Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan
(Arikunto 2010:1). Menurut Husni (2010:971) Evaluasi adalah suatu proses
untuk menyediakan informasi mengenai hasil penelitian atas pemasalahan
yang ditemukan (Yeni Aulia Febriani, Jamaludin, 2020). Stufflebeam &
Shinkfield (Mardapi, 2012:33-34) mengatakan “Evaluation is the process to
delineating, obtaining, and providing usefull informat for decision making”.
Stufflebeam memandang evaluasi sebagai suatu proses untuk
mengidentifikasi dan mengungkapkan permasalahan yang terjadi terkait
dengan program dalam suatu organisasi, mencari dan menganalisis data, dan
menyajikan informasi untuk pembuatan keputusan (Efendi Arif, 2018).
Evaluasi kebijakan bukanlah aktivitas yang hanya terjadi saat kebijakan
berakhir, melainkan itu bisa dilakukan di awal kebijakan. Jadi saat kebijakan
itu akan dirumuskan hingga kebijakan itu sedang dijalankan dan setelah
dijalankan maka evaluasi kebijakan sudah dilakukan dan menjadi proses yang
berlanjut. Evaluasi kebijakan sangat penting dilakukan terkait dengan waktu
terbatas dan sumber daya terbatas (Anugerah Yuka Asmara, Irwantoro,
Mochammad Rozikin, 2021).
Evaluasi program adalah “suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan”. Hal ini menunjukkan
bahwa evaluasi program dilakukan sebagai upaya untuk mengumpulkan,
menyusun, mengolah dan menganalisis fakta, data dan informasi yang
merupakan bagian terpenting dalam setiap kegiatan ataupun program,
sehingga tidak ada satu kegiatan pun yang dapat terlaksana dengan baik tanpa
evaluasi (Zahara, 2019).
Secara umum evaluasi program merupakan suatu proses identifikasi
untuk mengukur atau menilai apakah suatu kegiatan atau program yang

1
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai.
Berdasarkan pengertian evaluasi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
evaluasi program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan suatu program dengan cara
mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menganalisis fakta, data dan
informasi mengenai suatu program tersebut, evaluasi dapat dilakukan di awal,
sedang maupun setelah program diimplementasikan. Hal tersebut bertujuan
untuk meningkatkan kondisi sosial.
Dunia pada saat ini disibukkan dengan perjuangan mengentaskan
permasalahan yang sifatnya global yaitu adanya virus yang menular dengan
sangat cepat biasa disebut Coronavirus Desease 2019 yang menyerang sendi
pernapasan manusia. Keberadaan virus covid 19 ini memberikan dampak
negatif yang begitu besar bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat pada saat ini (Jatmiko et al., 2021). Indonesia dikenal sebagai
negara yang memiliki penduduk terbesar ke empat di dunia. Namun, dengan
jumlah populasi yang sangat besar membuat negara Indonesia memiliki
banyak sekali persoalan-persoalan rumit yang terjadi dalam masyarakat.
Salah satu persoalan yang masih menjadi tugas pemerintah adalah masalah
kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan. Kemiskinan merupakan masalah
yang menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Herliani, 2022).
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global. Artinya
kemiskinan merupakan masalah yang harus dihadapi dan menjadi perhatian
banyak orang di dunia. Masalah kemiskinan yang ada di Indonesia
merupakan masalah sosial yang senantiasa dikaji secara terus menerus
(Syahriani, 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah kemiskinan
bukanlah suatu permasalahan yang mudah namun dapat dikategorisasikan ke
dalam suatu permasalahan yang sulit untuk diatasi. Pemerintah Indonesia
sebenarnya sudah banyak mengeluarkan kebijakan terkait dengan masalah
kemiskinan, namun sampai sekarang masalah kemiskinan masih banyak

2
dijumpai di berbagai daerah. Kebijakan yang ada belum sepenuhnya berjalan
secara optimal.
Berikut disajikan tabel jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak
tahun 2018 – 2020.

