1
Ciri karakter wirausaha adalah mereka yang terbiasa untuk mempelajari hal
baru dan peka terhadap perubahan. Pembekalan karakter wirasusaha dan softskill
pemasaran dapat dimulai dalam lingkungan pendidikan melalui program
praktikum usaha dalam melengkapi kurikulum kewirausahaan.
Sudah saatnya pembangunan pendidikan di Indonesia harus diorientasikan
untuk adaptif terhadap dinamika global dan nasional terlebih terhadap revolusi
industry 4.0 sekarang ini, selaras terhadap kebutuhan dunia kerja melalui
perbaikan kurikulum dan integratif dengan keterlibatan multistakeholder.
Kurikulum 2013 sudah mulai memasukkan materi kewirausahaan dalam
kurikulumnya, akan tetapi masih sebatas teori. Ironisnya materi-materi tersebut
disusun oleh para akademisi, bukan para praktisi usaha. Sampai saat ini, lembaga
pendidikan sekolah maupun perguruan tinggi yang mengaku sebagai sekolah
bisnis, masih memberikan alternatif bagi lulusannya untuk menjadi karyawan.
Jadi, bisa dikatakan belum ada sekolah bisnis yang berkomitmen penuh
menghasilkan pengusaha.
Untuk melahirkan seorang pengusaha yang tangguh bukan hanya
dibutuhkan keilmuan akan tetapi juga ketrampilan dan pola pikir yang sangat
berbeda dengan karyawan. Banyak orang berpendapat bahwa menjadi wirausaha
itu gampang-gampang mudah. Mudah karena siapa saja bisa memulai asalkan
memiliki kemauan dan keuletan. Namun susah karena dari seribu orang yang
mencoba hanya satu atau dua orang yang sukses.
Setiap anak yang dilahirkan ke muka bumi ini memiliki bakat dan potensi
yang spesial. Namun itu saja tidak cukup. Anak juga harus diberikan berbagai
macam ketrampilan yang dapat digunakan saat nanti mulai menjalankan
usahanya. Ketrampilan bukanlah ilmu pasti yang bisa dipelajari di bangku
sekolah, namun didapat dengan langsung mempraktekkannya, atau istilahnya
learning by doing.
2
Selain ketrampilan, mengasah mental pun sangat penting agar nantinya dia
bisa bangkit saat menghadapi kegagalan. Hal-hal seperti ini sangat penting
diajarkan sejak kecil agar anak tidak manja dan bermalas-malasan. Orangtua juga
harus menanamkan sikap mandiri kepada anak, sehingga nanti saat dewasa dia
akan tumbuh menjadi seorang pengusaha yang tidak cengeng dan selalu berusaha
memberikan yang terbaik bagi pekerjaannya. Banyak negara maju yang telah
mengajarkan kewirausahaan sejak dini.
Lalu pertanyaannya bagaimana sih kiat untuk menjadi wirausaha yang
sukses. Apakah ada kursus, les, buku-buku, ataupun jurusan di sekolah atau
universitas yang menjamin lulusannya menjadi wirausaha? Berdasarkan
pengalaman dan pengamatan selama ini, jawabannya tidak dan iya sekaligus.
Ya karena ada sekolah yang mempelajari seluk beluk bisnis hingga sangat
rinci sehingga lulusannya bahkan mendapat gelar sarjana atau bahkan master dan
doktor dalam bidang ekonomi dan bisnis ataupun usaha. Bahkan ada yang
menyatakan institusinya sebagai entrepeneur university. Ada juga yang
memberikan pengalaman praktek bagi para mahapeserta didik.
Tidak, karena setelah ditelaah lebih lanjut, lulus sekolah maupun universitas
tadi ternyata tidak juga menjamin semua lulusan menjadi wirausaha yang sukses.
Banyak juga yang memilih jalan hidup menjadi pegawai, dosen, atau bahkan
bekerja di perusahaan milik pengusaha yang tidak mengeyam sekolah tinggi.
Lalu bagaimana kita harus menyikapi dua fakta yang kadang-kadang tidak
memiliki titik singgung ini? Haruskah kita yang ingin menjadi wirausaha
langsung terjun saja membuka usaha dan kemudian jatuh bangun sambil
membangun bisnis kita? Atau tetap menyelesaikan sekolah dulu setinggi-
tingginya baru sesudah itu membangun bisnis? Jawabannya kembali harus
disesuaikan dengan bakat, minat, kemauan, nasib, dan juga garis hidup masing-
masing.
