PENDAHULUAN
Di kalangan masyarakat, peran gender umumnya telah terbagi berdasarkan jenis kelamin,
di mana lelaki wajib mengurus pekerjaan publik seperti mencari nafkah, sedangkan perempuan
bertanggung jawab atas pekerjaan domestik, seperti memasak. Padahal, itu hanyalah bagian dari
stereotipe. Menurut teori Skema Gender, struktur mental individu siap mengatur informasi
seiring tentang apa yang dianggap pantas dan tidak untuk perempuan dan laki-laki di masyarakat
(Bem dalam Passer dan Smith, 2011). Hal itu juga dipengaruhi oleh konstruksi sosial dan budaya
di masyarakat.
Di luar hal itu, media dan produknya juga berperan dalam membangun konstruksi sosial
yang berhubungan dengan gender, termasuk mengenai representasi gender. Salah satu produk
media yang acap kali menjadi sarana representasi adalah iklan. Iklan sendiri merupakan media
komunikasi yang digunakan oleh komunikator, dalam hal ini biasanya perusahaan, sebagai
sarana penyampaian produk atau jasa ke publik. Iklan bertujuan mempengaruhi perasaan,
pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu
produk atau merek, dengan tujuan akhir berupa purchasing atau pembelian (Morissan,
2010:18).Namun, dalam iklan juga dikenal yang namanya pendekatan emosional, di mana
pengiklan mengangkat isu-isu sosial tertentu guna menarik perhatian publik.
Salah satu permasalahan gender yang muncul di media ialah kesetaraan gender.
Sayangnya, sejumlah penelitian tentang media dan gender, seperti milik Rahmawati et al. (2010)
yang berjudul “Bias Gender dalam Iklan Attack Easy di Televisi” menemukan bahwa dalam
iklan, perempuan masih digambarkan berhubungan erat dengan peran domestik, bahkan
sejumlah orang memandang, peran tersebut belum dapat diisi oleh jenis kelamin selain
perempuan. Tak hanya itu, Siswati (2014) menyinggung perihal iklan yang membatasi peran
perempuan dalam urusan domestik saja, dari menjadi ibu rumah tangga, mengasuh anak, hingga
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kesetaraan gender pada iklan kecap
ABC.
TINJAUAN PUSTAKA
Representasi
Menurut Stuart Hall (dalam Zoebazary, 2010:214), ada dua proses representasi. Pertama,
representasi mental, yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta
konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’,
yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada di kepala kita
harus diterjemahkan ke dalam ‘bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep
dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu. Proses pertama
memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai
Iklan
Kata iklan berasal dari bahasa Yunani, yang artinya kurang lebih adalah ‘menggiring
orang pada gagasan’. Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah "semua bentuk
aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal
yang dibayar oleh sponsor tertentu.” Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi
nirpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan
kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang
bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang
menguntungkan bagi pihak pembuat iklan (Durianto dkk,2003:1).
Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap,
dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, dengan tujuan akhir berupa
purchasing atau pembelian (Durianto dkk, 2003:2). Iklan merupakan salah satu bentuk promosi
yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang, hal ini kemungkinan karena daya
jangkaunya yang luas. Iklan juga menjadi instrumen promosi yang sangat penting, khususnya
bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat luas
(Morissan, 2010:18).