Tabel 1.1 Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2018 - 2020

Bulan dan Tahun Jumlah Penduduk Miskin % Jumlah Penduduk


(juta jiwa)
Maret 25,95 9,82
2018
Maret 25,14 9,41
2019
Maret 26,42 9,78
2020
Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2019

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada


Maret 2018 sebesar 25,95 juta jiwa atau 9,82 persen. Sedangkan pada Maret
2019 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yaitu menjadi sebesar
25,14 juta jiwa atau 9,41 persen. Dan pada Maret 2020 jumlah penduduk
miskin di Indonesia mengalami kenaikan yaitu menjadi sebesar 26,42 juta
jiwa atau 9,78 persen (Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, 2019).
Kemiskinan juga terjadi di provinsi Jawa Tengah, tepatnya di
Kabupaten Banyumas yang mendapat julukan sebagai Kota Satria , dijuluki
sebagai kota Satria karena kota ini memiliki banyak pahlawan nasional.
Untuk lebih jelasnya berikut disajikan tabel mengenai keadaan kemiskinan di
Kabupaten Banyumas sejak tahun 2018 – 2020, berdasarkan garis kemiskinan,
jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin.

3
Tabel 1.2 Garis kemiskinan, jumlah, dan persentase penduduk miskin di
Kabupaten Banyumas tahun 2018 – 2020
Garis Kemiskinan Jumlah Penduduk Persentase Penduduk
Tahun (rupiah/kapita/bulan) Miskin (ribu) Miskin
2018 366 442 226,20 13,50
2019 385 140 211,60 12,53
2020 406 250 225,80 13,26
Sumber: Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2021

Berdasarkan data tabel di atas menunjukan bahwa, kemiskinan yang


terjadi di Kabupaten Banyumas pada tahun 2018 yaitu sebesar 226,20 ribu
atau 13,50 persen. Dan pada tahun 2019 mengalami penurunan sehingga
jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 211,60 ribu atau 12,53 persen.
Akan tetapi pada tahun 2020 mengalami kenaikan yang cukup signifikan
yaitu dengan jumlah penduduk miskin sebesar 225,80 ribu atau 13,26 persen
(Banyumas, 2021).
Jumlah kemiskinan pada tahun 2020 di Kabupaten Banyumas
termasuk dalam peringkat kedua jumlah kemiskinan terbanyak setelah
Kabupaten Brebes. Kenaikan jumlah kemiskinan di Kabupaten Banyumas
pada tahun 2020 diantara lain disebabkan oleh faktor adanya pandemi Covid-
19 di mana banyak warga masyarakat di Kabupaten Banyumas yang terkena
PHK dikarenakan perusahaan yang menjadi tempat bekerja tidak dapat
beroperasi secara maksimal bahkan ada yang menutup perusahaannya untuk
sementara waktu. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Banyumas pada
tahun 2020 adalah sebesar 225,80 (ribu) atau sekitar 13,26 %. Sedangkan
Kabupaten Brebes adalah sebesar 308,78 (ribu) atau sekitar 17,03% (Nuri
Taufiq, Andhika Arie Prasetya, 2020).
Dalam mengatasi masalah kemiskinan pemerintah telah melakukan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat supaya dapat menjalankan fungsi sosialnya. Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial menurut UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan,

