Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT MODERN: PENGANTAR

Pembahasan :
A. Zaman Renaissans
B. Tokoh dan Pemikiran pada Zaman Renaissans
1. Machievelli
2. G. Bruno
3. F. Bacon
Pengantar
Dapat dipahami bersama, bahwasanya modern yang dimaksud dalam pembahasan “filsafat
modern” bukanlah arti modern, yaitu saat ini. Akan tetapi, maksud modern pada pembahasan
“filsafat modern” yakni zaman setelah abad pertengahan dalam pembahasan filsafat secara historis
atau periodisasi.

Istilah modern berarti sekarang, baru, atau saat ini dalam bahasa latin “moderna.” Maka dari
itu jikalau ditinjau dari arti secara bahasa, saat ini tergolong atau tercakup pada zaman modern.
Akan tetapi, bukanlah itu yang dimaksud. Zaman modern banyak disepakati oleh para ahli sejarah
dimulai sekitar tahun 1500 dan lahir di Eropa.1 Dari pengartian tersebut tidak mengucilkan kepada
para pendahulu (sebelum zaman modern) tidak masuk dalam arti kekinian, tetapi para pendahulu
tidak menyadari bahwasanya manusia mampu melakukan perubahan-perubahan secara kualitatif.
Jadi, bisa disimpulkan bahwasanya modernitas bukanlah menunjuk pada periode (waktu) saja.
Akan tetapi, modern menunjuk suatu bentuk kesadaran yang terkait dengan kebaruan.2

Bentuk kesadaran pada zaman modern bercirikan atas tiga, yaitu subjektivitas, kritik, dan
kemajuan.3

A. Subjektivitas
Maksud dari subjektivitas yang merupakan bentuk kesadaran pada zaman modern,
yakni bahwasanya manusia menyadari diri sebagai subjectum atau sebagai pusat realitas
yang menjadi ukuran segala sesuatu. Hal ini bertolak belakang dari zaman sebelumnya
(abad pertengahan) yang hanya menjadikan pengenalan diri sebagai ras, rakyat, partai,
keluarga, atau kolektif. Melalui modernisasi yang dimulai di Italia pada zaman Renaissans

1
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 2.
2
Hardiman, 2-3.
3
Hardiman, 3.
manusia lebih menyadari bahwasanya dirinya sebagai individu. Contoh pada zaman
modern yang berbentuk kesadaran berupa perkataan beberapa tokoh, yakni Rene
Descartes dengan slogannya “cogito ergo sum/saya berpikir maka saya ada” dan Karl
Marx yang menegaskan bahwasanya “manusia adalah subjek sejarah.”
B. Kritik
Maksud dari kritik yang merupakan bentuk kesadaran pada zaman modern, yakni
bahwasanya rasio tidak hanya hanya menjadi sumber pengetahuan, melainkan juga
menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan individu dari wewenang tradisi atau
untuk menghancurkan prasangka-prasangka yang menyesatkan. Hal ini sesuai pada
zaman pencerahan dengan tokoh bernama Imanuel Kant, yang mana ia merumuskan
kritik sebagai keberanian untuk berpikir sendiri di luar tuntunan tradisi atau otoritas, Kant
menyebut dengan ungkapan “terbangun dari tidur dogmatis.” Maksudnya adalah
kemampuan kritis rasio membuatnya bebas dari prasangka-prasangka pemikiran
tradisional.
C. Kemajuan
Setelah dua elemen yang merupakan bentuk kesadaran pada zaman modern, yang
terakhir adalah kemajuan. Maksud kemajuan disini adalah manusia menyadari waktu
sebagai sumber langka yang tak terulangi, yang mana waktu dialami sebagai rangkaian
peristiwa yang mengarah pada satu tujuan yang dituju oleh subjektivitas dan kritik.

