2022.
Secara umum sasaran yang terkait dengan Masterplan Kawasan Pertanian Banten
tahun 2017-2022 ini adalah seluruh pihak yang terkait dan terlibat dalam
pembangunan dan pengembangan pertanian di Provinsi Banten, baik pengambil
keputusan, pelaksana, pendukung, pengawas, maupun pemerhati.
Master Plan pengembangan kawasan pertanian adalah rancang bangun
daninstrumen perencanaan untuk menjabarkan arah kebijakan, strategi, tujuan
program dan sasaran kegiatan pengembangan komoditas unggulan pertanian
nasional di tingkat provinsi.
Penyusunan Master Plan pengembangan kawasan pertanian berpedoman, mengacu
dan memperhatikan: (1) dokumen perencanaan jangka menengah nasional di bidang
pertanian (Rencana Strategis Kementerian Pertanian/Renstra K/L dan Rencana Strategis
Direktorat Jenderal/Badan lingkup Kementerian Pertanian),(2) dokumen perencanaan
jangka menengah daerah di bidang pertanian (Rencana Strategis Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Renstra-SKPD di bidang pertanian).
Ruang lingkup komponen isi dari Master Plan pengembangan kawasan pertanian
adalah: (1) isu-isu strategis, (2) skenario arah kebijakan dan (3) strategipengembangan, dan
(4) tujuan dan sasaran pengembangan jangka menengah (5 tahun).
Proses dan metode penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Pertanian
Provinsi Banten adalah sebagai berikut :
1) Tim Teknis Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten mengkoordinasikan
pembentukan Tim Penyusun dan mengusulkannya kepada Kepala Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten untuk disetujui dan ditugaskan sebagai
Tim Penyusun Master Plan Pengembangan Kawasan Pertanian Provinsi Banten.
Adapun outline penyusunan Master Plan untuk tiap komoditas tersaji pada Lampiran 1
dan 2.
Rencana Aksi (action plan) adalah rancang bangun dan instrumen perencanaan
untuk menjabarkan secara lebih operasional Master Plan yang telah disusun. Rencana
Aksi merupakan rencana detail kawasan pertanian di kabupaten/kota yang disusun
setiap tahun dan kemudian direkap untuk jangka waktu 5 tahun.Rencana aksi disusun
dalam bentuk matriks rencana program yang komponen isinya mencakup: (1) jenis
kegiatan dan volume, (2) lokasi (kecamatan/desa), (3) jadwal pelaksanaan, (4) satuan
kerja pelaksana, (5) proyeksi kebutuhan dan sumber pendanaan, (6) Indikator ouput dan
outcome.
Jenis kegiatan dalam matriks rencana aksi disusun menurut nomenklatur kegiatan yang
ada di Kementerian Pertanian berdasarkan aspek sub-sistem agribisnis yang ada.
Selanjutnya jadwal pelaksanaan dapat diartikan suatu agenda tentatif mulai dari
pengajuan proposal kegiatan dan anggaran yang akan dibahas pada forum
perencanaan, hingga ke tahap implementasi kegiatan di lapangan.
Satker pelaksana yang diharapkan berfungsi sebagai penanggung jawab pelaksanaan
kegiatan maupun yang diharapkan berperan sebagai instansi penunjang yang
mendukung pelaksanaan kegiatan, posisinya disesuaikan dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing. Berkenaan dengan kegiatan penunjang yang dibutuhkan yang
keberadaannya harus terjamin, maka keberadaan peran Bappeda dan Satker
pendukung lainnya harus terlibat secara dini dalam proses penyusunan rencana aksi ini.
Adapun yang dimaksud sebagai indikator output dalam matriks rencana aksi adalah
hasil-hasil yang diperoleh dan dirasakan segera setelah dilaksanakannya komponen/
detail kegiatan. Selanjutnya yang dimaksud sebagai indikator outcome adalah hasil
lanjutan yang diperoleh setelah diberdayakannya output kegiatan.
Proses dan metode penyusunan rencana aksi pengembangan kawasan pertanian di
Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
1). Tim Teknis Kabupaten/Kota mengkoordinasikan pembentukan Tim Penyusun dan
mengusulkannya kepada Tim Pembina Kabupaten/Kota untuk disetujui dan
ditugaskan sebagai Tim Penyusun rencana aksi pengembangan kawasan
pertanian nasional di kabupaten/kota. Komposisi Tim Penyusun melibatkan para
pemangku kepentingan yang ada di lokasi kawasan.
2). Tim Pembina Kabupaten/Kota menetapkan Tim Penyusun rencana aksi pengembangan
kawasan pertanian nasional di kabupaten/kota.
3). Tim Teknis Penyusun Masterplan Kawasan Pertanian Provinsi mendampingi proses
penyusunan Rencana Aksi agar sejalan dengan Master Plan yang telah disusun.
4). Proses identifikasi permasalahan dan analisis situasi wilayah dihimpun melalui proses
Focus Group Discussion (FGD) dan Parcipatory Rural Appraisal (PRA) dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan di lokasi kawasan. Metode analisis
yang dapat digunakan dalam penyusunan rencana aksi adalah: (a) Analitic
Hierarchy Process (AHP), (b) analisis pohon masalah dan(c) Kerangka Kerja Logis
(KKL), (d) GAP Analisys, (e) analisis rantai nilai, (f) analisis prospektif, dan (g) analisis
networking process. Metode AHP digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
menentukan prioritas pilihan-pilihan yang mengandung banyak kriteria.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) lingkup pertanian provinsi dan rapat-
rapat koordinasi teknis di tingkat provinsi.
Ruang lingkup dari aspek yang disinkronisasikan mencakup butir-butir rincian dalam
rencana aksi masing-masing kabupaten/kota, yaitu: (1) jenis kegiatan dan volume, (2)
lokasi (kecamata/desa), (3) jadwal pelaksanaan, (4) satuan kerja pelaksana, (5)
proyeksi kebutuhan dan sumber pendanaan, (6) ouput dan outcome, dan (7) indikator
keberhasilan.
Proses dan metode sinkronisasi rencana pengembangan lingkup nasional adalah
sebagai berikut :
1) Tim Teknis Provinsi mengusulkan kegiatan pengembangan kawasan pertanian di
lingkup provinsi yang tidak dapat dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota
dan investasi masyarakat sesuai matriks rencana program sebagaimana yang
tertuang dalam Rencana Aksi di masing-masing kabupaten/kota.
2) Tim Teknis Pusat memverifikasi dan membahas usulan yang disajikan Tim Teknis
Provinsi.Usulan yang disetujui selanjutnya diproses lebih lanjut untuk diusulkan dalam
perencanaan APBN sesuai disiplin program dan azas pembiayaan, urusan dan
kewenangan Kementerian Pertanian.
3). Tim Teknis Pusat memproses lebih lanjut usulan Tim Teknis Provinsi dalam bentuk: (a)
mengharmonisasikan usulan yang diajukan dengan program, kegiatan dan
anggaran lintas Eselon I lingkup Kementerian Pertanian yang diperuntukkan untuk
pengembangan kawasan, (b) menggalang dukungan lintas sektor di tingkat Pusat
untuk mendukung pengembangan kawasan dan (c) merumuskan alternatif
solusi dalam mengatasi tumpang-tindih kewenangan antara Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam perencanaan pengembangan kawasan.
4).Forum koordinasi yang dapat dimanfaatkan dalam mensinkronisasikan usulan
rencana aksi pengembangan kawasan komoditas unggulan di tingkat provinsi
adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional dan rapat-
rapat koordinasi teknis tingkat Eselon I lingkup Kementerian Pertanian.
merupakan bentuk manajemen operasional dari rencana yang telah disusun untuk
menjamin setiap tahapan kegiatan yang tertuang dalam rencana aksi dapat
terlaksana sesuai agenda dan jadwal yang telah ditetapkan serta melakukan
penyesuaian-penyesuaian sesuai dinamika yang terjadi di lapangan.
Secara garis besar pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan dapat dibagi ke
dalam dua tahap, yaitu persiapan dan pelaksanaan. Kegiatan-kegiatan pada tahap
persiapan yang mencakup : (1) penyusunan jadwal pelaksanaan, (2) seleksi calon
lokasi dan calon penerima manfaat, dan (3) fasilitasi dan pendampingan.
Aspek terpenting dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan adalah :
(1). Bagaimana mengharmonisasikan realisasi keterpaduan sumber pembiayaan pelak-
sanaan kegiatan yang pembiayaannya berasal dari sumber dan satuan kerja yang
berbeda (APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan investasi/hibah
masyarakat).
(2). Bagaimana mengharmonisasikan realisasi keterpaduan lokasi kegiatan yang pem-
biayaannya berasal dari sumber dan satuan kerja yang berbeda (APBN, APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan investasi/hibah masyarakat).
(3). Bagaimana mengidentifikasi dan menyeleksi target kelompok calon penerima
manfaat yang akan mendapat fasilitasi bantuan sosial dan fasilitasi lainnya yang
pembiayaannya berasal dari sumber dan satuan kerja yang berbeda (APBN, APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan investasi/hibah masyarakat).
(4). Bagaimana mendorong berfungsinya kelembagaan pelayanan dan pembinaan
pemerintah dan masyarakat. Kelembagaan pelayanan diantaranya: sertifikasi,
perijinan, proteksi, perbenihan/perbibitan, permodalan, teknologi, statistik dan
pelayanan lainnya. Kelembagaan pembinaan seperti penyuluhan, pelatihan teknis
dan pembinaan lainnya.
Proses dan metode pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan pertanian adalah
sebagai berikut :
1). Tim Teknis Kabupaten/Kota mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pengembangan
kawasan pertanian di lingkup kabupaten/kota sesuai dengan tahapan tertuang
dalam matrik program rencana aksi.
2) Tim Teknis Provinsi mengkoordinasikan pembinaan pelaksanaan kegiatan
pengembangan kawasan pertanian di lingkup provinsi sesuai Master Plan
pengembangan kawasan pertanian di lingkup provinsi.
3). Tim Teknis Pusat mengkoordinasikan pembinaan pelaksanaan kegiatan pengembangan
kawasan pertanian di lingkup nasional.
b. Pelaporan
Secara lebih rinci dan spesifik, pihak-pihak tersebut adalah: para pengambil keputusan dan
aparat pemerintah di Kementeriaan Pertanian; Dinas Pertanian dan Peternakan di Provinsi
Banten; Dinas-dinas Pertanian dan Peternakan di kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Banten; Balai-balai dan UPTD lainnya di bawah koordinasi Dinas Pertanian dan Peternakan
Provinsi Banten; Sekretaris Daerah Provinsi Banten serta Sekretaris Daerah kabupaten/kota di
wilayah Provinsi Banten; Bappeda Provinsi Banten serta Bappeda di kabupaten/kota di
wilayah Provinsi Banten; Badan/Kantor Statistik Provinsi Banten dan kabupaten/kota di
wilayah Provinsi Banten; lembaga-lembaga penelitian pertanian lainnya, khususnya BPTP
Banten; serta LSM dan pemerhati bidang pertanian dan lingkungan.
METODOLOGI 4
[TYPE THE SENDER COMPANY ADDRESS]
Berdasarkan klasifikasi data, jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner maupun wawancara. Data
sekunder diperoleh dari data BPS, laporan, dokumen, terutama Renstra, RTRW,
LAKIP,profil, laporan studi/kajian, leaflet, dan brosur.
Sedangkan berdasarkan lingkup substansi, data yang dikumpulkan meliputi aspek
kebijakan, perencanaan, pengelolaan (proses pelaksanaan), hasil, serta monitoring dan
evaluasi. Dari teknis, cakupan data meliputi jenis komoditas berikut luas tanam, luas
panen, produktivits dan produksi serta pasca panennya untuk tanaman serta jenis ternak
berikut populasi, tingkat pertumbuhan, produksi daging, produksi telur, dan untuk
peternakan.
Selengkapnya, jenis data dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.2. Berbagai Metode yang Digunakan dalam Proses Pengumpulan Data,
Pengolahan Data, dan Analisis Data
Dalam hal substansi, agar mencapai hasil yang memuaskan, pendekatan dan
pelaksanaan studi yang dilakukan untuk penyusunan Masterplan Kawasan Pertanian
Provinsi Banten tahun 2017-2022 adalah berdasarkan 7 (tujuh) metode pendekatan
yang akan dianalisa secara komprehensif, yaitu: 1) ekonomis,2) spatial, 3) sosial
budaya, 4) teknis-teknologi, 5) kelembagaan, 6) lingkungan, dan 7) kemitraan (lihat
Gambar 4.1).
4.3.2. Orientasi-Arahan
Ekonomi
Lingkungan Spasial
7 Metode
Pendekatan
Sosi Komprehensif Tekni
al- s-
Bud Tekn
aya ologi
Kemitraan Kelembagaan
Secara umum sasaran yang terkait dengan Masterplan Kawasan Pertanian Banten
tahun 2017-2022 ini adalah seluruh pihak yang terkait dan terlibat dalam
pembangunan dan pengembangan pertanian di Provinsi Banten, baik pengambil
keputusan, pelaksana, pendukung, pengawas, maupun pemerhati.
Secara lebih rinci dan spesifik, pihak-pihak tersebut adalah: para pengambil keputusan
dan aparat pemerintah di Kementeriaan Pertanian; Dinas Pertanian dan Peternakan
di Provinsi Banten; Dinas-dinas Pertanian dan Peternakan di kabupaten/kota di
wilayah Provinsi Banten; Balai-balai dan UPTD lainnya di bawah koordinasi Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten; Sekretaris Daerah Provinsi Banten serta
Sekretaris Daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten; Bappeda Provinsi
Banten serta Bappeda di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten; Badan/Kantor
Statistik Provinsi Banten dan kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten; lembaga-
lembaga penelitian pertanian lainnya, khususnya BPTP Banten; serta LSM dan
pemerhati bidang pertanian dan lingkungan.
Metode yang banyak digunakan untuk penyusunan strategi dan rencana aksi
pengembangan kawasan pertanian Provinsi Banten tahun 2017-2022 adalah analisis
metode SWOT, Analisis AHP; dan Analisis Pohon Masalah.
Provinsi Banten terletak pada ketinggian bekisar 0 – 1.000 m dpl. Secara umum kondisi
topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang berkisar antara0–200
m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang,
dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian
kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl. Daerah
Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung
Sanggabuana dan Gunung Halimun (Tabel 5.1).
Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk raut permukaan wilayah
atau morfologi. Morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga
kelompok yaitu morfologi dataran rendah, perbukitan landau sampai sedang
(bergelombang rendah sampai sedang) dan perbukitan terjal.
Morfologi
Morfologi dataran rendah umumnya terdapat di daerah bagian utara dan sebagian
selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian kurang dari
50 meter dpl sampai wilayah pantai yang mempunyai ketinggian 0 – 1 m dpl. Morfologi
perbukitan bergelombang rendah – sedang sebagian besar menempati daerah bagian
tengah wilayah studi. Wilayah perbukitan terjal terletak pada wilayah yang mempunyai
ketinggian minimum 50 m dpl. Di bagian utara Kota Cilegon terdapat wilayah puncak
Gunung Gede yang memiliki ketingian maksimum 553 m dpl, sedangkan perbukitan di
Kabupaten Serang terdapat wilayah selatan Kecamatan Mancak dan Waringin Kurung
dandi Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di selatan RPJM Banten 2007-
2012).
Kemiringan
Kondisi kemiringan lahan di Provinsi Banten terbagi menjadi tiga kondisi yang
ekstrim.Dataran yang sebagian besar terdapat di daerah Utara Provinsi Banten
memiliki tingkat kemiringan lahan antara 0 – 15%, sehingga menjadi lahan yang
sangat potensial untuk pengembangan seluruh jenis fungsi kegiatan termasuk
kegiatan pertanian. Dengan nilai kemiringan ini tidak diperlukan banyak perlakuan
khusus terhadap lahan yang akan dibangun untuk proses prakonstruksi dan konservasi
tanah dan air. Lahan dengan kemiringan ini biasanya tersebar di sepanjang pesisir
Utara Laut Jawa, sebagian tersebar wilayah Kabupaten dan Kota Serang, sebagian
Kabupaten Tangerang bagian utara, serta wilayah selatan yaitu di sebagian pesisir
Selatan dari Pandeglang hingga Kabupaten Lebak.
Perbukitan landai sampai sedang dengan kemiringan pada umumnya kurangdari 15%
dengan tekstur bergelombang rendah sampai sedang. Sebagian besar dataranlandai
terdapat di bagian utara, meliputi Kota Serang dan Kabupaten Serang bagian utara,
[Pick the date] Page 73
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang, serta bagian utara
Kabupaten Pandeglang.
Daerah perbukitan terjal dengan kemiringan kurangdari 25%terdapat di Kabupaten
Lebak, sebagian kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan bagian barat
daya Kabupaten Serang. Perbedaan kondisi alamiah ini turut berpengaruh terhadap
timbulnya ketimpangan pembangunan yang semakin tajam, yaitu wilayah sebelah
utara memiliki peluang berkembang lebih besar daripada wilayah sebelah selatan
(RPJM Banten 2007-2012).
5.2.2. Geologi
Struktur geologi daerah Banten terdiri dari formasi batuan dengan tingkat ketebalan
dari tiap-tiap formasi berkisar antara 200 – 800 meter dan tebal keseluruhan
diperkirakan melebihi 3.500 meter. Formasi Bojongmanik merupakan satuan tertua
berusia Miosen akhir, batuannya terdiri dari perselingan antara batu pasir dan
lempung pasiran, batu gamping, batu pasir tufaan, konglomerat dan breksi andesit,
umurnya diduga Pliosen awal. Berikutnya adalah Formasi Cipacar yang terdiri dari tuf
batu apung berselingan dengan lempung tufaan, konglomerat dan napal
glaukonitan, umurnya diiperkirakan Pliosen akhir. Di atas formasi ini adalah Formasi
Bojong yang terdiri dari napal pasiran, lempung pasiran, batu gamping kokina dan tuf.
Banten bagian selatan terdiri atas batuan sedimen, batuan gunung api, batuan
terobosan dan Alluvium yang berumur mulai Miosen awal hingga Resen, satuan tertua
daerah ini adalah Formasi Bayah yang berumur Eosen.
Formasi Bayah terdiri dari tiga anggota yaitu Anggota Konglomerat, Batu Lempung
dan Batu Gamping. Selanjutnya adalah Formasi Cicaruruep, Formasi Cijengkol,
Formasi Citarate, Formasi Cimapang, Formasi Sareweh, Formasi Badui, Formasi
Cimancuri dan Formasi Cikotok.
Batuan Gunung Api dapat dikelompokan dalam batuan gunung api tua dan muda
yang berumur Plistosen Tua hingga Holosen. Batuan terobosan yang dijumpai
bersusunan andesiot sampai basal. Tuf Cikasungka berumur Plistosen, Lava Halimun
dan batuan gunung api Kuarter. Pada peta lembar Leuwidamar disajikan pula
singkapan batuan metamorf yang diduga berumur Ologo Miosen terdiri dari Sekis,
Genes dan Amfibolit yang tersingkap di bagian utara tubuh Granodiorit Cihara. Dorit
Kuarsa berumur Miosen tengah hingga akhir, Dasit dan Andesit berumur Miosen akhir
serta Basal berumur kuarter.
Batuan endapan termuda adalah aluium dan endapan pantai yang berupa Kerikil,
pasir, lempung, rombakan batu gamping, koral bercampur pecahan moluska atau
kerang kerangan, gosong pantai dan gamping terumbu.
Di Kabupaten Lebak terdapat perbukitan di timur berbatasan dengan Bogor dan
Sukabumi dengan karakteristik litologi ditempati oleh satuan litologi sedimen tua yang
terintrusi oleh batuan beku dalam seperti batuan beku granit, granodiorit, diorit dan
andesit. Biasanya pada daerah sekitar terobosaan batuan beku tersebut terjadi suatu
proses remineralisasi yang mengandung nilai sangat ekonomis seperti cebakan bijih
timah dan tembagaRPJM Banten 2007-2012).
Hidrologi
Potensi sumberdaya air wilayah Provinsi Banten paling banyak ditemui di Kabupaten
Lebak, sebab sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung dan
hutan produksi terbatas. Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS), Provinsi
Banten dibagi menjadi enam DAS, yaitu:
1. DAS Ujung Kulon, meliputi wilayah bagian Barat Kabupaten Pandeglang (Taman
Naional Ujung Kulon dan sekitarnya);
2. DAS Cibaliung-Cibareno, meliputi bagian Selatan wilayah Kabupaten Pandeglang
dan bagian selatan wilayah Kabupaten Lebak;
3. DAS Ciujung-Cidurian, meliputi bagian Barat wilayah Kabupaten Pandeglang;
4. DAS Rawadano, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang dan
Kabupaten Pandeglang;
5. DAS Teluklada, meliputi bagian Barat wilayah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon;
6. DAS Cisadane-Ciliwung, meliputi bagian Timur wilayah Kabupaten Tangerang
dan Kota Tangerang.
Tata air permukaan untuk wilayah Provinsi Banten sangat tergantung pada sumber
daya air khususnya sumber daya air bawah tanah. Terdapat 5 satuan Cekungan Air
Bawah Tanah (CABT) yang telah diidentifikasi, yang bersifat lintas kabupaten maupun
kota, antara lain CABT Labuan, CABT Rawadano dan CABT Malingping dan lintas
provinsi, meliputi CABT Serang–Tangerang dan CABT Jakarta (RPJM Banten 2007-2012).