4
keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga
swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan
sosial, maupun lembaga kesejahteraan asing demi terselenggaranya
kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Beberapa
program penanggulangan kemiskinan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial atau masyarakat yang telah dilakukan oleh pemerintah
antara lain: BOS (Bantuan Operasional Sekolah), RASKIN (Beras Miskin),
BLT (Bantuan Langsung Tunai), Penyediaan Beasiswa bagi siswa miskin dan
berprestasi jenjang SD-Perguruan Tinggi, Program Keluarga Harapan (PKH)
dan program lainnya.
Fakta permasalahan yang berkaitan dengan Kesejahteraan Sosial
cenderung meningkat, dibuktikan dengan masih banyaknya warga Negara
yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya karena kondisinya yang
mengalami hambatan fungsi sosial, akibatnya mereka mengalami kesulitan
dalam mengakses sistem pelayanan sosial dan tidak dapat menikmati
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, 2011). Fokus penelitian ini terletak pada Output dan Outcome
dari Program Keluarga Harapan (PKH) serta efektivitas proses pelaksanaan
program PKH, dimana program ini menjadi salah satu program pengentasan
kemiskinan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia mulai tahun 2007
melalui Kementerian Sosial. Dasar hukum tentang Program Keluarga
Harapan (PKH) adalah Peraturan Menteri Sosial No. 1 Tahun 2018 tentang
Program Keluarga Harapan (PKH), dimana peraturan ini ditetapkan untuk
meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin dan rentan melalui peningkatan
aksesibilitas terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial
yang terencana, terarah, dan berkelanjutan. Secara khusus, tujuan Program
Keluarga Harapan (PKH) berfokus pada dua komponen yang berkaitan
dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia pada bidang kesehatan dan
pendidikan.
Keluarga penerima bantuan sosial PKH adalah keluarga miskin sesuai
dengan kriteria PKH yang termasuk ke dalam komponen kesehatan,

5
pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Di mana komponen kesehatan meliputi
ibu hamil dan balita, sedangkan komponen pendidikan meliputi anak sekolah
yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun, dan komponen
kesejahteraan sosial meliputi lansia dan penyandang disabilitas. Keluarga
penerima bantuan sosial PKH ini juga memiliki Kartu Keluarga Sejahtera
(KKS) sebagai bukti kartu peserta PKH. Adanya Program Keluarga Harapan
(PKH) bertujuan untuk menurunkan angka kemiskinan serta memperbaiki
pemikiran masyarakat agar lebih mandiri. Akan tetapi, bantuan tersebut masih
sering disalahgunakan oleh masyarakat sehingga bantuan tersebut bukan
hanya digunakan untuk kebutuhan anak mereka saja, melainkan kebutuhan
keluarga itu sendiri sehingga bantuan tersebut tidak bisa dirasakan anak-anak
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi. Fenomena yang sering
terjadi di masyarakat saat ini dengan menerima bantuan tersebut bukan lah
membuat mereka memberikan pendidikan yang layak untuk anak mereka
melainkan mereka mengambil bantuan tersebut untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari mereka seperti memenuhi kebutuhan hidup pada sandang dan
pangan mereka, hal ini dapat mempengaruhi pola pikir hidup masyarakat
sehingga akan tetap terus menerus bergantung dari bantuan sosial PKH ini
dan akan terus menggunakan bantuan tersebut bukan sesuai kepentingan
program (Muhammad Taufiq Razali, 2018).
Program Keluarga Harapan (PKH) di Indonesia telah dilaksanakan
sejak tahun 2007 namun, di Kabupaten Banyumas baru dapat dilaksanakan
pada tahun 2013. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penerima PKH di
Kabupaten Banyumas dari tahun 2018 - 2021 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:

Tabel 1.3 Jumlah penerima PKH di Kabupaten Banyumas tahun 2018 - 2021
Tahun 2018 2019 2020 2021

Jumlah 75.359 94.368 92.590 110.296

Sumber: UPPKH Kabupaten Banyumas Tahun 2021

6
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penerima PKH di Kabupaten
Banyumas pada tahun 2018 sebesar 75.359 kemudian pada tahun 2019
mengalami kenaikan menjadi sebesar 94.368 sedangkan pada tahun 2020
mengalami penurunan jumlah penerima sehingga menjadi sebesar 92.590
akan tetapi pada tahun 2021 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu
menjadi sebesar 110.296. Dalam pelaksanaannya, program PKH telah
mencakup 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas termasuk Kecamatan
Cilongok di dalamnya. Kecamatan Cilongok juga termasuk kecamatan yang
mempunyai jumlah desa terbanyak dari seluruh kecamatan yang ada di
Kabupaten Banyumas yaitu 20 desa/kelurahan. Sedangkan untuk kecamatan
lainnya antara lain Kecamatan Ajibarang ada 15 desa/kelurahan, Kecamatan
Sokaraja ada 18 desa/kelurahan, Kecamatan Sumbang ada 19 desa/kecamatan,
Kecamatan Pekuncen dan Kembaran ada 16 desa/kelurahan. Kecamatan
Cilongok menjadi penerima Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun
2013. Berikut disajikan tabel jumlah penerima PKH di Kecamatan Cilongok
dari tahun 2018 - 2021.

