NASKAH AKADEMIK
PERATURAN DAERAH
KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL
CV. MADANI CALLYSTA SAIBUYUN
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Penyusunan Naskah Akademik Peraturan
Daerah Kelembagaan, yang dilaksananakan pada Tahun Anggaran 2017. Maksud dari
kegiatan ini adalah ditujukan untuk memberikan panduan pemikiran dan argumentasi
ilmiah tentang latar belakang pentingnya peraturan daerah tentang penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Bantul.
i
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
DAFTAR ISI
ii
i
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
DAFTAR GAMBAR
iv
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
DAFTAR TABEL
v
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
2
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
1. Meskipun telah banyak produk hukum daerah yang ditetapkan untuk mendukung
pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah, namun penyediaan produk
hukum daerah yang menaungi kewenangan kelembagaan pengelolaan
penanganan bencana daerah (BPBD) secara fungsional dan optimal di
Kabupaten Bantul belum terwujud.
2. Belum memadainya kelembagaaan BPBD Kab Bantul berbanding dengan
ancaman bencana yang ada di Kab Bantul;
3. Belum optimalnya fungsi koordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah
pemerintah daerah dengan stakeholder lainnya;
4. Belum tersedianya sarana dan Prasarana yang memadai untuk upaya
komprehensif dalam penanggulangan bencana, baik upaya rehabilitasi maupun
rekonstruksi wilayah.
5. Belum optimalnya pemanfaatan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif
dalam penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat;
6. Belum terintegrasinya pengurangan resiko bencana dalam perencanaan
pembangunan secara efektif dan berkesinambungan.
7. Masih terbatasnya alokasi dan pendanaan terhadap kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi yang bersumber dari dana daerah.
3
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
1.3 Tujuan
Naskah Akademis disusun untuk memberikan panduan pemikiran dan
argumentasi ilmiah tentang latar belakang pentingnya peraturan daerah tentang
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Daerah, termasuk argumentasi dan
alternative rumusan Pasal-Pasal dalam Peraturan Daerah; serta untuk menjamin
substansinya, maupun untuk menjaga kesatuan system dalam suatu peraturan daerah
yang tetap menjaga sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundang-
undangan lainnya
Secara lebih rinci, maksud dan tujuan penyusunan naskah akademis ini adalah
memberikan deskripsi mengenai persoalan mendasar dan kebutuhan Pembentukan
Produk-Produk Hukum Daerah, yakni Rancangan Pembentukan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul. Terkait dengan tujuan dibuatnya naskah
akademis ini, antara lain:
1.4 Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik Pembentukan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yakni melalui metode penelitian
normatif yang berpangkal pada pendekatan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) yaitu dengan mengkaji dan menganalisis keterhubungan antara Peraturan
Daerah dan beberapa undang-undang yang berkaitan dan relevan dengan topik masalah
yang akan diteliti. Dalam konteks penelitian hukum, pengkajian ini dapat digolongkan
sebagai penelitian normatif-doktrinal dengan pendekatan konseptual (conseptual
approach).
4
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
pandangan sarjana atau doktrin-doktrin hukum. Metode analisis yang digunakan adalah
metode analisis krisis (critical analysis) melalui pendekatan analisis komprehensif
(comprehensive analysis). Melalui pendekatan ini, sajian dalam Naskah Akademik tidak
mengungkapkan hal-hal yang kurang sempurna, akan tetapi juga mengapresiasi segi
keunggulan (secara filosofis, sosiologis, dan yuridis) dan sekaligus menawarkan solusi
terhadap objek permasalahan yang dikaji.
1. Adanya payung hukum yang dapat menguatkan peran dan fungsi kelembagaan
BPBD dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi keseharian untuk mengurangi
bencana di Kabupaten Bantul, baik bencana alam maupun sosial secara optimal.
2. Dapat menguatkan proses koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi antar
kelembagaan dalam memaksimalkan penanganan dan pengelolaan bencana
sehingga bisa menekan resiko bencana.
3. Memudahkan dalam pengambilan keputusan serta mempercepat proses
penanganan bencana.
4. Mengoptimalkan pemanfaatan anggaran yang dapat digali baik melalui APBD
maupun kerjasama dengan lembaga lain untuk dapat mengotimalkan proses
pengelolaan dan penanganan bencana di Kabupaten Bantul.
1.6 Sistematika
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Metode
1.4. Pengertian umum
5
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
6
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 50.685 ha (15,91% dari luas DIY) dan
terbagi atas terbagi atas 17 kecamatan. Kecamatan Dlingo merupakan kecamatan yang
mempunyai wilayah paling luas, yaitu 5.587 ha (11,02%) sedangkan kecamatan dengan
7
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
wilayah paling sempit adalah Kecamatan Srandakan yaitu 1.832 ha (3,61%). Persentase
luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Bantul disajikan pada gambar berikut:
Selain itu, wilayah Kabupaten Bantul juga terbagi atas 75 desa dan 933
pedukuhan dengan jumlah desa dan pedukuhan yang terbanyak terletak di Kecamatan
Imogiri, yaitu 8 desa dan 72 pedukuhan. Sedangkan kecamatan dengan dengan jumlah
desa dan pedukuhan paling sedikit adalah Kecamatan Srandakan, yaitu 2 desa dan 43
pedukuhan.
