Anda di halaman 1dari 27

PERAN DINAS SOSIAL DALAM PEMBINAAN TUNAWISMA DI

KOTA PALEMBANG

Oleh
Heni Okta Millieni
06151281722014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MASYARAKAT


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu Negara, pembangunan bertujuan untuk mewujudkan hidup yang
lebih baik dari sebelumnya atau kesejahteraan sosial. Karena itu keberhasilan suatu
pembangunan sedikit banyak ditentukan oleh pemerintah mampu mengatasi masalah
yang berkaitan dengan dana atau uang. Nyaris tidak kita temukan dimana sebuah
masyarakat yang tidak pernah berhadapan dengan masalah, yang di mana masyarakat
mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, dimana seluruh individu dari
masyarakat di dalamnya tersebut berfungsi sosial secara baik, seluruh anggotanya
memiliki kemampuan penuh dalam mengakses sumber-sumber ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan pelayanan sosial dengan sempurna. Tentu tidak pernah kita temui
masyarakat yang demikian, masalah tidak pernah terlepas dari kehidupan
bermasyarakat. Permasalahan dalam melaksanakan pembangunan, selalu berkaitan
dengan masalah kemiskinan, dimana masalah kemiskinan ini merupakan masalah
yang sulit diselesaikan dari dulu hingga sekarang. Setiap masalah tentu tidak muncul
dengan sendirinya melainkan karena adanya berbagai faktor, demikian dengan
kemiskinan yang terjadi di kota, yaitu terjadi sebagai dampak dari pembangunan,
setiap wilayah menginginkan terjadinya pembangunan yang dapat dinikmati atau
diakses oleh seluruh lapisan masyarakatnya, namun kondisi tersebut sangat
kontradiktif dengan kegiatan pembangunan di perkotaan, kondisi di kota dituntut
untuk mampu melakukan pembangunan, dengan maksud untuk melengkapi sarana
dan prasarana kota yang memadahi. Tuntutan tersebut kemudian memarginalkan
sekelompok masyarakat, khususnya masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai.
Berdasarkan pembangunan perkotaan yang semakin lebih pesat dibandingkan
dengan pembangunan di daerah-daerah, semakin meningkatkan daya tarik bagi
masyarakat daerah untuk melakukan urbanisasi besar-besaran. Proses urbanisasi yang
tanpa dibekali tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari sumber daya
manusianya akan menjerumuskan mereka para pelaku migran pada kehidupan yang
marginal. Adanya tingkat persaingan sumber daya manusia yang sangat tinggi akan
menyeret mereka pada garis kemiskinan.
Selain faktor eksternal yang mengakibatkan kemiskinan terdapat beberapa
faktor internal antara lain: rendahnya pendidikan, rendahnya ketrampilan, rendahnya
motivasi hidup, rendahnya kemauan untuk mengembangkan diri dan sebagainya.
Secara teoritis, pemberdayaan secara umum bergantung pada dua hal yaitu kekuatan
internal dan perlunya intervensi pihak eksternal. Sementara selama ini pola
pemberdayaan yang di lakukan oleh pemerintah atau pihak semacamnya masih
menitikberatkan pada program bantuan (bantuan sarana, dana, lahan dsb). jadi yang
dilakukan adalah bagaimana bisa memberi sesuatu, bukan bagaimana
memberdayakan masyarakat miskin. Pola pemberdayaan yang seperti ini justru
mengakibatkan ketergantunan bukan kemandirian. Salah satu program pemberdayaan
yang dinialai mampu memberi kontribusi dalam jangka panjang yaitu melui
pendekatan dan pembelajaran kelompok secara partisipatif yang di lakukan terus
menerus, sistematis dan berkesinambungan. Sehingga masyarakat memiliki potensi
umtuk memampukan dirinya
Kehidupan keluarga miskin di kota sangat kompleks, tekanan hidup yang
sangat keras dan khas, karena mereka harus memenuhi kebutuhan hidup dengan
penghasilan yang sangat rendah dan tidak memadai, dikatakan khas karena kehidupan
keluarga miskin terhimpit persoalan keterbatasan ekonomi, dan kesulitan akses
layanan publik. Dari keterbatasan tersebut berakibat pada buruknya kualitas hidup
keluarga tersebut (kualitas kesehatan, pendidikan, dll).
Secara umum kondisi kemiskinan ini tidak terlepas dari faktor fisik dan non
fisik di kota, yaitu penataan kota dan struktur sosialnya. Adanya penataan kota yang
kurang menguntungkan menjadi peluang bagi keluarga miskin untuk tinggal di
wilayah kumuh atau marginal. Keadaan yang demikian mengakibatkan kehidupan
yang terasingkan baik secara sosial ekonomi maupun politik, berdampak pada ketidak
sejahteraan keluarga, dan rendahnya tingkat kemandirian. Artinya dalam pemenuhan
kebutuhan mereka memerlukan uluran dari pihak lain.
Beberapa timbulnya kemiskinan setiap tahun disebabkan kurangnya atau tidak
adanya pendidikan, tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan pasar kerja,
sedikit lapangan kerja yang tersedia, penghasilan yang diperoleh kurang memadai,
dan lahan yang semakin menyempit. Oleh sebab itu orang-orang yang tidak memiliki
pendidikan dan keterampilan, tidak memiliki pekerjaan tetap dan layak, dan karena
tidak memiliki penghasilan inilah yang kemudian menyebabkan kaum marginal
mencoba segala upaya untuk tetap bertahan hidup salah satunya dengan menjadi
seorang pemulung, pengamen, pengemis, gelandangan, dan lain-lain. Selain itu
menjadi seorang pengemis penghasilannya bahkan ada yang lebih besar dibanding
pekerja tetap dan layak.
Adanya tunawisma sebagai pemandangan klasik yang buruk sangat
mencoreng wajah berbagai kota di Indonesia termasuk Palembang. pengemis yang
berserakan di lorong pertokoan pasar, tergeletak di jembatan penyebrangan, dengan
muka melas meminta minta belas kasihan, dengan berbagai cara mereka lakukan
semacam modus, meminta bantuan dengan mengatas namakan lembaga X, pesantren
X, masjid X, semua di lakukan agar sasaran mau mengeluarkan recehan dari kantong
sakunya. Melihat fenomena ini menjadi tanggung jawab Dinas Sosial sebagai
lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas keadaan sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Keberadaan pengemis yang semakin merajalela di Kota Palembang, jelas
meresahkan masyarakat. Yaitu pengguna jalan karena pengemis ini sering berkeliaran
di perempatan dan jalan-jalan pusat kota. Tidak hanya di jalanan pengemis kini sudah
melebarkan area kerjanya dengan memasuki permukiman untuk meminta dari pintu
kepintu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, maka agar pembahasan
skripsi ini lebih sistematis dan jelas serta terarah perlu adanya rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Apa faktor yang melatar belakangi munculnya tunawisma?
b. Bagaimana peran Dinas Sosial dalam pembinaan tunawisma di Kota
Palembang?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui faktor penyebab munculnya tunawisma di Kota
Palembang.
b. Untuk mengetahui bagaimana peran Dinas Sosial dalam pembinaan
tunawisma untuk menanggulangi peningkatan jumlah tunawisma di Kota
Palembang.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan

dibidang penelitian yang sejenis. Secara Praktis, Bagi Penulis Penelitian ini dapat

menambah pengetahuan sebagai bekal dalam mengaplikasikan pengetahuan.

Lembaga-lembaga yang terkait Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang

berarti bagi berbagai pihak sebagai bahan tambahan informasi bagi para peneliti

lanjutan.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Kondisi Sosial
Menurut Kamus Bahasa Indonesia kondisi diartikan sebagai suatu keadaan
atausituasi. Sedangkan kondisi sosial masyarakat diartikan sebagai keadaan
masyarakatsuatu Negara pada saat tertentu 4. Jadi kondisi sosial adalah suatu keadaan
yang berkaitan dengan keadaan atau situasi dalam masyarakat tertentu yang
berhubungan dengan keadaan sosial,
Kondisi sosial adalah semua orang atau manusialain yang mempengaruhi kita,
kondisi sosial yang mempengaruhi individu melalui dua cara yaitu langsung dan tidak
langsung.
a. Secara langsung yaitu sepertidalam pergaulan sehari-hari baik dari keluarga,
teman dan pekerjaan.
b. Secara tidak langsung melalui media masa baik cetak, audio maupun
audiovisual.Selanjutnya juga dijelaskan lingkungan sosial yang sangat
berpengaruh pada proses dan hasil pendidikan adalah teman bergaul,
lingkungan tetangga dan aktivitas dalam masyarakat.

Berdasarkan pernyataan Dalyono mengenai kondisi sosial dapat dikatan


bahwa kondisi sosial adalah yang berkenaan dengan lingkungan pergaulan baik
secara langsung ataupun tidak langsung, Hadi dalam buku Dalyono menyatakan
Aspek pergaulan remaja meliputi:
a. Lingkungan Keluarga
Dalam keadaan normal, maka lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak
adalah orang tuanya, saudaranya, atau mungkin kerabat dekat yang tinggal
serumah. Lingkungan keluarga merupakan miniatur dari masyarakat dan
kehidupannya, sehingga pola keluarga akan berpandangan anak terhadap hidup di
masyarakat. Hal-hal yang perludiperhatikan dalam lingkungan keluarga adalah
status sosial ekonomi, suasana keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan
keluarga.
b. Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan tempat dimana anak melakukan kegiatan belajarsecara terarah
dan terprogram dengan baik. Pergaulan sekolah berartisegala kegiatan antara guru
dengan siswa yang meliputi:kegiatan pembelajaran, interaksi sosial, serta
komunikasi sosial antara wargasekolah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pergaulan sekolah adalah lingkungan dimana guru dan siswa melakukan aktivitas
belajar mengajarserta interaksi sosial dan komunikasi personal antar warga
sekolah.
c. Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang berada disekitar individu
yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan remaja. Remaja yang
tinggal bersama orang tua maupun dikos - kosan tidak lepas dari interaksi dengan
lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi remaja.
Kondisi sosial masyarakat untuk saling berinteraksi selain secara langsung
atay bertatap muka secara langsung ada juga secara tidak langsung yaitu melalui
media cetak seperti koran, majalah dan sebagainya, melalui media massa seperti tv,
internet dan media sosial lainnya, melalui media audio seperti radio dll.
Tunawisma/Gelandangan hidup dalam keadaan yang memperihatinkan di kota
atau di lingkungan masyarakat. Kondisi seperti ini juga tertulis dalam buku Naning
Ramlong mengenai kondisi sosial tunawisma yaitu:
Kondisi social penyandang Tuniwisma/gelandangan mereka yang hidupnya
mengembara, tidak mempunyai rumah tinggal yang tetap, mereka meninggalkan
tempat asalnya ialah pedesaan menghuni tempat-tempat di kota-kota berpindah-pindah
tidak menetap dari tempat satu dan lainnya dalam satu daerah atau wilayah lain.
Mereka itu termasuk golongan manusia yang tunakarya dan tunawisma.
Berdasarkan pengertian tunawisma menunurut Ramlond Naning Tunawisma
adalah orang yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap dan orang yang
melakukan urbanisasi dalam rangka memperbaiki kehidupan atau nafka tapi tidak
bermodalkan kemampuan atau skil dalam suatu bidang.
2.2 Peran
Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto (2002:243), yaitu peran
merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.
Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan
sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam
hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan
hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan
hukum secara penuh, (Soerjono Soekanto 1987: 220).
Peran memiliki aspek-aspek sebagai berikut :
1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempatseseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi
3. Peran juga dapat diartikan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
Peran dalam konteks hukum meliputi tugas, fungsi dan wewenang aparat
penegak hukum dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sebagai aspek yuridis peran
tersebut.
Peran dalam hal ini terbagi menjadi 5 yaitu :
1. Peran Normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
2. Peran Ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan
kedudukannya di dalam suatu sistem.
3. Peran Faktual adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial
yang terjadi secara nyata.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa peran merupakan
seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat. Seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dapat dikatakan sebagai
pemegang peran. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau
tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.
Peran dalam suatu lembaga berkaitan dengan tugas dan fungsi, yaitu dua hal
yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan pekerjaan oleh seseorang atau
lembaga. Tugas merupakan seperangkat bidang pekerjaan yang harus dikerjakan dan
melekat pada seseorang atau lembaga sesuai dengan fungsi yang dimilikinya.

2.3 Dinas Sosial


2.3.1 Pengertian Dinas Sosial
Dinas Sosial adalah salah satu kelembagaan pemerintah yang
melaksanakan tugas umum pemerintah daerah dibidang kesejahteraan sosial
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tugas dinas di
bidang sosial khususnya rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis. Peran
Dinas Sosial yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kontribusi atau
keikutsertaan Dinas Sosial yang di berikan kepada masyarakat sebagai upaya
pengentasan kemiskinan yang selama ini menjadi penyakit dalam masyarakat,
baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan.
Pembinaan berakar dari kata bina yang berarti mendirikan,
membangun, mengusahakan agar mempunyai kemajuan lebih. Dari kata bina
ini kemudian terbentuk pembinaan yang diartikan sebagai suatu usaha yang
dilakukan manusia untuk membangun keadaannya baik bagi diri sendiri
ataupun terhadap orang lain. Adapun pembinaan yang dimaksudkan dalam
judul skripsi ini adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan hidup dan memberikan jiwa mandiri.
2.3.2 Tujuan Dinas Sosial
Tujuan merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan oleh Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pakpak Bharat dalam
jangka 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun. Dalam rangka mencapai misi
sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dengan mempertimbangkan
faktor-faktor penentu keberhasilan, selanjutnya disusun tujuan setiap bidang
yaitu sebagai berikut :
a. Bidang sosial
1. Meningkatkan rehabilitasi sosial
2. Meningkatkan perekonomian penyangdang masalah kesejahteraan
sosial
3. Meningkatkan Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo
4. Meningkatkan Pembinaan eks penyandang penyakit social
b. Bidang Pemsos
1. Pemberdayaan Fakir miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial lainnya
2. Penanganan bencana alam dan sosial
3. Meningkatkan Pemberdayaan Kelembagaan Sosial
c. Bidang Tenaga Kerja
1. Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja
2. Meningkatkan Kesempatan Kerja
3. Meningkatkan Perlindugan dan pengembangan Lembaga
Ketenagakerjaan
d. Bidang Transmigrasi
1. Meningkatkan Pengembangan wilayah transmigrasi
2. Meningkatkan kesejahteraan trasmigrasi lokal maupun regional
2.3.3 Sasaran Dinas Sosial
Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan
dicapai secara nyata dalam jangka waktu setahun. Fokus utama sasaran adalah
tindakan alokasi, distribusi, dan pemanfaatan sumber daya yang mengarah
pada hasil nyata.
Berdasarkan pengertian ini maka sasaran yang ditetapkan oleh Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah sebagai berikut:
a. Bidang sosial
1. Pembinaan para penyandang cacat dan trauma serta anak terlantar.
2. Pembinaan dan peningkatan kesejahteraan lanjut usia/jompo
3. Pembinaan Keluarga Rentan
4. Kelembagaan Sosial seperti: Veteran
b. Bidang Pemsos
1. Masyarakat yang tinggal di Komunitas Adat Terpencil
2. Keluarga yang tinggal di Rumah Tidak Layak Huni
3. Korban Bencana Alam dan Sosial/Pengungsi
4. Kelembagaan sosial masyarakat seperti: Tagana, TKSK, Karang
Taruna dan Pekerja Sosial Masyarakat dll.
c. Bidang Tenaga Kerja
1. Menyelenggarakan Pendidikan dan latihan bagi para pencari kerja
2. Penyebaran informasi lowongan pekerjaan bagi para pencari kerja
dengan menyediakan bursa tenaga kerja
3. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman para tenaga kerja tentang
peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku
dalam bidang tenaga kerja.
d. Bidang Transmigrasi
1. Peningkatan perekonomian dengan kualitas pertanian warga
transmigrasi
2. Peningkatan kualitas SDM warga transmigrasi

2.3.4 Strategi
Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan,
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi menetapkan strategi sebagai
berikut :
a. Mendorong peran aktif masyarakat dalam rangka pelayanan sosial
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah-masalah sosial
c. Menjalin kerja sama dengan tokoh-tokoh masyarakat
d. Menjalin koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik secara horizontal
maupun vertical
e. Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ekonomi pemerintah dan
swasta

2.4 Pemberdayaan
2.4.1 Pengertian Pemberdayaan
Menurut Triyani dalam buku Sosiologi Pedesaan karangan Prof
Dr.Syamsir Salam M.Si pemberdayaan merupakan terjemahan dari bahasa
inggris yaitu empowerment yang secara harfiah berarti pemberi kuasaan.
Pemberkuasaan itu sendiri dapat dipahami sebagai upaya memberikan
ataumeningkatkan kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah atau kurang
beruntung (disadvantaged). Pemberdayaan merupakan upaya untuk
membangun eksistensi seseorang dalam kehidupannya dengan memberi
dorongan agar memiliki kemampuan atau keberdayaan.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dam lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasan,dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan
bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan,
menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang
mereka perlukan dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
keputusan- keputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli dibawah
ini mengemukakan beberapa definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses
dan cara-cara pemberdayaan
a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang- orang
yang lemah atau tidak beruntung.
b. Pemberdayaann adalah sebuah prosees dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai dalam, berbagai
pengontralan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta
lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan
menekankan bahwa orang yang memperoleh keterampilan, pengetahuan,
dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan
kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.
c. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan
melalui pengubahan struktur sosial.
d. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan
komunitas diarahkan agar mampu menguasai kehidupannya.
Sementara itu ide, memberikan batasan pemberdayaan sebagai upaya
penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan dan
keterampilan untuk mengingkatkan kemampuan mereka, menentukan masa
depannya, dan untuk berpartisipasi didalam dan mempengaruhi kehidupan
komunitas mereka.
2.4.2 Tujuan Pemberdayaan
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan
masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan
baik karena kondisi internal structural yang tidak adil).
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah:
a. Mendorong, memotivasi meningkatkan kesadaran akan potensinya, dan
menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.
b. Memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah positif
pengembangannya.
c. Penyediaan berbagai masukan, dan pembukaan akses kepeluang- peluang.
Upaya yangpokok yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan,
derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tepatguna, informasi,
lapangan kerja dan pasar, dengan fasilitas- fasilitasnya
2.4.3 Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan sebagai suatu program, dimana
pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan guna mencapai suatu tujuan
yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sedangkan
pemberdayaan sebagai proses, merupakan proses yang berkesinambungan
sepanjang hidup seseorang. Pemberdayaan yang dikemukakan oleh Hogan
yakni pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses yang
berkesinambungan sepanjang komunitas masih ingin melakukan
perubahan dan perbaikan dan juga tidak hanya terpaku pada satu program
saja. Proses pemberdayaan masyarakat terdiri dari 5 (lima) tahap:
a. Menghadirkan kembali pengalaman yang dapat memberdatagunakan
dan tidak Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
tidak pemberdayaan.
b. Mengidentifikasi masalah.
c. Mengidentifikasi daya yang bermakna.
d. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan
Mengembangkan.
Dari uraian di atas bahwa pemberdayaan yang terjadi pada
masyarakat bukanlah suatu proses yang berhenti pada suatu titik tertentu
tetapi lebih sebagai upaya berkesinambungan meningkatkan daya yang ada.

2.5 Tunawisma
Tunawisma adalah istilah yang digunakan untuk seseorang yang tidak
punya tempat tinggal tetap. Tanpa tempat untuk menginap di saat malam hari,
tunawisma biasa tidur di pinggir jalan, kolong jembatan, rel kereta api, atau
fasilitas-fasilitas umum lain yang ada; tentunya ini sangat berbahaya bagi
orang tersebut. "Gelandangan" merupakan istilah yang lebih sering digunakan
di dalam masyarakat luas, istilah ini memiliki kesan yang lebih negatif dan
kasar.
Tunawisma merupakan masalah yang dapat ditemukan di seluruh
dunia, bukan di Indonesia saja. Akan tetapi, pengangguran bukan merupakan
penyebab utama masalah ini, karena statistik yang ada menunjukkan bahwa
banyak dari tunawisma yang memiliki pekerjaan.
Terdapat berbagai penyebab tunawisma, berikut beberapa diantaranya:
a. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang
menyebabkan tunawisma di seluruh dunia. Rendahnya penghasilan
membuat orang-orang tidak sanggup untuk membayar semua biaya-biaya
yang ada, seperti tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dll. Banyak orang
yang mengabaikan biaya untuk tempat tinggal, karena biaya untuk tempat
tinggal sangat besar.
b. Buta Huruf
Kurangnya pendidikan dan buta huruf menyulitkan seseorang
untuk mencari pekerjaan yang cukup memadai untuk mengatasi biaya
hidup. Akibatnya, gaji yang didapatkan tidak cukup untuk menutupi biaya
tempat tinggal.
c. Penyakit Mental
Sangat banyak dari tunawisma yang memiliki penyakit mental.
Orang-orang yang menderita penyakit mental seringkali ditinggalkan oleh
keluarga dan teman, karena tidak mampu untuk mengurus orang yang
menderita penyakit mental.
d. Penyalahgunaan Obat dan Zat Terlarang
Penyalahgunaan obat dan alkohol sering menyebabkan orang
terbuang di jalanan. Biasanya orang berpaling pada hal-hal tersebut karena
depresi atau tidak tahan atas tekanan yang ada.
f. Kekerasan dalam Rumah Tangga
Tunawisma wanita dan anak-anak sangat terkait dengan penyebab
yang satu ini. Sangat banyak wanita yang meninggalkan rumah karena
tindakan kekerasan dari suami. Banyak anak-anak dan wanita yang
menjadi tunawisma demi kabur dari kekerasan dalam rumah tangga.
e. Kurangnya Dukungan dari Masyarakat
Organisasi sosial seringkali membantu keluarga-keluarga yang
mengalami musibah seperti kehilangan satu-satunya anggota keluarga
yang produktif atau musibah lain. Kurangnya dukungan seperti itu dapat
menyebabkan meningkatnya jumlah tunawisma.

2.6 Penelitian Terdahulu Yang Relevan


2.6.1 Penulis : Siahaan, Gerhard Yonatan Yedija
Judul : Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak-Dampak
Terjadinya Gelandangan dan Pengemis di Kota Medan
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan permasalahan yang terjadi
pada gelandangan dan pengemis. Penelitian ini dilakukan melalui penelitian
deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang
ada terkait dengan permasalahan Gelandangan dan Pengemis di kota Medan
khususnya di daerah kawasan kecamatan Medan Petisah. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi dan
wawancara mendalam dari informan.
Hasil penelitian ini menunjukan, faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang menjadi gelandangan dan pengemis ada dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal dimana faktor internal mencakup: kemiskinan,
keluarga, cacat fisik umur, rendahnya pendidikan dan keterampilan, serta
sikap mental sedangkan faktor eksternalmencakup:lingkungan, letak
geografis dan lemahnya penanganan gelandangan dan pengemis. Adapun
dampak-dampak yang ditimbulkan ialah merusak pemandangan dan
keindahan kota, masalah kebersihan dan menganggu stabilitas keamanan dan
kenyamanan masyarakat.

2.6.2 Penulis : Hikmah Wati


Judul : Peran Dinas Sosial Dalam Penyaluran Bantuan Sosial
Sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Di Provinsi
Lampung
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan normatif dan empiris.
Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari penelitian lapangan. Dan data
sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data yang tersaji
dinalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Peran dinas sosial dalam
penyaluran bantuan sosial sebagai upaya penanggulangan terhadap kemiskin
perkotaan di Provinsi Lampung adalah sebagai representasi asas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari pemerintah pusat (Kementrian
Sosial RI) kepada pemerintah daerah (Dinas Sosial) dengan fungsi
perumusan, penyelenggaraan, pembinaaan dan pelaksanaan bantuan sosial di
Provinsi Lampung dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
2) Faktor penghambat dalam pelaksanaan penyaluran bantuan sosial sebagai
upaya penanggulangan kemiskin perkotaan di Provinsi Lampung ada 3
diantaranya: Minimnya pengetahuan kelompok KUBE di Provinsi Lampung
dalam pembuat rekening untuk kepentingan bersama yang menghabiskan
waktu cukup lama, bahasa terkadang saat sosialisasi dan evaluasi seksi
pemberdayaan fakir miskin Dinas Sosial Provinsi Lampung mengalami
kesulitan interaksi dengan anggota KUBE karena mereka terkadang masih
sering menggunakan bahasa suku atau bahasa daerah masing, dana yang
dialokasikan kepada KUBE untuk tujuan kesejahteraan hidup sering di salah
gunakan

2.6.3 Penulis : Iis Sudiyanti


Judul : PemberdayaanMasyarakat (Gelandangan dan Pengemis)
Dalam Bidang Pengolahan Kedelai Di Panti Sosial Bina Karya Panghudi
Luhur Bekasi

Penelitian ini ingin mengetahui proses pelaksanaan program


khususnya program pelatihan pengolahan kedelaI. Mulai bagaimana
pelaksanaan program keterampilan tersebut, seperti apa pemberdayaan yang
dilakukan Panti Sosial Bina Karya Panghudi Luhur serta bagaimana tingkat
keberhasilannya bagi para Warga Binaan Sosial
Melalui wawancara, dan observasi, Proses pelaksanaan program
pemberdayaan gepeng pada program pengolahan kedelai dikatakan
memberikan perubahan terhadap Gelandangan/Pengemis (Gepeng), yang
tadinya tidak berdaya menjadi berdaya, dan terkihatnya perubahan sikap
gepeng setelah mengikuti program di PSBK. Program ini sangat bermanfaat
bagi gelandangan dan pengemis untuk bekal mereka dimasa mendatang dan
menjalani kehidupan di tengah masyarakat.
2.6.4 Penulis : Rayanis Marya Ulfa
Judul : Program Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Bagi
Pengemis, Gelandangan Dan Orang Terlantar Di Balai Rehabilitasi
Sosial Mardi Utomo Semarang.
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan Program Layanan
Rehabilitasi Sosial dan untuk pengemis dan anak-anak terlantar di Pusat
Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang. Penelitian ini dilakukan melalui
penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pusat Rehabilitasi Sosial
adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah sebagai
salah satu lembaga Layanan Rehabilitasi Sosial dan untuk orang dewasa
produktif yang secara khusus diarahkan dengan masalah kesejahteraan sosial
Pengemis tunawisma dan pengungsi internal.
Ada salah satu kegiatan yang belum dilaksanakan untuk kegiatan
persiapan lingkungan sosial yang meliputi persiapan lingkungan keluarga,
persiapan seputar kehidupan klien atau penerima manfaat (tetangga, teman
sebaya, pemerintah desa dan masyarakat setempat) persiapan klien
lingkungan sosial secara luas (sekolah, bisnis, dll.) Namun, dalam
implementasi untuk Pengemis tunawisma dan pengungsi internal baik sesuai
dengan Standar Layanan Operasional. Mereka mampu meningkatkan derajat
kesejahteraan, mampu hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat yang lebih
baik dan mampu menjalankan fungsi sosial secara alami. Dalam Sumarry
keberadaan Pusat Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang telah
berpartisipasi dalam mengurangi masalah kesejahteraan sosial di Provinsi
Jawa Tengah.
2.6.5 Penulis : Irawati Achmad
Judul : Kondisi Sosial Penyandang Tunawisma Ditengah
Masyarakat Kota Makassar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, 1) gambaran kondisi


penyandang tunawisma di tengah masyarakat kota Makassar, 2) bentuk
strategi penyandang tunawisma di tengah masyarakat kota Makassar dan 3)
bentuk-bentuk kepedulian pemerintah terhadap penyandang tunawisma di
tengah masyarakat kota Makassar. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif maka dalam penelitian ini peneliti mengamati dan
berinteraksi dengan tunawisma atau gelandangan, dinas sosial dan masyarakat
setempat yang ada di kota Makassar.
Hasil penelitian, dapat diketahui bahwa, 1) gambaran kondisi sosial
penyandang tunawisma di Kota Makassar hanya ada satu yaitu kodisi sosial
secara langsung meliputi lingkungan keluarga seperti tidak memiliki tempat
tinggal tetap di kota Makassar, urbanisasi dan tidur di bawah pohon depan
rumah warga, pinggir jalan dan tidak memiliki pendidikan, lingkungan teman
untuk memulung biasa di temani anak, lingkungan pekerjaan seperti
memulung kardus, botol plastik. 2) bentuk strategi bertahan hidup penyandang
tunawisma di tengah Masyarakat Kota Makassar menggunakan strategi aktif
seperti memulung kardus, strategi pasif seperti menghemat dan tidak menyewa
rumah, strategi jaringan seperti meminjam uang. 3) bentuk kepedulian
pemerintah terhadap penyandang tunawisma di tengah masyarakat Kota
Makassar yaitu dengan pembinaan kepada anak jalanan, gelandangan,
pengemis dengan mengadakan posko untuk pendataan dan pengarahan awal,
melakukan pemberdayaan seperti latihan usaha, pemberian modal dan
pengembangan usaha, bimbingan lanjutan seperti mengadakan posko untuk
menekan laju anak jalanan, gelandangan dan pengemis, partisipasi masyrakat
seperti larangan memberikan bantuan kepada anak jalanan, gelandangan dan
pengemis meskipun masih banyak dari masyarakat memberikan bantuan
tersebut berupa nasi bungkus ataupun uang.

3. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif Bogdan dan Taylor (Lexy. J.
Moleong, 2007) dalam bukunya mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. mengkaji objek yang
mengungkapkan fenomena-fenomena yang ada secara konsektual melaluai
pengumpulan data yang diperoleh, dengan melihat unsur-unsur sebagai satuan objek
kajian yang saling terkait selanjutnya mendeskripsikannya.
Penulis bertindak sebagai pengamat, Penulis hanya membuat kategori
perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasinya. Dengan suasana
alamiah, peneliti terjun ke lapangan dan tidak berusaha memanipulasi variabel,
karena kehadirannya mungkin mempengaruhi perilaku gejala, penulis berusaha
memperkecil pengaruh ini. Penulis ke lapangan tanpa dibebani atau diarahkan oleh
teori. Penulis bebas mengamati objek, menjelajahi dan menemukan wawasan-
wawasan baru sepanjang jalan. Penulis terus menerus mengalami reformasi dan
redireksi ketika informasi-informasi baru ditemukan.

3.2 Sumber Data Penelitian


3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melaui
wawancara, pengamatan, dan dokumentasi langsung oleh penulis. Dalam
penelitian ini, data primer diperoleh dari informan penelitian yaitu
tunawisma/pengemis yang berada di Kota Palembang dan juga pejabat/staf
dari Dinas Sosial.
Informan penelitian dimaksudkan untuk memperoleh data yang
memang dibutuhkan dalam penelitian ini mengenai penanganan pengemis di
Kota Palembang
.
3.2.2 Data Sekunder
Sumber data sekunder berasal dari studi kepustakaan baik berupa
buku-buku, hasil-hasil penelitian, jurnal. media cetak, grafik, statistik dan
dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini yang sifatnya
melengkapi data primer.
Arikunto (2006:224) menyatakan bahwa, sumber data adalah subjek
darimana data dapat diperoleh dan untuk memudahkan peneliti dalam
mengidentifikasi sumber data, peneliti telah menggunakan rumus 3P, yaitu: a.
Person (orang), merupakan tempat dimana peneliti bertanya mengenai
variabel yang diteliti. b. Paper (kertas), adalah tempat peneliti membaca dan
mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian, seperti
arsip, angka, gambar, dokumen-dokumen, simbol-simbol, dan lain
sebagainya. c. Place (tempat), yaitu tempat berlangsungnya kegiatan yang
berhubungan dengan penelitian. Menurut Lofland dalam Moleong (2007:165),
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan
yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lainlain. Untuk mendapatkan data dan
informasi maka informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive
atau sengaja dimana informan telah ditetapkan sebelumnya. Informan
merupakan orang-orang yang terlibat atau mengalami proses pelaksanaan dan
perumusan program dilokasi penelitian.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi atas
permasalahan yang diteliti oleh penulis. Adapun subjek dalam penelitian ini
adalah para tunawisma/pengemis yang tinggal di Dinas Sosial
Alasan mengapa Kecamatan Sukasari dipilih oleh penulis sebagai subjek
penelitian karena lokasinya dekat dengan tempat tinggal penulis sehingga akan
mempermudah mampu memberi informasi yang dibutuhkan peneliti dan tidak
hanya itu, penelitian ini juga mencakup pegawai perhotelan di lingkup
Kecamatan Sukasari dan pihak – pihak terkait yang bertugas untuk menegakkan
Peraturan Daerah

3.4 Fokus Penelitian


Tujuan adanya fokus penelitian yaitu akan membatasi, yang berarti
dengan adanya fokus yang diteliti akan memunculkan suatu perubahan atau
subjek penelitian menjadi lebih terpusat dan terarah karena sudah jelas batasnya.
Fokus penelitian yakni penanganan tunawisma/pengemis, di Kota Palembang
dan hambatan yang dihadapi pemerintah dalam menanggulangi tunawisma/
pengemis di Kota Palembang

3.5 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Ada
beberapa metode atau teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu;
3.5.1 Observasi
Dalam penelitian ini, digunakan alat pengumpulan data yang berupa
pedoman pengamatan dan observasi partisipasi. Observasi lapangan yang
dimaksud adalah melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku
dan kejadian sebagaimana adanya dan mengamati langsung aktivitas yang
dilakukan tinawisma/gelandangan dan pengemis.

3.5.2 Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama data.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
secara mendalam (depth interview), yaitu dengan tatap muka secara intens,
memperoleh keterangan dan informasi dengan tanya jawab, dengan atau tanpa
pedoman wawancara.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk wawancara
terstruktur dan wawancara bebas. Wawancara terstruktur dilakukan untuk
memperoleh gambaran identitas dan latar belakang informan. Dalam
pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. Dalam penelitian ini digunakan
dua teknik wawancara yaitu: pertama wawancara terbuka, suatu teknik
wawancara yang dilakukan dengan terbuka, akrab dan penuh kekeluargaan.
Sedangkan untuk memperoleh data yang sesuai dengan pokok permasalahan
peneliti menggunakan pedoman pertanyaan. Penggunaan bahasa yang tidak
terlalu formal ketika wawancara juga menjadi salah satu strategi guna mencari
data penelitian yang seluas-luasnya tanpa terhalangi struktur bahasa yang
terkadang secara formal mengikat dan tidak memberikan ruang bagi rasa
kepercayaan diri untuk menjelaskan secara lugas.
Informan dalam wawancara adalah pejabat/staf dari Dinas Sosial,
masyarakat, serta ditambah dengan wawancara kepada tunawisma/ pengemis.

3.5.3 Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dan bahan-bahan berupa
dokumen.Dokumentasi bertujuan untuk melengkapi data observasi dan
wawancara. Sehingga peneliti merasa perlu membuat catatan-catatan penting
yang berkaitan dengan kegiatan lapangan dan bentuk dalam dokumentasi.
Biasanya dalam bentuk foto-foto, catatan hasil wawancara maupun rekaman
wawancara sehingga mendukung kevalidan data.

3.6 Analisis Data


Analisis data dalam penelitian dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari
lapangan atau fakta empiris yang diperoleh dengan cara terjun langsung ke lapangan,
dan mempelajari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
dilakukan secara bersama dengan proses pengumpulan data.

3.6.1 Pengumpulan Data


Penelitian dilakukan dengan mencatat semua data secara obyektif dan
apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
Pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan
beberapa tunawisma/pengemis, dan pejabat/staf dari Dinas Sosial,.
Kelengkapan data penelitian juga penulis peroleh dari buku, dan foto-foto
yang didapatkan dari lapangan.

3.6.2 Reduksi Data


Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus
peneliti. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data
yang direduksi, memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan dan mempermudah penulis untuk mencari yang sewaktu-waktu di
perlukan. Kegiatan reduksi ini telah dilakukan penulis setelah kegiatan
pengumpulan dan pengecekan data yang valid. Kemudian data ini akan
digolongkan menjadi lebih sistematis. Data yang tidak perlu akan dibuang
kedalam bank data karena sewaktu-waktu data ini mungkin bisa digunakan
kembali.
Hasil wawancara dengan sejumlah informan, observasi dan studi
dokumentasi di lapangan, data yang peneliti peroleh masih luas dan banyak
akan diolah sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Penulis menggolongkan
hasil penelitian sesuai dengan subpermasalahan yang sudah dijabarkan pada
rumusan masalah. Penjabaran mengenai penanganan bagi tunawisma maupun
masalah yang dihadapi pemerintah dalam menanggulangi tunawisma
dikelompokkan menurut fokus penelitian masing-masing.

3.6.3 Penyajian Data


Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matriks, network,
cart, atau grafis sehingga penulis dapat menguasai data. Kegiatan ini
dilakukan oleh penulis dengan cara hasil dari reduksi yang sudah dilakukan
tentang penanganan tunawisma di Kota Palembang.

3.6.4 Penarikan kesimpulan atau verifikasi


Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari
atau memahami makna, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat
atau proposisi. Setiap kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
semantara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Upaya penarikan
kesimpulan yang dilakukan secara terus-menerus selama berada di lapangan.
Setelah pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti kejelasan-kejelasan.
Kesimpulan-kesimpulan itu kemudian diverifikasi selama penelitian
berlangsung dengan cara memikir ulang dan meninjau kembali catatan
lapangan sehingga terbentuk penegasan kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai