KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayahnya penyusunan
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah diselesaikan sesuai jadawal pelaksanaan kegiatan.
Dokumen ini memuat enam bab yang diuraikan sebagai berikut.
Bab 1 menjelaskan mengenai: (i) latar belakang; (ii) tujuan dan sasaran kegiatan; (iii)
dasar hukum;
Bab 2 menjelaskan tentang gambaran umum wilayah kajian dengan memuat (i)
Kondisi Geografi dan Administras (ii) Kondisi Fisik dan Lingkungan (iii) Potensi
Sumberdaya alam
Bab 5 menyajikan Strategi dan Kebijakan dengan memuat (i) Strategi Pengembagan
Kawasan Pangan Nusantara; (ii) Kebijakan Pengembangan Kawasan Pangan
Nusantara.
Bab 6 Penutup
TIM PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jarak Ibukota Kecamatan dengan Desa-Desa di Kecamatan Dampelas. ..... 11
Tabel 2.2 Jenis tanah Kawasan pangan nusantara....................................................... 17
Tabel 4.1. Distribusi Pola Ruang Subsistem Usaha Tani(on-farm) ...............................29
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 6
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
selama empat jam perjalanan atau sekitar 121 Km. Daerah inilah yang kemudian oleh
Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah direncanakan menjadi pusat pengembangan
Kawasan pangan nusantara berdasarkan studi-studi kelayakanan penentuan
pengembangan Kawasan.
BAB 2
GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN
1 2 3 4
Sabang 1 Kambayang 13 Mobil
2 Budi Mukti 19 Mobil
3 Talaga 2 Mobil
4 Sabang 0 Mobil
5 Sioyong 5 Mobil
6 Karya Mukti 11 Mobil
7 Panii 8 Mobil
8 Ponggerang 10 Mobil
9 Malonas 13 Mobil
10 Rerang 18 Mobil
11 Lembah Mukti 30 Mobil
12 Parisan Agung 13 Mobil
13 Long 21 Mobil
Sumber : Kecamatan Dampelas dalam Angka, 2021.
a. Hidrologi
b. Klimatologi
Gambar 2.4 Peta Curah Hujan Rencana Lokasi Pengembangan Kawasan Pangan
Nusantara
Sumber: Data diolah tim Ahli, 2022
Tutupan lahan adalah permukaan fisik suatu lahan (Pauleit et al., 2005),
sedangkan penggunaan lahan adalah ekspresi dari interaksi antara lingkungan
dengan aktivitas manusia yang mencoba untuk membuat lingkungannya sesuai
dengan kehidupan dan kebutuhannya (Antrop, 1998; Geist dan Lambin, 2002).
Penggunaan lahan merupakan penyebab penting dari perubahan lingkungan dunia
(Nagendra et al., 2004; Ramankutty et al., 2006). Perubahan tutupan dan
penggunaan lahan yang diagregasi secara global menunjukkan bahwa perubahan-
perubahan tersebut secara signifikan memengaruhi aspek-aspek utama dari sistem
fungsional di bumi (Lambin et al., 2001). Villamor (2015) menyatakan bahwa
perubahan tutupan lahan dapat diinterpretasikan sebagai kerusakan, degradasi, atau
sebuah peningkatan, tergantung dari sudut pandang manusia yang memperoleh
atau kehilangan dari proses transisi tersebut.
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 15
Mmmmmmmmmmm
Data statistik yang disajikan pada Gambar 2.7. Menunjukkan produksi kepala
mencapai 3.269 ton/tahun, kopi 35 ton/tahun, sawit 2.555 ton/tahun, cabai rawit 160
ton/tahun dan tomat 410 ton/tahun. Data ini menunjukkan tanaman perkebunan
masih menjadi komoditas unggulan masayarakat dibandingkan tanaman pertanian.
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 18
Sapi 40.486
Kerbau 8
Kuda 15
Babi 8.549
Kambing 43.777
Domba 39
Budidaya 227
BAB 3
METODOLOGI
1. Data geografis
2. Data demografi
5. Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sulawesi Tengah tahun
2019-2039
penentuan bobot dan ranking masing-masing faktor penentu dan penetapan skor
masing-masing faktor penentu. Faktor internal mencakup strenghts (kekuatan) dan
weakness (kelemahan), sedangkan faktor eksternal mencakup opportunities
(peluang) dan threats (ancaman).
Kekuatan (Strength=S)
Kelemahan (Weakness=W)
Peluang (Opportunity=O)
Ancaman (Threats=T)
BAB 4
ANALISIS PERENCANAAN
Food Estate merupakan istilah popular dari kegiatan usaha budidaya tanaman
skala luas (>25 Ha yang dilakukan dengan Konsep pertanian sebagai sistem industrial
yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), modal, serta orhanisasi dan
manajemen modern.
Konsep dasar food estate diletakkan atas dasar keterpaduan sector dan
subsector dalam suatu sistem agribisnis dengan memanfaatkan sumberdaya secara
optimal dan lestari, dikelola secara professional, didukung oleh sumberdaya manusia
berkualitas, teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan dan kelembagaan
yang kokoh. Food estate diarahkan kepada sistem agribisnis yang berakar kuat di
pedesaan berbasis pemberdayaan masyarakat adat/lokal yang merupakan landasan
dalam pengembangan wilayah.
Kawasan Pangan Nusantara atau food estate dapat diartikan sebagai sistem
fungsional pengembangan kawasan ketahanan pangan yang tidak dapat terlepas
dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat
kegiatan pada tingkat provinsi (RTRW Provinsi) dan kabupaten (RTRW
kabupaten/kota). Konsep yang disusun harus menyesuaikan dengan program
pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional serta internasional
melalui peningkatan produksi pertanian pangan dari industri pertanian pangan yang
berkelanjutan. Pengembangan kawasan ketahanan pangan
dapat mendukung terjadinya sistem wilayah yang terintegrasi dan keterkaitan antar
wilayah dalam bentuk pergerakan barang,
uang, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang
memadai, keterkaitan antar kawasan ketahanan
pangan dan pasar dapat dilaksanaan, untuk itu dukungan infrastruktur jalan dalam
melayani transportasi internal dan eksternal
kawasan ketahanan pangan sangatlah penting. Konsep jaringan infrastruktur jalan
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 25
dan topografi, serta kondisi alam sekitar kawasan. Desain jaringan jalan yang akan
dibuat harus sesuai dengan pengggunaan lahan dan
mencerminkan visi kawasan ketahanan pangan nusantara. Konsep sistem kawasan
food estate terdiri atas kawasan lahan pertanian (hinterland), kawasan pengolahan
dan industri, kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum, keterkaitan antara
kawasan pangan dengan kawasan lainnya. Penetapan zona atau kawasan dalam
naskah ilmiah ini mengacu pada pedoman pengelolaan ruang kawasan sentra
produksi pangan nasional dan daerah. Pembagian sistem kawasan (zona aktivitas)
dilakukan menurut aktivitas dalam kawasan ketahanan pangan dengan
memperhatikan aspek struktur dan pola ruang kawasan yang dapat memberikan
efisiensi untuk aksesibilitas dan mobilitas, seperti diperlihatkan dalam Gambar
berikut.
(penyediaan sarana pertanian) dan industri hilir (processing dan pemasaran), dan
jasa-jasapendukungnya. Untuk mendukung pengembangan tersebut diperlukan
penyediaan prasarana dan sarana agar semua subsistem di atas semua terhubung.
Komoditas yang akan dikembangkan hendaknya yang bersifat export base bukan row
base, agar terjadi sinergi daya pengembangan tenaga kerja. Konsep pengembangan
kawasan ketahanan pangan diarahkan pada consumer oriented melalui sistem
keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkage).
Kawasan Hutan dan KHKP sesuai Pasal 3 ayat 2 jelas hanya dapat diajukan
permohonannya oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri, Kepala Lembaga, Gubernur,
Bupati/Wali Kota atau Kepala Badan Otorita yang ditugaskan khusus oleh
Pemerintah. Tidak dimaksudkan untuk swasta. Peruntukan Kawasan Hutan untuk
pembangunan Food Estate dilakukan pada Kawasan Hutan Produksi yang dapat
Dikonversi (HPK) (Pasal 6 Ayat 1), dengan syarat harus melewati kajian
Tim Terpadu, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), menyelesaikan UKL UPL
dalam rangka perlindungan lingkungan. Ditegaskannya bahwa tidak dapat
melakukan kegiatan di lapangan sebelum menyelesaikan Komitmen UKLUPL. Selain
itu, juga perlu mengamankan Kawasan HPK yang dilepaskan. Dalam hal untuk
kepentingan reforma agraria, selanjutnya areal yang telah siap untuk areal tanaman
pangan dapat dilakukan redistribusi tanah kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuaan peraturan perundang-undangan. khusus diperuntukkan untuk
kepentingan ketahanan pangan. Penetapan KHKP dapat dilakukan pada kawasan
Hutan Lindung dan/atau Hutan Produksi. Areal KHKP tidak akan dilepaskan atau
tetap menjadi kawasan hutan. Kawasan Hutan Lindung (HL) yang akan digunakan
untuk pembangunan Food Estate adalah kawasan HL yang sudah
tidak sepenuhnya berfungsi lindung, yaitu kawasan HL yang
terbuka/terdegradasi/sudah tidak ada tegakan hutan. Kawasan HL yang sudah tidak
sepenuhnya berfungsi lindung tersebut, dengan kegiatan Food Estate juga sekaligus
merupakan kegiatan pemulihan (rehabilitasi) kawasan hutan lindung dengan pola
kombinasi tanaman hutan (tanaman berkayu) dengan tanaman pangan yang dikenal
sebagai tanam wana tani (agroforestry), kombinasi tanaman hutan dengan
hewan ternak yang dikenal sebagai wana ternak (sylvopasture), dan kombinasi
tanaman hutan dengan perikanan yang dikenal sebagai wana mina (sylvofishery).
Tanaman hutan pada kombinasi-kombinasi tersebut di atas akan memperbaiki fungsi
hutan lindung. Secara profesional dan dalam perspektif pembangunan daerah,
sebenarnya Pembangunan Food Estate semestinya dilihat sebagai wilayah
perencanaan untuk land use (tata guna lahan). Di dalam perencanaan land use secara
teknis dikenal compound land utilization type (pengelolaan secara multiguna) dalam
suatu wilayah, sehingga bukan hanya monokultur, namun juga polikultur. Oleh
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 31
karena itu, pembangunan Food Estate dilakukan secara terintegrasi yang mencakup
tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perternakan dan perikanan termasuk
kawasan lindung dalam bentuk mozaik.
a) Kawasan Cabai
Cabai (Capsicum Annum var L) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang cukup penting karena selain memiliki nilai ekonomis tinggi juga turut
berkontribusi secara signifikan terhadap inflasi, terutama pada saat harga cabai
melambung. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran disebabkan oleh faktor –
faktor yang mempengaruhi sisi penawaran dan proses penyediaan (produksi dan
distribusi) cabai merah yang belum sepenuhnya dikuasai para petani. Kebutuhan
cabai merah setiap tahunnya mengalami kecenderungan peningkatan permintaan
untuk kebutuhan seharihari. Keunggulan tanaman cabai selain karena digunakan
untuk bumbu masak juga sebagai bahan baku industri dan memiliki peluang eksport.
