A. LATAR BELAKANG
Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju
pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu
sendiri maupun karena faktor urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung
selama ini lebih disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di
daerah perdesaan dan perkotaan. Beberapa pengamat meyakini bahwa salah satu
penyebab mengalirnya penduduk pedesaan ke kota-kota akibat kekeliruan adopsi
paradigma pembangunan yang menekankan pada pembangunan industrialisasi besar-
besaran yang ditempatkan di kota-kota besar yang kemudian dikenal dengan istilah AIDS
(Accelerated Industrialization Development Strategy), sehingga memunculkan adanya daya
tarik yang sangat kuat untuk mengadu nasibnya di kota yang dianggap mampu memberikan
masa depan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih tinggi, sementara pendidikan
dan ketrampilan yang mereka miliki kurang memadai untuk masuk disektor formal.
.Seiring dengan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, maka kebutuhan
penyediaan akan prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik melalui
peningkatan maupun pembangunan baru. Selanjutnya pemenuhan akan kebutuhan
prasarana dan sarana permukiman baik dari segi perumahan maupun lingkungan
permukiman yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat disediakan baik oleh
masyarakat sendiri maupun pemerintah, sehingga kapasitas daya dukung prasarana dan
sarana lingkungan permukiman yang ada mulai menurun yang pada gilirannya memberikan
konstribusi terjadinya lingkungan permukiman kumuh. Lingkungan permukiman kumuh
digambarkan sebagai bagian yang terabaikan dari lingkungan perkotaan dimana kondisi
kehidupan dan penghidupan masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya
ditunjukkan dengan kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak
tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya
kemasyarakatan yang memadai, kekumuhan lingkungan permukiman cenderung bersifat
paradoks, bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut, kekumuhan adalah
kenyataan sehari-hari yang tidak mereka permasalahkan, sedangkan di pihak lain yang
berkeinginan untuk menanganinya, masalah kumuh adalah suatu permasalahan yang perlu
segera ditanggulangi penanganannya.
Upaya penanganan permukiman kumuh telah diatur dalam Undang-undang No. 1
Tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman, yang menyatakan bahwa untuk
mendukung terwujudnya lingkungan permukiman yang memenuhi persyarakatan
keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan bangunan, suatu lingkungan
permukiman yang tidak sesuai tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi, kualitas
bangunan sangat rendah, prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat dan rawan, yang
dapat membahayakan kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni, dapat ditetapkan
oleh pemerintah kota yang bersangkutan sebagai lingkungan permukiman kumuh yang
tidak layak huni dan perlu diremajakan.
Perwujudan permukiman perkotaan yang layak huni dimulai dengan penanganan
permukiman kumuh perkotaan yang komprehensif dan kolaboratif. Keterpaduan antar
berbagai aspek permukiman sangat diperlukan untuk menjamin penanganan secara tuntas
yang terintegrasi dengan pengembangan skala kota. Sistem yang terintegrasi ini perlu
didukung oleh semua pelaku pembangunan secara kolaboratif. Tanggung jawab
pengembangan perkotaan harus ditopang oleh kerjasama yang solid dari pemangku
kepentingan sesuai dengan peran masing-masing. Penanganan permukiman kumuh
perkotaan merupakan upaya bersama dalam kesetaraan pelaku pembangunan untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi kota yang berkesinambungan.
Dalam kaitannya dengan tanggungjawab dan kewenangan pengaturan kawasan
permukiman, maka dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah telah dijelaskan bahwa pembagian lingkup kewenangan pengaturan urusan
kawasan permukiman adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah Pusat, meliputi :
Penetapan sistem kawasan permukiman
Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 15
((lima belas) ha atau lebih
2. Pemerintah Provinsi, meliputi :
Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 10
(sepuluh) ha sampai dengan di bawah 15 (lima belas) ha.
3. Pemerintah Kota/Kabupaten, meliputi :
Penerbitan izin pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman
Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas di
bawah 10 (sepuluh) ha
B. DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman;
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1984 Tentang Jalan;
Permen PU No. Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan
Permukiman Kumuh
PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 Bangunan Gedung;
PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan;
PP No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga;
Perpres No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara;
Perpres No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat;
Permen PU No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Teknis
Jalan;
Permen PU No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga;
Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang standar pelayanan minimal bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang
SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh
Nelayan;
SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh
Dekat Pusat Kegiatan Sosial Ekonomi;
SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman di Pusat
kota;
SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di
Pinggir Kota;
SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh
Pasang Surut;
SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh
Daerah Rawan Bencana;
SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di
Tepi Sungai;
SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh
yang Ditengarai Sebagai Permukiman Bersejarah;
SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Pengembangan Rumah Susun Sederhana Sewa
(Rusunawa) Bertumpuh pada Komunitas Lokal;
Kawasan permukiman yang berada dibawah standar rata-rata dari segi income
pendapatan (masyarakat prasejahtera dan prasejahtera I);
Lokasi kawasan permukiman yang sering mendapatkan ancaman banjir perkotaan;
Lingkungan kawasan permukiman yang berada diatas tanah legal dan illegal dan tidak
memenuhi persyaratan estetika lingkungan;
Lokasi yang ditetapkan berdasarkan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/kota berdasarkan fungsi dan peran yang diemban sebagai kawasan
permukiman kumuh serta lokasi yang ditetapkan berdasarkan SK bupati/kota;
Kawasan yang memiliki nilai fungsional strategis akan tetapi dari kondisi lingkungan
kurang memenuhi persyaratan;
Kawasan permukiman yang kurang mendapatkan penanganan dari segi sarana dan
prasarana;
Kawasan permukiman yang berada diatas kepadatan antara 250 – 750jiwa/ha;
Lebih dari 60% rumah/kurang layak huni; dan
Profil permasalahan sosial kemasyarakatan tidak terlalu besar
F. LOKASI KEGIATAN
Lokasi kegiatan Perencanaan Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh
diarahkan diwilayah Kabupaten Pangkep, Barru, Pare – Pare dan Kabupaten
Pinrang
G. METODOLOGI PENDEKATAN
1. Pendekatan Perencanaan
Pendekatan perencanaan yang digunakan dalam Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Kabupaten/kota sebagai berikut:
a. Pendekatan Umum
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
- Pengamatan lapangan untuk mengetahui letak dan posisi
kawasanpermukiman kumuh Kabupaten yang menjadi obyek perencanaan.
