Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan yang menjadi tugas utama dari Badan Amil Zakat Nasional

(BAZNAS) adalah pengentasan kemiskinan yang bukan sekedar data statistik,

namun sebuah fakta sosial laten yang tersebar luas baik di daerah perkotaan dan

pedesaan serta sampai saat ini belum ada satupun daerah yang bebas dari garis

kemiskinan (poverty line).1 Kondisi ini mengindikasi terjadinya kesalahan konsep

penanggulangan kemiskinan yang belum menyentuh hajat hidup masyarakat.

Kemiskinan yang didefinisikan dengan tidak berharta-benda, serba

kekurangan dan berpenghasilan rendah,2 tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar

seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan sanitasi yang bahkan dijadikan

ukuran tingkat kesejahteraan,3 serta kemiskinan pula lazim terlihat pada sikap

individu yang parokial,4 apatis,5 fatalism,6 boros dan tergantung pada orang lain;

1
Poverty Line atau Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran
minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan,
baik kebutuhan makanan (Garis Kemiskinan Makanan) maupun non-makanan (Garis Kemiskinan
Non-Makanan). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan
(GKNM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan non-makanan berupa
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan Paket komoditi kebutuhan dasar non-
makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Lihat
https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html (diakses pada 1 April 2022).
2
miskin/mis·kin/ a tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat
rendah): para mahasiswa melakukan kegiatan sosial untuk membantu orang-orang --;biar -- asal
cerdik, terlawan jua orang kaya, pb kebijakan itu lebih utama daripada kekayaan;
https://kbbi.web.id/miskin (diakses pada 1 April 2022).
3
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif : Ekonomi Islam, (Cet.IV; Jakarta:
Kencana, 2014), h.197.
4
parokial/pa·ro·ki·al/ a 1 bersifat paroki; 2 ki terbatas; sempit; picik (tentang
pandangan politik dan sebagainya).
5
apatis/apa·tis/ acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh.
6
fatalisme/fa·tal·is·me/ n ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib.
2

pendapat lain dikatakan bahwa kemiskinan adalah banyaknya jumlah anggota

keluarga yang tinggal dalam satu tempat dimana suami adalah figur

penanggungjawab seluruh kebutuhan keluarga dengan dampingan isteri yang

patuh dan sederhana serta anak-anak bekerja untuk membantu pendapatan

keluarga.7

Dimensi kemiskinan bahkan menjadi semakin luas karena karakter

kemiskinan juga identik dengan letak geografis8 dan jenis pekerjaan; misalnya

pada kalangan nelayan, menurut DJ. Pamoedji, wartawan senior yang

berkecimpung di pelabuhan dan komunitas nelayan mengatakan bahwa nelayan

memiliki kebiasaan berfoya-foya yang mungkin dijadikan saluran melepas tekanan

hidup di laut. Selanjutnya, kesenangan sesaat tersebut menyeret mereka dalam

hutang seumur hidup, meskipun hasil tangkapan mereka melimpah.9

Implikasi dari keterpurukan dalam jurang kemiskinan, menyebabkan

masyarakat tidak sengaja mewariskan kemiskinan kepada anak-cucu mereka

daripada berusaha dengan sungguh-sungguh untuk hidup lebih baik dan keluar dari

fenomena kemiskinan.10 Oscar Lewis mengatakan ‘poor was a blessing, because

by being poor, they could receive money. If they were not poor, they had to

7
Sunyoto Usman, Perubahan Sosial: Esai-esai Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), h.75.
8
Letak Geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataan bumi atau posisi daerah
tersebut pada bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak Geografis ini juga ditentukan oleh
segi astromnomis, fisiologis dan sosial budaya..
9
Nur Palikhah, Konsep Kemiskinan…, h.17.
10
Wa Ode Ela Olanda, Strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi
kemiskinan di Desa Mekar sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna, (Neo Societal; Vol.4,
No.1; Januari 2019), h. 587. Kemiskinan kultural, bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat
adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal dari budaya atau adat
istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidupnya dengan tata cara yang modern.
Kebiasaan seperti ini berupa sikap malas, pemboros, kurang kreatif, dan bergantung pada pihak
lain.
3

work hard to convince others that they were poor.’ (Miskin adalah berkah, karena

dengan menjadi miskin, mereka bisa menerima uang. Jika mereka tidak miskin,

mereka harus bekerja keras untuk meyakinkan orang lain bahwa

mereka miskin).11 Dengan kata lain mereka telah membudayakan nilai-nilai atau

prilaku hidup miskin sebagai cara terbaik untuk tetap menjaga kelangsungan

hidup, meskipun serba kekurangan seperti gizi buruk, pendidikan yang rendah dan

menerimanya sebagai sebuah keniscayaan. Budaya kemiskinan ini kemudian

mendorong terwujudnya kecenderungan perilaku meminta-minta, mengharapkan

bantuan atau sedekah yang sebenarnya merupakan suatu bentuk adaptasi rasional

yang mereka ciptakan dan hadapi sendiri.