2 Sanden Sri Gading (20 dusun) 7,57 Gadingsari (18 dusun) 8,12
Gadingharjo (6 dusun) 3,08
Murtigading (18 dusun) 4,39
3 Kretek Tirtohargo (6 dusun) 3,62 Donotirto (13 dusun) 4,70
Parangtritis (11 dusun) 11,87
Tirtosari (7 dusun) 2,39
Tirtomulyo (15 dusun) 4,19
4 Pundong Seloharjo (16 dusun) 11,10 Srihardono (17 dusun) 6,87
Panjang Rejo (16 5,71
dusun)
8
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Status Desa
No Kecamatan
Desa Perdesaan Luas (km2) Desa Perkotaan Luas (km2)
5 Bambanglipuro Sumber Mulyo (16 8,20 Sidomulyo (15 dusun) 8,05
dusun) Mulyodadi (14 dusun) 6,45
6 Pandak Caturharjo (14 dusun) 5,93 Wijirejo (10 dusun) 4,68
Triharjo (10 dusun) 6,43
Gilangharjo (15 7,26
dusun)
7 Pajangan Guwosari (15 dusun) 8,78 Triwidadi (22 dusun) 12,71
Sendangsari (18 11,76
dusun)
8 Bantul Sabdodadi (5 dusun) 2,32 Palbapang (10 dusun) 5,52
Ringinharjo (6 dusun) 2,77
Bantul (12 dusun) 5,24
Trirenggo (17 dusun) 6,10
9 Jetis Patalan (20 dusun) 5,65 Trimulyo (12 dusun) 7,11
Canden (15 dusun) 5,36 Sumber Agung (17 6,35
dusun)
10 Imogiri Selopamioro (18 22,75 Kebonagung (5 dusun) 1,87
dusun) 6,32 Karangtalun (5 dusun) 1,21
Sriharjo (13 dusun) 2,88 Imogiri (4 dusun) 0,83
Karangtengah (6 Wukirsari (16 dusun) 15,39
dusun) Girirejo (5 dusun) 3,24
11 Dlingo Mangunan (6 dusun) 9,52 Dlingo (10 dusun) 9,16
Muntuk (11 dusun) 12,85
Temuwuh (12 dusun) 7,67
Jatimulyo (10 dusun) 8,91
Terong (9 dusun) 7,76
12 Banguntapan Tamanan (9 dusun) 3,75 Baturetno (8 dusun) 3,94
Jagalan (2 dusun) 0,27 Banguntapan (11 8,33
Singosaren (5 dusun) 0,67 dusun)
Wirokerten (8 dusun) 3,86
Jambidan (7 dusun) 3,76
Potorono (9 dusun) 3,90
13 Pleret Bawuran (7 dusun) 4,97 Wonokromo (12 4,34
Wonolelo (8 dusun) 4,54 dusun) 4,25
Segoroyoso (9 dusun) 4,87 Pleret (11 dusun)
14 Piyungan Sitimulyo (21 dusun) 9,40 Srimulyo (22 dusun) 14,56
Srimartani (17 dusun) 8,58
15 Sewon Pendowoharjo (16 6,98 Bangunharjo (17 6,79
dusun) dusun)
Timbulharjo (16 7,78 Panggungharjo (14 5,61
dusun) dusun)
16 Kasihan Tamantirto (10 dusun) 6,72 Tirtonirmolo (12 5,13
Ngestiharjo (12 dusun) 5,10 dusun)
Bangunjiwo (19 15,43
dusun)
17 Sedayu Argodadi (14 dusun) 11,21 Argosari (13 dusun) 6,37
Argomulyo (14 dusun) 9,55 Argorejo (13 dusun) 7,23
Jumlah 41 desa 289,66 km2 34 desa 217,19 km2
Sumber: Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Bantul, 2016
9
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Wilayah Kabupaten Bantul merupakan salah satu bagian wilayah yang rawan
bencana khususnya gempa bumi karena wilayah ini terletak pada pertemuan lempeng
Eurasia dan lempeng Indonesia-Australia. Selain itu, wilayah Kabupaten Bantul juga
terletak pada lintasan patahan/sesar Opak yang masih aktif. Oleh karena itu, wilayah
Kabupaten Bantul merupakan kawasan rawan bencana gempa bumi tektonik yang
potensial tsunami.
10
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Ketinggian tempat di Kabupaten Bantul sebagian besar kurang dari 100 meter
dari permukaan laut, yaitu seluas 39.885 ha, dan sisanya (10.800 ha) memiliki ketinggian
100 – 500 meter dari permukaan laut yang sebagian besar terletak di Kecamatan Dlingo,
Imogiri, dan Piyungan. Wilayah di Kabupaten Bantul yang didominasi dengan ketinggian
11
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
100 – 500 m adalah Kecamatan Dlingo, sedangkan Kecamatan Imogiri dan Piyungan
memiliki ketinggian kurang dari 100 m dan 100 – 500 m dengan luas yang hampir sama.
Jenis batuan yang terdapat di Kabupaten Bantul secara umum terdiri dari tiga
jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan endapan. Berdasarkan
sifatsifat batuannya dapat dirinci menjadi beberapa formasi dengan formasi terluas
adalah Endapan Gunung Merapi Muda dengan jenis batuan pasir vulkanik klastik, lanau
dan gravel. Jenis dan luas formasi geologi di Kabupaten Bantul secara keseluruhan
disajikan pada tabel berikut:
12
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Gambar 2.3. Jenis tanah dan luas penyebarannya di Kabupaten Bantul Tahun 2015
Sumber: BPN Kabupaten Bantul, 2016
13
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
14
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Tabel 2.7. Kawasan Rawan Bencana di Kabupaten Bantul Menurut Perda Kabupaten Bantul
Nomor 4 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bantul Tahun 2010 – 2030
NO JENIS BENCANA LOKASI YANG BERPOTENSI
1. Kawasan rawan gempa bumi Di seluruh kecamatan
2. Kawasan rawan longsor Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Pundong.
Kretek, Srandakan, Sanden, Pandak, Jetis,Pundong,
3.
Kawasan rawan banjir Pleret
Kretek, Srandakan,Sanden, sebagian Pandak,
Kawasan rawan gelombang
4. sebagian Pundong, sebagian Imogiri, sebagian Jetis,
pasang
sebagian Bambanglipuro.