Klimatologi
Berdasarkan keadaan musim kemarau seperti pada Tabel 5.2., periode normal musim
kemarau di Provinsi Banten terjadi antara Mei III-Oktober II.
Namun ada beberapa daerah yang periode normal musim kemaraunya lebih lama
seperti daerah Serang bagiantimur laut (ZOM 59) dengan periode normal Mar III-Des I dan
daerah Tangerang bagianutara (ZOM 59) dengan periode normal Mar II-Des I dengan
panjang normal musim kemarau 29 hari.Sementara untuk keadaan musim hujan, rata-
rata periode musim hujan terjadi pada Okt II-Nov II (lihat Tabel 5.3).
Namun dibeberapa daerah tertentu seperti Kota Serang, Serang bagian utara,
Serang bagian timur (ZOM 58), Kota Cilegon (ZOM 58), periode hujan terjadi Nov II-Mei
II, sedangkanSerang bagiantenggara (ZOM 61), Tangerang bagianutara (ZOM 59),
periode hujan terjadi pada Des I-Mar III. Normal hujan tertinggi terjadi di daerah Kota
Cilegon dengan curah hujan antara 2440-3302 mm, sedangkan terendah terjadi di
daerah Serang bagian timur laut dan Tangerang bagian utara dengan curah hujan
antara 775-1049 mm.
Sumber daya tanah wilayah Provinsi Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah,
yaitu: (a) kelompok tipe tanah sisa atau residu dan (b) kelompok tipe tanah hasil
angkutan. Secara umum distribusi dari masing-masing tipe tanah ini di wilayah Propinsi
Banten merupakan provinsi termuda di Pulau Jawa dengan total luas lahannya
mencapai 966.292 ha (lihat Tabel 5.4).
Tabel 5.4. Distribusi Penggunaan Lahan di Setiap Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten
Dari total luasan yang ada, Provinsi Banten memiliki luas lahan pertanian mencapai
716.324 ha dan bukan pertanian seluas 180.436 ha. Dari keseluruhan lahan pertanian,
hanya kurang dari seperempatnya merupakan lahan sawah yakni seluas 201.270 ha
dan sisanya seluas 515.054 ha adalah lahan non sawah (BPS,2015).
Ada beberapa faktor atau hal yang dapat dikatagorikan sebagai aspek gangguan
produksi, terutama iklim, kesuburan tanah, sarana dan prasarana, hama dan
penyakit, sumberdaya manusia serta konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Iklim
Permasalahan iklim yang disebabkan perubahan iklim global (global climate change)
merupakan salah satu penghambat yang menyebabkan terjadinya gangguan usaha
dan produksi pertanian. Perubahan iklim global yang menyebabkan keadaan iklim tidak
menentuakan berpengaruh terhadap bidang dan aktivitas pertanian.
La Nina yang dicirikan dengan musim hujan yang panjang atau musim kemarau
basah (termasuk seperti yang terjadi tahun 2016 ini) mengacaukan pola tanam.
Meskipun menguntungkan untuk areal persawahan karena dapat menambah
frekuensi tanam menjadi 2-3 kali dalam setahun untuk budidaya padi, namun
tingginya curah hujan dan terutama pada musim panen dapat menyebabkan
merosotnya kualitas dan produktivitas produk pertanian.Periode hujan yang terlalu
panjang dapat mengganggu tanaman tanaman tertentu yang membutuhkan musim
kemarau yang cukup untuk mendukung terjadinya proses penyerbukan dan
pembungaan dan akhirnya pembentukan buah. Curah hujan yang berlebihan juga
menyebabkan terjadinya banjir yang tentunya termasuk menyebabkan kerusakan
dan atau kegagalan panen di beberapa wilayah pertanian.
Sebaliknya, adanya fenomena El-Nino yang ditandai dengan musim kering yang
berkepanjangan akan menyebabkan beberapa daerah dan areal pertanian
mengalami kekeringan sehingga daerah-daerah yang seharusnya menjadi sentra
produksi pertanian mengalami penurunan produktivitas dan produksi atau bahkan
kegagalan produksi pertanian.
Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah akan mengalami penurunan dari waktu ke waktu terutama apabila
pengolahan dan pengelolaan tanahnya tidak baik atau salah. Pengolahan tanah
yang salah selain mempercepat proses dekomposisi bahan organik, yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan bahan organik tanah, juga menyebabkan
kerusakan agregat dan struktur tanah serta meningkatkan erosi tanah.Pengelolaan
tanah yang salah, misalnya pemupukan N-P-K saja secara terus menerus tanpa
disertai pemberian unsur hara serta bahan atau pupuk organik juga akan
menyebabkan degradasi dan penurunan kesuburan tanah. Apalagi tanah-tanah di
Provinsi Banten, kecuali di bagian utara dan/atau pesisir pantai utara, pada
umumnya didominasi oleh tanah-tanah tua Podolik dan Latosol yang memiliki potensi
kesuburan tanah yang sudah rendah.
Hal ini tentunya akan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian dari
waktu ke waktu apabila tidak ditunjang dengan tindakan-tindakan restorasi tanah
atau pemulihan kesuburan tanah. Sebagai akibatnya maka produksi pertanianakan sulit
ditingkatkan atau bahkan akan mengalami penurunan di masa mendatang.
Penduduk Provinsi Banten berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2015 sebanyak 11.955.243
jiwa yang terdiri dari 6.097.184 jiwa penduduk laki-laki dan 5.858.059 jiwa penduduk
perempuan. Angka rasio jenis kelamin tahun 2015 penduduk laki-laki terhadap penduduk
perempuan sebesar 104,08. Kepadatan penduduk di Provinsi Banten tahun 2015 mencapai
1.237 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang.
Jumlah penduduk tertinggi berada di Kota Tangerang dengan total jumlah penduduk
mencapai 3.370.594 jiwa, sementara jumlah penduduk terendah berada di Kota Cilegon
dengan total 412.106 jiwa (Lihat Tabel 5.5).
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2015
Sementara itu, jumlah penduduk tertinggi berdasarkan kelompok umur berada pada
kelompok umur 0-4 tahun dengan jumlah mencapai 1.229.320 jiwa. Kelompok umur
60-64 tahun memiliki jumlah terendah yaitu sebesar 264.532 jiwa (Tabel 5.6).
Tabel 5.7. Penduduk Banten yang Bekerja (Agustus 2014 dan 2015)
Tabel 5.8. Persentase Penduduk Banten yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha,
Agustus 2014-2015 (Persen)
Komposisi Penduduk Banten yang Bekerja Menurut Lapangan Uaha dan Jenis Kelamin
Berdasarkan komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis
kelamin, pekerja laki-laki mendominasi pada semua lapangan usaha dibandingkan
pekerja perempuan (lihat Tabel 5.9).
Tabel 5.9. Komposisi Penduduk Banten yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan
Jenis Kelamin pada Bulan Agustus 2015 (persen)
Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan
Pertanian 69,46 30,54
Industri Pengolahan 65,76 34,24
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 56,26 43,74
Jasa-Jasa 56,68 43,32
Lainnya (Gabungan 5 lapangan Usaha lain) 10,07 89,93
Sumber : Publikasi BPS Banten, 2016
Tabel 5.10. Penduduk umur 15 tahun Ke Atas di Provinsi Banten yang Bekerja di Bidang
Pertanian Menurut Golongan Umur
Jumlah penduduk yang bekerja di
Golongan Pertanian
berbagai bidang
Umur
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
15-19 27.886 24.122 15.856 12.701 234.592 315.627 198.338 214.334
20-24 40.300 28.015 29.152 23.941 557.028 537.311 557.405 542700
25-29 67.228 53.401 60.861 45.146 727.049 697.702 729.369 663.523
30-34 51.971 76.291 69.820 63.276 697.431 753.035 781.244 793.533
35-39 74.235 70.323 77.468 65.047 608.766 613.598 595.913 646.029
40-44 100.027 79.508 112.917 84.948 607.543 602.679 635.829 682.355
45-49 72.042 76.326 80.870 69.948 418.535 418.609 420.304 478.009
Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin dari tahun 2009 sampai 2012 mengalami penurunan dari
775,79 ribu jiwa menjadi 642,9 ribu jiwa, namun meningkat kembali pada tahun 2013
menjadi 677,5 ribu jiwa dan menurun kembali menjadi 649,2 ribu jiwa pada tahun 2014
(lihat Tabel 5.11).
Tabel 5.12. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Banten September 2014-2015
Tangerang Selatan tidak memiliki Gapoktan dan TTI (lihat Tabel 5.14). Hal tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas kelembagaan pertanian dikota-kota tersebut masih
lemah. Untuk itu diperlukan adanya penguatan kembali kelembagaan pertanian di
Provinsi Banten guna meningkatkan kualitas dan kuantitas kelompok tani di Provinsi
Banten sehingga pembangunan pertanian bisa tercapai.
Selain adanya Gapoktan, keberadaan TTI juga turut berperan dalam memajukan
pertanian yakni perannya dalam membantu stabilisasi harga produksi pertanian dan
peningkatan kesejahteraan petani.
1 Kabupaten Pandeglang 8 4
2 Kabupaten Lebak 14 7
3 Kabupaten Tangerang 8 4
4 KabupatenSerang 16 8
5 Kota Tangerang 0 0
6 Kota Cilegon 0 0
7 Kota Serang 10 5
8 Kota Tangerang Selatan 0 0
Provinsi Banten 56 28
Sumber : BPKPP Provinsi Banten, 2016
Bantuan alat mesin pertanian dari pemerintah Provinsi Banten kepada Petani sudah
cukup memadai. Ditandai dengan diberikan alat-alat pertanian seperti Rice milling,
pabrik pengolahan padi terpadu, mesin pengering, powertrasher, traktor, mini
combine harvest, dan pompa air untuk mendukung aktivitas pertanian di Provinsi
Banten. Bantuan tersebut diharapkan untuk memotivasi petani dalam kegiatan usaha
taninya sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi petani dan meningkatkan
produktivitas pertanian.
5.6.2. Benih
sebagai stock hasil produksi benih Balai untuk pemenuhan kebutuhan penang-
gulangan gagal panen, bencana alam dan pengembangan penggunaan teknologi
varietassehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian.
5.6.3. Pupuk
Pupuk merupakan salah satu sarana prasaran penting dalam bidang pertanian.
Pupukmerupakan bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur
hara bagi keperluan tanaman secara langsungatau tidak langsung. Pupuk memiliki
peranan untuk memperbaiki kualitas tanah yang buruk sehingga dapat meningkatkan
produktivitas lahan. Provinsi Banten dapat dikatakan memiliki kesuburan tanah yang
rendah sehingga perlu adanya pemupukan yang optimum sehingga dapat
menghasilkan produksi yang maksimal. Oleh karena itu, Ketersedian pupuk yang
memadai untuk peningkatan produk pertanian sangat dibutuhkan.
Pemerintah Provinsi Banten sudah melakukan upaya pengalokasian pupuk bersubsidi
yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah di Provinsi Banten.
Adapun rincian alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi seperti tertuang pada peraturan
Gubernur Banten Nomor 7 Tahun 2014 disajikan pada Tabel 5.15 dan 5.16.
Kemampuan produksi pupuk dalam negeri masih di bawah kebutuhan. Selain itu pola
distribusi pupuk di lapangan belum optimal dan modal usaha petani serta
pengetahuan petani relatif masih rendah. Ketiga hal tersebut sering menjadi penyebab
tingginya harga pupuk di atas HET, sehingga mengakibatkan penggunaan pupuk di
tingkat petani banyak yang belum sesuai dengan rekomendasi.
Tabel 5.15. Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Menurut Jenis Per Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2014 (Ton)
No Kabupaten/Kota Urea SP-36 ZA NPK Organik
1 Kabupaten Pandeglang 16.297 6.736 332 8.863 1.665
2 Kabupaten Lebak 11.404 4.687 237 6.232 1.161
3 Kabupaten Tangerang 9.181 3.769 187 5.032 936
4 Kabupaten Serang 10.085 4.180 209 5.548 1.037
5 Kota Serang 1.560 646 30 870 165
6 Kota Tangerang 145 54 76 11
7 Kota Cilegon 278 112 5 160 24
8 Kota Tangerang Selatan 50 16 28 1
Total 49.000 20.200 1.000 26.809 5.000
Sumber : Lampiran Peraturan Gubernur Banten Nomor 7 Tahun 2014
Bila dibandingkan Nasional, kondisi ekonomi Banten masih lebih baik, dilihat dari
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dari pada nasional. Share ekonomi Banten
dalam perekonomian Nasional juga mengalami penambahan dari 4,06 persen
menjadi 4,14 persen, disamping itu, kesejahteraan masyarakat Banten lebih cepat
dibandingkan nasional (lihat Tabel 5.17).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tingkat regional (provinsi) dapat menggambarkan
kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu
waktu tertentu. Setiap tahun PDRB perkapita Provinsi Banten mengalami peningkatan
cukup signifikan, rata-rata peningkatannya sekitar 8 % (Tabel 5.18).
Tabel 5.17. Perbandingan Agregat PDRB Banten dan PDB Nasional Tahun 2014-2015
Dari Tabel 5.18, menurut kelompok Kabupaten/Kota, PDRB perkapita tertinggi berada
di Kota Cilegon, dengan rata-rata PDRB pertahunnya diatas 100 juta rupiah bahkan
pada tahun 2014 mencapai 170 juta rupiah. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai
tambah yang dihasilkan oleh Kota Cilegon yang timbul akibat berbagai aktivitas yang
dihasilkan dari barang dan jasa yang bersumber dari Kota Cilegon cukup tinggi bila
dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Sementara itu, total PDRB atas dasar
harga berlaku untuk Provinsi Banten mengalami peningkatan yang cukup drastis
selama tahun 2010-2015.
Pada tahun2010 PDRB Provinsi Banten hanya sebesar 271,465.28 milyar rupiah,
kemudian pada tahun 2015 PDRB Banten mengalami peningkatan hampir dua kali
lipat menjadi 477,936.52 milyar rupiah. Pada tahun 2015, wilayah dengan PDRB
tertinggi yaitu Kota Tangerang sebesar 126,12 triliun rupiah, sedangkan kabupaten
Pandeglang merupakan wilayah dengan PDRB terendah yaitu sebesar 20,28 triliun
rupiah (Publikasi BPS Banten, 2016).
PDRB menurut lapangan usaha, terdapat 17 lapangan usaha yang telah ditetapkan
oleh pemerintah sebagai lapangan usaha yang berkontribusi terhadap PDRB.Menurut
data PDRB di atas berdasarkan harga berlaku tersebut, menurut lapangan usaha, tiga
sektor utama penyumbang PDRB Provinsi Banten terbesar adalah sektor Industri
pengolahan, disusul sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor serta sektor transportasi dan pergudangan. Pada tahun 2015 ketiganya
berturut-turut menyumbangkan 160,02 triliun rupiah (33,48%), 57,75 triliun rupiah
(12,08%) dan 48,87 triliun rupiah (10,22 %). Sektor pertanian, peternakan, kehutanan
dan perikanan hanya berada di posisi ke 6 dengan menyumbangkan sebesar 28,56
triliun rupiah (5,98%) (lihat Tabel 5.19).
Struktur Ekonomi di Banten pada tahun 2015 masih didominasi oleh sektor sekunder.
Mekipun begitu, telah terjadi perubahan structural peronomian Banten dari sektor
sekunder menjadi sektor tersier. Hal tersebut disebabklan karena peranan sektor
sekunder menurun dan digantikan oleh sektor tersier yang lebih modern.
Tabel 5.19. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (milyar rupiah)
No Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Pertanian, Kehutanan, dan
16.737,61 18.076,96 19.635,19 22.670,34 24.944,45 28.575,65
Perikanan
2 Pertambangan dan
2.614,13 3.271,76 3.646,98 3.404,62 3.733,85 3.875,83
Penggalian
3 Industri Pengolahan 107.806,56 17.850,58 126.818,58 140.949,17 148.420,20 160.020,84
4 Pengadaan Listrik dan Gas 4.044,36 5.050,82 5.791,43 5.437,89 10.928,22 13.113,99
5 Pengadaan Air 285,68 284,97 290,10 307,16 331,55 366,45
6 Konstruksi 21.686,19 25.026,58 29.235,48 34.612,03 41.875,07 47.836,15
7 Perdagangan Besar dan
Eceran, dan Reparasi Mobil 34.422,80 40.830,49 45.310,98 48.783,51 53.494,36 57.747,97
dan Sepeda Motor
8 Transportasi dan
16.256,99 19.743,07 23.635,96 28.723,90 39.630,74 48.867,72
Pergudangan
9 Penyediaan Akomodasi
6.185,42 6.891,82 7.717,29 8.583,56 10.272,28 11.708,64
dan Makan Minum
10 Informasi dan Komunikasi 11.246,10 12.447,16 13.005,57 13.573,11 15.600,25 16.923,35
11 Jasa Keuangan 6.649,31 7.912,24 9.495,42 10.883,26 11.928,24 13.404,44
12 Real Estate 20.528,89 22.562,98 24.468,80 27.018,15 29.970,15 33.608,02
13 Jasa Perusahaan 2.470,45 2.813,21 3.152,83 3.671,00 4.242,91 4.895,55
14 Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan 4.983,89 5.974,65 6.656,12 7.205,52 8.110,28 9.279,98
Sosial Wajib
15 Jasa Pendidikan 8.228,83 9.235,97 10.593,31 11.955,55 13.466,69 14.874,16
16 Jasa Kesehatan dan
3.385,31 3.721,33 4.079,30 4.393,35 4.912,07 5.407,61
Kegiatan Sosial
17 Jasa lainnya 3.932,77 4.479,70 4.691,58 5.663,98 6.612,29 7.430,19
PDRB 271.465,28 306.174,29 338.224,93 377.836,08 428.473,60 477.936,52
Sumber : BPS Banten dalam Angka, 2016
yang terakhir adalah perubahan inventori. Pertumbuhan ekonomi yang didominasi oleh
komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga akan selalu dibayangi oleh tingginya laju
inflasi, dimana konsumsi masyarakat sangat bergantung pada daya beli, sedangkan daya
beli itu sendiri bergantung kepada inflasi (Lihat Tabel 5.21).
Di wilayah Banten Selatan, PMA jauh lebih besar dari PMDN, di Banten Utara PMA
sedikit lebih besar dari PMDN. Sebaliknya di wilayah Banten Tengah, PMA lebih kecil
dari PMDN (lihat Tabel 5.23).
Tabel 5.23. Komposisi Investasi PMA dan PMDN yang Masuk ke Banten
Menurut Pembagian Daerah, Tahun 2015 (Persen)
Wilayah PMA PMDN
Banten Selatan 15,49 2,99
Banten Utara 30,14 24,22
Banten Tengah 54,28 72,29
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima
petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP digunakan untuk
mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang
dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumah tangga. Angka NTP
menunjukkan tingkat daya saing produk pertanian dibandingkan dengan produk lain.
Atas dasar ini upaya produk spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian
dapat dilakukan.
Rata-rata NTP Provinsi Banten mengalami penurunan dari tahun 2013-2015 yaitu dari
110.06 menjadi 104.76 (lihat Tabel 5.24).
Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Banten merupakan sumbangan dari atau dipengaruhi oleh
beberapa sub sektor yakni subsektor tanaman pangan, tanaman hortikultura dan
peternakan serta sub sektor lainnya yang menentukan harga-harga kebutuhan hidup
petani. Harga-harga kebutuhan hidup petani yang terus meningkat tentau akan
menurunkan NTP. Rata-rata NTPuntuk tanaman pangan dari tahun 2009-2013 (Tabel 5.25)
mengalami peningkatan dari 92.70 menjadi 112.47. Sementara pada tahun 2014
mengalami penurunan menjadi 105.36 dan meningkat kembali menjadi 107.83 pada tahun
2015.
Tabel 5.25. Nilai Tukar Petani untuk Tanaman Pangan Provinsi Banten
NTP (%) Tanaman Pangan
Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Januari 91,87 97,44 103,24 110,16 11433 106,38 108,10
Februari 92,73 98,50 103,91 111,55 113,56 106,90 108,31
Maret 91,37 98,29 104,33 109,59 112,26 108,04 109,48
April 90,20 98,34 104,02 108,60 112,40 106,67 102,66
Mei 91,57 98,84 103,53 108,31 112,65 103,66 101,74
Juni 91,80 100,06 103,37 109,31 112,44 103,00 103,18
[Pick the date] Page 95
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Tabel 5.26. Nilai Tukar Petani untuk Tanaman Hortikultura Provinsi Banten
NTP (%) Tanaman Holtikultura
Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Januari 98,34 104,85 107,88 109,29 110,44 99,77 99,30
Februari 100,19 102,71 108,48 110,10 110,36 99,39 98,90
Maret 99,89 102,57 109,09 110,41 110,38 98,31 98,50
April 101,39 104,42 109,46 110,99 110,84 99,12 99,82
Mei 101,36 104,12 109,62 110,31 110,64 98,91 100,56
Juni 101,62 103,25 108,17 111,03 110,37 99,58 101,45
Juli 103,70 108,53 109,05 111,50 109,86 99,06 100,45
Agustus 105,86 109,44 108,67 112,73 109,73 99,13 101,64
September 105,90 108,73 109,88 112,03 109,87 98,79 100,50
Oktober 105,84 107,37 109,64 112,06 110,80 100,00 99,96
November 105,36 107,62 108,88 110,89 109,94 100,54 99,90
Desember 104,80 107,65 109,11 111,21 98,74 100,84 99,59
Rata-rata 102,85 105,93 108,99 111,04 109,33 99,45 100,05
Berbeda dengan sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, rata-rata NTP untuk
peternakan mengalami penurunan pada tahu 2009 sampai tahun 2012 yakni dari
106.27 menjadi 101.65, kemudian pada tahun 2013 sampai tahun 2015 meningkat dari
102.82 menjadi 103.45 (lihat Tabel 5.27).