- Kesetaraan Gender
Isu kesetaraan gender (gender equality) muncul dari menguatnya kesadaran
publik bahwa telah terjadi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan pada kehidupan
bermasyarakat, sehingga terjadi perbedaan peran dan fungsi masing-masing jenis
kelamin. Perbedaan jenias kelamin tersebut dapat menimbulkan perbedaan gender
(gender differences), di mana perempuan dikonstruksikan sebagai makhluk yang tidak
rasional, emosial, dan lemah lembut, sedangkan laki-laki kebalikannya. Perbedaan gender
sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender
(gender inequalities), namun realitas sosial di masyarakat menjadi masalah adalah
ternyata perbedaan gender ini telah menimbulkan berbagai ketertindasan dan
ketidakadilan yang lebih banyak dialami perempuan. Ketidakadilan gender ini merupakan
akibat adanya ketidaksamaan atau ketidaksejajaran kondisi bagi laki-laki maupun
Teori Nature-Nurture-Equilibrium
- Teori Nature
Teori nature (Utaminingsih, 2017:17)menjelaskan bahwa pembedaan peran antara
laki-laki dan perempuan bersifat kodrati dan alami (nature).Hal ini disebabkan anatomi
biologis yang melekat, sehingga jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berbeda
menjadi faktor utama dalam penentuan peran sosial. Laki-laki memiliki peran ordinat
(utama) di dalam masyarakat karena dianggap lebih kuat, lebih potensial, dan dianggap
lebih produktif. Sedangkan perempuan dinilai berperan sub-ordinat (dikuasai) karena
dibatasi secara biologis dalam ruang geraknya, seperti hamil, melahirkan dan menyusui
sehingga dianggap kurang produktif. Akibatnya, perbedaan ini menimbulkan pemisahan
peran dan tanggungjawab antara dua jenis kelamin tersebut, seperti laki-laki sebagai
kepala keluarga dan pencari nafkah utama dengan cara bekerja di ranah publik (bekerja di
luar rumah), sedang perempuan bekerja atau mengambil peran di ranah domestik, yaitu
bertanggungjawab penuh pada segala tata kelola dalam urusan rumah tangga.
- Teori Equilibrium
Teori Equilibrium menurut Utaminingsih (2017:25) merupakan teori yang
menjelaskan realitas relasi antara laki-laki dan perempuan (relasi gender) secara
seimbang, yang merupakan paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan
(equilibrium). Teori ini menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam
hubungan atau relasi antara perempuan dan laki-laki sehingga dapat menciptakan
kesetaraan dan keadilan gender.
Tabel 1
Perbandingan Teori Nature-Nurture-Equilibrium
Nurture Perbedaan peran, fungsi, dan Pembedaan peran antara laki-laki dan
tanggungjawab dalam relasi gender perempuan ssebagai hasil rekayasa atau
antara laki-laki dan perempuan konstruksi sosial budaya yang dapat
yang tidak ditentukan oleh faktor dipertukarkan sehingga memunculkan
biologis semata, melainkan oleh gerakan feminisme guna pemberdayaan
konstruksi sosial budaya perempuan dan mengoptimalkan
masyarakat potensinya pada segala bidang kehidupan
seperti politik, sosial, ekonomi, dan lain
sebagainya
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan metode semiotik model
Charles S. Pierce, serta paradigma analisis kritis. Semiotik merupakan studi tentang tanda dan
segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain,
pegirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya (Kriyantono, 2006:228).
Objek kajian dalam penelitian ini adalah iklan Kecap ABC versi Suami Sejati Hargai
Istri dengan durasi 1 menit 47 detik yang ada di Youtube. Sementara itu, unit analisis dalam
penelitian ini terdiri dari dialog, narasi, serta gambar bergerak yang menampilkan ekspresi para
pemeran dalam iklan.
Diskusi
- Analisis Semiotika Model Charles S. Pierce
Semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yang disebut Pierce ‘Teori Segitiga Makna
atau Triangle Meaning’ (Littlejohn dan Foss, 2017:224), yaitu:
a. Tanda; adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh pancaindera
manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar
tanda itu sendiri. Menurut Pierce, tanda terdiri atas:
(1) Simbol: tanda yang lahir dari kesepakatan;
(2) Ikon: tanda yang lahir dari perwakilan fisik, dan;
(3) Indeks: tanda yang lahir dari hubungan sebab-akibat.
b. Acuan tanda (objek); adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau
sesuatu yang dirujuk tanda.
c. Penggunaan tanda (interpretant); konsep pemikiran dari orang yang menggunakan
tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam
bentuk seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Yang dikupas dari teori segitiga makna yaitu persoalan bagaimana makna muncul
dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.
Hubungan antara tanda, objek, dan interpretant digambarkan Pierce seperti pada gambar
berikut:
Memasuki detik 00.51, kamera menyorot suami yang sedang menatap foto yang
dirobek tadi. Tanda yang ditunjukkan dalam adegan itu ialah ekspresi suami yang terlihat
berpikir ketika memandangi ikon (foto yang telah robek). Setelah itu, di detik 00.56,
muncul gambar kecap ABC yang disertai teks “ABC ingin bantu mengubah keadaan itu”;
menunjukkan tanda indeks, di mana ABC Indonesia berupaya terlihat ingin membantu
Di menit 1.05, tokoh lelaki mulai memotong ikan dengan raut wajah serius.
