Anda di halaman 1dari 26

PRA-SEKOLAH II

&
BEDAH TEMA

KASYAF Academy
APA ITU FILSAFAT?
1. Etimologi
Falsafah (Bahasa Arab), Phylosophy (Bahasa Inggris), Philosophie
(Bahasa Prancis dan Belanda), Philosophier (Jerman), Philosophia
(Latin).
Philosophia berasal dari bahasa Yunani. Asal kata Philien “mencintai”
atau philia “persahabatan atau tertarik kepada” dan Sophia berasal
dari kata Sophos “kebijaksanaan, keterampilan, pengalaman praktis,
intelegensi". Yang sering dipakai Philos & Sophia.
APA ITU FILSAFAT?
2. Terminologi
Proses reflektif dari budi manusia yang mengarah pada kejelasan
(clarification), kecerahan (enlightenmen), keterangan (explanation),
pembenaran (justification), pengertian sejati (insight), dan
penyatupaduan (integration).
Upaya untuk memikirkan sesuatu dan menyelaminya dalam kaitan
dengan seluruh sarwa sekalian (universal) dengan berpikir secara
berurutan (sistematis) dalam rangka mencapai dasar dari segala
dasar (radikal).
APA KEBIJAKSANAAN?
1. Kebijaksanaan bukan seperti "pemerintah mengeluarkan kebijakan
baru: menaikkan harga BBM atau slogan orang bijak, taat pajak. Dan
juga yang dilakukan mahasiswa karena nilai kuliah rendah,
kemudian berkata kepada dosennya 'mohon kebijaksanaannya
pak'."
2. Dalam kamus Oxford Dictionary kebijaksanaan atau wisdom,
berartikan pengalaman dan pengetahuan yang sekaligus diiringi
kemampuan untuk menjalakannya, baik secara kritis maupun
praktis.
3. Lalu, kebijaksanaan bisa dipahami sebuah tindakan yang diawali
dengan langkah berpikir dulu secara jernih, kritis, dan sistematis.
Dan juga mempertimbangkan pengalaman-pengalaman yang pernah
dirasakan sebelumnya hingga akhirnya memutuskan tindakan
seperti apa yang harus dilakukan.
Mengapa Harus Berfilsafat?
Sebagai makhluk Tuhan yang memiliki Akal.
Pandangan terhadap filsafat seakan-akan hal yang elite.
Filsafat adalah sebuah tantangan.
"Siapakah aku?, Mengapa aku ada?, Apa bedanya aku dengan yang lain?,
Untuk apa aku hidup?, Bagaimana aku harus hidup?, Dari mana asalku?,
Ke mana nantinya tujuanku?, Apa yang harus dan tidak boleh aku
lakukan?, Sudah tepatkah tindakan yang aku lakukan selama ini?,
Benarkah pengeetahuanku tentang hidup yang aku punya selama ini?.
Manusia tidak boleh hidup hanya dengan mengandalkan rutinitas,
ikut apa kata orang, merasa tahu padahal tidak tahu, dan merasa bisa
padahal belum tentu.
Filsafat menawarkan dirinya sebagai kendaraan.
Siapa Yang Butuh Filsafat?
Cerita pendek yang diceritakan oleh Ayn Rand saat memberikan
kuliah.
1. Seorang Astronaut terempas (kesasar) ke planet lain yang tidak
dikenal, mengalami pingsan lalu bangun dari tempat tsb.
2. Lalu muncul tiga pertanyaan "Di mana aku?, Bagaimana aku mencari
tahu tentang kondisi sekelilingku?, Apa yang harus aku lakukan?.
3. Astronaut menghadap kelangit sembari mengucapkan "kalok tidak
ada mata, tidak akan tahu kalok sudah jauh dari bumi (tidak akan
kembali) dan merasa. Jika tidak tahu, akan ada harapan untuk bisa
kembali ke bumi dan merasa senang (meskipun mustahil).
