Anda di halaman 1dari 4

Nama : Echa Saleha

NIM : 07021281621053

Jean Baudrillard lahir di Reims, Perancis pada tanggal 27 Juli 1929. Jean Baudrillard
adalah seorang ahli sosiologi, filsuf, ahli teori budaya, komentator politik, dan fotografer
berkebangsaan Perancis yang merupakan salah satu pelopor teori postmodern yang sangat
berpengaruh. Baudrillard juga sering dikaitkan dengan post-structuralism. Ia juga dikenal
sebagai analis media, analis budaya kontemporer, dan analis teknologi komunikasi. Berbagai
macam ide pemikiran ia tuangkan ke dalam bentuk tulisan dan melahirkan beberapa teori
dengan tema konsumerisme, hubungan internasional, gender, ekonomi, sejarah sosial, seni,
budaya populer, dan lain sebagainya.
Jean Baudrillard menaruh minat besar terhadap media massa dan postmodernitas.
Terdapat beberapa pemikiran Baudrillard yang terkenal dan mewarnai wacana keilmuan
sosial-humaniora, antara lain, konsumsi simbol, simulacrum, hiperrealitas, distingsi, sampah
visual dan drugstore.
1. Konsumsi Simbol
Menurut Baudrillard, pola konsumsi masyarakat modern ditandai dengan
bergesernya orientasi konsumsi yang semula ditujukan bagi “kebutuhan hidup”, menjadi
“gaya hidup”. Baginya, hal tersebut tak luput dari munculnya kelas menengah pasca
Perang Dunia II yang secara masif akibat diterapkannya konsep ekonomi keynesian.
Keynesian itu sendiri adalah sebuah pemikiran yang menekankan pentinganya peran
pemerintah untuk mengelola arus permintaan dan penawaran yang terjadi dalam
mekanisme pasar. Kemudian mengamini pernyataan T. Veblen, kelas menengah
merupakan konsekuensi logis dari ekonomi keynesian dimana pelonggaran anggaran
pemerintah pada sektor publik menyebabkan masyarakat dapat menabung dan membeli
berbagai produk konsumtif yang ditawarkan.
Namun demikian, lambat laun pola konsumsi masyarakat pun mengalami
pergeseran, konsumsi yang dilakukan tak lagi berorientasi pada kebutuhan hidup
melainkan gaya hidup sebagaimana telah dipaparkan di atas. Katakanlah seperti,
masyarakat yang berbondong-bondong membeli produk “bermerek” ketimbang produk
sejenis lain yang berdaya guna sama dan berharga lebih murah. Alhasil bagi Baudrillard,
dewasa ini masyarakat lebih terpaku pada konsumsi simbol ketimbang kegunaan.

2. Drugstore
Drugstore atau “toko obat” merupakan istilah yang digunakan Baudrillard guna
menunjuk pada minimarket yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari daripada
umumnya yang beroperasi 24 jam. Sebagaimana filosofi toko obat dimana beragam obat
penyakit ringan hingga berat terdapat di dalamnya yang bermaksud menghindari
“spesialisasi barang dagangan”. Meskipun dengan tempat yang terbatas, ia berupaya
untuk memanfaatkan setiap celah ruang yang ada sehingga beragam barang dagangan
dapat terpampang di dalamnya. Ditilik secara positif, hal tersebut memang memudahkan
para konsumen untuk berbelanja secara efisien, mereka tak perlu berpindah dari satu
toko ke toko lainnya untuk membeli komoditas yang dibutuhkan. Namun jika ditilik
secara negatif, keberadaan mini market-drugstore jelas “mendesak” konsumerisme
masyarakat, terlebih dengan kehadirannya 24 jam.

3. Simulacrum
Simulacrum atau simulakra merupakan sebentuk instrumen yang mampu merubah
hal-hal yang bersifat abstrak menjadi konkret dan begitu pula sebaliknya. Beberapa
instrumen yang dapat terklasifikasikan di dalamnya antara lain; televisi, video game,
komputer, internet, surat kabar, dan majalah bahkan lukisan. Contoh simulakra dalam
merubah perihal konkret pada abstrak, yakni film. Sebagaimana kita ketahui, manusia
yang senyatanya berwujud materiil (konkret) dapat “dimampatkan” sedemikian rupa ke
dalam layar televisi dan berubah menjadi maya (abstrak). Sedangkan contoh perubahan
sedari asbtrak menjadi konkret dalam simulakra ialah film kartun SpongeBob
SquarePants. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak pernah menemui sepotong spon yang
dapat berbicara, begitu pula bintang laut atau bahkan kepiting yang dapat berbisnis
hamburger. Kesemuanya merupakan perihal khayal/imajinasi yang bersifat abstrak.
Namun dalam layar kaca semua hal tersebut dapat diwujudkan menjadi konkret.
Demikianlah cara simulakra bekerja.

4. Hiperrealitas
Terminus dari point ke 3 ialah merujuk pada segala yang bersifat “melampaui
kenyataan”. Menurut Baudrillard, hiperrealitas ini merupakan ciri paling kentara yang
dibawa simulakra. Katakanlah, sebuah iklan parfum yang apabila seorang lelaki
memakainya maka perempuan seisi kota bakal mengikutnya. Begitu pula dengan iklan
multivitamin yang dapat membuat anak cerdas seketika. Tak pelak, seluruh perihal
tersebut sekedar menemui bentuknya sebagai hiperrealitas semata, yakni perihal yang tak
nyata atau tak mungkin dalam kehidupan sehari-hari. Secara kasar, dapatlah dikatakan
bahwasanya hiperrealitas merupakan “kebohongan atau retorika belaka” yang dibawa
oleh simulakra.

5. Sampah Visual
Menurut Baudrillard, sampah visual merupakan kebiasaan akut para kapitalis yang
gencar memasarkan produk-produknya melalui berbagai spanduk berikut banner di bahu
jalan yang justru “mendistorsi” alam pikiran mereka yang melihatnya. Misalnya, suatu
hari saya berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan, tiba-tiba saya terpesona dengan
sebuah iklan kamera dslr yang terpajang pada salah satu banner. Saya rasa sangat ingin
memilikinya, namun kendati uang pun tak cukup, seketika timbul perasaan tertekan diri
“betapa miskinnya saya”. Alam pikiran saya terdistorsi/tertindas sedemikian rupa,
rusaklah hari saya yang semulanya indah seketika itu juga (badmood).

6. Distingsi
Distingsi merupakan “jarak sosial” yang diakibatkan oleh pilihan selera.
Contohnya, konstruksi suatu kelompok atas musik bergenre dangdut sebagai low culture
yang secara langsung akan berimplikasi pada penilaian kelompok tersebut terhadap
mereka yang menggemari musik dangdut sebagai “kampungan” atau “orang desa”.
Demikian pula pada musik jazz, mereka yang mengkonstruksikannya sebagai high
culture yang dapat berimplikasi pula pada penilaiannya bahwa penggemar musik jazz
merupakan orang yang berkelas. Melalui kedua contoh di atas, dapatlah ditilik betapa
konstruksi yang timbul akibat pilihan selera melahirkan perihal yang diistilahkan oleh
Baudrillard sebagai “distingsi”.

7. Tesis Berakhirnya Kehidupan Sosial


Melalui kajiannya mengenai simulakra, Baudrillard mencetuskan tesis terkait
“berakhirnya kehidupan sosial”. Menurutnya, mereka yang terjebak dalam simulakra
dapat dipastikan telah berakhir kehidupan sosialnya. Katakanlah, seorang anak yang
lebih memilih bermain video game di rumah ketimbang bermain di luar bersama teman-
temannya. Kemudian para ibu rumah tangga yang lebih sering memilih menonton
sinetron ketimbang melakukan aktivitas sosial di luar, begitu pula pecandu internet atau
bacaan (komik) yang lebih memilih menghabiskan banyak waktunya guna melakoni
kegemarannya tersebut ketimbang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam perspektif
Baudrillard, kesemua dari mereka dapat dikatakan telah terjebak dalam simulakra dan
berakhir kehidupan sosialnya. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, televisi video game,
internet, bacaan bahkan lukisan dapat terklasifikasi dalam simulakra.
Kritik terhadap Teori Jean Baudrillard
Berbagai teori ataupun pemikiran Jean Baudrillard yang menyentuh berbagai bidang tidak
lepas dari kritik yang disampikan oleh para ahli, diantaranya adalah :
 Baudrillard gagal dalam mendefinisikan berbagai istilah penting seperti misalnya
kode.
 Gaya penulisan Baudrillard sangat hiperbola dan deklaratif, seringkali kurang
bertahan, melakukan analisis sistematis jika sesuai.
 Baudrillard sangat total dalam pemikirannya, menolak kualitas atau menolak
klaimnya.
 Hal-hal yang ditulis Baudrillard umumnya berkutat tentang pengalaman tertentu dan
gambar televisi dan mengabaikan hal yang lain.
 Baudrillard mengabaikan bukti yang kontradiktif.

Anda mungkin juga menyukai