Tabel 5.28. Rata-rata Konsumsi Per Kalori Per Kapita Sehari menurut
Kelompok Barang di Provinsi Banten (kkal)
2010 2011 2012 2013 2014 Rata2
Padi-padian 876,82 880,43 882,04 850,36 847,77 867,484
Umbi-umbian 22,10 27,27 15,66 15,00 14,99 19,004
Ikan 44,02 45,63 42,52 45,16 45,55 44,576
Daging 55,81 57,98 67,87 53,17 57,73 58,512
Telur dan susu 66,75 65,18 47,39 68,05 66,69 62,812
Sayuran 33,63 32,31 33,07 33,44 34,19 33,328
Kacang-kacangan 60,97 60,1 53,75 55,9 55,05 57,154
Buah-buahan 39,02 38,74 30,20 33,46 36,27 35,538
Minyak dan lemak 223,74 224,64 212,58 221,78 233,47 223,242
Bahan minuman 76,71 77,69 59,36 79,21 72,64 73,122
Bumbu-bumbuan 18,73 21,39 17,40 21,34 21,09 19,99
Konsumsi lainnya 76,82 69,24 52,42 62,57 58,20 63,85
Makanandanminu 369,13 386,94 303,54 403,78 387,40 370,158
man jadi
[Pick the date] Page 97
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Tabel 5.30. Komposisi Garis Kemiskinan Makanan Banten Menurut Komoditas Utama
dan Daerah Tempat Tinggal Tahun 2015
Daerah Perkotaan Daerah Perdesaan
% terhadap Garis %terhadap Garis
Komoditas Utama Komoditas Utama
Kemiskinan Total Kemiskinan Total
Tabel 5.32. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan, 2015–2016 (orang, ribu)
Pendidikan Tertinggi yang 2015 2016
No
Ditamatkan Februari Agustus Februari
1 SD ke bawah 1.810 1.775 1.818
2 Sekolah Menengah Pertama 839 764 830
3 Sekolah Menengah Atas 1.057 987 1.071
4 Sekolah Menengah Kejuruan 660 693 682
[Pick the date] Page 100
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Tenaga penyuluh pertanian di Provinsi Banten terbilang cukup banyak. Pada tahun
2012 jumlah tenaga penyuluh pertanian Provinsi Banten sebanyak 751 ditambah
dengan tenaga penyuluh dari BPTP, dimana tenaga penyluh pertanian tertinggi
berada di kabupaten Pandeglang sebanyak 233 orang, sementara tenaga penyuluh
pertanian terendah ada di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yakni
hanya 11 orang (lihat Tabel 5.34).
Secara keseluruhan, fenomena yang terkait dengan RTUP adalah sebagai berikut:
d. Sebaran Luas Penguasaan Lahan dan Status atau Jenis Rumah Tangga Usaha Pertanian
Terkait dengan sebaran luas penguasaan lahan, tahun 2013 hanya sedikit sekali
RTUP yang masih menguasai lahan > 3 ha, yaitu hanya 9.616 RTUP atau sekitar
1,62% dari total RTUP (592.841) dimana jumlah RTUP tersebut berkurang
sebesar 27,07% dibandingkan tahun 2003 sebanyak 13.185 RTUP. Sedangkan
yang menguasai 2-3 ha, ada sebanyak 14.639 RTUP atau 2,47% dari total RTUP,
yang juga telah mengalami penurunan sebesar 24,13% dibandingkan tahun 2003
sebanyak 19.295 RTUP.
Dengan kata lain, hampir seluruhnya RTUP (95,91%) setiap RTUP menguasai lahan
hanya kurang dari 2 ha. Jumlah RTUP yang menguasai lebih dari 2 ha hanya
sebanyak 24.255 RTUP atau sekitar 4,09% dari total RTUP (lihat Tabel 5.37). Bahkan
lebih dari 65% RTUP penguasaan lahannya kurang dari 5.000 m2 (0,5 hektar).
Sisanya sekitar 30% menguasai lahan antara 0,5-2 ha. ....
Tabel 5.37. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Banten Menurut Golongan
Penguasaan Luas Lahan Tahun 2003 dan 2013
Golongan Luas 2003 2013 Perubahan
No
Lahan (m2) Absolut (RTUP) % Absolut (RTUP) % Absolut (RTUP) %
1 < 1 000 338.052 37,64 101.631 17,14 -236 421 -69,94
2 1 000 – 1 999 116.074 12,93 101.296 17,09 -14 778 -12,73
3 2 000 –4 999 202.915 22,60 185.519 31,29 -17 396 -8,57
4 5 000–9 999 136.727 15,23 117.515 19,82 -19 212 -14,05
5 10 000–19 999 71.773 7,99 62.625 10,56 -9 148 -12,75
6 20 000–29999 19.295 2,15 14.639 2,47 -4 656 -24,13
7 ≥ 30 000 13.185 1,47 9.616 1,62 -3 569 -27,07
Jika dilihat dari distribusi dalam hal Rumah Tangga Pengguna Lahan (RTPL) dan
Rumah Tangga Petani Gurem (RTPG), pada tahun 2013, jumlah RTPL (584.259) masih
lebih dominan dibandingkan RTPG (379.888). Jumlah RTPL di setiap kabupaten dan
kota di wilayah Provinsi Banten juga masih lebih besar dibandingkan dengan RTPG (lihat
Tabel 5.38).
Tabel 5.38. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan dan Rumah
Tangga Petani Gurem di Banten Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2003 dan 2013
Rumah Tangga Pengguna Lahan Rumah Tangga Petani Gurem
Kabupaten/
No Perubahan Perubahan
Kota 2003 2013 2003 2013
Absolut % Absolut %
1 Kab. Pandeglang 180.929 148. 610 -32.319 -17,86 111.833 86. 000 -25 833 -23,10
2 Kab. Lebak 200.509 187.064 -13.445 -6,71 104.810 115.758 10 948 10,45
3 Kab. Tangerang 220.265 83.089 -137.176 -62,28 199.467 61.928 -137 539 -68,95
4 Kab. Serang 186.753 125.826 -60.927 -32,62 141.606 85.045 -56 561 -39,94
5 Kota Tangerang 19.233 8.001 -11.232 -58,40 19.006 7.561 -11 445 -60,22
6 Kota Cilegon 16.335 7.638 -8.697 -53,24 14.005 6.072 -7 933 -56,64
7 Kota Serang 29.780 19.107 -10.673 -35,84 22.526 12. 841 -9 685 -42,99
8 Kota Tangerang 21.483 4.924 -16.559 -77,08 21.162 4.683 -16 479 -.77,87
Selatan
Banten 875.287 584.259 -291.028 -33,25 634.415 379. 888 -254 527 -40,12
Sumber: Kantor Badan Statistik Provinsi Banten, 2013
Potensi Pertanian di Provinsi Banten cukup tinggi jika dilihat dari luasanya. Luas lahan
pertanian mendominasi wilayah Provinsi Banten (berdasarkan Tabel 39).
Tabel 5.39. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Provinsi Banten
Tahun 2015 (Hektar)
a. Tanaman Pangan
Luas Panen untuk komoditas pangan selama lima tahun terakhir di Provinsi Banten
mengalami fluktuasi terkecuali untuk ubi jalar yang terus mengalami penurunan dari
tahun ke tahun. Pertumbuhan luas panen tahun 2015 terhadap tahun 2014 yang
cukup signifikan adalah untuk luas panen tanaman jagung yaitu sebesar 11,61
sementara pertumbuhan luas panen yang negatif dan sangat rendah adalah untuk
luas panen kacang hijau yaitu -37,84 (Tabel 5.40).
Tabel 5.40. Luas Panen Tanaman Pangan Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (ha)
Tahun Pertumbuhan
Tanaman 2011 2012 2013 2014 2015 2015 terhadap
2014
Padi 397.021 362.636 393.704 386.398 386.676 0,07
Jagung 4.600 3.074 3.583 3.152 3.518 11,61
Kedelai 4.719 5.213 7.928 4.815 5.316 10,4
Kacang Tanah 10.075 10.727 9.273 8.061 7.614 -5,55
Produktivitas tanaman pangan selama lima tahun terakhir di Provinsi Banten cukup
fluktuatif kecuali untuk tanaman padi dan ubi kayu yang terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Tanaman yang mengalami pertumbuhan
produktivitas yang positif dan signifikan tahun 2015 terhadap 2014 adalah tanaman
ubi kayu sebesar 17,35 persen, sementara tanaman yang pertumbuhan
produktivitasnyanegatif dan sangat rendah yaitu kacang hijau -3,86 persen (Tabel
5.41).
Tabel 5.41. Produtivitas Tanaman Pangan Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (ton)
Tahun Pertumbuhan
Tanaman 2015 terhadap
2011 2012 2013 2014 2015 2014
Padi 49,11 51,45 52,92 52,95 56,61 6,91
Jagung 30,14 31,94 33,60 33,36 33,74 1,14
Kedelai 12,47 11,09 13,02 13,26 13,72 3,47
Kacang Tanah 12,15 10,90 13,81 13,27 14,45 8,89
Kacang Hijau 7,94 8,21 8,18 8,29 7,97 -3,86
Ubi Kayu 145,17 145,84 153,10 151,33 177,59 17,35
Ubi Jalar 120,14 127,75 131,63 135,64 132,30 -2,46
Produksi komoditas tanaman pangan selama lima tahun terakhir di Provinsi Banten
mengalami fluktuasi dimana produksi tertinggi ditempati oleh tanaman padi,
sementara produksi terendah adalah komoditas kacang hijau. Tanaman yang
mengalami pertumbuhan positif dan signifikan tahun 2015 terhadap tahun 2014
adalah kedelai yaitu sebesar 14,21, sementara kacang hijau mengalami pertumbuhan
sangat rendah bahkan negatif yaitu sebesar -40,24 (Tabel 5.42).
Tabel 5.42. Produksi Tanaman Pangan Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (ton/ha)
Tahun Pertumbuhan
Tanaman 2015 terhadap
2011 2012 2013 2014 2015 2014
Padi 1.949.714 1.865.893 2.083.608 2.045.883 2.188.996 7,00
Jagung 13.863 9.819 12.038 10.514 11.870 12,9
Kedelai 5.885 5.780 10.326 6.384 7.291 14,21
Kacang Tanah 12.246 11.691 12.810 10.700 11.004 2,84
Kacang Hijau 927 851 672 907 542 -40,24
Ubi Kayu 107.052 82.796 97.847 85.943 74.163 -13,71
Ubi Jalar 34.589 32.756 27.972 28.336 20.150 -28,89
[Pick the date] Page 108
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
b. Tanaman Hortikultura
Luas Panen untuk komoditas hortikultura selama lima tahun terakhir di Provinsi Banten
mengalami fluktuasi hampir di semua tanaman hortikultura yang ada di Banten.
Pertumbuhan luas panen tahun 2015 terhadap tahun 2014 yang cukup signifikan
adalah untuk luas panen tanaman manggis yaitu sebesar 80,85 sementara
pertumbuhan luas panen yang negatif dan sangat rendah adalah untuk luas panen
tanaman anggrek yaitu -86,25( lihat Tabel 5.43).
Tabel 5.43. Luas Panen Tanaman Hortikultura Provinsi Banten Tahun 2011-2015
Tahun Pertumbuhan
Tanaman 2015 terhadap
2011 2012 2013 2014 2015 2014
Bawang Merah (ha) 102 157 202 208 112 -46,15
Cabe Besar (ha) 962 797 663 682 679 -0,44
Cabe Rawit (ha) 670 582 454 489 530 8,38
Tomat (ha) 460 321 311 339 225 -33,63
Jeruk besar (ha) 53 14 21 17 13 -21,66
Jeruk siam(ha) 64 47 97 38 20 -47,53
Manga(ha) 3.583 5.420 3.693 3.672 2.903 -20,92
Pisang(ha) 3.987 4.016 4.560 3.481 2.261 -35,06
Durian(ha) 2.405 3.795 3.345 2.651 3.020 13,89
Manggis(ha) 1.440 1.534 1.860 980 1.772 80,85
Jahe(m2) 1.138.003 765.721 885.935 1.248.139 932.256 -25,31
Kencur (m2) 666.437 1.552.640 774.495 729.056 832.660 14,21
Kunyit (m2) 708.941 3.075.724 696.973 1.132.422 1.413.237 24,80
Lempuyang (m2) 49.258 19.609 27.843 33.970 17.510 -48,45
Lengkuas (m2) 1.297.130 1.622.108 936.651 1.737.023 2.237.135 28,79
Anggrek (m2) 225.059 298.386 297.556 269.979 36.390 -86,52
Mawar (m2) 3.310 3.612 2.185 678 727 7,23
Sedap malam (m2) 117 123.183 200.410 165.701 128.301 -22,57
Produksi komoditas tanaman pangan selama lima tahun terakhir di Provinsi Banten
mengalami fluktuasi dimana produksi tertinggi pada kelompok sayuran ditempati oleh
cabe besardi, kelompok buah-buahan ditempati oleh tanaman pisang, kelompok
tanaman obat ditempati oleh lengkuas sedanngkan kelompok tanaman hias
ditempati oleh anggrek sementara produksi terendah adalah komoditas kacang hijau.
Tanaman yang mengalami pertumbuhan positif dan signifikan tahun 2015 terhadap
tahun 2014 adalah durian yaitu sebesar 27,98 , sementara mawarau mengalami
pertumbuhan sangat rendah bahkan negatif yaitu sebesar -75,95(Tabel 5.44).
Produktivitas tanaman hortikultura selama lima tahun terakhir di Provinsi Banten cukup
fluktuatif kecuali untuk tanaman durian dan sedap malam yang terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Tanaman yang mengalami pertumbuhan
produktivitas yang positif dan signifikan tahun 2015 terhadap 2014 adalah tanaman
anggrek sebesar 605,33 persen, sementara tanaman yang pertumbuhan
produktivitasnyanegatif dan sangat rendah yaitu mawar-77,54 persen (Tabel 5.45).
c. Peternakan
Populasi ternak selama lima tahun terakhir di Provinsi Banten mengalami fluktuasi
terkecuali untuk ternak itik, babi, ayam ras pedaging dan burung puyuh yang terus
mengalami peningkatan. Pertumbuhan populasi ternak di Provinsi Banten tahun 2015
terhadap tahun 2014 hampir semua ternak mengalami pertumbuhan positif terkecuali
burung puyuh yang mengalami pertumbuhan negative yaitu -1,27, sementara ternak
pertumbuhan yang paling signifikan adalah kuda sebesar 40,10 (Tabel 5.46).
d. Perkebunan
yang paling sedikit dikembangkan di Provinsi Banten dengan luasan hanya mencapai
3.045,24 ha dengan produksi mencapai 1.631,51 ton dan namun produktivitasnya
cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya yaitu sebesar 1.005,75 kg/ha/tahun
(Tabel 5.48).
Perkebunan Besar Negara (PBN/PTPN) hanya mengelola komoditas kelapa sawit dan
kelapa, dimana luasan tertinggi pada tahun 2014 adalah untuk kelapa sawit sebesar
9.603,60 ha dengan total produksi mencapai 17.273.55 ton, sedangkan untuk kelapa,
luasannya hanya mencapai 50,49 ha dengan total produksi hanya mencapai 26,27 ton.
Pada Perkebunan Besar Swasta yang dikelola hanya komoditas kakao, karet dan
kelapa sawit. Luasan tertinggi terdapat pada komoditas karet yaitu sebesar 9.060, 18
ha dengan total produksi mencapai 3.602,4` ton, disusul kelapa sawit, dengan luasan
mencapai 2.148,85 ha dengan total produksi mencapai 1.622.18 ton dan yang
terakhir adalah kakao dengan luasan mencapai 1.023,00 ha dengan total produksi
sebesar 597,00 ton (Tabel 5.49).
Tabel 5.48. Luas Lahan dan Produksi Komoditas Strategis Perkebunan Rakyat (PR) di
Provinsi Banten dan Pengelolaannya
Tabel 5.49. Luas Lahan dan Produksi Komoditas Strategis PBS dan PBN di Provinsi
Banten Berdasarkan Kepemilikan/Pengelolaannya
Perkebunan Swasta Perkebunan Negara
Total
(PBS) (PBN)
No Komoditas Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi
(ha) (ton) (ha) (ton) (ha) (ton)
1 Karet 9.060,18 3.602,41 - 9.060,18 3.602,41
2 Kelapa - - 50,49 26,27 54,49 26,27
3 Kelapa Sawit 2.148,85 1.622,18 9.603,60 17.273,55 11.752,45 18.895,73
4 Kakao 1.023,00 597,00 - - 1.023,00 597,00
5 Cengkeh - - - - - -
6 Kopi - - - - - -
7 Aren - - - - - -
Jumlah 26.454,65 3.983,89 12.457,10 18.653,12 166.004,53 111.881,82
Luas lahan untuk komoditas strategis perkebunan rakyat di Provinsi Banten didominasi
oleh tanaman kelapa dalam diikuti oleh karet, kelapa sawit cengkeh, kakao, kopi dan
aren. Semua Produktivitas tanaman perkebunan rakyat masih rendah dibandingkan
dengan standar produktivitas perkebunan nasional, hanya komoditas cengkeh rakyat
yang hampir mendekati standar produktivitas nasional.
ANALISISPERENCANAAN PENGEMBANGAN
KOMODITI UNGGULAN DAN KAWASANPERTANIAN
6
[TYPE THE SENDER COMPANY ADDRESS]
Terkait dengan aspek agroekologis dan lingkungan, hasil analisis dari beberapa
komponen lahan untuk pertanian dan peternakan adalah sebagai berikut.
Topografi
Pertanian dataran tinggi pada umumnya sangat sesuai dan mendukung untuk
pengembangan budidaya tanaman sayuran dan buah-buahan dataran tinggi
(terutama wortel, kentang, kol, dan strawberi, dan sebagainya); tanaman perkebunan
dataran tinggi (seperti teh, kopi arabika, dan sebagainya) serta peternakan sapi
perah.Wilayah yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah daerah Lebak Tengah dan
sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl.
Daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak
Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun.
Kemiringan
Dataran yang sebagian besar terdapat di daerah utara hingga ke bagian tengah
Provinsi Banten memiliki tingkat kemiringan lahan antara 0 – 15%, sehingga menjadi
lahan yang sangat potensial untuk pengembangan pertanian dan tidak diperlukan
banyak perlakuan khusus konservasi tanah dan air. Lahan dengan kemiringan ini
tersebar di sepanjang pesisir utara Laut Jawa, wilayah Kabupaten dan Kota Serang,
sebagian Kabupaten Tangerang bagian utara, serta wilayah selatan yaitu di sebagian
pesisir selatan dari Pandeglang hingga Kabupaten Lebak.
Hidrologi
Potensi sumberdaya air di wilayah Provinsi Banten paling banyak ditemui di Kabupaten
Lebak, sebab sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung dan
hutan produksi terbatas.
Sumber air untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan irigasi juga sangat tergantung
dan dipasok dari sungai-sungai yang mengalir di wilayah Provinsi Banten. Beberapa
sungai besar dan utama di Provinsi Banten diantaranya adalah S. Cibanten, S. Ciujung, S.
Cidurian, S. Cidanau, dan S. Ciliman, dan lain lain.
Tata air permukaan untuk wilayah Provinsi Banten sangat tergantung pada sumber
daya air khususnya sumber daya air bawah tanah. Terdapat 5 satuan Cekungan Air
Bawah Tanah (CABT) yang telah diidentifikasi, yang bersifat lintas kabupaten maupun
kota, antara lain CABT Labuan, CABT Rawadano dan CABT Malingping dan lintas
provinsi, meliputi CABT Serang – Tangerang dan CABT Jakarta (RPJM Banten 2007-
2012).
Klimatologi
Pada umumnya iklim di seluruh wilayah Provinsi Banten sesuai dan mendukung
pengembangan pertanian, peternakan dan perkebunan. Jangka waktu per-gantian
musim hujan dan musim kemarau secara umum tidak menghambat pengembangan
pertanian, peternakan dan perkebunan. Hanya wilayah Serang bagian timur laut
dan Tangerang bagian utara yang memiliki curah hujan rendah, yaitu antara 775-
1.049 mm
Keadaan musim kemarau dan periode normal musim kemarau di Provinsi Banten
terjadi antara Mei III-Oktober II.Namun ada beberapa daerah yang periode normal
musim kemaraunya lebih lama seperti daerah Serang bagiantimur lautdengan periode
normal Mar III-Des I dan daerah Tangerang bagianutara dengan periode normal Mar II-
Des I dengan panjang normal musim kemarau 29 hari.Sementara untuk keadaan musim
hujan, rata-rata periode musim hujan terjadi pada Okt II-Nov II.