Kemudian, dia mulai mengolah masakannya di wajan, tapi menjauhi kompor lagi ketika
tangannya tak sengaja terkena cipratan minyak. Muncul tanda lagi di adegan selanjutnya,
ketika tokoh lelaki meringis ketika mengeluarkan masakan dari panggangan. Kemudian,
kamera menyorot foto robek yang jadi bagian dari tanda ikon. Menit 1.09, tokoh lelaki
menyeka wajahnya ketika mengiris bawang, menunjukkan tanda bahwa memasak
Kemudian, pada menit 1.17, kamera pun menyorot nasi goreng, menunjukkan
bahwa tokoh lelaki menata nasi goreng buatannya. Selanjutnya, pada menit 1.24, istri dan
anaknya sampai di rumah. Muncul lagi tanda berbentuk ekspresi bingung di wajah tokoh
istri. Kemudian, tokoh suami terdengar mengatakan “bertahun-tahun, kamu yang lakukan
sendiri” dengan kamera menyorot suami yang mengambilkan nasi goreng untuk istrinya.
Tokoh lelaki pun melanjutkan kalimatnya dengan “aku gak pernah hargai kamu, apalagi
bantu kamu” lalu kamera menyorot istri yang terlihat tidak percaya. Dua penggalan
kalimat tersebut menunjukkan tanda ketidakadilan peran gender di keluarga tersebut,
sebab hanya tokoh istri yang melakukan pekerjaan domestik.
Dalam adegan terakhir, tepatnya pada menit 1.46, terdengar narasi “kecap ABC,
suami sejati, masak” dilengkapi gambar dengan tulisan “Akademi Suami Sejati. Belajar
Masak layaknya Suami Sejati di www.akademisuamisejati.com” yang mengindikasikan
dukungan Kecap ABC bagi para suami yang memasak--yang sebetulnya bagian dari iklan
alias alat promosi.
Berdasarkan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan segitiga
makna dalam iklan ABC Suami Sejati Hargai Istri. Di mana adegan dengan efek
audiovisual di dalam iklan menyajikan berbagai tanda, lalu mengangkat isu
ketidaksetaraan peran gender di level keluarga sebagai objek yang tergambar di tanda-
tanda tersebut, sehingga melahirkan interpretasi bahwa merek ABC mendukung
kesetaraan peran gender di ranah keluarga dengan mengajak para suami memasak dan
menghargai istri.
Grafik 1
Segitiga Makna dalam Semiotika Model Charles S. Pierce dalam Iklan ABC
- Analisis Iklan ABC Suami Sejati Hargai Istri Berdasarkan Teori Nature, Nurture,
dan Equilibrium
Dalam teori Nature disebutkan, peran antara lelaki dan perempuan sifatnya kodrati
dan alami, akibat anatomi biologis. Berdasarkan teori itu, peran sosial gender akhirnya
terbentuk berdasarkan jenis kelamin. Lelaki punya peran utama di masyarakat, sedangkan
perempuan berperan sub-ordinat. Hal itulah yang akhirnya melahirkan penggolongan
peran, lelaki bertanggung jawab di urusan publik, sedangkan perempuan di ranah
domestik.
Sesuai dengan teori tersebut, penggambaran penggolongan peran gender antara
lelaki dan perempuan tergambar dengan jelas di bagian awal iklan ABC Suami Sejati
Hargai Istri, ketika hanya istri yang melakukan berbagai pekerjaan domestik. mulai dari
menyiapkan sarapan, membereskan rumah, mencuci baju, hingga membantu anak bersiap
ke sekolah. Semua aktivitas itu merupakan bagian dari pekerjaan domestik. Di sisi lain,
tokoh lelaki dalam iklan itu digambarkan tidak membantu perempuan sama sekali, lalu
sibuk dengan ponselnya. Ditambah lagi, pada detik ke 00.20-00.22, tokoh lelaki
melontarkan pertanyaan berbunyi “kok lama banget sih?” kepada tokoh perempuan.
