Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi sering kali dijadikan tolak ukur kinerja

perekonomian suatu wilayah, akan tetapi belum tentu dengan tingginya

pertumbuhan ekonomi menunjukkan tingginya juga tingkat kesejahteraan

rakyatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi sangat

berarti bagi pengentasan kemiskinan.

Kemiskinan adalah masalah yang mempunyai keterikatan terhadap

masalah-masalah sosial di Indonesia. Berbagai kesenjangan terjadi antara

masyarakat menengah ke atas dan masyarakat yang berada di garis

kemiskinan, Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang

menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun, kemiskinan

merupakan masalah lama yang pada umumnya dihadapi hampir di semua

negara-negara berkembang, terutama negara yang padat penduduknya seperti

Indonesia, kemiskinan seharusnya menjadi masalah bersama yang harus

ditanggulangi secara serius, kemiskinan bukanlah masalah pribadi, golongan

bahkan pemerintah saja, akan tetapi hal ini merupakan masalah setiap kita

warga negara Indonesia.

Dilihat dari segi ekonomi, kesejahteraan penduduk ditentukan oleh

kondisi distribusi sumber daya, seperti modal dan lahan, kesempatan

berusaha dan kesempatan kerja serta yang tidak kalah pentingnya adalah

kualitas sumber daya manusianya. Sumber daya manusia merupakan salah

1
2

satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan

sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta

berdaya saing tinggi dalam persaingan global.

Di Indonesia, dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan, Dinas

Sosial mengelompokkan penduduk yang menjadi target, yaitu kelompok

penduduk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). PMKS adalah

seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan,

kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga

tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani dan sosial

secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat

berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial,

keterbelakangan, keterasingan/keterpencilan dan perubahan lingkungan

(secara mendadak) yang kurang mendukung, seperti terjadinya bencana.

Menurut Dinas Sosial, setidaknya terdapat 22 definisi operasional dan

karakteristik dari masing-masing jenis PMKS, salah satunya adalah Wanita

Rawan Sosial Ekonomi (WRSE). WRSE adalah wanita baik gadis maupun

janda yang merupakan kepala keluarga. wanita kepala rumah tangga adalah

wanita yang dianggap bertanggung jawab terhadap rumah tangganya, yaitu:

1) Wanita tidak kawin yaitu wanita yang tidak terikat dengan perkawinan

dan bertanggung jawab terhadap rumah tangganya;

2) Wanita kawin yaitu wanita yang terikat dalam perkawinan tetapi tempat

tinggalnya terpisah dengan suami sehingga wanita tersebut mengepalai

rumah tangganya;
3

3) Wanita cerai hidup atau cerai mati dan belum menikah lagi dan tidak

kembali ke keluarga yang melahirkan atau mertua. Secara lebih

spesifik,

WRSE adalah seseorang Wanita Dewasa yang belum menikah atau

janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi

kebutuhan pokok sehari-hari dengan ciri-ciri Wanita Dewasa, belum menikah

(adalah wanita anak fakir miskin) atau janda (adalah wanita sebagai Kepala

Keluarga).

Tabel 1.
Tabel Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Lebak

Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Lebak (Ribu Jiwa)


Kabupaten
2016 2017 2018 2019 2020
Lebak 118.56.00 115.83.00 126.42.00 111.21.00 111.08.00
Sumber BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2018

Angka kemiskinan di kabupaten Lebak mengalami penurunan di

tahun 2019 – 2020 namun ini masih menjadi PR besar pemerintah bahwa

masih ada ketimpangan cukup dalam antara desa dan kota serta ketimpangan

antarwilayah atau provinsi. Untuk itu, perlu akselerasi program bantuan

sosial dan jaminan sosial dengan pemberdayaan perekonomian masyarakat

miskin. Salah satu upaya dalam pengetasan kemiskinan adalah program

pemberdayaan salah satunya adalah pemberdayaan perempuan.