Ketiga bentuk kesadaran mulai muncul di abad ke-16, lalu memuncak pada abad ke-18.
Dalam penentuan tanggal lahir abad modernitas melewati perdebatan yang begitu lama.
Dikarenakan kabur dan kompleksnya soal periodisasi ini. Lalu pada abad 19 para sejarawan
menyapakati awal atau lahir modernitas pada abad ke-16, seiring dengan kesepakatan tersebut
didukunng pula dengan ungkapan berupa pengistilahan abad pertengahan berupa medium aveum
(zaman tengah), yang diungkapkan oleh Flavio Biondo (1392-1463).4

Dan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan pada awal modernitas berupa gerakan-gerakan


Renaissans, reformasi, penemuan-penemuan benua-benua baru, penemuan mesin cetak, dan mesiu
(bahan kimia yang mudah meledak). Dan dalam penentuan awal modernitas bukan hanya

4
Hardiman, 5.
kebetulan terjadi, akan tetapi pada zaman ini mampu melahirkan pemikiran-pemikiran yang
berpusat sebagai subjektivitas, rasio sebagai kemampuan kritis, dan sejarah sebagai kemajuan.5

Dimanakah letak perbedaan pemikiran tradisional (zaman sebelum modern) dengan


pemikiran modern? Mari kita bahas secara rinci. Pemikiran abad pertengahan ditandai oleh
kesatuan, keutuhan, dan totalitas yang koheren dan sistematis yang tampil dalam bentuk metafisika
atau ontologi, jadi bisa disimpulkan bahwa pemikir pada abad pertengahan pemikirannya sebagai
sebuah tatanan sistematis yang hierarkial (mulai dai kenyataan tertinggi sampai terendah, dari
yang abstrak sampai yang paling konkret, dst. Dan filsafat Thomas Aquinas sebagai puncak dari
pemikiran abad pertengahan.

Sedangkan pemikiran modern dapat dipahami sebagai pemberontak intelektual terus-


menerus terhadap metafisika tradisional. Dari hal tersebut, cara berpikir filosofis zaman modern
mendasarkan diri pada rasio otonom dari pemikiran atas dasar iman yang dikenal sebagai
“teologi.” Dan hingga pada abad ke-18 dan 19 terjadilah pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat.

Dalam pemberontakan intelektual dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Pada sisi awal
menganggap bahwasanya modernitas sebagai kekacauan yang sehingga menimbulkan perpecahan
intelektual, sehingga modernitas dianggap sebagai kemerosotan intelektual. Pada sisi ini
mempertahankan metafisika tradisional. Sisi kedua beranggapan bahwa modernitas sebagai
emansispasi, sebuah kemajuan berpikir dari kemandegan dan pendewaan pemikiran metafisis yang
mendukung sistem kekuasaan gerejawi tradisional. Dan dari hal itu, sisi ini mendukung
radikalisasi lebih lanjut hingga pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat.6

Filsafat modern tidak hanya melakukan pemberontakan secara sosial-politis. Akan tetapi,
filsafat modern menggulingkan otoritas maupun intelektual yang dianggap kuno. Kita pahami
bersama Abad Pertengahan memiliki dua sumber otoritatif yang selalu diacu, yaitu filsafat
Aristoteles yang diterima melalui cendikiawan Muslim, Yahudi, dan Kitab Suci. Sehingga filsafat
modern terus-menerus mempersoalkan dua sumber tersebut, dan dapat dikatakan bahwasanya
filsafat modern bentuk krisis tradisi yang diperhebat oleh rasio. Dan atas tiga bentuk kesadaran
modernitas (subjektivitas, kritik, dan kemajuan) tidak mengijinkan rasio ditawan oleh masa silam

5
Hardiman, 5.
6
Hardiman, 6.
sumber-sumber tradisi. Dan dengan melepaskan diri dari kungkungan tradisi, filsafat modern ingin
menghasilkan pemikiran yang secara kualitatif baru. Dan kesimpulannya bahwa rasio menduduki
tahta otoritatif diatas dua sumber kuno.7

Dan atas melepaskan diri dari tradisi kuno, filsafat modern menawarkan berupa dimunculkan
tema-tema baru dan sejak Renaissans telah muncul ilmu pengetahuan baru yang saat ini dikenal
sebagai ilmu pengetahuan modern, yakni ilmu-ilmu alam. Salah satu perintisnya yakni Galileo.

Filsafat abad pertengahan mempersoalkan kenyataan adikodrati, entah yang disebut Allah,
roh, dst. Berbeda dengan filsafat modern mempersoalkan cara untuk menemukan dasar
pengetahuan yang benar tentang semua itu. Dengan perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa
pembahasan filsafat modern beralih dari teosentrisme ke antroposentrisme. Atas kemampuan-
kemampuan manusia sebagai subjektivitas seperti rasio, persepsi , afeksi mampu menjadi tema-
tema baru.8

