Anda di halaman 1dari 10

Kajen Vol. 5 No.

1, April 2021: 1- 10 e-ISSN: 2623-0011 P-ISSN: 2598-5833

ANALISIS PRO-POOR GROWTH


KABUPATEN PEKALONGAN:PROFIL DAN DEKOMPOSISI
KEMISKINAN 2015-2019
Yoyok Cahyo Nugroho1, Hendrawan Toni Taruno2
BPS Kabupaten Demak1, BPS Provinsi Jawa Tengah2
cahyomecdev@gmail.com1, tonitaruno@gmail.com2

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengkaji (analisis) pertumbuhan pro-poor di Kabupaten Pekalongan periode
2015-2019. Secara lebih spesifik, studi ini dilakukan untuk mengetahui profil kemiskinan, pengaruh
pertumbuhan dan distribusi terhadap perubahan kemiskinan, dan derajat pertumbuhan pro-poor di
Kabupaten Pekalongan selama periode 2015-2019. Penelitian ini menerapkan data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) di Kabupaten Pekalongan tahun 2015-2019. Dimensi pendapatan dalam
penelitian ini menggunakan data konsumsi (pengeluaran) rumah tangga sebagai pendekatan
pendapatan. Dengan menggunakan analisis dekomposisi kemiskinan Shapley dan Poverty Equivalent
Growth Rate (PEGR), studi ini menyarankan beberapa temuan. Pertama, selama periode 2015-2019,
angka kemiskinan di Kabupaten Pekalongan mengalami penurunan yang juga diikuti dengan penurunan
kesenjangan kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Kedua, sebagian besar penduduk miskin
didominasi oleh kelompok usia non produktif, yaitu anak usia sekolah dan lansia. Ketiga, penurunan
angka kemiskinan tidak dapat maksimal karena penurunan angka kemiskinan akibat pengaruh
pertumbuhan terhambat oleh efek ketimpangan antar penduduk. Keempat, pertumbuhan selama periode
2015-2019 masih menetes ke bawah. Artinya, manfaat pertumbuhan ekonomi yang dirasakan oleh
penduduk miskin secara proporsional lebih kecil dibandingkan dengan manfaat bagi yang tidak miskin.

Kata Kunci: Pro-poor growth, Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR), Dekomposisi Shapley,
Kemiskinan, Kabupaten Pekalongan.
Abstract
This study aims to examine a pro-poor growth analysis in Pekalongan Regency in the 2015-2019 period.
More specifically, this study was conducted to determine the poverty profile, the effects of growth and
distribution on poverty changes, and the degree of pro-poor growth in Pekalongan Regency during the
2015-2019 period. This study apllied the National Socio-Economic Survey (Susenas) data in the
Pekalongan Regency in 2015-2019. The income dimension in this study uses household consumption
(expenditure) data as an income approach. Using the Shapley poverty decomposition analysis and the
Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR), this study suggests several findings. First, during the 2015-
2019 period, the poverty rate in Pekalongan Regency experienced a decline which was also followed
by a decrease in the poverty gap and poverty severity index. Second, most of the poor are dominated by
non-productive age groups, namely school-age children and the elderly. Third, the reduction in the
poverty rate cannot be maximized because the reduction in poverty due to the effects of growth is
hampered by the effect of inequality among the population. Fourth, growth during the 2015-2019 period
was still trickle down. This means that the benefits of economic growth felt by the poor are
proportionately less than the benefits to the non-poor.
Keywords: Pro-poor growth, Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR), Shapley Decomposition, Poverty,
Pekalongan Regency

