Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Semoga kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
penulis. Penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Lhokseumawe, 16 Oktober 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ iii
1. LATAR BELAKANG........................................................................................................................... iii
2. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................................... iii
BAB II ISI .................................................................................................................................................. 1
A. PENGERTIAN POLITIK ...................................................................................................................... 1
B. POLITIK DI ERA ORDE LAMA (1945- 1968) ...................................................................................... 1
1. KONFIGURASI POLITIK ERA ORDE LAMA ..................................................................................... 1
2. PARTAI POLITIK DALAM ERA ORDE LAMA .................................................................................. 2
C. POLITIK DI ERA ORDE BARU (1966- 1998)....................................................................................... 4
1. KONFIGURASI POLITIK ERA ORDE BARU ..................................................................................... 4
2. PARTAI POLITIK DALAM ERA ORDE BARU ................................................................................... 5
D. POLITIK DI ERA REFORMASI (1998- sekarang) ................................................................................ 5
BAB III KESIMPULAN................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 10

ii
BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Politik dari bahasa Yunani: “politicos”, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan
dengan warga Negara. dari bahasa Inggris politic : bijaksana, beradab, berakal, yg
dipikirkan, polite : sopan, halus, beradab, sopan santun, terpilih, yg halus budi bahasanya.
Politik juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam
Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik tidak bisa dilepaskan dari sebuah Negara. politik dapat berdampak positif dan
berdampak negative. Maka daripada itu pentingnya kita mengetahui sejarah dari pada politik
itu sendiri. Sejarah politik di era orde lama, era orde baru dan era reformasi. Dengan kita
mengetahui sejarah politik di Indonesia. Kita dapat menilai atau membandingkan politik di
masa dahulu dengan masa sekarang.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana keadaan politik di era orde lama (1945 - 1966)
2. Bagaimana keadaan politik di era orde baru (1966 - 1998)
3. Bagaimana keadaan politik di era reformasi (1998 - sekarang)

iii
BAB II ISI

A. PENGERTIAN POLITIK
Politik dari bahasa Yunani: “politicos”, yang berarti dari, untuk, atau yang
berkaitan dengan warga Negara. dari bahasa Inggris politic : bijaksana, beradab,
berakal, yg dipikirkan, polite : sopan, halus, beradab, sopan santun, terpilih, yg halus
budi bahasanya. Politik juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik
adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat dilihat dari sudut pandang berbeda, yaitu antara
lain:

 politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
 politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
 politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
 politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.

B. POLITIK DI ERA ORDE LAMA (1945- 1968)


1. KONFIGURASI POLITIK ERA ORDE LAMA
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden
yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam
Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 yang berisi
beberapa penetapan- penetapan berikut ini:
 Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950,
 pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar pertimbangan
dikeluarkannya

1
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante
melaksanakan tugasnya. Pada masa ini Soekarno memakai sistem
DEMOKRASI TERPIMPIN. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada
tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis
konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang
“memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang
dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan
mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error”
yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai
paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
cepat berkembang. Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi
ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi
mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan
DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan
kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU,
Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem
catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun dan terpaksa
harus kita bayar tingggi berupa:

(1). Gerakan separatis pada tahun 1957

(2). Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi
Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante
pada tahun 1959.

2. PARTAI POLITIK DALAM ERA ORDE LAMA


Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden
Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968.
Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi
liberal dan sistem ekonomi komando.

Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia


menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno di gulingkan
waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.

2
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil
Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari
sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini
mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik
Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk
wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan NusaTenggara.

Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai


yang ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai dengan
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang Pemilihan Umum 1955 yang
berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol meningkat hingga 29 parpol
dan juga terdapat peserta perorangan.

Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian


Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan
Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan
pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan
hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah
sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI
MURBA dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus
1960, PSI dan Masyumi dibubarkan. Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29
parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi
dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk
mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal
12 Desember 1964 yang menghasilkan "Deklarasi Bogor."

3
C. POLITIK DI ERA ORDE BARU (1966- 1998)
1. KONFIGURASI POLITIK ERA ORDE BARU
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis
Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde
Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk
menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto
untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan
melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan
sebutan Surat Perintah Sebelas Maret ( SUPERSEMAR ) itu diartikan sebagai
media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh. Sidang MPRS
yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. Hasil yang ditetapkan oleh sidang
tersebut adalah
a. Mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh
dan berkembang di Indonesia.
b. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat
dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian
besar lainnya diasingkan ke pulau Buru.

Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas


nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional
terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional.
Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :

a. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk


melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
b. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara
melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai
lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai
politik dan masyarakat.

4
2. PARTAI POLITIK DALAM ERA ORDE BARU
Dalam masa Orde Baru yang ditandai dengan dibubarkannya PKI pada
tanggal 12 Maret 1966 maka dimulai suatu usaha pembinaan terhadap partai-
partai politik. Pada tanggal 20 Pebruari 1968 sebagai langkah peleburan dan
penggabungan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi belum tersalurkan
aspirasinya maka didirikannyalah Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI)
dengan massa pendukung dari Muhammadiyah, HMI, PII, Al Wasliyah, HSBI,
Gasbindo, PUI dan IPM. Selanjutnya pada tanggal 9 Maret 1970, terjadi
pengelompokan partai dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi
Pembangunan yang terdiri dari PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan
Murba. Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan
Pembangunan yang terdiri atas NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada
suatu kelompok fungsional yang dimasukkan dalam salah satu kelompok
tersendiri yang kemudian disebut Golongan Karya. Dengan adanya pembinaan
terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka terjadilah perampingan
parpol sebagai wadah aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada
akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta
satu Golongan Karya. Hingga Pemilihan Umum 1977, pada masa ini peserta
pemilu hanya terdiri sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol dan 1
Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu
memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh
penguasa saat itu.

D. POLITIK DI ERA REFORMASI (1998- sekarang)


Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai
tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi“.Masih adanya
tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa
Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih
belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut
sebagai “Era Pasca Orde Baru”.

Berakhirnya rezim Orde Baru, telah membuka peluang guna menata


kehidupan demokrasi. Reformasi politik, ekonomi dan hukum merupakan agenda

5
yang tidak bisa ditunda. Demokrasi menuntut lebih dari sekedar pemilu. Demokrasi
yang mumpuni harus dibangun melalui struktur politik dan kelembagaan demokrasi
yang sehat. Namun nampaknya tuntutan reformasi politik, telah menempatkan
pelaksanan pemilu menjadi agenda pertama. Pemilu pertama di masa reformasi
hampir sama dengan pemilu pertama tahun 1955 diwarnai dengan kejutan dan
keprihatinan. Pertama, kegagalan partai-partai Islam meraih suara siginifikan. Kedua,
menurunnya perolehan suara Golkar. Ketiga, kenaikan perolehan suara PDI P.
Keempat, kegagalan PAN, yang dianggap paling reformis, ternyata hanya menduduki
urutan kelima. Kekalahan PAN, mengingatkan pada kekalahan yang dialami Partai
Sosialis, pada pemilu 1955, diprediksi akan memperoleh suara signifikan namun lain
nyatanya.

 Pemerintahan B.J Habibie


Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden,
ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di
Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam
peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan
Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter
Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie
juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah
tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar
Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan
secara bergelombang. Beberapa langkah perubahan diambil oleh BJ Habibie adalah
sebagai berikut:
a. liberalisasi parpol
b. pemberian kebebasan pers
c. kebebasan berpendapat dan
d. pencabutan UU Subversi.

Walaupun begitu Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU


Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya tekanan
politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.

 Kejadian Penting Dalam Masa Pemerintahan Habibie

6
Kejadian tersebut adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk
mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut
dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata
masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap
sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

Walaupun pengesahan hasil Pemilu 1999 sempat tertunda, secara umum proses
pemilu multi partai pertama di era reformasi jauh lebih Langsung, Umum, Bebas dan
Rahasia (Luber) serta adil dan jujur dibanding masa Orde Baru. Hampir tidak ada
indikator siginifikan yang menunjukkan bahwa rakyat menolak hasil pemilu yang
berlangsung dengan aman. Realitas ini menunjukkan, bahwa yang tidak mau
menerima kekalahan, hanyalah mereka yang tidak siap berdemokrasi, dan ini hanya
diungkapkan oleh sebagian elite politik, bukan rakyat.

 Pemerintahan Abdurahman Wahid.


Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999.PDI
Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputrikeluar menjadi
pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh
suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu
sebelumnya) memperoleh 22%;Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah
Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%.
Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan
Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk
kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan
melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan
perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian
ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis
dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah
yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan
masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin

7
memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan
perdebatan politik yang meluap-luap.
 Pemerintahan Megawati soekarno putri
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid
memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari2001, ribuan
demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan
alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk
memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan
keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil
presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
 Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono
Pemilu 2004, merupakan pemilu kedua dengan dua agenda, pertama memilih
anggota legislatif dan kedua memilih presiden. Untuk agenda pertama terjadi kejutan,
yakni naiknya kembali suara Golkar, turunan perolehan suara PDI-P, tidak
beranjaknya perolehan yang signifikan partai Islam dan munculnya Partai Demokrat
yang melewati PAN. Dalam pemilihan presiden yang diikuti lima kandidat (Susilo
Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Wiranto, Amin Rais dan Hamzah
Haz), berlangsung dalam dua putaran, telah menempatkan pasangan SBY dan JK,
dengan meraih 60,95 persen.Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden
baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima
berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan
Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa
bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara
pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri
konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh. Atas prestasi SBY yang di
tanam sejak tahun 2004 telah mengantar beliau naik kembali duduk di kursi presiden
dengan pasanganya pak Budiono pada pemilu tahun 2009, kinerja mereka pun belum
dapat dirasakan dengan maksimal.

8
BAB III KESIMPULAN
Politik juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam
Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi.


Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai ”Trias Politica”
oleh Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa kerja
yang lamanya ditentukan konstitusi. Konsentrasi kekuasaan ada pada presiden sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah pembantu
presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1959%E2%80%931965)

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Indonesia

http://roni-bae.blogspot.com/2011/06/persamaan-dan-perbedaan-orde-lama-orde.html

http://politik.kompasiana.com/2013/05/11/stabilitas-politik-era-orde-lama-tolak-tarik-ulur-demokrasi-
dan-otoriterisme-559319.html

http://khayfauzan13.blogspot.com/2013/06/perkembangan-politik-orde-lama-orde.html

10

Anda mungkin juga menyukai