Anda di halaman 1dari 19

GERAKAN WOMENS’S MARCH SEBAGAI BENTUK SUARA PEREMPUAN

DALAM MEMPERJUANGKAN KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER


DENGAN STUDI KASUS DI INDONESIA PADA WOMEN’S MARCH
JAKARTA 2017

A. Latar Belakang

Feminisme adalah aliran yang menyuarakan hak-hak perempuan yang

selama ini dunia telah membuat sistem yang terkonstruksi jika perempuan

adalah makhluk nomor dua sesudah laki-laki. Didalam studi hubungan

internasional bahasan-bahasan mengenai feminisme mulai disinggung dan

diperdebatkan karena dengan memandang perspektif feminisme dengan serius

maka langkah ini dapat digunakan untuk mengkonseptualisasikan cara baru

dalam memahami dinamika konflik internasional dan hubungan manusia di

level global serta memberi sumbangan bagi perkembangannya, hal ini

menuntut adanya upaya kritik dari pijakan normative dan konstitutif dari teori-

teori dan tatanan dunia yang ada.1

Feminisme diawali dengan suatu pergerakan sosial yang muncul di

dunia Barat pada tahun 1800-an dengan tuntutan kesamaan hak dan keadilan

bagi perempuan. Pergerakan ini diilhami oleh pemikiran Mary Wollstenocraft

yang menuding bahwa pembodohan terhadap perempuan disebabkan oleh

tradisi dan kebiasaan masyarakat yang membuat perempuan menjadi

1
Scott Burchill dan Andrew Linklater, Teori-Teori Hubungan Internasional, Nusamedia, Bandung,
2012, hlm. 283.

1
subordinasi laki-laki.2 Pergerakan perempuan yang dimotori oleh sekelompok

perempuan di dunia Barat ini kemudian disambut secara global. Pergerakan

perempuan merupakan pergerakan sosial yang paling lama bertahan dan terus

berkembang sampai kini dan merambah ke berbagai lini kehidupan

Menurut sejarahnya terdapat gelombang pertama sampai ketiga didalam

aliran feminism itu sendiri, gelombang pertama feminism dimulai dari awal

abad ke-18 hingga 20 awal, sedangkan gelombang kedua feminism terjadi pada

pertengahan abad ke-20 sampai akhir 1980-an. Pada gelombang ketiga,

dimualai sejak sesudah tahun 1980-an yang mana muncul teori feminisme yang

bersinggungan dengan pemikiran kontemporer dan berkutat pada masalah

alienasi perempuan secara seksual, psikologis dan sastra dengan bertumpu pada

bahasa sebagai sebuah sistem.

Setiap gelombang dalam pergerakan feminisme mempunyai dasar

tuntutan masing-masing yang disesuaikan oleh atas apa yang telah diperoleh

kaum wanita itu sendiri pada zamannya. Feminsime mempunyai banyak cabang

teori yang tidak sama, hal ini dikarenakan bentuk diskriminasi yang berbeda

pula. Memasuki gelombang ketiga feminisme muncul gerakan kolektif yang

dinamakan women’s march sejak tahun 2017 sebagai suara dari kaum

perempuan yang menuntut keadilan dan kesetraan gender dimana termasuk

didalamnya adalah hak-hak perempuan yang selama ini masih belum terpenuhi,

gerakan ini tersebar diseluruh dunia dan terkoordinasi di setiap negaranya.

2
Mardety Mardinsyah, “Aliran-aliran Pemikiran Feminisme”, diakses dari
http://www.hermeneutikafeminisme.com/2016/01/24/aliran-aliran-pemikiran-fminisme-barat/ pada
19 Maret 2019 pukul 15.00