Dlingo, sebagian Piyungan, sebagian Pajangan,
sebagian Pleret, sebagian Imogiri, sebagian
5. Kawasan rawan kekeringan
Pundong, sebagian Sedayu, sebagian Kasihan, dan
sebagian Kretek.
Sumber: Bappeda, 2016
15
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
3.1 GEMPABUMI
Gempabumi adalah peristiwa alam karena proses tektonik maupun vulkanik.
Gempabumi vulkanik hanya bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar
gunung saja, gempa ini disebabkan oleh pergerakan dan tekanan magma di dalam
perut gunung tersebut. Sedangkan gempabumi tektonik disebabkan dari pergerakan
tektonik lempeng. Wilayah Provinsi DIY dan sekitarnya terletak pada jalur subdaksi
lempeng, yaitu Lempeng Indo – Australia yang menyusup di bawah Lempeng Eurasia.
Dengan demikian wilayah DIY merupakan wilayah yang rawan gempabumi baik tektonik
maupun vulkanik. Catatan sejarah menyebutkan bahwa gempa besar sering terjadi di
DIY di masa lalu. Tahun 1867 tercatat pernah terjadi gempa besar yang menyebabkan
kerusakan besar terhadap rumah – rumah penduduk, bangunan kraton, dan kantor –
kantor pemerintah kolonial. Gempa lainnya terjadi pada 1867, 1937,1943, 1976, 1981,
2001, dan 2006 (Gambar --- – ). Namun gempa dengan jumlah korban besar terjadi pada
1867, 1943 dan 2006.
Gambar 3.1. Peta riwayat kejadian gempa besar di Yogyakarta dan sekitarnya
(Sumber: Elnashai dkk., 2006)
Gempa bumi 27 Mei 2006 terjadi karena lempeng Australia yang bergerak
menunjam di bawah lempeng Eurasia dengan pergerakan 5-7 cm tiap tahunnya.
Episentrum diperkirakan terjadi di muara S. Opak-Oyo. Provinsi DIY diapit oleh 2 sistem
16
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
sungai besar yang merupakan sungai patahan dilihat dari morfologinya yaitu; S. Opak-
Oya, dan S. Progo. Sehingga gempa bumi mampu mereaktivasi patahan pada sungai
tersebut sehingga dampaknya dapat dilihat pada tingkat kerusakan tinggi “collaps” pada
jalur sungai tersebut dari muara di bibir Pantai Selatan Jawa ke arah memanjang ke arah
Timur Laut sampai ke daerah Prambanan. Tanggal 27 Mei 2006, pukul 06.50 WIB
Provinsi DIY diguncang gempa dengan kekuatan 5,8 – 6,2 pada SR (BMG dan Pusat
Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pusat Gempa diperkirakan di pinggir pantai
selatan Yogyakarta atau bagian selatan Kabupaten Bantul dengan kedalaman 17 km –
33 km di bawah permukaan tanah. Gempa tersebut dirasakan tidak hanya di wilayah
Provinsi DIY tetapi juga beberapa wilayah di Provinsi Jawa Tengah Bagian Selatan.
Akibat gempa beberapa wilayah, khususnya bagian Selatan Provinsi DIY mengalami
kerusakan yang cukup parah baik kerusakan bangunan maupun infrastruktur lainnya.
Setelah dilakukan kajian lapangan, ternyata gempa bumi disebabkan adanya gerakan
sesar aktif di Provinsi DIY yang kemudian disebut dengan Sesar Kali Opak.
Daerah di sepanjang S. Progo juga patut diwaspadai karena sungai tersebut juga
secara morfologi merupakan sungai hasil dari proses patahan. Kemungkinan jika terjadi
gempabumi yang episentrumnya dekat dengan zona patahan S. Progo tersebut dan jika
bermagnitudo cukup kuat dapat juga akan tereaktivasi seperti halnya pada jalur S. Opak-
Oyo dengan tingkat kerusakan yang tinggi.
Dalam kajian risiko yang dilakukan oleh UNDP bekerjasama dengan pemerintah
DIY menyebutkan bahwa potensi bahaya tinggi untuk bahaya gempabumi_kemungkinan
terjadi di Kabupaten Bantul karena secara fisik berhadapan langsung dengan Samudera
Indonesia. Area yang berpotensi gempa tinggi termasuk pula area di dalam radius 500
meter dari Sungai Opak dan jalur patahan di sepanjang lereng barat Perbukitan
Baturagung. Wilayah yang termasuk dalam kategori potensi gempa tinggi adalah
sebagian Kecamatan Kretek, Pundong, Jetis, Piyungan, Pleret, Banguntapan, dan
Imogiri (UNDP: 2009).
17
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Selain itu, kajian lain mengenai bahaya gempabumi di Kab Bantul juga dilakukan
oleh Teknik Geologi UGM. Hasil dari kajian ini menyimpulkan bahwa ada kawasan di
Kabupaten Bantul yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi, tinggi, menengah dan
rendah (UGM: 2007)
Jenis tanah yang merupakan endapan sungai Opak saat ini yaitu pasir kerikilan,
yang bersifat lepas-lepas dan tebal. Tanah dengan sifat lepas-lepas cenderung
tidak memiliki kohesi (ikatan antar butir) yang kuat, sehingga sangat mudah
bergetar saat dilalui gelombang gempa.
18
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Kehadiran zona patahan, yang sensitif untuk turut bergetar ketika gelombang
gempa melalui zona patahan tersebut.
Kehadiran air bawah tanah yang dangkal (dekat permukaan tanah, sekitar
kurang dari 5 m dari permukaan tanah), yang sensitif mengakibatkan likuifaksi
(pergerakan tanah yang disertai dengan munculnya/ memancarnya air dan aliran
pasir/lumpur dari bawah tanah). Likuifaksi ini cenderung menghilangkan kohesi
tanah sehingga kemampuan tanah menopang beban menjadi sangat berkurang
atau hilang.