Selama ini jarang kita temui anak sekolah yang berbisnis, kecuali bagi
mereka yang memang berasal dari keluarga pedagang. Umumnya mereka
melakukan aktifitas bisnis karena “kepepet” tidak memiliki biaya sekolah yang
cukup sehingga memaksa mereka sekolah sambil bekerja.
3
Pendapat diatas tentu saja keliru. Justru kita seharus memberikan apresiasi
dan suport kepada siapa saja yang melakukan kegiatan bisnis sambil sekolah. Jiwa
entrepreneur harus dimulai sejak anak berada di bangku sekolah. Siapa saja boleh
melakukannya tanpa harus merasa minder, apapun latar belakang keluarganya,
baik dari kalangan mampu maupun tidak mampu. Bahkan sudah sepantasnya
pihak sekolah sebagai tempat mendidik para pelajar memberikan peran yang lebih
besar agar semangat berwirausaha di kalangan pelajar perlu dirangsang dan
dibina, bukan hanya sekedar teori semata melainkan harus terjun langsung
mempraktekkannya.
Pembelajaran kewirausahaan merupakan suatu pembelajaran tentang etika,
nilai (value), kemampuan (ability) dan perilaku (attitude) dalam menghadapi
tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang
dihadapi. Pembelajaran kewirausahaan di Indonesia dilaksanakan sebagai sarana
untuk memacu kemampuan life skill peserta didik sehingga nanti lulusannya
mampu bersaing di era global dan mampu membuka lapangan kerja baru di masa
mendatang. Pembelajaran ini diharapkan mampu memberikan solusi melalui
pengayaan praktikum yang membiasakan peserta didik dalam mengasah penalaran
dan kreatifitas berbasis nilai ekonomi.
Maka dari itu dibutuhkan sistem pendidikan tentang kewirausahaan di
bangku sekolah agar setiap anak sudah disiapkan menjadi pengusaha sejak dini.
Hal ini penting karena seorang pengusaha tidak dibuat dalam waktu sekejap,
melainkan melalui proses yang panjang sejak kecil. Apa yang terjadi pada tahun-
tahun pertama kehidupan Anda akan membuat perbedaan yang sangat berarti
dalam tahapan berikutnya.
Perlu adanya dorongan pengembangan pendidikan kewirausahaan sebagai
sumbangan bagi kemajuan dan kemandirian bangsa untuk melahirkan generasi
wirausaha yang kuat dan mumpuni. Kurikulum pendidikan kewirausahaan harus
disusun sesuai dengan tantangan jaman. Para pelajar akan diberi pengetahuan kuat
dan juga keterampilan untuk menjawab tantangan di dunia bisnis. Untuk tujuan
itu, pendidikan kewirausahaan di sekolah perlu diaplikasikan kepada peserta didik
ke dalam tiga hal, yaitu diberi pengetahuan bisnis yang kuat dan
ditransformasikan ke dalam kerangka berpikirnya. Selanjutnya, mereka diberi
pengetahuan tentang penanaman karakter berbisnis (entrepreneurship) yang kuat,
baik itu keberanian menempuh risiko, analisis, komunikasi, dan kepemimpinan.
Terakhir, mereka akan dibekali materi peningkatan kepekaan sosial melalui
program dan kegiatan community development.
Untuk mencapai hal tersebut, pendidikan kewirausahaan dirancang dengan
menarik, interaktif, dan berbasis pada metode Experiential Learning dimana 70%
proses belajar merupakan kegiatan praktik dan 30% lagi adalah teori. Dengan
sistem pendidikan yang memperbanyak praktik, simulasi, permainan serta projek-
projek bisnis yang nyata (expriential learning), peserta didik diharapkan lebih
mudah dan cepat memahami real business yang akan dijalaninya kelak. Mengasah
multiple intelligence dengan memberikan banyak keilmuan praktis, kepribadian
serta kerohanian sebagai tujuan esensi seorang entrepreneur.
4
Entrepreneur sesungguhnya tidak belajar di belakang meja, tetapi langsung
praktek di lapangan. Pengalaman adalah sekolah yang terbaik untuk menjadi
pengusaha. Karena seperti berenang. Walaupun kita hafal buku bagaimana
berenang yang baik dengan sejuta teori dan gaya, kalau tidak pernah menceburkan
diri di sungai, laut atau kolam renang, kita tidak pernah akan bisa berenang.
Dengan metode tersebut akan dapat melahirkan pengusaha-pengusaha muda yang
siap baik secara keilmuan, ketrampilan maupun mentalitas.