Tabel 1.4 Jumlah penerima PKH di Kecamatan Cilongok tahun 2018 - 2021
Tahun 2018 2019 2020 2021

Jumlah 8.103 10.069 9.643 11.247

Sumber data: Koordinator PKH Kecamatan Cilongok Tahun 2021

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa, terdapat peningkatan


setiap tahunnya terhadap jumlah penerima manfaat program PKH. Pada tahun
2018 sebesar 8.103 penerima manfaat, pada tahun 2019 sebesar 10.069
penerima manfaat, sedangkan pada tahun 2020 sebesar 9.643 penerima
manfaat dan pada tahun 2021 adalah sebesar 11.247 penerima manfaat.
Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Cilongok merupakan zona
merah dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 11.247 KPM pada tahun
2021. Jumlah penerima manfaat di Kecamatan Cilongok terbagi ke dalam 20
desa yang ada di Kecamatan Cilongok.

7
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini mengenai
jumlah penerima bantuan PKH di setiap desa yang ada di Kecamatan
Cilongok.

Tabel 1.5 Jumlah penerima PKH pada setiap desa di Kecamatan Cilongok
tahun 2018 – 2021.

NO DESA 2018 2019 2020 2021

1 Batuanten 331 446 408 462


2 Cikidang 115 155 179 198

3 Cilongok 337 412 376 421


4 Cipete 301 359 337 413

5 Gununglurah 764 884 881 988


6 Jatisaba 318 411 399 502

7 Kalisari 180 225 212 269

8 Karanglo 253 271 253 292


9 Karangtengah 673 733 720 837

10 Kasegeran 286 355 331 354


11 Langgongsari 474 658 628 771

12 Pageraji 620 684 670 760

13 Panembangan 316 383 383 517


14 Panusupan 585 780 737 879

15 Pejogol 299 368 379 431


16 Pernasidi 289 412 358 418

17 Rancamaya 289 389 393 499


18 Sambirata 678 725 656 723

19 Sokawera 598 990 917 1.030

20 Sudimara 397 429 426 483

TOTAL 8.103 10.069 9.643 11.247

Sumber: Koordinator PKH Kecamatan Cilongok Tahun 2021

Program PKH mulai diimplementasikan di Desa Cipete sejak tahun


2013, namun angka kemiskinan yang ada di desa tersebut tergolong masih

8
lumayan tinggi, dikarenakan program PKH yang ada belum dapat berjalan
secara optimal. Berikut disajikan data mengenai jumlah penerima PKH yang
ada di Desa Cipete tahun 2018-2021.

Tabel 1.6 Jumlah penerima PKH di Desa Cipete tahun 2018- 2021
Tahun 2018 2019 2020 2021

