Anda di halaman 1dari 39

makalah tentang cara mengatasi

kemiskinan
Melembagakan Social Enterpreneurship Di Lingkungan Perguruan Tinggi
(Memenangkan Hadiah Ke-2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Dosen Unisba 2007, 18
November 2007)
ABSTRAK
Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang perlu diatasi dengan
melibatkan peran serta banyak pihak, termasuk kalangan perguruan tinggi. Dari sekian
banyak strategi mengentaskan kemiskinan, pendekatan social enterpreneurship yang
bertumpu pada semangat kewirausahaan untuk tujuan-tujuan perubahan sosial, kini
semakin banyak digunakan karena dianggap mampu memberikan hasil yang optimal.
Konsep atau pendekatan ini layak diujicobakan dalam lingkup perguruan tinggi karena
gagasan dasarnya sebenarnya sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya
aspek pengabdian masyarakat. Caranya adalah dengan menerjemahkan konsep social
enterpreneurship pada empat level: kelembagaan, regulasi, aksi, dan audit/monitoring
evaluasi.
I.Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu.
Namun, realitasnya, hingga kini kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan
terberat dan paling krusial di dunia ini. Teknologi boleh semakin maju, negara-negara
merdeka semakin banyak, dan negara-negara kaya boleh saja kian bertambah (pun
semakin kaya!). Tetapi, jumlah orang miskin di dunia tak kunjung berkurang.
Kemiskinan bahkan telah bertransformasi menjadi wajah teror yang menghantui dunia.
Bagaimana gambaran kemiskinan yang melingkupi kita saat ini? Data World Bank
2006 menunjukkan, setidaknya terdapat 1,1 milyar penduduk miskin di dunia. Jumlah
penduduk miskin di Indonesia (yang dikategorikan supermiskin oleh World Bank) pada
tahun 2007 mencapai 39 juta orang atau 17,75 persen dari total populasi. Untuk wilayah
Jawa Barat, yang punya cita-cita meningkatkan poin IPM menjadi 80 pada 2008, jumlah
penduduk miskin mencapai 5,46 juta orang, atau sekitar 13,55 persen dari total penduduk
miskin di Indonesia. Memprihatinkan, karena data ini memperlihatkan adanya
peningkatan penduduk miskin di Jawa Barat sebanyak 317.000 orang! Ini berarti,
program-program pengentasan kemiskinan yang digagas pemerintah pusat maupun
daerah telah gagal mengentaskan penduduk Jawa Barat dari cengkeraman kemiskinan.
Seiring berkembangnya pemikiran bahwa kemiskinan adalah masalah struktural,
maka upaya untuk mengatasi kemiskinan pun kini dikaitkan dengan perbaikan sistem dan
struktur, tidak semata-mata bertumpu pada aksi sesaat berupa crash program. Sebuah
upaya yang kini populer adalah mengembangkan konsep social enterpreneurship
(selanjutnya disingkat SEpen.), atau kewirausahaan sosial, yang bermaksud
menggandengkan kekuatan kapitalisme dengan komitmen sosial bagi komunitas di
sekitarnya.
Makalah ini tidak bermaksud membahas metode dan operasionalisasi Grameen
Bank. Sesuai dengan tema karya tulis yang difokuskan pada upaya perguruan tinggi
dalam mengentaskan kemiskinan, makalah ini menggagas alternatif-alternatif yang bisa

dilakukan oleh kalangan perguruan tinggi untuk berperan-aktif mengatasi persoalan


kemiskinan, disemangati oleh spirit SE.
1.2 Perumusan Masalah
Bertitiktolak dari latar belakang permasalahan, maka masalah dalam makalah ini dapat
dirumuskan sbb. Bagaimana melembagakan konsep SE di lingkungan perguruan tinggi
untuk membantu mengatasi masalah kemiskinan? Permasalahan yang general ini
kemudian dibagi menjadi beberapa identifikasi permasalahan, sbb.
Bagaimana konsep SE diterjemahkan sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi?
Bagaimana rumusan skema langkah-langkah dalam melembagakan SE di lingkungan
perguruan Tinggi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan utama penulisan adalah menggambarkan bagaimana kemiskinan dapat coba
diatasi melalui peran perguruan tinggi lewat strategi pelembagaan SE. Tujuan ini secara
spesifik terbagi menjadi:
Penerjemahan konsep SE sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Perumusan
skema langkah-langkah dalam melembagakan SE di lingkungan Perguruan Tinggi.
Manfaat yang bisa diperoleh dari karya tulis ini adalah sbb. Pada level praktis, penelitian
ini memperlihatkan sebuah skema yang applicable untuk melembagakan konsep SE di
lingkungan Perguruan Tinggi. Pada level sosial, melalui skema SE Unisba dapat turut
serta menyumbangkan alternatif solusi mengatasi persoalan-persoalan kemiskinan,
terutama di lingkungannya.
2. Kerangka Pemikiran
Ragangan, atau kerangka pemikiran, berisi uraian logis mengenai konsep-konsep
yang terkait dengan permasalahan. Dalam membincangkan kemiskinan, sebagai
penghantar menuju pada pembahasan, setidaknya ada tiga hal yang perlu dijadikan
landasan diskusi. Hal pertama berkenaan dengan pembahasan mengenai konsep-konsep
kemiskinan dalam upaya memahami kompleksitas permasalahan kemiskinan. Kedua,
gambaran mengenai kemiskinan di Jawa Barat sebagai upaya mengaitkan pembahasan
makalah dengan konteks permasalahan yang dihadapi di lapangan. Ketiga, uraian konsep
SE yang dijadikan pendekatan utama dalam makalah ini untuk memberikan solusi sesuai
dengan tema penelitian.
2.1. Mendefinisikan Kemiskinan
The poor will always be with us. Inilah idiom populer tentang kemiskinan yang
dikutip oleh sosiolog kemiskinan paling populer saat ini, Zygmunt Baumant (1998:1).
Idiom tersebut memberi makna bahwa kemiskinandan orang-orang miskinadalah
kondisi inheren dalam masyarakat manapun, dulu dan sekarang, kemungkinan di masa
depan jika dunia tak berubah. Poverty, atau kemiskinan pada dasarnya adalah kondisi
kekurangan. Ada banyak cara memaknai kekurangan, karena itu, Wikipedia merinci
setidaknya terdapat 3 pendekatan dalam mendefinisikan kemiskinan.
Kemiskinan yang dideskripsikan sebagai kekurangan material need. Kemiskinan, dalam
hal ini, didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sebuah komunitas
kekurangan esensial untuk memenuhi standar kehidupan minimum yang terdiri dari
sandang, pangan, papan (sumberdaya material).

Kemiskinan yang dideskripsikan dari aspek hubungan dan kebutuhan sosial, seperti
social exclusion (pengucilan sosial), ketergantungan, dan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk pendidikan dan informasi)
Kemiskinan yang dideskripsikan sebagai kurangnya pendapatan dan kemakmuranyang
ditetapkan berdasarkan indikator-indikator tertentu. Dari sinilah munculnya pemilahan
kemiskinan secara global berdasarkan pendapatan harian keluarga, yaitu kurang dari $1
atau $2 sehari. Konkretnya, survei data riset World Bank Voices of the Poor, terhadap
20.000 penduduk miskin di 23 negara (termasuk Indonesia!), faktor-faktor kemiskinan
dapat diidentifikasi sebagai kehidupan yang sulit, lokasi yang terpencil, keterbatasan fisik,
hubungan timpang gender, problem dalam hubungan sosial, kurangnya keamanan,
penyalahgunaan kekuasaan, lembaga yang tidak memberdayakan, terbatasnya
kapabilitas, dan lemahnya organisasi komunitas (Wikipedia, 2007).
Jelas, permasalahan kemiskinan bukan terletak pada ketidakmampuan memenuhi
standar-standar ekonomi yang didasarkan pada ukuran material resources. Adapula
kondisi kekurangan social resources yang menyebabkan kemiskinan. Itu sebabnya
kemiskinan begitu kompleks, mencakup berbagai bidang, hingga kemiskinan acap pula
disebut sebagai plural povertykemiskinan plural.
Guna mengatasi kemiskinan, Wikipedia merinci sejumlah strategi sbb.
Strategi pertumbuhan ekonomi.
Penciptaan pasar bebas.
Bantuan langsung.
Perubahan lingkungan sosial dan kapabilitas warga miskin.
Millenium Development Goals.
Pendekatan berbasis kultural.
Di Indonesia, pada tahun 1970-an, pendekatan yang digunakan untuk mengatasi
kemiskinan adalah pemenuhan kebutuhan dasar. Ini meliputi pemenuhan kebutuhan
pangan senilai 2100 kalori per orang/hari, adanya fasilitas kesehatan dasar, air bersih,
sanitasi, tempat tinggal, dan akses pendidikan. Memasuki dekade 1990-an, upaya
pengentasan kemiskinan difokuskan pada pemberdayaan masyarakat, dengan cara
meningkatkan kapabilitas SDM. Ini ditempuh lewat pembangunan infrastruktur
pedesaan, distribusi aset ekonomi dan modal usaha, serta penguatan kelembagaan
masyarakat melalui program berskala nasional meliputi IDT (Inpres Desa Tertinggal),
P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), hingga KDP (Kecamatan
Development Program). Kini, yang coba diterapkan dalam pembangunan nasional adalah
pendekatan berbasis hak (rights based approach). Wujudnya adalah Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), yang secara pelahan diupayakan melalui
pemenuhan sepuluh hak-hak dasar, yaitu hak atas pangan, layanan kesehatan, layanan
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup dan sumber daya
alam, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi. Dalam rumusannya, SNPK
memperlihatkan adanya pergeseran paradigma kemiskinanyang kini tidak lagi terbatas
pada upaya mencukupi kebutuhan material, tetapi juga meliputi pemenuhan kebutuhan
sosial.
2.2. Gambaran Kemiskinan di Jawa Barat
Sebelum menyoal wajah kemiskinan di Jawa Barat, mari sejenak kita cermati datadata kekayaan propinsi yang strategis ini. Pertama, Jawa Barat adalah propinsi terkaya
di Indonesia dalam kategori populasi penduduk (39 juta jiwa, yang artinya sekitar 17.80%
dari total populasi Indonesia), mengalahkan Jawa Tengah (32 juta jiwa) dan Jawa Timur

(36 juta jiwa). Jawa Barat adalah propinsi kedua terpadat setelah DKI Jakarta (1126
jiwa/km2). Nilai APBD Jawa Barat pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 5,2 trilyun
rupiah. Namun, sumber pemasukan sesungguhnya tidak cuma berasal dari pos APBD
propinsi. Digabungkan dengan DIPA, Dana Dekon, dan APBD-APBD Daerah Tingkat II,
angka keseluruhannya bisa mencapai Rp. 45-47 milyar! Gubernur Jawa Barat H. Danny
Setiawan bahkan berani mengasumsikan, bila dibagikan maka seorang warga Jawa Barat
kebagian setidaknya Rp. 1 juta per tahun.
Dari segi sosial budaya, masyarakat Jawa Barat dikenal sebagai masyarakat
agamisdominan Islam. Toleransi umat beragama boleh dibanggakan, dan potensi
konflik tergolong rendah. Jawa Barat juga dikenal sebagai gudangnya warga yang kreatif,
sehingga keunggulan wisatanya, misalnya, tidak perlu mengandalkan sumberdaya alam.
Wisata belanja dan lifestyle menjadi unggulan Bandung. Bahkan, awal tahun ini,
masyarakat industri kreatif Bandung memproklamirkan Jawa Barat dan Bandung sebagai
ikon industri kreatif. Sesungguhnya, ini modal sosial yang penting. Tanpa penanganan
serius dari pemerintah lokal saja, industri kreatif Jawa Barat sudah mampu unjuk gigi.
Apalagi kalau ditangani pemerintah secara serius.
Namun, Jawa Barat juga memiliki segudang permasalahan, di antaranya
kebijakan birokrasi yang tidak kondusif bagi pertumbuhan industri maupun pengentasan
kemiskinan, penanganan masalah sosial yang masih bersifat sporadis dan reaksioner,
kerusakan lingkungan dan penataan wilayah yang parah, serta kegagalan pemerintah
propinsi merumuskan target dan rencana pembangunan yang visioner dan realistis.
Ambisi pemerintah propinsi yang menetapkan peningkatan poin IPM menjadi 80 pada
tahun 2008, misalnya, tidak dibarengi langkah nyata perbaikan infrastruktur maupun
kebijakan, sehingga tahun ini IPM hanya meningkat tak lebih dari 0.71.
Bagaimana wajah kemiskinan di Jawa Barat? Bulan Agustus 2007, BPS melansir data
yang mengejutkan. Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat bertambah 317.000 jiwa.
Totalnya, 5,45 juta jiwa atau 13.5% dari total penduduk Jawa Barat. Proporsi antara
warga miskin perkotaan dan pedesaan relatif berimbangsebanyak 51% warga miskin
bermukim di pedesaan, jumlahnya mencapai 2,8 juta jiwa. Bicara soal lokasi, wilayah
Pantura menjadi kantong-kantong kemiskinan di Jawa Barat. Diperkirakan 5 juta
penduduk miskin berada di sabuk Pantura.
Profil kemiskinan di Jawa Barat cukup memprihatinkan. Sumbangan terbesar
kemiskinan, yaitu sebesar 73%, diakibatkan ketidakmampuan mencukupi kebutuhan
makanan. Fluktuasi harga beras dan kini, harga minyak, menjadi biang keladinya. Belum
lagi transisi konversi energiyang tentunya punya dampak sosial-ekonomi yang cukup
signifikan. Daya beli yang rendah, dan tingginya pengangguran juga menjadi persoalan,
di samping kenaikan UMR yang tidak memadai bila dibandingkan dengan kebutuhan
fisik minimum keluarga.
Tahun lalu, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat sebesar 5,14 juta jiwa. Dilihat dari
data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), jumlah keluarga miskin di Jabar 1,06
juta keluarga, kategori sangat miskin 615.875 keluarga, dan hampir miskin mencapai 1,22
juta keluarga. Kenaikan angka penduduk miskin tahun ini menunjukkan kegagalan
program-program pengentasan kemiskinan di Jawa Barat. Sama halnya dengan propinsi
Indonesia lainnya, pelbagai strategi nasional pengentasan kemiskinan pernah menyentuh
Jawa Barat. Mulai dari IDT, P2KP, JPS, hingga BLT. Selain itu, masih terdapat pula
Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS), Program Beasiswa dan
Bantuan Operasional Sekolah untuk Sekolah Dasar dan Menengah serta Ibtidaiyah (DBBOS), JPS Khusus Bidang Sosial, Prakarsa Khusus untuk Penganggur Perempuan
(PKPP), Padat Karya Perkotaan (PKP), Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak
Krisis Ekonomi (PDM-DKE). Mengingat tingginya intensitas kemiskinan di Jawa Barat,

