Anda di halaman 1dari 9

THE NEW NORMAL, THE NEW E-COMMERCE

Bisnis digital atau yang sering dikenal dengan e-commerce merupakan kegiatan pembelian dan
penjualan barang atau jasa melalui sistem elektronik seperti internet, televisi serta jaringan
komputer lainnya yang melibatkan proses pembayaran elektronik, proses transfer data elektronik,
proses manajemen persediaan otomatis dan proses pengumpulan data otomatis. Saat ini ada begitu
banyak e-commerce yang popular di Indonesia seperti tokopedia, gojek, traveloka, bhinneka, dan
lainnya dimana memiliki karakter serta sistem bisnis masing-masing.

a. Industri E-Commerce Sebelum Pandemic Covid-19

Indonesia dengan bonus demografi yang tinggi membuat pemanfaatan teknologi informasi juga
semakin tinggi sehingga tidak mengherankan dengan begitu cepat perkembangan e-commerce.
Industri ini telah dimulai sejak 2010 di Indonesia dan terus menerus meningkat persentasenya
setiap tahun. Namun berdasarkan data badan pusat statistik menunjukkan bahwa hingga 2018
hanya 15,08 persen yang menggunakan e-commerce dengan total transaksi 24,82 juta dan
pendapatan hingga 17,21 triliun rupiah.

15,08

84,92

e commerce Non e commerce

Gambar 1. Persentase E-Commerce dan Non E-Commerce (sumber : data BPS 2018, diolah)

Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa masyarakat Indonesia masih sangat nyaman
melakukan transaksi secara langsung atau offline yaitu sekitar 84,92%. Hal Ini terjadi karena
berbagai alasan seperti kekhawatiran atas keamanan transaksi online, lebih nyaman melihat
produk secara langsung ketika berbelanja dan infrastruktur tekhnologi yang memang belum
mendukung untuk kegiatan transaksi online serta edukasi tentang keunggulan belanja online
masih belum efektif. Nilai pengguna transaksi e-commerce sebesar 15,08% tergolong cukup
rendah bagi Indonesia. Namun, berdasarkan perkembangan jumlah penggunanya mengalami
peningkatan sejak pertama kali di perkenalkan, yang merupakan efek positif dari terjadinya era
bonus demografi di indonesia.

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 1


45,3

28,06
25,11

1,53

<2010 2010-2016 2017-2018 2019

Gambar 2. Persentase Pengguna E-Commerce (sumber : data BPS 2018, diolah)

Berdasarkan gambar 2 di atas, hingga akhir tahun 2019, telah terjadi peningkatan penduduk
indonesia menggunakan e-commerce sebesar 17% dengan jumlah transaksi mencapai 26,2 juta
dan pendapatan 25,67 triliun rupiah. Industri yang memakai layanan e-commerce ini begitu
beragam, diantaranya industri keuangan (fintech), industri otomotif, industri elektronik, industri
pangan dan sandang, industri transportasi dan logistik, kesehatan, dan banyak lainnya. Berikut
diagram jumlah pengguna e-commerce dari berbagai jenis industri di Indonesia.

9% Aktivitas Keuangan dan Asuransi


(Fintech)
11%
34% Industri Otomotif, Elektronik, dan
Fashion
Kebutuhan Esensial (Kebutuhan
sehari-hari)
20% Jasa Transportasi dan Gudang

Jasa Lainnya
26%

Gambar 3. Persentase Industri Pengguna E-Commerce (sumber : data BPS 2019, diolah)

Hingga akhir 2019, hampir seluruh transaksi keuangan di Indonesia telah memanfaatkan
layanan digital seperti mobil banking, dana digital, e-wallet, dan sejenisnya sehingga dapat
dikatakan aktifitas ini yang paling mendominasi penggunaan e-commerce. Posisi selanjutnya
ditempati oleh industri otomotif, elektronik dan fashion sebesar 26%, dimana hal ini sejalan
dengan tingkat komsumtif masyarakat terhadap produk tersebut. Untuk industri kebutuhan
esensial menempati urutan ketiga sebesar 20%, dimana dapat mengindikasikan bahwa untuk
pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat masih cenderung tidak menggunakan e-commerce,
jika di bandingkan industri otomotif, elektronik dan fashion. Sedangkan 9% sisanya tergolong ke
dalam jenis industri lainnya seperti kesehatan, telekomunikasi, logistik, pendidikan, konstruksi,
dan lain – lain.

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 2


b. Industri E-Commerce Ketika Masa Pandemic Covid-19

Pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona atau disebut juga SARS Cov-2 ini pertama
kali dideteksi di Kota Wuhan, Tiongkok pada bulan Desember 2019. Organisasi kesehatan dunia
atau WHO pun menetapkan ini sebagai pandemic dunia pada awal Maret 2020 dengan tercatat
telah lebih 620 ribu kasus dari 190 Negara dengan penularan yang sangat cepat terutama
melalui kontak fisik. Adanya pandemi ini tidak hanya menghancurkan sektor kesehatan namun
juga secara tidak langsung menurunkan industri-industri lainnya hingga ekonomi dunia.
Sedangkan di Indonesia, pertama kali kasus tersebut menyebar adalah pada 2 Maret 2020,
dimana dua orang WNI yang sempat melakukan kontak dengan WN Jepang menjadi korban
positif atas pandemic ini.

Sejalan dengan hal tersebut, awal maret 2020, Indeks Saham Harga Gabungan (IHSG) Bursa Efek
Indonesia bereaksi melemah 91,46 poin atau 1,68% ke posisi 5.361,25. Seiring bertambanhya
kasus positif dan wilayah sebaran Covid-19, mengakibatkan sektor ekonomi Indonesia pun
secara otomatis menurun hingga berada pada posisi terburuk sepanjang sejarah perekonomian
Indonesia. Berikut ini dapat dilihat grafik penyebaran kasus Covid-19 selama sebelum dan
sesudah adanya kebijakan dari Pemerintah Indonesia.

3.500 400

3.000 350
300
2.500
250
2.000
200
1.500
150
1.000
100
500 50
- -
02/03/2020 12/03/2020 22/03/2020 01/04/2020

Gambar 4. Jumlah Kasus Covid-19 dan Kumulatif Kasus di Indonesia sebelum PSBB
(sumber : covid.go.id, diolah)

30.000 1.200

25.000 1.000

20.000 800

15.000 600

10.000 400

5.000 200

- -
10/04/2020 25/04/2020 10/05/2020 25/05/2020

Gambar 5. Jumlah Kasus Covid-19 dan Kumulatif Kasus di Indonesia saat PSBB
(sumber : covid.go.id, diolah)
(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 3
Dari gambar 4 tersebut, terlihat perkembangan pandemic di Indonesia begitu pesat dari hari ke
hari. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
dengan tujuan menekan angka pertumbuhan korban pandemic ini. PSBB menghadirkan
sejumlah protokol dalam berkehidupan bermasyarakat, seperti sekolah yang di liburkan,
bekerja dari rumah (work from home/WFH), pembatasan berpergian dalam atau antar kota dan
hal lainnya yang berujung kepada pembatasan interaksi secara fisik sehingga di harapkan mata
rantai penyebaran pandemic ini bisa berhenti atau di kendalikan. Hasil penerapan PSBB sampai
dengan 25 Mei 2020 masih belum terlalu efektif yang terlihat dari masih adanya kenaikan
pertumbuhan korban pandemic ini, meskipun cenderung mengalami perlambatan seperti yang
terlihat pada gambar 5.

Di sisi lain, PSBB telah memberikan efek domino secara langsung kepada berbagai sektor
industri di Indonesia. Beberapa industri dengan dampak terparah di antaranya pariwisata,
perbankan, transportasi, pertambangan, konstruksi, otomotif, dan UMKM. Meskipun hampir
semua sektor dan industri terpukul akibat adanya pandemic Covid-19 ini, tidak demikian halnya
dengan industri e-commerce. Dengan adanya kebijakan PSBB selama pandemic Covid-19,
menyebabkan aktifitas masyarakat lebih banyak di dalam rumah sehingga meningkatkan
volume transaksi e-commerce terutama di beberapa sektor bisnis dari 5 sampai 10 kali lipat di
bandingkan sebelum PSBB. Selain itu, peningkatan jumlah konsumen baru yang menggunakan
e-commerce juga cukup signifikan yaitu mencapai 51%.

Rp36,00

Rp26,64

4,8
3,1

Penjualan (dalam triliun) Transaksi Harian (dalam Juta)

2019 2020

Gambar 6. Perbedaan Jumlah Penjualan dan Transaksi Harian E-Commerce 2019-2020


(sumber : katadata.id, diolah)

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 4


Peningkatan industri e-commerce sebelum dan selama berlangsungnya protokol pandemi
Covid-19 dapat terlihat pada gambar berikut ini :

46,36%

33,38%
28,71%
26,09%

20,18%

11,64% 11,32% 10,73%


9,04%

2,57%

Aktivitas Keuangan Industri Otomotif, Kebutuhan Esensial Jasa Transportasi Jasa Lainnya
dan Asuransi Elektronik, dan (Kebutuhan sehari- dan Gudang
(Fintech) Fashion hari)

Sebelum Pandemi Covid-19 Selama Pandemi Covid-19

Gambar 7. Persentase Naik Turun Industri Pengguna E-Commerce Sebelum dan Selama
Pandemi Covid-19 (sumber : katadata.id, diolah)

Dari gambar 7 tersebut di atas, kenaikan transaksi e-commerce terbesar selama masa pandemi
terjadi pada industri keuangan dan asuransi yaitu sebesar 46,36%. Keadaan ini masih sejalan
dengan situasi sebelum pandemi terjadi, karena industri keuangan dan asuransi sudah
mengedukasi nasabahnya untuk lebih banyak menggunakan transaksi digital. Kemudahan
tekhnologi keuangan digital yang di sediakan oleh industri keuangan dirasakan sangat positif
bagi nasabah yang di batasi aktivitasnya di luar rumah.

Selanjutnya untuk industri otomotif, elektronik dan fashion memang mengalami penurunan
transaksi sampai dengan 11,64%, karena masyarakat cenderung untuk memenuhi kebutuhan
pokok mereka dan menyimpan uang di bank. Hal ini terjadi karena masa berakhirnya pandemi
Covid 19 masih sangat tidak jelas sehingga sebahagian besar masyarakat menyusun ulang
prioritas hidup mereka. Penurunan ini juga sejalan dengan industri transportasi dan gudang
yang merupakan dampak dari pelaksanaan ketat PSBB sehingga masyarakat diharuskan
melakukan aktifitas lebih besar di dalam rumah.

Berikutnya pada industri kebutuhan sehari – hari juga tumbuh positif sebesar hingga 28,71%
karena sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk berbelanja dari rumah agar terhindar
dari penularan Covid-19. Keadaan ini juga berdampak sama untuk industri jasa lainnya, yang
memperlihatkan pertumbuhan positif meski tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan
industri keuangan dan asuransi serta industri kebutuhan sehari – hari.

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 5


c. Industri E-Commerce Setelah Pandemic Covid-19

Saat ini Indonesia telah mempersiapkan diri untuk berada pada posisi the new normal yaitu
kondisi pemberlakuan aturan dan protokol kesehatan terbaru agar masayarakat dapat
beraktifitas di luar rumah secara normal kembali. The new normal merupakan program dunia
internasional yang pelaksanaanya di serahkan kepada masing – masing negara apabila sudah
melewati puncak pandemi. Pelaksanaan the new normal di indonesia di harapkan akan
menekan laju pertumbuhan pandemi Covid-19, tetapi tanpa mengorbankan kebebasan
kehidupan bermasyarakat, seperti yang terlihat sebagai berikut:

Gambar 8. Grafik Era The New Normal

Dengan adanya kondisi kenormalan baru tersebut, maka banyak hal yang harus dipersiapkan
oleh Pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi kedepannya meskipun saat ini Indonesia
belum mencapai puncak krisis pandemic Covid-19 ini. Semua industri yang bergerak dalam
ruang lingkup perekonomian Indonesia mulai disusun kembali pada era new normal ini, begitu
pun dengan industri e-commerce. Seperti yang kita ketahui, selama masa pandemic covid-19,
industri ini yang mengalami kenaikan sangat signifikan bahkan hampir beberapa sektor yang
sebelumnya offline beralih menggunakan layanan e-commerce. Untuk itu, perlu dipersiapkan
proyeksi pertumbuhan laju industri e-commerce pada era new normal berikutnya.

56,00

47,00
43,50
42,00

35,20
30,60
26,90

18,80 19,70

11,90

Pendapatan (dalam US$ Miliar) Tingkat Pertumbuhan (dalam %)

2019 2020 2021 2022 2023

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 6


2019 2020 2021 2022 2023

Pendapatan (dalam US$ Miliar) Tingkat Pertumbuhan (dalam %)

Gambar 9. Proyeksi Pertumbuhan E-Commerce Indonesia 2019-2023


(sumber : statista 2019, diolah)

Data di atas menunjukkan ada dua pergerakan yang saling bertolak belakang dimana laju
pertumbuhan e-commerce yang menurun setiap tahunnya sedangkan keuntungan tetap
meningkat. Maka perlu dibahas terlebih dahulu penyebab turunnya pertumbuhan tersebut
yaitu dengan mulai meningkatnya para pelaku bisnis menggunakan social commerce. Adapun
perbedaannya dengan e-commerce terletak pada fasilitas platform yang digunakan dalam
proses transaksi produk ataupun jasa seperti facebook, instagram, Line, hingga whatsapp. Salah
satu keunggulan dari penggunaan social commerce antara lain adanyanya rasa kepercayaan
yang lebih tinggi karena biasanya merupakan rekomendasi dari orang terdekat.

Sedangkan beberapa penyebab e-commerce masih mengalami peningkatan keuntungan setiap


tahun yaitu sebagai berikut :

1. Adanya Orientasi Pelaku Mobile


Saat ini hampir 40% dari total populasi penduduk Indonesia (106 juta orang) memiliki
smartphone dimana untuk biaya paket data pun relative murah dibanding Negara Asia
Tenggara lainnya sehingga memudahkan pelaku menggunakan perangkat mobile.

2. Adanya Bonus Demografi


Lebih dari sepertiga populasi Indonesia memiliki usia produktif (16-45 tahun) sehingga
muncul kebiasaan menggunakan platform online dan transaksi digital dimana secara tidak
langsung memicu kenaikan laju e-commerce.

3. Adanya Pertumbuhan Investasi


Tercatat hingga Maret 2019, Indonesia memperoleh sekitar US$7,6 Miliyar dilakukan
investasi untuk perusahaan ekonomi digital di Asia Tenggara sehingga berdampak terhadap
pertumbuhan pendapatan e-commerce.

4. Adanya Dukungan Pemerintah


Pemerintah Indonesia meluncurkan berbagai program dalam penunjang ekonomi digital (e-
commerce) seperti pembangunan jaringan Palapa Ring, keterbukaan Pemerintah terhadap
investasi asing, terbitnya Perpres mengenai roadmap e-commerce hingga hadirnya IDX
Incubator dari Bursa Efek Indonesia.

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 7


Pada kondisi The New Normal diharapkan industri e-commerce juga mempersiapkan diri agar
tetap tumbuh secara positif, khususnya dalam pengendalian risiko usaha, seperti pejelasan
berikut:

1. Risiko Operasional (Operational Risk)

Risiko operasional pada industri e-commerce dibagi atas beberapa aspek sebagai berikut :

- Risiko Bisnis (Bussiness Risk)


Risiko ini terjadi akibat adanya perubahan terhadap pangsa pasar dan juga adanya
perubahan terhadap lingkungan ekonomi maupun politik sehingga mempengaruhi
kepuasan pelanggan, pengadaan barang, hingga pengembangan produk e-commerce.

- Risiko Kejahatan (Crime Risk)


Risiko ini terjadi akibat adanya kejahatan baik dari internal ataupun eksternal seperti
adanya pembajakan atau kebocoran database dari e-commerce sendiri. Oleh karena
itu diperlukan perlindungan dari Pemerintah yang ketat tentang aturan cybercrime
pada e-commerce sendiri.

- Risiko Bencana (Disaster Risk)


Risiko yang terjadi akibat adanya bencana baik alami seperti gema bumi, virus covid-
19, maupun akibat perbuatan manusia seperti adanya terorisme sehingga dapat
mengganggu jalannya industri di Indonesia termasuk e-commerce ini.

- Risiko Kerjasama (Partnering Risk)


Risiko ini timbul akibat adanya aliansi, afiliasi atau bentuk kerja sama lainnya dengan
pihak ketiga yang tidak efektif maupun tidak efisien sehingga mempengaruhi
kemampuan industri. Selain itu risiko ini juga terjadi akibat kesalahan dalam memilih
mitra kerja sama, kesalahan dalam eksekusi, serta mengambil keuntungan yang
berlebihan hingga membuat kehilangan mitra.

- Risiko SDM (HR Risk)


Risiko ini akibat kesalahan dalam perekrutan, mempertahankan hingga mengelola
sumber daya manusia. Selanjutnya dapat juga disebabkan tidak adanya komunikasi
yang baik, serta kemampuan pemimpin dalam memotivasi karyawan sehingga terjadi
kegagalan dalam memaksimalkan dan mempertahankan produktifitas e-commerce.

2. Risiko Reputasi (Reputation Risk)

Sebuah e-commerce merupakan industri jasa yang menjual layanan agar konsumen atau
mitra penggunanya tetap percaya, maka e-commerce harus menjaga reputasi tersebut.
Risiko ini akan muncul ketika adanya publikasi negative terhadap kegiatan bisnis e-
commerce dan pengendalian internal yang dilakukan.

3. Risiko Investasi (Investation Risk)

Risiko ini terjadi ketika terjadinya penurunan nilai investasi pada sebuah e-commerce
akibat munculnya media online lainnya seperti social commerce yang mulai diminati pelaku
bisnis di Indonesia.

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 8


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2019, 18 Desember). Statistik E-Commerce 2019 – Badan Pusat Statistik.
Diakses pada 29 Mei 2020, dari https://www.bps.go.id/publication/2019/12/18/fd1e96b05-
342e479a83917c6/statistik-e-commerce-2019.html.

Covid19. (2020, 30 Mei). KawalCOVID19 : Informasi Terkini COVID-19 di Indonesia. Diakses pada 30
Mei 2020, dari https://covid19.go.id/

Islami, Wahyu Sri Rezeki. 2019. Manajemen Risiko Terhadap Transaksi E-Commerce dengan Sistem
Dropshipping By Reseller pada Cinkariak Store di Kelurahan Air Putih Kecamatan Tampan
Kota Pekanbaru Menurut Ekonomi Syariah. Pekanbaru : UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Katadata. (2020, 20 Mei). E-commerce Tumbuh di Tengah Pandemi Covid-19 – Katadata. Diakses
pada 29 Mei 2020, dari https://katadata.co.id/infografik/2020/05/20/e-commerce-tumbuh-
di-tengah-pandemi-covid-19.

Katadata. (2020, 18 Mei). Plus-Minus Covid-19 terhadap Bisnis Digital – Katadata. Diakses pada 29
Mei 2020, dari https://katadata.co.id/infografik/2020/05/18/plus-minus-covid-19-terhadap-
bisnis-digital.

Katadata. (2020, 18 April). Wabah PHK Akibat Covid-19 – Indografik Katadata.co.id. Diakses pada 30
Mei 2020, dari https://katadata.co.id/infografik/2020/05/20/e-commerce-tumbuh-di-
tengah-pandemi-covid-19.

Kurniandy, Wanda. 2016. Analisis Manajemen Risiko Sistem Pembayaran Transaksi Online pada Toko
Online Mataharimall.com. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Meliala, Deandra Angelita. 2019. Analisis Manajemen Risiko Operasional dalam E-Commerce (Studi
pada UMKM Fashion). Jakarta : Universitas Pendidikan Indonesia.

Statista. (2020, Mei). E-commerce – Indonesia – Statista Market Forecast. Diakses pada 31 Mei 2020,
dari https://katadata.co.id/infografik/2020/05/20/e-commerce-tumbuh-di-tengah-pandemi-
covid-19.

(1920520254) | NURUL AFIFAH USMAN 9

Anda mungkin juga menyukai