2
Setiap tahunnya, gerakan ini membawa tuntutan berbeda mengenai sebuah

kebijakan atau permasalahan yang terjadi pada perempuan. Selain itu, hal ini

diadakan sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem patriarki yang masih

mengakar di masyarakat. Semenjak gerakan ini ada pada tahun 2017 yang

awalnya dimunculkan di kota Washington D.C lalu pada tahun yang sama

gerakan ini langsung tersebar dan diadakan di banyak negara pula. Di Indonesia

sendiri, khususnya Jakarta sebagai ibukota dan pemelopor gerakan yang

pertama di adakan di negara Indonesia. Lalu setelahnya, pada tahun 2018 dan

2019 gerakan ini mulai menyebar di banyak kota-kota besar Indonesia sebagai

peringatan bagi suara perempuan yang masih tetap mengalami represi dan

diskriminasi. Di Jakarta sendiri, ada beberapa tuntutan yang dibawa. Pada tahun

2017 terdapat 8 tuntutan umum. Tuntutan yang dibawa menggambarkan

kondisi yang terjadi selama tahun-tahun kebelakang yang dirasa masih tidak

mendukung bagi perempuan. Selain itu, tuntutan yang dibawa juga turut

mengusung permasalahan sosial yang berbasis pada gender. Aksi ajakan

terhadap masyarakat ini kemudian dinilai penting untuk dilaksanakan agar

semua kalangan berhentu memperlakukan kaum perempuan dan komunitas

minoritas gender lainnya secara diskriminatif atau malah menjadikan mereka

sasaran tindakan kekerasan.3

3
Addi M Idham, “Ratusan Aktivis Gelar Aksi Womens March di Jakarta”, diakses dari
https://tirto.id/ratusan-aktivis-gelar-aksi-womens-march-di-jakarta-ckaT pada 21 Mei 2019 pukul
11.00.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang bisa

diambil adalah : Bagaimana implementasi tuntutan yang dibawa oleh gerakan

women’s march Jakarta tahun 2017 sebagai bentuk dari suara perempuan dalam

meraih keadilan dan kesetaraan gender ?

C. Kerangka Pemikiran

Gerakan women’s march dapat dianalisis menggunakan aliran atau

perspektif feminisme. Lebih tepatnya, gerakan ini dapat dikategorikan sebagai

buah dari gelombang ketiga feminisme. Feminisme gelombang ketiga juga

memiliki banyak definisi yang berbeda dan terkadang saling bertentangan.

Dalam hal ini, feminisme gelombang ketiga menyatakan diri sebagai feminisme

yang berkembang di dunia akademik, bersifat sistematis, dan bersifat lebih

kritis.4 Gamble (2006) melihat feminisme gelombang ketiga sebagai reaksi

perempuan kulit berwarna terhadap dominasi perempuan kulit putih dalam

feminisme gelombang kedua dan menolak asumsi bahwa penindasan terhadap

perempuan bersifat seragam dan universal. Lebih jauh, feminisme gelombang

ketiga juga terlibat berbagai aktivitas turun ke jalan. 5

Tong (2009) mendefinisikan feminisme gelombang ketiga sebagai

perkembangan feminisme yang dimulai pada 1990an yang mendapat pengaruh

dari feminisme-feminisme sebelumnya. Feminisme ini, lanjut Tong, memiliki

4
Ni Komang Arie Suwastini, “Perkembangan Feminisme Barat Dari Abad Kedelapan Belas Hingga
Postfeminisme: Sebuah Tinjauan Teoretis”, Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 2, No. 1, April 2013
hlm. 204.
5
Ibid.

4
rumusan agenda feminisme yang berbeda dari feminisme pendahulunya karena

feminisme gelombang ketiga merayakan perbedaan (2009: 271).6 Seperti teori-

teori yang sudah disebutkan bahwa gerakan women’s march mendukung

kesadaran feminisme untuk mengakui perbedaan dan merangkul kemajemukan

menjadi modal sendiri bagi perempuan non-Barat dalam artian seluruh gerakan

perempuan di seluruh dunia yang berkenan mengadopsi gerakan ini untuk

diterapkan ke negaranya masing-masing dengan tujuan untuk mengembangkan

feminisme dengan keyakinan bahwa feminisme pasca gelombang kedua

berkomitmen untuk merangkul aliran-aliran feminis yang berbeda.