Pembahasan

A. Zaman Renaissans
Sebelum membahas bagaimana zaman Renaissans itu. Wajib dipahami terlebih dahulu apa
itu Renaissans. Renaissans secara harfiah berasal dari kata “Prancis: Renaissance” yang berarti
kelahiran kembali, sedangkan dalam bahasa Italia “Rinascita” dan latinnya “Renasci” yang
berarti lahir kembali.9 Sedangkan secara historis Renaissans adalah suatu gerakan yang meliputi
suatu zaman dimana orang merasa dirinya sebagai telah dilahirkan kembali dalam keadaban,
yang mana orang kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan
keindahan.10
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bersama sebelum modern kebudayaan
Yunani dan Romawi kuno dikubur berabad-abad oleh masyarakat abad pertengahan di bawah
pimpinan gereja. Tapi, patut diperhatikan kembali bahwasanya arti Renaissans, yakni kelahiran
kembali lebih merupakan slogan. Hal ini dikarenakan warisan-warisan kebudayaan Yunani dan
Romawi kuno dipelajari kembali oleh cendikiawan pada zaman itu, mereka disebut kaum

7
Hardiman, 7.
8
Hardiman, 7.
9
Hardiman, 8.
10
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 11.
Humanis. Atas pengolahan kembali atas warisan antik tersebut merupakan sesuatu yang baru,
sehingga kesimpulannya Renaissans bukanlah reproduksi kultur antik melainkan interpretasi
atau pemberi kesan baru atasnya. Pandangan kaum humanis terhadap terhadap kebudayaan
klasik sebagai puncak peradaban barat, dikarenakan kebudayaan klasik tidak bersifat nostalgia
saja. Akan tetapi, kebudayaan klasik memiliki nilai-nilai yang harus dihidupkan kembali dalam
kebudayaan barat melalui minat penelitian filologis di zaman Renaissans. Adapun nilai-nilai
yang dimaksud berupa pengahargaan atas dunia sini, penghargaan atas martabat manusia, dan
pengakuan atas kemampuan rasio.
Sebelum melanjutkan penjelasan, alangkah baiknya mengenal siapakah kaum humanis?
Istilah humanis dalam bahasa Italia berasal dari kata “Umanista,” yang mana istilah tersebut
merupakan jargon pada zaman Renaissans sejajar dengan dengan arista (seniman) atau lurista
(ahli hukum). Dan umanista sendiri adalah guru atau murid fak-fak yang mempelajari
kebudayaan, seperti gramatika, retorika, sejarah, seni puisi atau filsafat moral. Ilmu-ilmu
tersebut memiliki kedudukan penting pada kala itu dan kaum humanis terpandang atas hal
tersebut. Humanisme berupaya membuat sintetis (menginginkan kesatuan) anatar iman
kristiani, dan ilmu pengetahuan, kebudayaan antik dan tradisi Kristen.
Gerakan humanisme ditandai oleh kepercayaan akan kemampuan manusia (sebagai ganti
kemampuan adikodrati), Hasrat intelektual, dan penghargaan akan disiplin intelektual. Karena
kaum humanis percaya bahwasanya rasio dapat melakukan segalanya dan lebih penting
daripada iman. Jadi hal tersebut berefek terhadap penelitian filologis mereka, yang mana dalam
penelitian tidak dilakukan terhadap atau atas sastra klasik saja, melainkan menggunakan Kitab
Suci juga. Maksudnya teks suci mulai dipelajari dengan rasio belaka.
Adapun tokoh-tokoh humanis yang terpenting seperti Petrakha (1304-1374), ia