4. Akhirnya Astronaut menghampiri pesawatnya dan melihat
perlengkapan pesawat ternyata sudah rusak. Lalu ia mempertanyakan
terkait perlengkapan pesawat atas kegunaannya di dunia yang berbeda.
5. Pada akhirnya Astronaut menjauhi pesawat dan sembari menunggu
sesuatu hal yang terjadi, dibanding untuk mengotak-atik pesawatnya.
6. Lalu ada makhluk aneh menghampirinya. Dan Astronaut memutuskan
untuk mengikuti dan beranggapan bahwa ia akan memberi tahu kalian
apa yang harus dilakukan.
7. Dan hingga tidak terdengar lagi akan ceritanya.
Dari cerita pendek ada hal yang menarik:
1. Yang dilakukan oleh Astronaut adalah perilaku manusia yang serong
lakukan di Bumi.
2. 3 pertanyaan tadi dihiraukan (tidak dijawab), padahal pertanyaan
tersebut sebagi dasar bagi setiap pemikiran, perasaan, dan tindakan.
3. Pertanyaan Astronaut bisa diganti "Siapakah aku?, Bagaimana aku
tahu siapa aku?, Apa yang harus aku lakukan?.
Dari pertanyaan inilah yang akan menjadi sistematika pembahasan
filsafat yang hari ini masih digunakan, yaitu Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi.
Petak-Petak Filsafat
1. Ontologi
ONTOS yang berarti wujud (being) dan LOGOS yang artinya ilmu jadi
ontologi berarti ilmu tentang wujud atau ilmu tentang hakekat
kenyataan.
Pertanyaan utamanya : What exists?(Apa yang ada), What is? (Apa),
What’s real? (Apa yang nyata).
Sering ditulis ontologi/metafisika, karena keduanya sama-sama
kajian terhadap struktur dasar dari realitas dengan cara menerobos
kebalik dunia fisik yang bisa diakses oleh indera manusia, lalu
menemukan hakikat/esensi dari realitas.
Metafisik = apa yang ada dibalik fisik_tidak terjangkau oleh indera
fisik.
Petak-Petak Filsafat
2. Epistemologi
Dari bahasa Yunani ἐπιστήμη - epistēmē, “pengetahuan, pemahaman",
and λόγος – logos. Dan cabang Filsafat yang membahas tentang ciri dan
ranah pengetahuan; dikenal juga sebagai “filsafat pengetahuan” atau
“teori pengetahuan”
Masalah-masalah pengetahuan dalam epistemologi :
Apakah manusia mampu mengetahui hakekat, keabsahan dan
kebenaran pengetahuan?
Apakah pengetahuan itu bersifat kemungkinan atau suatu
keyakinan tanpa celah keraguan?
Dengan cara apa kita dapat mengetahui?
Bagaimana pengetahuan muncul, apakah dari luar atau dari dalam?
Petak-Petak Filsafat
. Bagaimana pengetahuan diperoleh, apakah dengan intuisi, akal atau
indera, atausecara bersama, dan apakah masing-masing punya
keabsahannya sendiri-sendiri?
Sumber-sumber pengetahuan, yaitu otoritas, persepsi (tanggapan) akal,
akal, dan intuisi (kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu
tanpa dipikirkan atau dipelajari, gerak hati).
Alat pengetahuan, yaitu panca indera, akal, nurani (lubuk hati yang
paling dalam), naluri (dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir;
pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat
sesuatu; insting), intuisi, dan imajinasi [daya pikir untuk
membayangkan (dalam angan-angan)].
Petak-Petak Filsafat
.3. Aksiologi
Istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata axios yang
berarti “nilai” dan kata logos yang berarti “ilmu”.
Secara terminologinya, akasiologi adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan.
Aksiologi dibagi menjadi 2, yaitu etika dan estetika.
ETIKA, diartikan sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah
laku manusia yang dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik
dan buruk
Etika artinya sering disamakan dengan filsafat kesusilaan atau
filsafat moral.
Petak-Petak Filsafat
. Dalam memahami etika harus mampu membedakan antara nilai, norma,
moral, dan etika.
Nilai adalah sesuatu yang memberi makna hidup yang dijunjung tinggi,
yang mewarnai dan menjiwai tindakan atau perilaku seseorang.
Norma adalah pedoman, ukuran, kriteria, atau ketentuan yang
mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat berdasarkan nilai-
nilai tertentu.
Moral adalah hal-hal yang dapat mendorong manusia untuk melakukan
tindakan yang baik sebagai kewajiban atau keharusan. Dan juga moral
sebagai ajaran yang berisi nilai dan norma untuk mengatur sikap dan
tingkah laku manusia agar dapat melaksanakan perbuatan baik.
Etika sama dengan moral
Petak-Petak Filsafat
. Estetika
Asal Kata Estetika: Aesthesis (Yunani), artinya: perasaan/sensitifitas
Estetika sering disebut filsafat keindahan.
Dalam nilai keindahan, Parameter Keindahan Secara umum:
kesenangan dan ketenangan batin.
Nilai keindahan: nilai yang memberian kesenangan dan ketenangan
batin.
Contoh:
“Tidak semua perempuan itu cantik” (keindahan)
“Semua perempuan memiliki nilai kecantikan” (nilai keindahan)
7 Ciri Berpikir Filsafat
Radikal (mengakar)
Komprehensif (meluas, menyeluruh)
Kritis (Proporsional, porsional)
Konseptual (Operasi Akal)
Koheren-konsisten (Runtut, nyambung-tidak loncat-loncat)
Sistematis-metodis
Bebas-Tanggungjawab
Contoh 7 Berpikir Filsafat
Meneliti tentang Rayon FTIK PMII:
1. Harus mencari variabel-variabel yang terkait dengan Rayon FTIK
PMII: Anggota/Kader, Pengurus, Kegiatan/Proker, Tujuan yang luhur,
dst. (Inilah proses Komprehensif) mendalami variabelnya secara
mendalam adalah Radikal.
2. Posisi kritis sebagai proporsional dan porsional.
3. Posisinya konseptual berupa operasinya akal untuk berpikir.
4. Posisi koheren keruntutan dan kenyambungan pemikir dalam
memproses berpikirnya dan konsisten tidak lompat-lompat.
Contohnya dalam meneliti Rayon FTIK, awal harus tau apa definisi
rayon (atas variabel), apa pengertian para tokoh mengenai rayon.
BEDAH TEMA
Al-Iktisab: Pemberantasan Terhadap Banalitas Intelektual
Arti
Al-Iktisab : merupakan asal dari kata kasb, yang berarti terjadinya suatu
hal sebab adanya hal lain yang membolehkan itu terjadi.
Banalitas : Kasar, banalitas digunakan untuk menyebut kejahatan yang
telah kehilangan ciri kejahatannya, dirasakan wajar atau biasa saja.
Banalitas kejahatan terjadi karena dangkalnya refleksi manusia terhadap
situasi kejahatan yang terjadi. Pemikiran kritis menjadi lenyap. Subyek
pelaku kejahatan tidak bisa mengimajinasikan jika berada dalam posisi
korban.
Intelektual : orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja,
belajar, membayangkan, mengagas, atau menyoal dan menjawab
persoalan tentang berbagai gagasan. Dalam pemabahasan ini dibatasi
pada kegiatan intelektual kampus yang aktivitasnya berada di perguruan
tinggi
BEDAH TEMA
Al-Iktisab: Pemberantasan Terhadap Banalitas Intelektual
Latar Belakang
Berbagai masalah muncul dalam dunia pendidikan di perguruan tinggi,
misalnya, banyaknya mahasiswa pasif, kurangnya kultur dialektis, terlalu
mengutamakan kuantitas IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) tanpa banyak
berpikir panjang soal kualitas, meningkatnya jumlah pengangguran
bergelar sarjana, mahalnya biaya pendidikan, hingga dosen yang terlalu
disibukkan dengan penelitian-penelitian pragmatis yang hanya mengejar
kegunaan sesaat yaitu kepentingan menambah pendapatan. Dan Prof.