Tetapi dalam gelombang ketiga terdapat beberapa teori baru yang

muncul untuk menyikapi wajah dari gerakan women’s march itu sendiri tanpa

mengkategorikan satu gerakan ini kepada satu cabang teori tertentu,

diantaranya yaittu :

a. Feminisme Multikultural

Feminis multikultural memusatkan perhatian pada pandangan bahwa di

dalam satu negara seperti Amerika, tidak semua perempuan diciptakan atau

dikonstruksi secara setara. Tergantung bukan hanya pada ras dan etnis, tetapi

juga pada identitas seksual, identitas gender, umur, agama, tingkat pendidikan,

pekerjaan/profesi, status perkawinan dan masih banyak lagi.

Feminisme multikultural di Amerika, yang mengkritik pemikiran

mainstream feminis yang tidak memasukkan kepentingan perempuan marginal,

6
Ibid.

5
disebut juga dengan feminisme ‘perempuan berwarna’. Multikultural secara

umum didefinisikan sebagai gerakan sosial-intelektual yang mempromosikan

nilai keberagaman sebagai prinsip utama dan menekankan semua kelompok

kultural harus diperlakukan setara dan terhormat. Gagasan multikultural justru

“keberagaman” di atas “kesatuan”. Masyarakat tidak terdiri atas mayoritas dan

minoritas, tetapi pluralitas berbagai macam kelompok yang tidak saling

mendominasi.

b. Feminisme Global

Feminisme global memperluas gagasan yang dikemukakan oleh feminis

multikultural. Feminis global menyatakan penindasan terhadap perempuan

juga bisa disebabkan oleh sistem yang tidak adil. Penindasan terhadap

perempuan bukan hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi juga oleh perempuan

dan laki-laki dari tempat lain, terutama dari negara-negara dunia pertama. Para

feminis global menyoroti ketimpangan antara negara dunia pertama dengan

negara dunia ketiga. Karena itu mereka menyatakan penindasan terhadap

perempuan tidak akan bisa dilenyapkan bila masih terjadi penindasan terhadap

perempuan di tempat lainnya. Para feminis global dengan demikian

memperluas agenda pembebasan perempuan menjadi lintas negara bangsa.

c. Ekofeminisme

Gerakan feminis yang mengusung kesetaraan dalam menyelamatkan

lingkungan disebut ekofeminisme, sebuah gerakan yang berusaha menciptakan

dan menjaga kelestarian alam dan lingkungan dengan berbasis

feminitas/perempuan.

6
D. Pembahasan

Women’s march awalnya adalah unjuk rasa yang terjadi di Washington

DC yang bertujuan untuk mempromosikan hak perempuan, reformasi imigrasi,

menyampaikan pesan ketidakadilan rasial, isu-isu pekerja, Persoalan Hidup

Warga Kulit Hitam, dan isu-isu lingkungan. Gerakan Women’s March ini

terorganisasi sebagai sebuah gerakan akar rumput dan diselenggarakan pada

hari setelah pelantikan Presiden Donald J. Trump pada tanggal 21 Januari

2017. Gerakan ini diadakan untuk memberi pesan tentang pentingnya hak-hak

kaum perempuan pada pemerintahan baru di hari pertama mereka bekerja.

Pesan ini juga ditujukan kepada dunia, memberi tahu bahwa hak perempuan

adalah bagian dari hak asasi manusia, bahwa perempuan tidak akan berhenti

sampai semua perempuan juga mendapat hak yang sama untuk memimpin di

semua lapisan masyarakat. Lalu selanjutnya, sebagai peringatan hari

perempuan internasional yang jatuh pada 8 Maret diadakan gerakan dengan

nama dan tujuan utama yang sama dan diadakan di berbagai belahan di dunia.

Gerakan women’s march telah mengispirasi kaum perempuan di berbagai

belahan dunia untuk ikut menyuarakan haknya dengan momentum yang tepat

di tanggal 8 Maret. Tidak terkecuali di Indonesia yang merasa bahwa

perempuan masih belum sepenuhnya mendapatkan kesetaraan dan hak yang

didapat juga ikut mengadakan aksi ini. Diawali di ibukota Indonesia, DKI

Jakarta yang dilaksanakan pada 4 Maret 2017. Tentunya gerakan ini membawa

isu-isu penting yang diangkat ke permukaan. Diantaranya yaitu :

7
1. Menuntut Indonesia kembali ke toleransi dan keberagaman.