menyanggah Agustinus yang terlalu terobsesi dengan perkara surgawi dengan menekankan
pentingnya nikmat duniawi yang sudah pasti bagi manusia. Tokoh selanjutnya, yakni Erasmus
(1466-1536) dan Rabelais (1490-1553), Rabelais seorang rahib (anggota ordo/tarekat
keagamaan) melukiskan sebuah biara (tempat ibadah) yang ideal harus mirip seperti universitas
modern, yang mana mengagungkan atau mengunggulkan terhadap kecerdasan, kecantika, dan
kerajian. Tokoh selanjutnya, yaitu Thomas more. Ia memiliki pemikiran bahwasanya negara
yang ideal itu memiliki banyak watu senggang dan mengusahakan banyak infrastruktur bagi
Pendidikan, Kesehatan, dan pengurangan kejahatan. Dan yang terakhir adalah Cervantes (1547-
1616). Ia hanya mengolok-oloh mentalitas pada abad pertengahan yang mengalami krisis di
zaman baru. Lalu ada Nicolas Copernicus (1473-1543) dan Galileo-Galilei (1564-1642).
Selain gerakan Renaissans dan humanisme yang outputnya melahirkan masyarakat
modern, ada pula gerakan reformasi. Persamaannya antara ketiga itu berupa gerakan, sedangkan
perbedaannya, pada gerakan Renaissans dan humanisme merupakan gerakan intelektual,
reformasi merupakan gerakan massa. Dan juga Renaissans adalah gerakan kebudayaan,
sedangkan reformasi adalah gerakan teologis dan politis. Sekilas seperti itu.
Selaras dengan reformasi, yang mana gerakannya terhada teologis dan politis. Penyebab
terjadinya reformasi dikarenakan korupsi yang dilakukan oleh gerejawi baik di Italia dan
Jerman. Di Italia, agama Katolik sudah menyatu dengan kehidupan orang-orang Italia, dan
gereja sudah menjadi nbagian dari kehidupan struktur dan pola masyarakat mereka sehingga
tidak mudah dicabut. Dan akhirnya menimbulkan dinamika yang terjadi seperti penjualan
indulgensi (pengampunan), pemujaan terhadap gambar-gambar yang dianggap mukjizat,
prevelensi (pelaziman) pembuat mukjizat, dll. Sedangkan di Jerman, kekayaan yang dimiliki
oleh Gereja atas penimbunan biaya para petani, dan kekayaan tersebut harus disita dan
dibagikan kepada orang-orang miskin. Akan tetapi, pembagiannya tidak menjadi kepuasan bagi
masyarakat, sehingga terjadilah pemberontakan terbesar. Dari dua negara tersebut, reformasi di
Jerman bisa dibilang aktif disbanding di Italia. Hal ini dikarenakan, di Italia ada pemakluman
bahwasanya manusia tidak luput akan kesalahan.11
Martin Luther (1483-1546) adalah tokoh pemicu letusan gerakkan massal ini. Yang
dilakukan oleh Luther adalah protes atas ulah seorang teolog Bernama John Tetzel, yang mana
John Tetzel mengusahakan uang bagi Paus Leo X dan uskup Magdeburg dengan
mengkotbahkan hukuman neraka yang bisa dengan membeli surat aflat (surat pengampunan
dosa).12 Lalu, pada tanggal 1 November 1517 Luther memposting atau mengirim 95 tesis di
pintu Gereja di Wittenberg untuk mengkritik Gereja.13 Dan kritikan Luther meluas menjadi
Gerakan demokratisasi religius sampai ke gerakan-gerakan petani. Gerakan Protestan sangat
menekankan kharisma dan bereaksi atas institusi, maka rakyat kecil yang menanti-nanti kan
perubahan hidup mendapat masukan ideologisnya dari penekanan kharisma ini.