Berbeda dengan teori Nature, teori Nurture lebih memandang bahwa perbedaan
peran gender lelaki dan perempuan terjadi bukan hanya karena faktor biologis, melainkan
juga karena adanya konstruksi masyarakat. Pada iklan ABC Suami Sejati Hargai Istri di
bagian awal, perilaku tokoh lelaki ke istrinya menunjukkan bahwa pandangan itu benar
KESIMPULAN
- Peran Media dalam Menciptakan Kesetaraan Gender
Media mempunyai peran sangat signifikan dalam proses sosialisasi kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan, terkait eksistensinya sebagai media komunikasi
dalam sosialisasi gagasan pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). Peran
media--baik media massa maupun new media--sangat dibutuhkan untuk
menyosialisasikan visi utamanya, yaitu: membangun kualitas hidup perempuan melalui
upaya kesetaraan gender dalam meraih keserasian dan keadilan gender guna mewujudkan
kemitraan atau relasi gender yang harmonis dan saling menguntungkan bagi laki-laki dan
pegrempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Visi tersebut bertujuan untuk (1)
meningkatkan kualitas hidup perempuan; (2) meningkatkan keserasian dan keadilan
gender; (3) penghapusan tindak kekerasan pada perempuan; (4) peningkatan martabat dan
hak asasi perempuan; dan (5) upaya pemberdayaan lembaga pengelola potensi
perempuan (Shodiq, 2019: 213).
- Iklan Kecap ABC sebagai Representasi Kesetaraan Gender di Media
Iklan ABC Indonesia Suami Sejati Hargai Istri mengangkat isu ketidaksetaraan
peran gender level keluarga di adegan-adegan awal, kemudian menunjukkan bagaimana
bentuk kesetaraan peran gender yang seharusnya dapat dilakukan di kalangan keluarga;
dimulai dari membagi tanggung jawab di dapur.
ABC Indonesia merepresentasikan para istri yang kerepotan mengurus berbagai hal
di rumah, tetapi tak dihargai oleh suaminya. Tak sampai di situ, iklan berdurasi 1.47 menit
itu memiliki pesan bahwa suami seharusnya menghargai istri, bahkan berbagi tanggung
jawab dalam urusan domestik--khususnya, dalam urusan memasak.
Meski begitu, iklan tersebut masih memuat ideologi patriarki yang mengharuskan
seluruh pekerjaan domestik di level keluarga diselesaikan oleh perempuan/istri. Di sisi
lain, dalam iklan itu, lelaki/suami digambarkan memerlukan dorongan untuk sadar bahwa
sebetulnya aktivitas domestik di rumah bukan hanya urusan perempuan saja. Namun,
lelaki dan perempuan dapat membagi tugas tersebut.
Durianto, D.S, dkk. (2003). Inovasi Pasar dengan Iklan yang Efektif: Strategi, Program dan
Teknik Pengukuran. Jakarta : GramediaGroup.
Grau, S. L., & Zotos, Y. C. (September 02, 2016). Gender stereotypes in advertising: a review
ofcurrent research. International Journal of Advertising, 35, 5, 761-770.
Hatzithomas, L., Boutsouki, C., & Ziamou, P. (January 01, 2016). A longitudinal analysis of the
changing roles of gender in advertising: A content analysis of Super Bowl commercials.
International Journal of Advertising, 35, 5, 888-906.
Kriyantono, Rachmat. (2006).Teknik Praktis Riset Komunikasi Kuantitatif dan Kualitatif (Edisi
Kedua). Jakarta : Prenadamedia Group.
Littlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss. (2017). Theories of Human Communication (Eleventh
Edition). Illinois City : Waveland Press.
McQuail, Dennis. (2000). McQuail’s Communication Theory (4th Edition). London: Sage
Publications.
McQuail, Dennis. (2002). Media Performance: Mass Communication and the Public Interest.
London: Sage Publications.
Rahmawati, A. S., Tripambudi, S., & Lestari, P. (2010). Bias Gender dalam Iklan Attack Easy
diTelevisi. Jurnal Ilmu Komunikasi Terakreditasi, 8(3), 221-232.
Shodiq, Fajar, dkk. (2019). Media, Kebudayaan dan Demokrasi: Dinamika dan Tantangannya di
Indonesia Kontemporer. Malang: UB Press.
Siswati, Endah. (Desember, 2014). Representasi Domestikasi Perempuan dalam Iklan. Jurnal
IlmuKomunikasi. Volume 11, Nomor 2, Desember 2014: 179-194.
Zoebazary, Ilham. (2010). Kamus Istilah Televisi dan Film. Jakarta : Gramedia Group.