Jika dikaitkan dengan gerakan feminisme, berarti perempuan berhak

bebas menuntur haknya untuk menjadi apa yang dimau dan dikehendaki tanpa

takut akan konstruksi social yang ada di masyarakat dimana hal itu membatasi

pergerakan perempuan. Perempuan satu sama lain harus saling mendukung dan

tidak menjatuhkan. Tidak hanya itu, lebih jauh lagi laki-laki sebagai pemegang

control atas kekuasaan sistem patriarkis yang mengakar masyarakat juga harus

mendukung dan menjadi agen perubahan dalam gerakan ini. Dalam hal ini

sesama manusia baik itu relasi antara perempuan dan perempuan, perempuan

dan laki-laki atau laki-laki dengan perempuan harus saling bisa menghargai dan

toleransi satu sama lain.

Isu ini diangkat karena dirasa di Indonesia sendiri masih banyak orang-

orang yang tidak menyadari arti pentingnya keberagaman dalam konteks

perempuan. Baik itu keberagaman peran atau orientasi seksual. Pada saat march

berlangsung terdapat poster-poster yang mengkampanyekan tuntutan ini,

diantaranya dengan bertuliskan : “ diversity, equality, love”, “stop diskriminasi

berbasis orientasi sex”, “jangan pandang rendah kami (perempuan”. Jika hal

ini dapat diwujudkan dengan maksimal maka diharapkan dapat menekan semua

tindak kekerasan atau pelanggaran HAM. Pemerintah dan pemimpin negara

harus membangun kesadaran pentingnya toleransi dan penghormatan pada

keberagaman baik kepada minoritas atau kelompok marjinal baik

8
itu berdasarkan suku, ras, agama, orientasi seksual dan lainnya sebagaimana

dimandatkan dalam Konstitusi Indonesia yang non diskriminasi. 7

2. Menuntut pemerintah mengadakan infrastruktur hukum yang berkeadilan

gender.

Jaminan perlindungan dan keadilan di semua bidang kehidupan

merupakan hak setiap warga Negara Indonesia sebagaimana amanat

Konstisusi. Sudah seharusnya proses hukum selalu dan tetap

mempertimbangkan kebutuhan, aspirasi, dan kepentingan demi rasa keadilan

bagi perempuan dan laki-laki. Hukum tidak hanya berupa peraturan semata,

malainkan sebuah sistem hukum yang meliputi subtansi, struktur, dan kultur

hukum. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah membangun hukum yang

berkeadilan gender, mengintegrasikan perspektif gender dan pengintegrasian

perspektif kepentingan terbaik bagi masyarakat dalam rangka upaya

pemenuhan hak-hak manusia yang mendasar. Sehingga usaha yang dilakukan

tidak hanya mendorong lahirnya kebijakan hukum yang berkeadilan gender,

melainkan juga mengubah paradigma yang tidak adil gender menjadi

berkeadilan gender dan pada akhirnya tercipta budaya hukum masyarakat yang

berkeadilan gender.8

7
Tenni Purwanti, “8 Tuntutan Women’s March Jakarta 2017”, diakses dari
https://www.pesona.co.id/read/8-tuntutan-women-s-march-jakarta-2017?p=2 pada 21 Mei 2019
pukul 13.15.
8
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “Hukum Yang Berkeadilan Untuk
Mewujudkan Kesetaraan Gender”, diakses dari
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/438/hukum-yang-berkeadilan-untuk-
mewujudkan-kesetaraan-gender pada 21 Mei 2019 pukul 14.00.

9
Kesetaraan gender antara wanita dan pria di Indonesia ternyata belum

sepenuhnya merata. Masih banyak sekali ketidak merataan terhadap hak-hak

antara wanita dan pria yang belum diperhatikan oleh pemerintah. Masih banyak

kelompok atau individu yang menganggap bahwa derajat wanita masih berada

dibawah pria. Pendapat tersebut termasuk hal yang tidak adil. Ketidak merataan

ini dapat dipandang sebagai sebuah diskirminasi terhadap peran perempuan

dalam pembangunan ekonomi negara. Di kutip dari Kepempppa.go.id (Maret,

2017) Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All

Forms of Discrimination against Women (CEDAW) sejak 22 tahun lalu,

melalui Undang-undang No. 7 tahun 1984 (UU No. 7/1984). Dalam perjalanan

pelaksanaan CEDAW pemerintah Indonesia menyadari masih kuatnya

diskriminasi terhadap perempuan di segala bidang pembangunan.