11
B.A.G Fuller, Sejarah Filsafat.
12
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 2.
13
B.A.G Fuller, Sejarah Filsafat.
Renaissans dan Reformasi sama-sama untuk menghancurkan sistem kekuasaan abad
pertengahan. Akan tetapi, caranya berbeda dan pemahaman subjektivitas modern, sehingga
berpengaruh terhadap filsafat modern. Kalau Renaissans atau Humanisme memahami modern
sebagai kemampuan rasional, sedangkan Reformasi memahami sebagai iman subjektif.
Reformasi memberi dasar bagi sebuah reaksi atas rasionalisme abad ke-19 dalam gerakan
Romatisme, sebab Reformasi menekankan iman dan perasaan melebihi rasio. Dengan adanya
hal tersebut, Reformasi menyuburkan mistisme, dan dualisme roh dan materi yang terus
dipertahankan dalam filsafat modern.
B. Tokoh dan Pemikiran pada Zaman Renaissans
Dalam perubahan dapat dipastikan menginginkan adanya penyesuaian kembali, baik
terkait sistem lama yang dianggap tidak relevan pada saat ini. Sama halnya yang terjadi pada
awal abad modern, sistem pada abad pertengahan dibongkar ke akar-akarnya dan hingga
menghasilkan terhadap krisis-krisis yang serius pada zaman berikutnya (modern). Bisa
dikatakan pada kelahiran filsafat modern berlangsung dalam suasana kecurigaan dan ancaman
bagi mereka yang diuntungkan oleh sistem lama (abad pertengahan).
Pada awal zaman modern, para pemikir tidaklah mudah meninggalkan sistem lama
(skolastik dan abad pertengahan). Kebingungan terjadi ingin meninggalkan sistem lama,
seperti contoh meninggalkan sistem pada zaman skolastik yang mana penelitian yang lebih
empiris dan kurang spekulatif, sedangkan pada zaman abad pertengahan lebih terbuai akan
kerangka pikir spritualitas dan metafisis. Dan respon para pemikir modern lebih
memfokuskan terhadap dunia-sini dengan segala proses materialnya, sehingga para pemikir
dianggap sebagai “pemikir subversif”.
Adapun orang-orang seperti Machiavelli, Bruno, dan F. Bacon memiliki jasa besar dalam
membawa pemikiran baru melalui krisis di ambang modernitas. Meskipun nantinya akan
ditangguhkan oleh para filsuf selanjutnya, akan tetapi mereka sebagai pendobrak awal
pemikiran tradisional abad pertengahan. Kesimpulan dobrakan-dobrakan mereka dapat
dipahami bersama, bahwasanya Machiavelli menjebol pola-pola legitimasi kekuasaan
tradisional, Bruno menggoyang ajaran-ajaran religius, dan F. Bacon membongkar prasangka-
prasangka dalam alam pikir tradisional.
1. Niccolo Machiavelli (1469-1527)
Biografi singkatnya, ia lahir di Italia pada tahun 1469 dan hidup zaman Renaissans. Dan
ia lahir dari seorang pengacara kaya di Italia. Pendidikan yang ditempuh oleh dia tidak hanya
sebatas pada pendidikan tinggi saja, melainkan ia mendapatkan posisi yang kuat dalam
pemerintahan kota Florence (Fierenze: Italia). Ia adalah seorang yang terlibat langsung dalam
politik, hingga menjalin kontak dengan bangsawan tinggi kota Valentino yang Bernama
Cesare Borgia.
Ia juga berkarier sebagai pengamat pribadi yang jeli ketika ingin menaklukkan Italia
dalam kuasa Paus Julius II. Selain menjadi pengamat pribadi, ia juga berkarier sebagai
penasihat politis. Akan tetapi kariernya merosot karena ia dijebloskan ke penjara selama satu
tahun ketika Florence ada dibawah kuasa keluarga Medici. Singkat cerita selepas keluar dari
penjara, ia merenungkan dan melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang terjadi selama
itu. Dan akhirnya ia menghasilkan karya buku, Adapun karya Il Principe (Sang Pangeran,
terbit 1532) dan Discorsi sopra la prima decade de Tito Livio (Diskursus tentang sepuluh
buku pertama dari Titus Livius, terbit 1531), selain itu juga karyanya berupa beberapa novel
dan komedi. Di Indonesia, karya (buku) Machiavelli hari ini dapat diakses dalam buku
terbitan Narasi : Il Principe (Sang Pangeran: Buku Pedoman Para Diktator), Diskursus, dan
The Art Of War.
Biografi Singkat Machiavelli dalam Bentuk Tabel14
Biografi
1469 Machiavelli lahir tanggal 3 Mei di Florence, putra seorang ahli hukum dan
bangsawan Toskana
1494 Studi literatur antic dan ilmu hukum di bawah bimbingan Prof. Marcello di
Virgilio
1498 Setelah jatuhnya Savanaronia, ia menjabat sebagai penasihat politis di
Florence
1500 Kunjungan diplomatis ke Prancis (Raka Luis XII)
1505 Mengorganisasi sebuah pemberontakan
1512 Spanyol menaklukkan Italia dan akhir karier politis Machiavelli