Namun dibeberapa daerah tertentu seperti Kota Serang, Serang bagian utara,
Serang bagian timur, Kota Cilegon, periode hujan terjadi Nov II-Mei II,
sedangkanSerang bagiantenggara, Tangerang bagianutara, periode hujan terjadi
pada Des I-Mar III. Normal hujan tertinggi terjadi di daerah Kota Cilegon dengan
curah hujan antara 2.440-3.302 mm, sedangkan terendah terjadi di daerah Serang
bagian timur laut dan Tangerang bagian utara dengan curah hujan antara 775-1.049
mm.
6.1.4. Tanah
Sumber daya tanah wilayah Provinsi Banten terdiridari dua tipe tanah, yaitu: (a)
kelompok tipe tanah sisa atau residu dan (b) kelompok tipe tanah hasil angkutan.
Secara umum distribusi dari masing-masing tipe tanah ini di wilayah Provinsi Banten
terdapat di Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon.Masing-masing tipe tanah
yang terdapat di wilayah tersebut antara lain: 1. Aluvial Pantai dan Sungai; 2. Latosol;
3. Podsolik Merah Kuning; 4. Regosol; 5. Andosol; 6. Brown Forest;7. Glei.
Namun demikian, sebagian besar tanah di Provinsi Banten didominasi oleh tanah-
tanah Podsolik, terutama Podsolik Merah Kuning disusul Latosol. Kedua jenis
tanahPodsolik dan Latosol tersebut tergolong tanah-tanah tua yang memiliki
tingkatkesuburan yang kurang baik karena bereaksi masam (pH rendah, kurang dari 5)
danmemilikikandunganbasa-basarendahyangkurangmendukunguntuk
pengembanganpertanian produksi tinggi, terutama jika tidak didukung dengan sistem
pengelolaan pertanian yang memadai serta tehnik dan dosis pemupukan yang tepat.
Luas Provinsi Banten 896.760 ha, terdiri dari luas lahan pertanian mencapai 716.324 ha
(79,8 persen) dan bukan pertanian seluas 180.436 ha (20,2 persen). Dari keseluruhan
lahan pertanian,luas lahan sawah 201.270 ha dan sisanya seluas 515.054 ha adalah
lahan non sawah (lihat Tabel 6.1).
Total luas wilayah kabupaten (Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang dan Serang)
yang menjadi daerah pertanian adalah 681.945 ha atau sekitar 76,0 persen dari luas total,
sedangkan luas wilayah pertanian di perkotaan (Kota Serang, Cilegon, Tangerang dan
Tangerang Selatan) adalah 34.379 ha atau 3,8 persen dari luas total.
Namun, apabila dibandingkan terhadap total luas lahan pertanian saja, luas lahan
pertanian di wilayah kabupaten mencapai 95,2 persen, sedangkan wilayah pertanian
di perkotaan hanya 4,8 persen dari luas wilayah pertanian. Kabupaten yang memiliki
wilayah pertanian terluas adalah Kabupaten Lebak, diikuti oleh Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang.
6.2.1. Penduduk
Pada bulan Agustus tahun 2015, jumlah penduduk Provinsi Banten sebanyak
11.955.243 orang, dengan komposisi laki-laki 6.097.184 orang dan perempuan
5.858.059 orang dengan rasio jenis kelamin 104,08 %. Tiga daerah terbanyak
penduduknya di Provinsi Banten adalah Kabupaten Tangerang 3.370.594 orang
(28,2%), disusul oleh Kota Tangerang (2.047.105 orang,17,1%) dan Kota Tangerang
Kabupaten
Kota
Sekitar 4,4% dari angkatan kerja atau 39,9 % jumlah pekerja di bidang pertanian
berasal dari kedua golongan umur tersebut. Golongan umur tersebut termasuk yang
sudah kurang produktif, tanaganya dan kinerjanya sudah berkurang dan sudahtidak
optimallagi untuk melakukan suatu pekerjaan, namun memiliki pengalaman di bidang
pertanian paling lama. Sementara golongan umur yang tenaganya masih
dikatakanpaling potensial yang mampu bekerja secara optimal (umur 30-50 tahun) di
bidang pertanian jumlahnya sekitar 5,3% dari jumlah angkatan kerja atau47,5% dari jumlah
angkatan kerja di bidang pertanian. Sedangkan yang berusia paling muda (15-30 tahun)
yang masih kurang pengalaman jumlahnya sekitar 1,4%dari jumlah angkatan kerja atau
12,6 % dari jumlah angkatan kerja di bidang pertanian.
Hal tersebut dikarenakan penduduk yang berusia relatif muda lebih banyak yang
memilih bekerja di luar bidang pertanian seperti di perusahaan-perusahaan ataupun
pabrik, mengingat di Provinsi Banten banyak pabrik dan sektor non fomal lainnya.
Disamping itu, menurut Swastika et al. (2000, tenaga muda kurang tertarik bekerja di
sektor pertanian karena beberapa hal, antara lain: a. terba-tasnya kesempatan kerja
pertanian bagi yang berpendidikan tinggi; b. sektor pertanian umumnya tidak
mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat; c. usaha pertanian banyak
mengandung resiko; d. pendapatan di sektor pertanian lebih rendah dari yang
diharapkan; dan e. kurang status sosial dan kenyamanan kerja, karena kesan usaha
pertanian yang kumuh. Menghadapi fenomena tersebut, seharusnya pemerintah turut
campur untuk meningkatkan minat penduduk yang masih produktif dan berpotensi
mengembangkan pertanian, agar mau bekerja di bidang pertanian.
Peningkatan jumlah penduduk Provinsi Banten setiap tahun akan berdampak
padameningkatnya kebutuhan pangan serta sumberdaya alam, salah satunya
adalah lahan. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk tempat tinggal serta kawasan
perdagangan dan industri menurunkan atau menyempitnya luas areal lahan
pertanian, terutama di wilayah perkotaan. Semakin menyempitnya lahan pertanian juga
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator kualitas sumber
daya manusia di suatu wilayah. Rata-rata IPM Provinsi Banten tahun 2015 sebesar
70,27 dan meningkat secara konsisten selama 5 tahun terakhir.
Kualitas sumberdaya manusia di wilayah perkotaan seluruhnya lebih tinggi dari rata-
rata provinsi, sebaliknya wilayah kabupaten yang masih dominan pertanian nya
memiliki nilai IPM di bawah rata-rata provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa kawasan
atau wilayah pertanian memiliki kualitas sumberdaya manusia atau IPM yang lebih
rendah.
Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah yang memiliki rata-rata kualitas
sumberdaya manusia paling tinggi di Provinsi Banten, nilai IPM nya + 9,11 di atas rata-
rata IPM Provinsi Banten, disusul oleh Kota Tangerang (+ 5,81), Kota Cilegon (+ 1,54),
dan Kota Cilegon (+ 0,24) (lihat Tabel 6.4).
untuk wilayah kabupaten adalah Kabupaten Tangerang yang nilai IPM nya -0,22 di
bawah IPM Provinsi Banten.
Kemiskinan
Sektor pertanian sering diidentikkan atau berkaitan erat dengan sumbangan atau
kontribusinya terhadap tingkat kemiskinan suatu wilayah. Rata-rata kondisi
kesejahteraan penduduk di suatu wilayah yang bekerja di sektor pertanian lebih
miskin dibandingkan penduduk yang sumber utama pendapatanya dari sektor-sektor
lainnya, terutama industri manufaktur, keuangan dan perdagangan.
Pada bulan September 2014, jumlah orang yang tergolong miskin di Provinsi
Bantenadalah 649,2 ribu.Sebagian besar berada di wilayah kabupaten (Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang), yaitu
sebanyak 473,4 ribu atau 72,9 % dari jumlah orang miskin di Provinsi Banten.
Sedangkan jumlah orang miskin yang berada di wilayah kota (Kota Tangerang, Kota
Serang, Kota Cilegon, dan Kota Tangerang Selatan) adalah 175,8 ribu atau 27,1% (lihat
Tabel 6.5).
Salah satu hambatan yang dihadapi oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten
adalah jumlah penyuluh lapangan yang masih kurang, saat ini hanya ada sekitar 136
orang penyuluh koperasi.
Hal yang lebih penting selain melakukan revitalisasi keberadaan KUD dan
membubarkan koperasi-koperasi yang tidak aktif adalah penertiban koperasi yang
melakukan praktik yang merugikan. Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten akan
secara tegas menindak atau mencabut izin koperasi-koperasi yang melakukan praktik
pinjaman uang dengan bunga yang cukup tinggi atau disebut rentenir dengan
berkedok koperasi simpan pinjam (kosipa) dan praktik investasi bodong. Untuk itu Dinas
Koperasi dan UMKM Provinsi Banten berencana akan menggandeng OJK untuk
penertiban tersebut (Raya Pos Serang, 29 November).
Dari 155 kecamatan di Provinsi Banten, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tingkat
kecamatan atau BP3K, kelembagaan penyuluhan di tingkat kecamatan hanya
terdapat di 110 kecamatan, 109 kecamatan untuk kelembagaan penyuluhan
pertanian, dan 1 kecamatan untuk kelembagaan penyuluhan perikanan.
Banten. Oleh karena itu, peran dan kontribusi para penyuluh pertanian dan lembaga-
lembaga penyuluhan pertanian sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas dan
kinerja petani, khususnya di wilayah Provinsi Banten.
6.4.2. Benih
Disamping alat mesin pertanian, sarana prasarana penunjang yang tak kalah penting
adalah benih. Ketersediaan benih terutama benih bermutu bersertifikat sangat
diperlukan bagi para petani demi menunjang peningkatan produktivitasdan
produksinya. Provinsi Banten telah menyusun suatu program dalam pengadaanbenih
yaitu program Cadangan Benih Daerah (CBD). CBD tersebut berfungsi sebagai stok
hasil produksi benih Balai untuk pemenuhan kebutuhan penang-gulangan gagal
panen, bencana alam, dan pengembangan penggunaan teknologi varietasunggul
sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian. Program CBD
tersebut juga dialokasikan untuk meringankan beban petani dalam membeli benih
yang berkualitas dengan harga terjangkau.
Program CBD itu sendiri merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Banten dan
Asosiasi Benih Banten (Asbenten). Dengan adanya kerja sama tersebut diharapkan
pengelolaan tata niaga penanganan perbenihan khususnya tanaman pangan dan
hortikultura mampu melindungi seluruh pemangku kepentingan agribisnis perbenihan
tanaman pangan dan hortikultura yang meliputi petani, pedagang, industri, dan
pemangku kepentingan lainnya.
6.4.3. Pupuk
Pupuk merupakan salah satu sarana prasarana penting dalam bidang pertanian.
Namun, dalam pemenuhan kebutuhan pupuk untuk peningkatan produktivitas
pertanian, para petani sering mengalami kendala karena mahalnya harga pupuk.
Oleh sebab itu diperlukan adanya pupuk bersubsidi guna meringankan biaya produksi
petani. Pemberian subsidi pupuk oleh pemerintah kepada petani bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas hasil pertanian melalui teknologi pemupukan. Selain itu,
kebijakan pupuk bersubsidi juga sebagai upaya peningkatan produksi komoditi
pertanian untuk ketahanan pangan yang berkelanjutan. Agar kebi-jakan pupuk
bersubsidi dapat diterima oleh petani secara 6 (enam) “Tepat”, yakni: tepat jenis,
tepat jumlah, tepat harga, tepat mutu, tepat waktu, dan tepat tempat, maka
pemerintah perlu meningkatkan pengaturan dan mekanisme penyaluran dan
pendistribusian pupuk.
Pemerintah Provinsi Banten sudah melakukan upaya pengalokasian pupuk bersubsidi
yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Adapun jenis pupuk
yang dialokasikan adalah pupuk Urea,SP-36, ZA,NPK, dan Pupuk Organik. Berdasarkan
alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi menurut Peraturan Gubernur Banten Nomor 7 Tahun
2014, Kabupaten Pandeglang mendapatkan alokasi pupuk subsidi yang lebih tinggi untuk
masing-masing jenis pupuk dibandingkan wilayah lainnya (lihat Tabel 6.6).
Tabel 6.6. Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Menurut Jenis Per Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2014 (Ton)
No Kabupaten/Kota Urea SP-36 ZA NPK Organik
Tingginya alokasi tersebut berbanding lurus dengan tingginya luasan tanam dan aktivitas
pertanian di wilayah Pandeglang yang banyak membutuhkan pupuk untuk
pertaniannya, mengingat Kabupaten Pandeglang adalah lumbung pangan di Provinsi
Banten.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi ekonomi dari daerah
agraris menjadi daerah insdustri sehingga peran sektor pertanian bukanlah yang utama
dalam mem-bangun struktur perekonomian Provinsi Banten. Pembangunan ekonomi
dan kebijakan politik lebih diarahkan kepada sektor industri serta perdagangan dan
jasa.
Namun demikian, sektor pertanian tetap dituntut untuk dapat berperan penting dalam
peningkatan PDRB. Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan
nasional dan regional dalam menciptakan ketahanan dan kemandirian pangan.
Struktur ekonomi dari sisi pengeluaran didominasi oleh pengeluaran Rumah Tangga yang
proporsinya lebih dari separuh PDRB Banten, disusul oleh pembentukan modal tetap
bruto, ekspor netto, pengeluaran konsumsi pemerintah, pengeluaran konsumsi LNPRT, dan
yang terakhir adalah perubahan inventori.
Rata-rata NTP Provinsi Banten mengalami penurunan dari tahun 2013-2015 yaitu dari
110,06% menjadi 104,76 %. Penurunan nilai NTP disebabkan oleh adanya
penurunanharga komoditi hasil pertanian.Hal ini menunjukkan adanya penurunan
kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani
dalam produksi dan konsumsi rumah tangga atau menunjukkan penurunan tingkat
daya saing produk pertanian dibandingkan dengan produk lain.
NTP di Provinsi Banten merupakan hasil resultante dari beberapa subsektor, yakni
subsektor tanaman pangan, tanaman hortikultura,perkebunan, dan peternakanserta
subsektor lainnya yang menentukan harga-harga kebutuhan hidup petani.
Rata-rata NTPuntuk tanaman pangandari 2009-2015 mengalami peningkatan,
meskipun pada tahun 2014 terjadi penurunan.Peningkatan NTP tanaman pangan
didongkrak oleh tingginya harga gabah, karena indeks harga yang diterima petani
(It) naik lebih cepat daripada indeks harga yang dibayar (Ib).
Rata-rata NTP untuk tanaman hortikultura pada tahun 2009 sampai tahun 2012
mengalami peningkatan dari 102,85 % menjadi 111,04 %, kemudian pada tahun 2013
hingga 2014 mengalami penurunan masing-masing menjadi 109,33 % dan 99,45 %,
dan pada tahun 2015 sedikit mengalami peningkatan menjadi 100,05 %.
Berbeda dengan subsektor tanaman pangan dan hortikultura, rata-rata NTP untuk
peternakan mengalami penurunan pada tahun 2009 sampai tahun 2012 yakni dari
106,27 % menjadi 101,65 %, kemudian pada tahun 2013 sampai tahun 2015 meningkat
dari 102,82 % menjadi 103,45 %.
Tingkat konsumsi merupakan salah satu indikator tingkat ketahanan pangan. Apabila
tingkat konsumsi di suatu daerah sudah terpenuhi maka dapat dikatakan tahan pangan,
namun sebaliknya apbila tingkat konsumsi tidak terpenuhi maka dikatakan
kerawanan pangan. Berdasarkan tingkat konsumsi di Provinsi Banten selama lima
tahun (2010-2014), tiga kelompok makanan yang sering dikonsumsi masyarakat
Banten adalahpadi-padian merupakan kelompok makanan tertinggi yang dikonsumsi
oleh masyarakat Provinsi Banten dengan rata-rata konsumsi kalori per kapita sehari
pada 5 tahun terakhir(2010-2014) adalah 867,48 kkal (45,02%), diikuti oleh kelompok
makanan dan minuman jadi 370,16 kkal (19,21%), dan kelompok minyak dan lemak
223,42 kkal (11,58 %).
Tingginya tingkat konsumsi padi-padian yang merupakan tanaman pangan
menunjukkan bahwa tingkat permintaan atau kebutuhan terhadap pangan sangat
tinggi.Pangan merupakan sumber pokok utama yang dikonsumsi, tidak hanya di Provinsi
Banten tapi hampir di seluruh Indonesia. Hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah
untuk menyediakan pangan demi memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.
semakin lebar. Oleh sebab itu, untuk mengurangi kesenjangan antara perkotaan dan
pedesaan perlu dilakukan suatu program pembangunan untuk meningkatkan
perekonomian suatu wilayah. Pedesaan yang memiliki potensi sumberdaya alam yang
tinggi seperti pertanian,harus dipacupengembangan pertaniannya dalam rangka
meningkatkan perekonomian di pedesaan.
Lahan Sesuai
113.335 40,81
Sesuai temperatur, media perakaran
S1/S2- 7.478 2,69
tc/rc/eh dan bahaya erosi
temperatur dan
S2-tc/wa Cukup sesuai
ketersediaan air 15.495 4,69
Beberapa faktor utama yang dapat mengganggu produksi pertanian iklim, kesu-
buran tanah, sarana dan prasarana, hama dan penyakit, sumberdaya manusia serta
konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Iklim
La Nina yang dicirikan dengan musim hujan yang panjang atau musim kemarau
basah (termasuk seperti yang terjadi tahun 2016) mengacaukan pola tanam.
Meskipun menguntungkan untuk areal persawahan karena dapat menambah
frekuensi tanam menjadi 2-3 kali dalam setahun untuk budidaya padi, namun
tingginya curah hujan dan terutama pada musim panen dapat menyebabkan
merosotnya kualitas dan produktivitas produk pertanian, terutama hortikultura. Periode
hujan yang terlalu panjang dapat mengganggu tanaman-tanaman tertentu yang
membutuhkan musim kemarau yang cukup untuk mendukung terjadinya proses
penyerbukan dan pembungaan dan akhirnya pembentukan buah. Curah hujan yang
berlebihan juga menyebabkan terjadinya banjir yang tentunya termasuk menyebabkan
kerusakan dan atau kegagalan panen. Namun efek buruk La Nina terhadap
pertanian di Provinsi Banten pada tahun 2016 tidak dikaji secara rinci.
Sebaliknya, adanya fenomena El-Nino yang ditandai dengan musim kering yang
berkepanjangan akan menyebabkan daerah dan areal pertanian mengalami
kekeringan sehingga daerah-daerah yang seharusnya menjadi sentra produksi
pertanian mengalami penurunan produktivitas dan produksi atau bahkan
kegagalanpanen (puso). Sebagai ilustrasi, pada tahun 2015, sampai dengan 15 Agustus
2015, seluruh wilayah pertanian di Provinsi Banten yang terkena dampak kekeringan mulai
dari intensitas hujan yang rendah sampai gagal panen (puso) seluas 25.131 ha.
Kesuburan Tanah
Pengolahan dan pengelolaan tanah yang tidak baik atau salah menyebabkan
kemerosotan kesuburan tanah dan degradasi tanah. Pengolahan tanah yang salah
selain mempercepat proses dekomposisi bahan organik, yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan bahan organik tanah, juga menyebabkan kerusakan agregat
dan struktur tanah serta meningkatkan erosi tanah. Pengelolaan tanah yang salah,
misalnya pemupukan NPK saja secara terus menerus tanpa disertai pemberian unsur hara
lainnya serta bahan atau pupuk organik akan menyebabkan defisiensi unsur hara tanah.
Hal inilah yang menyebabkan sulitnya menaikkan produktivitas pertanian di Provinsi
Banten dengan dosis pemupukan seperti yang dilaksanakan selama ini.
Permasalahan yang paling banyak dijumpai dalam hal sarana dan prasarana
pertanian di provinsi Banten adalah bantuan penyediaan dan ketersediaan benih
unggul pada waktu yang diperlukan; tidak tersedia dukungan pengairan atau irigasi;
ketersediaan dan/atau penggunaan pupuk yang belum memadai; ketersediaandan/atau
penggunaan bahan untuk pengendalian hama dan penyakit pengganggu tanaman,
serta belum memadainyadukungan tersedianya alsintan untuk proses pengolahan
tanah, pemupukan, penanaman,pengairan, maupun pada saat pemanenan secara
meluas. Sebagai contoh, penghilangan subsidi pupuk di ProvinsiBanten akan cukup
berpengaruh bagi produktivitas dan produksi tanaman pangan di Provinsi Banten,
khususnya jagung dan kedelai yang ditanam di lahan kering.
Jumlah petani dan keluarga tani yang semakin menurun serta masih rendahnya
kualitas sumberdaya manusia petani menjadi hambatan atau gangguan dalam
meningkatkan pengembangan dan pembangunan bidang pertanian dan kawasan
pertanian di Provinsi Banten. Sebagian besar petani masih berpen-didikan sekolah
menengah atas ke bawah.
Petani yang terbanyak berada pada kelompok umur 55 tahun ke atas, dan jumlahnya
cenderung fluktuatif setiap tahunnya, sebaliknya yang terendah pada kelompok umur
12-19 tahun. Ini menunjukkan bahwa usaha pertanian didominasi oleh orang-orang
tua yang produktivitasnya sudah menurun dan kurang diminati oleh generasi muda.