1
Kajen Vol. 5 No. 1, April 2021: 1- 10

A. PENDAHULUAN
Seiring berjalannya waktu, gagasan pendapatan per kapita mengikuti distribusi
pembangunan yang berorientasi log normal.
pertumbuhan, perlahan mulai bergeser. Lopez (2011: 4-5) merangkum
Paradigma pembangunan modern mulai setidaknya ada dua definisi umum tentang
berganti dengan model pembangunan yang pro-poor growth. Definisi kelompok
inklusif. Proses pembangunan tidak lagi pertama dikemukakan oleh White dan
menitikberatkan pada pencapaian Anderson (2000) pertumbuhan disebut pro-
pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan akhir, poor jika tingkat pertumbuhan pendapatan
melainkan harus berdampak pada kaum miskin lebih besar dari rata- rata
pengurangan tingkat kemiskinan, tingkat pertumbuhan yang terjadi, sehingga
pengurangan ketimpangan pendapatan, ketimpangan relatif akan turun seiring
serta mampu mengurangi tingkat dengan adanya pertumbuhan yang pro-
pengangguran (Widodo, 2006:4). Gagasan poor. Definisi kelompok kedua
ini mendorong minat pembuat kebijakan dikemukakan oleh Ravallion dan Chen
pada konsep “pro-poor growth”, terutama (2003) pertumbuhan adalah pro-poor jika
dalam upaya mencapai tujuan menurunkan tingkat kemiskinan. Selama
pembangunan berkelanjutan (SGDs). terjadi penurunan kemiskinan,
Konsep pro-poor growth didasarkan pada pertumbuhan tetap disebut pro-poor
gagasan bahwa pertumbuhan ekonomi meskipun faktanya kaum miskin hanya
seharusnya bermanfaat bagi semua pihak mendapatkan sebagian kecil dari manfaat
dalam masyarakat (Deutsch dan Silber, pertumbuhan secara proporsional
2011: 1). Konsep pro-poor growth (Kakwani dan Son, 2006: 3).
berkaitan dengan hubungan tiga elemen: Di Indonesia, kajian pro-poor growth
kemiskinan, pertumbuhan dan ketimpangan pernah dilakukan oleh La ksani (2010) dan
(Kakwani dan Son, 2006: 2) yang Pafrida (2010). Dengan menggunakan
digambarkan dalam bentuk “Poverty- model persamaan regresi simultan yang
Growth-Inequality Triangle” dikembangkan oleh Wodon (1999), mereka
(Bourguignon, 2004: 5). Perubahan berkesimpulan bahwa pertumbuhan secara
kemiskinan merupakan fungsi dari signifikan telah mempengaruhi
pertumbuhan, distribusi dan perubahan pengurangan kemiskinan, akan tetapi nilai
distribusi dengan asumsi distribusi elastisitas kemiskinan terhadap
pertumbuhan ekonomi tergolong rendah.
2
Analisis Pro-Poor Growth Kabupaten Pekalongan: Profil Dan Dekomposisi Kemiskinan
2015-2019
Studi pro-poor growth dengan metode Akibatnya, target penurunan tingkat
Poverty Equivalent Growth Rate (PEGR) kemiskinan di Kabupaten Pekalongan pada
dilakukan oleh Suparno (2010) dan tahun 2021 diperkirakan hanya akan
Mar’atis (2011) menggunakan data Susenas menyentuh angka 8,23 persen. Ini artinya,
Modul Konsumsi. Suparno berkesimpulan target penurunan tingkat kemiskinan
bahwa pertumbuhan ekonomi di level sebagaimana yang tertuang dalam RPJMD,
nasional selama periode 2002-2005 berpotensi tidak dapat tercapai.
diyakini belum pro-poor, sedangkan Fakta masih jauhnya capaian
pertumbuhan yang bersifat pro-poor kemiskinan dari target RPJMD serta
growth pada periode 2005-2008 hanya lambatnya laju penurunan tingkat
terjadi di daerah perkotaan dan sektor kemiskinan di Kabupaten Pekalongan di
industri. Pada level provinsi, Mar’atis atas menyisakan pertanyaan mendasar;
(2011) berhasil menunjukkan bahwa seberapa besar sebenarnya manfaat
pertumbuhan ekonomi pada akhir periode pertumbuhan ekonomi bagi rakyat miskin?
2008- 2009 telah bersifat pro-poor growth, Secara lebih detail, seberapa besar efek
efek pertumbuhan dan efek distribusi secara pertumbuhan dan efek distribusi
bersama-sama berhasil menurunkan pendapatan berpengaruh terhadap
kemiskinan. perubahan tingkat kemiskinan di
Studi ini bertujuan melakukan analisis Kabupaten Pekalongan selama 2015-2019?
pro-poor growth di Kabupaten Pekalongan Kemudian, bagaimana tipe pertumbuhan
dalam periode 2015-2019. Selama periode ekonomi di Kabupaten Pekalongan pada
2015-2019, bahwa tingkat kemiskinan telah periode 2015-2019? Untuk menjawab
dapat ditekan menjadi 9,71 persen pada kbeberapa pertanyaan ini, maka analisis
tahun 2019. Masih ada sekitar 2,61 persen pro-poor growth menjadi penting
penduduk miskin yang harus dientaskan dilakukan. Selain untuk mendapatkan
oleh Pemerintah Kabupaten Pekalongan gambaran yang komprehensif tentang
agar target RPJMD sebesar 7,10 persen dinamika kemiskinan yang terjadi, studi ini
pada tahun 2021 tercapai. Selain jauh dari dapat menjadi salah satu dasar penyusunan
target RPJMD, laju penurunan tingkat kebijakan penanggulangan kemiskinan di
kemiskinan per tahun di Kabupaten Kabupaten Pekalongan.
Pekalongan (0,74 persen) juga lebih lambat B. METODE PENELITIAN
dibandingkan laju penurunan kemiskinan Studi pro-poor growth ini dilakukan
Provinsi Jawa Tengah (0,88 persen). dengan menggunakan metode Dekomposisi
3
Kajen Vol. 5 No. 1, April 2021: 1- 10