Drs. Heru Nugroho yang merangkum semua situasi ketidakberesan ini
dalam istilah “banalitas intelektual”.
BEDAH TEMA
Al-Iktisab: Pemberantasan Terhadap Banalitas Intelektual
Pembahasan
Banalitas intelektua adalah suatu kondisi yang ditandai tiga hal, yaitu
pendangkalan pemikiran yang tidak disadari, merosotnya kualitas
akademik dan merosotnya kualitas intelektual.
Kualitas akademik dapat dipahami sebagai kemampuan penguasaan ilmu
sedang kualitas intelektual ialah komitmen akademisi terhadap bidang
ilmu yang digeluti.
Ilustrasinya :
Saya adalah seorang dosen fakultas filsafat. Merosotnya kualitas akademik terjadi
ketika saya tidak mampu menguasai teori-teori filsafat yang menyediakan pisau
analisis untuk memahami realitas kekinian. Merosotnya kualitas intelektual
adalah apabila saya hanya mengadakan penelitian semata karena tujuan
memenuhi persyaratan akademis bukan sungguh untuk kepentingan kemajuan
ilmu dan berbagi pengetahuan kepada sesama. Proses yang demikian berjalan
seperti sewajarnya sebab dosen-dosen lain juga melakukan hal yang sama.
BEDAH TEMA
Al-Iktisab: Pemberantasan Terhadap Banalitas Intelektual
Pembahasan
Banalitas intelektual dapat diketahui dari beberapa indikator yaitu
pengkhianatan akademik, intelektual pamer (intellectual of spectacle),
kegiatan akademik yang involutif, serta kurangnya semangat kerja dan
militansi ilmuwan.
1. Pengkhianatan akademik. Para akademisi lebih mementingkan nilai
pragmatis daripada nilai-nilai ilmu pengetahuan. Akademisi yang
seharusnya bertugas melakukan refleksi kritis atas nilai-nilai abstrak yang
abadi seperti kebenaran, keadilan, terjebak pada kepentingan-
kepentingan pragmatis untuk meningkatkan pendapatan. Sebagai contoh,
seorang dosen yang memiliki pekerjaan lain di luar kota sehingga
membuat ia tidak punya cukup waktu lagi beraktivitas di kampus. Dan
juga intelektual tidak berada pada kepentingan masyarakat luas tetapi
pada kepentingan perusahaan yang memberinya pendapatan.
Pembahasan
2. Intelektual pamer (Intellectual of Spectacle). Tanda ini biasanya terjadi
pada akademisi yang secara instan mendapat predikat ahli atau pakar karena
tampil di acara-acara televisi. Akademisi dan komentar-komentarnya menjadi
komoditas tontonan dari dunia ci-luk-ba (peek a bow world) buatan televisi.
3. Kegiatan akademik yang involutif. Maksudnya adalah seminar, diskusi
topikal terus bergulir tapi tidak memberi makna yang cukup berarti dalam
dunia akademis. Heru menyebut dunia akademis hanya seperti suara pasar
tradisional yang gumrenggeng, tidak jelas sungguh apa yang dibicarakan.
Sindrom formalisme yang menyerang proses kreatif akademisi juga turut
menjadi sebab kegiatan akademik yang involutif. menulis buku atau jurnal
ilmiah untuk memenuhi persyaratan administratif guna mengejar jabatan
guru besar. Kualitas jadi terabaikan, ISBN atau ISSN tertera menjadi lebih
penting. Jurnal ilmiah juga banyak di antaranya yang dibuat untuk
kepentingan pragmatis kenaikan pangkat dan jabatan
Pembahasan
4. kurangnya semangat kerja dan militansi ilmuwan. Militansi ilmuwan baik
dalam penelitian teks maupun lapangan sangat diperlukan untuk
perkembangan kualitas akademik dan intelektual.
SEBAB TERJADINYA BANALITAS INTELEKTUAL
1. Semangat Mementingkan Kuantitas: Romantisme Kejayaan Metode
Induksi
Dominasi pandangan kuantitatif dalam mengukur suatu kualitas.
Pandangan ini diadopsi oleh negara dan tercermin dalam kebijakan-
kebijakannya untuk meningkatkan kualitas intelektual akademisi.
Mengukur peningkatan kualitas intelektual ini lebih mementingkan
jumlah daripada kualitas isi. Sebagai contoh, kualitas intelektual melulu
diukur dari banyaknya tulisan dalam jurnal, akibatnya substansi dari
tulisan tersebut justru seringkali diabaikan. Akibatnya, muncul jurnal-
jurnal yang diterbitkan untuk kepentingan pragmatis kenaikan pangkat.
Penelitian para akademisi, dari segi kuantitas, terus bertambah
jumlahnya, namun penelitian-penelitian tersebut hanya menguatkan teori
yang sudah mapan (Falsifikasi).
SEBAB TERJADINYA BANALITAS INTELEKTUAL
2. Mengabaikan Tujuan Ilmu
Ilmu diabdikan untuk kepentingan tertentu misalnya ilmu untuk
kesejahteraan manusia. Pandangan “ilmu terkait dengan nilai” menolak
sterilisasi ilmu. Ilmu dicari bukan demi ilmu itu sendiri, tapi karena
kegunaan di luar ilmu. Banalitas intelektual terjadi karena melupakan
tujuan ilmu untuk kesejahteraan umat manusia, bukan hanya untuk
kepentingan kepuasan peneliti. Pada perdebatan mengenai kaitan ilmu
dan nilai ini, berada posisi yang menekankan bahwa ilmu tidak bisa
dipisahkan dari realitas dan nilai-nilai di luar ilmu.
Konteks pengujian ilmu pengetahuan harus sesuai dengan kriteria ilmiah
bukan otoritas, misalnya: seorang ahli lingkungan menguji apakah sungai
tercemar limbah pabrik atau tidak. Ia harus menguji sesuai kriteria ilmiah,
bukan berdasar tuntutan pabrik yang mempekerjakannya.
SOLUSI: JALAN KELUAR UBAH PARADIGMA
Paradigma ialah suatu cara pandang atau pola yang membimbing seluruh
aktivitas ilmiah. Paradigma dalam situasi normal science (ilmu biasa)
membimbing segala aktivitas intelektual ilmuwan.
Memandang antara kualitas dan kuantitas. Tidak adanya korelasi antara
bertambahnya jumlah profesor dengan tingginya diskusi ilmiah yang
diperhitungkan bisa dipandang sebagai suatu anomali. Banyak jurnal
ilmiah dan buku yang diterbitkan tidak sebanding dengan munculnya
kemandirian teori-teori ilmiah dari ketergantungan terhadap grand
theory yang umumnya dari barat juga suatu anomali (kelainan).
Cara pandang bisa dilakukan “dari bawah ke atas” dan “dari atas ke
bawah”.
Cara pertama, “dari bawah ke atas”, para akademisi dari berbagai bidang
ilmu dan universitas menyerukan perlunya negara melakukan perubahan
cara pandang yang mengutamakan kuantitas dalam menilai kualitas
intelektual. Seruan-seruan tersebut dapat diungkapkan dalam jurnal
ilmiah, koran, atau buku. Seruan ini diiringi dengan semangat kerja dan
militansi ilmuwan dalam menggali ilmu. Tanpa semangat kerja dan
militansi, hanya akan menghantarkan dunia pendidikan pada situasi
stagnan karena tidak ada perkembangan penelitian.
Cara kedua, “dari atas ke bawah”, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
perlu merubah kebijakannya mengenai peraturan-peraturan kenaikan
pangkat, evaluasi kinerja dosen, akreditasi fakultas dan persyaratan
penelitian yang mengukur kualitas intelektual semata dari kuantitas,
sehingga substansi dari karya-karya intelektual menjadi terabaikan.

Anda mungkin juga menyukai