- Pengumpulan data sekunder pada instansi terkait.
- Wawancara kepada masyarakat dan pejabat setempat.
H. WAKTU PELAKSANAAN
Jangka waktu pelaksanaan kegiatan ini diperkirakan 90 (Sembilan Puluh) hari kalender
atau sekitar 3 bulan sejak ditanda tanganinya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
sampai dengan selesai kegiatan dan pihak pengguna jasa telah menerima hasil
pekerjaan penyedia jasa. Jangka waktu tersebut di atas tidak akan mengalami
perpanjangan waktu (addendum) tanpa pertimbangan dan alasan yang dapat diterima
oleh pengguna jasa.
1. Ketua Tim ( Team Leader), Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota = 1 Orang
Ketua Tim diisyaratkan Seorang Sarjana teknik (S-1) dan atau magister (S-2)
Perencanaan Wilayah dan Kota dan berpengalaman di Bidang Penataan Kawasan
Perumahan dan Permukiman khususnya wilayah perkotaan. Dengan minimal
pengalaman selama 5 (lima) tahun serta sesuai dengan kualifikasi keahlian yang
diperlukan yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian ( SKA ).
J. HASIL PEKERJAAN
a. Laporan Pendahuluan
Materi dasar Laporan Pendahuluan adalah latar belakang, maksud, tujuan, dan
sasaran pekerjaan, lokasi kegiatan.
Pencapaian tujuan pelaksanaan pekerjaan disajikan informasi kebijakan dan
gambaran umum mengenai kondisi lokasi, metode pendekatan, struktur organisasi
pelaksanaan pekerjaan, serta bentuk dan sistem penyajian laporan. Laporan
disajikan dalam kertas A4. Laporan diserahkan selambat – lambatnya 30 ( Tiga Puluh
) hari kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 ( Lima ) Buku.
b. Laporan Antara
Laporan Antara merupakan laporan yang memuat hasil pengumpulan data serta
analisis data Identifikasi Revitalisasi Kawasan Kumuh Kabupaten Pangkep, Barru,
Pare – Pare dan Kabupaten Pinrang, dilampiri data hasil survey. Hasil identifikasi
dan revitalisasi tersebut diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dalam
pengalokasian program pembangunan/pengembangan pada kawasan permukiman
kumuh tersebut. Pada laporan antara telah memuat Draft Laporan Akhir dibuat dalam
bentuk narasi, dan dilengkapi dengan visualisasi dan pemetaan obyek yang di
Identifikasi yang siap untuk didiskusikan/dipresentasikan. Laporan disajikan dalam
kertas A4. Laporan diserahkan selambat – lambatnya 60 ( Enam Puluh ) hari kalender
sejak SPMK diterbitkan sebanyak 5 ( Lima ) Buku.
c. Laporan Akhir
Laporan Akhir dari kegiatan Perencanaan Identifikasi Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Kabupaten Pangkep, Barru, Pare – Pare dan Kabupaten
Pinrang ini adalah merupakan hasil penyempurnaan dari laporan sebelumnya, yang
berisikan tentang: Gambaran hasil Identifikasi dan revitalisasi kawasan permukiman
kumuh yang menjadi sasaran studi, yaitu: tingkat kekumuhan, sebaran lokasi
kawasan permukiman kumuh, kondisi infrastruktur, dan lain sebagainya. Hasil
Identifikasi dan revitalisasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam
pengalokasian program pembangunan/pengembangan pada kawasan permukiman
kumuh, guna meningkatkan taraf hidup dan kehidupan masyarakat pada kawasan
permukiman kumuh tersebut.
Keseluruhan isi Laporan Akhir ini dibuat dalam bentuk dokumen laporan dan
dilengkapi dengan visualisasi obyek-obyek kawasan permukiman kumuh. Selain itu
data-data yang diambil dibuat dalam bentuk tabulasi serta peta-peta tematik.
Substansi materi yang disajikan dalam Laporan Akhir, yaitu:
M. PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan kerja (KAK) ini dibuat untuk dipergunakan sebagai acuan
dalam pelaksanaan kegiatan Perencanaan Identifikasi Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Kabupaten Pangkep, Barru, Pare – Pare dan Kabupaten
Pinrang
SKPD DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN
BIDANG PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
PEJABAT PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN
REVITALISASI KAWASAN PERMUKIMAN
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan
Propinsi Sulawesi Selatan
Tahun Anggaran 2017
KERANGKA ACUAN KERJA
IDENTIFIKASI REVITALISASI KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH
KABUPATEN PANGKEP, BARRU, PARE – PARE DAN KABUPATEN PINRANG