Kata nafkah berasal dari bahasa Arab yakni anfaqa-yunfiqu-infaaqan yang berarti al-
kharaj atau keluar, pengeluaran. Adapun bentuk jamaknya adalah nafaqat yang secara
bahasa berarti sesuatu yang dikeluarkan manusia untuk tanggungannya.
Artinya: “mencukupi kebutuhan orang yang menjadi tanggung jawabnya berupa makanan,
pakaian, dan tempat tinggal.”
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa nafkah adalah pengeluaran yang
biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk orang yang menjadi tanggungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidup, baik berupa pangan, sandang, ataupun papan dan lainnya dengan
sesuatu yang baik.1
Secara prinsip, nafkah lahir karena adanya beban tanggung jawab (dzimmah) sehingga
karakteristiknya sama dengan ketentuan kafarat yang menjadi sebuah kewajiban sebagai
akibat dari beban pertanggungjawaban atas sebuah perbuatan. Ketentuan nafkah memiliki
takaran besaran kewajiban yang disesuaikan dengan kemampuan pihak yang akan memberi
nafkah, sebagaimana kafarat yang menentukan pula tingkatan besaran kewajiban dengan
disesuaikan atas perbuatan berdasarkan penyebabnya.2 Tidak ada ketentuan yang
menjelaskan berapa ukuran nafkah secara pasti, justru menunjukkan betapa fleksibelnya
Islam dalam menetapkan aturan nafkah.
1
Jumni Nelli, Analisis tentang Kewajiban Nafkah Keluarga Dalam Pemberlakuan Harta Bersama, Al-Istinbath:
Jurnal Hukum Islam, Vol. 2, No. 1, 2017, h. 30.
2
Ahmad Rajafi, Reinterpretasi Makna Nafkah dalam Bingkai Islam Nusaantara, Al Ihkam, Vol. 13, No. 1,
2018, h. 103.
berupa pembayaran sejumlah biaya guna memenuhi kebutuhan primer, sekunder, maupun
tersier dari sesuatu yang menjadi tanggungannya.