Permasalahan kemampuan perempuan dalam menjalankan kehidupan

sosial ekonomi perlu untuk mendapatkan peningkatkan kapasitas. Perempuan

miskin untuk mendapatkan Program Pemberdayaan Perempuan Rawan Sosial

Ekonomi harus memenuhi syarat-syarat. Peserta Program Pemberdayaan


4

Perempuan Rawan Sosial Ekonomi yakni perempuan dewasa berusia 18-59

tahun, belum menikah atau sudah menikah atau janda dan tidak mempunyai

penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Dinas Sosial Kabupaten Lebak telah melakukan beberapa konsep

pemberdayaan ekonomi kreatif mulai dari kerajinan, prodak rumah tanggga

seperti pembuatan selai, tata boga dan lain sebagainya melalui dinas sosial

pemerintah berupaya mendorong masyarakat agar memiliki inovasi ekonomi

kreatif guna meningkatkan kesejahteraan. Saat ini pelaku ekonomi kreatif

yang berkembang di masyarakat antara lain kerajinan gula aren, aneka

makanan tradisional, keray, emping melinjo, batu permata kalimaya, batu

posil, tenun Baduy, abon ikan, keripik singkong dan pisang sale.

Sebagian besar pelaku ekonomi kreatif tersebut dilakukan kaum

perempuan untuk membantu pendapatan suami. Misalnya, kerajinan tenun

Baduy itu dibuat oleh kaum perempuan karena suaminya sehari-hari berada

di ladang huma, Tujuan Kegiatan ini untuk Mengurangi jumlah WRSE yang

berada dalam garis kemiskinan juga Meningkatkan taraf hidup WRSE, selain

itu juga mengembangkan keterampilan WRSE untuk memecahkan masalah

yang dihadapi dan Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menangani

masalah PMKS di lingkungannya, khususnya masalah WRSE.

Namun demikian, untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan jumlah

wanita miskin di Lewidamar tidak dapat dicapai hanya dengan program

ekonomi karena karena adanya nilai-nilai sosial seperti peranan Sumber Daya

Manusia yang rendah yang ditandai dengan tingkat pendidikan serta yang

paling dominan adalah reproduktif yang melekat pada kaum perempuan


5

(misalnya: merawat anak, pekerjaan rumah tangga), hal ini yang membuat

pelaksanaan dalam program pemberdayaan wanita kurang berjalan maksimal,

selain hal itu masih terbatasnya anggaran yang mengakibatkan tidak

maksimalnya kegiatan pemberdayaan.

Selain itu beberapa permasalahan lain adalah tidak optimalnya

mekanisme pemberdayaan warga miskin. Hal ini terjadi karena program lebih

bersifat dan berorientasi pada “belas kasihan‟ sehingga dana bantuan lebih

dimaknai sebagai “dana bantuan cuma-cuma” dari pemerintah. Kedua,

asumsi yang dibangun lebih menekankan bahwa warga miskin membutuhkan

modal. Konsep ini dianggap menghilangkan kendala sikap mental dan

kultural yang dimiliki oleh warga miskin. Muaranya adalah rendahnya

tingkat perubahan terhadap cara pandang, sikap, dan perilaku warga miskin

dan warga masyarakat lainnya dalam memahami akar kemiskinan.

Di Lebak sendiri sudah dibuat sebuah program bernama “Inkubasi

Usaha Mandiri” yang berguna sebagai mediator perempuan dalam rangka

membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga setiap harinya.

Program ini sendiri bergerak dalam bentuk UMKM dimana segala sarana dan

prasarananya sudah disediakan oleh Dinas Pengendalian Penduduk,

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kab. lebak. Selain itu,

hubungan antar stakeholder Kota Surabaya yakni pemerintah kota dan partai

politik juga harus dijaga agar menciptakan Kota Surabaya yang kondusif dan

Bersatu dalam pengentasan kemiskinan, karena tanpa adanya hubungan

yang baik antar aktor atau stakeholder untuk membangun Kota Surabaya
6

bersama-sama maka dapat dipastikan program tersebut tidak akan bisa

berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan program

tersebut sasaran utama yang dibidik oleh pemerintah adalah ibu rumah tangga

yang tidak memiliki penghasilan dimana mereka masih mengalami

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dikarenakan penghasilan

dari suami selaku kepala keluarga tidak bias mencukupi segala macam

kebutuhan rumah tangga sehingga menyebabkan pera perempuan atau istri

memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan agar dapat terus bertahan

