Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah yang masih terjadi di Indonesia yaitu berkaitan dengan kesenjangan

ekonomi atau kemiskinan. Salah satu faktor dari kemiskinan yaitu kepadatan

penduduk yang akan memberikan dampak bagi perekonomian keluarga serta

mengganggu stabilitas negara. Negara dituntut untuk selalu memperhatikan

kesejahteraan rakyat. Semakin banyak penduduknya, maka akan semakin besar

pula tanggungjawabnya. Pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan upaya

pemerintah untuk pengendalian dengan menekan angka pertumbuhan yang

dimaksud. Jika pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan pengendalian,

maka akan banyak terjadi masalah-masalah serius yang akan mempengaruhi

kesejahteraan masyarakat seperti mutu sumber daya manusia yang berkualitas,

peningkatan jumlah pencari kerja dengan lapangan kerja yang terbatas, dan

besaran jumlah konsumsi pada setiap keluarga. (Hayuningsih, 2017)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terpadat dan

menduduki posisi ke-empat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika

Serikat. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP2020) pada September 2020 lalu

mencatat bahwa jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 270,20 juta jiwa. Ini

menunjukkan bahwa jumlah penduduk hasil perhitungan dari Sensus Penduduk

2020 (SP2020) bertambah sebanyak 32,56 juta jiwa jika dibandingkan dengan

hasil perhitungan Sensus Penduduk 2010 (SP2010). Dengan luas daratan

Indonesia sebesar 1,9 juta km2, maka kepadatan penduduk di Indonesia sebanyak

1
2

141 jiwa per km2. Dapat disimpulkan bahwa, laju pertumbuhan penduduk per

tahun selama 2010-2020 yaitu dalam kurun waktu 10 tahun, rata-rata sebesar 1,25

persen, dapat diartikan bahwa hasilnya melambat dibandingkan periode 2000-

2010 dalam kurun waktu 10 tahun juga sebesar 1,49 persen. (BPS, 2020)

Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu Kabupaten yang berada di

wilayah Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Kabupaten Probolinggo, tercatat dari Sensus Penduduk 2020 (SP2020) bahwa,

populasi dari 24 Kecamatan sebanyak 1,152,537 juta jiwa. Jika dibandingkan

dengan perhitungan dari Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dengan jumlah

penduduk sebanyak 1,096,244 juta jiwa, maka dalam kurun waktu 10 tahun

penduduk di Kabupaten Probolinggo bertambah sebanyak 56,293 ribu jiwa..

Begitu pula di Desa Krucil, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, jumlah

penduduk di Desa Krucil pada tahun 2020 sebanyak 5,533 ribu jiwa merupakan

jumlah penduduk yang sangat banyak. Setiap tahun selalu meningkat dan dapat

dikatakan sangat tinggi. Dengan peningkatan penduduk yang sangat tinggi, maka

diperlukan upaya pemerintah dalam pemerataan penduduk agar menghasilkan

penduduk yang berkualitas. Menurut data dari Badan Pusat Stastik (BPS)

Kabupaten Probolinggo bahwa Kecamatan Krucil memiliki populasi penduduk

sebanyak 56,790,0 ribu jiwa. Selanjutnya, untuk Desa Krucil memiliki luas

wilayah sebesar 1,320,82 Ha dan terbagi menjadi 6 dusun, 3 RW dan 19 RT

dengan jumlah penduduk 5,533 ribu jiwa. (BPS, 2020)

Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan

perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki
3

jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, dan harmonis.

Dengan semakin banyaknya kuantitas penduduk maka dilakukan pengendalian

melalui program keluarga berencana (KB). Pengendalian kuantitas penduduk

dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan

keseimbangan antara jumlah penduduk dengan lingkungan hidup baik yang

berupa daya dukung alam maupun daya tampung lingkungan serta kondisi

perkembangan sosial ekonomi dan budaya. (Sari, 2019)

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009

Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga menyatakan

bahwa, pengendalian kuantitas penduduk sebagaimana dimaksud dilakukan sesuai

dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan melalui: pengendalian

kelahiran, penurunan angka kematian, dan pengarahan mobilitas penduduk.