Rumah Tangga Usaha Petani (RTUP) di Provinsi Banten menurun secara cukup drastis
selama tahun 2003-2013, yaitu menurun sebesar 33,98% dari 898.021 Rumah Tangga
(RT) menjadi 592.841 RT. Hal ini mempertegas dan menunjukkan adanya penurunan
minat masyarakat dalam bidang atau usaha pertanian. Penurunan terjadi di seluruh
kabupaten maupun kota yang berada di wilayah Provinsi Banten, namun yang
terbesar terjadi pada daerah perkotaan (urban) atau kabupaten yang
perkembangannya bergerak ke arah perkotaan. Kota Tangerang Selatan
mengalamipenurunan tertinggi, yaitu sebesar 76,98%, selanjutnya adalah Kabupaten
Tangerang(62,01%), Kota Tangerang (58,68%), Kota Cilegon (52,99%), Kabupaten Serang
(33,47%),Kota Serang (36,01%), Kabupaten Pandeglang (19,63%) dan Kabupaten Lebak
(7,84%).
3. Dari aspek jumlah dan sebaran penyuluh, belum semua kecamatan tercukupi
kebutuhan penyuluhnya, bahkan ada sejumlah kecamatan yang belum ada
penyuluhnya.
4. Kualitas dan kinerja penyuluh belum memadai. Tidak semua penyuluh menguasai
seluruh aspek budidaya pertanian, peternakan dan perikanan. Apalagi untuk
dukungan komoditi AKABI, masih belum banyak penyuluh yang memiliki
kemampuan yang mumpuni untuk mendukung pengembangan komoditi AKABI
di Provinsi Banten. Keluhan kurangnya dukungan sarana dan prasarana, serta
biaya operasional untuk penyuluh masih menjadi kendala untuk mengoptimalkan
kinerja penyuluh.
Konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian masih menjadi gangguan serius
dalam memacu peningkatan produk-produk pertanian. Sebagian besar lahan
pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan non pertanian pada umumnya lahan-
lahan pertanian yang berkualitas, termasuk persawahan. Dengan demikian luas
lahan pertanian dan persawahan di wilayah Provinsi Banten semakin menyusut dari
waktu ke waktu. Hal itu terutama terjadi pada daerah perkotaan dan perbatasan
perkotaan dan pedesaan.
Sistem teknologi tepat guna yang diharapkan setidaknya dapat memberikan kontribusi
nyata dalam pengembangan kawasan pertanian di Provinsi Banten menyangkut
berbagai aspek, diantaranya adalah:
Sumberdaya manusia yang mumpuni merupakan salah satu modal yang diperlukan
untuk membangun kawasan pertanian yang lebih maju dan berkembang.Salah satu
yang menjadi tolok ukur sumberdaya manusia yang cukup memadai adalah dilihat
dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK mengindikasikan besarnya
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah.
TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah pendudukusia
kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour
supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu
perekonomian.
Menurut BPS Provinsi Banten, TPAK Provinsi Banten pada tahun 2015 mencapai 62,24%.
Berdasarkan jenis kelamin TPAK laki-laki (82,06 %) mendominasi daripada jenis kelamin
perempuan (41,67%). Sedangkan menurut daerah tinggal, TPAK wilayah perkotaan lebih
tinggi (62,44%) dibandingkan wilayah pedesaan (61,78%).
Tolak ukur sumber daya manusia yang mumpuni tidak hanya dilihat dari tingginya
tingkat partisipasi angkatan kerja, akan tetapi harus dilihat dari kualitas pendidikan
tenaga kerja. Semakin tinggi kualitas pendidikannya akan semakin banyak bekalilmu
dan pengetahuan yang telah didapat, sehingga dapat memberikan kontribusi besar
bagi pembangunan pertanian khususnya di Provinsi Banten. Penyerapan tenaga kerja
di Provinsi Bantenyang tercatat pada Februari tahun 2016masih didominasi oleh
penduduk berpendidikan rendah yaitu SD kebawah dan Sekolah Menengah Atas,
masing-masing sebesar 1.818 ribu orang dan 1.071 ribu orang.
Berdasarkan fenomena umum yang sering terjadi kebanyakan masyarakat yang
berpendidikan SD ke bawah adalah bermatapencaharian sebagai petani yang
memiliki pendapatan rendah, sementara semakin tinggi kualitas pendidikan justru
lebih suka bekerja diluar bidang pertanian karena pendapatan di luar bidang
pertanian lebih tinggi bila dibandingkan bekerja dibidang pertanian. Apabila kondisi
tersebut terus menerus terjadi maka pembangunan pertanian yang maju akan sulit
tercapai. Oleh karena itu pemerintah perlu turut andil untuk menciptakan kualitas
penduduk yang bermutu namun minat untuk bekerja dibidang pertanian juga
semakin tinggi.
Bantuan Kementrian Pertanian yang pada akhir-akhir ini lebih ditekankan pada
bantuan alsintan yang bertujuan untuk mengatasi terus berkurangnya tenaga kerja
yang mau bekerja di bidang pertanian dan juga sekaligus untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas komoditi pertanian mempunyai kon-sekwensi harus ada
tenaga yang memiliki keahlian untuk merawat dan memperbaiki alsintan. Dengan
dibutuhkannya tenaga yang mampu merawat berbagai alsintan, maka kondisi ini
akan menjadi peluang bagi tenaga muda untuk terjun dan terlibat dalam menunjang
dan memajukan (modernisasi/mekanisasi) di bidang pertanian.Diperlukan pelatihan-
pelatihan bagi tenaga muda ini agar memiliki kemampuan untuk merawat dan
memperbaiki alsintan. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga rawat alsintan ini perlu
disusun suatu program kerjasama dengan Balai-Balai Latihan Kerja untuk melatih
tenaga muda maupun petani agar berbagai alsintan yang diberikan pemerintah
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Dalam hal jumlah, pada tahun 2012tenaga penyuluh pertanian di Provinsi Banten
terbilang cukup banyak, yaitu sebanyak 751 ditambah dengan tenaga penyuluh dari
BPTP, dimana jumlah tenaga penyuluh pertanian tertinggi berada di Kabupaten
Pandeglang sebanyak 233 orang, sementara tenaga penyuluh pertanian terendah
ada di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yakni hanya 11 orang.
Tingginya jumlah penyuluh bukan merupakan jaminan dalam pembangunan pertanian
yang lebih maju. Akan tetapi, kapasitas maupun kemampuan dari penyuluh pertanian
dalam memberdayakan petani sehingga memiliki kemampuan dalam melakukan
usaha tani yang lebih baik sangat diperlukan dalam hal ini. Oleh sebab itu pemerintah
perlu melakukan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas diri para penyuluh pertanian
baik melalui pelatihan, maupun pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi sehingga mendapatkan ilmu dan pengalaman yang lebih banyak
sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi dalam pemberdayaan
petani.
Namun, jumlah penyuluh pertanian di Provinsi Banten terus mengalami penurunan. Jika
pada tahun 2014 jumlahnya masih 606 orang, pada tahun 2015 jumlahnya sudah
berkurang menjadi 582 orang, yang terdiri dari 400 orang Tenaga Harian Lepas (THL)
yang dikontrak oleh Kementeriaan Pertanian, serta 182 orang berstatus Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Jumlah tersebut berpotensi terus berkurang akibat adanya pegawai
yang pensiun dan mutasi. Di luar itu, di Kabupaten Lebak memiliki 37 orang penyuluh
yang berstatus sebagai tenaga kontrak yang diatur sendiri oleh Pemerintah Kabupaten
Lebak.
Beberapa kendala dan hambatan terkait dengan tenaga kerja penyuluh pertanian
adalah:
1. Dari aspek jumlah dan sebaran penyuluh, belum semua kecamatan tercukupi
kebutuhan penyuluhnya, bahkan ada sejumlah kecamatan yang belum ada
penyuluhnya.
2. Kualitas dan kinerja penyuluh belum memadai.Tidak semua penyuluh menguasai
seluruh aspek budidaya pertanian, peternakan dan perikanan. Keluhan
kurangnya dukungan sarana dan prasarana, serta biaya operasional untuk
penyuluh masih menjadi kendala untuk mengoptimalkan kinerja penyuluh.
Telah terjadi penurunan RTUP cukup drastis di Provinsi Banten selama tahun 2003-2013
sebesar 33,98% dari 898.021 RT menjadi 592.841 RT. Penurunan tersebut menunjukkan
bahwa minat masyarakat dalam pertanian menurun. Penurunan terjadi di seluruh
kabupaten maupun kota yang berada di wilayah Provinsi Banten, namun yang
terbesar terjadi pada daerah perkotaan (urban) atau kabupaten yang
perkembangannya bergerak ke arah perkotaan.
Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum adalah setiap usaha yang menjalankan jenis
usaha di sektor pertanian yang bersifat tetap, terus menerus, didirikan dengantujuan
memperoleh laba, pendirian perusahaannya dilindungi hukum atau izin dariinstansi yang
berwenang (minimal pada tingkat kabupaten/kota), tahapan kegiatannya meliputi
usahabudidaya pertanian seperti penanaman, pemupukan, pemeliharaan dan
pemanenan.
10 (2003) menjadi 22 PPBH (2013) dan Kabupaten Tangerang dari 19 PPBH (2003)
menjadi 39 PPBH (2013). Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten
subsektor pertanian yang usahanya berbadan hukum (perusahaan), didominasi oleh
subsektor peternakan sebanyak 59 perusahaan, sedangkan perkebunan hanya 18
perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kabupaten Lebak memiliki
alokasi investasi perternakan yang cukup tinggi karena sebagai sentra produksi
Kerbau dan unggas. Hal tersebut didukung dengan banyaknya jumlah PPBH di
Kabupaten Lebak. Sementara PPBH di Kabupaten Tangerang lebih banyak untuk
produksi sapi potong, sapi perah dan kerbau, dengan lokasi yang cukup strategis
banyak perusahaan pertanian yang berbadan hukum didirikan di wilayah Kabupaten
Tangerang.
c.Sebaran Luas Penguasaan Lahan dan Status atau Jenis Rumah TanggaUsaha Pertanian
Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) di Provinsi Banten terus menerus mengalami
penurunan yang disebabkan karena semakin sempitnya luas penguasaan lahan oleh
petani. Pada tahun 2013,sebagian besar petani di Banten (185.519 RTUP atau31,29%),
penguasaan lahannya kurang dari 0,5 ha. Dengan luasan yang hanya sebesar itu tidak
dapat mencukupi kebutuhan hidup petani yang layak karena pendapatan yang sedikit
sehingga banyak para petani yang beralih profesi ke luar bidang pertanian.
Berkurangnya penguasaan lahan tentunya akan berdampak pada penurunan
produktivitas dan produksi pertanian suatu wilayah. Sementara petani yang menguasai
lahan lebih dari 3 ha hanya sekitar 1,62 %.
Provinsi Banten memiliki luas lahan pertanian yang cukup tinggi. Empat wilayah yang
memiliki luas lahan pertanian tertinggi adalah Kabupaten Pandeglang sebesar 54.768
hektar (27,21 % dari total luas lahan di Banten), disusul oleh Kabupaten Lebak sebesar
49.677 hektar (24,68 %) kemudian Kabupaten Serang sebesar 48.925 hektar (24,31 %)
dan Kabupaten Tangerang sebesar 37.127 hektar (18,45 %). Keempat wilayah tersebut
masih menjadi andalan wilayah Provinsi Banten untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas pertaniannya sehingga perlu dijaga keberadaan luas lahan pertaniannya.
Sementara wilayah lainnya sudah rawan akan konversi lahan sepeerti Kota Tangerang
sebesar 706 hektar (0,35 persen), Kota Cilegon sebesar 1.627 hektar (0,81 persen), Kota
Serang sebesar 8.325 hektar (4,14 persen) dan terakhir Kota Tangerang Selatan
adalah kabupaten/kota di Provinsi Banten yang memiliki luas lahan sawah terkecil
yaitu hanya sebesar 115 hektar atau 0,06 % dari total lahan sawah di Provinsi Banten.
Wilayah-wilayah tersebut sudah tidak bisa diandalkan untuk dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas pertaniannya karena tingginya konversi lahan menjadi
lahan terbangun. Meskipun begitu, wilayah-wilayah tersebut dapat didorong sebagai
pusat pengolahan/pemasaran hasil pertanian yang dapat meningkatkan nilai tambah
pertanian Banten.
a. Pangan
Pertumbuhan luas panen tahun 2015 terhadap tahun 2014 yang cukup signifikan
adalah luas panen tanaman jagung yaitu sebesar 11,61 %, diikuti kedelai (10,40 %).
Pertumbuhan yang cukup signifikan pada jagung dan kedelai disebabkan karena
adanya Program Upsus Pajale.Dari segi produktivitasnya, tanaman padi dan ubi kayu
merupakan komoditiyang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Tanaman yang mengalami pertumbuhan produktivitas yang positif dan signifikan
tahun 2015 terhadap 2014 adalah tanaman ubi kayu sebesar 17,35%, sementara
kacang hijau dan ubi jalar mengalami pertumbuhan yang negatif masing-masing
adalah-3,86 % dan -2,46 %. Selain produktivitas, kacang hijau dan ubi kayu juga
mengalami pertumbuhan yang negatif. Rendahnya produksi dan produktivitas
kacang hijau dan ubi jalar karena banyak petani yang kurangberminat untuk
menanam komoditi tersebut karena kacang hijau dan ubi jalar bukan bahan pangan
utama yang dikonsumsi masyarakat sehingga permintaan pun sedikit.
b. Hortikultura
c. Peternakan
Tren populasi ternak di Provinsi Banten dari 2012-2015 mengalami fluktuatif, namun
berdasarkan pertumbuhan 2016 terhadap 2015 hampir seluruhnya mengalami
pertumbuhan positif, terkecuali untuk ternak burung puyuh yang mengalami
pertumbuhan negatif. Dilihat dari data populasinya, Provinsi Banten memiliki komoditi
ternak unggulan yang banyak dikembangkan di Wilayah Banten. Dari kelompok
ruminansia, beberapa ternak yang cukup banyak dikembangkan adalah sapi
potong, kerbau, kambing dan domba. Rata-rata populasi tertinggi adalah kambing
dengan rata-rata populasi tiap tahunnya diatas 700 ribu ekor. Meskipun begitu,
pemerintah provinsi Banten mendorong masyarakat untuk mengembangkan ternak-
ternak lainnya agar menjadi andalan ekonomi masyarakat, salah satunya kerbau
yang menjadi potensi keunggulan lokal Banten. Berdasarkan Sensus Pertanian (ST)
2013 di Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Pandeglang,
terungkap bahwa Provinsi Banten menempati urutan keempat nasional untuk jumlah
populasi kerbau di Indonesia dengan tingkat kepemilikan di masyarakat rata-rata
mencapai 2-4 ekor/rumah tangga peternak.
Dari kelompok Unggas, terdapat beberapa ternak unggas yang banyak
dikembangkan diantaranya itik, ayam ras pedaging, ayam buras, ayam ras petelur,
[Pick the date] Page 149
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
dan burung puyuh. Populasi tertinggi yang dikembangkan adalah ayam ras
pedaging dengan rata-rata pupulasi tiap tahunnya diatas 50 juta ekor.
Dari segi produksinya, terdapat beberapa produk ternak yang dihasilkan dengan
jumlah tinggi sehingga mampu menopang ekonomi msyarakat Banten, yaitu daging
ayam ras pedaging dengan rata-rata produksi tiap tahunnya diatas 90 ribu ton/tahun,
disusul oleh produk telur ayam ras petelur dengan rata-rata produksinya diatas 40 ribu
ton per tahun, serta produk daging sapi dengan rata-rata produksinya diatas 36 ribu
ton/tahun. Produksi hasil ternak-ternak tersebut harus terus ditingkatkan, karena selain
memasok untuk wilayah Banten, usaha ternak tersebut juga mampu memasok untuk
wilayah lainnya seperti Jakarta, Bekasi dan Bogor. Oleh sebab itu, potensi tersebut
perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan ekonomi masyarakat
Banten.
d. Perkebunan
Komoditi perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menjadi
andalan bagi pendapatan nasional dan devisa negara Indonesia. Subsektor ini juga
mempunyai kontribusi penting dalam menciptakan nilai tambah yang dapat dilihat
dari kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Perkebunan di Provinsi Banten terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Swasta
(PBS), dan Perkebunan Negara(PBN). Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Provinsi Banten, sebagian besar perkebunan di Provinsi Banten adalah Perkebunan
Rakyat yang tersebar di Kabupaten Lebak, Pandeglang dan Serang. Berdasarkan
data ATAP 2014 Statistik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, luas lahan
Perkebunan Rakyat mencapai 162.805,54 ha, sementara lahan Perkebunan Besar
Swasta mencapai 26.454,65 ha dan lahan Perkebunan Besar Nasional mencapai
12.457.10 ha, sehingga total lahan perkebunan di Banten sebesar 201.717.29 ha.
Komoditas yang dikembangkan di Banten terdiri dari 7 komoditas yaitu kelapa sawit,
kelapa dalam, karet, kakao, cengkeh, kopi dan aren. Namun komoditi yang
diunggulkan untuk menjadi sebuah kawasan ada 3 yaitu Kelapa, kakao, dan aren.
Unggulnya ketiga komoditas tersebut karena memiliki kontribusi yang tinggi kepada
daerah. Komoditas kakao dan kelapa merupakan komoditas unggulan nasional yang
juga dikembangkan di Provinsi Banten, sementara komoditas aren merupakan komoditas
lokal yang diharapkan mampu menopang perekonomian mengingat tingginya
permintaan terhadap gula aren.Komoditas kelapa merupakan yang banyak
dikembangkan terutama pada perkebunan rakyat dengan total luasan pada tahun
2014 mencapai 83.900,30 ha dengan total produksi sebesar 46.304,39 ton, sementara
pada perkebunan besar negara (PBN) hanya sedikit yang mengembangkan dengan
luasan hanya 50,49 ha dengan total produksi hanya 26,27 ton. Untuk kakao, luas lahan
yang dikembangkan pada perkebunan rakyat mencapai 8.16231 ha dengan total
produksi mencapai 3.188,11 ton, sementara pada perkebunan Swasta (PBS) lebih
sedikit dengan luasan hanya 1.023,00 ha dengan total produksi mencapai 597,00 ton.
Untuk aren, di Provinsi Banten masih sedikit yang mengembangkan itupun hanya
pada perkebunan rakyat saja dengan luasaan sebesar 3.045,24 ha dan total produksi
mencapai 1.631,51 ton.
Seperti halnya di tempat lain, dalam kegiatan pertanian (termasuk peternakan dan
perkebunan) di wilayah Provinsi Banten, secara individu, petani dan peternak
merupakan pelaku utama yang sangat menentukan jenis komoditas yang dihasil kan,
produktivitas, produksi dan kualitas komoditas pertanian. Untuk meningkatkan
produktivitas kerjanya, petani kemudian bergabung membentuk kelompok tani (keltan)
dan selanjutnya gabungan kelompok tani (gapoktan). Petani, keltan, dan gapoktan
juga tidak dapat berbuat banyak tanpa bekerjasama dengan pihak lain, khususnya
pedagang dan/atau pemasok (supplier) saprotan, terutama benih/bibit, pupuk,
pestisida, alsintan dan sebagainya, serta pembeli hasil produk/komoditi pertanian
yang dihasilkan dan/atau tengkulak. Pada beberapa kasus tengkulak juga berfungsi
sebagai pemasok saprotan dan penyedia modal untuk pembiayaan penanaman
hingga panen.
Kementerian Koperasi dan UMKM; Badan Metereologi dan Geofisika; dan Badan
Urusan Logistik (BULOG).
Dalam tiga tahun terakhir ini, pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam
pembangunan dan pengembangan pertanian adalah TNI melalui unsur Korem dan
Kodim di setiap wilayah di Provinsi Banten (lihat Gambar 6.1)
Kementerian Pertanian
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kementerian Perindustrian
Kementerian Perdagangan
PedagangPemasok
- Supplier Petani – Peternak Pedagang-Pembeli
Saprotan(Benih/bibit- Produk/KomoditasPe
pupuk-pestisida- Kelompok Tani
alsintan) [Pick the date] Page 152 rtanian
(Keltan)
Gapoktan
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
pedagang pembeli produk komoditas pertanian. Hubungan interaksi ini harus terjadi
dalam usaha pertanian, lingkupnya adalah lokal, dimanapun hubungan interaksi ini
harus ada.
Dalam beberpa kasus ditambah dengan petugas dari SDAP, BPTP Provinsi Banten,
perguruan tinggi, dan Bulog, jika padinya diserap oleh pemerintah melalui Bulog.
Hubungan antara pelaku utama petani dengan pedagang atau pemasok saprotan
dan pedagang pembeli produk-produk atau komoditas hasil pertanian pad
umumnya berjalan dengan baik. Namun di beberapa tempat masih terjadi petani
yang dikuasai atau terjerat oleh tengkulak
Hal yang penting dicatat dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada petani
adalah hubungan dan koordinasi antara Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan
Dinas Pertanian Provinsi Banten, yang merupakan penghubung dinas pertanian
kabupaten/kota dengan Kementerian Pertanian. Hubungan yang kurang lancar
seringkali terjadi antara Dinas Pertanian Provinsi Banten dengan Dinas Pertanian Kota
Tangerang dan Dinas Pertanian Kota Tangerang Selatan. Namun di kedua kota
tersebut tidak terdapat kawasan pertanian maupun kawasan peternakan, jadi tidak
memiliki pengaruh terhadap pengembangan kawasan pertanian dan peternakan di
Provinsi Banten.