Kemiskinan Shapley dan Metoda Poverty harga. Oleh karena itu, variabel
Equivalent Growth Rate (PEGR). Data pengeluaran per kapita yang digunakan
utama adalah data Susenas Kabupaten perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan
Pekalongan pada periode 2015-2019, cara di-deflate dengan proporsi antara garis
dengan total sampel sebanyak 15.287 jiwa. kemiskinan pada tahun yang bersangkutan.
Dimensi income menggunakan data Metoda penyesuaian ini merujuk pada
konsumsi (pengeluaran) per kapita sebagai penelitian Araar dan Duclos (2012: 84).
pendekatan penghitungan pendapatan. Garis kemiskinan yang dijadikan baseline
Penghitungan dekomposisi kemiskinan dalam penghitungan dekomposisi Shapley
Shapley dan PEGR menggunakan software dan PEGR dalam penelitian ini adalah garis
STATA.11 dan paket program kemiskinan Kabupaten Pekalongan tahun
“Distributive Analysis Stata Package” 2015 yaitu sebesar Rp. 317.796,-.
(DASP) versi 2.2. Sedangkan analisis Dekomposisi Kemiskinan Shapley
karakteristik kemiskinan beserta Model dekomposisi Shapley yang
ketimpangan dan distribusi pendapatan digunakan mengacu model dekomposisi
digunakan software ADePT versi 6 yang yang dikembangkan Shorrocks (1999).
dibuat oleh para peneliti Bank Dunia. Model ini mendekomposisi perubahan
Penghitungan dekomposisi Shapley kemiskinan antar periode secara penuh
dan PEGR mensyaratkan adanya satu garis ke dalam efek redistribusi tanpa
kemiskinan yang konstan sehingga didapat mengandung unsur residual.
perbandingan pola distribusi di awal dan di Model dekomposisi kemiskinan
akhir periode serta perbandingan Shapley dirumuskan dalam bentuk
antarperiode yang merupakan perubahan normalisasi FGT (Foster- Greer- Thorbecke)
riil tanpa dipengaruhi oleh faktor perubahan dapat dituliskan sebagai berikut.