Disksriminasi ini mengancam pencapaian keadilan dan kesetaraan gender di

Indonesia.9

Tetapi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Indonesia saat ini

adalah Hukum yang mengatur kesetaraan gender di Indonesia tersebut. Karena

belum ada aturan hukum yang pasti tentang kesetaraan gender ini, dengan

adanya hukum yang mengatur pasti akan lebih terlihat adil dan merata tentang

hak wanita dan pria. Untuk itu dengan mengesahkan RUU Penghapusan

9
Kemementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “Pentingnya Keadilan dan
Kesetaraan Gender di Indonesia”, diakses dari
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1374/pentingnya-keadilan-dan-kesetaraan-
gender-di-indonesia pada 21 Mei 2019 Pukul 12.00.

10
Kekerasan Seksual, RUU Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Buruh Migran,

serta menolak upaya judicial review perubahan KUHP terkait pasal zina yang

jelas merugikan perempuan. Kami menuntut diwujudkannya peraturan dan

kebijakan yang berperspektif gender dan akan membantu pengurangan

kekerasan terhadap perempuan, pemenuhan hak, dan pencapaian keadilan

untuk perempuan Indonesia dan keberhasilan Indonesia dalam mencapai

Sustainable Development Goals (SDGs). 10

3. Menuntut pemerintah dan masyarakat memenuhi hak kesehatan perempuan

dan menghapus kekerasan terhadap perempuan.

Hak kesehatan perempuan dalam hal ini berupa penurunan angka

kematian ibu melahirkan melalui perbaikan fasilitas dan pendidikan kesehatan

reproduksi yang terjangkau bagi perempuan, serta mendukung penghapusan

sunat perempuan. Perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan bebas

dari kematian pada saat melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan oleh

negara.Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan

kesehatan, khususnya pelayanan KB, kehamilan, persalinan, dan pasca-

persalinan.11

Sedangkan kekerasan terhadap perempuan dalam hal ini meliputi

berbagai hal seperti pernikahan dini pada anak yang paling banyak dialaami

oleh perempuan. Selain itu dalam hal kekerasan seksual, perempuan juga masih

10
Tenni Purwanti, loc. Cit.
11
Kemementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “5 Hak-Hak Utama
Perempuan”, diakses dari https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1437/5-hak-hak-
utama-perempuan pada 21 Mei 2019 pukul 12.35.

11
mengalami hal ini dengan angka yang tidak sedikit. Ada 6 jenis kekerasan

seksual yang masih menjadi hal yang mengerikan bagi perempuan, kekerasan

ini dibedakan menjadi 6 jenis yaitu: Pelecehan seksual, Eksploitasi seksual,

Perkosaan, Pemaksaan Melakukan aborsi, Pemaksaan kontrasepsi, Pemaksaan

perkawinan. Berdasarkan catatan tahunan komnas perempuan terdapat 406.178

kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama

tahun 2018 (naik dari tahun sebelumnya sebanyak 348.466). Kasus kekerasan

terhadap perempuan ini terdiri dari 13.568 kasus yang ditangani oleh 209

lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34 Provinsi, serta sebanyak

392.610 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh

Pengadilan Agama. 12

4. Menuntut pemerintah dan masyarakat melindungi lingkungan hidup dan

pekerja perempuan, perubahan iklim, dan kaitannya dengan hak-hak pekerja

perempuan.

Alih fungsi lahan dan konflik terkait eksploitasi sumber daya alam,

karena investasi semakin meminggirkan perempuan dalam mengakses dan

mengelola sumber daya alam. Perempuan ditempatkan sebagai pekerja di

tengah kondisi yang terpapar perubahan iklim yang mempercepat kerusakan

alam dan tidak terjaminnya hak perempuan pada upah yang layak dan layanan

kesehatan yang memadai di perusahaan/sektor Industri.