Pada peraturan tingkat daerah berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan

Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan

pengendalian penduduk dan menyelenggarakan keluarga berencana di tingkat

provinsi dan kabupaten/kota.

Sedangkan di Kabupaten Probolinggo mengacu pada Peraturan Bupati

Probolinggo Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Keluarga Berencana Di Kabupaten Probolinggo yang menyatakan bahwa, untuk

meningkatkan pelayanan keluarga berencana di daerah perlu ditindaklanjuti

dengan perjanjian kerjasama antara Badan Pemberdayaan Perempuan dan


4

Keluarga Berencana Kabupaten Probolinggo dengan RSUD dan Dinas Kesehatan

Kabupaten Probolinggo.

Salah satu lembaga pemerintah yang menangani masalah kependudukan

ditingkat Kecamatan adalah Petugas Lapangan Keluarga Berencana. Petugas

Lapangan Keluarga Berencana selanjutnya disingkat PLKB adalah Pegawai

Negeri Sipil atau non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang

berwenang yang mempunyai tugas, tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan

penyuluhan, pelayanan, evaluasi dan pengembangan KB. (BKKBN, 2014)

Ansell C dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative

governance mencakup kemitraan institusi pemerintah untuk pelayanan publik.

Sebuah pendekatan pengambilan keputusan, tata kelola kolaboratif, serangkaian

aktivitas bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan strategi dan

berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies Althea L Rehema M. White ,

2012). Ditinjau dari Collaborative Governance, terdapat tiga elemen yang

membangun tata kelola Program Keluarga Berencana. Tiga elemen tersebut yaitu

elemen pemerintahan (government), elemen kelompok professional front-line

(private sector), elemen masyarakat (society). (Triyanto et al., 2020)

Elemen pemerintahan (government) terkait pelaksanaan fungsi pengaturan,

fasilitasi, dan evaluasi tata kelola program keluarga berencana. Pengaturan

program keluarga berencana menyangkut tata laksana aturan dan proses

manajemen kelembagaan program keluarga berencana. Fasilitasi berhubungan

dengan proses penganggaran dan mobilisasi sumber daya dalam rangka

implementasi program keluarga berencana. Evaluasi terkait dengan monitoring,


5

pengukuran kinerja, pengukuran hasil dan dampak program keluarga berencana.

Elemen pemerintahan terdiri dari institusi Dinas Kesehatan, dan Pemerintah

Kabupaten. (Triyanto et al., 2020)

Elemen Professional Front-line dalam tata kelola program keluarga

berencana di Kabupaten Probolinggo terdiri atas aktor-aktor individual yang

karena kompetensi dan profesinya menjadi pemberi pelayanan publik terkait

program KB. Mereka dapat bekerja secara mandiri pada layanan kesehatan swasta

atau merupakan tenaga fungsional yang bekerja pada lembaga layanan publik.

Elemen ini terdiri dari individual bidan, dokter umum (mandiri) atau dokter

umum pada dan penyuluh lapangan KB. (Triyanto et al., 2020)

Elemen kelompok privat selanjutnya terkait dengan berbagai kelompok

(dapat berbentuk formal, institusional, paguyuban, atau forum) yang memiliki

aktivitas berdasarkan misi kelompok/institusi dan secara faktual

mempengaruhi proses atau hasil tata kelola program keluarga berencana.

Dalam arena lokal kelompok kepentingan yang terlibat yaitu Ikatan Bidan

Indonesia (IBI) dan beberapa media baru. Media baru dalam hal ini dapat

terkait dengan kelompok media sosial yang mengakomodasi opini dan

mengartikulasi informasi tersebut dalam arena kebijakan formal dalam tata

kelola program KB (kelompok whats-app, facebook, line, dan instagram). Selain

itu, kelompok kepentingan juga terkait dengan peran lembaga pendidikan

terutama pendidikan tinggi, dan media massa. (Triyanto et al., 2020)

Elemen masyarakat terkait dengan kelompok target program keluarga

berencana. Elemen ini dibagi menjadi dua yaitu kelompok yang dikenai
6

kebijakan untuk mengubah perilaku dan partisipasi (Ibu rumah tangga usia

produktif, remaja, laki-laki dewasa/kepala rumah tangga). Kemudian kelompok

kedua yaitu masyarakat yang menjadi target kebijakan keluarga berencana

karena potensi untuk mendapat dukungan kebijakan program keluarga berencana.

Kelompok ini terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan figur

masyarakat. (Triyanto et al., 2020)

Berdasarkan Pedoman Manajemen Pelayanan Program KB (2014) di

Indonesia, ruang lingkup pelayanan KB meliputi : pengorganisasian, perencanaan

dan advokasi, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pelayanan KB. Advokasi

merupakan proses penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan dukungan

nyata dari pejabat daerah terutama pengalokasian dana untuk Program KB.

Sasaran advokasi adalah pembuat kebijakan, pengambil keputusan, dan pembuat

opini pada masing-masing wilayah administratif. Aktor/ pelaksana yang memiliki

peran kunci dari pelayanan Program KB adalah institusi kesehatan dan Dinas

Pemberdayaan Perempuan, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana

(DPPKB).

Selain itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) yang berkolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DPPKB) melalui program

Keluarga Berencana (KB) dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan

kependudukan yang masih tinggi di Indonesia. Kolaborasi percepatan penurunan

kependudukan dengan DPPKB sangat strategis dilakukan di tingkat

Kabupaten/Kota, karena kebanyakan fungsi KB berada dalam lingkup Organisasi


7

Perangkat Daerah (OPD) atau dinas yang sama sehingga apabila ada kegiatan

terintegrasi bisa terlaksana dengan baik.

Dalam melaksanakan program Bangga Kencana (pembangunan keluarga

kependudukan dan keluarga berencana) dilakukan melalui tiga level. Level

pertama advokasi dilaksanakan oleh Kepala BKKBN Provinsi Jawa Timur kepada

para pejabat eksekutif dan legislatif dalam rangka pemahaman program KB dan

dukungan pengalokasian anggaran untuk program Bangga Kencana

(pembangunan keluarga kependudukan dan keluarga berencana). (Bhakti & Lubis,

n.d.)

Pada level kedua pelaksanaan program KB Kabupaten dilakukan oleh

Kepala DPPKB beserta jajarannya, koalisi Kependudukan tingkat

Kota/Kabupaten dengan mengadvokasi lembaga mitra seperti : TNI Manunggal

KB Kesehatan, Polri KB Kesehatan, IBI (pelayanan KB terpadu), PPKB

Kesehatan. Pada level tiga Program KB dilaksanakan oleh PLKB/ PKB yang

tersebar di Kecamatan/Kelurahan,lembaga atau individu yang di advokasi adalah

Camat, Lurah, Puskesmas, Koramil, PKK Kecamatan/Keluarahan. Disamping itu,

PLKB/PKB melaksanakan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada

kader PPKBD kepada sub PPKBD serta pos KB untuk pelayanan kepada

masyarakat, keluarga, PUS dan calon pengantin dilakukan juga oleh PLKB/PKB.

(Bhakti & Lubis, n.d.)

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia memiliki kecenderungan

menurun dari tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan

adanya program Keluarga Berencana (KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an
8

menunjukan hasil yang positif. Namun merebaknya wabah Covid-19

menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya jumlah kelahiran akibat

terhambatnya layanan kontrasepsi selama pandemi. (Ahadian, 2020)

Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan Penduduk

(LPP) Indonesia hingga akhir 2017 lalu berada di angka 1,36 persen. Melihat

angka ini, laju pertumbuhan penduduk Indonesia memiliki kecenderungan

menurun dari tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan

adanya program Keluarga Berencana (KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an

menunjukkan hasil. Pada tahun 1971-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia

masih cukup tinggi sekitar 2,31 persen. Pertumbuhan penduduk ini kemudian

mengalami penurunan yang cukup tajam hingga mencapai 1,49 persen pada kurun

waktu 1990-2000. Penurunan ini antara lain disebabkan berkurangnya tingkat

kelahiran sebagai dampak peran serta masyarakat dalam program KB. Data

terakhir (2000-2017) laju pertumbuhan penduduk Indonesia kembali turun

menjadi 1,36 persen. (Ahadian, 2020)

Program Keluarga Berencana yang dijalankan Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selama ini memberikan hasil yang cukup

baik dalam mengendalikan angka kelahiran. Hal ini terlihat dengan menurunnya

angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) sesuai hasil Survey

Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Angka fertilitas total merupakan

jumlah anak rata-rata yang akan dilahirkan seorang wanita pada akhir masa

reproduksinya. Tahun 2017 Total Fertility Rate di Indonesia menurun menjadi

sekitar 2,4 anak per wanita, dari sebelumnya 2,6 anak per wanita pada Tahun
9

2013. Angka 2,4 anak per wanita, artinya seorang wanita di Indonesia rata-rata

melahirkan 2,4 anak selama hidupnya. Dengan angka kelahiran pada wanita

rentang usia 15-19 tahun mencapai 36/1000 kelahiran dari sebelumnya 46/1000

kelahiran. (Ahadian, 2020)

Pemerintah sendiri melalui BKKBN menargetkan TFR menjadi 2,26 anak

per wanita di tahun 2020. Sementara ASFR (Age Specific Fertility

Rate) kelompok 15-19 tahun ditargetkan turun menjadi 25/1000 kelahiran di tahun

2020. Namun meski menunjukan hasil yang positif pada 2 indikator di atas,

beberapa indikator lain menunjukan pencapaian di bawah target. Seperti

penggunaan alat kontrasepsi atau contraceptive prevalensi rate (CPR) masih

rendah. Saat ini, jumlah peserta KB aktif baru 57,2 persen dari targetnya 61,2

persen. (Ahadian, 2020)

Merebaknya wabah Covid-19 di seluruh dunia termasuk Indonesia

mempengaruhi berbagai aspek, tak terkecuali pada pelayanan Program Keluarga

Berencana yang dijalankan BKKBN. dengan kondisi layanan normal maka jumlah

kelahiran sekitar 4,7 juta di tahun 2020. Namun dengan adanya pandemi dan

layanan yang terhambat maka potensi terjadinya kelahiran atau kehamilan yang

tidak diinginkan akan meningkat. Pelayanan KB yang sangat berdampak akibat

wabah Covid-19 ini dikarenakan KB sendiri pelayanannya yang ada sekarang

adalah dengan baksos, sosialisasi oleh Penyuluh Keluarga Berencana, dan juga

kader-kader. Jadi sangat full kontak atau people to people contact atau person to

person. Sehingga ketika ada physical distancing atau social distancing maka jelas

akan menurun pelayanan itu. Hal itu berimbas pada penurunan peserta KB,
10

Terdapat penurunan peserta KB pada bulan Maret 2020 apabila dibandingkan

dengan bulan Februari 2020 di seluruh Indonesia. Pemakaian IUD pada Februari

2020 sejumlah 36.155 turun menjadi 23.383. Sedangkan implan dari 81.062

menjadi 51.536, suntik dari 524.989 menjadi 341.109, pil 251.619 menjadi

146.767, kondom dari 31.502 menjadi 19.583, MOP dari 2.283 menjadi 1.196,

dan MOW dari 13.571 menjadi 8.093. (Ahadian, 2020)

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya lonjakan kelahiran

bayi atau baby boom pasca pandemi Covid-19. Untuk itu BKKBN melakukan

sejumlah upaya untuk memastikan keberlangsungan penggunaan alat dan obat

kontrasepsi selama masa pandemi. Antara lain dengan pelayanan KB bergerak

seperti mengunjungi pasangan usia subur. Selain itu juga mengoptimalkan peran

Penyuluh Keluarga Berencana (PKB), meluncurkan Informasi keluarga berencana

yang masif dalam bentuk vlog dengan melibatkan publik figur, berkoordinasi

dengan bidan untuk pelayanan KB, dan mendorong rantai pasok alat kontrasepsi

hingga ke akseptor secara gratis. Semua kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap

menjalankan protokol kesehatan yang ditetapkan selama pandemi, menggunakan

APD, masker dan menjaga jarak fisik. Dengan upaya-upaya tadi BKKBN

berharap dapat mengantisipasi peningkatan angka kelahiran pasca pandemi

Covid-19. (Ahadian, 2020)

Selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia, ternyata jumlah kehamilan

dan putus KB di Jawa Timur melonjak. Pada bulan Maret 2020 atau masa

pandemi awal di Indonesia jumlah kehamilan mencapai 232.287 orang atau 2,93

persen jadi jumlah pasangan di Jawa Timur. Sedangkan pada bulan April 2020,
11

jumlah kehamilan menjadi 227.260 atau 2,90 persen.Jika melihat data kehamilan

pada bulan Februari di saat Indonesia belum memiliki kasus positif Covid-19,

jumlah kehamilan masih berada di angka 229.667 orang atau 2,84 persen. Berikut

data trend kehamilan di Jawa Timur selama bulan Januari-April 2020 :

Foto : BKKBN Jatim

Penambahan angka kehamilan ini bisa jadi lebih tinggi di bulan-bulan

berikutnya. Sebab, dari data yang ada, angka putus KB atau putus program

kontrasepsi melonjak di angka mengkhawatirkan. Pada bulan Maret, angka putus

KB sebesar 278.356 orang atau kurang lebih 4,6 persen akseptor. Sementara pada

bulan April dimana kebijakan penanganan Covid-19 lebih ketat, angka DO KB

berada di angka 414.708 atau 7,07 persen. Naik 3 persen dari angka di bulan lalu.

Padahal, jika melihat data bulan Februari 2020, jumlah DO KB hanya 68.547

akseptor atau hanya 1,3 persen. Masyarakat diharapkan bisa memahami kondisi

ini agar tidak terjadi lonjakan kehamilan terjadi saat Pandemi Covid-19
12

berlangsung. Saat ini beberapa pihak berusaha melakukan beberapa cara salah

satunya dengan terus mendukung sarana kontrasepsi di masing-masing faskes.

Selain itu, bidan juga dilengkapi dengan APD agar lebih tenang dalam

menjalankan tugas memberikan penyuluhan dan pemantauan KB di masyarakat.

(BKKBD, 2020)

Berdasarkan rata-rata jumlah anak per keluarga di Desa Krucil, Kecamatan

Krucil, Kabupaten Probolinggo tahun 2021 mendefinisikan bahwa rata-rata

jumlah anak yang dilahirkan perkeluarga. Program KB yang selama ini menjadi

program utama pencegahan meledaknya penduduk sangat dianggao bermanfaat

bagi Indonesia khususnya di Desa Krucil, Kecamatan Krucil, Kabupaten

Probolinggo. Data Survei Demografi dan Kesehatan menunjukkan bahwa

perempuan yang berstatus kawin dan pernah kawin di Desa Krucil, Kecamatan

Krucil, Kabupaten Probolinggo rata-rata mempunyai 2 sampai 3 anak selama

hidupnya. Hal ini sangat jelas karena adanya program KB yang terus digencarkan

oleh pemerintah khususnya oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

ditingkat desa. (DPPKB, 2021)

Berdasarkan hasil yang terdapat dilapangan dapat disimpulkan bahwa

ditingkat Nasional, Provinsi Jawa Timur, dan Kabupaten Probolinggo tepatnya di

Desa Krucil diperoleh tingkat pemakaian alat kontrasepsi atau pengguna KB

menurun selama masa pandemi COVID-19. Penurunan ini mengakibatkan angka

kehamilan ikut naik. Di masa pandemi bagi mereka yang harus suntik KB, ambil

pil, ganti IUD, jadi bermasalah akhirnya banyak yang drop out. Ditengarai saat ini

yang drop out mencapai 10 persen di masa pandemi. Belum lagi adanya
13

kekhawatiran masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan sehingga

mengurungkan niat untuk mengunjungi dokter saat pandemi COVID-19 masih

berlangsung. Banyak juga yang ketakutan berlebih sehingga seharusnya ketika

telat menstruasi dia periksa, akhirnya takut dan tidak periksa. Untuk

mengantisipasi terjadinya 'baby boom' BKKBN melaksanakan pelayanan KB

sejuta akseptor. BKKBN bekerja sama dengan puskesmas, bidan, dan mitra di

masyarakat lainnya untuk memberikan layanan dan melaporkan pembagian

kontrasepsi secara gratis.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Pengurus Kampung KB Desa

Krucil Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD), Ririn Maulita

pada hari Rabu tanggal 18 Mei 2022 pukul 18.37 WIB menjelaskan kondisi

program Keluarga Berencana di Desa Krucil. Jumlah penduduk menurut

kelompok umur dengan jumlah jiwa sebanyak 1.892, jumlah kepala keluarga

sebanyak 574 dan jumlah pasangan usia subur sebanyak 297.


14

Ditinjau dari faktor umur, pendidikan, pekerjaan, budaya dan kualitas

pelayanan akseptor KB (pilihan metode kontrasepsi, kualitas pemberian

informasi, kemampuan teknis petugas, hubungan interpersonal, mekanisme

pelayanan dan ketepatan Konstelasi pelayanan akseptor). Keadaan gerakan

Keluarga Berencana di Desa Krucil ditinjau dari faktor umur adalah sebagian

besar (47,50%) PUS yang menikah pada umur 25-29 tahun yang mengikuti

gerakan KB dengan jumlah anak yang dilahirkan 2-4 orang, hal ini berarti bahwa

mereka yang memiliki anak lebih dari 2 orang belum melaksanakan gerakan KB

sesuai yang direncanakan oleh Pemerintah Dinas Kependudukan BKKBN,

sedangkan sebagian kecil (7,50%) PUS yang menikah pada umur 30-34 tahun

dengan jumlah anak yang dilahirkan 1-6 orang, hal ini berarti PUS yang memiliki

anak lebih dari 2 orang belum melaksanakan gerakan KB sesuai yang telah

diharapkan oleh Pemerintah Dinas Kependudukan BKKBN. Sebagian besar PUS

didesa ini menikah ≥25 tahun, hal ini berarti mereka menikah sudah sesuai dengan

UU perkawinan No.1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia

menurut UU ini diizinkan melangsungkan pernikahan setelah berumur 21 tahun

begitu juga dengan NKKBS dalam BKKBN yang menentukan usia PUS untuk

melangsungkan pernikahan yang ideal dan tepat menikah pada saat berusia 21

tahun dan melahirkan pada usia berkisar 21-30 tahun. Dengan demikian dapat

dikemukakan bahwa keadaan gerakan KB yang ditinjau dari faktor umur tidak

menjadi faktor penyebab ketidakberhasilan gerakan KB di Desa Krucil.

Adapun penelitian terdahulu sebagai acuan penulis dalam melakukan

penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian terdahulu yang pertama berbentuk
15

skripsi yang ditulis oleh Arif Faturrahman yang berjudul “Konsep Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tentang Keluarga

Berencana (KB) ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif”(2011) dengan

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Masalah pokok dalam

penelitian ini adalah bagaimana bentuk program Keluarga Berencana (KB). Hasil

penelitian ini menyebutkan bahwa bentuk Keluarga Berencana (KB) sangat aman

dan baik untuk mencegah kehamilan. Selain itu, program yang dilakukan BKKBN

dalam pelaksanaannya tidak ada tekanan dan paksaan kepada masyarakat,

semuanya merupakan sebuah hak bagi suami dan istri, bukan kewajiban.