∆𝑃 = perubahan kemiskinan
𝑃1 (𝑧, 𝛼 ) =bentuk normalisasi ukuran kemiskinan FGT pada awal periode
𝑃2 (𝑧, 𝛼 ) = bentuk normalisasi ukuran kemiskinan FGT pada akhir periode
𝑧𝜇
𝑃1 ( 𝜇 𝑡 , 𝛼)= bentuk normalisasi ukuran kemiskinan FGT bila terjadi perubahan rata-
𝑡

rata pendapatan dari periode ke-t terhadap periode ke-s untuk t ≠ s, dan t.s = 1,2

4
Analisis Pro-Poor Growth Kabupaten Pekalongan: Profil Dan Dekomposisi Kemiskinan
2015-2019
Poverty Equivalent Growth Rate Sehingga estimasi dari PEGR dirumuskan
Misalkan x adalah variabel acak sebagai
pendapatan (pengeluaran) individu dengan
fungsi distribusi f(x). sedangkan z adalah
di mana 𝜂̂ merupakan estimasi
garis skemiskinan, maka tingkat kemiskinan
darielastisitas pertumbuhan netral relatif
dapat dituliskan dalam bentuk:
terhadap kemiskinan (elastisitas murni
𝑧
𝜃= ∫0 𝑃 (𝑧, 𝑥 )𝑓 (𝑥 )𝑑𝑥 (3.3) pertumbuhan terhadap kemiskinan),
Ukuran kemiskinan 𝜃 pada persamaan sehingga:
(3.3) sangat bergantung pada garis
𝛿̂ = 𝜂̂ + 𝜁̂ (3.8)
kemiskinan z dan vektor dari distribusi
pendapatan ~𝑥 , sehingga 𝜃 = 𝜃(𝑧, 𝑥̃) (3.4) di mana 𝜁̂ merupakan estimasi dari efek
merupakan distribusi pendapatan ketimpangan dalam pengurangan
(pengeluaran riil, yang telah disesuaikan kemiskinan. Metodologi dekomposisi
kemiskinan dari Kakwani (2000)
perubahan harganya)pada tahun awal dan digunakan untuk menghitung 𝜂 dan 𝜁
tahun akhir periode adalah ~𝑥1 dengan formula sebagai berikut:

(3.9)

(3.10)

dan ~𝑥2 dengan rata-rata pendapatan 𝜇1 Secara relatif, pada saat pertumbuhan
dan 𝜇2 , maka estimasi elastisitas positif, 𝛾 > 0, jika nilai PEGR lebih besar
pertumbuhan terhadap kemiskinan dari pertumbuhan aktual, 𝛾∗> 𝛾, maka
(elastisitas total kemiskinan) bisa pertumbuhan disebut pro-poor, akan tetapi jika

didapatkan dengan rumus: sebaliknya, 𝛾∗< 𝛾, maka pertumbuhan


disebut anti-poor. Padasaat pertumbuhan
negatif (resesi), di mana 𝛾 < 0, kemiskinan

di mana 𝛾̂ merupakan estimasi dari tingkat secara umum akan meningkat, namun jika

pertumbuhan rata-rata pendapatan ketimpangan berkurang sangat besar

(pertumbuhan aktual) yang dirumuskan sehingga kemiskinan menurun, di mana 𝛾∗


> 0, maka kondisi resesi tersebut tergolong
“strongly pro-poor”. Resesi disebut pro-
poor jika 𝛾 < 𝛾∗ < 0, dan disebut anti-poor
jika 𝛾∗ < 𝛾 < 0.
5
Kajen Vol. 5 No. 1, April 2021: 1- 10

C. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Probabilitas Menjadi Miskin


Selama periode tahun 2015-2019 di Karena Perubahan Tingkat
Kabupaten Pekalongan, tingkat kemiskinan Pendidikan Kepala Rumah Tangga
turun 3,1% dengan rata-rata sebesar 0,78% di Kabupaten Pekalongan, Tahun
per tahun. Jumlah penduduk miskin juga 2015 dan 2019
berkurang dari sekitar 112 ribu orang pada Education of
tahun 2015, menjadi sekitar 87 ribu orang the household 2015 2019

pada tahun 2019. Penurunan tingkat head

kemiskinan diiringi dengan penurunan SD Ke bawah (base) (base)