Sejak mengawali bangku sekolah di semester pertama, pelajar dirangsang
untuk mencari peluang bisnis. Di semester ketiga, ide atau berbagai usulan bisnis
para pelajar tersebut lalu dikompetisikan dengan dipinjami dana oleh sekolah. Di
semester empat, dana itu akan mereka gunakan untuk menggerakkan sebuah usaha
atau bisnis. Ya, para pelajar akan melakoni tugas itu laiknya para pebisnis
profesional. Semua mereka kerjakan dari nol, mulai dari sisi model pengelolaan
bisnisnya, manajemen pemasarannya, hingga pengelolaan sumber daya
manusianya (SDM).
Pada tiga minggu sekali, para "pebisnis" juga harus melaporkan
perkembangan bisnisnya di hadapan para staf pengajar, yang dalam hal ini
bertindak sebagai "Dewan Direksi". Bagi yang berprestasi, semester terakhir akan
mendapat kesempatan liburan gratis ke luar negeri (Eropa, Asia, Australia, Afrika,
dan lain-lain) yang dibiayai oleh laba hasil usaha mereka sendiri. Jadi mereka
belajar tetapi juga produktif secara ekonomi. Kesan biaya pendidikan mahal akan
tertutupi oleh hasil wirausaha mereka sehingga meminimalisir anak putus sekolah
karena tingginya biaya pendidikan.
Kiranya, pola pendidikan semacam itu cukup menarik dijadikan kesempatan
bagi para pelajar menempa diri sebagai wirausahawan. Dilandasi semangat dan
nilai-nilai sosial kemasyarakatan, para pelajar juga tidak semata akan mengenal
dunia bisnis. Namun, juga akan mewajibkan mereka turun langsung bersama ke
tengah-tengah masyarakat. Tugas utama mereka di sini adalah membantu
menciptakan bisnis bagi masyarakat setempat. Dengan model proses belajar-
mengajar semacam itu, tentu bukan bermaksud hanya mencetak calon-calon
pebisnis Indonesia yang tangguh, melainkan juga berjiwa sosial tinggi.
Kurikulum pendidikan kewirausahaan juga hendaknya menggandeng
entrepreneur terkemuka Indonesia sebagai pengajar maupun motivator. Resep
menjadi pengusaha yang berhasil, wajib punya keinginan kuat, semangat, dan
keberanian mengambil risiko. Sebab, sukses-tidaknya seorang entrepreneur juga
ditentukan dari kemauannya untuk belajar dengan melihat pengalaman orang lain
yang sukses. Lihat dan pelajarilah dari orang-orang yang berhasil.
Kepemimpinan juga harus dimiliki oleh seorang entrepreneur. Sikap ini
menjadi modal seorang entrepreneur untuk meraih kesuksesan di pasar lokal juga
pasar global. Kalau belum bisa jadi leader di pasar dalam negeri, jangan coba-
coba bersaing di pasar luar negeri.
Entrepreneur yang belajar karena didorong pemanfaatan teknologi
(technology driven entrepreneur) adalah entrepreneur yang telah melangkah satu
tahap ke depan. Dengan belajar melalui Internet, entrepreneur ini belajar banyak
5
hal mulai dari bagaimana meningkatkan omzet sampai dengan kepuasan
pelanggan. Inilah saatnya bagi generasi muda Indonesia untuk mengambil peluang
bisnis yang ada di depan mata. Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan
sekarang, ide kita akan diambil oleh orang lain. Nanti kalau sudah ada jalan untuk
sukses, semua nya akan terbuka. Yang perlu diingat untuk semuanya pasti ada
harga yang harus dibayar.
Diharapkan model pembelajaran bisnis di sekolah dapat
menumbuhkembangkan jiwa entrepreneur di kalangan pelajar, sehingga kelak
apabila mereka suatu saat terbentur biaya tidak dapat melanjutkan sekolah dan
ingin berwirausaha, mereka paling tidak sudah memiliki bekal dan pengalaman
sewaktu di sekolah. Kalaupun mereka ingin bekerja, mereka sudah tidak takut
gagal, karena mereka sudah mempersiapkan diri untuk tidak selalu terpaku hanya
ingin menjadi pegawai. Alangkah bagusnya lagi jika pilihan pertama mereka
selesai sekolah adalah menjadi entrepreneur dan bukan menjadi pegawai. Bukan
tidak mustahil suatu saat nanti bermunculan pengusaha-pengusaha baru yang bisa
menciptakan lapangan pekerjaan sehingga jumlah pengangguran dapat dikurangi
dari bumi Indonesia.