Jarak suatu zona dari pusat gempabumi, yang diperkirakan berada di sekitar
patahan Opak.
19
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
3.2 BANJIR
Banjir terjadi disamping karena faktor alam juga disebabkan faktor manusia
seperti pembuangan sampah yang sembarangan ke dalam saluran air (selokan) dan
badan air sungai yang menyebabkan selokan dan sungai menjadi dangkal sehingga
aliran air terhambat dan menjadi meluap dan menggenang. Yang kedua, kurangnya
daya serap tanah terhadap air karena tanah telah tertutup oleh aspal jalan raya dan
bangunan-bangunan yang jelas tidak tembus air, sehingga air tidak mengalir dan hanya
menggenang. Bisa jadi daya serap tanah disebabkan ulah penebang-penebang pohon di
hutan yang tidak menerapkan sistem reboisasi (penanaman pohon kembali) pada lahan
yang gundul, sehingga daerah resapan air sudah sangat sedikit. Faktor alam lainnya
adalah karena curah hujan yang tinggi dan tanah tidak mampu meresap air, sehingga
luncuran air sangat deras.
Banjir genangan dan banjir bandang, keduanya bersifat merusak. Aliran arus air
yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan bergolak (turbulent) dapat menghanyutkan
manusia dan binatang. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu
menyeret material berupa batuan yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan
semakin tinggi. Banjir air pekat ini akan mampu merusakan fondasi bangunan yang
20
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Potensi bahaya banjir yang terjadi di Kab Bantul lebih sering terjadi di lahan
sempadan sungai-sungai besar seperti S. Opak dan S. Progo, terutama di dataran banjir
dan teras banjir. Selain itu banjir juga di dataran aluvial pantai dan back swamp karena
air terhalang oleh beting gisik. Karakter banjir biasanya lebih disebabkan oleh luapan air
sungai pada saat awal dan pertengahan musim hujan dengan intensitas hujan yang di
atas rata-rata atau hujan terjadi dengan durasi yang lama.
Banjir yang terjadi di muara Sungai Opak dan Sungai Progo terjadi pada saat
awal musim hujan karena di muara sungai tersebut masih terdapat sand bar yang
menghalangi masuknya air sungai ke laut. Sand bar itu sendiri terjadi karena proses
marin oleh tenaga angin yang dipengerahui oleh angin pasat tenggara sehingga
umumnya sungai-sungai yang bermuara di Pantai Selatan ini berbelok ke arah Barat.
Dalam kajian risiko bencana yang dilakukan oleh UNDP bekerjasama dengan
Pemerintah DIY pada 2009 menunjukkan bahwa Wilayah yang berpotensi longsor yaitu
di deretan deretan Baturagung Range di perbatasan Kabupaten Bantul dan Kabupaten
Gunung Kidul.
21
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Tanah longsor yang terjadi dikontrol oleh beberapa faktor alam yaitu; geologi,
struktur perlapisan batuan, litologi, bentuklahan, lereng, tebal tanah/batuan lapuk, dan
tutupan vegetasi. Sedangkan curah hujan yang lebat dan lama waktu hujan adalah faktor
pemicu terjadinya longsor. Faktor lain yang mempengaruhi kejadian longsor secara tidak
langsung adalah; pemotongan lereng untuk jalan/bangunan dan kejadian gempabumi
yang getarannya mampu mereaktifasi sistem kekar/patahan yang sudah ada sehingga
kembali aktif lagi.
Jenis gerakan tanah pada lereng yang terjadi dapat berupa longsoran tanah yang
sering terjadi pada tanah tebal, atau reruntuhan batuan (rockfall) yang biasanya terjadi
pada wilayah yang didominasi oleh batuan gamping. Kondisi ini dapat dijumpai di
Wilayah Kabupaten Bantul adalah di Kecamatan; Bambanglipuro, Imogiri, Dlingo,
Piyungan, Kretek, Pajangan dan Pleret. Berikut beberapa peta bahaya longsor di Kab
Bantul.
22
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
23
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
24
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
25
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
3.4 KEBAKARAN
Bencana dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana didefinisikan sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan Kebakaran
didefinisikan sebagai situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban
dan/atau kerugian.
26
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
3.5 TSUNAMI
Tsunami adalah gelombang air laut yang dapat disebabkan oleh gempabumi
tektonik, letusan gunungapi di dasar laut, longsoran di dasar laut dan ledakan bom
berkekuatan dahsyat/nuklir. Karena wilayah selatan Pulau Jawa merupakan zona
subdaksi anatara lempeng Australia dan lempeng Asia tsunami di selatan DIY
tergantung dari jenis/tipe gerakan patahan. Patahan dengan arah atas-bawah inilah yang
bisa menyebabkan tsunami.
Di DIY sendiri keberadaan hutan mangrove sudah tidak ada, hanya ada gumuk
pasir, laguna dan beting gisik setidaknya mampu sebagai pelindung dari tsunami tentu
saja untuk wilayah/permukiman yang berada di sebaliknya. Permukiman/bangunan yang
berada di depan bentukan ini jelas mempunyai risiko yang tinggi terhantam oleh
gelombang tsunami secara langsung. Gumuk pasir masih bisa di jumpai di
Parangkusumo-Parangtritis dengan ketinggian sampai 20 m.
Hasil Kajian Risiko dari UNDP-Pemerintah DIY pada 2009 menunjukkan Bencana
tsunami di Kabupaten Bantul bisa terjadi di Kecamatan Kretek, Sanden, dan Srandakan.
