Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemiskinan perkotaan mempunyai permasalahan yang kompleks, mulai dari
akar permasalahannya hingga kebijakan yang akan diambil untuk mengatasinya.
Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam
mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir disemua
peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan
konglomerat dan golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu
bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan golongan yang melarat hidup dalam
keterbatasan materi yang membuatnya semakin terpuruk.
Kemiskinan dapat mengganggu performa roda pemerintahan, karena
kemiskinan memberi dampak negatif baik bagi individu maupun Negara. Bagi
individu, kemiskinan berarti kelaparan, kekurangan nutrisi, penyakit,
pengangguran dan akhirnya mengarah kepada tingkatan kriminalitas. Bagi
negara, kemiskinan merupakan penghambat dan sekaligus membuat
pembangunan ekonomi menjadi stagnan atau bahkan mengalami kemunduran.
Pada sebagian besar pendapat orang-orang mengenai kemiskinan pada
intinya mereka berpendapat bahwa kemiskinan menggambarkan sisi negatif, yaitu
pengamen yang membuat tidak nyaman pengguna jalan raya, pengemis, gubuk
kumuh dibawah jembatan layang yang nampak tidak indah, mencemari sungai
karena membuang sampah sembarangan, penjambretan, penodongan, pencurian,
dll. Kemiskinan indentik dengan kotor, kumuh, malas, sulit diatur, tidak disiplin,
sumber penyakit, kekacauan bahkan kejahatan.
Kota Palembang mendapatkan julukan sebagai kota Venisia dari Timur.
Julukan ini disematkan oleh dunia barat, hal ini dikarenakan sungai Musi yang
mengalir mengelilingi kota. Pemandangan ini sama seperti Kota Venesia.
Sayangnya bangunan di tepi sungai kurang terawat, berbeda dengan Venesia yang
tertata rapi dan menjadi objek wisata. Menurut Wikipedia penamaan Kota

1
Palembang diambil dari bahasa Melayu yang terdiri dari “Pa” dan”Lembang”.
“Pa” di sini memiliki arti tempat atau situasi. Sementara “Lembang” berarti
tempat yang selalu dibanjiri air sepanjang waktu. Palembang berarti tempat yang
selalu dibanjiri air dan sangat cocok jika Kota Palembang mendapatkan julukan
Venice of the East .
Secara umum, rakyat miskin “Venice Of The East”, khususnya kota
Palembang dilihat dari berbagai perspektif misalnya dari sisi politik, ekonomi,
social dan budaya (Hak Asasi Manusia) tidak banyak mengalami perubahan yang
signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Jaminan perlindungan dan pemenuhan
hak-hak rakyat belum sepenuhnya diperankan secara maksimal oleh negara.
Dengan demikian apabila permasalahan kemiskinan tidak segera
ditanggulangi maka dana-dana untuk pembangunan akan (habis) terpakai hanya
untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh kemiskinan. Oleh karena itu,
menjadi hal yang penting untuk mengamati kondisi kemiskinan masyarakat
dengan berbagai faktor penyebabnya, sehingga kebijakan dan program yang
dibuat menjadi terkoordinasi, terarah, dan tepat sasaran. (Siti Zainab dan Nurlina :
9).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis
ilmiah dengan judul, ”Refleksi Kemiskinan di Kota Venice Of The East
Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah
sebagai berikut ”bagaimana refleksi kemiskinan di kota berjulukan “Venice Of
The East” Indonesia yaitu dengan merumuskan masalah:
1. Apa pengertian Kemiskinan?
2. Apa Indikator dan penyebab kemiskinan di kota berjulukan Venice Of
The East Indonesia ?
3. Apa saja dampak dari kemiskinan?
4. Bagaimana Cara Mengatasi kemiskinan di kota berjulukan Venice Of
The East Indonesia ?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu kemiskinan
2. Untuk mengetahui Indikator dan penyebab kemiskinan di Kota berjulukan
Venice Of The East Indonesia.
3. Untuk mengetahui dampak-dampak dari kemiskinan.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi kemiskinan di Kota berjulukan Venice
Of The East Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kemiskinan


Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Ada beberapa definisi kemiskinan menurut para pakar adalah sebagai
berikut:
1. Suparlan ( 1993 ), kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat
hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada
sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
2. Sajogyo ( 1988 ), mengartikan kemiskinan tidak sebatas hanya dicerminkan
oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran. Sajogyo memandang
kemiskinan secara lebih kompleks dan mendalam dengan ukuran delapan
jalur pemerataan yaitu rendahnya peluang berusaha dan bekerja, tingkat
pemenuhan pangan, sandang dan perumahan, tingkat pendidikan dan
kesehatan, kesenjangan desa dan kota, peran serta masyarakat, pemerataan,
kesamaan dan kepastian hukum dan pola keterkaitan dari beberapa jalur
tersebut
3. Menurut Bappenas ( 2002 ), kemiskinan adalah suatu situasi dan kondisi yang
dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu
menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.
Jadi, kemiskinan di perkotaan adalah suatu kondisi di perkotaan, dimana
seseorang atau sekelompok orang mengalami keadaan standar hidup lebih
rendah daripada masyarakat diperkotaan yang seharusnya.

Kemiskinan dapat dipahami dalam berbagai cara, antara lain:


1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan
dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan
pelayanan dasar
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

4
Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik
dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.

2.2. Indikator dan Penyebab Kemiskinan di Kota yang Berjulukan Venice


Of The East Indonesia

Menurut Bank Dunia indikator kemiskinan yaitu:


1. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas
2. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan
3. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi
4. Rendahnya produktivitas
5. Budaya hidup yang jelek
6. Tata pemerintahan yang buruk

Menurut Bappenas (2006) Indikator kemiskinan yaitu :


a. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan
b. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu pelayanan kesehatan dan pendidikan -
Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha
c. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi
d. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah
e. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta
terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam
f. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan
keluarga
g. Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan
inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya
jaminan sosial terhadap masyarakat.

Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri


secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator-indikator
kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi
berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan
dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya
alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

5
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar,
wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal
dan terpencil).

Penyebab kemiskinan sangat kompleks. Persoalan nyata dalam masyarakat


biasanya karena adanya kecacatan individual dalam bentuk kondisi dari
kelemahan biologis, psikologis, maupun kultural sehingga dapat menghalanginya
untuk memperoleh peruntungan untuk dapat memajukan hidupnya. Kelompok
yang masuk dalam golongan yang tidak beruntung, yaitu kemiskinan fisik yang
lemah, kerentaan, keterisolasian dan ketidakberdayaan. Pada umumnya di Kota
Palembang penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Kota Palembang
Seperti kita ketahui lapangan pekerjaan yang tersedia tidak seimbang dengan
jumlah penduduk yang ada, dimana lapangan pekerjaan lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Dengan demikian banyak
penduduk yang tidak memperoleh penghasilan itu menyebabkan kemiskinan
di Indonesia.
2. Tidak meratanya pendapatan penduduk di Kota Palembang.
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka
lakukan relative tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada
sebagian penduduk mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini yang diusebut
tidak meratanya pendapatan penduduk di Kota Palembang.
3. Tingakat pendidikan masyarakat yang rendah.
Pada umumya untuk memperoleh pendapatan yang tinggi diperlukan tingkat
pendidikan yang tinggi pula atau minimal mempunyai memiliki ketrampilan
yang memadai sehingga dapat memperoleh pendapatan yang dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari sehingga kemakmuran penduduk Kota Palembang dapat
terlaksana dengan baik.
4. Arus urbanisasi
Banyak Penduduk Desa yang meninggalkan desanya dan berhenti bekerja
sebagai petani Karet, Sayur Mayur, Kopi dll untuk bekerja di Kota Sebagai
tenaga buruh di Kota
5. Pusat pengembangan pembangunan yang tidak merata menjadi beberapa
faktor tingginya angka kemiskinan di Palembang.