Untuk memenuhi kebutuhan cabai merah diperlukan upaya peningkatan produksi
yang mengacu pada peningkatan efisiensi baik ekonomi, mutu maupun produktivitas
melalui penerapan teknologi budidaya mulai dari penentuan lokasi, penanganan
benih, penanaman, pemeliharaan, hingga penanganan panen yang tepat yang
mengacu pada cara budidaya sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
b) Kawasan Tomat
Tomat merupakan tanaman yang bisa tumbuh di segala tempat. Tanaman
tomat dapat tumbuh baik di dataran tinggi (lebih dari 700 mdpl), dataran medium
(200-700 mdpl), dan dataran rendah (kurang dari 200 mdpl).Untuk pertumbuhan
yang baik, tomat membutuhkan tanah yang gembur, kadar keasaman pH antara lain
5-6, tanah sedikit mengandung pasir, dan banyak mengandung humus, serta
pengairan yang teratur dan cukup.Pada temperatur tinggi (di atas 32 derajat celcius)
warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur tidak tetap warna
buah cenderung tidak merata. Temperatur ideal dan berpengaruh baik terhadap
warna buah tomat adalah antara 24 - 28 derajat celcius yang umumnya merah
merata.Keadaan temperatur dan kelembaban yang tinggi, berpengaruh kurang baik
terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas buah tomat. Kelembaban yang relatip
diperlukan untuk tanaman tomat adalah 80%.
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 34
Tomat dapat dipanen pertama kali setelah berumur 90 hari sejak pindah
tanam. Selanjutnya, panen bisa dilakukan setiap 3-5 hari sekali hingga buah habis.
Tomat yang akan dipasarkan dalam jarak jauh sebaiknya dipanen pada tingkat
keemasan 75% yaitu ketika tomat masih hijau atau kira-kira 5 hari lagi menjadi merah,
sedangkan untuk jarak dekat tingkat kemasakan 90% yakni ketika tomat berwarna
kuning kemerah-merahan.
c) Kawasan Kedelai
Kedelai dapat diolah menjadi berbagai produk, baik produk pangan, obatobatan,
industri maupun pakan (Gambar ).
Produk olahan kedelai yang populer di masyarakat dewasa ini adalah produk
fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, dan produk nonfermentasi seperti tahu,
susu, dan daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah
natto (di Jepang), dan produk nonfermentasi lainnya seperti keju kedelai, yuba dan
lain-lain. Produk lainnya dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan
bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah lagi untuk produk pangan dan produk
industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah
minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine, dan mayonaise. Isolat
protein dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan,
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 36
antara lain roti-rotian, es krim, yoghurt, makanan bayi (infant formula), kembang gula
dan lain-lain. Bungkil kedelai yang mengandung protein tinggi adalah bahan baku
penting rangsum ternak (pakan). Saat ini, kedelai lebih banyak
digunakan untuk tahu dan tempe (Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis
Kedelai, 2005).
d) Kawasan Jagung
BAB 5
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB 6
PENUTUP
Tim Penyusun
Penyusunan Master Plan Kawasan Pangan Nusantara di Kabupaten Donggala 41
DAFTAR PUSTAKA
Antrop M. 1998. Landscape change: Plan or chaos ?. Landscape and Urban Planning.
41: 155-161.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Kecamatan Dampelas dalam Angka 2020.
Geist HJ, Lambin EF. 2002. Proximate causes and underlying driving forces of tropical
deforestation. Bioscience. 52(2): 143-150.
Lambin EF, Turner BL, Geist HJ, Agbola SB, Angelsen A, Folke C, Bruce JW, Coomes
OT, Dirzo R, George PS et al. 2001. The causes of land-use and land-cover
change: moving beyond the myths. Glob Environ Chang. 11: 261-269.
Ramankutty N, Graumlich L, Achard F, Alves D, Chhabra A, DeFries RS, Foley JA, Geist
H, Houghton RA, Goldewijk KK et al. 2006. Global land-cover change: Recent
progress, remaining challenges. Di dalam: Lambin EF, Geist H, editor. Land-Use
and Land-Cover Change: Local Processes and Global Impacts. Berlin (DE):
Springer Berlin Heidelberg.
Villamor GB. 2015. Land use change and shifts in gender roles in central Sumatra,
Indonesia. Int For Rev. 17(1): 61-75.