nilai proyek yang diserap propinsi ini senantiasa tergolong tinggi. Sebagai gambaran,
untuk P2KP yang tahun ini digabungkan dengan Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM
Mandiri), dana yang digelontorkan untuk Propinsi Jawa Barat mencapai Rp. 276,020
milyar untuk 220 kecamatan. Sebanyak 123 kecamatan di pedesaan menerima dana
sebesar Rp. 133,850 milyar. Sisanya, 97 kecamatan di perkotaan menerima Rp. 142,170
milyar.
Selain program pengentasan kemiskinan nasional, Propinsi Jawa Barat juga memiliki
program penanggulangan tersendiri, berupa:
Program Dakabalarea (Kepgub No. 2/Th. 1999).
Gerakan Rereongan Sarupi.
Gerakan Jumat Bersih.
Gerakan SARASA.
Program Raksa Desa.
Program Pendanaan Kompetensi IPM (PPK-IPM) (Kepgub No. 34/Th. 2005).
Program Dakabalarea yang merupakan program pemberian kredit dengan pola bagi hasil
kepada pengusaha mikro & usaha kecil hingga th. 2005 telah menggulirkan dana tak
kurang dari Rp. 93.657.109.350 dari target Rp. 66.770.000.000 untuk 3.065 kelompok
dengan jumlah anggota sebanyak 26.886 orang. Sedangkan dana yang digelontorkan
melalui PPK IPM pada tahun 2006 mencapai Rp. 190 milyar, diperuntukkan bagi 9
kabupaten/kota yang proposalnya terpilih. Untuk tahun 2007, 6 kabupaten/kota terpilih
berhak mendapatkan dana senilai Rp. 315 milyar. Khusus untuk kota Bandung, dana
Bantuan Langsung Mandiri (BLM) yang dikucurkan tahun 2007 mencapai Rp. 8.8 milyar.
Upaya pemerintah melalui inisiatif pendanaan dan penyusunan program seperti ini
sesungguhnya mencerminkan kehendak serius mengentaskan kemiskinan. Namun, dalam
pelaksanaannya ternyata masih mengandung kelemahan. Seperti diungkapkan oleh
Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, upaya selama bertahun-tahun menghabiskan
dana milyaran rupiah mudah sekali digoncangkan oleh kenaikan BBM atau fluktuasi
harga sembako. Sejumlah pengamat menilai, kegagalan tersebut dikarenakan antara lain
faktor pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang relatif tinggi, akibat jumlah penduduk
usia sekolah yang putus sekolah dan terpaksa masuk pasar kerja, serta jumlah migran
yang masuk untuk tujuan bekerja. Padahal, di sisi lain, jumlah kesempatan kerja relatif
stagnan, karena pertumbuhan ekonomi belum cukup tinggi, laju investasi asing belum
optimal, dan iklim usaha belum kondusif..
Berhubung kemiskinan adalah masalah yang kompleks, tentu penanganannya tidak bisa
distrukturkan secara tersentralisir. Penanganan kemiskinan juga menuntut kepekaan
sosiokultural. Kucuran dana dan modal saja tidak cukup, pembukaan kesempatan kerja
juga belum tentu memberdayakan, malah bisa menimbulkan ketergantungan. Tetapi, di
sisi lain, penanganan kemiskinan secara sporadis, tanpa disain atau skema
penanggulangan terpadu yang jelas indikator pencapaiannya, juga dapat menggagalkan
upaya mengeluarkan orang dari lingkaran kemiskinan. Dalam konteks inilah konsep
social enterpreneurship mau pun social enterpreneurs layak diperkenalkan, karena
pendekatan ini berupaya menanggulangi kemiskinan lewat disain atau skema
pengentasan kemiskinan yang matang, didukung oleh sosok-sosok yang kompeten.
2.3. Social Enterpreneurship: Sebuah Wacana

Tri Mumpuni Wiyatno adalah orang yang selalu yakin bahwa desa merupakan
sumber kekuatan ekonomi yang belum tergarap optimal. Banyak persoalan pembangunan
akan terselesaikan, jika desa menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru yang mandiri. Ia
mewujudkan gagasannya dengan menyebarluaskan teknologi mikrohidro untuk
membangun pembangkit listrik skala kecil ke desa-desa. Maria Hartiningsih, seorang
jurnalis cum pejuang feminis di Indonesia melaporkan, bersama lembaganya Institut
Bisnis Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) Tri Mumpuni turun ke desa-desa, memberi
pelatihan manajemen air ramah lingkungan kepada penduduk setempat. Rakyat desa juga
kemudian dilatih memelihara alat, menghitung energi yang disalurkan, serta biaya yang
diperlukan karena umumnya mikrohidro dikelola secara swadaya. Begitu energi listrik
dialirkan dari rumah ke rumah, berbagai kegiatan ekonomi bisa dikembangkan.
Di belahan dunia lain, tepatnya di Palmares do Sul, Brazil Utara, Fabio Rosa
bergelut dengan masalah yang sama. 25 juta penduduk Brazil tidak punya akses pada
listrik. Akibatnya, standar hidup mereka rendah. Tak ada kulkas, lampu, apalagi
komputer. Biaya penyediaan listrik untuk mencahayai sebuah desa pada awal tahun
1980an, membubung tinggi pada angka 7.000 dollar. Ini sama artinya dengan 5 kali lipat
income seorang petani miskin selama sepuluh tahun! Fabio Rosa menjadikan Palmares
sebagai model eksperimen listrik pedesaannya yang pertama. Pada 1992, ia memutuskan
mendirikan perusahaan profitSistemas de Tecnologia Adequada Agroelectro (STA
Agroelectro)dan mulai menyebarkan teknologinya ke desa-desa. Lewat skema
pembiayaan yang ekonomis, ditambah dengan pola ekonomi produktif yang
diperkenalkannya, STA berhasil melistriki tak kurang dari 800.000 rumah tangga.
John Wood adalah seorang eksekutif Microsoft bergaji milyaran. Titik balik
kehidupan Wood datang dalam sebuah liburan ke Nepal. Ia bertemu dengan seorang
guru, yang mengajaknya memanjat pegunungan selama 3 jam untuk melihat sekolahnya.
Sebuah sekolah yang hanya punya satu kelebihan: murid yang banyak. Lain-lainnya
persis seperti di Indonesia: kurang guru, kurang sarana dan prasarana, termasuk
perpustakaan. John Wood tersentuh, dan tahun berikutnya ia datang membawa 3500 buku
untuk sekolah itu, dan sekolah-sekolah lain. Ia memutuskan meninggalkan Microsoft,
mendirikan organisasi Room to Read, dan saat ini telah mendirikan tak kurang dari 3600
perpustakaan di Asia. John Wood bersama organisasinya juga melibatkan diri dalam
penyusunan program-program alternative pendidikan dasar di Asia dan Afrika.
Sebuah frase yang menyatukan Tri Mumpuni, Fabio Rosa, dan John Wood adalah
restless people (Bornstein, 2004: 1). Orang-orang yang gelisah. Inilah orang-orang yang
mencoba memecahkan masalah dalam skala besar. Mereka sadar bahwa lilitan
kemiskinan baru bisa dilepaskan jika seseorang itu berdaya: berdaya ekonominya,
berdaya mentalnya, berdaya lingkungan sosial-politiknya. Mereka adalah social
innovator, atau social entrepreneurs. Mereka punya gagasan-gagasan kuat untuk
memperbaiki kehidupan orang lain, meningkatkan kualitas masyarakat. Mereka
menyusun kerangka besar perubahan tersebut, dan berjuang mempraktikkannya di
pelbagai pelosok dunia.
Lantas, apa yang dimaksud dengan SE? Pertama-tama perlu dibahas definisi
kewirausahaan atau enterpreneurship. Kewirausahaan didefinisikan sebagai individu
(kelompok) yang dapat mengidentifikasi kesempatan berdasarkan kemampuan, keinginan,
dan kepercayaan yang dimilikinya, serta membuat pertimbangan dan keputusan yang
berkaitan dengan upaya menyelaraskan sumber daya dalam pencapaian keuntungan
personal (Otuteye & Sharma, 2004 dalam Palestine, 2007). Pada intinya, kewirausahaan
adalah kemampuan untuk menangkap peluang dan dengan cara yang inovatif
menciptakan nilai tambah pada sesuatu yang tidak ada menjadi ada.

Di mana pun, model enterpreneurship atau kewirausahaan mengandung dua


prinsip: otonomi dan penentuan nasib sendiri (self-determination). Prinsip otonomi
diterjemahkan sebagai advokasi masyarakat, sedangkan prinsip penentuan nasib sendiri
(self-determination) diterjemahkan sebagai prinsip kewirausahaan (Palestin, 2007).
Selama ini, kewirausahaan senantiasa dikaitkan dengan upaya memberdayakan
diri/lembaga dalam konteks ekonomi untuk menunjang kehidupan. Nah, yang menjadi
pertanyaan adalah apa bedanya model kewirausahaan ekonomi konvensional dengan
definisi kewirausahaan sosial.
Menurut Dave Roberts dan Christine Woods (2007), social entrepreneurship is a
construct that bridges an important gap between business and benevolence; it is the
application of entrepreneurship in the social sphere. Sederhananya begini: social
entrepreneurship adalah penerapan prinsip kewirausahaan dalam lingkup sosial, yang
ditujukan untuk mencapai perubahan sosial tertentu.
Kewirausahaan sosial bisa dijalankan atas nama perseorangan, bisa juga secara
kelembagaan. Namun, karena skala perubahan yang diharapkan sangat besar, maka
lazimnya kewirausahaan sosial dijalankan oleh badan-badan khusus untuk itu. Bagan
berikut ini memperlihatkan rentang bentuk kelembagaan di antara dua kutub:
perusahaan bisnis tradisional di sebelah kiri, dan LSM tradisional di sebelah kanan.
Sumber: http://www.csef.ca/what_is_a_social_entrepreneur.php
Gerakan-gerakan yang murni SE berada dalam simpul hybrid social enterprise, berupa
badan yang didirikan dengan tujuan melakukan aksi sosial, sehingga segala upaya
pendanaan, kegiatan, mau pun fundraising dibingkai dalam kerangka tersebut.
Bagaimana gerakan SE menjadi bagian dari upaya pengentasan kemiskinan? Contoh
paling gamblang diberikan oleh Professor M. Yunus lewat Grameen Bank di Bangladesh.
Didirikan sebagai bagian dari action research Universitas Chittagong (1976), Grameen
Bank memberikan kredit mikro bagi komunitas miskin di Bangladesh. Jumlahnya hanya
$27, digulirkan pada 42 keluarga. Namun, uang setara dengan Rp. 243.000,- itu mampu
melepaskan keluarga-keluarga tersebut dari jeratan rentenir.
Kini, lebih dari 2100 cabang Grameen Bank didirikan di seluruh Bangladesh. Menurut
catatan Wall Street Journal, seperlima kreditnya sudah setahun ini macet. Tapi, jurnal
yang sama juga mencatat, tingkat pengembalian kredit mencatat rekor 98% untuk
nasabah-nasabah perempuan. Setengah dari peminjamnya (mendekati 50 juta nasabah),
juga dinyatakan berhasil melepaskan diri dari kemiskinan absolut. Ini terlihat dari
standar yang diukur melalui indikator anak-anak yang bersekolah sesuai tingkat
umurnya, kemampuan memberi makan keluarga tiga kali sehari, toilet dan air minum
yang bersih, rumah beratap, dan kemampuan pengembalian pinjaman sebesar 300 taka
(atau senilai 4 dollar) per minggu.
Grameen Bank merupakan contoh organisasi SE yang berhasil. Agar bisa mencapai
kesuksesan yang sama, organisasi SE mesti memenuhi prinsip-prinsip inovasi dalam
praktik sbb.:
Institutionalize Listening. Komitmen kuat untuk menyimak, mendengar suara-suara di
lapangan.
Pay attention to the exceptional. Yang dimaksud adalah kepekaan mengenali informasi
yang tak diduga, khususnya keberhasilan-keberhasilan tak terduga.
Design real solutions for real people. Kelebihan social enterpreneur adalah mereka sangat
peka dan realistis dengan perilaku manusia.
Focus on human qualities.
(Bronstein, 2004: 200-211)

Adalah tantangan yang luarbiasa berat untuk bisa menemukan orang-orang seperti ini.
Pendekatan SE kini coba dipromosikan dalam makalah ini sebagai landasan bagi
perguruan tinggi untuk berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan. Bagaimana
konkretnya, dapat dilihat pada pembahasan berikut.
3. Pembahasan: Melembagakan SE di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai Upaya
Mengentaskan Kemiskinan
SE, kendati bukan konsep yang relatif baru, perlu dipromosikan sebagai alternatif untuk
mengatasi permasalahan kemiskinan, yang didalamnya terkandung persoalan struktur,
sosial politik, kebudayaan. Pendekatan ini punya kelebihan: membumi, melibatkan setiap
stakeholder secara aktif, dan bertumpu pada inisiatif serta pemecahan solusi yang berasal
dari masyarakat. Bagaimana perguruan tinggi dapat berperan di sini?
Pertama-tama, mari kita ingat bahwa institusi pendidikan tinggi di Indonesia dibingkai
oleh pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma Perguruan Tinggimengandung tiga
dharma, yaitu: (1) Pendidikan dan Pengajaran; (2) Penulisan Karya Ilmiah; dan (3)
Pengabdian pada Masyarakat. Sangat eksplisit terlihat bahwa pendekatan SE sebenarnya
adalah wujud dari aspek ketiga, yaitu pengabdian masyarakat. Jadi, bicara soal tempat,
SE punya tempat dan posisi yang jelas dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dengan segala keterbatasannya, sesungguhnya PT punya potensi besar untuk mengatasi
persoalan bangsa, utamanya mengentaskan kemiskinan, bertitiktolak dari pendekatan SE.
Caranya adalah dengan melembagakan konsep SE di lingkungan PT. Hal ini dapat
dicapai melalui dua langkah besar:
(1) menerjemahkan konsep SE dengan pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi maupun visimisi spesifik PT (dalam kasus Unisba, menerjemahkan konsep SE pada 3M); dan
(2) Menerjemahkan pendekatan SE dalam level aksi.
3.1. Menerjemahkan Konsep SE dalam Konteks Perguruan Tinggi.
Menimbang literatur-literatur SE dalam tinjauan pustaka, maka SE dalam lingkup
perguruan tinggi harus diterjemahkan menjadi aktivitas yang realistis, kreatif, mengikat,
berkesinambungan, melibatkan seluruh civitas academica, dan melembaga.
Realistis, maksudnya program-program SE disesuaikan dengan kebutuhan lapangan dan
ketersediaan resources yang dimiliki perguruan tinggi maupun komunitas.
Kreatif, maksudnya aktivitas SE mesti didesain secara kreatif guna menemukan solusi
terbaik.
Mengikat, maksudnya ada satu desain besar dan timeframe yang jelas, serta indikatorindikator guna mengukur tingkat keberhasilan program. Berkesinambungan, maksudnya
program SE didesain bukan untuk memberikan hasil sesaat, tetapi lebih mementingkan
upaya-upaya kecil namun berkelanjutan sehingga dampaknya lebih lama terasa.
Melibatkan seluruh civitas academica, maksudnya tidak menjadikan SE sebagai
proyeknya salah satu stakeholder universitas saja, misalnya dosen. Pihak lain seperti
mahasiswa atau tenaga-tenaga lain perlu diberi kesempatan dan pengalaman untuk
berkiprah. Sehingga, gerakan SE menjadi gerakan bersama.
Melembaga, maksudnya diinstitusionalisasikan secara resmi sehingga bisa mengikat
komitmen dan memberikan jaminan keorganisasian yang jelas. Demikianlah prinsipprinsip yang harus terkandung dalam setiap aksi SE. Apabila sudah jelas prinsip-prinsip,
tujuan, mau pun visi-misinya, apabila PT memang benar-benar sudah memutuskan akan

serius berkiprah dalam SE, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana


mengoperasionalkan rencana besar ini dalam langkah-langkah konkret.
3.2. Mengoperasionalkan SE di Lingkungan Perguruan Tinggi
Langkah-langkah untuk mengoperasionalkan SE di lingkungan PT dapat dirumuskan
dengan mengacu pada level kelembagaan, level regulasi, level aksi, dan level audit. Ketika
level-level operasional ini disilangkan dengan prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi,
maka hasilnya adalah matriks, sbb.
Matriks Operasionalisasi Social Enterpreneurship Untuk Perguruan Tinggi
No.
Pelembagaan
SE
Tridharma Perguruan Tinggi
Pendidikan dan Pengajaran
Penelitian dan Karya Ilmiah
Pengabdian Masyarakat
1. Level Kelembagaan
Mendirikan SE Center di tingkat universitas
Melakukan konsolidasi kelembagaan
Melakukan pemetaan resources
Menjalin relasi dan melakukan lobi-lobi internal maupun eksternal, apakah itu dengan
pemerintah, lembaga legislatif, sesama perguruan tinggi, maupun kontak dengan
perusahaan-perusahaan yang memiliki program corporate social responsibility.
Fundraising: langkah dan aksi fundraising yang tidak norak dan mengandalkan pihak
luar semata, tapi elegan dan sesuai dengan semangat SE.
Mempublikasikan jurnal-jurnal program SE.
Merencanakan award-award (internal): SE Award Unisba, misalnya, untuk mahasiswa,
dosen, dan pusat kajian yang terpilih.
Berkompetisi mengikuti award-award dari dalam dan luar negeri (eksternal): dari
Pemerintah, Kementerian, organisasi funding seperti Skoll Enterprise, Schwab
Foundation, Ashoka International, dll.
Menyusun rencana jangka panjang dan jangka pendek.
Merumuskan affirmative actions untuk melembagakan SE, mis. merencanakan programprogram pelatihan berbasis SE.

2. Level Regulasi
Memberlakukan kurikulum wajib SE di tingkat fakultas
Memberlakukan ketentuan penyisihan porsi penelitian dan karya ilmiah berwajah SE
Memberlakukan ketentuan pengabdian masyarakat berbasis SE

3. Level Aksi

Mendata mata kuliah yang berpotensi dijadikan bagian kurikulum wajib SE.
Menyusun dan melaksanakan program-program penelitian berbasis SE.
Menyusun dan melaksanakan PKM berbasis SE
Menyusun atau mendampingi penyusunan silabi berbasis SE.
Melatih dosen agar berwawasan SE.
Melakukan pelatihan bagi penelitian berbasis SE.
Melakukan pelatihan bagi PKM berbasis SE.
4. Level Audit/Monev:
Mengembangkan panduan audit monev berbasis SE. Apa saja indikator-indikatornya?
Mengembangkan indikator-indikator audit monev program pendidikan dan pengajaran
berbasis SE.
Mengembangkan indikator-indikator audit monev program penelitian dan karya ilmiah
berbasis SE.
Mengembangkan indikator-indikator audit monev PKM berbasis SE.
Menyusun program-program audit monev secara teratur di bidang pendidikan pengajaran
dengan indikator berbasis SE.
Menyusun program-program audit monev secara teratur di bidang penelitian dan karya
ilmiah dengan indikator berbasis SE.
Menyusun program-program audit monev secara teratur untuk PKM dengan indikator
berbasis SE.
Melakukan audit monev dalam program pendidikan dan pengajaran berdasarkan
indikator-indikator berbasis SE.
Melakukan audit monev dalam program penelitian dan karya ilmiah berdasarkan
indikator-indikator berbasis SE.
Melakukan audit monev dalam program PKM berdasarkan indikator-indikator berbasis
SE.
Ketr. SE = Social Enterpreneurship.
Matriks yang disajikan di sini hanya sekadar stimulan untuk merumuskan langkahlangkah konkret yang bisa dilakukan PT untuk mengentaskan kemiskinan dengan
pendekatan social enterpreneurship. Walau demikian, stimulan ini dapat dijadikan pijakan
awal apabila PT memang serius ingin berkontribusi mengentaskan kemiskinan, sesuai
dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki.
3.3. Melembagakan SE di Unisba: Studi Kasus SE di Kelas Filsafat Komunikasi
Sesungguhnya, Unisba memiliki potensi luarbiasa untuk memberi kontribusi bagi
pengentasan kemiskinan. Unisba mempunyai modal sosial dari segi kelembagaan,
sumberdaya manusia, potensi jejaring dan relasi, power, serta potensi keuangan dan
fasilitas. Modalitas brainware, hardware, software-nya jelas sudah ada. Unisba juga
bukan universitas yang terpisah dari lingkungan sosialnya secara geografis. Terletak di
Tamansari dan Ciburial, warga Unisba punya kesempatan untuk berinteraksi secara
intens dengan persoalan sosial, sehingga tidak perlu kerepotan mencari target sasaran.
Apalagi, Kelurahan Tamansari maupun kawasan Ciburial adalah wilayah urban yang
memerlukan penataan dan pembinaan serius.
Dalam lingkup kelas, penulis mencoba bereksperimen menerapkan pendekatan SE
untuk mata kuliah Filsafat Komunikasi. Kepada mahasiswa, diberikan tugas kelompok
melakukan kerja volunteer di wilayah Bandung. Lewat tugas ini, diharapkan mahasiswa

mendapatkan pengalaman bersentuhan langsung dengan permasalahan sosial, sehingga


dapat menjadi stimulan untuk menerapkan SE di masa mendatang. Tujuan lain yang
diharapkan adalah adanya kesempatan untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan, sambil
memperbaiki kualitas kepribadian.
Laporan-laporan yang dikumpulkan mau pun dipresentasikan hasilnya di luar
dugaan. Terbentuk sepuluh kelompok beranggotakan 2-5 orang, dengan kiprah meliputi:
Volunteer Food-Not-Bombs, sebuah organisasi yang menampung sayuran reject
dari supermarket maupun pasar sayur petani Lembang, namun masih layak-olah.
Sayuran dimasak untuk anak-anak jalanan di Taman Lansia, Cilaki.
Reader di Panti Wyata Guna. Membacakan dan mencarikan buku-buku yang
diperlukan pelajar penghuni Wyata Guna.
Konselor bagi siswa-siswi SMU XX yang menghadapi permasalahan keluarga dan
problematika belajar.
Volunteer di Panti Wredha dan Panti Asuhan. Kegiatannya antara lain merayakan
17 Agustusan di Panti Asuhan dan Panti Wredha sambil menyelenggarakan bursa amal.
Volunteer di Panti Asuhan Bayi Sehat Muhammadiyah.
Trainer musik untuk anak-anak jalanan. Menyelenggarakan konser anak jalanan,
yang kini laris ditanggap di pelbagai event.
Mengorganisasikan tim kebersihan di lingkungan kos-kosan. Kini tidak terbatas
pada kos-kosannya sendiri tapi juga meluas ke kosan lain di wilayahnya.
Kakak asuh bagi anak-anak SD dari keluarga tidak mampu. Kelompok ini bukan
saja secara teratur menyisihkan uang untuk membiayai SPP (Rp 25.000 s.d. Rp 75.000),
tetapi juga mengupayakan buku-buku bekas (pelajaran maupun bacaan yang sehat) dan
menjadi mentor belajar. Sasaran mereka adalah anak-anak yatim/piatu yang orangtuanya
single parent, bekerja sebagai buruh atau pembantu.
Volunteer bagi TK di wilayah ekonomi kelas bawah. Kegiatan selain di dalam kelas
adalah menyelenggarakan lomba 17 Agustusan dan jalan-jalan ke Kebun Binatang.
Volunteer untuk Harm Reduction, sebuah organisasi penanggulangan narkoba.
Dalam presentasi, anggota kelompok ini saling sharing, merefleksikan pengalaman
masing-masing. Hal yang menarik adalah mereka sama-sama tergerak untuk meneruskan
keterlibatannya. Mereka juga jadi lebih memahami realitas di lapangan, permasalahan
sosial di Bandung, serta terpicu semangatnya untuk memberi kontribusi bagi sesamanya.
Dalam konteks ini, pendekatan SE berhasil memberikan pencerahan dan pengalaman.
Pengelolaan kelas sangat low cost, karena dengan prinsip otonomi, partisipasi, serta selfdetermination, mahasiswa bisa berbuat banyak dan menemukan solusi-solusi kreatif.
Pendekatan ini layak diujicobakan sebagai bagian penciptaan kurikulum berwajah
SE. Padahal, ini baru level aksi institusional, sebatas menyentuh salah satu kemungkinan
aspek SE di lingkungan perguruan tinggi, seperti tergambar dalam matriks tadi.
4. Penutup
Kemiskinan bagaikan benang kusut. Mengurai kompleksitasnya butuh waktu,
motivasi, komitmen, dan upaya setiap pihak. Konsep SE yang dipromosikan sebagai
pendekatan membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk memanfaatkan potensinya
bagi upaya penanggulangan kemiskinan. Berikut adalah kesimpulan karya tulis ini.
1. Dari segi konsep, pendekatan SE sesungguhnya merupakan wujud prinsip Tri Dharma
Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat. Namun, agar lebih applicable, SE perlu
dilakukan lewat aktivitas yang realistis, kreatif, mengikat, berkesinambungan, melibatkan
seluruh civitas academica, dan melembaga.

2.

Guna menerjemahkan pendekatan SE pada level yang operasional, PT dapat mengikuti


skema atau langkah-langkah yang telah diidentifikasi dalam matriks, meliputi level
kelembagaan, regulasi, aksi, dan audit/monitoring-evaluasi.
Terkait dengan kesimpulan dan tujuan penulisan makalah ini, maka saran-saran yang
dapat diberikan mencakup beberapa hal:
1. Untuk lingkup eksternal, PT perlu meningkatkan intensitas komunikasi dan interaksi
dengan pihak-pihak terkait seperti Pemda, sesama PT, pihak swasta, atau para pebisnis
yang punya concern terhadap perubahan sosial lewat program-program CSR.
2. Pada lingkup internal kelembagaan, PT perlu sesegera mungkin melakukan initial
assesment dan mengonsolidasikan resources-nya sebagai persiapan awal untuk berkiprah
dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Termasuk menyiapkan SDM yang bermutu
lewat pelatihan dan upgrading.
Menutup tulisan ini, penulis ingin mengutipkan sebuah hikmah dari kehidupan
Rasulullah Muhammad SAW. Terlepas dari gaya hidup sederhana (zuhud) yang
diterapkannya, Rasulullah ternyata menaruh perhatian pada masalah kemiskinan.
Rasulullah acap menyatakan bahwa kemiskinan membawa kekufuran (HR. Abu Nuaim
yang diriwayatkan oleh Anas). Oleh karena itu, mencegah mengurangi kemiskinan
merupakan salah satu tindakan sosial nan mulia. Karena, dapat mengurangi peluang
kejahatan dan penyimpangan akidah. Itu sebabnya, dalam beberapa riwayat dikisahkan
betapa bijaknya Rasulullah menyikapi kejahatan yang diakibatkan oleh kemiskinan.
Rasulullah juga mengajarkan sikap hidup dan doa-doa untuk menghindarkan manusia
terjebak dalam kemiskinan.
Riwayat Rasulullah memperlihatkan pentingnya mengupayakan penanggulangan
kemiskinan. Perguruan tinggi, dalam kasus ini, jelas mengemban tanggungjawab sosial
untuk berkiprah di sini. Sudah saatnya perguruan tinggi mendobrak status dan fungsi
ekonomi yang lebih dominan, berhenti didominasi dan diposisikan sebagai sekrup
industri, dan mulai secara serius memikirkan bagaimana mengatasi permasalahan
bangsa, tanpa tergiring lagi-lagi dalam pemikiran berparadigma proyek cari duit dan
cari nama.***

Daftar Pustaka
Buku.
Bauman, Zygmunt. 1998. Works, Consumerism, and the New Poor. Philadelphia: Open
University Press.
Bornstein, David. 2004. How to Change the World: Social Enterpreneurs and the Power of
New Ideas. Oxford: Oxford University Press.
Wood, John. 2006. Leaving Microsoft to Change The World (diterjemahkan oleh Widi
Nugroho menjadi Kisah Menakjubkan Seorang Pendiri 3600 Perpustakaan di Asia).
Jokja: Bentang.
Koran.
Bawazier, Fuad. Super Miskin. Artikel Opini dalam HU Republika, 16 April 2007.
Hartiningsih, Maria. Energi Tri Mumpuni. Artikel Opini Kompas, 7 Oktober 2005.
Kustiman, Erwin. Kemiskinan, Bahaya Laten Jawa Barat. Artikel Opini dalam HU
Pikiran Rakyat, Agustus 2007.
Natsir, Irwan. Perencanaan Daerah. Artikel Opini dalam HU Pikiran Rakyat, 10 Januari
2007.
Jumlah Penduduk Miskin Jawa Barat Bertambah. Berita HU Pikiran Rakyat, 9 Mei 2007.

Diperlukan Strategi Baru Atasi Kemiskinan. Berita HU Pikiran Rakyat, 24 Desember


2005.
Gatot Johanes Silalahi. Kesempatan Wirausaha Bagi Mahasiswa. Sinar Harapan, 2003.
www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2005/0108/ukm3.html
Peranan Kewirausahaan dalam Masyarakat. Berita HU Republika, 19 Maret 2003.
Internet.
Bondan Palestin. 10 Januari 2007. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam
Pengembangan Kesehatan Masyarakat. http://bondankomunitas.blogspot.com.
Prabowo, Agus dan Didy Wurjanto. Tiga Pilar Pengentasan
Kemiskinan.www.kimpraswil.go.id
Roberts, Dave dan Christine Woods. Changing the World in a Shoestring: The Concept of
SE. www.businessjournal.com. Tanggal akses terakhir 19 September 2007, pk. 08.55 WIB.
Suara Pembaruan Daily dalam http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.
Tanggal akses terakhir 19 September 2007, pk. 08.45 WIB.
Disinkom, Jumat 31 Agustus 2007. www.bandung.go.id. Tanggal akses terakhir 21
September 2007, pk. 19.33 WIB.
www.bandung.go.id. Tanggal akses terakhir 22 September 2007, pk. 01.50 WIB
Sumber lain:
Makalah berjudul Kebijakan Pemerintah Daerah Jawa Barat. Dalam Seminar Nasional
Meningkatkan Peran Sektor Pertanian dalam Penanggulangan Kemiskinan Bogor, 21
Agustus 2007. Bandung: Pemkot Bandung.

[1] Disebut supermiskin karena memiliki penghasilan di bawah 1 dollar sehari, yang
berarti tidak bisa memenuhi basic needs. Data BPS memperlihatkan, tingkat pendapatan
kelompok ini tak lebih dari Rp. 5.095,- (Republika, 16 April 2007).
[2] Suara Pembaruan Daily dalam http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.
Tanggal akses terakhir 19 September 2007, pk. 08.45 WIB.
[3] Kompas, 2 Agustus 2007.
[4] Agus Prabowo dan Didy Wurjanto, Tiga Pilar Pengentasan Kemiskinan.
www.kimpraswil.go.id.
[5] Irwan Natsir, Perencanaan Daerah, HU Pikiran Rakyat 10 Januari 2007.
[6] Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menyatakan, pembangunan Jabar pada 2006
masih menyimpan banyak persoalan yang harus dibenahi. Parameter makro berupa IPM
hanya meningkat 0,71 poin atau menurun dibandingkan 2005 (0,99). IPM Jabar pada
2006 hanya 70,05 dari target 75,60. Ini harus menjadi perhatian karena target IPM 80
pada 2010 tinggal menyisakan 3 tahun lagi, ungkap juru bicara FPKS, Tate Qomarudin
(HU Pikiran Rakyat, 9 Mei 2007)
[7] Erwin Kustiman, Kemiskinan Bahaya Laten Jawa Barat (HU Pikiran Rakyat, 2007).
[8] Data Litbang Kompas (2007) merinci, terjadi kenaikan rata-rata upah minimum
regional di Jabar hanya 4,04 persen, dari Rp 899.122 menjadi Rp 935.450 per bulan.
Namun, proporsi kenaikan ini lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pengeluaran
masyarakat per bulan. Pengeluaran per kapita per bulan meningkat 12,79 persen. Apa
artinya naik penghasilan 4.04 persen kalau pengeluaran pun bertambah 12.79%?
[9] Disinkom, Jumat 31 Agustus 2007. www.bandung.go.id.
[10] PPK IPM merupakan inisiatif Pemda Jabar untuk menanggulangi kemiskinan
dengan memberi stimulus pada kepada Pemerintah Kab/Kota untuk dapat menggalang
potensi stakeholders pembangunannya,
guna merumuskan langkah dan strategi dalam peningkatan IPM di daerah masingmasing dan menuliskannya dalam sebuah proposal yang diajukan kepada Gubernur. Data

Seminar Nasional Meningkatkan Peran Sektor Pertanian dalam Penanggulangan


Kemiskinan Bogor, 21 Agustus 2007. Makalah berjudul Kebijakan Pemerintah Daerah
Jawa Barat.
[11] Komposisi penggunaan dana meliputi 30% untuk bidang pendidikan, 25% bidang
kesehatan dan 45% untuk bidang ekonomi peningkatan daya beli. Data Seminar Nasional
Meningkatkan Peran Sektor Pertanian dalam Penanggulangan Kemiskinan Bogor, 21
Agustus 2007. Makalah berjudul Kebijakan Pemerintah Daerah Jawa Barat.
[12] www.bandung.go.id. Tanggal akses terakhir 22 September 2007, pk. 01.50 WIB.
[13] Diperlukan Strategi Baru Atasi Kemiskinan. Berita HU Pikiran Rakyat, 24
Desember 2005.
[14] Erwin Kustiman, Kemiskinan, Ancaman Laten Jawa Barat. HU Pikiran Rakyat, 27
Juni 2005.
[15] Kompas, 7 Oktober 2005. Energi Tri Mumpuni.
[16] Bondan Palestin. 10 Januari 2007. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam
Pengembangan Kesehatan Masyarakat. http://bondankomunitas.blogspot.com.
[17] Republika, 19 Maret 2003. Peranan Kewirausahaan dalam Masyarakat.
[18] Changing The World On A Shoestring: The Concept of Social Enterpreneurship.
Journal of Business Review.

PERAN PEMUDA DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN ( Blessing in Disquise )

Kemiskinan sudah menjadi bahan pembicaraan berabad-abad lamanya, bahkan sejak zaman para Nabipun
kemiskinan sudah ada. Hal ini dapat terlihat misalnya saja dalam pandangan mengenai shadaqah ataupun
zakat dimana mereka yang fakir miskin mendapat porsi tersendiri dalam upaya meningkatkan taraf hidup
masyarakat dimasa itu. Begitu juga pada era reformasi sekarang ini kelompok masayarakat yang berada
dibawah garis kemiskinan itupun tetap saja masih sulit diberantas. Berbagai kalangan memberikan sumbangan
pemikiran ataupun strategi dalam pengentasan kemiskinan ini,

demikian juga kaum muda diharapkan

perannya dalam memberantas kemiskinan di Daerahnya..

Pemuda perlu diberi penanaman nilai kesetiakawanan social dan pemupukan jiwa kepeloporan
pemuda. Dengan misi tsb diharapkan pemuda dapat ikut serta secara proaktif didalam setiap kegiatan social
dan upaya penanggulangan kemiskinan dilingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan akan tumbuh
kepedulian dan kepeloporan pemuda dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan. Solidaritas social yang
dimotori oleh golongan pemuda dan pelajar. Dengan semangat yang masih menggebu-gebu, tenaga
yang masih kuat dan pemikiran yang masih segar, pemuda bisa menjadi pelopor gerakan
pengentasan kemiskinan, minimal dilingkungan dia berada.. Sekarang yang harus dilakukan adalah
bagaimana mengelola potensi pemuda yang sedemikian besar tersebut untuk diwujudkan didalam
karya nyata : Pengentasan Kemiskinan. Jangan sampai potensi yang sedemikian besar itu malah
tidak tergarap, atau sia-sia. Karena itulah dengan menyadari potensi yang cukup besar itu
sebaiknya semua kalangan masyarakat mencoba duduk bersama memberikan peran yang seluasluasnya bagi pemuda untuk turut serta didalam upaya pengentasan kemiskinan. Peran pemuda
dalam pengenatasan

kemiskinan perlu

di fasilitasi dengan berbagai hal terutama berupa

pemberdayaan. Peran pemuda tsb mengalami sejumlah tantangan yang sebenarnya merupakan suatu
rahmat yang tersembunyi ( Blessing in disguise ), yang menuntut para praktisi yang berkompeten di bidangnya
untuk lebih intens dalam pengentasan kemiskinan di daerahnya. Pemuda perlu dibekali pembedayaan seperti
manajemen yang baik yang dapat memecahkan permasalahan dalam pemberantasan kemiskinan di
daerahnya, agar dalam pelaksanaannya dapat bekerja lebih efektif dan efisien,

Para pemuda tadi berperan sebagai pendamping untuk pelaksanaan pengentasan kemiskinan di daerahnya.
Orang-orang miskin dan pengangguran yang terdata diberi bantuan uang dan bimbingan dalam menggunakan
uang tsb. Orang miskin yang terdata tadi dikelompokkan menjadi kelompok kesejahteraan social Mereka ini

diberi bantuan uang untuk berusaha ( bukan di komsumsi ) misalnya : Industri rumah tangga, usaha
pertanian, usaha perbengkelan kecil, usaha perikanan, usaha peternakan, usaha jasa, dan usaha-usaha lain
yang bisa dilaksanakan dengan modal kecil. Misalnya Usaha pembuatan tahu, tempe, usaha pembuatan kripik,
pembuatan kue, peternakan ayam, peternakan itik, peternakan kelinci, usaha pertanian sayur-sayuran, buahbuahan, usaha mendirikan bengkel sepeda motor sederhana, usaha perikanan dll. Anggota kelompok
kesejahteraan social tsb diberi dana dan pembimbingan oleh para pemuda. Dana ini diberi dengan bunga
sangat kecil. Dana ini diberikan dalam jangka satu tahun dan kalau berhasil dan membutuhkan dana lagi,
diberikan untuk jangka waktu satu tahun lagi . Dana yang kembali disalurkan kepada kepada orang lain yang
belum dapat. Jadi dana ini sifatnya bergulir. Besarnya dana tergantung masing-masing Daerah tergantung
situasi social ekonomi masing-masing Daerah.. Pemuda harus pro aktif untuk memotivasi masyarakat miskin
tadi, dalam artian bahwa pemuda harus menjemput bola untuk menggerakkan masyarakaat miskin tadi
dengan prosedur yang telah ditetapkan. Jangan baru bergerak ketika dana sudah dikucurkan. Jangan baru
mau memancing jika kail dari umpannya dipenuhi. Padahal alangkah baiknya jika mereka mau memancing,
mereka juga turut menyediakan Kail atau umpannya. Sehingga fungsi fasilitator, dalam hal ini pemerintah
daerah, hanya tinggal melengkapi kekurangannya. Dengan potensi pemuda yang besar yang mereka miliki
akan memberikan hasil yang maksimal. Kebersamaan para pemuda tsb merupakan modal dasar yang harus
segera diarahkan dalam upaya pengentasan kemiskinan di daerahnya.

Kita harus membenahi mekanisme partisipasi social para pemuda. Partisipasi mereka dari tingkat bawah harus
segera dibangun. Partisispasi yang benar-benar menggunakan metode Bottom-Up. Tidak lagi Top Down.
Biarkan para pemuda membuat dan melaksanakan konsep yang telah mereka rencanakan. Pemerintah Daerah
hanya tinggal mendorong realisasi konsep tsb dalam bentuk stimulant-stimulan. Sehingga, ketika ada kegiatan
atau program dari mereka yang sudah berjalan segera di dorong untuk memberikan hasil yang lebih maksimal
lagi.. Ini yang harus segera dilakukan, ditengah sejumlah kemudahan-kemudahan yang telah pemerintah
daerah berikan kepada mereka. Sebab, dalam pandangan kami, selama ini mereka telah terlena. Dan hal ini
yang membuat mereka minim dalam berpartisipasi. Mereka sekali lagi lebih senang Menunggu Bola
Penyakit inilah yang harus segera kita hentikan. Contoh yang terjadi para pemuda Karang Taruna dengan
sanggar belajar bersamanya merupakan contoh yang baik, dalam hal partisipasi, . Mereka baru minta fasilitasi
setelah kegiatan tsb berjalan guna mengembangkan kegitan mereka agar bisa menjangkau seluruh
masyarakat. Dari sini dapat terlihat kunci agar peran pemuda bisa lebih maksimal, efektif dan efisien didalam
upaya pengentasan kemiskinan di daerahnya., harus bermula dari partisipasi mereka. Dari konsep yang
mereka rencanakan dan kemudian diaplikasikan dan diimplementasikan oleh mereka sendiri. Inilah yang
menjadi tugas kita bersama. Mencetak para pemuda yang mandiri dan turut berpartisipasi secara
nyata di dalam upaya pengentasan kemiskinan memang tidak mudah. Tetapi jika ada peran dari
semua pihak yang mau peduli dan memiliki komitmen nyata akan hal itu, kami yakin hal ini akan
segera terlihat. Pemuda dengan potensi besarnya itu merupakan modal dasar didalam perbaikan
kualitas kehidupan masyarakat di masa mendatang. Dan merupakan sebuah kewajaran jika The
Founding Fathers kita memiliki perhatian yang besar terhadap para pemuda.

Dengan menggerakkan peran para pemuda dalam melaksanakan pengentasan kemiskinan, kami yakin bahwa
pemberantasan kemiskinan dan pengangguran akan berhasil dan apabila kemiskinan dan pengangguran dapat
diberantas maka Integrasi Sosial dan Integrasi Nasional dapat pula terwujud. Karena salah satu factor
tingginya disintegrasi social adalah banyaknya orang miskin dan banyaknya pengangguran.

PENDIDIKAN DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN MASYARAKAT PEDESAAN


Disusun Oleh :
Haryo Prabancono : C0508032
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA
2009
PENDIDIKAN DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN MASYARAKAT PEDESAAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, penting bagi setiap warga negara beserta pemerintah untuk saling bekerjasama
memfokuskan perhatian mereka dalam memberantas kemiskinan yang terjadi terutama pada
masyarakat pedesaan dimana mereka banyak menghadapi dan dihadapi oleh beragam masalah
yang terjadi, diantaranya adalah kurangnya peran serta pemerintah secara nyata dalam mengurus
kepentingan dan kebutuhan masyarakat pedesaan, wilayah tempat tinggal mereka yang terisolasi
baik terhadap dunia luar maupun terhadap akses-akses yang seharusnya mereka nikmati sebagai
fasilitas negara terutama akses akan sumber daya terlebih pendidikan, sehingga berdampak pada
pertumbuhan dan kemajuan desa menjadi relatif lambat. Selain itu, mereka berpandangan sempit
bahwa pendidikan bukanlah segalanya. Hal ini, menyebabkan mereka mengalami krisis motivasi
dan keinginan akan kebutuhan pendidikan yang berujung pada rendahnya kualitas dan kuantitas
pendidikan di tingkat masyarakat pedesaan.
Maka dari itu, diperlukan pula usaha dalam meningkatkan kesadaran masyarakat pedesaan akan
pentingnya pendidikan dalam menyiapkan generasi yang berkualitas untuk kepentingan masa
depan desa yang terkait dengan eksistensi serta keberlangsungan hidup dalam rangka
mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan yang berkelanjutan baik
bagi masyarakat di pedesaan pada khususnya maupun bangsa pada umumnya, hingga
menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok dalam kehidupan mereka dalam
mengembangkan kreativitas dan inovasi.
Dalam usaha memberantas kemiskinan yang terjadi, terlebih yang dialami oleh masyarakat
pedesaan selama ini menimbulkan suatu cambukan dasyat bagi seluruh masyarakat Indonesia
dan pemerintahan untuk melakukan berbagai upaya-upaya dalam rangka memberantas
kemiskinan dan meningkatkan kesadaran mereka akan kebutuhan pendidikan. Pemerintah pun
tampaknya sudah mulai sadar bahwa salah satu yang menjadi kendalanya adalah kesenjangan
dan ketidakadilan. Sehingga, upaya-upaya penanggulangan dalam mengentaskan kemiskinan
pada masyarakat pedesaan ini dapat diselesaikan melalui upaya pendidikan dan pelatihan, yaitu
dengan mendidik dan memberdayakan masyarakat baik miskin maupun tidak miskin
Peranan bidang pendidikan merupakan salah satu upaya pembangunan dalam memberantas
kebodohan dan diharapkan mampu memberantas kemiskinan yang terjadi serta dapat
meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi masyarakatnya, terlebih masyarakat di
pedesaan yang tingkat kesejahteraan hidupnya cukup rendah dibandingkan masyarakat disekitar
perkotaan yang mudah dan serba cepat dalam mengakses sumber daya yang tersedia. Dalam
pencapaiannya, upaya lain yang dilakukan untuk mendukung tercapainya pemberantasan
kemiskinan melalui partisipasi masyarakat untuk bergotong royong dan saling membantu dalam
melakukan pemberdayaan secara terpadu, berkelanjutan dengan sasarannya yang jelas.
Pada kenyataannya, masih banyak masyarakat Indonesia khususnya mereka yang berada di
pedesaan belum mengenyam pendidikan. Padahal, secara bersama-sama pemerintah pusat dan
pemerintah daerah mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya mencerdaskan bangsa.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang dapat
dirumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian pendidikan dan manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan serta kendalakendala pada bidang pendidikan?
2. Bagaimana pendidikan dalam mengentaskan kemiskinan pada masyarakat pedesaan?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :.
1. Mengetahui pengertian pendidikan dan manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan serta
kendala-kendala yang terjadi pada bidang pendidikan.
2. Mengetahui upaya pendidikan dalam mengentaskan kemiskinan terutama pada masyarakat
pedesaan.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun penggunaan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai definisi
masyarakat dan definisi desa yang lebih mendalam dari beberapa ahli serta bagaimana
karakteristik masyarakat desa.
Mengetahui pengertian pendidikan dan manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan serta
mengetahua kendala-kendala apa saja yang terjadi dan yang dihadapi dalam bidang pendidikan.
Mengetahui apa saja upaya yang dilakukan dalam rangka mengentaskan kemiskinan yang terjadi
pada masyarakat pedesaan.
Manfaat lain dari penulisan ini adalah untuk pemahaman lebih lanjut mengenai teori menulis ilmiah
dan dapat digunakan sebagai literatur untuk menambah informasi terutama yang berhubungan
dengan pendidikan dalam upaya mengentaskan kemiskinan masyarakat pedesaan.
2.3 Karakteristik Masyarakat Desa
Masyarakat desa memiliki ekosistem yang natural dan belum banyak terpengaruh oleh selera
manusia, berbeda dengan masyarakat kota dengan suatu ekosistem yang bercirikan artificial
dimana sudah tidak alamiah dan banyak dipengaruhi oleh selera manusia.
BAB II
PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN MANFAAT PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT PEDESAAN
SERTA KENDALA PADA BIDANG PENDIDIKAN
3.1 Pengertian Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar
yang efektif dan bermanfaat serta menjadikan masyarakat pedesaan lebih terbuka dan akses
terhadap pendidikan. Seiring perkembangan zaman, pengertian pendidikan pun mengalami
perkembangan.
Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara
esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa
pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya
mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.
Bahkan, telah disebutkan pula pengertian pendidikan berdasar UU Nomor 20 tahun 2003, yaitu
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini diperkuat pula oleh UU Nomor 2 tahun
1989, yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang.
3.2 Manfaat Pendidikan Bagi Masyarakat Pedesaan
Manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni
membebaskan masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan
penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai sarana
pemberdayaan individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi masa depan.
Pendidikan difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus yang didirikan di pedesaan yang
masyarakatnya masih buta akan ilmu.
Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai
tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan

sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan
haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.
3.3 Kendala Pada Bidang Pendidikan
Salah satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang pendidikan di tanah air
adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses terutama pendidikan. Hal ini yang
menyebabkan kesadaran masyarakat di desa sangat kurang dan tidak antusias serta memahami
akan pentingnya pendidikan.
Selain itu, kendala lain negara berkembang termasuk Indonesia, untuk masa yang lama
menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, yaitu:
1. Peninggalan penjajah dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya sangat rendah,
2. Anggaran untuk bidang pendidikan yang rendah dan biasanya kalah bersaing dengan kebutuhan
pembangunan bidang lainnya,
3. Anggaran yang rendah biasanya diarahkan pada bidang-bidang yang justru menguntungkan
mereka yang relatif kaya,
4. Karena anggaran rendah, dalam pengelolaan pendidikan biasanya timbul pengelolaan yang
tidak efisien.
Hal ini terlihat dimana pemerintah tidak saja mampu merancang penerapan kebijakan yang
disukainya, tetapi juga menafsirkan ulang teks kebijakan sesuai preferensi kebijakannya, termasuk
dalam bidang pendidikan. Dimana kebijakan disetujui, diterima, dan dilaksanakan oleh pranata
pemerintah.
BAB IV
PENDIDIKAN DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN PADA MASYARAKAT PEDESAAN
4.1 Pendidikan Dalam Mengentaskan Kemiskinan Pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan sudah mengenali pendidikan pada saat jaman penjajahan, hanya saja
pendidikan ini sulit diakses bagi tiap masyarakat terutama yang berdomisili di pedesaan, karena
selain masalah biaya dan status sosial yang dipandang rendah
Beragam upaya yang dilakukan dalam mengusahakan pendidikan dan meningkatkan kesadaran
akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat pedesaan khususnya, juga dilakukan gebrakan
dengan mengumumkan program dan kegiatan pengentasan kemiskinan yang bersifat
komprehensif dan terpadu dalam mengurangi jumlah penduduk miskin menjadi separuh pada akhir
lima tahun yang akan datang.
Upaya penanggulangan kemiskinan secara komprehensif dan berkelanjutan dengan memberikan
perhatian yang tinggi pada bidang pendidikan, menempatkan manusia tidak hanya sebagai
sasaran, tetapi terlebih sebagai aktor yang sangat penting peranannya. Aktor, masyarakat yang
miskin ini harus mendapatkan motivasi yang tinggi untuk belajar dan bekerja keras agar
menghasilkan masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan sehingga menambah
masyarakat berpengetahuan yang akan meningkatkan kesejahteraan dan berdampak pada
pengentasan kemiskinan. Program untuk menanggulangi kemiskinan bagi aktor-aktor yang tingkat
pendidikan dan keadaan sosial ekonominya sangat rendah harus dirancang dengan menempatkan
aktor yang bersangkutan sabagai titik sentral utamanya.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan, mendorong pula pemerintah untuk mencanangkan
kewajiban belajar 9 tahun bagi seluruh rakyatnya demi memajukan kehidupan sosial pedesaan dan
nasional, dimana dalam pencapaiannya membutuhkan kerjasama antara keluarga dan masyarakat
untuk berperanserta bersama Pemerintah dalam mewujudkan berlakunya wajib belajar 9 tahun
seawal mungkin dalam periode Pelita VI. Pencanangan wajib belajar 9 tahun oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yang tercantum dalam penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU No.2 Tahun
1989, bahwa Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal pembiayaan.
Pembangunan bidang pendidikan di Indonesia memiliki kerangka umum (legal framework) yang

kuat sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan,
bahwa Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainya
tujuan pendidikan nasional.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengentasan kemiskinan terutama pada
masyarakat pedesaan, dimana akses mereka terhadap pendidikan sangat terbatas. Di samping itu,
kesadaran akan pentingnya dalam mengenyam pendidikan masaih sangat rendah dalam
masyarakat di pedesaan yang terisolasi.
Masyarakat yang miskin ini harus mendapatkan motivasi yang tinggi untuk belajar dan bekerja
keras agar menghasilkan masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan sehingga
menambah masyarakat berpengetahuan yang akan meningkatkan kesejahteraan dan berdampak
pada pengentasan kemiskinan. Sehingga, untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama para pihak
terkait dalam pemerataan mengakses pendidikan bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat
pedesaan dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan meningkatkaan kesejahteraan yang
berkelanjutan.
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan antara lain :
1. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan pendidikan pada masyarakat pedesaan.
2. Masyarakat pedesaan sebaiknya sadar dan aktif dalam mencari informasi dan mengenyam
pendidikan sedini mungkin.
3. Masyarakat ikut berpartisipasi bersama pemerintah dalam mewujudkan pemerataan akses
pendidikan dalam usaha mengentaskan kemiskinan pada masyarakat pedesaan khususnya dan
desa besarta negara pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta : LP3ES.
Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Hassan, Fuad. 1995. Dimensi Budaya dan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Mutakin, Awan dan Pasya, Gurniwan Kamil. 2003. Dinamika Masyarakat Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sastrapratedja, M dkk. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas..
Suyono, Haryono. 2005. Menyegarkan Gerakan Keluarga Sejahtera Mandiri. Jakarta: Yayasan
Dana Sejahtera Mandiri.
Suyono, Haryono. 2006. Pemberdayaan Masyarakat: Mengantar Manusia Mandiri, Demokratis dan
Berbudaya. Jakarta: Khanata.
Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi.
Jakarta : Grasindo.
Utomo, Bambang S dan Murdianto. 2003. Modul Mata Kuliah: Sosiologi Pedesaan. Bogor:
Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Keadaan Perekonomian dewasa ini sangat memprihatinkan. Yang kita ketahui khususnya di Indonesia kini terdapat berbagai
permasalahan yang menyangkut mengenai kehidupan bermasyarakat, antara lain masalah kemiskinan, masalah pengangguran, masalah

lingkungan hidup, dll. Permasalahan tersebut timbul akibat semakin meningkatnya keadaan ekonomi yang tidak disesuaikan dengan kondisi
masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah.
Di Indonesia sendiri khususnya ibu kota Jakarta, kemiskinan merupakan suatu masalah besar dimana Kemiskinan sesungguhnya telah
menjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu. Namun, realitasnya, hingga kini kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan terberat dan
paling krusial di dunia ini. Banyak factor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain kemiskinan bisa dikatakan sebagai kekurangan
materi seperti kebuthan sehari-hari, sandang, pangan, papan maupun sedikitnya lapangan pekerjaan yang menyebabkan pengangguran yang
berpengaruh terhadap kemiskinan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis mengenai Masalah Kemiskinan yang terjadi di Indonesia
khususnya Ibu kota Jakarta.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan atas latar belakang diatas, maka masalah kemiskinan harus segera diatasi. Karena menurut pengamatan yang saya ketahui,
angka jumlah kemiskinan tiap tahunya terus meningkat. Perhatian pemerintah terhadap pemberantasan kemiskinan mulai terlihat lebih besar
sejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Dari permasalahan kemiskinan yang terjadi di Jakarta, penulis mencoba untuk
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

Berbagai penyebab yang mengakibatkan timbulnya kemiskinan

Bagaimana cara mengatasi kemiskinan

Mengukur kemiskinan
1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besarnya kemiskinan yang terjadi di Indonesia khususnya Jakarta, serta
untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang menimbulkan terjadinya kemiskinan dan juga untuk mengetahui bagaiamana gambaran sikap
pemerintah dalam mengatasi pengentasan kemiskinan. Supaya mahasiswa dapat lebih memahami terhadap situasi ekonomi yang mana
sekarang menjadi topik hangat dan dilema luar biasa bagi seluruh dunia. Paling tidak mahasiswa dapat memecahkan masalah kecil yang
berhubungan dengan rencana pembangunan di negara kita. Diharapkan pula makalah ini dapat menjadi acuan belajar dalam mempelajari
permasalahan ekonomi.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.
Penulis
Karena dengan tugas ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi si penulis mengenai kemiskinan.
2.
Masyarakat
Masyarakat juga dapat mengetahui penyebab apa saja yang menimbulkan kemiskinan serta masyarakat juga dapat berindak
langsung dalam upaya pengentasan kemiskinan
3.
Rekan-rekan Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai Masalah Kemiskinan. hasil
penelitian ini juga dapat dimanfaatkan dan dijadikan salah satu bahan masukan ataupun bahan pertimabangan dalam kegiatan
penelitian selanjutnya

BAB II
POKOK MASALAH
Masalah kemiskinan di Indonesia ditandai oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat yang ditunjukkan oleh indeks Pembangunan manusia
(IPM) Indonesia. Di antara beberapa negara ASEAN, Indonesia masih lebih rendah dari Malaysia dan Thailand. Sementara itu indeks kemiskinan
manusia (IKM) Indonesia lebih tinggi dari Philipina dan Thailand.
Penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas utama kebijakan pembangunan nasional yang juga merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 yang diharapkan dapat menurunkan presentase penduduk miskin menjadi 8,2% pada
tahun 2009. Saat ini pemerintah tengah melakukan langkah prioritas dalam jangka pendek pertama untuk mengurangi kesenjangan antardaerah
dengan beberapa kebijakan. Pertama, penyediaan sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama pada daerah-daerah langka sumber air
bersih. Kedua, pembangunan jalan, jembatan dan dermaga terutama untuk daerah terisolasi dan tertinggal. Ketiga, redistribusi sumber dana
kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen dana alokasi khusus (DAK).
Jangka panjang kedua bertujuan memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Itu dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha
terutama melalui kemudahan dalam mengakses kredit mikro dan UKM, pelatihan keterampilan kerja untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja,
meningkatkan investasi dan revitalisasi industri termasuk industri padat tenaga kerja, pembangunan sarana dan prasarana.
Jangka panjang ketiga, khusus untuk pemenuhan hak dasar penduduk miskin secara langsung diberikan pelayanan antara lain dengan
pemberian pendidikan gratis bagi penuntasan wajib belajar 9 tahun. Untuk meningkatkan akses dan perluasan kesempatan belajar bagi semua
anak usia pendidikan dasar, dengan target utama daerah dan masyarakat miskin, terpencil dan terisolasi maka mulai tahun ajaran 2005/2006
pemerintah menyediakan biaya operasional sekolah (BOS), sebagai langkah awal pelaksanaan pendidikan dasar gratis.
Selain itu juga memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas III. Dengan
ditetapkannya Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka upaya peningkatan akses penduduk miskin
terhadap pelayanan kesehatan dilanjutkan dan lebih ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin dengan sistem
jaminan/asuransi kesehatan yang preminya dibayar oleh pemerintah.
Untuk pelaksanaan program-program tersebut, Indonesia (sebagai negara berkembang) bisa meminta bantuan dari luar negeri. Tapi negara
berkembang penerima fasilitas itu sendiri harus berkomitmen untuk menggunakan uang tersebut secara benar. Tujuan makronya tentu untuk
mengurangi kemiskinan. Kita berharap negara-negara maju secara kesatuan bisa menunjang program-program tersebut, dengan mengucurkan
bantuannya.

Seperti pernah dikatakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, program penanggulangan kemiskinan di Indonesia juga bisa dilakukan
dengan cara lain. Investasi dan pembangunan prasarana merupakan dua hal yang dibutuhkan dalam penciptaan tenaga kerja yang pada
akhirnya dapat mengatasi masalah kemiskinan. Tiap daerah membutuhkan jenis investasi dan prasarana yang berbeda. Inilah yang harus diatur
dan dipikirkan pemerintah.
Selain itu, budaya pembangunan di Indonesia harus dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat dan pelibatan peran aktif masyarakat.
Utamanya, tentu, masyarakat miskinnya, mulai dari perencanaan program pembangunan baik penentuan kebijakan dan anggarannya, maupun
pelaksanaan program serta monitoring dan evaluasinya.

BAB III
LANDASAN TEORI
2.1. KEMISKINAN
KEMISKINAN, yaitu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kehidupan pokoknya dengan kata lain tidak dapat memenuhi segala
kondisi materi yang bahkan wajib untuk dipenuhi. Sebagian mengatakan kemiskinan itu suatu kebodohan atau lemahnya pemerintah dalam
menjalankan fungsi-fungsinya sehingga keadaan yang diharapkan tidak dapat tercapai.
Kemiskinan dapat diatikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bisa
dikatakan dengan suatu kondisi serba kekurangan dalam arti minimnya materi yang dimana mereka ini tidak dapat menikmati fasilitas
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan
pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran.
Seperti ditulis Dr. Humam Hamid tentang Pemanasan Global dan Kemiskinan Lokal (Serambi, 23/05/2009), yang membahas dua katagori
kemiskinan, yaitu :
1. Kemiskinan sementara kemiskinan ini terkait dengan ketidak adilan seperti upah yang taksebanding dengan dengan apa yg telah
dikerjakan serta sering terjadinya ekploitasi., penreusakan lingkungan sehingga membuat banyak orang modal alam untuk memenuhi
kehidupanya, termasuk pemungutan yang sangat memberatkan dan memeras rakyat.
2. Kemiskinan kronis. kemiskinan ini terjadi karena factor-faktor biologis, psikologis, dan social ( sikap malas, kurang trampil dan kurang nya
kemampuan dalam segala hal, lemah fisik, dll.).
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per
bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan.. Angka garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding
dengan angka tahun 1996 sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk penduduk perkotaan dan Rp. 27.413
bagi penduduk perdesaan.
2.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KEMISKINAN
Kondisi kemiskinan kian hari menjadi sangat fenomenal di ijndonesia, karena kemiskianan ini sangatlah berpengaruh besar dalam pertumbuhan
serta perkembangan Negara. Kemiskianan tidak hanya terjadi di Negara sedang berkembang, namun kemiskinan juga dapat terjadi di Negara
yang maju.
Beberapa factor penyebab terjadinya kemiskinan adalah :
1.
Faktor individual
yaitu disebabkan oleh orang itu sendiri seperti kemalasan, kebodohan, dll
2.
Faktor Struktural
faktor stuktural ini begitu besar mengambil peran dalam penciptaan kemiskinan, karena meliputi semua orang yang ada di
dalamnya. Faktor ini berada di luar diri individu sehingga dalam banyak hal tidak bisa dikendalikan oleh individu tersebut, tetapi sangat
mempengaruhi individu tersebut.
Selain itu juga terdapat beberapa penyebab utama dari timbulnya kemiskinan Penyebab utama dari timbulnya kemiskinan ini adalah :
1. terbatasnya kecukupan dan mutu pangan
2. terbatasnya akses serta rendahnya mutu layanan kesehatan, pendidikan, dan sempitnya lapangan pekerjaan
3. kurangnya pengawasan serta perlindungan terhadap asset usaha
4. kurangnya penyesuaian terhadap gaji upah yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan seseorang
5. memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam
6. besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga.
7. tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi
dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.

BAB IV
ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN

Kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara
berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Ada dua kondisi
yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan.
kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan
teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari
para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang
tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut.
Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang
mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.
Masalah kemiskinan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan saja apabila
kita lihat dipinggir jalan sering terlihat anak-anak kecil meminta-minta, banyak para
pengemis dan pengamen. Hal tersebut dilakukan oleh mereka karena suatu keadaan ekonomi
yang kurang mencukupi bagi kehidupan mereka. Itu semua memperlihatkan betapa besarnya
masalah kemiskinan yang ada di Indonesia. Biasanya beban kemiskinan paling besar terletak
pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum wanita pada umumnya merupakan pihak yang
dirugikan. Apabila dalam keadaan rumah tangga miskin, maka kaum wanita lah yang
menanggung beban kerja yang lebih berat dari pada kaum pria. Demikian pula dengan anakanak mereka juga menjadi korban akibat adanya ketidakmerataan dan kualitan hidup masa
depan mereka terancam oleh karena tidak tercukupnya gizi, pemerataan. Kesehatan, serta
pendidikan.
Disamping itu juga, masalah kemiskinan juga dipengaruhi oleh para koruptor yang dengan
tenangnya dan bebasnya menggunakan dana yang seharusnya untuk rakyat digunakan untuk
kebutuhan pribadi mereka. Sangat disayangkan bila itu terjadi apalagi dilakukan tanpa adanya
perasaaan manusiawi dan tanpa rasa berdosa

Menurut Kartasasmita (1997:234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam


pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian
meningkat menjadi ketimpangan. Seddangkan menurut BrendLey (dalam ala, 1981:4)

kemiskinan merupakan ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang memadai untuk memenuhi kebuthan social yang terbatas.
Di Jakarta, terlihat sekali betapa besarnya masalah kemiskinan yang terjadi. Banyak sekali
pengamen di lampu merah, rumah kumuh atau rumah liar di lapangan kosong dan di
pinggiran kali dan masih banyak lagi. Untuk rumah liar yang ada di Jakarta jumlahnya sangat
banyak. Mereka tidak tahu apakah tanah yang mereka gunakan untuk membangun rumah liar
tersebut milik mereka atau tidak. Mereka main membangun rumah saja dengan bahan dan
bentuk rumah apa adanya dengan tujuan hanya untuk mendapatkan tempat untuk beristirahat
dan berteduh saja tanpa mengatahui latar belakang tempat dan wilayah yang mereka huni.
Seiring berjalanya waktu, kini pemerintahan Indonesia mulai melakukan banyak kegiatan
alternative untuk membantu rakyat miskin, misalkan saja yang kita ketahui bahwa kini
pemerintahan telah mengadakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan
langsung kepada rakyatnya. Namun program ini dinilai tidak relevan karena pembagiannya
tidak merata kesemua rakyat miskin, kini masih juga ditemukan banyak warga miskin yang
sama sekali belum menerima program BLT tersebut.
Banyak berbagai macam cara untuk mengatasi kemiskinan yang harus dilakukan yaitu :
1) menyediakan lapangan pekerjaan yang layak
2) Menyediakan fasilitas pendidikan yang murah bagi orang yang tidak mampu bahkan
jika perlu mengadakan program pembebasan biaya sekolah alias gratis
3) Menanamkan cara berpikir positif dan mau selalu bekerja keras dan pantang
menyerah jika mengalami suatu kegagalan.
4) Pemerintah harus memperhatikan keadaan rakyat miskin dan memberikan bantuan
bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
5) Kita semua harus selalu berkomitmen dan konsisten untuk melakukan perbaikan
lebih baik lagi di system ataupun ditindakan.
6) Mempertahankan nilai mata uang
7) dll.
Kebijakan kemiskinan merupakan Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi
kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Selain itu ada juga rencana pembangunan jangka pendek yang diantaranya adalah dengan
mengurangi kesenjangan antar daerah dengan menyediakan irigasi, air bersih, dan sanitasi
dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. Perluasan kesempatan kerja dan
berusaha untuk meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Masalah Kemiskinan bisa terjadi di Negara maju maupun Negara sedang berkembang.
Selain itu kemiskinan juga manjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu. hingga kini
kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan terberat dan paling krusial di dunia ini.
Seiring berkembangnya pemikiran bahwa kemiskinan adalah masalah struktural, maka
upaya untuk mengatasi kemiskinan pun kini dikaitkan dengan perbaikan sistem dan
struktur, tidak semata-mata bertumpu pada aksi sesaat berupa crash program.
Namun kini pemerintahan Indonesia sedikit demi sedikit telah memperbaiki keadaan
ekonomi rakyat dengan mengatasi kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Sekarang ini
pemerintahan Indonesia telah melakukan program Bantuan Langsung Tunai bagi
masyarakat menengah kebawah.
4.2 SARAN
Kebijakan pemberantasan kemiskinan harus menyentuh akar masalah. Untuk itu,
kebijakan strategis yang harus ditempuh adalah perluasan dan pemerataan pendidikan,
peningkatan layanan kesehatan, pembangunan perumahan, penciptaan lapangan kerja,
pembangunan infrastruktur untuk memperlancar transaksi ekonomi dan perdagangan,
serta pembangunan daerah untuk mengurangi disparitas ekonomi antarwilayah
4.3 KRITIK
Pemerintah Indonesia harus jeli melihat masyarakat mana yang benar-benar
membutuhkan bantuan. Selain itu pemerintah Indonesia juga hgarus memberantas
kemiskinan untuk menyejahterakan rakyatnya menjadi rakyat yang makmur dan sejahtera
dan juga segala kebutuhannya tercukupi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ekonomirakyat.org/index4.php
http://hery-yaningsih.blogspot.com/2009/12/masalah-kemiskinan-di-indonesia.html
http://kindiboy.wordpress.com/2010/09/29/masalah-kemiskinan-di-indonesia/

KEMISKINAN DAN SOLUSINYA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan
sebagian manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban
manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat dan golongan melarat. Dimana
golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan golongan yang melarat hidup dalam
keterbatasan materi yang membuatnya semakin terpuruk.
Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan pada intinya mereka berpendapat bahwa kemiskinan
menggambarkan sisi negatif, yaitu pengamen yang membuat tidak nyaman pengguna jalan raya, pengemis, gubuk
kumuh dibawah jembatan layang yang nampak tidak indah, mencemari sungai karena membuang sampah
sembarangan, penjambretan, penodongan, pencurian,dll. Dengan demikian, kemiskinan sangat identik dengan kotor,
kumuh, malas, sulit diatur, tidak disiplin, sumber penyakit, kekacauan bahkan kejahatan.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana kemiskinan dan pemberantasanya haruslah
menjadi agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara. Peran serta pekerja sosial dalam menagani
permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam memberikan masukan (input) dan melakukan
perencanaan strategis tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:

1.
2.
3.
4.
5.

Apa pengertian kemiskinan?


Bagaimana cara mengukur kemiskinan?
Apa saja penyebab kemiskinan?
Bagaimana keadaan kemiskinan di Indonesia?
Apa saja yang harus diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan?

1.3 Tujuan Pembahasan


1.
2.
3.
4.

Tujuan makalah ini adalah:


Mengetahui pengertian kemiskinan
Mengetahui cara mengukur kemiskinan
Mengetahui penyebab kemiskinan
Mengetahui keadaan kemiskinan di Indonesia

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui definisi kemiskinaan
2. Dapat mengetahui penyebab kemiskinan
3. Dapat mengetahui dampak kemiskinan
4. Dapat mengetahui cara menaggulang kemiskinan
5. Mengetahui upaya dan program pemerintah dalam pengentasan
kemiskinan

BAB 11
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kemiskinan


Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral
dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup:
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup
kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang
dan pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Hal ini termasukpendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik
dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagianbagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
2.2 Konsep Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam
kelompok tersebut
Tiga dimensi (aspek atau segi) kemiskinan,yaitu:Pertama, kemiskianan
multidimensi artinya karena kebutuhan manusia itu bermacammacam, maka kemiskiananpun memiliki banyak aspek. Diliahat dari
kebijakan umum kemmiskinan meliputi aspek primer yang berupa
mikin akan asset-aset, organisaisi politik dan pengetahuan serta
keterampilan san aspek yang sekunder yang berupa miskin jaringan
social dan sumber-sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi
kemiskinan tersebut memanifestasikan dirinya dalam bentuk
kekurangan gizi,air dan perumahan yang tidak sehat dan perawatan
kesehatan yang kurang baik serta pendisikan yamg juga kurang baik.
Kedua, Aspek kemiskinan tadi saling berkaitn baik secara maupun
tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada
salh satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran
pada aspek lainnya.
Ketiga, bahwa yang miskin adalah manusianya baik secara individual
mupun kolektif. Kita seering mendengar perkataan kemiskinan
pesesaan (rural proferty) dan sebagainya, namun ini bukan desa atau
kota, an sich yang mengalami kemiskianan tetapi orang orang atau
penduduk atau juga manusianya yang menderita miskin jadi miskin
adalah orang-orangnya penduduk atau manusianya
Adapun cirri-ciri kemiskinan pada umumnya adalah. Pertama pasda
umumya mereka tidak memiliki factor produksi seperti tanah modal

ataupun keterampilan sehingga kemmpuan untuk memperoleh


pendapatan menjadi terbatas. Kedua mereka tidak memmiliki
kemungkinan untk memperoleh asset produksi dengan kekuatan
sendiri. Ketiga tingkat poendidikan rendah waktu mereka tersita untuk
mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan penghasilan. Keempat
kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Kelima mereka yang hidup di
kota masih berusia muda dan tidak didujung oleh keterampilan yang
memadai.
2.3 Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri
secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut. Adapun
indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat
Statistika, antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang,
pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun
massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber
daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak
terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil).
2.4 Mengukur Kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan
absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu
set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan
tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah
persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup
menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per
hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg
pendapatan dibawah USD$1/hari dan Kemiskinan menengah untuk
pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan
pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari
dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari."
Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan
ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada
2001.Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk
dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah
berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan
dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang,
ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negaranegara maju, kondisi ini menghadirkan kaumtuna wisma yang
berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang
miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat

miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini


keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk
menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut
sebagai negara berkembang.

2.5 Penyebab Kemiskinan


Penyebab kemiskinan sangat kompleks, sehingga perspektif dalam melihat berdasarkan persoalan real dalam masyarakat
tersebut. Persoalan real dalam masyarakat biasanya karena adanya kecacatan individual dalam bentuk kondisi dari
kelemahan biologis, psikologis, maupun kultural sehingga dapat menghalanginya untuk memperoleh peruntungan
untuk dapat memajukan hidupnya. Kelompok yang masuk dalam golongan yang tidak beruntung, yaitu kemiskinan
fisik yang lemah, kerentaan, keterisolasian dan ketidakberdayaan.
Pada umumnya di Negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia
Seperti kita ketahui lapangan pekerjaan yang terdapat di Indonesia tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada
dimana lapangan pekerjaan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Dengan demikian banyak
penduduk di Indonesia yang tidak memperoleh penghasilan itu menyebabkan kemiskinan di Indonesia
Tidak meratanya pendapatan penduduk Indonesia
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relative tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini yang diusebut
tidak meratanya pendapatan penduduk di Indonesia.
Tingakat pendidikan masyarakat yang rendah
Banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendidikan yang di butuhkan oleh perusahaan yang mempekerjakan
tenaga kerja. Dan pada umumya untuk memperoleh pendapatan yang tinggi diperlukan tingkat pendidikan yang tinggi
pula atau minimal mempunyai memiliki ketrampilan yang memadai dehingga dapat memp[eroleh pendapatan yang
dapat memenuhi kebutuhan dehari-hari sehingga kemakmuran penduduk dapat terlaksana dengan baik dan
kemiskinan dpat di tanggulangi

Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.


Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan perkapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu
sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan
per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya
produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun
beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar
perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
- Rusaknya syarat-syarat perdagangan
- Beban hutang
- Kurangnya bantuan luar negeri, dan
- Perang
Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap
kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan
produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang
bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa
dipertanggungjawabkan dengan maksimal
Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai
akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji
masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita
di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja
ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya
pengangguran.
Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan
jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak
langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain
rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.

Kurangnya perhatian dari pemerintah

Masalah kemiskinan bisa dibilang menjadi maslah Negara yang semakin berkembang setiap tahunnya dan
pemerintah sampai sekarang belum mampu mengatasi masalah tersebut. Kureangnya perhatian pemerintah akan
maslah ini mungkin menjadi salah satu penyebnya.

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:


penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga;
penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan
dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan
sekitar;
penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang
lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan
merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai
akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di
dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja
miskin; yaitu, orang yang tidak sejahteraatau rencana bantuan publik, namun
masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

2.6 Dampak Dari Kemiskinan Terhadap Masyarakat


Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan
diantaran adalah sebagai berikut:

Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dari sangat rendah Ini


berarrti dengan adanya tingkat kemiskian yang tinggi banyak
masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang
mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.

Tingkat kematian meningkat, ini dimksudkan bahwa masy6arakat


Indonesia banyak yang menagalmi kemtain akibat kelaparan atau
melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat dalam menjalani
kemiskinan yang di alami.

Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan karena tidak mampu


untuk membeli kebutuha akan makanan yang merka makan seharihari
Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) ini menyebnabkan
masyarakat si Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk
memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang cukup
untuk memperoleh pendapatan
Tingakat kejahatan meningkat , Masyarakat Indonesia jadi terdesak
untuk memperoleh pendapatan dengan cara-cara kejahatan karena
dengan cara yang baik mereka tidak mempunyai modal yaitu ilmu dan
ketermpilan yang cukup.

2.7 Kemiskinan Di Lihat Dari 2 Aspek


1.

Dilihat dari Aspek Sosial

Adapun kemiskinan yang dilihat dari aspek sosial, yaitu:


(1) Kemiskinan, meliputi kelompok warga yang menyandang ketidakmampuan sosial ekonomi atau warga yang rentan
menjadi miskin seperti: (1) keluarga fakir miskin; (2) keluarga rawan sosial ekonomi; (3) warga masyarakat yang
berdomisili di lingkungan kumuh.
(2) Keterlantaran, meliputi warga masyarakat yang karena sesuatu hal mengalami keterlantaran fisik, mental dan sosial,
seperti: (1) balita terlantar, (2) anak dan remaja terlantar, termasuk anak jalanan dan pekerja anak, (3) orang dewasa
terlantar, (4) keluarga bermasalah sosial psikologis, dan (5) lansia terlantar.
(3) Kecacatan, meliputi warga masyarakat yang mengalami kecacatan fisik dan mental sehingga terganggu fungsi
sosialnya, seperti: (1) cacat veteran, (2) cacat tubuh, (3) cacat mental (retardasi, cacat mental psychotik), (3) tuna
netra, (4) tuna rungu wicara dan (5) cacat bekas penderita penyakit kronis.
(4) Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, meliputi warga masyarakat yang mengalami gangguan fungsi-fungsi
sosialnya akibat ketidakmampuannya mengadakan penyesuaian (social adjusment) secara normatif, seperti: (1) tuna
susila, (2) anak konflik dengan hukum/ nakal, (3) bekas narapidana, (4) korban narkotika, (5) gelandangan; (6)
pengemis dan (7) korban HIV/AIDS dan (8) eks penyakit kronis terlantar.
(5) Keterasingan/ keterpencilan dan atau berada dalam lingkungan yang buruk, meliputi warga masyarakat yang berdomisili
di daerah yang sulit terjangkau, atau terpencar-pencar, atau berpindah-pindah, yang lazim disebut Komunitas Adat
Terpencil.
(6) Korban Bencana Alam dan Sosial, meliputi warga masyarakat yang mengalami musibah atau bencana, seperti: (1)
korban bencana alam, dan (2) korban bencana sosial yang disebabkan oleh konflik sosial dan kemajemukan latar
belakang sosial budaya.
(7) Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi, meliputi warga masyarakat yang mengalami tindak kekerasan,
seperti: (1) anak yang dilacurkan, diperdagangkan dan bekerja dalam situasi terburuk (2) wanita korban tindak
kekerasan, (3) Lanjut Usia korban tindak kekerasan; (4) pekerja migran korban tindak kekerasan, eksploitasi dan
diskriminatif.
2. Dilihat dari Aspek Politik
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencangkup
tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan
Sumber Daya.
Sehingga masyarakat miskin biasanya adalah yang jauh dari pusat kekuasan karena kekuasaan adalah tangan baja untuk
mengeruh Sumber Daya yang tersedia.
Dilihat dari aspek politik ini pula ada kaitannya dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan,
diskriminatif posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan, serta lemahnya posisi untuk menuntut hak.

2.8 Kebijaksanaan Dasar Pengentasan Kemiskinan


Kebijaksaaan penanggulangan kemiskianan dapat di kategorikan menjadi
dua yaitu kebijaksanaan:
1. Kebijaksanaan tidak lansung
Kebijaksanaan tidak lansung diarahkan pada penciptaan kondisi yang
menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan.
Kondisi yang dimaksudkan anatara lain adalah suasana social politik
yang tentera,ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang.
Upaya penggolongan ekonomi makro yang yang berhati-hati melalui
kebijaksanaan keuangan dan perpajakan merupakan bagian dari
upaya menaggulangi kemiskinan. Pengendalain tingkat inflasi
diarahkan pada penciptaan situsasi yang kondusif bagi upaya
penyediaan kebutuhan daasar seperti
sandang,pangan,papan,pendidikan,dan kesehatan dengan harga yang
terjangkau oleh penduduk miskin.
2. Kebijaksanaan langsung
Kebijaksaan langsung diarahkan kepada peningkatan peran serta dan
peroduktifitas sumber daya manusi,khususnya golongan masyarakat
berpendapatan rendah,melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti
sandang pangan papan kesehatan dan pendidikan,serta

pengembangan kegiatan-kegiatan social ekonomi yang bekelanjutan


untuk mendorong kemandirian golangan masyarakat yang
berpendapatan rendah. Pemenuhan kebutuhan dasar akan
memberiakn peluang bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan
social ekonomi yang dapat memberikan pendapatan yang memadai.
Dalam hubungan ini,, pengembangan kegiatan social ekonomi rkyat
diprioritaskan pada pengembangan kegiatan social ekonomi penduduk
miskin di desa-desa miskin berupa peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan peningkatan permodalan yang didukung sepenuhnya
dengan kegiatan pelatih yang terintegrasi sejak kegiatan
penghimpunan modal,penguasaan teknik produksi,pemasaran hasil
dan pengelolaan surplus usaha.
2.9 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan
tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006
yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water.
Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi
salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara
menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada
pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di
Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi
dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada
salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk
miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%)
menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika
periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari
47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini
terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan
penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan
presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada
tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%)
menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat
sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah
melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan
Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta
orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis
kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per
bulan.
2.10 Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan
menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama
kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan
prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009
dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga
dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan
mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional
Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses

partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di


Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah
membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan
menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)
sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan
mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai
berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan saranasarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah
langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan
dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana
kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan
instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan
dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan
meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan
pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan
program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang
mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk
miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di
Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di
Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada
tanggal 23 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan
kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong
orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di
bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli
berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan
perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila
dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang
dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran
bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung,
dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud
adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan
Ekuivalen Nilai Tukar Beras.
2.11 Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Kemiskinaan
Beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi
kemiskinan antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada
tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus program tersebut
meliputi 5 hal antara lain
1.
menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok
2.
mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin
3.
menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan
berbasis masyarakat
4.
meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar
5. Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi
masyarakat miskin.

Dari lima fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah


rakyat miskin yang ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit.
Beberapa langkah teknis yang dilakukan pemerintah terkait lima
program tersebut antara lain:
Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Program ini bertujuan
menjamin daya beli masyarakat miskin atau keluarga miskin untuk
memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan pokok
utama selain beras. Program yang berkaitan dengan fokus ini seperti :
Penyediaan cadangan beras pemerintah 1 juta ton
Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer
b)

c)

d)

Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin.


Program ini bertujuan mendorong terciptanya dan terfasilitasinya
kesempatan berusaha yang lebih luas dan berkualitas bagi masyarakat
atau keluarga miskin. Beberapa program yang berkenaan dengan
fokus ini antara lain:
Penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro
dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional.
Bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola Lembaga
Keuangan Mikro (LKM)/Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Pelatihan budaya, motivasi usaha dan teknis manajeman usaha mikro
Pembinaan sentra-sentra produksi di daerah terisolir dan tertinggal
Fasilitasi sarana dan prasarana usaha mikro
Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil
Peningkatan akses informasi dan pelayanan pendampingan
pemberdayaan dan ketahanan keluarga
Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah
Peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan berbasis
kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin.
Menyempurnakan dan memperluas cakupan program
pembangunan berbasis masyarakat. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di
kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan
dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk
miskin. Program yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara lain :
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah
perdesaan dan perkotaan
Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis
masyarakat.
Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar.
Fokus program ini bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk
miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan prasarana
dasar. Beberapa program yang berkaitan dengan fokus ini antara lain :
Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan
dasar di Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs);

Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah


Menengah kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA);
Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi;
Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di
kelas III rumah sakit.
e)

Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi


masyarakat miskin. Fokus ini bertujuan melindungi penduduk miskin
dari kemungkinan ketidakmampuan menghadapi guncangan sosial
dan ekonomi. Program teknis yang di buat oleh pemerintah seperti :

Bantuan sosial untuk masyarakat rentan, korban bencana alam, dan


korban bencana sosial.
Penyediaan bantuan tunai bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM)
yang memenuhi persyaratan (pemeriksaan kehamilan ibu, imunisasi
dan pemeriksaan rutin BALITA, menjamin keberadaan anak usia
sekolah di SD/MI dan SMP/MTs; dan penyempurnaan pelaksanaan
pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin/RTSM) melalui
perluasan Program Keluarga Harapan (PKH).
Pendataan pelaksanaan PKH (bantuan tunai bagi RTSM yang
memenuhi persyaratan).

Berikut ini adalah program-pogram pemerintah dalam menanggulagi


kemiskinan di Indonesia.
1. Anggaran untuk program-program yang berkaitan langsung maupun
tidak langsung dengan penanggulangan kemiskinan dan
pengangguran dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan
berbasis komunitas dan kegiatan padat karya.
2. Mendorong APBD provinsi, kabupaten dan kota pada tahun-tahun
selanjutnya untuk meningkatkan anggaran bagi penanggulangan
kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja
3. Tetap mempertahankan program lama seperti:
a) BOS (Bantuan Operasional Sekolah)
b) RASKIN (Beras Miskin)
c) BLT (Bantuan Langsung Tunai)
d) Asuransi Miskin, dsb
4.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga khususnya
harga beras (antara lain: menjaga harga beras dipasaran tidak lebih
dari Rp.5000,- per Kg)
5.
Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat dalam
pengambilan keputusan pembangunan.
6.
Sinergi masyarakat dengan pemerintah dalam penanggulangan
kemiskinan
7.
Mendayagunakan potensi dan sumberdaya lokal sesuai karakteristik
wilayah
8.
Menerapkan pendekatan budaya lokal dalam proses pembangunan
9. Prioritas kelompok masyarakat paling miskin dan rentan pada desadesa dan kampung-kampung paling miskin
10. Kelompok masyarakat dapat menentukan sendiri kegiatan
pembangunan yang dipilih tetapi tidak tercantum dalam negative list
11. Kompetitif: desa-desa dalam Kecamatan haus berkompetisi untuk
memperbaiki kualitas kegiatan dan cost effectiveness

12. PPK, P2KP, PPIP SPADA dan diperkuat program-program


kementrian/lembaga
13. Program Keluarga Harapan (PKH), berupa bantuan khusus untuk
pendidikan dan kesehatan
14. Program pemerintah lain yang bertujuan meningkatkan akses
masyarakat miskin kepada sumber permodalan usaha mikro dan kecil,
listrik pedesaan, sertifikasi tanah, kredit mikro.
15. Program Pengembangan Bahan Bakar Nabati (EBN). Program ini
dimaksudkan untuk mendorong kemandirian penyediaan energi
terbaukan dengan menumbuhkan Desa Mandiri Energi.
16. Penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi dan reformasi
birokrasi.
17. Percepatan pembangunan infrastruktur
18. Pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir
19. Revitalisai pertanian, perikanan, kehutanan, dan perdesaan
20. Peningkatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan
ketertiban, serta penyelesaian konflik
21. Peningkatan aksesbilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan
22. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri).
Ada beberapa program yang perlu dilakukan agar kemiskinan di Indonesia
bisa dikurangi.
1.

meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus


terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Banyaknya sekolah yang
rusak menunjukkan kurangnya pendidikan di Indonesia. Tentu bukan
hanya fisik, bisa jadi gurunya pun kekurangan gaji dan tidak mengajar
lagi.

2.

pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani. Paling tidak separuh


rakyat (sekitar 100 juta penduduk) Indonesia masih hidup di bidang
pertanian. Menurut Bank Dunia, mayoritas petani Indonesia memiliki
lahan kurang dari 0,4 hektar. Bahkan ada yang tidak punya tanah dan
sekedar jadi buruh tani. Kadang terjadi tawuran antar desa hingga
jatuh korban jiwa hanya karena memperebutkan lahan beberapa
hektar!

3.

tutup bisnis pangan kebutuhan utama rakyat dari para pengusaha


besar. Para petani/pekebun kecil sulit untuk mengekspor produk
mereka. Sebaliknya para pengusaha besar dengan mudah
mengekspor produk mereka (para pengusaha bisa menekan/melobi
pemerintah) sehingga rakyat justru bisa kekurangan makanan atau
harus membayar tinggi sama dengan harga Internasional. Ini sudah
terbukti dengan melonjaknya harga minyak kelapa hingga 2 kali lipat
lebih dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan akibat kenaikan harga
Internasional. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.

4.

lakukan efisiensi di bidang pertanian. Perlu dikaji apakah pertanian


kita efisien atau tidak. Jika pestisida kimia mahal dan berbahaya bagi
kesehatan, pertimbangkan predator alami seperti burung hantu untuk
memakan tikus, dsb. Begitu pula jika pupuk kimia mahal dan
berbahaya, coba pupuk organik seperti pupuk hijau/kompos. Semakin
murah biaya pestisida dan pupuk, para petani akan semakin terbantu
karena ongkos tani semakin rendah.

5.

data produk-produk yang masih kita impor. Kemudian teliti produk


mana yang bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga kita tidak
tergantung dengan impor sekaligus membuka lapangan kerja. Sebagai
contoh jika mobil bisa kita produksi sendiri, maka itu akan sangat
menghemat devisa dan membuka lapangan kerja. Ada 1 juta mobil
dan 6,2 juta sepeda motor terjual di Indonesia dengan nilai lebih dari
Rp 200 trilyun/tahun. Jika pemerintah menyisihkan 1% saja dari APBN
yang Rp 1.000 trilyun/tahun untuk membuat/mendukung BUMN yang
menciptakan kendaraan nasional, maka akan terbuka lapangan kerja
dan penghematan devisa milyaran dollar setiap tahunnya.

6.

stop eksploitasi atau pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan


asing. Kelola sendiri. Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh
asing dengan alasan kita tidak mampu dan sedang transfer teknologi.
Kenyataannya dari tahun 1900 hingga saat ini ketika minyak hampir
habis kita masih transfer teknologi.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan
hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas
dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari
pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030
kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
3.2 Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan
eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang
unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan
meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah
standar global.

Daftar Pustaka
Suharto, Eko Ph.D.( 2009), Kemiskinan & Perlindungan Sosial di
Indonesia, Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang
Kesehatan,: Bandung
Edi Suharto. Phd. Konsep Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya.
Sukirno Sadono, Ekonomi Pembangunan, Depok, Lembaga penerbit
fakultas ekonomi universitas Indonesia,1978
BPS Provinsi DKI Jakarta. 2009. Jakarta Dalam Angka 2009. Jakarta :
BPS Provinsi DKI Jakarta

Anda mungkin juga menyukai