Dalam prakteknya di lapangan, di Provinsi Banten saat ini pada umumnya atau secara
keseluruhan belum terbangun kerjasama antar pelaku utama dan pemangku
kepentingan antar program. Setiap program dilaksanakan sendiri tanpa bersinergi dengan
program lainnya, meskipun sebagian pemangku kepentingannya sama.
Sebagai contoh, di suatu wilayah desa atau kecamatan ada program SRI (System
Rice Intensification) dan Upsus Pajale. Ada petani binaan atau yang mendapat
bantuan dari Program SRI, dan ada yang mendapat pembinaan dan bantuan dari
Program Upsus Pajale. Namun meskipun pada lokasi yang sama atau berdekatan,
kedua program tersebut pada umumnya belum terjadi sinergi, masing masing
dilaksanakan secara sendiri-sendiri. Petani binaan Program SRI tidak ada kerjasama
dengan petani binaan Upsus Pajale. Padahal penyuluh pertanian dan aparat dinas
pertanian di tingkat kabupatennya sama.
Hal yang sama juga terjadi antara program-program di suatu bidang dengan
program-program di bidang lain. Pada umumnya pelaku utama program di suatu
bidang tidak berinteraksi secara fungsional atau bekerjasama secara sinergis, baik
untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas atau mutu maupun untuk
menekan biaya produksi atau meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
Namun, telah ada kerjasama sinergis pelaksanaan program antar bidang. Program
peningkatan populasi ternak sapi dan program pengembangan kelapa sawit telah
dapat dilaksanakan secara bersamaan melalui Program Sapi-Kelapa Sawit. Dalam
program kerjasama tersebut petani atau pengusaha kelapa sawit dapat bekerja
sama dengan peternak sapi.
Belum dijumpai kerjasama antar pelaku utama antar program yang lain di Provinsi
Banten. Padahal ada kerjasama yang dapat dikembangkan yang dapat
[Pick the date] Page 156
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk kerjasama antar program yang lain,
misalnya program peningkatan produksi tanaman pangan dengan program
peningkatan agroindustri.
Sejauh ini belum terlihat adanya hubungan interaksi antara pelaku pengembangan suatu
kawasan pertanian atau peternakan dengan pelaku dari kawasan pertanian atau
peternakan lain.
Setidaknya ada lima jenis kemitraan antar kawasan dalam pengembangan kawasan
secara terpadu, yang mencakup :
5) Kemitraan pola legalitas, dibangun oleh pemerintah daerah melalui dinas-dinas yang
terkait. Kemitraan ini diperlukan terutama bila areal kawasan yang akan
dikembangkan adalah milik pemerintah yang memerlukan perijinan khusus untuk
pengembangannya.
6) Kemitraan pola magang, adalah kerjasama dengan perusahaan besar yang terdekat,
yang terkait erat dengan sektor kawasan yang akan dikembangkan.
7) Kemitraan pola saprodi, kemitraan ini dijalin dengan perusahaan pemasok alsintan
dan sarana produksi untuk lebih meningkatkan produktivitas dan kualitas produknya.
Kemitraan ini dilakukan untuk pengembangan kawasan yang memerlukan peralatan
dan biaya produksi yang tinggi.
8) Kemitraan pola finansial, kemitraan ini biasanya dijalin dengan perusahaan atau
lembaga keuangan pemerintah atau swasta untuk mendapat bantuan pembiayaan
dan permodalan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengembangkan potensi
ekonomi di daerahnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat
perolehan bantuan dana, baik dalam bentuk pinjaman maupun kerjasama bagi hasil
sesuai kesepakatan.
6) Kemitraan pola pemasaran, yaitu kemitraan yang dijalin dengan perusahaan distribusi,
perusahaan perdagangan, atau mitra dari luar negeri untuk pemasaran produknya.
Kemitraan ini dilakukan untuk mempercepat jalur distribusi dan meningkatkan
perolehan harga yang lebih baik bagi petani.
Khusus untuk kawasan tanaman pangan, kriteria kawasan antara lain memperhatikan
produktivitas, optimalisasi luas tanam, tingkat kehilangan hasil, mutu, efisiensi, harga
dan margin, optimalisasi tingkat pendapatan (keberagaman sumber pendapatan). Tipe
kawasan, kriteria dan orientasi penguatan kawasan tanaman pangan ditunjukkan
oleh Tabel 6.14.
A. Kabupaten Lebak
Kawasan Padi
Dari segi tipe kawasannya, kawasan padi di Kabupaten. Lebak termasuk tipe
kawasan tahap pengembangan karena rata-rata produktivitas padi Kabupaten
Lebak hampir sama dengan rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata
produktivitas padi di Kabupaten Lebak selama lima tahun (2011-2015) bekisar 5,25
ton/ha sementara di Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 5,3 ton/ha.
Disamping itu, pemanfaatan lahan di wilayah tersebut hampir sudah optimal
khususnya pemanfaatan lahan untuk pertanian. Kemudian, tingkat kehilangan hasil
padi tergolong sedang karena sistem teknologi tepat guna yang sudah digunakan
seperti penggunaan benih unggul serta alat dan cara panen yang baik. Meskipun
sudah digunakan teknologi tepat guna namun mutu hasil padi di Kabupaten
Lebakbelum optimal.
Kawasan Jagung
Dari segi tipe kawasannya, kawasan jagung di Kabupaten Lebak termasuk tipe
kawasan pertumbuhan karena rata-rata produktivitas padi Kabupaten Lebak
masihdibawah rata-rata produktivitas di provinsi dimana rata-rata produktivitas padi di
Kabupaten Lebak selama lima tahun(2011-2015) sekitar 3,16 ton/ha sementara di
Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 3,24 ton/ha. Pemanfaatan lahan
untuk jagung di wilayah tersebut hampir belum terlalu optimal, dilihat dari luasan
panenya terus menurun selama lima tahun terakhir dengan rata-rata penurunan
sebesar 4,41 %. Kemudian, tingkat kehilangan hasil jagung tergolong tinggi karena
belum adanya teknologi yang digunakan untuk menekan kehilangan hasil. Kemudian
dari segi mutu, mutu jagung yang dihasilkan belum terlalu optimal.
Kawasan Kedelai
Dari segi tipe kawasannya, kawasan kedelaidi Kabupaten Lebak termasuk tipe
kawasan pengembangan karena rata-rata produktivitas kedelai Kabupaten Lebak
sudah diatas rata-rata produktivitas provinsi namun masih dibawah rata-rata nasional
dimana rata-rata produktivitas padi di Kabupaten Lebak selama lima tahun(2011-
2015) bekisar 1,307 ton/ha sementara di Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya
sebesar 1,286 ton/ha. Pemanfaatan lahan untuk kedelai di wilayah tersebut hampir
optimal, dilihat dari luasan panenya terus bertambah selama lima tahun terakhir
dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,73 %. Adanya Gerakan Penerapan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Kedelai dan OptimasiPerluasan Areal Tanam
melalui Peningkatan Indeks Pertanaman (PAT-PIP) Kedelai di Kabupaten Lebak turut
mendukung peningkatan produksi kedelai di Kabupaten Lebak. Kemudian, tingkat
kehilangan hasil kedelai tergolong sedang karena belum adanya teknologi yang
digunakan untuk menekan kehilangan hasil. Kemudian dari segi mutu, mutu padi
yang dihasilkan belum optimal.
Kawasan Kakao
Kawasan Kelapa
Kawasan Aren
B. Kabupaten Pandeglang
Kawasan Padi
Dari segi tipe kawasannya, kawasan padi di Kab. Pandeglang termasuk tipe kawasan
pengembangan karena rata-rata produktivitas padi kabupaten Pandeglang hampir
mendekati rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas padi di
Kabupaten Pandeglang selama lima tahun (2011-2015) sekitar 5,19 ton/ha sementara
di Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 5,3 ton/ha. Pemanfaatan lahan
di wilayah tersebut belum sepenuhnya optimal karena dilihat dari luas panennya terus
mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir. Kemudian, tingkat kehilangan hasil
padi tergolong sedang, masih adanya hasil padi yang hilang karena sistem teknologi
tepat guna yang digunakan belum optimal seperti penggunaan benih unggul serta
alat dan cara panen. Mutu hasil padi yang dihasilkan oleh Kabupaten Pandeglang
belum terlalu optimal.
Kawasan Jagung
Dari segi tipe kawasannya, kawasan jagung di Kabupaten Pandeglang termasuk tipe
kawasan pengembangan karena rata-rata produktivitas jagung Kabupaten
Pandeglang sudah diatas rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata
produktivitas padi di Kabupaten Pandeglang selama lima tahun(2011-2015) sekitar
3,32 ton/ha sementara di Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 3,24
ton/ha. Pemanfaatan lahan untuk jagung di wilayah tersebut hampir belum terlalu
optimal, karena masih adanya persaingan lahan dengan tanaman pangan laiinya,
dilihat dari luasan panenya selama lima tahun terakhir terus mengalami fluktuatif.
Kemudian, tingkat kehilangan hasil jagung tergolong terbilang sedang meskipun
masih ada sebagian yang hilang karena teknologi tepat guna belum sepenuhnya
diterapkan. Dari segi mutu, mutu jagung yang dihasilkan belum terlalu optimal.
Kawasan Kedelai
dari segi kegiatan masih terfokus pada kegiatan on-farm supaya bisa meningkatkan
produksi kedelai. Disamping itu, teknologi budidaya yang dikembangkan untuk
budidaya kedelai yang disosiali-sasikan Pemerintah Provinsi Banten belum sepenuhnya
diterapkan oleh petani. Sarana-prasarana yang diberikan oleh pemerintah belum
lengkap karena sarana-prasarana yang diberikan hanya untuk kegiatan pertanian
secara umum bukan khusus untuk pertanian kedelai saja, kecuali bantuan benihnya.
Perlu adanya penguatan dalam kegiatan on farm melalui bimbingan dan
penyuluhan pertanian sehingga dapat meningkatkan produksi kedelainya.
Dari segi tipe kawasannya, kawasan kedelai di Kabupaten Pandeglang termasuk tipe
kawasan pengembangan karena rata-rata produktivitas kedelai Kabupaten
Pandeglang hampir mendekati rata-rata produktivitas di Provinsi namun masih
dibawah rata-rata provinsi dimana rata-rata produktivitas kedelai di Kabupaten
Pandeglang selama lima tahun(2011-2015) bekisar 1,266 ton/ha sementara di Provinsi
Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 1,286 ton/ha. Pemanfaatan lahan untuk
kedelai di wilayah tersebut hampir optimal. Adanya Gerakan Penerapan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (GP-PTT) Kedelai dan Optimasi Perluasan Areal Tanam melalui
Peningkatan Indeks Pertanaman (PAT-PIP) Kedelai serta program penagkar benih di
Kabupaten Pandeglang turut mendukung peningkatan produksi kedelai di
Kabupaten Pandeglang. Tingkat kehilangan hasil kedelai tergolong terbilang sedang
karena masih ada sebagian yang hilang disebabkan teknologi tepat guna belum
sepenuhnya diterapkan. Mutu hasil kedelai yang dihasilkan oleh Kabupaten
Pandeglang belum terlalu optimal
Kawasan Kakao
Kawasan Kelapa
C. Kabupaten Serang
Kabupaten Serang memiliki kawasan pertanian yang tersebar di beberapa bidang
pertanian yakni dari bidang tanaman pangan terdiri dari kawasan padi, kawasan
jagung, kawasan kedelai, serta bidang perkebunan terdiri dari kawasan kakao dan
kelapa.
Kawasan Padi
hilir di Kabupaten Serang, karena kegiatan industri hilir belum berkembang serta
diperlukan penyuluhan bidang budidaya untuk peningkatan produksi pertanian
khususnya padi.
Dari segi tipe kawasannya, kawasan padi di Kab. Serang termasuk tipe kawasan
pengembangan Karena rata-rata produktivitas padi kabupaten Serang hampir sudah
diatas rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas padi di Kab.
Serang selama lima tahun (2011-2015) bekisar 5,413 ton/ha sementara di Provinsi
Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 5,3 ton/ha. Pemanfaatan lahan di wilayah
tersebut hampir optimal karena dilihat dari luas panennya terus mengalami
peningkatan selama lima tahun terakhir. Kemudian, tingkat kehilangan hasil padi
tergolong sedang, masih adanya hasil padi yang hilang karena system teknologi
tepat guna yang digunakan belum optimal seperti penggunaan benih unggul serta
alat dan cara panen. Mutu hasil padi yang dihasilkan oleh Kabupaten Serang belum
terlalu optimal.
Kawasan Jagung
Dari segi tipe kawasannya, kawasan jagung di Kabupaten Serang termasuk tipe
kawasan pertumbuhan karena rata-rata produktivitas jagung Kabupaten Serang
masih di bawah rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas padi
di Kabupaten Serang selama lima tahun(2011-2015) sekitar 3,16ton/ha sementara di
Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 3,24 ton/ha. Pemanfaatan lahan
untuk jagung di wilayah tersebut belum optimal, karena masih adanya persaingan
lahan dengan tanaman pangan lainya, yang terlihat dari luasan panenya selama
lima tahun terakhir terus berfluktuasi. Kemudian, tingkat kehilangan hasil jagung
tergolong terbilang tinggi karena teknologi tepat guna belum sepenuhnya
[Pick the date] Page 168
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
diterapkan. Dari segi mutu, mutu jagung yang dihasilkan belum optimal meskipun ada
sebagian yang bermutu baik karena tuntutan dari perusahaan pakan.
Kawasan Kedelai
Dari segi tipe kawasannya, kawasan kedelai di Kabupaten Serang termasuk tipe
kawasan pengembangan karena rata-rata produktivitas kedelai Kabupaten Serang
sudah diatas rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas kedelai
di Kabupaten Serang selama lima tahun(2011-2015) sekitar 1,388ton/ha sementara di
Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 1,286 ton/ha. Pemanfaatan lahan
untuk kedelai di wilayah tersebut hampir optimal. Adanya Gerakan Penerapan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Kedelai dan Optimasi Perluasan Areal Tanam
melalui Peningkatan Indeks Pertanaman (PAT-PIP) Kedelai turut mendukung peningkatan
produksi kedelai di Kabupaten Serang.
Tingkat kehilangan hasil kedelai tergolong terbilang sedang karena masih ada
sebagian yang hilang disebabkan teknologi tepat guna belum sepenuhnya diterapkan.
Mutu hasil kedelai yang dihasilkan oleh Kabupaten serang belum terlalu optimal.
Kawasan Kakao
Kawasan Kelapa
D. Kabupaten Tangerang
Kawasan Padi
Dari segi tipe kawasannya, kawasan padi di Kabupaten Tangerang termasuk tipe
kawasan pengembangan karena rata-rata produktivitas padi Kabupaten Tangerang
sudah diatas rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas padi di
Kabupaten Serang selama lima tahun (2011-2015) sekitar 5,402 ton/ha, sementara di
Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 5,3 ton/ha. Pemanfaatan lahan di
wilayah tersebut belum sepenuhnya optimal mengingat wilayah Kabupaten Tangerang
merupakan daerah yang rawan akan konversi lahan, meskipun luas panen tetap
konsisten dengan sedikit mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Kemudian,
tingkat kehilangan hasil padi tergolong sedang, masih adanya hasil padi yang hilang
karena penggunaan sistem teknologi tepat guna seperti untuk benih unggul serta alat
dan cara panen belum optimal. Mutu hasil padi yang dihasilkan oleh Kabupaten
Serang belum terlalu optimal.
Kawasan Jagung
Dari segi tipe kawasannya, kawasan jagung di Kabupaten Tangerang termasuk tipe
kawasan pertumbuhan karena rata-rata produktivitas jagung Kabupaten Tangerang
masih di bawah rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas padi
di Kabupaten Tangerang selama lima tahun(2011-2015) sekitar 3,185 ton/ha
sementara di Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 3,24 ton/ha.
Pemanfaatan lahan untuk jagung di wilayah tersebut hampir belum terlalu optimal,
karena masih adanya persaingan lahan dengan tanaman pangan laiinya serta
rawan konversi lahan, jika dilihat dari luasan panennya selama lima tahun terakhir
terus mengalami penurunan. Kemudian, tingkat kehilangan hasil jagung tergolong
terbilang tinggi karena teknologi tepat guna belum sepenuhnya diterapkan oleh
petani. Dari segi mutu, mutu jagung yang dihasilkan belum optimal.
Kawasan Sapi
E. Kota Serang
Kawasan Padi
salah satunya gapoktan, jumlah gapoktan di Kota Serang masih tergolong rendah
sehingga perlu ditingkatkan. Sarana-prasaran pendukung pertanian sudah cukup
lengkap karena adanya bantuan dari Kementerian Pertanian dan Pemerintah Provinsi
Banten, namun distribusi ke petani belum maksimal. Pengembangan industri hilir di
Kota Serang, sudah mulai digerakan dengan membangun gudang-gudang
penyimpanan penggilingan serta pengemasan hasil padi. Meskipun begitu diperlukan
upaya penyuluhan bidang budidaya untuk peningkatan produksi pertanian,
khususnya padi.
Dari segi tipe kawasannya, kawasan padi di Kabupaten Tangerang termasuk tipe
kawasan pengembangan karena rata-rata produktivitas padi Kabupaten Serang
sudah diatas rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas padi di
Kabupaten Serang selama lima tahun (2011-2015) bekisar 5,4 ton/ha, sementara di
Provinsi Banten rata-rata produktivitasnya sebesar 5,3 ton/ha. Pemanfaatan lahan di
wilayah tersebut belum sepenuhnya optimal mengingat wilayah Kabupaten Serang
merupakan daerah yang rawan konversi lahan, meskipun luas panen tetap konsisten
dengan sedikit mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Kemudian, tingkat
kehilangan hasil padi tergolong sedang, masih ada hasil padi yang hilang karena
penggunaan sistem teknologi tepat guna untuk benih unggul serta alat dan cara
panen belum optimal seperti. Mutu hasil padi yang dihasilkan oleh Kabupaten Serang
belum terlalu optimal.
Kawasan Jagung
Dari segi tipe kawasannya, kawasan jagung di Kota Serang termasuk tipe kawasan
pertumbuhan karena rata-rata produktivitas jagung Kabupaten Tangerang masih di
bawah rata-rata produktivitas di Provinsi dimana rata-rata produktivitas padi di Kota
Serang selama lima tahun(2011-2015) sekitar 3,182 ton/ha, sementara di Provinsi Banten
Kawasan Cabai
Faktor internal yang terkait dengan pengembangan tanaman pangan (padi, jagung
serta aneka kacang dan ubi) di Provinsi Banten adalah sebagai berikut :
a. Kekuatan (Strengths)
1. Faktor geografis, letak Provinsi Banten berdekatan dengan pasar dan pusat-pusat
pemasaran serta jalur perdagangan (Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan,
Provinsi DKI Jakarta dan beberapa kota di Jawa Barat, terutama Bogor dan
Bekasi)
2. Masih memiliki beberapa kabupaten yang masih memiliki lahan pertanian yang
cukup luas untuk pengembangan dan intensifikasi pertanian, khususnya untuk
tanaman pangan, yaitu Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.
3. Sudah memiliki kelembagaan kelompok tani yang menyebar sampai ke desa dan
kelurahan
4. Dukungan pemerintah pusat yang sangat kuat untuk peningkatan dan
pengembangan komoditas tanaman pangan akibat kuatnya tekad pemerintah
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, khususnya melalui Program Upsus Pajale.
5. Dukungan pemerintah daerah melalui instansi terkait terhadap pengembangan
pertanian sangat kondusif dan suportif dan dilakukan melalui berbagai aspek,
khusus nya bantuan sarana dan prasarana, pembinaan terhadap SDM dan
penyuluh pertanian, tenaga teknis, dan kelembagaan pemerintah
tingkatkecamatan (UPTD dan BP3K).
6. Secara keseluruhan sarana dan prasarana untuk aksesibilitas untuk transportasi
input, sarana dan prasarana serta hasil-hasil pertanian cukup memadai, baik
melalui darat, laut dan udara.
b. Kelemahan (Weaknesses)
1. Secara umum, tanah yang tersebar di wilayah Provinsi Banten tergolong tanah
marjinal yang kurang subur, tanahnya didominasi oleh tanah Podsolik Merah
Kuning di bagian tengah-selatan dan tanah pasir (Regosol) di bagian pesisir utara.
2. Terjadinya konversi atau alih fungsi tanah-tanah kawasan pertanian yang masih
relatif subur untuk sektor non-pertanian (untuk kawasan pemukiman, kawasan
industri, dan kawasan perdagangan, dan sebagainya).
3. Banyak wilayah yang masih mengalami masalah kekeringan dan belum
terjangkau atau memiliki keterbatasan dukungan fasilitas pengairan ketika musim
kemarau, sehingga menghambat untuk tercapainya indeks pertanaman 300.
4. Minat masyarakat yang semakin menurun untuk menjadi petani, yang
mengakibatkan jumlah dan persentase petani semakin lama semakin rendah.
Sangat sedikit generasi muda yang tertarik untuk menjadi petani.
5. Minat petani yang masih rendah untuk membudidayakan tanaman padi, jagung
serta aneka kacang dan umbi.
6. Ada wilayah/daerah masih mengalami kesulitan dalam hal aksesibilitas untuk
transportasi input, sarana dan prasarana serta hasil-hasil pertanian, khususnya di
wilayah-wilayah perbatasan antar kabupaten Pandeglang dan Lebak.
7. Dukungan kegiatan penyuluhan pertanian, khususnya untuk komoditas palawija
dan/atau aneka kacang dan ubi, pada umumnya masih rendah
8. Masih rendahnya penggunaan alat dan mesin pertanian, baik untuk pengolahan
lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan maupun pengolahan pasca
panen, khususnya untuk tanaman/komoditi jagung serta aneka kacang dan ubi.
9. Harga komoditi padi, jagung serta aneka kacang dan umbi yang relatif masih
rendah dan tidak kondusif
10. Lemahnya tata niaga dan dukungan lembaga-lembaga terkait seperti asosiasi-
asosiasi
11. Biaya usaha tani yang masih relatif besar atau tinggi dibandingkan hasil jual.
12. Produktivitas jagung, kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar masih
di bawah rata-rata produktivitas nasional.
a. Peluang (Opportunities)
1. Tingginya potensi kebutuhan pasar untuk produk padi dan palawija di Provinsi
Bantenyang belum terpenuhi.
2. Perhatian dan dukungan pemerintah pusat yang besar untuk meningkatkan
produksi tanaman pangan, khususnya komoditi padi, jagung dan kedelai.
3. Pengembangan komoditas palawija dengan pola kemitraan dengan usaha
pengolahan hasil pertanian masih memungkinkan untuk dilakukan, misal jagung
pipilan kering.
4. Pengembangan kota-kota di wilayah Banten sebagai pusat atau sentra pengolahan
produk dan palawija untuk meningkatkan added value komoditas palawija.
5. Sudah adanya petani dan kelompok tani yang sudah terbiasa mengusahakan
palawija dan sentra-sentra produksi palawija antara lain kacang tanah di
Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon.
b. Ancaman (Threats)
1. Masuknya hama dan penyakit dari luar akibat lemahnya sistem karantina,
khususnya ditemukan adanya penanaman cabe oleh petani dari Cina yang
menyewa lahan di Kabupaten Bogor yang mengandung kasus bakteri yang
dapat menyerang tanaman cabe dan kacang-kacangan dengan sangat ganas
yang dapat menyebar ke wilayah lain, termasuk ke Provinsi Banten.
2. Keamanan/kejahatan (pencurian)
3. Serbuan oleh tengkulak, khususnya yang dari luar Provinsi Banten
4. Belum adanya dukungan asosiasi-asosiasiterkait untuk komoditas palawija.
5. Beredarnya benih tidak bersertifikat resmi dan saprotan palsu.
6. Belum adanya dukungan pendanaan dari lembaga/instansi yang dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok tani.
a. Kekuatan (Strengths)
1. Memiliki beberapa kabupaten yang masih memiliki lahan pertanian yang cukup
luas untuk pengembangan dan intensifikasi pertanian, khususnya untuk komoditas
hortikultura, yaitu Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.
2. Terdapatnya kelembagaan kelompok tani yang menyebar sampai ke desa dan
kelurahan
3. Dukungan pemerintah daerah melalui instansi terkait terhadap pengembangan
pertanian sangat kondusif dan suportif dan dilakukan melalui berbagai aspek,
khususnya bantuan sarana dan prasarana, pembinaan terhadap SDM dan
penyuluh pertanian, tenaga teknis, dan kelembagaan pemerintah
tingkatkecamatan (UPTD dan BP3K).
4. Secara keseluruhan sarana dan prasarana untuk aksesibilitas untuk transportasi
input, sarana dan prasarana serta hasil-hasil pertanian cukup memadai, baik
melalui darat, laut dan udara.
5. Berdekatan dengan pasar dan pusat-pusat pemasaran serta jalur perdagangan
(Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi DKI Jakarta dan beberapa
kota di Jawa Barat, terutama Bogor dan Bekasi).
b. Kelemahan (Weaknesses)
1. Secara umum, tanah yang tersebar di wilayah Provinsi Banten tergolong tanah
marjinal yang kurang subur, tanahnya didominasi oleh tanah Podsolik Merah
Kuning.
2. Banyak wilayah yang masih mengalami masalah kekeringan dan keterbatasan
pengairan ketika musim kemarau.
3. Terjadinya konversi lahan kawasan pertanian yang masih relatif subur untuk sektor
non pertanian (untuk kawasan pemukiman, kawasan industri, dan kawasan
perdagangan, dan sebagainya) .
4. Minat masyarakat yang semakin menurun untuk menjadi petani, jumlah dan
persentase petani semakin lama semakin rendah
5. Minat petani yang masih rendah untuk membudidayakan tanaman hortikultura.
6. Masih rendahnya penerapan standard mutu, Good Agricultural Practices (GAP),
Good Manufacturing Practices (GMP), Good Handling Practices (GHP), Good
Distribution Practices (GDP), keamanan pangan (HACCP) dan Sanitary and
Phytosanitary (SPS).
7. Beberapa wilayah/daerah masih mengalami kesulitan dalam hal aksesibilitas
untuk transportasi input, sarana dan prasarana serta hasil-hasil pertanian,
khususnya di wilayah-wilayah perbatasan antar kabupaten Pandeglang dan
Lebak.
[Pick the date] Page 177
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
a. Peluang (Opportunities)
b. Ancaman (Threats)
Faktor internal yang terkait dengan pengembangan sub sektor peternakan di Provinsi
Banten adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan (Strengths)
b. Kelemahan (Weaknesses)
a. Peluang (Opportunities)
1. Ketersediaan pakan hijauan dari produk pertanian dari hasil sisa panen produk
pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta perkebunan.
2. Pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup tinggi di provinsi Banten akan
menjadi pendorong meningkatnya permintaan dan pasar produk-produk
pertanian termasuk peternakan. Selain itu, dengan semakin baiknya tingkat
pendidikan dan kesadaran akan kesehatan juga memicu meningkatnya
permintaan dan kebutuhan protein hewani melalui produk hasil peternakan
seperti daging sapi/kerbau, kambing/domba, ayam, telur, dan susu.
3. Perhatian dan dukungan pemerintah pusat yang besar untuk meningkatkan
produksi sub sektor peternakan
4. Sebagai jalur penghubung P. Jawa dan P. Sumatera, membuka peluang bagi
usahajasa pemeriksaan hewan ternak, tempat singgah atau hotel ternak serta klinik
ternak.
b. Ancaman (Threats)
1. Keamanan/kejahatan (pencurian)
2. Adanya kompetitor, baik dalam Provinsi Banten maupun luar Provinsi Banten
(contoh: ancaman itik dari Malaysia)
3. Serbuan oleh tengkulak, khususnya yang dari luar Provinsi Banten
4. Jalur distribusi hasil peternakan Jawa-Sumatera membuka ancaman penyebaran
penyakit hewan atau ternak menular.
Faktor internal yang terkait dengan pengembangan sub sektor peternakan di Provinsi
Banten adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan (Strengths)
b. Kelemahan (Weaknesses)
a. Peluang (Opportunities)
b. Ancaman (Threats)
Produktivitas dan produksi yang rendah di Provinsi Banten diakibatkan oleh beberapa
permasalahan, diantaranya oleh kerusakan puso akibat banjir, pasokan air tidak
cukup, erosi tanah cukup tinggi, mayoritas tanah marjinal, pemupukan belum optimal,
alsintan belum memadai, benih unggul masih terbatas, serangan hama penyakit
tinggi, akses teknologi tepat guna budidaya rendah, aplikasi teknologi tepat guna
budidaya rendah, kualitas SDM petani rendah dan penyuluhan pertanian masih
terbatas.
Mg) serta pupuk organik. Sedangkan di bagian utara, tanahnya didominasi oleh
tanah-tanah pasir (Regosol) yang juga tidak subur. Tanah-tanah yang agak subur
terbentang antara tanah Regosol dan tanah Podsolik Merah Kuning, mereka pada
umumnya terdiri dari tanah-tanah Aluvial, Kambisol dan Latosol.
12. Alih fungsi lahan atau konversi lahan pertanian ke non pertanian
Alih fungsi lahan atau konversi lahan pertanian ke non pertanian di Provinsi Banten
seringkali terjadi secara masif, terutama di wilayah perkotaan seperti Kota
Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Serang, Kabupaten Tangerang
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon akibat berkembangnya wilayah
permukiman, industri, perdagangan dan perkantoran.
Alih fungsi tersebut pada umumnya terjadi pada wilayah-wilayah yang tanahnya
subur dan relatif datar sehingga alih fungsi dan konversi lahan pertanian ke non
pertanian tersebut mengurangi produksi pertanian di Provinsi Banten.
Hal tersebut dapat merugikan petani karena harga jual jauh dibawah harga
yang ditetapkan atau harga yang lazim. Oleh sebab itu perlu adanya aperan
pemerintah guna menetapkan harga dasar dan kebijakan untuk stabilisasi
harga untuk melindungi produsen dan konsumen.
4. Permodalan Terbatas
Akses petani terhadap modal yang terbatas merupakan salah satu
penghambat pertanian di Indonesia khususnya di Banten. Rendahnya tingkat
kepercayaan lembaga keuangan terhadap petani khususnya petani kecil
menghambat petani untuk mendapatkan modal usaha bagi pertaniannya.
Bila modal tidak tersedia maka pendapatan usaha tani akan menurun karena
tidak adanya modal untuk membeli pupuk, bibit dan berbagai sarana produksi
lainnya. Permodalan yang terbatas ini menjadi salah satu penyebab petani
terjerat oleh tengkulak.
Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang tidak optimal
jika panen dilakukan pada umur dan cara yang tidak tepat, yaitu tanaman
dipanen pada keadaan belum masak fisiologis berdasarkan umur tanaman,
kadar air dan penampakan visual hasil sesuai dengan diskripsi varietas.
Pemanenan tidak dilakukan dengan peralatan dan mesin yang cocok sehingga
menekan kehilangan hasil. Hasil panen tidak dikemas dalam wadah dan tidak
disimpan ditempat penyimpanan yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya
sehingga mutu hasil tidak terjaga dan banyak yang tercecer. Selain itu masih
rendahnya pengolahan pasca panen dan agroindustri menyebabkan petani
masih menjual komoditas primer yang harganya rendah, belum memperoleh nilai
tambah (added value).Hal ini menyangkut penyortiran, pengeringan,
pengemasan sampai pada pengolahan, mulai dari pengolahan setengah jadi
sampai pengolahan jadi.
Disamping itu, perlu adanya kordinasi antar lembaga atau instansi sehingga
tidak terjadinya perbedaan data base untuk parameter yang sama.
6.14.2. Peternakan
Harga komoditas hasil ternak, khususnya daging sapi, daging ayam, dan telur
ayam masih sangat rentan oleh perubahan yang dikendalikan oleh pedagang
dan pengusaha peternakan besar sehingga peternak kecil tidak bisa
menikmati pendapatan yang memadai. Harga yang tinggi pada periode hari
Raya Idul Fitri dan Idul Adha dapat dimanfaatkan peternak untuk memperoleh
pendapatan dan keuntungan yang lebih besar.
2. Permodalan Terbatas
Akses peternakanuntuk mengatasi modal yang terbatas merupakan salah satu
penghambat pengembangan peternakan di Indonesia khususnya di Banten.
Rendahnya tingkat kepercayaan lembaga keuangan terhadap peternaki
khususnya petani kecil menghambat petani untuk mendapatkan modal usaha
bagi peternakannya. Modal yang terbatas terutama akan
menurunkankemampuan untuk membeli bibit dan berbagai sarana produksi
lainnya.
Masih ada pemotongan ternak liar yang belum tercatat, teridentifikasi dan
terbina dengan aman dan terkendali.
Disamping itu, perlu adanya kordinasi antar lembaga atau instansi sehingga
tidak terjadinya perbedaan data base untuk parameter yang sama.
6.14.4. Perkebunan
Profil petani tradisional, selain penguasaan lahan sangat terbatas, permodalan
agroinput terbatas dan kemampuan secara teknis dalam melaksanakan usaha tani
Kesejahteraan petani
rendah
renidah bertebaran
Untuk itu sub sektor tanaman pangan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi
Banten bertekad dan mencanangkan untuk dapat
mempertahankandanmeningkatkan produksi tanaman pangan utama (padi,
jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar)
serta tanaman pangan lokal (terutama talas beneng, gumbili, kacang koro
pedang, ganyong dan garut).Hal itu ditempuh baik melalui kegiatan untuk
mendukung Program Upsus Pajale yang sedang digalakkan pemerintah maupun
kegiatan lainnya.
Arah kebijakan ini dimaksudkan untuk menghapus pertanian tanaman pangan yang
berorientasi subsisten di Provinsi Banten dan mengembangkan pertanian yang
lebih berorientasi bisnis (agribisnis). Agar dapat mencapai hasil yang memuaskan
dan berkelanjutan, perlu dikembangkan pertanian berke-lanjutan yang ramah
lingkungan untuk menghindari terjadinya penurunan produktivitas dari waktu ke
waktu serta modernisasi pertanian untuk mencapai usaha pertanian yang
produktif, efektif, efisien dan berdaya saing.
3) Meningkatkan nilai tambah (added value), mutu dan daya saing serta
memperkuat dan mengembangkan agroindustri daerah
lebih baik atau diolah menjadi produk olahan yang lebih berkualitas dan
bermanfaat disertai dengan peningkatan nilai tambah (added value).Hal ini akan
sangat membantu dalam memperbaiki tataniaga komoditas tanaman pangan,
khususnya untuk memperoleh harga yang lebih pantas dan meningkatkan daya
saing. Untuk itu, akan lebih dikembangkan lagi GMP (Good Manufacturing
Practices), GHP (Good Handling Practices), GDP (Good Distribution Practices),
Keamanan Pangan (HACCP).
Strategi umum untuk pengembangan tanaman pangan di Provinsi Banten untuk tahun
2017-2022 disebut Panca Strategi Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan, yang
terdiri dari:
1. Intensifikasi pertanian
2. Pengembangan agroindustri dan penerapan standar mutu GMP, GHP, GDP, HACCP
3. Peningkatan pembiayaan dan investasi
4. Perbaikan tata niaga-pemasaran
5. Pengembangan kelembagaan serta kemitraan-kerjasama
PANCA STRATEGI
CATUR SUKSES
Intensifikasi Pertanian
Tercapainya Target
Pengembangan agroindustri dan Produksi dan Produktivitas
Penerapan GMP, GHP, GDP, HACCP
1. Intensifikasi pertanian
Strategi ini dipilih untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian
dengan jalan menaikkan produktivitas pertanian serta frekuensi tanam mengingat
bahwa luas pertanian di wilayah Provinsi Banten yang terus menyusut dari waktu ke
waktu akibat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian akibat pesatnya
pembangunan infrastruktur, kawasan industri, kawasan perdagangan dan kawasan
pemukiman, terutama di wilayah perkotaan dan wilayah kabupaten yang berbatasan
dengan perkotaan.
Strategi ini diterapkan baik pada lahan pertanian sub optimal maupun lahan pertanian
yang terus mengalami degradasi. Peningkatan produktivitas dicapai melalui upaya
penggunaan benih unggul bersertifikat; pemupukan berimbang melalui pemakaian
pupuk kimia, pupuk hayati serta kapur pertanian (kaptan); pasokan pengairan yang
memadai; pengendalian hama penyakit; penggunaan alsintan, pencegahan erosi dan
rehabilitasi tanah; perbaikan teknik budidaya;penerapan sistem dan teknik pemanenan
yang optimal, efektif, efisien, dan dapat meminimalkan kehilangan (loss) dengan
disertai pengawalan, pendampingan, koordinasi, dll. Penambahan frekuensi tanam,
terutama pada musim kemarau dapat dilaksanakan melalui penyediaan fasilitas
pengairan atau irigasi. Termasuk dalam strategi ini adalah intensifikasi melalui
optimalisasi atau pemanfaatan lahan tidur atau terlantar untuk areal pertanian;
penerapan sistem agroforestri pada hutan produksi dan hutan kemasyarakatan; milik
PT Perhutani serta pelepasan kawasan budidaya untuk areal pertanian.
2. Pengembangan agroindustri dan penerapan standar mutu GMP, GHP, GDP, HACCP
Strategi ini dapat diandalkan untuk menghasilkan produk-produk pertanian tanaman
pangan yang memiliki harga dan/atau nilai yang lebih tinggi, kualitas yang lebih baik
serta daya saing yang lebih tinggi atau kompetitif. Penerapan penerapan standar mutu
terutama Good Agricultural Practices (GAP), GoodHandling Practices (GHP), Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS) untuk
perkarantinaan pertanian, serta berbagai macam sertifikasi lainnya seperti Global GAP,
Pertanian Organik (Organic Farming), Keamanan Pangan/HACCP, serta Maximum
Residue Limit (MRL) dapat menaikkan nilai dan harga komoditas pertanian tanaman
pangan. Proses-proses yang termasuk dalam strategi ini terutama adalah
penyimpanan, sortasi, pengemasan, pengolahan, dan distribusi.
Selain itu, strategi ini juga dapat meningkatkan permintaan kebutuhan pasokan dan
hargabahan baku primer komoditas tanaman pangan, pengembangan agroindustri,
baik skala kecil, menengah maupun skala besar akan menyediakan lapangan kerja di
perdesaan dan perkotaan sekaligus menjadi bagian dari proses industrialisasi di Provinsi
Banten.
Strategi penertapan standar mutu ini dilakukan melalui kegiatan pelatihan (training)
kepada petani, kelompok tani, gapoktan, penyuluh dan aparat dinas pertanian serta
berupa kebijakan, himbauan, atau dorongan kepada perusahaan-perusahaan besar
di bidang tanaman pangan untuk menerapkan standar mutu dalam memproduksi
komoditasnya.
Program dan arahan kegiatan beserta periodesasinya disajikan pada Tabel 7.1. Untuk
Program Peningkatan Produksi, mutu dan Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan
terdiri dari 7 kelompok dengan jumlah 31 arahan kegiatan. Sedangkan untuk Program
Peningkatan Nilai Tambah, Mutu, Daya-saing, Pemasaran dan Investasi Pertanian
Tanaman Pangan terdapat 4 kelompok dengan jumlah 16 arahan kegiatan. Dengan
demikian jumlah keseluruhan 47 arahan kegiatan.
2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0
No Program-Arahan Kegiatan 1 1 1 2 2 2
7 8 9 0 1 2
4 Kelompok peningkatan inovasi teknologi
1 Peningkatan modernisasi dan inovasi serta aplikasi teknologi
tepat guna dan tepat usaha untuk peningkatan produksi, mutu
dan produktivitaskomoditas tanaman pangan
2 Peningkatan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi untuk
peningkatan produksi, mutu, produktivitas dan pemasaran komo-
ditastanaman pangan
2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0
No Program-Arahan Kegiatan 1 1 1 2 2 2
7 8 9 0 1 2
5 Peningkatan koordinasi, harmonisasi dan sinkronisasi antar
dinas/lembaga di bidang pertanian di tingkat provinsi dengan
pusat dan dengan kabupaten/ kota
6 Peningkatan dan perbaikan Database Pertanian Tanaman
Pangan
7 Peningkatan kelembagaan pertanian (tanaman pangan)
2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0
No Program-Arahan Kegiatan 1 1 1 2 2 2
7 8 9 0 1 2
6 Fasilitasi penerapan sarana dan prasarana serta sistem distribusi
produk-produk tanaman pangan)
7.2. Hortikultura
Strategi umum untuk pengembangan hortikultura di Provinsi Banten untuk tahun 2017-
2022 disebut Panca Strategi Pengembangan Agribisnis Hortikultura di Provinsi Banten,
yang terdiri dari:
1. Intensifikasi pertanian
2. Pengembangan agroindustri dan penerapan GMP, GHP, GDP, HACCP
3. Peningkatan pembiayaan dan investasi
4. Perbaikan tata niaga-pemasaran
5. Pengembangan kelembagaan serta kemitraan-kerjasama
PANCA STRATEGI
CATUR SUKSES
Intensifikasi Pertanian
Tercapainya Target
[Pick the date] Produksi
Page 215 dan Produktivitas
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Gambar 7.2. Panca Strategi Pengembangan Hortikultura Provinsi Banten 2017 - 2022
dan Catur Sukses
1. Intensifikasi pertanian
Untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian dapat dicapai
dengan jalan menaikkan produktivitas pertanian serta frekuensi tanam mengingat
bahwa luas pertanian di wilayah Provinsi Banten yang terus menyusut dari waktu ke
waktu akibat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian akibat pesatnya
pembangunan infrastruktur, kawasan industri, kawasan perdagangan dan kawasan
pemukiman, terutama di wilayah perkotaan dan wilayah kabupaten yang berbatasan
dengan perkotaan.
Strategi ini diterapkan baik pada lahan pertanian sub optimal maupun lahan
pertanian yang terus mengalami degradasi. Peningkatan produktivitas dicapai
melalui upaya penggunaan benih unggul bersertifikat; pemupukan berimbang
melalui pemakaian pupuk kimia, pupuk hayati serta kapur pertanian (kaptan);
pasokan pengairan yang memadai; pengendalian hama penyakit; penggunaan
alsintan, pencegahan erosi dan
rehabilitasi tanah; perbaikan teknik budidaya;penerapan sistem dan teknik
pemanenan yang optimal, efektif, efisien, dan dapat meminimalkan kehilangan (loss)
serta peremajaan pohon-pohon buah-buahan yang sudah berusia tua dengan
disertai pengawalan, pendampingan, koordinasi, dll. Penambahan frekuensi tanam,
terutama pada musim kemarau dapat dilaksanakan melalui penyediaan fasilitas
pengairan atau irigasi. Termasuk dalam strategi ini adalah intensifikasi melalui
optimalisasi atau pemanfaatan lahan tidur atau terlantar untuk areal pertanian;
penerapan sistem agroforestri pada hutan produksi dan hutan kemasyarakatan; milik
PT Perhutani serta pelepasan kawasan budidaya untuk areal pertanian.
Komoditas dan/atau produk hortikultura kita masih perlu ditingkatkan mutunya agar
dapat bersaing dengan produk-produk hortikultura impor, khususnya buah-buahan
impor.
Untuk itu, strategi ini dapat diandalkan untuk menghasilkan produk-produk pertanian
hortikultura yang memiliki harga dan/atau nilai yang lebih tinggi, kualitas yang lebih
baik serta daya saing yang lebih tinggi atau kompetitif. Penerapan penerapan Good
Agricultural Practices (GAP), GoodHandling Practices (GHP), Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS) untuk perkarantinaan pertanian,
serta berbagai macam sertifikasi lainnya seperti Global GAP, Pertanian Organik
(Organic Farming), Keamanan Pangan/HACCP, serta Maximum Residue Limit (MRL)
dapat menaikkan nilai dan harga komoditas pertanian hortikultura. Proses-proses yang
termasuk dalam strategi ini terutama adalah penyimpanan, sortasi, pengemasan,
pengolahan, dan distribusi.
Selain itu, strategi ini juga dapat meningkatkan permintaan kebutuhan pasokan dan
harga bahan baku primer komoditas tanaman pangan, pengembangan agroindustri
berbahan baku tanaman sayuran atau buah-buahan serta untuk obat-obatan, baik
skala kecil, menengah maupun skala besar akan menyediakan lapangan kerja di
perdesaan dan perkotaan sekaligus menjadi bagian dari proses industrialisasi di
Provinsi Banten.
Komoditas hortikultura banyak yang tergolong mudah atau cepat rusak atau busuk
(perishable). Untuk itu lebih diperlukan kepastian tentang pemasarannya. Strategi ini
dipilih untuk mengatasi salah satu kendala yang sering menghambat atau
menghalangi pengembangan pertanian hortikultura, seperti harga yang rendah di
waktu panen raya, rantai pemasaran yang panjang, penguasaan oleh tengkulak
yang tidak berpihak kepada petani.
baik yang ada di tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten/kota serta yang
berada di level pusat, yaitu Kementerian Pertanian. Setelah itu baru kualitas SDM
lainnya yang mempengaruhi bidang pertanian yang meliputi cakupan lebih luas
seperti instansi-instansi mitra Dinas Pertanian dan Peternakan, khususnya: Bappeda, PU
(PSDA), BPN, lembaga keuangan, dunia swasta (usaha), BUMN, Koperasi Pertanian,
LSM, wartawan dan media massa bahkan sampai pada seluruh jajaran aparat
keamanan TNI dan Kepolisian yang kesemuanya sering disebut stakeholder.
Semua SDM pelaku dan penggerak pertanian di seluruh Provinsi Banten tersebut harus
memiliki persepsi, visi dan misi yang sama terhadap pembangunan pertanian
hortikultura di Banten, sehingga tercipta kesatuan gerak langkah baik perencanaan
maupun dalam pelaksanaan dan pengendalian pengembangan pertanian
hortikultura yang berkelanjutan, berorientasi agribisnis dan didukung dengan
modernisasi pertanian. Dengan demikian penguatan SDM pertanian secara serentak
dan bersama sama mampu mendorong dan mempercepat proses pembangunan
pertanian hortikultura di Banten.
Khusus untuk pelaku pertanian, petani, kelompok tani, dan gabungan kelompok tani
serta organisasi petani lainnya seperti koperasi tani, dan sebagainya perlu selalu
ditingkatkan kualitas dan kinerjanya dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, instansi
pemerintah yang berperan melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada para
petani, kelompok tani, dan gabungan kelompok tani serta organisasi lainnya yang
membina petani, dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan dan BKPP Provinsi
Banten menjadi sangat penting dan strategis.
Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian sangat vital untuk mencapai target
produksi, mutu dan daya saing yang ingin dicapai, terutama benih-bibit unggul,
pupuk, alsintan dan pengairan (irigasi). Dengan berakhirnya Upsus Pajale pada akhir
tahun 2017, pemerintah Provinsi Banten melalui Bidang Hortikultura Dinas Pertanian
dan Peternakan Provinsi Banten perlu tetap mendorong, menjaga dan menyediakan
sarana-sarana tersebut melalui dana APBD agar produktivitas dan produksi beberapa
komoditi tanaman pangan utama, khususnya komoditas hortikultura strategis dan
unggulan dapat dipertahankan.
Pengembangan peran petani dalam usaha perbenihan dan pupuk organik unggul
dan bersertifikat sangat menguntungkan ditinjau dari berbagasi aspek. Pertama, hal
ini akan membantu petani dalam mengatasi kelangkaan benih dan pupuk organik
unggul bersertifikat.Kedua, akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani hortikultura.
Oleh karena itu Bidang Hortikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten,
bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota serta instansi atau lembaga
lainnya sangat diharapkan untuk dapat melakukan pembinaan dan pemberian
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, khususnya Bidang Hortikultura, bukan
satu-satunya instansi yang menentukan keberhasilan pencapaian target
pengembangan komoditas hortikultura di Provinsi Banten.Dinas Pertanian dan
Peternakan Provinsi Banten perlu menggalang dan mengembangkan dukungan
seluruh stakeholder dan lintas sektor.
Dukungan seluruh stakeholder secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam
golongan pemerintah dan non pemerintah.Dukungan dari golongan pemerintah
berasal dari Kementerian Pertanian beserta seluruh organnya, sampai ke level provinsi
maupun level kabupaten/kota di wilayah Provinsi Banten, terutama yang berkaitan
dengan pengembangan komoditas hortikultura serta instansi pemerintah lintas sektor
lainnya di level provinsi, kabupaten, maupun kota di wilayah Provinsi Banten yang
terkait dengan pengembangan komoditas hortikultura.
Dukungan dari non pemerintah berasal dari petani, kelompok tani, gabungan
kelompok tanah, lembaga BUMD, dunia usaha, lembaga perbankan, lembaga
keuangan, koperasi, wartawan dan media massa, HKTI, KTNA, dan sebagainya (lihat
Tabel Lampiran 1). Dukungan semua pihak terkait tersebut sangat penting dan
strategis dalam pencapaian target pengembangan hortikultura Provinsi Banten tahun
2017 - 2022.
Fluktuasi dan perbedaan dalam hal arela dan lokasi tanam, areal dan lokasi panen
serta harga komoditas pertanian, khususnya komoditas hortikultura, dari satu tempat
ke tempat lain serta letak geografis dan sifat melekat dari produk pertanian yang
mudah busuk atau tidak dapat bertahan lama (perishable), musiman, dan terpencar
maka diperlukan pengembangan database dan sistem informasi pertanian yang
memadai.
Informasi minimum yang dikelola adalah luas tanam tiap komoditas di setiap kawasan
pertanian, perkiraan atau target luas panen, perkiraan produktivitas, perkiraan
produksi total, informasi tentang panen komoditas sejenis di wilayah lain, dan
sebagainya sehingga saat panen, komoditas di setiap daerah harus dapat direkam
dan terinformasikan dengan cepat kepada para pedagang serta pelaku di sektor
pengolahan dan perdagangan.
erdiri dari 6 kelompok dengan jumlah 29 arahan kegiatan. Sedangkan untuk Program
Peningkatan Nilai Tambah, Mutu, Daya-saing, Pemasaran dan Investasi Pertanian
Tanaman Pangan terdapat 4 kelompok dengan jumlah 14 arahan kegiatan. Dengan
demikian jumlah keseluruhan 43 arahan kegiatan.
7.3. Peternakan
Hal ini terutama meliputi faktor-faktor produksi ternak terutama bibit unggul;
pakan ternak; obat-obatan dan vaksin; inseminasi buatan; alsinak; kandang isolasi
ternak; kandang istirahat ternak; peralatan pengolahan; Rumah Potong Hewan
(RPH) berikut pengolah limbah dan sarana air bersih yang memadai; kendaraan
atau sarana angkut dari RPH ke pasar daging dengan sistem pendingin; tempat
penyimpanan atau gudang dengan sistem pendingin; pasar hewan; check point;
pos khusus; pengolahan limbah perkebunan dan pertanian menjadi pakan siap
saji; pengelolaan dan pengembangan laboratorium produksi, nutrisi/pakan
ternak, kesehatan hewan, teknologi hasil ternak, pengujian mutu hasil dalam bidang
peternakan.
Dukungan terhadap Pelaksanaan Upsus SIWAB (Sapi-Kerbau Indukan Wajib Bunting)
akan sangat membantu dalam meningkatkan populasi sapi dan kerbau serta
produksi peternakan yang berasal dari ternak sapi dan kerbau.
3) Peningkatan nilai tambah, mutu dan daya saing komoditas dan produk-produk
hasil peternakan
Arah kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatan nilai tambah (added value),
mutu dan daya saing komoditas dan produk-produk hasil peternakan melalui
perluasan dan pengembangan serta penerapan sistem standar mutu bagi
komoditas dan produk-produk hasil peternakan melalui GAP, GMP, GDP, GHP,
HACCP, dan SPS serta agroindustri dengan bahan baku asal komoditas
peternakan.Termasuk dalam kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk
ikutan atau sampingan, seperti biogas.
Dalam RPJMN 2015-2019, Program Pengembangan Agribisnis, Pertanian
Berkelanjutan dan Kesejahteraan Petani, menitikberatkan pada peningkatan nilai
tambah dan daya saing produk-produk pertanian, dimana dapat diharapkan
ada jaminan keamanan, syarat kesehatan, serta praktek-praktek pertanian yang
baik (GAP) untuk komoditi-komoditi layak ekspor. Ini menjadi tugas dan fungsi
Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (BKHKMV) dalam
hal pengawasan jaminan kesehatan produk asal hewan yang berlalu lintas di
wilayah Provinsi Banten.
Arah kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatan investasi pada sub sektor
peternakan, baik pada peningkatan populasi ternak maupun nilai tambah
(added value), mutu dan daya saing komoditas dan produk-produk hasil peternakan
melalui perluasan dan pengembangan serta penerapan sistem standar mutu
bagi komoditas dan produk-produk hasil peternakan melalui GAP, GMP, GDP,
GHP, HACCP, dan SPS serta agroindustri dengan bahan baku asal komoditas
peternakan. Termasuk dalam kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk
ikutan atau sampingan, seperti biogas.
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, DIY,
Bengkulu dan NTB. (Kementan, 2015)
Berdasarkan “Roadmap Nasional Pemberantasan Rabies Di Indonesian”, Posisi
Banten menjadi target pencapaian BEBAS RABIES di Tahun 2018,
Strategi umum untuk pengembangan sub sektor peternakan di Provinsi Banten untuk
tahun 2017-2022 disebut Panca Strategi Pengembangan Sub Sektor Peternakan di
Provinsi Banten, yang terdiri dari:
1. Peningkatan sumberdaya manusia dan kelembagaan sub sektor peternakan
2. Peningkatan sarana dan prasarana produksi peternakan
3. Pengembangan agroindustri dan penerapan standar mutu (GAP, GMP, GHP,
GDP, HACCP dan SPS)
4. Fasilitasi perbaikan tata niaga-pemasaran
5. Fasilitasi peningkatan kerjasama dan kemitraan-pembiayaan dan investasi
PANCA STRATEGI
CATUR SUKSES
Peningkatan sumberdaya manusia
sub sektor peternakan
Tercapainyatarget populasi
Peningkatan sarana dan prasarana ternak serta produksi hasil
produksi peternakan ternak
Pengembangan agroindustri dan Peningkatan nilai tambah,
penerapan GAP, GMP, GHP, GDP, mutu dan daya saing produk
HACCP dan SPS hasil peternakan
Fasilitasi perbaikan tataniaga-
[Pick the date] Page 226Peningkatanpelayanan publik
pemasaran dan PAD dari subsektor
peternakan
Fasilitasi peningkatan kerjasama
dan kemitraan, pembiayaan dan Peningkatan pendapatan
investasi dan kesejahteraan peternak
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Gambar 7.3. Panca Strategi dan Catur Sukses Pengembangan Sub Sektor Peternakan
Provinsi Banten 2017 - 2022
Termasuk dalam kebijakan peningkatan sarana dan prasarana ini adalah pengelolaan
dan pengembangan laboratorium produksi, nutrisi/pakan ternak, kesehatan hewan,
teknologi hasil ternak, pengujian mutu hasil dalam bidang peternakan.
3. Pengembangan agroindustri dan penerapan standar mutu (GAP, GMP, GHP, GDP,
HACCP dan SPS)
Strategi ini dapat diandalkan untuk menghasilkan produk-produk peternakan yang
memiliki harga dan/atau nilai yang lebih tinggi, kualitas yang lebih baik serta daya saing
yang lebih tinggi atau kompetitif. Hal itu dilakukan melalui penerapan sistem standar
mutu Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP), Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS) untuk
perkarantinaan pertanian, serta berbagai macamsertifikasi lainnya seperti Global GAP,
Pertanian Organik (Organic Farming), Keamanan Pangan/HACCP, serta Maximum
Residue Limit (MRL) dapat menaikkan nilai dan harga komoditas peternakan.
Selain itu, strategi ini juga dapat meningkatkan permintaan kebutuhan pasokan dan
harga bahan baku primer komoditas ternak, pengembangan agroindustri, baik skala
kecil, menengah maupun skala besar akan menyediakan lapangan kerja di perdesaan
dan perkotaan sekaligus menjadi bagian dari proses industrialisasi di Provinsi
Banten.Proses-proses yang termasuk dalam strategi ini terutama adalah penyimpanan,
sortasi, pengemasan, pengolahan, dan distribusi.
Berdasarkan target target pemerintah pusat untuk meningkatkan nilai tambah dari
proses produksi, efisiensi distribusi dan produksi peternakan, serta penguatan sistem
inovasi untuk meningkatkan daya saing global dewasa ini. Tentu saja sistem penguatan
pengembangnya diarahkan pada berkembangnya produk – produk olahan asal
ternak yang berdaya saing, dan Banten berpotensi ke arah tersebut, maka ke depan
diharapkan lebih fokus juga kepada pengembangan pangan segar dan pangan
olahan asal ternak. Hal ini mengingat keberadaan agribisnis peternakan di wilayah
Banten telah terlihat dan berkembang walau pada umumnya masih dilakukan oleh
pihak swasta. Namun demikian arah ke depan pengembangan ini harus diupayakan
oleh peternakan rakyat agar daya saing dan pendapatan para peternakan dapat
ditingkatkan.
Program dan arahan kegiatan beserta periodesasinya disajikan pada Tabel 7.3 dan 7.4.
Tabel 7.3. Periode Pelaksanaan setiap Arahan Kegiatan pada Program Peningkatan
Populasi Ternak serta Produksi dan Mutu Produk Hasil Ternak
Tabel 7.4. Periode Pelaksanaan setiap Arahan Kegiatan pada Program Peningkatan
Pasca panen dan Pemasaran Produk Hasil Ternak
7.4. Perkebunan
Uraian Roadmap Perkebunan pada bagian ini (sub bab 7.4) diringkas dari Masterplan
Pembangunan Kawasan Perkebunan Provinsi Banten Berbasis Kakao-Kelapa-Aren yang
disusun oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tahun 2015.
Petani
Lahan Pekebun
[Pick the date] Page 234
Perkebunan Pelaku
dan Usahatani
agroekosistem Pekebun
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Teknologi Kebijakan
Manajemen Pemerintah
Pengembangan
Modal, dan Tata Ruang
lahan
Pemasaran dan Wilayah
perkebunan
Pusat Proteksi
Lokal Sentra lahan,
Regional Produksi Sarana
Internasional Prasarana
Produktivitas
Komoditias
Perkebunan
Peningkatan pendapatan
petani perkebunan dan
perkembangan wilayah
perkebunan
Kesejahteraan masyarakat
meningkat
Perhatian Mengatasi
pemerintah masalah Sosial
meningkat dan Lingkungan
ISU-ISU KEBIJAKAN
STRATEGIS STRATEGIS
Lambatnya Meningkatkan
Permodalan Permodalan
Kurangnya Penyuluhan Revitalisasi
dan Pelatihan dari PPL Penyuluhandan
Pelatihan untuk PPL
Lemahnya Kelem- Memperkuat
bagaan Usaha kelembagaan
Kurangnya Meningkatkan
Infrastuktur Infrastruktur
Melakukan rekayasa yang berbasis pada kondisi sosio-kultural masyarakat, bukan saja
akan dapat mendorong pengembangan sense of belonging dan partisipasi masyarakat,
tetapi juga akan dapat lebih memastikan keberlangsungan program dan hasil seperti
yang diharapkan. Mendorong pengembangan mindset petani dari yang berpola
subsistem menjadi petani yang market oriented, serta mendorong perkembangan
sektor pertanian dalam skala usaha yang lebih menguntungkan petani, tidak sekadar
membutuhkan dukungan intervensi sarana produksi, modal dan majemen kerja yang
lebih modern, tetapi juga daya tarik kultural yang disebut para teoritisi neo-Marxis
dengan istilah ersatz (nilai pakai atau fungsi kedua) (DR. Bagong Suyanto 2014)
Perspektif budaya merupakan variabel yang dapat diperkirakan sama kuat dengan
variabel teknis terkait pelaksanaan pembangunan kawasan perkebunan, mengingat
pelaku utama dilapangan dalam pembangunan kawaswan perkebunan adalah
manusia petani yang memiliki sifat dasar berbeda beda sesuai latar sejarah dan sosial,
yang terkait erat dengan hubungan kerja antar pelaku dalam suatu proses
pemanfaatan sumber daya, sehingga latar belakang budaya merupakan salah satu
[Pick the date] Page 239
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
Rencana aksi ini dilandasi oleh filosofi dari ketahanan pangan dalam Undang –
undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan dimaknai sebagai
suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dan tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau. Sebagai tindak lanjut dari target utama Kementerian
Pertanian yaitu peningkatan diversifikasi pangan yang diindikasikan dari skor PPH (93,3
pada tahun 2014), subsektor perkebunan diamanahkan secara khusus untuk
berkontribusi dalam pemenuhan skor PPH tersebut dari komponen minyak, lemak dan
gula yang ditargetkan rata-rata15 poin per tahun sampai dengan 2014.
Rencana aksi dari strategi investasi usaha perkebunan adalah :
a. Memberikan fasilitasi, advokasi dan bimbingan dalam memperoleh kemudahan
akses untuk pelaksanaan investasi usaha perkebunan.
b. Mendorong pelaksanaan pemanfaatan dana perbankan untuk pengembangan
perkebunan terutama untuk usaha kecil dan menengah.
c. Mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif, mencakup pengembangan
sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha.
d. Memberikan fasilitasi tersedianya sumber dana dari pengembangan komoditas
dan sumber lainnya untuk pengembangan usaha perkebunan.
e. Mendorong lembaga penjamin kredit untuk berpartisipasi dalam pembangunan
perkebunan.
Rencana aksi ini diarahkan untuk mendorong iklim investasi yang kondusif dalam
pengembangan agribisnis perkebunan dan meningkatkan peran serta pekebun,
usaha mikro kecil dan menengah, masyarakat dan swasta. lembaga penyangga
keuangan perdesaan, perbankan telah menyediakan kredit program dan kredit
komersil untuk investasi di bidang perkebunan, kredit program untuk petani meliputi
kredit usaha rakyat (KUR) serta kredit komersil lainnya, dengan didukung fasilitasi
pemenuhan persyaratkan dalam prosesi kredit dari perbankan, seperti program
sertifkat tanah dari Badan Pertanahan Nasional
Rencana aksi dari strategi pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan
meliputi :
a. Mengembangkan system informasi mencakup kemampuan menyusun
memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai SDM,
teknologi, peluang pasar, manajemen, permodalan, usaha perkebunan untuk
mendorong dan menumbuhkan minat pelaku usaha petani dan masyarakat.
b. Meningkatkan jejaring kerja dengan instansi terkait.
Rencana aksi dari strategi pengembangan sumberdaya manusia yang akan
dilaksanakan mencakup upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya
manusia baik petugas, pekebun maupun masyarakat dengan cara:
1. Petugas:
a. Meningkatkan kualitas moral dan etos kerja petugas termasuk di dalamnya
petugas fungsional.
b. Meningkatkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun sistem
pengawasan yang efektif
c. Meningkatkan penerapan sistem recruitment dan karir yang terprogram serta
transparan untuk mewujudkan petugas yang professional
[Pick the date] Page 243
MASTERPLAN KAWASAN P ERTANIAN PROVINSI BA NTEN 2017 -2022
8.1. Kesimpulan
8.2. Saran