ABSTRAK
Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang perlu diatasi dengan
melibatkan peran serta banyak pihak, termasuk kalangan perguruan tinggi. Dari sekian
banyak strategi mengentaskan kemiskinan, pendekatan social enterpreneurship yang
bertumpu pada semangat kewirausahaan untuk tujuan-tujuan perubahan sosial, kini
semakin banyak digunakan karena dianggap mampu memberikan hasil yang optimal.
Konsep atau pendekatan ini layak diujicobakan dalam lingkup perguruan tinggi karena
gagasan dasarnya sebenarnya sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya
aspek pengabdian masyarakat. Caranya adalah dengan menerjemahkan konsep social
enterpreneurship pada empat level: kelembagaan, regulasi, aksi, dan audit/monitoring
evaluasi.
I.Pendahuluan
Bertitiktolak dari latar belakang permasalahan, maka masalah dalam makalah ini dapat
dirumuskan sbb. “Bagaimana melembagakan konsep SE di lingkungan perguruan tinggi
untuk membantu mengatasi masalah kemiskinan?” Permasalahan yang general ini
kemudian dibagi menjadi beberapa identifikasi permasalahan, sbb.
Bagaimana konsep SE diterjemahkan sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi?
Bagaimana rumusan skema langkah-langkah dalam melembagakan SE di lingkungan
perguruan Tinggi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
The poor will always be with us. Inilah idiom populer tentang kemiskinan yang
dikutip oleh sosiolog kemiskinan paling populer saat ini, Zygmunt Baumant (1998:1).
Idiom tersebut memberi makna bahwa kemiskinan—dan orang-orang miskin—adalah
kondisi inheren dalam masyarakat manapun, dulu dan sekarang, kemungkinan di masa
depan jika dunia tak berubah. Poverty, atau kemiskinan pada dasarnya adalah kondisi
kekurangan. Ada banyak cara memaknai ‘kekurangan’, karena itu, Wikipedia merinci
setidaknya terdapat 3 pendekatan dalam mendefinisikan kemiskinan.
Sebelum menyoal wajah kemiskinan di Jawa Barat, mari sejenak kita cermati data-
data ‘kekayaan’ propinsi yang strategis ini. Pertama, Jawa Barat adalah propinsi terkaya
di Indonesia dalam kategori populasi penduduk (39 juta jiwa, yang artinya sekitar 17.80%
dari total populasi Indonesia), mengalahkan Jawa Tengah (32 juta jiwa) dan Jawa Timur
(36 juta jiwa). Jawa Barat adalah propinsi kedua terpadat setelah DKI Jakarta (1126
jiwa/km2). Nilai APBD Jawa Barat pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 5,2 trilyun
rupiah. Namun, sumber pemasukan sesungguhnya tidak cuma berasal dari pos APBD
propinsi. Digabungkan dengan DIPA, Dana Dekon, dan APBD-APBD Daerah Tingkat II,
angka keseluruhannya bisa mencapai Rp. 45-47 milyar! Gubernur Jawa Barat H. Danny
Setiawan bahkan berani mengasumsikan, bila dibagikan maka seorang warga Jawa Barat
kebagian setidaknya Rp. 1 juta per tahun.
Dari segi sosial budaya, masyarakat Jawa Barat dikenal sebagai masyarakat
agamis—dominan Islam. Toleransi umat beragama boleh dibanggakan, dan potensi
konflik tergolong rendah. Jawa Barat juga dikenal sebagai gudangnya warga yang kreatif,
sehingga keunggulan wisatanya, misalnya, tidak perlu mengandalkan sumberdaya alam.
Wisata belanja dan lifestyle menjadi unggulan Bandung. Bahkan, awal tahun ini,
masyarakat industri kreatif Bandung memproklamirkan Jawa Barat dan Bandung sebagai
ikon industri kreatif. Sesungguhnya, ini modal sosial yang penting. Tanpa penanganan
serius dari pemerintah lokal saja, industri kreatif Jawa Barat sudah mampu unjuk gigi.
Apalagi kalau ditangani pemerintah secara serius.
Namun, Jawa Barat juga memiliki segudang permasalahan, di antaranya
kebijakan birokrasi yang tidak kondusif bagi pertumbuhan industri maupun pengentasan
kemiskinan, penanganan masalah sosial yang masih bersifat sporadis dan reaksioner,
kerusakan lingkungan dan penataan wilayah yang parah, serta kegagalan pemerintah
propinsi merumuskan target dan rencana pembangunan yang visioner dan realistis.
Ambisi pemerintah propinsi yang menetapkan peningkatan poin IPM menjadi 80 pada
tahun 2008, misalnya, tidak dibarengi langkah nyata perbaikan infrastruktur maupun
kebijakan, sehingga tahun ini IPM hanya meningkat tak lebih dari 0.71.
Bagaimana wajah kemiskinan di Jawa Barat? Bulan Agustus 2007, BPS melansir data
yang mengejutkan. Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat bertambah 317.000 jiwa.
Totalnya, 5,45 juta jiwa atau 13.5% dari total penduduk Jawa Barat. Proporsi antara
warga miskin perkotaan dan pedesaan relatif berimbang—sebanyak 51% warga miskin
bermukim di pedesaan, jumlahnya mencapai 2,8 juta jiwa. Bicara soal lokasi, wilayah
Pantura menjadi kantong-kantong kemiskinan di Jawa Barat. Diperkirakan 5 juta
penduduk miskin berada di sabuk Pantura.
Profil kemiskinan di Jawa Barat cukup memprihatinkan. Sumbangan terbesar
kemiskinan, yaitu sebesar 73%, diakibatkan ketidakmampuan mencukupi kebutuhan
makanan. Fluktuasi harga beras dan kini, harga minyak, menjadi biang keladinya. Belum
lagi transisi konversi energi—yang tentunya punya dampak sosial-ekonomi yang cukup
signifikan. Daya beli yang rendah, dan tingginya pengangguran juga menjadi persoalan,
di samping kenaikan UMR yang tidak memadai bila dibandingkan dengan kebutuhan fisik
minimum keluarga.
Tahun lalu, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat sebesar 5,14 juta jiwa. Dilihat dari
data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), jumlah keluarga miskin di Jabar 1,06
juta keluarga, kategori sangat miskin 615.875 keluarga, dan hampir miskin mencapai 1,22
juta keluarga. Kenaikan angka penduduk miskin tahun ini menunjukkan kegagalan
program-program pengentasan kemiskinan di Jawa Barat. Sama halnya dengan propinsi
Indonesia lainnya, pelbagai strategi nasional pengentasan kemiskinan pernah menyentuh
Jawa Barat. Mulai dari IDT, P2KP, JPS, hingga BLT. Selain itu, masih terdapat pula
Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS), Program Beasiswa dan
Bantuan Operasional Sekolah untuk Sekolah Dasar dan Menengah serta Ibtidaiyah (DB-
BOS), JPS Khusus Bidang Sosial, Prakarsa Khusus untuk Penganggur Perempuan
(PKPP), Padat Karya Perkotaan (PKP), Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak
Krisis Ekonomi (PDM-DKE). Mengingat tingginya intensitas kemiskinan di Jawa Barat,
nilai proyek yang diserap propinsi ini senantiasa tergolong tinggi. Sebagai gambaran,
untuk P2KP yang tahun ini digabungkan dengan Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM
Mandiri), dana yang digelontorkan untuk Propinsi Jawa Barat mencapai Rp. 276,020
milyar untuk 220 kecamatan. Sebanyak 123 kecamatan di pedesaan menerima dana
sebesar Rp. 133,850 milyar. Sisanya, 97 kecamatan di perkotaan menerima Rp. 142,170
milyar.
Selain program pengentasan kemiskinan nasional, Propinsi Jawa Barat juga memiliki
program penanggulangan tersendiri, berupa:
Upaya pemerintah melalui inisiatif pendanaan dan penyusunan program seperti ini
sesungguhnya mencerminkan kehendak serius mengentaskan kemiskinan. Namun, dalam
pelaksanaannya ternyata masih mengandung kelemahan. Seperti diungkapkan oleh
Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, upaya selama bertahun-tahun menghabiskan
dana milyaran rupiah mudah sekali digoncangkan oleh kenaikan BBM atau fluktuasi
harga sembako. Sejumlah pengamat menilai, kegagalan tersebut dikarenakan antara lain
faktor pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang relatif tinggi, akibat jumlah penduduk
usia sekolah yang putus sekolah dan terpaksa masuk pasar kerja, serta jumlah migran
yang masuk untuk tujuan bekerja. Padahal, di sisi lain, jumlah kesempatan kerja relatif
stagnan, karena pertumbuhan ekonomi belum cukup tinggi, laju investasi asing belum
optimal, dan iklim usaha belum kondusif..
Berhubung kemiskinan adalah masalah yang kompleks, tentu penanganannya tidak bisa
distrukturkan secara tersentralisir. Penanganan kemiskinan juga menuntut kepekaan
sosiokultural. Kucuran dana dan modal saja tidak cukup, pembukaan kesempatan kerja
juga belum tentu memberdayakan, malah bisa menimbulkan ketergantungan. Tetapi, di
sisi lain, penanganan kemiskinan secara sporadis, tanpa disain atau skema
penanggulangan terpadu yang jelas indikator pencapaiannya, juga dapat menggagalkan
upaya mengeluarkan orang dari lingkaran kemiskinan. Dalam konteks inilah konsep
social enterpreneurship mau pun social enterpreneurs layak diperkenalkan, karena
pendekatan ini berupaya menanggulangi kemiskinan lewat disain atau skema pengentasan
kemiskinan yang matang, didukung oleh sosok-sosok yang kompeten.
Gerakan-gerakan yang murni SE berada dalam simpul hybrid social enterprise, berupa
badan yang didirikan dengan tujuan melakukan aksi sosial, sehingga segala upaya
pendanaan, kegiatan, mau pun fundraising dibingkai dalam kerangka tersebut.
Bagaimana gerakan SE menjadi bagian dari upaya pengentasan kemiskinan? Contoh
paling gamblang diberikan oleh Professor M. Yunus lewat Grameen Bank di Bangladesh.
Didirikan sebagai bagian dari action research Universitas Chittagong (1976), Grameen
Bank memberikan kredit mikro bagi komunitas miskin di Bangladesh. Jumlahnya hanya
$27, digulirkan pada 42 keluarga. Namun, uang setara dengan Rp. 243.000,- itu mampu
melepaskan keluarga-keluarga tersebut dari jeratan rentenir.
Kini, lebih dari 2100 cabang Grameen Bank didirikan di seluruh Bangladesh. Menurut
catatan Wall Street Journal, seperlima kreditnya sudah setahun ini macet. Tapi, jurnal
yang sama juga mencatat, tingkat pengembalian kredit mencatat rekor 98% untuk
nasabah-nasabah perempuan. Setengah dari peminjamnya (mendekati 50 juta nasabah),
juga dinyatakan berhasil melepaskan diri dari kemiskinan absolut. Ini terlihat dari standar
yang diukur melalui indikator anak-anak yang bersekolah sesuai tingkat umurnya,
kemampuan memberi makan keluarga tiga kali sehari, toilet dan air minum yang bersih,
rumah beratap, dan kemampuan pengembalian pinjaman sebesar 300 taka (atau senilai 4
dollar) per minggu.
Grameen Bank merupakan contoh organisasi SE yang berhasil. Agar bisa mencapai
kesuksesan yang sama, organisasi SE mesti memenuhi prinsip-prinsip inovasi dalam
praktik sbb.:
SE, kendati bukan konsep yang relatif baru, perlu dipromosikan sebagai alternatif untuk
mengatasi permasalahan kemiskinan, yang didalamnya terkandung persoalan struktur,
sosial politik, kebudayaan. Pendekatan ini punya kelebihan: membumi, melibatkan setiap
stakeholder secara aktif, dan bertumpu pada inisiatif serta pemecahan solusi yang berasal
dari masyarakat. Bagaimana perguruan tinggi dapat berperan di sini?
Pertama-tama, mari kita ingat bahwa institusi pendidikan tinggi di Indonesia dibingkai
oleh pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma Perguruan Tinggimengandung tiga
dharma, yaitu: (1) Pendidikan dan Pengajaran; (2) Penulisan Karya Ilmiah; dan (3)
Pengabdian pada Masyarakat. Sangat eksplisit terlihat bahwa pendekatan SE sebenarnya
adalah wujud dari aspek ketiga, yaitu pengabdian masyarakat. Jadi, bicara soal tempat,
SE punya tempat dan posisi yang jelas dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dengan segala keterbatasannya, sesungguhnya PT punya potensi besar untuk mengatasi
persoalan bangsa, utamanya mengentaskan kemiskinan, bertitiktolak dari pendekatan SE.
Caranya adalah dengan melembagakan konsep SE di lingkungan PT. Hal ini dapat
dicapai melalui dua langkah besar:
(1) menerjemahkan konsep SE dengan pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi maupun visi-
misi spesifik PT (dalam kasus Unisba, menerjemahkan konsep SE pada 3M); dan
(2) Menerjemahkan pendekatan SE dalam level aksi.
1. Level Kelembagaan
2. Level Regulasi
3. Level Aksi
Mendata mata kuliah yang berpotensi dijadikan bagian kurikulum wajib SE.
Menyusun dan melaksanakan program-program penelitian berbasis SE.
Menyusun dan melaksanakan PKM berbasis SE
Menyusun atau mendampingi penyusunan silabi berbasis SE.
Melatih dosen agar berwawasan SE.
Melakukan pelatihan bagi penelitian berbasis SE.
Melakukan pelatihan bagi PKM berbasis SE.
4. Level Audit/Monev:
4. Penutup
Daftar Pustaka
Buku.
Bauman, Zygmunt. 1998. Works, Consumerism, and the New Poor. Philadelphia: Open
University Press.
Bornstein, David. 2004. How to Change the World: Social Enterpreneurs and the Power of
New Ideas. Oxford: Oxford University Press.
Wood, John. 2006. Leaving Microsoft to Change The World (diterjemahkan oleh Widi
Nugroho menjadi “Kisah Menakjubkan Seorang Pendiri 3600 Perpustakaan di Asia).
Jokja: Bentang.
Koran.
Bawazier, Fuad. Super Miskin. Artikel Opini dalam HU Republika, 16 April 2007.
Hartiningsih, Maria. Energi Tri Mumpuni. Artikel Opini Kompas, 7 Oktober 2005.
Kustiman, Erwin. Kemiskinan, Bahaya Laten Jawa Barat. Artikel Opini dalam HU
Pikiran Rakyat, Agustus 2007.
Natsir, Irwan. Perencanaan Daerah. Artikel Opini dalam HU Pikiran Rakyat, 10 Januari
2007.
Jumlah Penduduk Miskin Jawa Barat Bertambah. Berita HU Pikiran Rakyat, 9 Mei 2007.
Diperlukan Strategi Baru Atasi Kemiskinan. Berita HU Pikiran Rakyat, 24 Desember
2005.
Gatot Johanes Silalahi. Kesempatan Wirausaha Bagi Mahasiswa. Sinar Harapan, 2003.
www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2005/0108/ukm3.html
Peranan Kewirausahaan dalam Masyarakat. Berita HU Republika, 19 Maret 2003.
Internet.
Bondan Palestin. 10 Januari 2007. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam
Pengembangan Kesehatan Masyarakat. http://bondankomunitas.blogspot.com.
Prabowo, Agus dan Didy Wurjanto. Tiga Pilar Pengentasan
Kemiskinan.www.kimpraswil.go.id
Roberts, Dave dan Christine Woods. Changing the World in a Shoestring: The Concept of
SE. www.businessjournal.com. Tanggal akses terakhir 19 September 2007, pk. 08.55 WIB.
Suara Pembaruan Daily dalam http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.
Tanggal akses terakhir 19 September 2007, pk. 08.45 WIB.
Disinkom, Jumat 31 Agustus 2007. www.bandung.go.id. Tanggal akses terakhir 21
September 2007, pk. 19.33 WIB.
www.bandung.go.id. Tanggal akses terakhir 22 September 2007, pk. 01.50 WIB
Sumber lain:
Makalah berjudul “Kebijakan Pemerintah Daerah Jawa Barat.” Dalam Seminar Nasional
“Meningkatkan Peran Sektor Pertanian dalam Penanggulangan Kemiskinan” Bogor, 21
Agustus 2007. Bandung: Pemkot Bandung.
[1] Disebut supermiskin karena memiliki penghasilan di bawah 1 dollar sehari, yang
berarti tidak bisa memenuhi basic needs. Data BPS memperlihatkan, tingkat pendapatan
kelompok ini tak lebih dari Rp. 5.095,- (Republika, 16 April 2007).
[2] Suara Pembaruan Daily dalam http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.
Tanggal akses terakhir 19 September 2007, pk. 08.45 WIB.
[3] Kompas, 2 Agustus 2007.
[4] Agus Prabowo dan Didy Wurjanto, Tiga Pilar Pengentasan Kemiskinan.
www.kimpraswil.go.id.
[5] Irwan Natsir, Perencanaan Daerah, HU Pikiran Rakyat 10 Januari 2007.
[6] Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menyatakan, pembangunan Jabar pada 2006
masih menyimpan banyak persoalan yang harus dibenahi. ”Parameter makro berupa IPM
hanya meningkat 0,71 poin atau menurun dibandingkan 2005 (0,99). IPM Jabar pada
2006 hanya 70,05 dari target 75,60. Ini harus menjadi perhatian karena target IPM 80
pada 2010 tinggal menyisakan 3 tahun lagi,” ungkap juru bicara FPKS, Tate Qomarudin
(HU Pikiran Rakyat, 9 Mei 2007)
[7] Erwin Kustiman, Kemiskinan Bahaya Laten Jawa Barat (HU Pikiran Rakyat, 2007).
[8] Data Litbang Kompas (2007) merinci, terjadi kenaikan rata-rata upah minimum
regional di Jabar hanya 4,04 persen, dari Rp 899.122 menjadi Rp 935.450 per bulan.
Namun, proporsi kenaikan ini lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pengeluaran
masyarakat per bulan. Pengeluaran per kapita per bulan meningkat 12,79 persen. Apa
artinya naik penghasilan 4.04 persen kalau pengeluaran pun bertambah 12.79%?
[9] Disinkom, Jumat 31 Agustus 2007. www.bandung.go.id.
[10] PPK IPM merupakan inisiatif Pemda Jabar untuk menanggulangi kemiskinan
dengan memberi stimulus pada kepada Pemerintah Kab/Kota untuk dapat menggalang
potensi stakeholders pembangunannya,
guna merumuskan langkah dan strategi dalam peningkatan IPM di daerah masing-
masing dan menuliskannya dalam sebuah proposal yang diajukan kepada Gubernur. Data
Seminar Nasional “Meningkatkan Peran Sektor Pertanian dalam Penanggulangan
Kemiskinan” Bogor, 21 Agustus 2007. Makalah berjudul “Kebijakan Pemerintah Daerah
Jawa Barat.”
[11] Komposisi penggunaan dana meliputi 30% untuk bidang pendidikan, 25% bidang
kesehatan dan 45% untuk bidang ekonomi peningkatan daya beli. Data Seminar Nasional
“Meningkatkan Peran Sektor Pertanian dalam Penanggulangan Kemiskinan” Bogor, 21
Agustus 2007. Makalah berjudul “Kebijakan Pemerintah Daerah Jawa Barat.”
[12] www.bandung.go.id. Tanggal akses terakhir 22 September 2007, pk. 01.50 WIB.
[13] “Diperlukan Strategi Baru Atasi Kemiskinan”. Berita HU Pikiran Rakyat, 24
Desember 2005.
[14] Erwin Kustiman, Kemiskinan, Ancaman Laten Jawa Barat. HU Pikiran Rakyat, 27
Juni 2005.
[15] Kompas, 7 Oktober 2005. Energi Tri Mumpuni.
[16] Bondan Palestin. 10 Januari 2007. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam
Pengembangan Kesehatan Masyarakat. http://bondankomunitas.blogspot.com.
[17] Republika, 19 Maret 2003. Peranan Kewirausahaan dalam Masyarakat.
[18] Changing The World On A Shoestring: The Concept of Social Enterpreneurship.
Journal of Business Review.
Kemiskinan sudah menjadi bahan pembicaraan berabad-abad lamanya, bahkan sejak zaman para Nabipun kemiskinan sudah
ada. Hal ini dapat terlihat misalnya saja dalam pandangan mengenai shadaqah ataupun zakat dimana mereka yang fakir
miskin mendapat porsi tersendiri dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat dimasa itu. Begitu juga pada era
reformasi sekarang ini kelompok masayarakat yang berada dibawah garis kemiskinan itupun tetap saja masih sulit diberantas.
Berbagai kalangan memberikan sumbangan pemikiran ataupun strategi dalam pengentasan kemiskinan ini, demikian juga
kaum muda diharapkan perannya dalam memberantas kemiskinan di Daerahnya..
Pemuda perlu diberi penanaman nilai kesetiakawanan social dan pemupukan jiwa kepeloporan pemuda. Dengan
misi tsb diharapkan pemuda dapat ikut serta secara proaktif didalam setiap kegiatan social dan upaya penanggulangan
kemiskinan dilingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan akan tumbuh kepedulian dan kepeloporan pemuda dalam kegiatan
penanggulangan kemiskinan. Solidaritas social yang dimotori oleh golongan pemuda dan pelajar. Dengan semangat yang
masih menggebu-gebu, tenaga yang masih kuat dan pemikiran yang masih segar, pemuda bisa menjadi pelopor
gerakan pengentasan kemiskinan, minimal dilingkungan dia berada.. Sekarang yang harus dilakukan adalah
bagaimana mengelola potensi pemuda yang sedemikian besar tersebut untuk diwujudkan didalam karya nyata :
Pengentasan Kemiskinan. Jangan sampai potensi yang sedemikian besar itu malah tidak tergarap, atau sia-sia.
Karena itulah dengan menyadari potensi yang cukup besar itu sebaiknya semua kalangan masyarakat mencoba
duduk bersama memberikan peran yang seluas-luasnya bagi pemuda untuk turut serta didalam upaya
pengentasan kemiskinan. Peran pemuda dalam pengenatasan kemiskinan perlu di fasilitasi dengan berbagai hal
terutama berupa pemberdayaan. Peran pemuda tsb mengalami sejumlah tantangan yang sebenarnya merupakan suatu
rahmat yang tersembunyi ( Blessing in disguise ), yang menuntut para praktisi yang berkompeten di bidangnya untuk lebih
intens dalam pengentasan kemiskinan di daerahnya. Pemuda perlu dibekali pembedayaan seperti manajemen yang baik yang
dapat memecahkan permasalahan dalam pemberantasan kemiskinan di daerahnya, agar dalam pelaksanaannya dapat bekerja
lebih efektif dan efisien,
Para pemuda tadi berperan sebagai pendamping untuk pelaksanaan pengentasan kemiskinan di daerahnya. Orang-orang
miskin dan pengangguran yang terdata diberi bantuan uang dan bimbingan dalam menggunakan uang tsb. Orang miskin yang
terdata tadi dikelompokkan menjadi “ kelompok kesejahteraan social “ Mereka ini diberi bantuan uang untuk berusaha ( bukan
di komsumsi ) misalnya : Industri rumah tangga, usaha pertanian, usaha perbengkelan kecil, usaha perikanan, usaha
peternakan, usaha jasa, dan usaha-usaha lain yang bisa dilaksanakan dengan modal kecil. Misalnya Usaha pembuatan tahu,
tempe, usaha pembuatan kripik, pembuatan kue, peternakan ayam, peternakan itik, peternakan kelinci, usaha pertanian
sayur-sayuran, buah-buahan, usaha mendirikan bengkel sepeda motor sederhana, usaha perikanan dll. Anggota kelompok
kesejahteraan social tsb diberi dana dan pembimbingan oleh para pemuda. Dana ini diberi dengan bunga sangat kecil. Dana ini
diberikan dalam jangka satu tahun dan kalau berhasil dan membutuhkan dana lagi, diberikan untuk jangka waktu satu tahun
lagi . Dana yang kembali disalurkan kepada kepada orang lain yang belum dapat. Jadi dana ini sifatnya bergulir. Besarnya
dana tergantung masing-masing Daerah tergantung situasi social ekonomi masing-masing Daerah.. Pemuda harus pro aktif
untuk memotivasi masyarakat miskin tadi, dalam artian bahwa pemuda harus menjemput bola untuk menggerakkan
masyarakaat miskin tadi dengan prosedur yang telah ditetapkan. Jangan baru bergerak ketika dana sudah dikucurkan. Jangan
baru mau memancing jika kail dari umpannya dipenuhi. Padahal alangkah baiknya jika mereka mau memancing, mereka juga
turut menyediakan “ Kail “ atau umpannya. Sehingga fungsi fasilitator, dalam hal ini pemerintah daerah, hanya tinggal
melengkapi kekurangannya. Dengan potensi pemuda yang besar yang mereka miliki akan memberikan hasil yang maksimal.
Kebersamaan para pemuda tsb merupakan modal dasar yang harus segera diarahkan dalam upaya pengentasan kemiskinan di
daerahnya.
Kita harus membenahi mekanisme partisipasi social para pemuda. Partisipasi mereka dari tingkat bawah harus segera
dibangun. Partisispasi yang benar-benar menggunakan metode “ Bottom-Up. Tidak lagi Top Down. Biarkan para pemuda
membuat dan melaksanakan konsep yang telah mereka rencanakan. Pemerintah Daerah hanya tinggal mendorong realisasi
konsep tsb dalam bentuk stimulant-stimulan. Sehingga, ketika ada kegiatan atau program dari mereka yang sudah berjalan
segera di dorong untuk memberikan hasil yang lebih maksimal lagi.. Ini yang harus segera dilakukan, ditengah sejumlah
kemudahan-kemudahan yang telah pemerintah daerah berikan kepada mereka. Sebab, dalam pandangan kami, selama ini
mereka telah terlena. Dan hal ini yang membuat mereka minim dalam berpartisipasi. Mereka sekali lagi lebih senang “
Menunggu Bola “ Penyakit inilah yang harus segera kita hentikan. Contoh yang terjadi para pemuda Karang Taruna dengan
sanggar belajar bersamanya merupakan contoh yang baik, dalam hal partisipasi, . Mereka baru minta fasilitasi setelah
kegiatan tsb berjalan guna mengembangkan kegitan mereka agar bisa menjangkau seluruh masyarakat. Dari sini dapat
terlihat kunci agar peran pemuda bisa lebih maksimal, efektif dan efisien didalam upaya pengentasan kemiskinan di
daerahnya., harus bermula dari partisipasi mereka. Dari konsep yang mereka rencanakan dan kemudian diaplikasikan dan
diimplementasikan oleh mereka sendiri. Inilah yang menjadi tugas kita bersama. Mencetak para pemuda yang mandiri
dan turut berpartisipasi secara nyata di dalam upaya pengentasan kemiskinan memang tidak mudah. Tetapi jika
ada peran dari semua pihak yang mau peduli dan memiliki komitmen nyata akan hal itu, kami yakin hal ini akan
segera terlihat. Pemuda dengan potensi besarnya itu merupakan modal dasar didalam perbaikan kualitas
kehidupan masyarakat di masa mendatang. Dan merupakan sebuah kewajaran jika The Founding Fathers kita
memiliki perhatian yang besar terhadap para pemuda.
Dengan menggerakkan peran para pemuda dalam melaksanakan pengentasan kemiskinan, kami yakin bahwa pemberantasan
kemiskinan dan pengangguran akan berhasil dan apabila kemiskinan dan pengangguran dapat diberantas maka Integrasi
Sosial dan Integrasi Nasional dapat pula terwujud. Karena salah satu factor tingginya disintegrasi social adalah banyaknya
orang miskin dan banyaknya pengangguran.
Disusun Oleh :
Haryo Prabancono : C0508032
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Keadaan Perekonomian dewasa ini sangat memprihatinkan. Yang kita ketahui khususnya di Indonesia kini terdapat berbagai
permasalahan yang menyangkut mengenai kehidupan bermasyarakat, antara lain masalah kemiskinan, masalah pengangguran, masalah
lingkungan hidup, dll. Permasalahan tersebut timbul akibat semakin meningkatnya keadaan ekonomi yang tidak disesuaikan dengan kondisi
masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah.
Di Indonesia sendiri khususnya ibu kota Jakarta, kemiskinan merupakan suatu masalah besar dimana Kemiskinan sesungguhnya telah
menjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu. Namun, realitasnya, hingga kini kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan terberat dan
paling krusial di dunia ini. Banyak factor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain kemiskinan bisa dikatakan sebagai kekurangan
materi seperti kebuthan sehari-hari, sandang, pangan, papan maupun sedikitnya lapangan pekerjaan yang menyebabkan pengangguran yang
berpengaruh terhadap kemiskinan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis mengenai Masalah Kemiskinan yang terjadi di Indonesia
khususnya Ibu kota Jakarta.
BAB II
POKOK MASALAH
Masalah kemiskinan di Indonesia ditandai oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat yang ditunjukkan oleh indeks Pembangunan manusia
(IPM) Indonesia. Di antara beberapa negara ASEAN, Indonesia masih lebih rendah dari Malaysia dan Thailand. Sementara itu indeks kemiskinan
manusia (IKM) Indonesia lebih tinggi dari Philipina dan Thailand.
Penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas utama kebijakan pembangunan nasional yang juga merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 yang diharapkan dapat menurunkan presentase penduduk miskin menjadi 8,2% pada
tahun 2009. Saat ini pemerintah tengah melakukan langkah prioritas dalam jangka pendek pertama untuk mengurangi kesenjangan antardaerah
dengan beberapa kebijakan. Pertama, penyediaan sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama pada daerah-daerah langka sumber air
bersih. Kedua, pembangunan jalan, jembatan dan dermaga terutama untuk daerah terisolasi dan tertinggal. Ketiga, redistribusi sumber dana
kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen dana alokasi khusus (DAK).
Jangka panjang kedua bertujuan memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Itu dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha
terutama melalui kemudahan dalam mengakses kredit mikro dan UKM, pelatihan keterampilan kerja untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja,
meningkatkan investasi dan revitalisasi industri termasuk industri padat tenaga kerja, pembangunan sarana dan prasarana.
Jangka panjang ketiga, khusus untuk pemenuhan hak dasar penduduk miskin secara langsung diberikan pelayanan antara lain dengan
pemberian pendidikan gratis bagi penuntasan wajib belajar 9 tahun. Untuk meningkatkan akses dan perluasan kesempatan belajar bagi semua
anak usia pendidikan dasar, dengan target utama daerah dan masyarakat miskin, terpencil dan terisolasi maka mulai tahun ajaran 2005/2006
pemerintah menyediakan biaya operasional sekolah (BOS), sebagai langkah awal pelaksanaan pendidikan dasar gratis.
Selain itu juga memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas III. Dengan
ditetapkannya Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka upaya peningkatan akses penduduk miskin
terhadap pelayanan kesehatan dilanjutkan dan lebih ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin dengan sistem
jaminan/asuransi kesehatan yang preminya dibayar oleh pemerintah.
Untuk pelaksanaan program-program tersebut, Indonesia (sebagai negara berkembang) bisa meminta bantuan dari luar negeri. Tapi negara
berkembang penerima fasilitas itu sendiri harus berkomitmen untuk menggunakan uang tersebut secara benar. Tujuan makronya tentu untuk
mengurangi kemiskinan. Kita berharap negara-negara maju secara kesatuan bisa menunjang program-program tersebut, dengan mengucurkan
bantuannya.
Seperti pernah dikatakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, program penanggulangan kemiskinan di Indonesia juga bisa dilakukan
dengan cara lain. Investasi dan pembangunan prasarana merupakan dua hal yang dibutuhkan dalam penciptaan tenaga kerja yang pada
akhirnya dapat mengatasi masalah kemiskinan. Tiap daerah membutuhkan jenis investasi dan prasarana yang berbeda. Inilah yang harus diatur
dan dipikirkan pemerintah.
Selain itu, budaya pembangunan di Indonesia harus dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat dan pelibatan peran aktif masyarakat.
Utamanya, tentu, masyarakat miskinnya, mulai dari perencanaan program pembangunan baik penentuan kebijakan dan anggarannya, maupun
pelaksanaan program serta monitoring dan evaluasinya.
BAB III
LANDASAN TEORI
2.1. KEMISKINAN
KEMISKINAN, yaitu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kehidupan pokoknya dengan kata lain tidak dapat memenuhi segala
kondisi materi yang bahkan wajib untuk dipenuhi. Sebagian mengatakan kemiskinan itu suatu kebodohan atau lemahnya pemerintah dalam
menjalankan fungsi-fungsinya sehingga keadaan yang diharapkan tidak dapat tercapai.
Kemiskinan dapat diatikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bisa
dikatakan dengan suatu kondisi serba kekurangan dalam arti minimnya materi yang dimana mereka ini tidak dapat menikmati fasilitas
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan
pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran.
Seperti ditulis Dr. Humam Hamid tentang Pemanasan Global dan Kemiskinan Lokal (Serambi, 23/05/2009), yang membahas dua katagori
kemiskinan, yaitu :
1. Kemiskinan “sementara” kemiskinan ini terkait dengan ketidak adilan seperti upah yang taksebanding dengan dengan apa yg telah
dikerjakan serta sering terjadinya ekploitasi., penreusakan lingkungan sehingga membuat banyak orang modal alam untuk memenuhi
kehidupanya, termasuk pemungutan yang sangat memberatkan dan memeras rakyat.
2. Kemiskinan “kronis”. kemiskinan ini terjadi karena factor-faktor biologis, psikologis, dan social ( sikap malas, kurang trampil dan kurang nya
kemampuan dalam segala hal, lemah fisik, dll.).
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per
bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan.. Angka garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding
dengan angka tahun 1996 sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk penduduk perkotaan dan Rp.
27.413 bagi penduduk perdesaan.
BAB IV
ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN
Kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara
berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Ada dua kondisi
yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan.
kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan
teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari
para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang
tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut.
Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang
mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.
Masalah kemiskinan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan saja apabila
kita lihat dipinggir jalan sering terlihat anak-anak kecil meminta-minta, banyak para
pengemis dan pengamen. Hal tersebut dilakukan oleh mereka karena suatu keadaan ekonomi
yang kurang mencukupi bagi kehidupan mereka. Itu semua memperlihatkan betapa besarnya
masalah kemiskinan yang ada di Indonesia. Biasanya beban kemiskinan paling besar terletak
pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum wanita pada umumnya merupakan pihak yang
dirugikan. Apabila dalam keadaan rumah tangga miskin, maka kaum wanita lah yang
menanggung beban kerja yang lebih berat dari pada kaum pria. Demikian pula dengan anak-
anak mereka juga menjadi korban akibat adanya ketidakmerataan dan kualitan hidup masa
depan mereka terancam oleh karena tidak tercukupnya gizi, pemerataan. Kesehatan, serta
pendidikan.
Disamping itu juga, masalah kemiskinan juga dipengaruhi oleh para koruptor yang dengan
tenangnya dan bebasnya menggunakan dana yang seharusnya untuk rakyat digunakan untuk
kebutuhan pribadi mereka. Sangat disayangkan bila itu terjadi apalagi dilakukan tanpa adanya
perasaaan manusiawi dan tanpa rasa berdosa
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Masalah Kemiskinan bisa terjadi di Negara maju maupun Negara sedang berkembang.
Selain itu kemiskinan juga manjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu. hingga kini
kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan terberat dan paling krusial di dunia ini.
Seiring berkembangnya pemikiran bahwa kemiskinan adalah masalah struktural, maka
upaya untuk mengatasi kemiskinan pun kini dikaitkan dengan perbaikan sistem dan
struktur, tidak semata-mata bertumpu pada aksi sesaat berupa crash program.
Namun kini pemerintahan Indonesia sedikit demi sedikit telah memperbaiki keadaan
ekonomi rakyat dengan mengatasi kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Sekarang ini
pemerintahan Indonesia telah melakukan program Bantuan Langsung Tunai bagi
masyarakat menengah kebawah.
4.2 SARAN
Kebijakan pemberantasan kemiskinan harus menyentuh akar masalah. Untuk itu,
kebijakan strategis yang harus ditempuh adalah perluasan dan pemerataan pendidikan,
peningkatan layanan kesehatan, pembangunan perumahan, penciptaan lapangan kerja,
pembangunan infrastruktur untuk memperlancar transaksi ekonomi dan perdagangan,
serta pembangunan daerah untuk mengurangi disparitas ekonomi antarwilayah
4.3 KRITIK
Pemerintah Indonesia harus jeli melihat masyarakat mana yang benar-benar
membutuhkan bantuan. Selain itu pemerintah Indonesia juga hgarus memberantas
kemiskinan untuk menyejahterakan rakyatnya menjadi rakyat yang makmur dan sejahtera
dan juga segala kebutuhannya tercukupi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ekonomirakyat.org/index4.php
http://hery-yaningsih.blogspot.com/2009/12/masalah-kemiskinan-di-indonesia.html
http://kindiboy.wordpress.com/2010/09/29/masalah-kemiskinan-di-indonesia/
Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan diantaran adalah
sebagai berikut:
Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dari sangat rendah Ini berarrti dengan
adanya tingkat kemiskian yang tinggi banyak masyarakat Indonesia yang tidak
memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.
Tingkat kematian meningkat, ini dimksudkan bahwa masy6arakat Indonesia
banyak yang menagalmi kemtain akibat kelaparan atau melakukan tindakan
bunuh diri karena tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang di alami.
Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan karena tidak mampu untuk membeli
kebutuha akan makanan yang merka makan sehari-hari
Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) ini menyebnabkan masyarakat si
Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pekerjaan dan tidak
memiliki keterampilan yang cukup untuk memperoleh pendapatan
Tingakat kejahatan meningkat , Masyarakat Indonesia jadi terdesak untuk memperoleh
pendapatan dengan cara-cara kejahatan karena dengan cara yang baik mereka tidak
mempunyai modal yaitu ilmu dan ketermpilan yang cukup.
Beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara
lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan
kemiskinan. Fokus program tersebut meliputi 5 hal antara lain
1. menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok
2. mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin
3. menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis
masyarakat
4. meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar
5. Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
Dari lima fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah rakyat miskin yang
ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa langkah teknis yang dilakukan
pemerintah terkait lima program tersebut antara lain:
Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Program ini bertujuan menjamin daya beli
masyarakat miskin atau keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama
beras dan kebutuhan pokok utama selain beras. Program yang berkaitan dengan fokus
ini seperti :
Penyediaan cadangan beras pemerintah 1 juta ton
Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer
b) Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin. Program ini bertujuan
mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang lebih luas dan
berkualitas bagi masyarakat atau keluarga miskin. Beberapa program yang berkenaan
dengan fokus ini antara lain:
• Penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro dengan pola bagi
hasil/syariah dan konvensional.
• Bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola Lembaga Keuangan Mikro
(LKM)/Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
• Pelatihan budaya, motivasi usaha dan teknis manajeman usaha mikro
• Pembinaan sentra-sentra produksi di daerah terisolir dan tertinggal
• Fasilitasi sarana dan prasarana usaha mikro
• Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
• Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil
• Peningkatan akses informasi dan pelayanan pendampingan pemberdayaan dan
ketahanan keluarga
• Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah
• Peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan berbasis kesempatan berusaha
bagi masyarakat miskin.
d) Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus program ini
bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan
pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar. Beberapa program yang berkaitan dengan
fokus ini antara lain :
• Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di Sekolah
Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah
Tsanawiyah (MTs);
• Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah
Menengah kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA);
• Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi;
• Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III rumah
sakit.
• Bantuan sosial untuk masyarakat rentan, korban bencana alam, dan korban bencana
sosial.
• Penyediaan bantuan tunai bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi
persyaratan (pemeriksaan kehamilan ibu, imunisasi dan pemeriksaan rutin BALITA,
menjamin keberadaan anak usia sekolah di SD/MI dan SMP/MTs; dan penyempurnaan
pelaksanaan pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin/RTSM) melalui
perluasan Program Keluarga Harapan (PKH).
• Pendataan pelaksanaan PKH (bantuan tunai bagi RTSM yang memenuhi persyaratan).
2. pembagian tanah/lahan pertanian untuk petani. Paling tidak separuh rakyat (sekitar 100
juta penduduk) Indonesia masih hidup di bidang pertanian. Menurut Bank Dunia,
mayoritas petani Indonesia memiliki lahan kurang dari 0,4 hektar. Bahkan ada yang
tidak punya tanah dan sekedar jadi buruh tani. Kadang terjadi tawuran antar desa
hingga jatuh korban jiwa hanya karena memperebutkan lahan beberapa hektar!
3. tutup bisnis pangan kebutuhan utama rakyat dari para pengusaha besar. Para
petani/pekebun kecil sulit untuk mengekspor produk mereka. Sebaliknya para
pengusaha besar dengan mudah mengekspor produk mereka (para pengusaha bisa
menekan/melobi pemerintah) sehingga rakyat justru bisa kekurangan makanan atau
harus membayar tinggi sama dengan harga Internasional. Ini sudah terbukti dengan
melonjaknya harga minyak kelapa hingga 2 kali lipat lebih dalam jangka waktu kurang
dari 6 bulan akibat kenaikan harga Internasional. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-
apa.
4. lakukan efisiensi di bidang pertanian. Perlu dikaji apakah pertanian kita efisien atau
tidak. Jika pestisida kimia mahal dan berbahaya bagi kesehatan, pertimbangkan
predator alami seperti burung hantu untuk memakan tikus, dsb. Begitu pula jika pupuk
kimia mahal dan berbahaya, coba pupuk organik seperti pupuk hijau/kompos. Semakin
murah biaya pestisida dan pupuk, para petani akan semakin terbantu karena ongkos
tani semakin rendah.
5. data produk-produk yang masih kita impor. Kemudian teliti produk mana yang bisa
dikembangkan di dalam negeri sehingga kita tidak tergantung dengan impor sekaligus
membuka lapangan kerja. Sebagai contoh jika mobil bisa kita produksi sendiri, maka itu
akan sangat menghemat devisa dan membuka lapangan kerja. Ada 1 juta mobil dan 6,2
juta sepeda motor terjual di Indonesia dengan nilai lebih dari Rp 200 trilyun/tahun. Jika
pemerintah menyisihkan 1% saja dari APBN yang Rp 1.000 trilyun/tahun untuk
membuat/mendukung BUMN yang menciptakan kendaraan nasional, maka akan
terbuka lapangan kerja dan penghematan devisa milyaran dollar setiap tahunnya.
6. stop eksploitasi atau pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan asing. Kelola sendiri.
Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh asing dengan alasan kita tidak mampu
dan sedang transfer teknologi. Kenyataannya dari tahun 1900 hingga saat ini ketika
minyak hampir habis kita masih ”transfer teknologi”.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan
hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas
dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari
pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030
kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
3.2 Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan
eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang
unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan
meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah
standar global.
Daftar Pustaka
Suharto, Eko Ph.D.( 2009), “ Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia, Menggagas
Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan”,: Bandung
Edi Suharto. Phd. Konsep Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya.
Sukirno Sadono, Ekonomi Pembangunan, Depok, Lembaga penerbit fakultas ekonomi
universitas Indonesia,1978
BPS Provinsi DKI Jakarta. 2009. Jakarta Dalam Angka 2009. Jakarta : BPS Provinsi DKI
Jakarta