14
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 16.
1513 Ditangkap dan disiksa dengan tuduhan konspirasi; lalu diberi amnesti.
Menulis Il Principe (terbit tahun 1532)
1518 Komedinya Mandragola diterbitkan
1527 Kekalahan Medici dan kematian Machiavelli pada tanggal 22 Juni

Pemikiran Niccolo Machieveli sangat banyak. Adapun yang paling popular adalah
mengenai gagasan antara negara dan agama. Ia merespon terhadap hal itu, dikarenakan pada
abad pertengahan “Negara dibawah dominasi (pengaruh yang dominan) kekuasaan rohani
gereja Katolik yang dipegang oleh Paus (pemimpin gereja),” atas dasar tersebut dapat
mengakibatkan seorang kaisar harus diangkat oleh Paus. Pemikiran Machiavelli terhadap hal
tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan klasik, sehingga ia berpendapat “bahwasanya negara
jangan sampai dikuasai agama. Negara harus mendominasi agama.” Ia menginginkan serupa
dengan kekaisaran Romawi kuno, yang mana agama Kristen diatur oleh negara. Tapi disini
Machievelli tidak menafikan akan begitu pentingnya agama. Agama menjadi hal yang
penting, seperti fungsi agama segi pragmatis untuk mengintegrasikan negara, dikarenakan
agama mendukung patriotism dan memperkuat pranata-pranata (aturan mengenai suatu
aktivitas masyarakat yang khusus) kebudayaan. Dan ia ingin menunjukkan juga, bahwasanya
agama tidak sekeramat dipikiran waktu itu, agama itu hanyalah satu pranata dalam kehidupan
masyarakat yang bisa difungsikan. Gagasan Machiavelli bisa disimpulkan, ia berpandangan
agama bersifat sekular.

2. BRUNO
3. FRANCIS BACON
Penyebutan terhadap francis merupakan julukan dari santo francis dari Asisi, jadi
penggunaan nama Francis hanya julukan yang disandarkan kepada Bacon. Francis dalam
bahasa Prancis berartikan kebebasan. Francis Bacon lahir pada tahun 1561 dan meninggal
pada tahun 1626, ia istimewa sejak kecil dalam arti keluarganya sangat kaya rasa. Kariernya
naik turun, ia menjadi politikus, anggota parlemen dan hingga diturunkan. Dan ia memiliki
karya berupa buku yang judulnya Novum Organum, Advancement of learning, dan essays.
Disamping itu ia memiliki visi hidup yang mulia sekali “To uncover truth, to serve his
country, and to serve his church,” yang artinya secara adalah “ia mengdedikasikan hidupnya
untuk 3 hal, yang pertama ia hidup untuk mengungkap kebenaran, yang kedua hidupnya
untuk melayani negara, dan yang ketiga hidupnya untuk melayani agama.”
Biografi Singkat Bacon dalam Bentuk Tabel15
Biografi
1561 Lahir tanggal 21 Januari di London. Ayahnya Bernama Nicolas Bacon
1573 Studi Plato dan Aristoteles di Trinity College, Cambridge
1576 Tamat studi, kunjungan ke Paris
1580 Kematian ayahnya, kembali ke London, bekerja sebagai pengacara
1586 Diangkat sebagai penasihat negara
1597 Essays moral, economical, political diterbitkan
1598 Dipenjara karena tal sanggup membayar utang
1620 Novum organum scientatiarum terbit
1621 Kehilangan jabatan karena kasus suap
1626 Meninggal dunia di London pada tanggal 9 April

Diketahui bersama, bahwasanya tokoh pada awal abad modern mengalami kebingungan
antara meninggalkan filsafat tradisional, disisi lain masih percaya pada Aristoteles. Sikap
Bacon terhadap hal itu, ia memiliki satu minat terhadap ilmu pengetahuan modern sehingga
ia mengkritis terhadap pemikiran sebelumnya. Dalam pandangan Bacon, orang Yunani
terpesona dengan masalah etis, orang Romawi dengan soal hukum, dan Abad Pertengahan
dengan teologi. Mereka semua tidak memusatkan diri pada ilmu pengetahuan sehingga ilmu
diperlakukan sebagai abdi setia teologi. Perlakuan tersebut menurut Bacon adalah keliru
karena melalui ilmu manusia akan memperlihatkan kemampuan kodratinya.

Atas dasar tersebut, kekaguman Bacon terhadap ilmu pengetahuan sifatnya inderawi dan
melalui observasi, dikarenakan kita akan bisa menguji kebenaran yang diandaikan begitu
saja. Ucapan Bacon yang masyhur “Knowledge is power” (pengetahuan adalah
kuasa/kekuatan). Maksudnya adalah lewat pengetahuan pengetahuan indrawi kita bisa
menguasai segalanya, melainkan bahwa pengetahuan indrawi tidak dapat menguasai
segalanya, namun pengetahuan inderawi bersifat fungsional, dapat dipergunakan memajukan

15
Hardiman, 16.
kehidupan manusia. Kuasa disitu maksudnya adalah sebagai kuasa atas alam. Jadi atas ilmu
pengetahuan, manusia dapat menguasai alam.

Berbicara atas kuasa atas alam, maksud Bacon bukanlah manusia menjajah alam dengan
seenaknya atau yang kita ketahui manusia mengambil apapun hasil alam sebanyak-
banyaknya untuk kepuasan hidupnya. Maksud bacon atas kuasa alam yaitu tertuang dalam
istilahnya “Natura Non Nisi Parendo Vincitur (alam hanya dapat ditaklukkan dengan
mematuhinya). Dengan pengertian alam hanya bisa dikuasai kalau pikiran memahami
hukum-hukumnya, mempelajari sifat universalnya dan perkecualiannya. Sehingga atas dasar
menaklukkan alam, umat manusia dapat sejahtera melalui ilmu pengetahuannya.

Bacon menyatakan “Knowledge is power” tidak asal-asalan. Ia membuktikan


bahwasanya hal itu benar dengan tiga penemuan. Penemuan pertama berupa Kompas,
Kompas penting karena memungkinkan manusia mengarungi Samudra dan orang-orang
modern mungkin bukanlah seorang penemu Kompas, akan tetapi mereka dapat
memanfaatkan Kompas sebaik dan semanfaat mungkin. Penemuan kedua berupa mesiu,
mesiu ini adalah cikal bakal dari senjata api hari ini. Dan mesiu ini berfungsi untuk
menghasilkan kemenangan, sama halnya Kompas, mesiu mungkin bukanlah ditemukan oleh
orang modern, akan tetapi orang modern mampu memanfaatkan hal tsb. Dan penemuan
terakhir berupa percetakan, yang berfungsi untuk mempercepat penyebaran ilmu. Hal ini
sudah diungkapkan sebelumnya bahwasanya penemuan percetakan cikal bakal modern.

Bacon mengkritik terhadap silogisme tradisional, dalam buku Novum Organum, logika
silogisme tradisional tidak menghasilkan penemuan empiris yang baru, ia hanya membantu
mewujudkan konsekuensi deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Mengapa
silogisme tradisional tidak menghasilkan penemuan empiris yang baru, dikarenakan hanya
berputat terhadap akal pikiran saja (rasio). Contoh silogisme tradisional “setiap mahasiswa
ikut ujian, saya mahasiswa, maka saya ikut ujian.” Atas hal tersebut dikritik oleh Bacon,
yang mana silogisme hanya memperkuat sebelumnya saja. Sehingga bacon berpendapat agar
pengetahuan terus berkembang dan memunculkan teori-teori hukum baru, maka metode
deduksi harus ditinggalkan, dan diganti dengan metode induksi modern.

Alasan mengapa bacon mengkritik terhadap logika Aristoteles, dikarenakan logikanya


memiliki kelemahan. Kelemahan pertama Aristoteles dan pengikutnya mempraktekan
koleksi data yang tidak kritis. Kedua, Aristotelian cenderung menjeneralisasi dengan terlalu
terburu-buru. Ketiga, Aristoteles memberlakukan induksi dengan penghitungan yang
sederhana lalu dinyatakan sebagai pegangan bagi keseluruhan dengan tipe tersebut. Namun,
dalam praktiknya hal ini sering menghantarkan pada kesimpulan-kesimpulan yang salah,
karena hal-hal yang negatif tidak diambil sebagai catatan.

Diketahui bersama, Bacon adalah bapak Empirisme awal. Ia mengkritik terhadap


rasionalisme. Sehingga Bacon berpandangan terhadap Kaum rasionalis lebih mengutamakan
akal budi dan mengesampingkan peran indera dalam menemukan kebenaran. Para rasionalis
sudah memiliki kebenaran atau kesimpulan a priori tertentu dalam benaknya, baru berusaha
untuk memaksakan objek agar cocok dengan apa yang sudah mereka pikirkan.

Ilmu pengetahuan dan ilmuwan terlalu berupaya untuk mengontrol dan memanipulasi
alam menurut kehendaknya. Alam tidak didekati sebagaimana adanya melainkan menurut
kehendak manusia. Alam lalu dipaksa untuk cocok dengan pengandaian dan cara pandang
manusia. Alam juga tidak dibiarkan untuk memperlihatkan dirinya sebagaimana adanya,
tetapi selalu ditangkap dalam bingkai sudut pandang manusia.

Dalam hal itu, Bacon memiliki analogi laba-laba, semut, dan lebah. Bacon menegaskan
bahwa, tidak boleh kita seperti laba laba yang gemar memintal jaringnya dari apa yang ada
di dalam tubunya, atau seperti semut yang semata-mata tahu mengumpulkan makanannya
saja, melainkan kita harus seperti lebah yang tahu bagaimana mengumpulkan tetapi juga tahu
bagaimana menatanya. Metode silogistis deduktif digambarkan oleh Bacon seperti laba-laba,
sedangkan metode induktif tradisionalis seperti semut, metode induktif modernlah yang
sama dengan lebah.