27
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
28
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap
orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan
untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup
sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan
Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
29
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Dilihat dari perspektif diatas, maka modal sosial (social capital) menjadi sangat
penting dalam proses penanggulangan bencana. Semakin melimpahnya modal sosial
didalam masyarakat, maka semakin baik masyarakat itu. Sebaliknya semakin sedikit
modal sosial masyarakat, maka semakin ”sakit” suatu masyarakat. Modal sosial
dimaknai sebagai ciri dari organisasi sosial yang merujuk pada ketersediaan rasa saling
percaya, norma-norma atau jejaring yang memungkinkan masyarakat untuk bertindak
secara kolektif dalam rangka menyelesaikan persoalan secara bersama. (Long dan
Hornburg,1984:4). Kondisi melimpahnya stock of social capital didalam masyarakat
memungkinkan masyarakat terkonsolidasi dengan baik sehingga dengan cepat akan
merespon situasi apapun yang dihadapi. Kondisi demikian masyarakat akan memiliki
mekanisme ketahanan diri (self defence mechanism) atau survival strategy dalam situasi
apapun terutama yang dipersepsikan secara subyektif oleh masyarakat sebagai sebuah
ancaman dan risiko.
Itulah sebabnya mengapa modal sosial menjadi sangat penting, karena distribusi
informasi akan memerlukan jejaring (network) inter dan antar warga, didukung oleh rasa
saling percaya (trust) di antara sesama warga masyarakat berdasarkan standar norma-
30
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
norma sosial (social norms) yang berlaku. Bilamana mekanisme dimaksud beroperasi
dengan baik, maka penyimpangan perilaku di dalam masyarakat, katakanlah berupa
provokasi yang tidak didasarkan atas data yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan
(bencana sosial), maka mekanisme itu sendiri akan memberikan koreksi sekaligus
sanksi agar sistim dapat kembali berfungsi sebagaimana mestinya. Distribusi informasi
yang sama dapat pula dilakukan dalam kerangka menghadapi situasi ancaman bencana
alam maupun nonalam.
Nilai sosial budaya yang masih banyak berkembang dalam masyarakat Bantul
antara lain nilai; “guyup rukun” . modal social capital ini sangat kuat berada dalam jiwa
sosial masyarakat Bantul. Nilai –nilai diatas menjadi dasar bagi kolektivitas dan
solidaritas komunitas, merawat dan bukan merusak, budaya gotong royong saling
membantu, dan etika penghargaan pada institusi agama dan sosial yang berakar dalam
rentang historis, menghargai latar belakang yang berbeda, berorientasi kohesi sosial.
31
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
32
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Jadi negara memiliki peran yang sangat strategis mulai dari mengatur batas
negara sampai membuat regulasi yang mengatur relasi antar masyarakat dalam negara
dan mengatur distribusi kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Dalam konteks
ini, Negara dan pemerintah juga wajib menjamin keselamatan hidup dan asset
kehidupan warga masyarakat dari ancaman bahaya yang ada disekitar masyarakat.
Dengan demikian, secara umum negara dibentuk untuk menegakkan kesejahteraan
sosial sebagai bagian dari bangunan kontrak sosial antara rakyat dan negara. Rakyat
memiliki kewajiban tertentu terhadap negara dan negara memiliki kewajiban timbal balik
untuk mewujudkan impian rakyat berupa kesejahteraan sosial yang sesuai dengan
kehendak rakyat. Oleh karena itu, usaha – usaha pengurangan risiko harus menjadi
tugas pokok dan kewenangana yang melekat pada Negara dan dijalankan oleh
pemerintah sebagai wujud mandate yang diberikan masyarakat. Dalam sejarahnya, pada
33
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
level kebijakan, usaha-usaha pengurangan risiko bencana sudah banyak dilakukan baik
pada level internasional maupun level nasional. Di tingkat internasional upaya
pengurangan risiko bencana dipelopori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui
Dewan Ekonomi dan Sosial, dengan dikeluarkannya Resolusi nomor 43 tahun 1999
menyerukan kepada pemerintah di setiap negara untuk menyusun dan melaksanakan
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana (RAN-PRB) untuk mendukung
dan menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan. Resolusi
tersebut diikuti Kerangka Aksi Sendai 2015-2030, dimana setiap negara dianjurkan
menyusun mekanisme terpadu pengurangan resiko bencana yang didukung
kelembagaan dan kapasitas sumberdaya yang memadai.
34
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
sebagai takdir semata. Manusia tidak memiliki peran dan kontribusi yang signifikan
terkait dengan terjadinya bencana. Keterlibatan manusia hanya sebatas menerima tanpa
syarat dan tidak mempertanyakan takdir musibah yang menimpah manusia. Kepasrahan
dimaknai sebagai sesuatu yang bernilai tinggi dibanding dengan pertanyaan kritis yang
mempersoalkan pemaknaan “takdir” itu. Pada aras tertentu, pandangan ini bergeser
pada cara pandang yang lebih saintifik dan ilmiah. Bencana dilihat sebagai proses
alamiah belaka. Ketika alam tidak mampu menahan beban pergerakan maka terjadilah
kejadian yang luar biasa. Dalam konteks pandangan ini, peran manusia hanya sekedar
menanggapi kejadian yang sudah terjadi dengan melakukan respon darurat. Pandangan
alamiah seperti ini dalam perkembangannya dirasa tidak memberikan solusi bagi
pengurangan dampak yang menimpah pada aset kehidupan dan penghidupan. Ditengah
pencarian paradigm alternative yang bersifat komprehensif, muncul pendekatan baru
dalam melihat bencana. Paradigma itu adalah cara pandang dalam mengelola bencana
yang melihat secara utuh mulai sebab ancaman sampai dampak yang mungkin terjadi.
Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan pengurangan risiko bencana. Pendekatan ini
melihat bencana sebagai bagian kewajaran, ketika elemen kerentanan bertemu dengan
ancaman. Bencana tidak dilihat sebagai teguran apalagi takdir, pun demikian bencana
tidak dilihat sebagai sebuah fenomena alamiah semata yang melupakan dampak yang
ditimbulkan. Di Indonesia perubahan paradigm kearah paradigma pengurangan risiko
bencana sangat nyata tertuang dalam undang-undang no. 24 tahun 2007.