Jumlah 301 359 337 413

Sumber data: Pendamping PKH Desa Cipete Tahun 2021

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat kita lihat bahwa jumlah
penerima PKH di Desa Cipete tahun 2018 sebesar 301 KPM, tahun 2019
sebesar 359 KPM, tahun 2020 sebesar 337 KPM, dan pada tahun 2021
sebesar 413 KPM. Desa Cipete menjadi salah satu desa di Kecamatan
Cilongok yang termasuk dalam penerima bantuan PKH. KPM PKH terbanyak
adalah dari Desa Sokawera, meskipun Desa Cipete bukan penerima terbanyak
namun setiap tahunnya mengalami peningkatan. Masyarakat Desa Cipete
mayoritas masih tergolong dari keluarga pra sejahtera. Dalam pelaksanaannya
program PKH di Desa Cipete sudah berjalan kurang lebih 7 tahun karena
sudah dimulai sejak tahun 2013.
Permasalahan pelaksanaan program PKH yang ada di desa Cipete
berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Masdar selaku pendamping PKH
Desa Cipete yang dilaksanakan pada Selasa, 15 Juni 2021 diantaranya
pertama, masih rendahnya jiwa kewirausahaan yang ada sehingga diperlukan
sosialisasi khusus atau pembinaan terkait dengan masalah kewirausahaan.
Kedua, dikarenakan masih adanya data yang belum terintegrasi di DTKS
sehingga di waktu pencairan dana bantuan PKH ada penerima PKH yang
tidak menerima bantuan. Ketiga masih adanya ketergantungan terhadap
bantuan dari PKH.
Dalam pelaksanaannya, sejak awal adanya program PKH di Desa
Cipete jika dilihat dari data jumlah penerima program PKH disebutkan bahwa
setiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah Keluarga Penerima Manfaat

9
(KPM), hal ini tentunya bertolak-belakang dengan tujuan dari adanya
program PKH yakni menumbuhkan atau meningkatkan kesejahteraan bagi
masyarakat, berdasarkan kasus yang ada maka dapat disimpulkan bahwa
masih tingginya angka kemiskinan di Desa Cipete hal tersebut menunjukkan
bahwa tujuan dari program PKH belum dapat tercapai secara optimal. Dalam
implementasinya, Program Keluarga Harapan (PKH) masih mempunyai
sejumlah masalah diantaranya adalah dalam hal penyaluran anggaran untuk
Program Keluarga Harapan (PKH). Hal tersebut terbukti setelah adanya
temuan maladministrasi PKH oleh lembaga pengawas pelayanan publik,
Ombudsman, Selasa 10 Desember 2019. Masalah kedua ada pada data
penerima bantuan PKH yaitu, masih ada keluarga yang layak menerima
bantuan PKH, ternyata tidak menerima bantuan dari PKH. Dan sebaliknya
ada keluarga yang tidak layak untuk menerima bantuan dari PKH justru
menerima bantuan dari PKH. Dalam temuannya Ombudsman menyebutkan
sejumlah poin maladministrasi . Diantara temuannya yaitu pengelolaan data
calon penerima PKH dari e-PKH ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial ada
yang belum terintegrasi, lalu lambatnya proses penanganan pengelolaan
pengaduan yang dilakukan oleh Kemensos ketika ada masalah di tingkat
daerah. Terakhir, tidak tersedianya pelayanan khusus di unit layanan Himbara
kepada penerima bantuan sosial (https://bisnis.tempo.co diakses pada tanggal
12 Maret 2021 pukul 19.00 WIB).
Setelah menganalisis permasalahan atau fenomena yang ada tersebut,
maka peneliti menemukan hasil yaitu yang menjadi urgensi perlunya evaluasi
Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Cipete adalah bahwa program
PKH merupakan suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat namun pada kenyataannya jumlah penduduk miskin
di Desa Cipete setiap tahun meningkat dan masyarakat sebagian besar masih
bergantung pada bantuan program PKH. Berangkat dari permasalahan
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020” (Studi Kasus
di Desa Cipete, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas).

10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu bagaimana evaluasi pelaksanaan Program Keluarga
Harapan (PKH) tahun 2020 di Desa Cipete, Kecamatan Cilongok, Kabupaten
Banyumas?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis mengenai
evaluasi pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020 di Desa
Cipete, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan Ilmu Administrasi Publik tentang evaluasi kebijakan
khususnya Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Cipete Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas.
2. Manfaat Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
pelaksana Program Keluarga Harapan (PKH) di Kabupaten Banyumas
supaya menjadi lebih baik lagi untuk ke depannya lebih meningkatkan
peran serta kualitas pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan
Program Keluarga Harapan (PKH).

11

Anda mungkin juga menyukai