12
Komnas Perempuan, “ Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan Tahunan 2019” diakses dari
https://www.komnasperempuan.go.id/read-news-lembar-fakta-dan-poin-kunci-catatan-tahunan-
komnas-perempuan-tahun-2019 pada 21 Mei 2019 Pukul 14.55.

12
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-

PA) menyebut masih banyak pelanggaran hak pekerja perempuan. Dalam

berbagai kasus, pelanggaran kerja didominasi terkait tidak dipenuhinya

kebutuhan dasar perempua seperti hak cuti haid, waktu pemberian ASI, hingga

diberhentikan karena hamil. Dalam ketenagakerjaan, masih terlihat adanya

kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Kondisi ini dapat terlihat dari

indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara laki-laki dan

perempuan. TPAK adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur

partisipasi perempuan dan laki-laki dalam ketenagakerjaan. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2016 TPAK laki-laki sebesar 81,97

persen dan perempuan 50,77 persen, atau dengan kesenjangan sekitar 31,2

point.13

5. Menuntut pemerintah membangun kebijakan publik yang pro-perempuan

dan pro-kelompok marjinal lain, termasuk perempuan difabel.

Pelayanan ini mencakup pelayanan yang disediakan dipublik maupun

di ruang kerja. Keberpihakan kebijakan pemerintah dan etika perusahaan

yang berperspektif gender akan mendukung suasana kerja yang lebih kondusif

dan mendukung penghapusan pelecehan seksual/kekerasan seksual di dalam

tempat kerja. Pelayanan publik dan tempat kerja yang mendukung individu

dengan kebutuhan khusus adalah bentuk realisasi hak-hak dasar.

13
DetikNews, “ Ini Pelanggaran Yang Sering Terjadi Pada Perempuan di Tempat Kerja”, diakses di
https://news.detik.com/adv-nhl-detikcom/d-3781912/ini-pelanggaran-yang-sering-terjadi-pada-
perempuan-di-tempat-kerja pada 21 Mei pukul 16.00.

13
Isu ini turut diangkat karena di berbagai kota dan daerah bahkan di

ibukota sekalipun masih terdapat kebijakan publik yang didalamnya juga

termasuk kebijakan daerah belum sepenuhnya ramah akan perempuan.

Contohnya, seperti ruang-ruang menyusui yang masih minim tersedia di

fasilitas public. Untuk itu hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah.

Permintaan kebijakan yang pro tidak hanya bagi kaum perempuan saja tetapi

juga untuk kaum disabilitias atau penyandang khusus. Hal ini juga diperlukan,

mengingat mereka juga sama-sama manusia yang ikut beraktivitas di muka

umum dan juga turut memakai fasilitas umum yang ada.

6. Menuntut pemerintah dan partai politik meningkatkan keterwakilan dan

keterlibatan perempuan di bidang politik.

Persoalan ketimpangan gender tercermin jelas dalam rendahnya

keterwakilan perempuan di struktur lembaga perwakilan Indonesia.

Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, dari total 261,9 juta

penduduk Indonesia pada 2017, penduduk perempuannya berjumlah 130,3 juta

jiwa atau sekitar 49,75 persen dari populasi. Sayangnya, besarnya populasi

perempuan tersebut tidak terepresentasi dalam parlemen. Proporsi perempuan

di kursi DPR jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan proporsi laki-laki.

Keterwakilan perempuan dalam parlemen ini perlu menjadi perhatian penting.

Lantaran kehadiran perempuan di parlemen memberikan otoritas pada

perempuan untuk membuat kebijakan yang berkontribusi besar pada

pencapaian hak-hak perempuan, khususnya kesetaraan gender. Sebab

seringkali anggota laki-laki tidak dapat sepenuhnya mewakili kepentingan

14
perempuan karena adanya perbedaan pengalaman dan kepentingan antara

keduanya.14

Dengan mendukung perubahan dalam revisi UU Penyelenggaraan

Pemilu dan RUU Partai politik dengan mendukung keterwakilan perempuan

minimal 30 persen di setiap daerah pemilihan (dapil), menempatkan perempuan

dalam posisi strategis dalam struktur partai politik, dan melakukan kaderisasi

serta proses rekrutmen calon legislatif, eksekutif, maupun pengurus partai

secara setara. Kami juga menuntut pemerintah untuk meningkatkan kaderisasi

dengan menempatkan lebih banyak perempuan pada jabatan strategis melalui

seleksi yang adil dan setara gender.