-26.5 s/d -30.2 s/d
indeks kedalaman kemiskinan sebesar 0,8% SMP Sederajat
-38.0 -63.3
poin dan penurunan indeks keparahan
-61.0 s/d -65.2 s/d
kemiskinan sebesar 0,3% poin. Penurunan SMA Sederajat
-74.8 -78.9
pada kedua indeks tersebut menunjukkan
Perguruan -95.4 s/d -98.1 s/d
bahwa pada periode tahun 2015-2019,
Tinggi -96.7 -98.4
penurunan kemiskinan di Kabupaten
Sumber: Output ADePT, diolah dari Susenas
Pekalongan diiringi dengan perbaikan 2015 dan 2019
kualitas ekonomi penduduk miskin. Penduduk miskin di Kabupaten
Hasil estimasi ADePT menempatkan Pekalongan didominasi mereka yang
kelompok usia non produktif 0-14 tahun berpendidikan setingkat SD ke bawah
dan 60 tahun ke atas sebagai kelompok (80,4% di tahun 2019). Besarnya peluang
dengan tingkat kemiskinan terbesar serta rumah tangga untuk terlepas dari
memiliki share terbesar (42,7% - 50%) kemiskinan semakin besar jika terjadi
terhadap total penduduk miskin. Pada tahun perubahan pendidikan kepala rumah
2019, lebih dari separuh rumah tangga tangga, terutama dari SD ke bawah menjadi
miskin memiliki anggota rumah tangga SMP/sederajat yang peluangnya bisa
sebanyak 5 orang atau lebih, dan hampir meningkat dua kali lipat pada tahun 2019
separuhnya (51,7%) memiliki 1 orang dibanding tahun 2015 sebagaimana
balita. Probability rumah tangga menjadi ditunjukkan Tabel 1.
miskin dengan adanya perubahan Ada kecenderungan terjadi pergeseran
demografi (kelahiran) meningkat hampir lapangan usaha penduduk miskin dari
dua kali lipat dari 66,0% hingga 88,4% di sektor manufaktur meskipun masih
tahun 2015 menjadi 119% hingga 135% di mendominasi ke sektor jasa. Penduduk
tahun 2019. miskin yang bekerja di sektor manufaktur
6
Analisis Pro-Poor Growth Kabupaten Pekalongan: Profil Dan Dekomposisi Kemiskinan
2015-2019
persentasenya menurun dari 26,6% (2015) Hasil hitungan berdasarkan teknik
menjadi 19% (2019), sementara penduduk dekomposisi Shapley (Gambar 1) di
miskin yang bekerja di sektor jasa justru Kabupaten Pekalongan pada periode
meningkat hampir dua kali lipat dari 8,8% tahunan selama tahun 2015-2019
(2015) menjadi 15,9% (2019). Namun jika menunjukkan fakta adanya trade-off antara
dilihat tingkat kemiskinan berdasarkan efek pertumbuhan dengan efek redistribusi
lapangan usaha, ada pergeseran dari sektor dengan besaran yang hampir sama,
manufaktur ke sektor pertanian. Tingkat akibatnya efek netto terhadap penurunan
kemiskinan di sektor pertanian bergerak kemiskinan relatif kecil. Efek pertumbuhan
dari 8,8% (2015) menjadi 13,4% (2018) bernilai negatif, yang berarti menurunkan
sementara tingkat kemiskinan di sektor kemiskinan, terjadi pada periode 2015-
manufaktur turun dari 15,2% (2015) 2016 dan 2017-2018. Pada periode 2016-
menjadi 8,2% (2019). Gini ratio yang 2017 dan periode 2018-2019 justru efek
menggambarkan ketimpangan pendapatan redistribusi yang memberi efek
mengalami fluktuasi sepanjang periode menurunkan kemiskinan, sedangkan efek
2015- 2019, Sempat turun hingga 30,0 pertumbuhan justru berpotensi
(2017) kemudian naik menjadi 33,8 (2018) meningkatkan kemiskinan.
dan kembali turun menjadi 30,6 (2019). Gambar 1. Efek Pertumbuhan dan Efek
Pertumbuhan rata-rata konsumsi per kapita Redistribusi, 2015-2019
sebesar 1% pada tahun 2019 dapat
menurunkan tingkat kemiskinan 3,18% dari
kondisi aktualnya, lebih kecil dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Jika terjadi inflasi
sebesar 5%, tingkat kemiskinan akan
meningkat menjadi 11,5% atau berubah
18,2% dari kondisi aktual. Sementara jika
Sumber: Output DASP, diolah dari
terjadi deflasi 5%, tingkat kemiskinan
Susenas 2015-2019
hanya akan turun 16% menjadi 8,2%.
Pertumbuhan konsumsi per kapita
Simulasi ini menunjukkan bahwa penduduk
selama periode 2015-2019 secara
rentan miskin jauh lebih banyak
proporsional selayaknya dapat menurunkan
dibandingkan penduduk yang berada
kemiskinan sebesar - 4,86% jika tidak
sedikit di bawah garis kemiskinan.
terjadi perubahan distribusi pendapatan.