hidup ditengah kerasnya kehidupan kota. Walaupun memang pada

awalnya program ini ditujukan kepada ibu rumah tangga tetapi jika ada yang

ingin mengikuti program ini sangatlah diperbolehkan. Selain anggota inti

yakni ibu-ibu dalam program ini juga banyak pedagang kaki lima yang

mendaftar dalam kegiatan ini. Hal ini dirasakan lebih cukup efektif

dikarenakan kemampuan mereka yang notabennya adalah pedagang

tentunya memberikan nilai positif tersendiri bagi mereka karena secara

tidak langsung mereka sudah memiliki kemampuan dasar untuk berdagang

dan memulai bisnis walaupun masih kecil.

Dari fenomena di atas penulis tertarik mengambil judul “

Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Rawan Sosial

Ekonomi Di Kecamatan Lewidamar Kabupaten Lebak”

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah


7

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakangyang peneliti uraikan diatas maka

identifikasi dan permasalahan pada penelitian ini adalah

1. Masih Rendahnya Sumber Daya Manusia khususnya Perempuan yang

mengkuti kegiatan rawan sosial perempuan, karena kebanyakan yang

tidak sampai lulus ke tahap SMA.

2. Masih terbatasnya anggaran yang mengakibatkan tidak maksimalnya

kegiatan pemberdayaan, dikanakan anggaran masih terbagi dengan

kegiatan lain.

3. Bagaimana realisasi pelaksanaan Kebijakan Pemberdayaan

Perempuandalam program “Inkubasi Usaha Mandiri”

4. Bagaimanaperan aktor dalam implementasi Kebijakan Pemberdayaan

Perempuan melalui program “Inkubasi Usaha Mandiri.

5. Belum adanya kerjasama antar instansi agar egiatan pemberdayaan

terhadap perempuan dapat berjalan dengan maksimal

6. Tidak optimalnya mekanisme pemberdayaan warga miskin.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan fenomena permasalahan yang di ambil oleh penulis, dan

penulis memiliki keterbatasan pengamatan terhadap pemerintah, maka

penulis membatasi penelitian, fokus Implementasi Kebijakan

Pemberdayaan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi di Kabupaten Lebak


8

C. Rumusan Masalah

Dari fenomena masalah diatas maka penulis membuat rumusan

masalah yaitu:

1. Bagaimankah Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Rawan

Sosial Ekonomi Di Kecamatan Lewidamar Kabupaten Lebak?

2. Bagaimanaperan aktor dalam implementasi Kebijakan Pemberdayaan

Perempuan melalui program “Inkubasi Usaha Mandiri?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Ingin mengetahui bagaimana Pemberdayaan Perempuan Rawan Sosial

Ekonomi di Kabupaten Lebak?

2. Kegunaan Penelitian

a) Kegunaan secara teoritis

Untuk mengetahui bagaimana Pemberdayaan Perempuan

Rawan Sosial Ekonomi di Kabupaten Lebak serta diharapkan dapat

menambah wawasan khususnya ilmu pengetahuan di bidang

administrasi negara dan kebijakan publik.

b) Kegunaan secara praktis

1) Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat instansi yang

bersangkutan di Kabupaten Lebak dalam Pemberdayaan

Perempuan Rawan Sosial Ekonomi di Kabupaten Lebak.


9

2) Penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi masyarakat luas

khususnya dalam Pemberdayaan Perempuan Rawan Sosial

Ekonomi

3) Untuk mendapatkan nilai tugas akhir skripsi dan syarat

kelulusan strata satu (S1).

Anda mungkin juga menyukai