7. Menuntut pemerintah untuk memenuhi HAM dan hak seksualitas bagi

individu dan kelompok dengan orientasi seksual dan identitas gender yang

berbeda.

Mengajak masyarakat untuk menghormati keberagaman dan

menghargai keberadaannya sudah ada sejak zaman dulu, sesuai UU HAM dan

UUD 1945 yang mengatakanbahwa masyarakat bebas berorganisasi dan

bermasyarakat. Semua tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap individu

dengan orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda

merupakan pelanggaran konstitusi.

Tindakan diskriminasi berbasis sex dan gender masih ada dan terjadi di

masyarakat. Dengan ini pemerintah perlu membuat undang-undang yang bisa

14
Scholastica Gerintya, “Kuota 30% Perempuan di Parlemen Belum Pernah Tercapai”, diakses dari
https://tirto.id/kuota-30-perempuan-di-parlemen-belum-pernah-tercapai-cv8q pada 21 Mei 2019
pukul 10.50.

15
melindungi hak warga negaranya dengan tidak memandang orientasi seksual

warganya. Perlakuan diskriminatif tidak hanya dilakukan oleh masyarakat

tetapi hal ini benar-benar harus diterapkan secara megakar di segala kalangan

masyarakat terutama pemerintah yang nantinya akan membuat kebijakan bagi

penganut kelompok marjinal yang selama ini merasa terpinggirkan. Adanya

stigma dan pandangan negative terhadap suatu kelompok tertentu karena

melihat dari orientasi seksual atau idenitas gender harus dilakukan. Tindakan

yang dikira paling mujarab akan berasal dari pemerintah sebagai contoh dan

acuan untuk masyarakat.

8. Menuntut pemerintah dan masyarakat lebih memperhatikan isu global yang

berdampak pada perempuan, serta membangun solidaritas dengan

perempuan di seluruh dunia.15

Warga negara Indonesia harus menunjukkan solidaritas dan

keberpihakan pada gerakan perlawanan atas pelanggaran yang terjadi, baik

terkait isu fasisme, intoleransi, diskriminasi berbasis SARA, dan sentimen atau

opini publik yang anti-imigran. Lalu dalam perkembangannya, gerakan

women’s march tidak hanya diadakan satu kali saja tetapi setiap tahun di

berbagai macam negara di seluruh dunia terhitung mulai dari 2018 terdapat 30

negara yang sudah mengikuti aksi ini. Di Amerika sendiri, tidak hanya

dilaksanakan di Washington DC saja tetapi juga di berbagai negara bagian

seperti di California, Maine, Seattle, Oklahoma dan di beberapa negara bagian

15
Emeralda Aisha, “ Women’s March untuk Gerakan yang Nyata” diakses dari
http://konsillsm.or.id/womens-march-for-the-real-movement/ pada 19 Maret 2019 pukul 15.05

16
lainnya. Begitupun di Indonesia terhitung dari 2018 telah dilaksanakan di

berbagai macam kota di seluruh Indonesia sepeerti di Jakarta, Yogyakarta,

Bandung, Malang dan banyak kota lain. Hal ini membuktikan jika gerakan

women’s march merupakan gerakan yang terorganisir seluruh dunia. Dengan

ini membuktikan jika perempuan di seluruh dunia setuju dan bergerak didalam

frekuensi yang sama.

Pada tahun 2019 gerakan women’s march sendiri sudah terlaksana di

Amerika dan beberapa negara lain. Di Indonesia sendiri women’s march akan

dilaksanakan pada akhir bulan April 2019 agar terhindar dari unsur politisisasi

menjelang pemilu yang akan dilaksanakan pertengahan April. Kurang lebih tiga

tahun berdiri, Women's March Indonesia telah melakukan pencapaian, seperti;

peningkatan kesadaran masyarakat terkait belum tercapainya pemenuhan hak

perempuan dan kelompok minoritas dan marginal lainnya. Lalu meningkatnya

keterlibatan orang baru di gerakan perempuan.