Penanggulangan bencana ditekankan pada aspek pengurangan risiko bencana, bukan
hanya tanggap darurat. Manajemen pengurangan risiko bencana merupakan sistem
perencanaan penanggulangan bencana yang dimulai dari pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, peringatan dini dan lain-lain dengan melibatkan seluruh stakeholder
pemerintah, masyarakat, swasta. Prinsip partisipasi menjadi nilai utama. Pelibatan
semua unsur terutama masyarakat dalam semua kegiatan pengurangan risiko bencana
menjadi keniscayaan. Perubahan paradigma yang cukup baik ditingkat kebijakan dengan
lahirnya regulasi yang mendukung manajemen pengurangan risiko bencana, diikuti oleh
proses kelembagaan yang menopang kegiatan pengurangan risiko bencana.
Dalam naskah akademik sebagai bagian skema suatu kebijakan, telaah yuridis
atas instrumen regulatif seperti keberadaan dan isi perundang-undangan berkenaan
dengan pengaturan penanggulangan bencana di Indonesia memiliki arti penting untuk
dilakukan. Berkaitan dengan kebutuhan untuk penyusunan peraturan daerah (perda),
maka keberadaan UU. No. 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana tentu
harus dilihat sebagai sebuah landasan dasar untuk menjadi pijakan kepastian hukum
secara nasional bagi seluruh struktur pemerintahan di wilayah NKRI. Konstruksi ini
35
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
disebut dengan perlunya melacak koherensi hubungan antar regulasi, dan posisi
kebijakan perda harus merupakan bagian turunan dari perundangan di atasnya. Hal ini
nampaknya senafas dengan kecenderungan komitmen dan tuntutan aspirasi yang
berkembang dalam era reformasi sekarang ini, bahwa reformasi di bidang hukum
menuju terwujudnya supremasi hukum. Sistem hukum yang hendak dicapai adalah
hukum yang berada di bawah konstitusi yang berfungsi sebagai acuan yang efektif
dalam proses penyelenggaraan negara dan kehidupan nasional sehari-hari.
Berkaitan dengan itu, agar perda yang tengah disusun tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang di atasnya atau perda yang lain maka
perlu dilakukan upaya sinkronisasi atau penyesuaian hukum agar tidak bertentangan
antara satu dengan yang lain, mengingat terdapat kecenderungan tumpang tindih atas
peraturan perundang-undangan yang ada. Itulah yang dimaknai sebagai sinkronisasi dan
koherensi, serta harmonisasi hukum.
Dalam BAB XII Ketentuan Lain-Lain PP No. 18 Tahun 2016, khususnya pasal
117 menguraikan mengenai pembentukan perangkat daerah sub urusan bencana
sebagai berikut:
36
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Pasal 117 PP No. 18 Tahun 2016 ini mempertegas keberadaan BPBD sejak awal
bahwa penyelenggaraan sub urusan bencana diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana, yaitu No. 24 Tahun 2007.
37
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
1. Undang-Undang
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298)
c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan Dan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
38
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
39
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
2. Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No 3866);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
c. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 nomor
82);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan dan
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4828);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 43,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4829);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Non-Pemerintah Dalam Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4830);
h. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana;
40
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
1. Level Pemerintah
a. Selama ini belum terlalu jelas mekanisme penganggaran untuk program=program
penanggulangan bencana. Mengenai budgeting untuk penanganan bencana
menjadi masalah krusial.
b. Dana untuk penanggulangan bencana yang ada selama ini lebih ditekankan pada
dana tanggap darurat, sebagai contoh dana dinas sosial, dinas kesehatan dan
badan kesbangpolinmas. Dana untuk tanggap darurat tidak boleh digunakan
untuk keperluan penanggulangan bencana pada tahap pra bencana. Padahal
kebutuhan dana pada saat pra bencana cukup penting sebagai upaya
pengurangan risiko. Oleh karena itu, diharapkan BPBD yang terbentuk
mengalokasikan dana untuk kegiatan pra bencan.
c. Database kebencanaan di kabupaten Bantul masih sangat minim, terutama
terkait dengan pemetaan karakter ancaman, kerentanan, kapasitas dan risiko.
Data base ini menjadi sangat penting untuk bisa memetakan secara baik
kebutuhan prioritas dalam penanggulangan bencana di kabupaten Bantul.
41
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
42
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
2. Level masyarakat
a. Rendahnya pengetahuan masyarakat terkait dengan penanggulangan bencana.
Hal ini disebabkan karena tidak ada penyebaran pengetahuan pada level
masyarakat oleh pemerintah maupun non pemerintah pada masyarakat terkait
penanggulangan bencana. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan
pengurangan risiko bencana harus senantiasa dikembangkan dilevel masyarakat
sehingga mampu membentuk komunitas yang tangguh dan tanggap pada
ancaman yang ada disekitar masyarakat. Peningkatan kapasitas individu dan
masyarakat perlu dilakukan terutama dalam hal pengetahuan dan
pengembangan kelembagaan penanggulangan bencana ditingkat masyarakat.
b. Rendahnya kesadaran masyarakat. Paradigma masyarakat yang melihat
bencana sebagai takdir semata telah menghambat pada proses pengembangan
kesadaran tentang pentingnya pengurangan risiko bencana. Kesadaran tentang
bencana sebagai takdir belaka memberikan inspirasi pada masyarakat akan
kepasrahan semata sehingga berdampak pada rendahnya kesadaran akan
usaha-usaha untuk mengurangi risiko bencana.
c. Peran tokoh masyarakat yang belum optimal dalam penanggulangan bencana.
Dalam perspektif sosiologis. Masayarkat Bantul memiliki kepatuhan yang tinggi
pada tokoh masyarakat dalam beberapa aspek kehidupan. Namun demikian
peran ini belum maksimal diperankan dalam hal penanggulangan bencana. Oleh
karena itu, pemerintah dalam hal ini(BPBD) mampu mengembangkan
keterlibatan tokoh masyarakat dalam setiap kegiatan pengurangan risiko
bencana.
d. Pengembangan pendidikan kebencanaan pada usia sekolah dasar dan lanjutan.