7
Kajen Vol. 5 No. 1, April 2021: 1- 10

Efek redistribusi menunjukkan adanya pendapatan penduduk mengalami


ketimpangan yang berpotensi penurunan namun pendapatan sebagian
meningkatkan kemiskinan sebesar 1,36%. penduduk miskin justru mengalami
Akibatnya selama 5 tahun tingkat perbaikan. Pola pertumbuhan “strongly
kemiskinan hanya turun sebesar -3,13%. pro-poor” juga terjadi di periode 2018-
Hal ini menunjukkan bahwa manfaat dari 2019.
pertumbuhan ekonomi tidak terdistribusi
secara baik, ketimpangan pendapatan yang
terjadi menghambat laju penurunan tingkat
kemiskinan. Pola pertumbuhan pada
periode ini oleh Kakwani disebut sebagai
“trickle down”, pembangunan memberikan
efek menetas ke bawah yang lambat
karena adanya ketimpangan. PEGR
positif, namun masih jauh lebih rendah dari
Gambar 2. Growth dan Poverty Equivalent
pertumbuhan riilnya. Perekonomian
Growth Rate (PEGR)
tumbuh 12,62%, sementara PEGR hanya
Kabupaten Pekalongan, 2015-
sebesar 7,54%.
2019
Pada periode 2015-2016 konsumsi per
Sumber: Susenas, diolah.
kapita masyarakat secara riil tumbuh
0,99%, namun kemiskinan justru Laju penurunan kemiskinan terbesar

meningkat ditandai dengan nilai negatif terjadi di periode 2017- 2018, dimana

PEGR meskipun hanya sebesar -0.04%. konsumsi per kapita dapat tumbuh secara

Manfaat pertumbuhan ekonomi disinyalir riil hingga 17,68% meskipun tidak

hanya dinikmati oleh kelompok penduduk terdistribusi dengan baik, ditandai naiknya

tidak miskin yang memicu terjadinya gini ratio dari 30,0 menjadi 33,8 yang

ketimpangan. Perekonomian tumbuh menunjukkan adanya ketimpangan yang

namun kemiskinan juga meningkat pola semakin melebar. Akibatnya manfaat dari

pertumbuhan seperti ini disebut oleh pertumbuhan ekonomi yang dirasakan

Bhagwati (1988) sebagai “immiserizing penduduk miskin secara proporsional

growth”. Pada periode 2016-2017 pola masih lebih rendah dari penduduk non

pertumbuhan berubah total menjadi miskin. Pola pertumbuhan di periode ini

“strongly pro- poor”. Secara rata-rata masih bersifat “trickle down”.