Pada tahun ini women’s march mengangkat tema #BeraniBersuara. Tema ini

diambil karena ada banyak tantangan yang harus dihadapi pada saat ingin

menyampaikan aspirasi atau saat penyintas bersuara. Tuntutan tahun ini, akan

merangkum beberapa permasalahan termasuk pengesahan RUU Penghapusan

Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga;

penghapusan atau perubahan UU dan Peraturan Daerah yang diskriminatif;

penerapan sistem penegakan hukum yang berkeadilan gender; peningkatan

17
keterwakilan politik perempuan; dan penerapan perlindungan sosial yang adil

gender dan inklusif.16

Dalam memperoleh kesetaraan dan keadilan gender, perempuan tidak

serta merta mendapatkannya begitu saja. Tetapi melalui gerakan women’s

march perempuan berharap bisa mendapat hak-hak nya yang selama ini masih

berjalan dengan tidak pasti. Tuntutan ini masih akan berlangsung dan akan tetap

berlangsung pada gelombang ketiga feminisme selama perempuan belum setara

baik secara hak yang diperoleh maupun perlakuan. Dengan adanya gerakan ini

maka perempuan akan mempunyai ruang-ruang dalam menuangkan sumber

pikiran dan aspirasinya. Ideologi feminisme yang dimiliki oleh setiap

perempuan tidak harus sama persis. Tetapi apa yang harus dipedulikan adalah

bentuk keberagaman dan kepedulian satu dengan yang lainnya. Hal ini juga

termasuk bentuk dan upaya dalam memperjuangkan hak asasi manusia.

E. Kesimpulan

Women’s March adalah gerakan kolektif untuk menuntut keadilan dan

kesetaraan gender yang didalamnya termasuk hak-hak perempuan. Gerakan ini

adalah perwujudan dari ideologi feminisme sebagai aliran yang berupaya untuk

mengupayakan ‘kemerdekaan’ penuh pada perempuan yang dalam tujuan

utamanya adalah menghancurkan sistem patriarkis yang secara kultural sudah

terbentuk. Membuat konstruksi social bahwa perempuan adalah makhluk

nomor dua setelah laki-laki. Akibatnya perempuan dipandang sebelah mata.

16
Anisha Saktian Putri, “Perjalanan Women’s March Indonesia : Perjalanan dan Tuntutan di 2019”,
diakses dari https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3913884/perjalanan-womens-
march-indonesia-pencapaian-dan-tuntutan-di-2019 pada 19 Maret 2018 pukul 16.30

18
Dalam hal ini awal mula ideology feminisme muncul di gelombang pertama

pada pertengahan abad ke-18 hingga pada awal abad ke-20 ditandai dengan

awal keberhasilan perempuan dibidang hokum dan politis. Lalu mencapai

gelombang kedua pada pertengahan abad ke-20 hingga akhir 1980-an dimana

perempuan menunut perlakuan tanpa diskriminasi. Hingga pada gelombang

ketiga dari 1980 hingga sekarang yang memiliki tuntutan secara majemuk.

Perubahan dalam tujuan-tujuan feminisme merupakan bukti bahwa feminisme

dapat beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan perempuan sesuai dengan

tuntuan jaman yang dihadapi perempuan. Berkaitan dengan realitas sosial,

gerakan women’s march membantu perempuan untuk berani bersuara terhadap

apa yang tidak adil pada diri mereka. Dengan berbagai keberagaman, pluralitas

dan macam-macam penganut cabang ideologi dari feminisme membuat

gerakan yang semakin bisa menyatukan pola pikir dan persamaan persepsi

terhadap tuntutan-tuntutan apa yang bisa dan harus dibawa ke permukaan

public mengingat akan menjadi hal yang menakutkan jika perlakuan tidak adil

berbasis gender utamanya terus terjadi pada perempuan.

19

Anda mungkin juga menyukai