Selama ini hanya ada beberapa sekolah yang mendapatkan pemahaman tentang
pengurangan risiko bencana berbasis sekolah. Perlu dikembangkan lebih jauh
pendidikan kebencanaan disekolah sehingga mampu memberikan bekal
pemahaman yang baik pada anak didik mengenai pengurangan risiko bencana
e. Peran serta perempuan dalam kegaiatan penanggulangan bencana. Peran serta
perempuan dalam urusan penanggulangan bencana masih sangat kecil, padahal
setiap kali ancaman menerpah, seringkali yang menjadi korban berasal dari kaum
perempuan. Oleh karena itu, pelibatan perempuan dalam setiap perencanaan
penanggulangan bencana yang sesuai yang niscaya.
f. Pelibatan pesantren dan perguruan tinggi di kabupaten Bantul. Dalam perjalanan
penanganan bencana di kabupaten Bantul belum melibatkan pesantren dan
perguruan tinggi secara maksimal.
43
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
44
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
45
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
46
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
47
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
bekerjanya hukum secara lebih adil dan lebih baik, yakni: a) Legal Structure
(struktur hukum) yaitu bagian yang bergerak didalam suatu mekanisme atau
kelembagaan yang diciptakan oleh system hukum dan berfungsi untuk
mendukung bekerjanya system hukum. Dalam konteks operasional, struktur
hukum ini didalamnya terdapat aparatur hukum. b) Legal substance (substansi
hukum) yaitu hasil actual yang diterbitkan oleh system hukum (berupa norma-
norma dan peraturan perundang-undangan), c) Legal culture (budaya hukum)
yang berupa ide-ide, sikap,harapan dan pendapat tentang hukum sebagai
keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana system hukum memperoleh
tempatnya secara baik dan bagaiman orang menerima hukum atau sebaliknya.
48
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
BAB 6. PENYELENGGARAAN
PENANGGULANGAN BENCANA
49
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Tata ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penanggulangan bencana.
Penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup
50
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
pemberlakuan peraturan tentang tata ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi
terhadap pelanggar.
Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana, yang melalui: (1) penyusunan dan uji coba rencana
penanggulangan kedaruratan bencana; (2) pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian
sistem peringatan dini; (3) penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar; (4) pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat; (5) penyiapan lokasi evakuasi; (6) penyusunan data akurat,
informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan (7) penyediaan
dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan
sarana.
Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka
mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat,
dilakukan melalui: (1) pengamatan gejala bencana; (2) analisis hasil pengamatan gejala
bencana; (3) pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang; (4) penyebarluasan
informasi tentang peringatan bencana; dan (5) pengambilan tindakan oleh masyarakat.
Mitigasi Bencana dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana, yang dilakukan melalui: (1) pelaksanaan penataan
tata ruang; (2) pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; (3)
penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun
modern. Pendidikan dan pelatihan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian,
kemampuan, dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
51
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
52
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
53
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
1. persyaratan keselamatan;
2. persyaratan sistem sanitasi;
3. persyaratan penggunaan bahan bangunan; dan
4. persyaratan standar teknis konstruksi jalan, jembatan, bangunan gedung dan
bangunan air.
54
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
masyarakat terkait dengan tetap memperhatikan situasi, kondisi, dan karakter serta budaya
masyarakat setempat dan menjunjung rasa keadilan.
Rekonstruksi dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi: (1)
pembangunan kembali prasarana dan sarana; (2) pembangunan kembali sarana sosial
masyarakat; (3) pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; (4) penerapan
rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
55
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
(5) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan
masyarakat; (6) peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; (7) peningkatan fungsi
pelayanan publik; dan (8) peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
56
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, dan standar teknis bangunan.
Paling sedikit harus memenuhi ketentuan teknis mengenai: (1) standar teknik konstruksi
bangunan; (2) penetapan kawasan; dan (3) arahan pemanfaatan ruang.Perencanaan teknis
meliputi: (1) rencana rinci pembangunan sarana pendidikan,kesehatan, panti asuhan, sarana
ibadah, panti jompo, dan balai desa; (2). dokumen pelaksanaan kegiatan dan anggaran; (3)
rencana kerja; (4) dokumen kerjasama dengan pihak lain; (5) dokumen pengadaan barang
dan/atau jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan; dan (6) ketentuan
pelaksanaan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan pihak yang terkait.
Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik
dan tahan bencana ditujukan untuk: (1) meningkatkan stabilitas kondisi dan fungsi prasarana
dan sarana yang mampu mengantisipasi dan tahan bencana; dan (2) mengurangi
kemungkinan kerusakan yang lebih parah akibat bencana. Upaya penerapan rancang
bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana dilakukan
dengan: (1). mengembangkan rancang bangun hasil penelitian dan pengembangan; (2)
menyesuaikan dengan tata ruang; (3) memperhatikan kondisi & kerusakan daerah; (4)
memperhatikan kearifan lokal; dan (5) menyesuaikan terhadap tingkat kerawanan bencana
pada daerah yang bersangkutan.
Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha
dan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan partisipasidalam rangka membantu penataan
daerah rawan bencana ke arah lebih baik dan rasa kepedulian daerah rawan bencana.
Penataan daerah rawan bencana dilakukan melalui upaya: (1) melakukan kampanye peduli
bencana; (2) mendorong tumbuhnya rasa peduli dan setia kawan pada lembaga, organisasi
kemasyarakatan, dan dunia usaha; dan (3) mendorong partisipasi dalam bidang pendanaan
dan kegiatan persiapan menghadapi bencana.
Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk normalisasi kondisi
dan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan
57
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
melalui upaya: (1) pembinaan kemampuan keterampilan masyarakat yang terkena bencana;
(2) pemberdayaan kelompok usaha bersama dapat berbentuk bantuan dan/atau barang; dan
(3) mendorong penciptaan lapangan usaha yang produktif.
58
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
BAB 7. KELEMBAGAAN
PENANGGULANGAN BENCANA
59
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
60
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
61
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
7.2.3 Organisasi
BPBD terdiri dari (1) Kepala, (2) Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana,
(3) Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Kepala BPBD dijabat secara
rangkap (ex-officio) oleh Sekretaris Daerah.Kepala BPBD membawahi unsur
pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksana penanggulangan bencana,
dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah. Unsur Pengarah
Penanggulangan Bencana berada di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Kepala BPBD. Tugas unsur pengarah adalah memberikan masukan dan
saran kepada Kepala BPBD dalam penanggulangan bencana. Untuk melaksanakan
tugas tersebut, Unsur Pengarah menyelenggarakan fungsi (1) perumusan kebijakan
penanggulangan bencana daerah; (2) pemantauan; (3) evaluasi dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Unsur Pengarah terdiri dari Ketua dan Anggota. Ketua Unsur Pengarah
dijabat oleh Kepala BPBD. Anggota unsur pengarah berasal dari (1) lembaga/instansi
pemerintah daerah yakni dari badan/dinas terkait dengan penanggulangan bencana.
(2) masyarakat profesional yakni dari pakar, profesional dan tokoh masyarakat di
daerah. Jumlah Anggota Unsur Pengarah BPBD Kabupaten/Kota berjumlah 9
(sembilan) anggota, terdiri dari 5 (lima) pejabat instansi/lembaga pemerintah daerah
dan 4 (empat) anggota dari masyarakat profesional di daerah.
62
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
63
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
64
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Kerjasama yang melibatkan peran serta negara lain, lembaga internasional dan
lembaga asing nonpemerintah dilakukan melalui koordinasi BNPB sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Rapat koordinasi penanggulangan bencana dilakukan minimal 1 (satu) kali
dalam satu tahun dan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan: (1) antara BPBD
Kabupaten/Kota dan instansi terkait /organisasi/ lembaga terkait di tingkat kabupaten/Kota.
65
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
(2) antara BPBD Provinsi dengan instansi /organisasi/lembaga terkait di tingkat provinsi. (3)
antara BPBD Provinsi dengan BPBD Kabupaten/Kota.
Dalam hal status keadaan darurat bencana, Bupati menunjuk seorang komandan
penanganan darurat bencana atas usulan Kepala BPBD. Komandan Penanganan Darurat
Bencana mengendalikan kegiatan operasional penanggulangan bencana dan bertanggung-
jawab kepada Kepala Daerah. Komandan Penanganan Darurat Bencana memiliki
kewenangan komando memerintahkan instansi/lembaga terkait meliputi:
66
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
7.5 Pembiayaan
Pembiayaan BPBD Kabupaten dalam penanganan bencana dibebankan pada
APBD Kabupaten dan sumber anggaran lainnya yang sah dan tidak mengikat.
67
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Tantangan kedua, adalah bagaimana konsistensi implementasi perda untuk saat ini
(setelah ditetapkan) dan jangka panjang, sehingga menjadi bagian dari sistem yang kuat.
Konsistensi dimaknai oleh penerapan nilai-nilai dan prinsip pengaturan, sistem dan
mekanisme kerja yang tertuang dalam bab dan pasal demi pasal, serta penegakan hukum
yang bukan saja dikerjakan oleh aparat pemerintah dan insitansi terkait, namun yang lebih
penting dari itu adalah daya dukung partisipasi masyarakat dimana substansi perda telah
membudaya secara massif. Tantangan ketiga, perlunya merumuskan tahapan dan fase
68
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
menjalankan regulasi. Point terpenting dalam kaitan itu adalah, karena regulasi ini adalah
bentuk pengenalan baru sebagai model yang akan dikembangkan, maka pemberlakuan
masa transisi sangat penting. Sebuah regulasi membutuhkan daya partisipasi dan sosialisasi
yang kuat, agar tingkat penerimaan, pemahaman dan sense of belonging benar-benar
berlangsung dengan baik.
Berdasar kajian- kajian diatas, maka ada beberapa rekomendasi untuk ditindaklanjuti
sehingga mampu melakukan penanggulangan bencana secara sistematis dan menyeluruh.
Rekomendasi itu, antara lain;
69
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
Pada akhirnya, kita meyakini bahwa niat baik membangun sistem penanggulangan
bencana melalui jalan pembuatan naskah akademik ”Perda Badan Penanggulangan
Bencana Daerah” Kabupaten Bantul ini, tentu masih memiliki keterbatasan dan kekurangan.
Oleh karena itu berbagai masukan, kritik, serta inovasi yang kreatif untuk memperbaiki
naskah akademik sangat dibutuhkan demi mewujudkan komitmen membangun sistem
penanggulangan bencana Bantul untuk saat ini dan dimasa yang akan datang.
70
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH KELEMBAGAAN
BPBD KAB. BANTUL 2017
DAFTAR PUSTAKA
ISDR, 2004, Living with Risk ”A Hundred Positive Examples of How People are Making The
World Safer” United Nation Publication, Geneva, Switzerland, 2004.
Maskrey, A., 1989, Disaster Mitigation, A Community Based Approach, Oxfam Print Unit,
London.
Scones, I., 1998, Sustainable Rural Livelihood A Framework For Analisys. IDS Discusion
Paper 75, Brighton : IDS
Soetomo, 2006, Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Tahun 2006.
Tearfund, 2006, Mainstreaming Disaster Risk Reduction, A Tool for Development
Organisation, Tearfund, 100 Church Road, Teddington, Middlesex, TW11 8QE, UK
71