8
Analisis Pro-Poor Growth Kabupaten Pekalongan: Profil Dan Dekomposisi Kemiskinan
2015-2019
D. SIMPULAN DAN SARAN tersebut paling tidak ada pada dua hal.
Pertumbuhan ekonomi merupakan Pertama penyediaan lapangan pekerjaan
syarat bagi upaya untuk menanggulangi yang berkualitas. Ini dapat dilakukan
kemiskinan. Namun demikian dengan mendorong revitalisasi industri
pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum manufaktur diiringi dengan program-
tentu beriringan dsdengan penurunan tingkat program padat karya–khususnya di
kemiskinan. Relasi antara pertumbuhan perdesaan untuk mengisi periode di luar
ekonomi dan perubahan tingkat masa tanam dan panen. Kedua,
kemiskinan bergantung pada kebijakan- menguatkan dan meningkatkan program-
kebijakan makro dan mikro yang pada program perlindungan sosial bagi
gilirannya menentukan siapa yang kelompok miskin dan rentan miskin.
menerima manfaat hasil pertumbuhan. Program-program ini merupakan safety net
Hasil analisis data Susenas 2015-2019 bagi kelompok miskin dan rentan dalam
dengan metode dekomposisi Shapley menghadapiguncangan ekonomi, sekaligus
menunjukkan adanya trade-off antara efek upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
pertumbuhan dengan efek distribusi. dalam jangka panjang.
Pertumbuhan cenderung disertai dengan
DAFTAR PUSTAKA
ketimpangan yang menghambat efek
Araar, Abdelkrim dan Duclos, Jean- Yves.
penurunan kemiskinan. Hal ini
2012. User Manual DASP Version 2.2.
menyebabkan dalam kurun 2015-2019,
DASP: Distributive Analysis Stata
pertumbuhan di Kabupaten Pekalongan
Package. Université Laval. PEP.
cenderung pada pola yang tidak pro-poor
CIRPÉE dan World Bank.
dan masih bersifat trickle down. Pola
redistribusi mengarah pada kelompok non- Badan Pusat Statistik, Beberapa Terbitan.

miskin sehingga manfaat dari pertumbuhan Data dan Informasi Kemiskinan Buku

ekonomi yang dirasakan oleh penduduk 2: Kabupaten/kota, Jakarta.

miskin secara proporsional lebih sedikit Bourguignon, F. 2004. The Poverty-


dibanding penduduk yang tidak miskin. Growth-Inequality Triangle. The
Melihat situasi tersebut agenda World Bank, Washington, DC.
penting ke depan untuk penurunantingkat
Hajiji, Ajid. 2010. “Analisis Pertumbuhan
kemiskinan adalah meningkatkan kualitas
Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan,
pertumbuhan dengan menjadikan
pertumbuhan lebih inklusif. Kunci upaya
9
Kajen Vol. 5 No. 1, April 2021: 1- 10

dan Kemiskinan di Propinsi Riau”. Ravallion, M. dan S. Chen. 2001.


Tesis. IE-IPB, Bogor. “Measuring Pro-poor Growth”.
Economic Letters;78(1):93-99.
Haughton, J dan Khandker, S.R. 2009.
Pedoman Tentang Kemiskinan Dan Son, H. H. 2007. “Interrelationship between
Ketimpangan. Alih bahasa. Penerbit Growth, Inequality, dan Poverty: The
Salemba Empat, Jakarta. Asian Experience”. Asian
Development Review, Vol. 24, No. 2,
Kakwani, N dan Pernia, Ernesto M. 2000.
pp. 37-63. Suparno. 2010. “Analisis
“What is Pro Poor Growth?”. Asian
Pertumbuhan Ekonomi dan
Development Review;18(1).
Pengurangan Kemiskinan: Studi Pro
Kakwani, N dan Son, H.H. 2006. “Pro-poor Poor Growth Policy di Indonesia”.
Growth: The Asian Experience”. Tesis. IE-IPB, Bogor.
Research Paper. UNU-WIDER,
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan
No.2006/56, Brasilia.
Pembangunan: Aplikasi Komputer
Kakwani, N dan Son, H.H. 2008. “Poverty (Era Otonomi Daerah). UPP STIM
Equivalent Growth Rate”. Review of YKPN, Yogyakarta.
Income and Wealth; 54:643-655.
Wodon, Quentin. T. 1999. “Between Group
Laksani, C.S. 2010. Analisis Pro- Poor Inequality and Targeted Transfers”.
Growth Di Indonesia Melalui Policy Research Working Paper. The
Identifikasi Pengaruh Pertumbuhan Wold Bank.
Ekonomi Terhadap Ketimpangan
Pendapatan dan Kemiskinan. [Tesis].
FE-UI, Jakarta.

Lopez, J.H. 2011. “Pro-poor Growth: a


review of what we know (and of what
we don’t)”. The World Bank.

Mar’atis, Atik. 2011. “Pro-Poor Growth


Tingkat Provinsi Di Indonesia”. Tesis.
IE-IPB, Bogor.

10

Anda mungkin juga menyukai