Anda di halaman 1dari 2

Resume Pemikiran Jean Francois Lyotard

Riski Harta Aji


180521100042

"Postmodernisme" adalah istilah yang sangat kontroversial. Di satu pihak istilah ini
telah memikat minat masyarakat luas. Ini menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk
mengartikulasikan beberapa krisis dan perubahan sosio-kultural mendasar yang kini sedang
kita alami. Di lain pihak istilah ini dianggap sebagai mode intelektual yang dangkal dan
kosong atau sekedar refleksi yang bersifat reaksioner belaka atas perubahan sosial yang kini
sedang berlangsung. Jean Francois Lyotard adalah seorang filosof poststrukturalisme namun
ia kemudian lebih dikenal sebagai salah satu pemikir penting aliran filsafat postmodernisme
yang terkenal dengan gagasannya tentang penolakan Grand Narrative , yaitu suatu cerita
besar yang mempunyai fungsi legitimasi karena bersifat menyatukan, universal, dan total.
Penolakan narasi besar, menurut Lyotard, berarti penolakan terhadap penyatuan, universalitas
dan totalitas. Dan dalam pandangannya, inilah salah satu ciri pembeda yang paling menonjol
antara filsafat postmodernisme dengan filsafat modernisme. Jean Francois Lyotard lahir di
Versailles, Perancis pada tahun 1924 dan meninggal dunia di Paris pada tahun 1998. Setelah
lulus dari Universitas Sorbonne pada tahun 1950, Lyotard menjadi guru SMU di Constantine,
Aljazair. Ia kemudian bersimpati dan terlibat dengan gerakan kemerdekaan Aljazair dan
akhirnya kembali ke Paris pada tahun 1959 untuk menjadi asisten dosen di almamaternya,
Universitas Sorbonne.
Lyotard meraih gelar Profesor Emeritus pada tahun 1987 ketika ia masih aktif
mengajar di Universitas Paris VIII, Vincennes. Meskipun pada tahun 1950 dan 1960-an ia
adalah aktivis politik dengan pandangan-pandangan Marxis, pada tahun 1980-an Lyotard
menjadi seorang filosof postmodernisme non-Marxis. Oleh sebab itu, postmodernisme
menjadi sebuah keterlepasan mendasar dari pemikiran totaliter yang diwakili oleh Marxisme.
Sebelum terbitnya buku yang merupakan karyanya yang terpenting dalam bidang filsafat
berjudulThe Differend : Phrases in Dispute, Lyotard sudah menunjukkan arah perubahan
filosofis ini. Tahun 1954 terbit buku pertama Lyotard yang berjudul La Phenomenologie
yang merupakan buku pengantar dalam memahami fenomenologi Husserl. Meskipun ia
pengikut kelompok Marxis akan tetapi ia selalu kritis dan menolak interpretasi dogmatis
terhadap pemikiran Marx seperti yang dilakukan Stalinisme, Trotskyisme, dan Maoisme. Dua
belas tahun kemudian setelah terbit buku pertamanya tersebut yakni tahun 1966, ia resmi
menyatakan keluar dari Marxis karena ia merasa kecewa dengan kegagalan gerakan Marxis
untuk membangun masyarakat sosialis yang adil sebagaimana digembar-gemborkan selama
ini. Sebaliknya, Marxisme berusaha menciptakan masyarakat yang homogen yang hanya
dapat diwujudkan dengan cara kekerasan dan pelanggaran hak-hak azasi manusia. Lyotard
sangat tidak setuju dengan keseragaman atau upaya menyeragamkan apalagi upaya tersebut
dicapai dengan jalan kekerasan. Baginya, salah satu karakteristik masyarakat postmodern
adalah indivualis dan kebebasan untuk berbeda dengan yang lain.

Penolakan terhadap pemikiran modernis, nilai-nilai dan praktek-


prakteknya.Penolakan terhadap klaim-klaim penelitian tentang klaim "kebenaran obyektif
universal" dan penolakan terhadap fundasi epistemologinya, lalu yang ada dan diterima
hanya versi-versi dari "kebenaran". Penolakan tentang autentisitas dari penelitian, karena
semuanya dianggap tidak otentik, semuanya lebih bersifat konstruktif. Penolakan terhadap
masalah/pertanyaan tentang identifikasi makna karena ada suatu ketidakterbatasan makna .
Penghargaan pada perbedaan: interpretasi, nilai-nilai, dan gaya . Pengetahuan Narasi dan
Pengetahuan Ilmiah Pengetahuan ilmiah tidak merepresentasikan totalitas pengetahuan
karena pengetahuan ilmiah selalu bersaing dengan pengetahuan lain, atau menurut Lyotard
disebut sebagai narasi. Pada masyarakat tradisional, narasi seperti ini menjadi penting. Narasi
menentukan kriteria kompetensi serta menjelaskan bagaimana kriteria tersebut
diterapkan.Perbedaan utama pengetahuan ilmiah dan pengetahuan narasi adalah bahwa
pengetahuan ilmiah mengandaikan hanya ada satu permainan bahasa, yakni bahasa denotatif,
sementara permainan bahasa yang lain harus diabaikan. Permainan Bahasa Sejak beberapa
dekade yang lalu beredar istilah "Linguistic Turn". Meskipun istilah ini kini memang telah
memudar, tapi esensinya masih berbunyi: bahasa adalah tema sentral filsafat abad 20. Kini
banyak tema pokok tradisional filsafat memang berlabuh dalam persoalan bahasa. Tentu saja
sejak zaman Yunani, bahasa sudah selalu berperan penting dalam filsafat. Namun, selama itu,
bahasa itu sendiri tidak pernah sungguh-sungguh dipersoalkan sebagai tema utama. Baru
pada awal abad 20, sejak G. E. Moore dan Bertrand Russell yang memuncak pada
Wittgenstein, bahasa menjadi tema kajian utama, bahkan hingga kini . Tradisi analitik ini
mencoba menunjukkan bahwa banyak persoalan dasar filsafat tradisional hanyalah semu:
hanya perkara logika dan bahasa belaka. Sejak itu, mulai ada kecenderungan kuat untuk
memperkarakan hakekat "filsafat" itu sendiri dari sudut bahasa. The denotative game Fokus
permainan bahasa ini adalah pada apa yang benar atau salah. The prescriptive game Fokus
permainan bahasa ini adalah pada baik dan buruk, adil dan tidak adil. The technical game
Mana fokusnya adalah pada apa yang efisien atau tidak efisien. Ini lebih faktual, meskipun
nilai dapat dimasukkan. Permainan bahasa ilmu adalah permainan bahasa denotatif. Yang
bersifat ilmiah adalah pernyataan-pernyataan denotatif. Pernyataan ilmiah berbeda dengan
pernyataan yang menekankan ikatan-ikatan sosial . Kompetensi hanya diperlukan pada
pengirim pesan ilmiah, bukan penerimanya.

Seni dan Estetika Dalam hal pengetahuan tentang seni, Lyotard secara tegas dan
gamblang menolak pandangan Hegel tentang kesejarahan seni . Baginya, seni bukanlah
barang sejarah atau the thing of the past namun sebaliknya. Lyotard secara radikal menolak
adanya makna di setiap karya seni ketika diciptakan dan dibangun. Ia juga menolak gagasan
yang menunggangi wujud dan perwujudan seni karena menurutnya seni memiliki kapasitas
energetik. Seni sebagaimana halnya filsafat bagi Lyotard tidak ada kaitannya dengan
permasalahan makna, identitas, dan kebenaran. Energi seni adalah dorongan yang tidak
dikendalikan oleh nalar maupun kesadaran. Lyotard memandang seni sebagai pencarian yang
menentang kemungkinan stabilitas melalui suatu representasi. Titik berangkatnya adalah
kondisi yang berubah, misalnya saat ini dari modern ke postmodern.

Anda mungkin juga menyukai