Kelebihan dari penelitian ini yaitu menjelaskan konsep-konsep tentang keluarga

berencana serta manfaat dari program keluarga berencana. Sedangkan

kekurangannya yaitu tidak ada penekanan peran oleh BKKBN kepada

masyarakat. (Arif Faturrahman,2011)

Penelitian terdahulu selanjutnya yaitu penelitian dalam bentuk skripsi oleh

Agustia Rahman yang berjudul “Peran BKKBN Muaro Jambi dalam Mewujudkan

Keluarga Berkualitas Berdasarkan UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga” dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif. Masalah pokok dalam penelitiannya

adalah bagaimana peran BKKBN Muaro Jambi dalam mewujudkan keluarga

berkualitas. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa peranan tersebut diwujudkan

melalui program-program yang dibuat, mulai dari orientasi teknik, motivasi, dan

konseling proram KB/ medis teknik. Penyempurnaan dan pemanfaatan grandisine

pengendalian penduduk, kualitas penduduk. Penyediaan pelayanan KB dan Alkon


16

bagi keluarga miskin dan wilayah terpencil. Pembinaan keluarga berencana.

Pendataan keluarga, penyuluhan KB, penyuluhan keluarga berencana di

kecamatan, serta pelaporan dan publikasi capaian program KB dan kependudukan.

Kelebihan dari penelitian ini adalah menjelaskan secara detail program yang

dilakukan oleh BKKBN. Sedangkan kekurangannya yaitu tidak menjelaskan

solusi yang tepat untuk masyarakat yang tidak patuh terhadap program tersebut.

(Agustia Rahman,2018)

Penelitian terdahulu selanjutnya yaitu penelitian dalam bentuk skripsi oleh

Riska Aprilia yang berjudul “Pengaruh Program Keluarga Berencana Terhadap

Efektivitas Bkkbn Dalam Menekan Laju Pertubuhan Penduduk Di Kota

Makassar” dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Masalah

pokok penelitiannya adalah tentang program-program BKKBN yang berpengaruh

signifikan terhadap efektivitas BKKBN dalam mengendalikan laju pertumbuhan

penduduk di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan terlihat dengan dibuktikan

nilai R square 0,618, dengan nilai signifikansi 0,001 < 0,05 yang berarti bahwa

program BKKBN berpengaruh sebesar 61,8% terhadap efektivitas BKKBN.

Dengan Demikian, Progam BKKBN efektif dalam Mengendalikan laju

pertumbuhan penduduk di Kota Makassar Provinsi Sulawesi selatan. Kelebihan

dari penelitian ini yaitu menjelaskan tentang program yang dapat menegendalikan

laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Kekurangan dari penelitian ini

adalah kegiatan sosialisasi Program BKKBN yang kurang mejangkau seluruh

masyarakat Kota Makassar dan perlunya solusi dengan penambahan kampong KB

untuk mencapai efektivitas program ini. (Riska Aprilia,2020)


17

Dari penelitian terdahulu diatas dapat dilihat persamaan dan perbedaannya.

Bahwa penelitian ini memiliki persamaan yaitu meneliti tentang Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dalam program Keluarga

Berencana (KB). Sedangkan yang membedakan dengan penelitian terdahulu yaitu

berada pada fokus penelitiannya. Fokus penelitian yang saya gunakan pada

penelitian ini yaitu untuk mengetahui kapabilitas Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditinjau dari Collaborative Governance.

Berdasarkan Latar Belakang permasalahan diatas yaitu peningkatan

penduduk yang terjadi di Indonesia, khususnya di Desa Krucil, Kecamatan Krucil,

Kabupaten Probolinggo maka Peniliti tertarik untuk meneliti tentang ”

Kapabilitas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(DPPKB) dalam Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari

Collaborative Governance (Studi Kasus : Desa Krucil, Kecamatan Krucil,

Kabupaten Probolinggo)”. Solusi yang diharapkan di dalam program KB

melalui BKKBN yaitu mempunyai dampak positif dengan penurunan angka

kepadatan penduduk, penanggulangan kesehatan reproduksi, dan peningkatan

kesejahteraan keluarga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Kapabilitas Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam Program

Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari Collaborative Governance di Desa Krucil,

Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo?


18

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran utama yang ingin dicapai seseorang

melalui kegiatan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui Kapabilitas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) dalam Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari

Collaborative Governance di Desa Krucil, Kecamatan Krucil, Kabupaten

Probolinggo.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, penelitian ini diharapkan mampu

memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bias memberikan sumbangan pemikiran mengenai

Kapabilitas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) ditinjau dari Collaborative Governance.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

administrasi dan pemecahan permasalahan administrasi khususnya

mengenai Kapabilitas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) dalam Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari

Collaborative Governance.

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang ilmiah

mengenai Kapabilitas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) dalam Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari

Collaborative Governance.
19

2. Manfaat Praktis

Bagi penulis, dapat memberikan tambahan wawasan dan pengalaman

langsung mengenai Kapabilitas Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) dalam Program Keluarga Berencana (KB)

ditinjau dari Collaborative Governance.

a. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar atau

referensi dalam penulisan karya ilmiah maupun penelitian sejenis dibidang

ilmu administrasi khusunya kependudukan dan pelayanan publik.

b. Bagi masyarakat, dapat memberikan kontribusi mengenai pentingnya

mengetahui Kapabilitas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) dalam Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari

Collaborative Governance.

c. Bagi pemerintah, diharapkan bisa memberikan masukan dalam

pemerintahan saat ini untuk lebih meningkatkan Kapabilitas Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam

Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari Collaborative Governance.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan skripsi ini maka materi

materi pada laporan skripsi ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab yang

terdiri dari :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam Bab I Pendahuluan yang membahas latar belakang masalah mengapa

penulis perlu melakukan penelitian ini serta rumusan masalah yang bertujuan agar
20

pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas dari yang telah ditetapkan. Selanjutnya

menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian ini, terakhir sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka berisikan penelitian terdahulu yang berguna sebagai

acuan atau referensi untuk memudahkan peneliti, dan perbedaan dengan peneliti

terdahulu sebagai perbedaan penelitian. Selanjutnya kerangka dasar teoritik yang

berkenaan dengan penelitian ini, terakhir kerangka pemikiran sebagai alur atau

jalannya suatu penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang terdiri dari jenis penelitian yang digunakan, fokus

penelitian, lokasi dan situs penelitan, Sumber data yang digunakan dalam kegiatan

penelitian, Teknik pengumpulan data terdiri dari Observasi, Wawancara dan studi

dokumentasi, selajutnya Instrumen penelitian alat yang dipergunakan dalam

mencari data, terakhir Analisis data sebagai tahapan untuk menganalisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan yang berisikan Gambaran umum lokasi

penelitian yang berguna untuk menyajikan secara rinci lokasi penelitian,

selanjutnya Penyajian data fokus penelitian yang berguna sebagai data-data yang

diperoleh dari observasi, dokumentasi, dan wawancara mengenai Kapabilitas

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam

Program Keluarga Berencana (KB) ditinjau dari Collaborative Governance di

Desa Krucil, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo.

BAB V : PENUTUP
21

Penutup menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian, dan di akhir tulisan

penulis juga menyampaikan saran-saran kepada pihak-pihak yang berkaitan dan

berkepentingan dengan penelitian ini, baik secara langsung maupun tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Bhakti, I. S. G., & Lubis, R. K. (n.d.). EFEKTIVITAS SOSIALISASI PROGRAM KELUARGA

BERENCANA DI KAMPUNG KELUARGA BERENCANA. 5, 14.

Hayuningsih, P. (2017). PERANAN KELUARGA BERENCANA DALAM MENCEGAH

KEMATIAN IBU. Publikauma : Jurnal Administrasi Publik Universitas Medan Area,

5(1), 18. https://doi.org/10.31289/publika.v5i1.1169

Sari, E. (2019). Keluarga Berencana Perspektif Ulama Hadis. SALAM: Jurnal Sosial dan

Budaya Syar-i, 6(1), 55–70. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v6i1.10452

Triyanto, D., Maya, M., & Riastuti, F. (2020). ANALISIS PEMETAAN COLLABORATIVE

GOVERNANCE DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI KOTA BENGKULU.

9(1), 12.

Anda mungkin juga menyukai