DI RESUME OLEH :
NPP : 30.0848
NO. ABSEN : 23
KELAS : A-3
Dalam sistem negara kesatuan, posisi pemerintah pusat sangat kuat dari
posisi konsituen yang dianggap lemah. Sedangkan sistem federal, konstituen
lebih kuat daripada pusat dimana setiap unit diberikan otonomi khusus. Pada
negara federal posisi negara bagian dan pemerintah federal menunjukkan
kedudukan yang sama. Sementara pada negara kesatuan, pemerintah daerah
adalah bentukan dan bawahan dari pemerintahan pusat. Di beberapa negara
federal, perbuatan hukum struktur federal terhadap negara bagian seringkali
diputuskan oleh mekanisme double majority (mayoritas ganda) melalui
persetujuan msyarakat negara bagian dan negara bagian yang ada. Derajat
kemandirian di negara kesatuan sangat terbatas sehingga pemerintah pusat
dapat menghendaki penarikan kewenangan, sudah diserahkan kepada satu
pemerintah daerah dan hal tersebut dapat dengan mudah dilakukan. Dapat
disimpulkan bahwa negara kesatuan sifat hubungannya adalah subordinatif,
sedangkan negara federal bersifat koordinatif.
Pemahaman lebih jauh hubungan antarpemerintahan ini dilakukan
dengan beberapa pendekatan yakni pendekatan demokratis,
konstitusional/hukum, keuangan dan pendekatan normatif-operasional.
Pendekatan Demokratis menekankan hak pemerintah untuk menentukan
nasibnya sendiri sejauh menyangkut badan pemerintah. Pendukung pendekatan
ini cenderung memiliki pandangan sepaatis dan menekankan hak eksistensi
“otonom” dari setiap entitas pemerintahan. Selanjutnya Pendekatan
Konstitusi/Hukum dimana ppendekatan ini penggunaanya pada konstitusi dan
produk hukum sebagai titik tolak dalam studi hubungan antarpemerintah.
Informasi faktual dalam konstitusi setiap negara yang mengatur hubungan
antarpemerintahan menjadi basis penentu hubungan sebagai instrumen hierarki
pemerintahan.
Clarke dan Stewart juga menjelaskan tiga model lain yakni: Pertama, The
Relative Authonomy Model, yang memberikan kebebasan kepada pemerintah
daerah dengan menghormati keberadaan pemerintah pusat. Kedua, The Agency
Model, dimana pemerintah daerah tidaak mempunyai kekuasaan yang cukup
berarti. Ketiga, The Interaction Model merupakan suatu bentuk model dimana
keberadaan dan peran pemerintah daerah ditentukan oleh interaksi pemerintah
pusat dan daerah. Dari beragam model, pemerintah daerah tidak terlihat seperti
unit yang mandiri, bahkan menjadi sebuah bagian yang diawasi oleh pemerintah
pusat.
Pada hakikatnya, belum ada keputusan final mengenai definisi dan arti
sebenarnya dari desentralisasi dan otonomi daerah, tetapi terdapat semacam
konsensus umum tentang karakteristik mendasar yakni berkenaan dengan
pembagian kekuasaan yang dijamin antara pemerintah pusat dan daerah.
Secara khusus desentralisasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana
pembagian kekuasaan vertikal hadir diantara berbagai tingkat pemerintahan
yang memiliki kekuasaan pengambilan keputusan secara independen pada
berbagai bidang (Lijphart, 1999: 186; Wolff, 2013: 32-33). Diskusi mengenai
fokus pemaknaan kemudian mengerucut hingga berhubungan erat dengan
paradigma yang dianut dalam sistem pemerintahan suatu negara, dimana
terdapat perbedaan konsep di negara kesatuan manapun negara-negara federal
(Arthanaya, 2011).
Berkenaan dengan konsep otonomi negara federal, Karim (2003: 76)
menjelaskan otonomi daerah bermakna sebagai independensi kewenangan
daerah dari segala intervesi pemerintah nasional. Konsep otonomi dalam
federalisme tidak mengenal hirarkis karena tidak ada ikatan satu dengan lainnya
dan setiap pemerintahan lokal adalah wilayah yang independen (Jati, 2012).
Asshiddiqie menjelaskan bahwa konsep otonomi daerah dianggap sebagai
pematangan konsep federalisme yang mana mengadopsi nilai dan prinsip dalam
negara federalisme ke bentuk otonomi daerah di negara kesatuan. Konsep
otonomi daerah sesungguhnya tidak berlaku di negara kesatuan karena semua
kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat. Asshiddiqe menegaskan bahwa
kekuasaan asli berada di pemerintah, bukan di daerah yang merupakan
kekuasaan asli tanpa atribut tetapi kekuasaan yang sudah dilegalisasikan
sebagai kewenangan. Kewenangan daerah mengacu pada asas pembagian
yang tidak meninggalkan kebulatan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara tetap di tangan pemerintah
(Soemantri,1987).