Terlepas kondisi apapun yang menyebabkan mereka terjebak dibawah

poverty line seperti pemaparan sebelumnya, pemerintah tetap bertanggungjawab

atas penanggulangan kemiskinan; sejak Tahun 2011 Indonesia meluncurkan

berbagai program untuk membantu menanggulangi kemiskinan yaitu Program

Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Siswa

Miskin (BSM), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Program Beras

Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) yang digolongkan dalam Klaster I.12

Selanjutnya dalam Klaster II yaitu Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) yang terdiri dari, PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM

11
Oscar Lewis, “Kisah Lima Keluarga” telaah-telaah kasus Orang Meksiko dalam
Kebudayaan Kemiskinan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988), h.23.
12
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik ,Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Program Penanggulangan Kemiskinan Kabinet Indoesia Bersatu II. (Jakarta: Press
Release, 2011), h.15-23. Program Klaster I Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga ini
bertujuan untuk mengurangi beban rumah tangga miskin melalui peningkatan akses
terhadap pelayanan Kesehatan, Pendidikan, Air bersih dan Sanitasi.
4

Perdesaan R2PN (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias), PNPM Mandiri

Agribisnis/SADI (Smallholder Agribusiness Development Initiative), PNPM

Generasi Sehat Dan Cerdas PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP),

Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) PNPM

Mandiri Respek (Rencana Strategis Pengembangan Kampung) Bagi Masyarakat

Papua, PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan,

Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Program

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), PNPM-Mandiri

Daerah Tertinggal Dan Khusus/Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Dan

Khusus (P2DTK), PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanann (PNPM Mandiri-KP),

PNPM-Mandiri Pariwisata, PNPM-Mandiri Perumahan dan Permukiman (PNPM-

Mandiri Perkim), Program Perluasan Dan Pengembangan Kesempatan Kerja/Padat

Karya Produktif.13

Selanjutnya pada Klaster III, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang

bertujuan untuk untuk meningkatkan akses pembiayaan perbankan yang

sebelumnya hanya terbatas pada usaha berskala besar dan kurang menjangkau

pelaku usaha mikro kecil dan menengah seperti usaha rumah tangga dan jenis

usaha mikro lain yang bersifat informal, mempercepat pengembangan sektor riil

dan pemberdayaan UMKM; serta Program Kredit Usaha Bersama (KUBE) yang

bertujuan meningkatkan kemampuan anggota KUBE di dalam memenuhi

13
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Program Penanggulangan Kemiskinan… h.18-36. Program Klaster II
Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, mengembangkan potensi
dan kapasitas kelompok masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada
prinsip-prinsip.
5

kebutuhan-kebutuhan hidup seharihari, ditandai dengan: meningkatnya

pendapatan keluarga; meningkatnya kualitas pangan, sandang, papan, kesehatan,

tingkat pendidikan; Meningkatnya 39 Program Pengentasan Kemiskinan

Kabinet Indonesia Bersatu II kemampuan anggota KUBE dalam mengatasi

masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dengan

lingkungan sosialnya; Meningkatnya kemampuan anggota KUBE dalam

menampilkan peranan-peranan sosialnya, baik dalam keluarga maupun lingkungan

sosialnya.14

Selain program penanggulan\gan kemiskinan yang telah dibuat oleh

pemerintah sebagai konsekuensi logis politik, terdapat pula program pengentasan

kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik

Indonesia yang mengemban amanat UU Nomor 23 Tahun 2011, menetapkan

program nasional periode 2015-2020 yaitu: (1) pendistribusian zakat kepada fakir

miskin, termasuk pemberdayaan peternak dan petani fakir miskin; (2) layanan

keuangan mikro fakir miskin; (3) peningkatan kesejahteraan usaha-usaha mikro

masyarakat kelas bawah; (4) pemberian beasiswa dan bantuan pendidikan

bagi fakir miskin; (5) fasilitas kesehatan tingkat pertama bagi mustahik;

(6) pemberdayaan mustahik berbasis kelompok (Zakat Community

Development) di desa tertinggal; (7) layanan bergerak (mobile) akses kedaruratan

fakir miskin; (8) respon kebencanaan; (9) pendidikan dan asrama gratis berkualitas

14
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Program Penanggulangan Kemiskinan… h.39. Program Klaster III
Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil,
memberikan askes dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.
6

untuk fakir miskin; (10) bantuan, advokasi dan bimbingan untuk para Mualaf 15 di

tanah air.16

Dengan banyaknya program penanggulangan kemiskinan baik dari

pemerintah sebagai penyedia layanan publik, terdapat pula program pengentasan

kemiskinan yang dilaksanakan oleh BAZNAS sebagai lembaga keuangan Syariah

yang terlibat penuh dalam pengumpulan dana zakat, Infak dan Sedekah serta Dana

Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL). Jika demikian seharusnya angka kemiskinan

di Indonesia dapat ditekan atau dapat dihilangkan dengan mudah. Terlebih lagi

jika presentase data kemiskinan hanya fokus pada satu daerah, maka jumlah angka

kemiskinan yang dijadikan target sebagai penerima manfaat dari Pemerintah

Daerah dan BAZNAS Daerah menjadi lebih sedikit, kemudian mudah untuk di

tanggulangi.

Kota Gorontalo yang dijadikan lokus pada penelitian ini merupakan

wilayah ‘terkecil’ dari total wilayah Provinsi Gorontalo; dengan jumlah penduduk

sebanyak 219.399 jiwa; kemudian memiliki jumlah penduduk dengan kategori

angkatan kerja sebanyak 108.504 jiwa dan yang bukan angkatan kerja sebanyak

57.972 jiwa. Selanjutnya jumlah penduduk dengan usia 15 tahun ke atas berada di

angka 101.654 jiwa.17 Maka berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa

hampir setengah penduduk Kota Gorontalo adalah anak sekolah yang tidak

termasuk dalam Angkatan Kerja.

15
mualaf1/mu·a·laf/ n orang yang baru masuk Islam
16
https://baznas.go.id/featured/baca/Peran_BAZNAS_dalam_Membantu_Kesejahteraan
_Masyarakat_dan_Korelasi_dengan_Ekonomi_Syariah/28 (diakses pada 4 April 2022)
17
Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo, Kota Gorontalo dalam Angka 2022, (Gorontalo:
Nomor Publikasi 75710.2201, 2022), h.5. Kota Gorontalo memiliki luas wilayah sebesar 79,59 km2
atau 0,65 persen dari total luas daratan Provinsi Gorontalo.
7

Berdasarkan laporan program Localise Sustainable Development Goals

(SDGs) 18 sebagai laporan pencapaian program 2030 pada Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan (TPB), Persentase penduduk miskin di Kota Gorontalo pada Tahun

2019 mengalami peningkatan dari 5,45% menjadi 5,59% di tahun 2020 atau

terdapat peningkatan jumlah angka kemiskinan sebesar 14%; selanjutnya Kota

Gorontalo termasuk dalam 3 (tiga) daerah Zona Merah Stunting 19 dengan angka

diatas 30%, terpaut 10% dari standar nutrisi yang ditetapkan oleh World Health

Organization (WHO).20

Jika menengok pemaparan diatas, maka pekerjan rumah dari Baznas Kota

Gorontalo dalam hal penanggulangan angka kemiskinan tidaklah terlalu rumit,

karena peningkatan angka kemiskinan tidak terlalu besar dan hanya terjadi

peningkatan yang tidak signifikan pada kondisi gizi buruk; kemudian selama

dalam rentang tahun 2012-2016 potensi penerimaan zakat Kota Gorontalo

sejumlah Rp 48.429.872.336,- (empat puluh delapan milyar, empat ratus dua puluh

Sembilan juta, delapan ratus tujuh puluh dua ribu, tiga ratus tiga puluh enam

rupiah) meskipun kondisi ini terus penurunan pada tahun 2017-2021.21

18
Program LOCALISE SDGs adalah program bantuan hibah dari Uni Eropa, dan
dilaksanakan oleh United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC), berkerja
sama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sejak tahun 2018.
19
Stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk,
infeksi yang berulang, dan simulasi psikososial yang tidak memadai. Tiga Daerah di Gorontalo
Masih Tinggi Angka Stunting, dari https://pojok6.id/2019/11/05/tiga-daerah-di-gorontalo-masih-
tinggi-angka-stunting/ (diakses pada 5 April 2022).
20
World Health Organization (WHO) dalam Global Nutrition Targets 2025, stunting
dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan irreversibel yang sebagian besar dipengaruhi
oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan
(HPK). Dari https://www.its.ac.id/news/2021/10/16/angka-stunting-balita-di-indonesia-masih-
tinggi/ (diakses pada 5 April 2022).
21
Fakhrudin Ismail, Potensi dan Realisasi Zakat di Kota Gorontalo, (Skripsi:
Universitas Negeri Gorontalo, 2018), h.50.
8

Menarik kiranya jika potensi dan realisasi zakat pada BAZNAS

Kota Gorontalo disimpulkan mengalami penurunan sejak tahun 2017-2021,

padahal potensi pemerolahan zakat selama 5 (lima) tahun sebelumnya tidak bisa

disebut kecil. Bahkan program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan

oleh pemerintah pusat sampai di pemerintah daerah, kemudian terdapat program

bantuan dana hibah dari Uni Eropa kepada Anggota Asosiasi Pemerintah Kota

(APEKSI), serta tentunya terdapat program kegiatan yang dilaksanakan oleh

BAZNAS yang pastinya juga merujuk pada kegiatan yang serupa yaitu

pengentasan kemiskinan.

Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian terhadap kinerja organisasi

dalam hal ini BAZNAS Kota Gorontalo dengan menggunakan indikator yang

lazim digunakan sebuah organisasi publik yaitu Good Corporate Governance

(GCG); kemudian sangat diperlukan instrumen pengukuran kinerja program

dengan menggunakan Social Return On Investment (SROI) dalam pengentasan

kemiskinan di Kota Gorontalo dan merubah Mustahiq menjadi Muzakki. Sehingga

tidak terjadi dugaan bahwa fenomena kemiskinan di Indonesia, khususnya di Kota

Gorontalo bukan disebabkan oleh sikap dan jumlah anggota keluarga dalam satu

komunitas; tetapi kemiskinan juga terjadi akibat upaya pihak lain yang superior

dan menempatkan mereka sebagai inferior agar tetap dalam kondisi miskin;

kemudian diintegrasi oleh institusi formal yang membuat mereka sebagai obyek

daripada dijadikan subyek yang perlu diberi peluang untuk berkembang.22

22
Sunyoto Usman, Pembanguan dan Peberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), h.128.
9

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Untuk menghindari kesalahpahaman tentang fokus penelitian dalam

Proposal Disertasi ini yang berjudul Implementasi Prinsip Good Corporate

Governance pada BAZNAS Kota Gorontalo, maka diperlukan penjelasan sebagai

berikut.

1. Fokus Penelitian

a. Pengukuran kinerja organisasi dengan Implementasi Prinsip Good

Corporate Governance;

b. Pengukuran Kinerja Program dengan Social Return on Invesment.

2. Deskripsi Fokus

a. Prinsip Good Corporate Governance, dengan indikator

Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan

Fairness (TARIF) adalah standar tata kelola organisasi yang dapat

digunakan oleh BAZNAS Kota Gorontalo sebagai institusi

bentukan pemerintah yang diberikan amanah sebagai pengelola

Zakat serta Dana Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL) sehingga

tercipta kredibelitas dan dapat mengoptimalisasi peran Amil dalam

penyaluran Zakat;

b. SROI (Social Return on Investment) adalah sebuah kerangka kerja

yang didesain untuk mengidentifikasi dampak kepada masyarakat

(penerima manfaat) setelah dilakukan intervensi berupa modal


10

usaha dan program pendampingan yang ditetapkan oleh BAZNAS

Kota Gorontalo, untuk mewujudkan PURNA ZAKAT yang

diharapkan dapat memperkirakan (forecasting) kapan Mustahiq

segera berpindah menjadi Muzakki sebagai tanggungjawab kepada

semua stakeholder.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Prinsip Good Corporate Governance dapat digunakan sebagai

landasan filosofis BAZNAS Kota Gorontalo?

2. Bagaimana Implementasi Prinsip Good Corporate Governance digunakan

sebagai instrument pengukur kinerja organisasi BAZNAS Kota Gorontalo?

3. Bagaimana Prinsip Good Corporate Governance dapat mengukur kinerja

program BAZNAS Kota Gorontalo?

D. Kajian Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan Kajian Pustaka dalam

penelitian ini. Pertama, Hamzah (Disertasi, 2009). Pendayagunaan Zakat pada

Badan Amil Zakat Nasional dalam meningkatkan kesejahteraan umat,

dengan melakukan penelitian tentang implementasi fungsi-fungsi manajemen

yaitu 1) Fungsi Perencanaan 2) Fungsi Pengoranisasian, 3) Fungsi kepemimpinan,

dan, 4) Fungsi Pengawasan dalam pengembangan aspek kelembagaan dan program

yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat; selanjutnya Hamzah

berkesimpulan bahwa BAZNAS telah menampilkan diri sebagai instansi pengelola


11

zakat yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern. Sehingga dapat

menepis pandangan bahwa BAZNAS bukanlah institusi yang ‘terkesan hanya’

membagi-bagi uang zakat dan menjadi Amil (komisioner) adalah ‘pekerjaan

sampingan’.23

Kedua, Maulana Yusuf (Tesis, 2005). Implementasi kebijakan

pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan melihat

laporan pelaksanaan BAZNAS pada tahun 2001 – 2003 dengan kesimpulan bahwa

secara umum BAZNAS telah menunjukan perkembangan yang menggembirakan;

walaupun jika melihat pada skala nasional organisasi ini belum berperan secara

secara optimal untuk menjalankan fungsi koordinatif, konsultatif dan informatif.

Kondisi disebabkan oleh beberapa faktor utama yaitu : (1) Kurang optimalnya

peran anggota BAZNAS, hal ini disebabkan sebagian besar anggota BAZNAS

para tokoh muslim yang mempunyai aktivitas yang sibuk. (2) Terbatasnya Dana

operasional. (3) Sumber Daya Manusia yang masih minim jumlahnya dan

pengalaman dalam mengurus manajemen zakat dan (4) Tidak adanya aturan yang

jelas dan tegas yang mengatur fungsi dan wewenang BAZNAS. 24

Ketiga, Basar Dikuraisyin (Jurnal, 2019). Kompetensi Amil, Persyaratan

Sampai Pelaporan: Analisis Efektifitas UU Nomor 23 Tahun 2011 di Lembaga

Zakat Jawa Timur. Dengan mengungkapkan efektifitas implementasi Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang menuai protes dari lembaga zakat (LAZ)

23
Hamzah, Pendayagunaan Zakat pada Badan Amil Zakat Nasional, (Jakarta: Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2009).
24
Maulana Yusuf, Implementasi kebijakan pengelolaan zakat pada Badan Amil Zakat
Nasional, (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, 2005).
12

swasta yang terkesan “dinomor duakan” dan berada di bawah lembaga zakat baru

yaitu Badan Amil Zakat bentukan pemerintah. Menurut sebagian LAZ, peraturan

tersebut telah mereduksi dan membatasi gerak LAZ swasta. Kemudian pada

perjalannya, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan urgen dengan

mengubah beberapa ketentuan. Signifikansi penelitian ini terletak pada indikator

efektifitas dalam menjalankan aturan yang ada dianalisis terhadap kinerja yang

sedang berjalan.

Setelah dilakukan penelitian dengan metodologis akurat, ditemukan

beberapa hasil penelitian. (1) dari aspek kompetensi amil, LAZ di Jawa Timur

lebih mengutamakan soft skill dan pengalaman bekerja dibandingkan dengan

rumpun keilmuan atau gelar kesarjanaan tertentu. Kompetensi di bidang zakat

dapat dilatih dan dipoles tanpa melihat pada aspek keilmuan khusus. (2)

persyaratan amil zakat secara kelembagaan, sudah ditaati dengan baik. Hampir

semua LAZ telah berbadan hukum dan memiliki legalitas yang kuat. Namun pada

aspek usia amil 40 tahun, hal ini masih menuai protes karena pada usia tersebut

bukan merupakan usia produktif. Maka hanya sebagian kecil LAZ yang

melaksanakannya atau hanya pada dataran direktur atau pimpian saja. (3) dari

aspek pelaporan, LAZ melakukan laporan baik enam bulanan yang berupa laporan

keuangan kinerja dan laporan tahunan yang berupa keuangan, kinerja dan

kelembagaan secara patuh. Bahkan LAZ juga melaporan keuangan dan kinerja
13

kepada muzakki setiap bulan melalui website, majalah bulanan dan bentuk fisik

lainnya. 25

Keempat, Nurul Widyawati Islami Rahayu (Jurnal, 2014). Lembaga Amil

Zakat, Politik Lokal, dan Good Governance Di Jember. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa Ketika Prinsip dan pilar good governance dalam Lembaga

Amil Zakat (LAZ) akan terimplementasi dengan baik jika mendapat dukungan

penuh dari pemangku kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Jember.

Selanjutnya, keberadaan tiga komunitas (pribadi, lokal dan Organisasi

Masyarakat) berimplikasi terhadap regulasi pengelolaan zakat dan menjadikan

salah satu sebab ‘tidak optimalnya’ good governance LAZ, baik secara regional

maupun secara nasional sehingga implikasi keberadaan zakat tidak bisa efektif dan

efisien. Bahkan, pada aspek pengelolaan zakat di Kabupaten Jember pada

khususnya, menunjukkan kendala yang sangat kompleks. Hal tersebut berawal dari

ketidak-percayaan masyarakat terhadap lembaga pengelolaan zakat oleh lembaga

amil zakat. Untuk mendukung hal tersebut, harus diciptakan pengelolaan

perusahaan yang baik dan optimalisasi good governance. Salah satu pilar

organisasi yang harus diterapkan untuk good governance yaitu mendesain dan

mengimplementasikan pengendalian internal.26

25
Basar Dikuraisyin (Jurnal, 2019). Kompetensi Amil, Persyaratan Sampai Pelaporan:
Analisis Efektifitas UU Nomor 23 Tahun 2011 di Lembaga Zakat Jawa Timur. (MAZAWA: Jurnal
Manajemen Zakat dan Wakaf Volume 1 Nomor 1 September 2019, p-ISSN: 2685-7383). h 1-14.
26
Nurul Widyawati Islami Rahayu, Good Service Governance using multiple agency in
The Management Of Zakat (Pakistan Society of Business and Management Research, International
Journal of Management and Administrative Sciences (IJMAS), Vol. 4, No. 06, 2017). h 16-28.
14

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan pokok dari penelitian ini, 1) Memperoleh informasi tentang

prinsip tata kelola organisasi yang dimiliki (BAZNAS) Kota Gorontalo

pada Periode 2017-2021; dengan menghubungkannya dengan prinsip

Good Corporate Governance sebagai azas fundamental dan strategis tata

kelola organisasi pengelola Zakat dan DSKL; 2) Memperoleh informasi

tentang program pengentasan kemiskinan perkotaan ataupun program

serupa yang ditetapkan (BAZNAS) Kota Gorontalo dan melakukan mengukur

efektifitas kinerja program dengan menggunakan konsep Social Return On

Investment sebagai metode pengukuran berbasis stakehoders dalam

mewujudkan perpindahan mustahiq menjadi muzakki (purna zakat).

2. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini, 1) perbaikan aspek manajemen pada lembaga

zakat adalah sebuah keharusan dan fundamental, karena pengelolaan zakat

yang tidak transparan dan tidak akuntabel menyebabkan ketidakpercayaan

masyarakat (stakeholder), padahal kinerja penghimpunan dan pendayagunaan

zakat memperoleh legitimasi dari pemerintah; oleh sebab itu reputasi

lembaga pengumpul dan pengelola zakat, harus merujuk pada prinsip GCG

sebagai aspek manajerial modern, bukan hanya lekat dengan kepatuhan

syariah dan muamalah ; 2) Pola distribusi zakat dan seluruh program yang

disusun oleh BAZNAS harus dapat diukur, karena terdapat nilai investasi
15

yang telah dikeluarkan. <Monetisasi unit kegiatan atau program sebagai

invesatasi secara sosial harus memiliki benefit yang dapat dipredikisi, serta

dijadikan target pendampingan kepada mustahiq dalam beberpa bulan atau

satu tahun kemudian harus sudah bisa menjadi muzakki sehingga

pertangunggjawaban keuangan menjadi transparan dan akuntabel, serta

efektif dari segi ekonomi akibat pendayagunaan zakat;

Anda mungkin juga menyukai