Masalah kemiskinan Perkotaan bisa dikatakan menjadi masalah yang


semakin berkembang setiap tahunnya dan pemerintah Kota Palembang sampai
sekarang belum mampu mengatasi masalah tersebut secara keseluruhan.
Kurangnya perhatian pemerintah Kota Palembang adalah salah satu satu

6
penyebabnya. Kemiskinan Perkotaan khususnya di Kota Palembang banyak
dihubungkan dengan:
1. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat
dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga.
3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan
dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan
sekitar.
4. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang
lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
5. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan
hasil dari struktur sosial.

Kepala Badan Perencanaan Pengembangan Daerah (Bappeda) Litbang


Kota Palembang. Bapak Harey Hadi mengatakan bahwa, “Dari 18 kecamatan di
Palembang, setidaknya empat kecamatan yang menjadi penyumbang tertinggi
angka kemiskinan dan semuanya berasal dari kawasan Seberang Ulu.” Pusat
angka kemiskinan yang terdapat di Kota Palembang yakni Kecamatan Kartapati;
Seberang Ulu Satu; Seberang Ulu Dua; dan Kecamatan Plaju”. Keempat
kecamatan di kawasan Seberang Ulu ini memiliki angka kemiskinan tertinggi dari
semua kecamatan yang ada di kota Palembang. Banyak faktor yang mendasari
mengapa pusat kemiskinan terdapat di empat kecamatan tersebut.
Angka kemiskinan di Keempat Kecamatan diatas disebabkan karena
pendidikan yang kurang, kondisi daerah rawa, bahkan unsur pembangunan yang
lebih banyak terpusat di kawasan Seberang Ilir. Sehingga ketersediaan lapangan
kerja dan kemajuan perkembangan Kota belum dirasakan sebagian masyarakat.
Oleh Karena itu, dalam pengentasan kemiskinan kita banyak berfokus di keempat
kecamatan ini dan penyelesaian masalah kemiskinan harus dilakukan secara
menyeluruh, mulai dari pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat dengan
meningkatkan kemandirian lewat bantuan ke UMKM hingga pengendalian
penduduk di Kota Palembang.

7
2.3. Dampak Kemiskinan

Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari
kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki
jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang
tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

Meskipun pembangunan di Kota Palembang cukup pesat saat ini, namun ternyata
belum berpengaruh pada kesejahteraan warganya.

Ini terlihat dari jumlah warga miskin di Kota Palembang tahun 2019 yang
diperkirakan mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun lalu.

Kepala Dinas Sosial Kota Palembang, Heri Aprian mengatakan, angka


kemiskinan di Kota Palembang tahun 2018 lalu 10,95 persen dari jumlah
penduduk di Palembang.

8
“Diperkirakan, tahun 2019 ini angka kemiskinan di Palembang masih dua digit.
Bahkan ada kenaikan, tapi kenaikannya tidak signifikan hanya sekitar 0,5 persen,
namun data pastinya baru kita rilis Januari 2020,” jelas Heri, Rabu (11/12/2019).

Kenaikan jumlah warga miskin di tahun 2019 ini, lanjut Heri, salah satu
penyebabnya adalah banyaknya musibah kebakaran dalam setahun terakhir. “Ada
sekitar 200 kali kebakaran tahun ini. Ini angka cukup besar dalam sepuluh tahun
terakhir. Karena musibah ini, banyak warga yang masuk kategori sejahtera
menjadi prasejahtera,” jelasnya.

Meski begitu, sambung dia, Pemkot Palembang terus berupaya agar jumlah warga
miskin di Palembang terus mengalami penurunan. “Target kita bisa menurunkan
angka kemiskinan sampai satu digit,” tegas dia.

Sementara Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, mengatakan,


Pemerintah Kota Palembang telah menjalankan sejumlah program untuk
menanggulangi kemiskinan. Namun, agar program itu efektif dan mengikat,
dibutuhkan Perwali.

“Kita sudah melakukan studi banding ke Sragen bersama Wakil Gubernur


Sumsel. Wagub memberikan arahan untuk membuat Perwali terkait hal tersebut.
Perwali itu akan menjadi dasar hukum untuk membuat kegiatan penanggulangan
kemiskinan di Kota Palembang,” ujar Fitrianti.

Ia menyebutkan, butuh koordinasi dan konsolidasi antar Organisasi Perangkat Daerah di


Pemkot Palembang untuk mengatasi kemiskinan, bukan hanya Dinas Sosial. “Supaya
target menurunkan angka kemiskinan satu digit bisa terwujud,

Sejumlah program untuk menanggulangi angka kemiskinan di Kota Palembang masih


belum berjalan efektif. Buktinya, jumlah penduduk miskin di kota pempek ini masih
sangat tinggi bahkan mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2018 lalu.

Kepada RMOL Sumsel, Kepala Dinas Sosial Kota Palembang, Heri Aprian menerangkan,
saat ini angka kemiskinan Kota Palembang masih diangka dua digit 10,95% dari jumlah
penduduk di Palembang.

Dimana, mantan kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Palembang ini
memperkirakan, akan terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin sekitar 0,5%.

"Kami perkirakan, tahun 2019 ini angka kemiskinan di Palembang masih dua digit,
bahkan terjadi kenaikan. Data ini akan kita rilis secara resmi pada Januari 2020,"
ungkapnya.

9
Heri beralasan, kenaikan angka warga miskin Kota Palembang di tahun 2019 ini,
diperkirakan bukan karena pekerjaan, tapi akibat musibah kebakaran yang terjadi dalam
satu tahun terakhir.

"Karena musibah ini, banyak warga yang masuk kategori sejahtera menjadi
prasejahtera," terangnya.

Pemkot Palembang terang Heri, akan terus berupaya agar jumlah warga miskin di
Palembang terus mengalami penurunan.

"Seperti yang disampaikan Wakil Walikota, target kita bisa menurunkan angka
kemiskinan sampai satu digit," ujarnya.

Sementara Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, mengatakan, Pemerintah


Kota Palembang telah menjalankan sejumlah program untuk menanggulangi
kemiskinan. Namun, agar program itu efektif dan mengikat, dibutuhkan Perwali.

"Kita sudah melakukan studi banding ke Sragen bersama Wakil Gubernur Sumsel.
Wagub memberikan arahan untuk membuat Perwali terkait hal tersebut. Perwali itu
akan menjadi dasar hukum untuk membuat kegiatan penanggulangan kemiskinan di
Kota Palembang," terang Fitri

Ia menyebutkan, butuh koordinasi dan konsolidasi antar Organisasi Perangkat Daerah


(OPD) di Pemkot Palembang untuk mengatasi kemiskinan, bukan hanya Dinas Sosial.

"Supaya target menurunkan angka kemiskinan satu digit bisa terwujud," tandasnya. [sri]

http://www.rmolsumsel.com/read/2016/03/10/47092/Masyarakat-Miskin-di-
Palembang-Sulit-Berkurang-
https://sumeks.co/ini-empat-daerah-miskin-di-palembang/

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tujuan sistem Perguruan Taman Siswa membangun anak didik menjadi
manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, cerdas
dan berketrampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi anggota masyarakat
yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia
pada umumnya. Prinsip yang ada pada sistem Perguruan Taman Siswa, antara
lain:
1. Ing ngarso sung tulodo, di depan memberi teladan.
2. Ing madyo mangun karso, di tengah membangun kemauan.
3. Tut wuri handayani, di belakang memberi dorongan.
Sehingga pengajaran Tut Wuri Handayani sangat kita butuhkan untuk di
masa depan. Pendidikan Perguruan Taman Siswa pantas rasanya kita kedepankan
di era sekarang ini. Era yang serba syarat konplik. penuh dengan demo-demo,
kreatifitas yang kebablasan, karakter bangsa yang mulai luntur, kepribadian yang
semakin sirna dari akhlaqurkarimah, dan ego yang tinggi untuk menyelesaikam
masalah semua dan seenaknya tanpa memikirkan orang lain.
Dalam pelaksanaanya mencapai tujuan pendidikan, Taman Siswa
menyelaraskan lingkungan keluarga, lingkungan perguruan (sekolah) dan
lingkungan masyarakat. Sistem penerapan ini dikenal juga dengan
sistem Trisentra Pendidikan. Ketiga pusat pendidikan ini bekerjasama saling
mengisi untuk hasil yang terbaik. Di masa sekarang konsep ini mirip dengan
konsep populer yang menyatakan keseimbang antara IQ (Intellegence Quetion)
dan EQ (Emotional Quetion).

3.2. Saran

11
Perkembangan zaman menuntutperubahan dalam berbagai dimensi
dalam kehidupan dan begitu juga dengan pendidikan. Sejalan dengan
perkembangan pendidikan era milenial memberikan tantangan terhadap dunia
pendidikan kita untuk dapat mengembangkan berbagai kompetensi bagi peserta
didik. Seiring dengan perkembangan juga memberikan sejumlah dampak yang
perlu kita pikirkan mengenai dampak positif dan negatifnya.masuknya era digital
mengalihkan pandangan anak- anak kita meninggalkan berbagai hal
bernuansakan nilai budaya. Ini perlu disikapi dan perlu campur tangan pendidikan
untuk memberikan pandangan bahwa mengikuti perkembangan zaman memanag
tidak bisa dielakkan, namun demikian nilai-nilai luhur harus ditanamkan dalam
jiwa Generasi Z penerus bangsa agar menjadi bangsa yang mempunyai nilai-nilai
luhur berbasis kebudayaan namun juga mengikuti perkembangan zaman
diantaranya yaitu:
a. Sistem pendidikan sebaiknya tidak bersifat memaksa atau menekan peserta
didik, karena peserta didik memiliki hak untuk mendapatkan rasa nyaman
dan rasa merdeka dalam artian tidak merasa tertekan ketika belajar.
b. Seorang pendidik yang baik sebaiknya memiliki daya kreatifitas yang tinggi
sebelum memberikan ilmu kepada peserta didik, sehingga dapat membantu
perkembangan daya kreatifitas peserta didik.
c. Pendidikan harus berlangsung dalam keadaan yang nyaman dan
menyenangkan

12
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y.(2015) “PembelajaranMultiliterasi: Sebuah Jawabanatas


Tantangan Pendidikan Abad Ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan”.
Bandung: PT Refika Aditama.
Dewantara, Ki Hajar (2009). “Menuju Manusia Merdeka”, Yogyakarta: Leutika.
Dwiarso. Ki Priyo, Sistem Among Mendidik Sikap Merdeka Lahir dan Batin,
dalam www.tamansiswa.org , diakses pada tanggal 2 pebruari 2012.
Dyer , Jeffrey H. Gregersen, Hal B., and Christensen, Clayton M. (2009)
The innovator ‟s DNA, Harvard Business Review, December 2009, pp.
1-10.
Grant Wiggins dan Jay McTighe. (2012).Pengajaran Pemahaman Melalui
Desain. Jakarta: Indeks.
Muthoifin. (2015). “Pemikiran Pendidikan Multikultural Ki Hadjar Dewantara”.
Jurnal Intizar, Vol. 21, No.2, 2015: Institut Agama Islam Surakarta
Indonesia.
Rohman, Saifur & Wibowo, Agus. (2016) “Filsavat Pendidikan Masa Depan:
Kajian Filsavat Pendidikan Masa Depan” Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Panjaitan, dkk (2014) : “Pengertian Kebudayaan, Unsur-Unsur
Kebuadayaan, Wujud Kebudayaan, dan Perubahan Kebudayaan”.
Tersedia [ONLINE] di https://coretanandrea.wordpres
s.com/2013/11/03/definisi- kebudayaan-menurut-beberapa-ahli/
Subekti, Nanang Bagus (2015) “Memaknai Kembali Konsep Pendidikan Ki
Hadjar Dewantara” Tersedia [ONLINE]
https://nipponsquad.wordpress.com/2017/11/06/awal-mula-pendidikan-
nasional-indonesia-taman-siswa/

https://gtkmadrasah.kemenag.go.id/2019/07/03/pola-pendidikan-yang-tepat-bagi-
generasi-z-dan-generasi-alfa/

https://nasional.okezone.com/read/2018/05/02/337/1893521/tri-pusat-pendidikan-
ajaran-ki-hajar-dewantara-di-zamanku

13
14

Anda mungkin juga menyukai