Tawaran Bacon mengenai berpikir induktif-empiris. Berbeda dengan deduktif, yang


mana jenis pengetahuannya bersifat a priori, kalau induktif-empiris jenis pengetahuannya
bersifat A-Posteriori, mengetahui alam dari alam (mengetahui sesuatu dari sesuatu, bukan
mengetahui atas dasar asumsi-asumsi). Kunci berpikir induktif-empiris berupa observasi dan
eksperimen yang dilakukan dalam memperoleh knowledge harus diambil tanpa praduga
(prejudice) atau pre-konsepsi (preconception). Alatnya berupa sensasi alat indera kita yang
bersifat objektif. Dan ciri dari proses berpikir induktif empiris adalah bukan subjektivitas,
jangan sampai tercampur perasaan dan keinginan pribadi, melainkan mengenal objek dalam
dirinya sendiri. Bukan pragmatis, jangan sampai mencari untung atau kegunaan praktis,
tetapi melihat objek apa adanya. Dan Bukan abstrak, jangan sampai hal konkret tidak
digubris lagi, tetapi justru situasi dan lingkungan konkret harus dipahami.

Dan untuk manfaat induksi yang ditawarkan oleh Bacon adalah Ilmuwan benar-benar
melihat kenyataan secara obyektif dan bukan merupakan kenyataan sebagaimana yang
dilihat dari kacamata ilmuwan saja. Dan Kegiatan ilmiah tidak jatuh menjadi ideologi,
sehingga ilmu dapat kembali pada perannya yaitu mengungkap kebenaran sejati.

Selain itu, Bacon memiliki teori terhadap pengamatan manusia. Adapun nama teorinya
adalah “The Rule Oof Three/Aturan Tiga.” Adapun teorinya, yaitu “If something happens
once–it is chance, If something happens twice– it is coincidence, If something happens three
times - it is significant.”

Dan yang terakhir pemikiran berupa gagasan Bacon yang termasyhur sampai kini dalam
bukunya Novum Organum adalah konsep idola. Dan konsep ini sebagai cikal bakal konsep
idelogi ilmu-ilmu kemanusiaan. Maksud idola disini adalah rintangan-rintangan bagi
kemajuan manusia sebagaimana tampak dalam kemandegan perkembangan masyarakat dan
perilaku bodoh para individunya. Idola bisa diartikan juga unsur-unsur tradisi yang dipuja-
puja seperti berhala, dan idola ini merasuki pikiran kita sehingga enggan menggunakan
kemampuan berpikir kritis.16 Kata Bacon, idola itu ada empat macam, yang pertama idola
tribus, kedua idla cave, ketiga idola fora, dan yang keempat adalah idola theatra.

a) Idola tribus
Idola Tribus adalah upaya menarik kesimpulan tanpa dasar secukupnya, berhenti
pada sebab-sebab yang diperiksa secara dangkal (sebagaimana pada umumnya
manusia biasa/awam/ tribus). Hambatan ini sifatnya sangat umum sebagai manusia,
misalnya “oversimplification” (menyederhanakan /menggeneralisir masalah) atau
propensity (kecenderungan/ keberpihakan karena terpangeruh oleh sesuatu yang
sebenarnya tidak representative)

16
Hardiman, 28.
b) Idola cave
Idola cave adalah upaya menarik kesimpulan berdasarkan prasangka pribadi,
prejudice, selera a priori (seperti manusia di dalam gua); disebabkan sifat pribadinya
yang khas karena membaca buku-buku dan karena otoritas yang ia hormati dan
dikagumi, atau karena kesan berbeda pada pikiran yang sedang dikuasai sesuatu.
Misalnya: ada orang yang lebih melihat kesamaan, ada yang lebih melihat perbedaan,
ada yang lebih melihat detil, ada yang melihat keutuhan/totalitas.
c) Idola fora
Idola Fora (The Idols of the Market Place): menarik kesimpulan karena masyarakat
umum berpendapat demikian, atau ikut pandapat umum (opini public/ pasar).
d) Idola theatra
Idola Theatri/panggung (The Idols of the Theatre), menarik kesimpulan berdasarkan
kepercayaan dogmatis, mitos, dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai