Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak jalanan (anjal), sudah lama menyita perhatian penentu kebijakan di
Departemen Sosial dan pemerintahan daerah di kota-kota besar. Diasumsikan,
jumlah anjal di 12 kota besar di Indonesia sebanyak 100.000 jiwa tahun 2009, dan
jumlah terbesar diperkirakan berada di Ibukota. Anjal selalu terkait dengan kriteria
yang dikenakan kepada mereka oleh pemerintah, yaitu anak yang berusia 5-18
tahun, yang menghabiskan sebagai besar waktunya di jalan, untuk mencari nafkah,
atau berkeliaran di jalan raya atau tempat-tempat umum. Waktu yang dihabiskan
sekitar 4 jam per hari, pola pengalokasian waktu serupa terus dilakukan hingga
mereka menemukan sumber nafkah lain, atau lingkungan sosial yang dapat
menampung mereka.
Eksistensi anjal terpaut dengan perlakuan dan kondisi dalam keluarga,
kemiskinan, perceraian orangtua, minimnya perhatian dari lingkungan sosial, dan
tendensi memprioritaskan uang dari pada bersekolah atau melakukan kegiatan lain.
Terdapat empat tipe anjal yaitu: anjal yang masih tinggal dengan orangtua, anjal
yang memiliki orangtua tetapi tidak tinggal dengan mereka, anjal yang tidak
memiliki orangtua, tetapi tinggal dengan keluarga tertentu, dan anjal yang tidak
memiliki orangtua dan tidak tinggal dengan keluarga. Pekerjaan utama anjal adalah
pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanja di toko atau pasar dan
peminta-minta.
Fenomena anjal ini serta-merta membangun pertanyaan, siapakah sejatinya
yang mesti bertanggung jawab atas mereka Undang-Undang Dasar 1945 hasil
amendemen, Pasal 34 Ayat 1 menyebutkan bahwa "Fakir miskin dan anak telantar
dipelihara oleh negara ". Diktum konstitusi ini jelas memberikan kewenangan pada
negara untuk mengurus dan bukannya untuk menangkapi anjal. Atensi utama pada
pemeliharaan, penanganan dan pemberdayaan, tampaknya belum dipahami secara
merata di semua instansi pemerintah tentang mandat konsitusi untuk memperhatikan
kelompok marginal; seperti fakir miskin dan anak telantar. Landasan konstitusional
dengan indikator terukur tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 34 Ayat
2 bahwa "Negara mengembangkan suatu jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan ".
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan membahas mengenai
Anak Jalanan dan Eksklusi Sosial.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
“Bagaimana peran pemerintah dalam menghadapi masalah anak jalanan?”

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui cara pemerintah mengomunikasikan
masalah anak jalanan dan Langkah apa saja yang diambil oleh pemerintah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Strategi yang Telah Dilakukan Pemerintah


Didalam penanganan masalah anak jalanan yang ada pemerintah melakukan
strategi penanganan secara prefentif dan represif. Penanggulangan preventif
tujuannya untuk mencegah anak bekerja dan turun kejalanan dengan tujuan mencari
uang dan penanggulangan represif untuk menanggulangi permasalahan anak jalanan
yang sudah terlanjur bekerja dan hidup dijalanan. Beberapa program atau kegiatan
yang dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan jumlah anak jalanan yaitu
kegiatan yang dilakukan yaitu sosialisasi, penjaringan atau razia, pembinaan dan
pelatihan, serta pemberian bantuan kepada anak jalanan dan orang tua anak. Tujuan
dari program atau kegiatan yang dilakukan agar bisa mengendalikan dan
mengurangi jumlah anak jalanan, selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteran masyarakat agar tidak ada lagi anak-anak yang turun kejalanan dalam
rangka memenuhi kebutuhan keluarganya maupun diri sendiri.
Selama ini, upaya yang telah dilakukan untuk menangani anakanak jalanan
biasanya adalah dengan berusaha mengeluarkan mereka dari jalanan,
memasukannya ke berbagai “Rumah Singgah”, tempat-tempat pelatihan, atau
dengan cara menangkap mereka, memasukan ketempat anak-anak nakal, atau tindak
kekerasan lain. Namun, banyak bukti menunjukan, model penanganan dan
pelaksanaan berbagai program yang bersifat karitatif dan punitive seperti di atas
tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan anak jalanan secara tuntas.
Ada berbagai pendekatan dalam penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh
LSM yaitu:
1. Pertama, street based, yakni model penanganan anak jalanan ini kita bisa
mengikuti kegiatannya dan setelah itu memberikan pendidikan secara informal.
2. Kedua, centre based, yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga
atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan diberikan
pelayanan di lembaga atau panti, agar anak merasa lebih nyaman.
3. Ketiga, community based, yakni model penanganan yang melibatkan seluruh
potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan
ini bersifat preventif, yakni mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus
dalam kehidupan di jalanan, dan memberikan anak pendidikan formal.

2.2 Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat


Sebelum menentukan faktor pendorong dan faktor penghambat dalam
penanganan anak jalanan, terlebih dahulu dilakukan analisis lingkungan strategis.
Analisis ini diharapkan dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang (lingkungan
internal), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman
(lingkungan eksternal). Berdasarkan analisis lingkungan strategis dapat di rumuskan
faktor-faktor pendorong yang berasal dari kekuatan dan kelemahan serta
merumuskan faktor-faktor penghambat yang berasal dari kelemahan dan ancaman.
1. Lingkungan internal
a. Kekuatan
1) Kesesuaian visi dan misi dengan kondisi masyarakat
Berdasarkan visi dan misi yang dilaksanakan sudah cukup jelas bahwa
pemerintah berusaha menciptakan kesejahteraan masyarakat dalam hal
ini menangani permasalahan anak jalanan yang sesuai dengan tuntutan
dan kondisi masyarakat.
2) Kualitas sumber daya manusia yang memadai
Secara kualitas sumber daya manusia dalam hal ini pegawai yang
dimiliki sudah cukup mempuni. Tetapi tetap harus ditingkatkan
kemapuan dan keterampilan yang dimiliki agar bisa menunjang dalam
mengatasi permasalahan sosial yang ada.
3) Kondisi sarana dan prasarana yang baik
Kondisi sarana dan prasarana yang digunakan seperti mobil patroli dan
panti/Rumah Perlindungan Sosial Anak kondisinya baik dan terawat dan
layak digunakan kegiatan patroli dan kegiatan pembinaan dan pelatihan.
4) Komitmen stakeholders
Didalam penanggulangan masalah anak jalanan pemerintah memiliki
komitmen yang sama dengan pihak swasta dalam hal ini LSM dan panti
serta masyarakat.
b. Kelemahan
1) Kuantitas sumber daya manusia yang tidak mencukupi
Sumber daya manusia yang di miliki secara kuantitas masih belum
memadai. Hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan kesejahteran
sosial yang harus diatasi.
2) Anggaran yang minim
Banyaknya program dan kegiatan yang dilakukan dalam mengatasi
permasalahan anak jalanan belum memadai dengan anggaran yang telah
di sediakan oleh Pemerintah
3) Sarana dan prasarana tidak memadai
Tidak adanya mobil patroli dan panti rehabilitasi khusus penanganan
anak jalanan yang dimiliki dapat menghambat dalam melakukan
program dan kegiatan penanganan masalah anak jalanan.
2. Lingkungan Eksternal
a. Peluang
1) Kondisi politik yang stabil
Situasi politik yang terjadi saat ini tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penanganan masalah anak jalanan, dengan kata lain
tidak ada pengaruh secara langsung yang mempengaruhi keputusan yang
akan diambil oleh pimpinan dalam penanganan anak jalanan melihat
situasi politik yang sedang berkembang saat ini.
2) Partisipasi masyarakat yang cukup baik
Partisipasi masyarakat dapat dilihat dari bentuk keterlibatan masyarakat
dalam mengatasi masalah anak jalanan. Keterlibatan masyarakat dalam
mengatasi masalah anak jalanan dapat dilihat dengan adanya panti-panti
atau Rumah Perlidungan Sosial Anak yang didirikan berdasarkan
inisiatif masyarakat dan dikelola secara swadaya.
3) Kerja sama dengan pihak lain
Kerja sama yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan anak jalanan
tidak hanya dengan instansi pemerintahan seperi Dinas Kesehatan,
Dinas Pendidikan, dan Satpol PP tetapi juga dengan masyarakat.
Adanya kerja sama dengan pihak lain diharapkan dapat menunjang
pelaksanaan program penangaan anak jalanan sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai.
b. Ancaman
1) Kebiasaan masyarakat yang sulit diubah
Kebiasaan masyarakat yang memberikan uang kepada anak jalanan
membuat pengendalian jumlah anak jalanan karena banyaknya anak
jalanan yang merasa “keenakan” bekerja dijalanan untuk mendapatkan
uang karena banyaknya masyarakat yang merasa kasihan dan
memberikan uang ke anak jalanan.
2) Perekonomian masyarakat yang tidak stabil
Banyaknya orang tua atau keluarga yang tidak mempunyai penghasilan
yang cukup mengharuskan anak untuk dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri maupun kebutuhan keluarganya dengan cara bekerja dijalanan.

2.3 Strategi Penanganan yang Seharusnya Dilakukan


Berdasarkan analisis faktor pendorong dan faktor penghambat yang dilakukan,
maka diperoleh isu-isu strategis. Isu strategis yang dirumuskan yaitu Peningkatan
penanganan masalah anak jalanan dengan memanfaatkan partisipasi masyarakat,
Peningkatan penanganan masalah anak jalanan melalui komitmen stakeholders
dengan dukungan perda yang ada, Peningkatan kerja sama untuk mengatasi masalah
sarana dan prasarana yang tidak memadai, Penambahan jumlah personel SDM
dalam penanganan anak jalanan yang mengacu pada program yang diatur di dalam
Perda, Peningkatan anggaran dalam penanganan anak jalanan, Mengoptimalkan
sosialisasi pelarangan memberi uang kepada anak jalanan dengan dukungan dan
komitmen stakeholders.

2.4 Teori Determinisme Teknologi dalam Penyelesaian Masalah Anak Jalanan


Lihat anak-anak jalanan mereka juga termasuk kelompok anak-anak usia dini
yang sangat rawan dan kurang beruntung. Hampir setiap hari orang lebih dewasa
bahkan orang tuanya sendiri, memperkerjakan atau memanfaatkan anak usia dini
untuk meminta-minta atau mengamen di tempat umum seperti perapatan jalan,
stasiun, dan terminal tanpa memperdulikan keselamatan dan hakekat hidup anak
tersebut.
Jelas terlihat bahwa adanya "pemerkosaan" dan pelanggaran Konvensi Hak
Anak, terutama hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Bagi
orang tua atau orang dewasa yang memperkerjakan anak-anak ini seharusnya
dijerat sebagai sebuah tindakan kriminal, selain melanggar undang-undang juga
secara tidak langsung telah membunuh harkat dan martabat anak tersebut
Memperkerjakan anak di bawah umur saja sudah melanggar hukum.
Bagi orang tua anak jalanan tersebut dapat dikatakan melanggar Undang-
Undang Perlindungan Anak no. 23/2002 pasal 26, yang menyatakan bahwa orang
tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk pertama mengasuh,
memelihara, mendidik dan melindungi anak, berdasarkan kalimat ini, bahwa anak
jalanan jelas tidak diasuh, dipelihara, dididik dan dilindungi. Kedua, orang tua
menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
Dengan seharian di jalanan dimanakah orang tua dapat menumbuh kembangkan
anak sesuai kemampuan bakat dan minatnya? Ketiga, orang tua mencegah
terjadinya perkawinan pada usia dini. Siapa yang dapat menjamin anak jalanan
tidak mengenal seks diusia belia, bahkan anak laki-laki banyak menjadi korban
sodomi atau anak perempuan diperkosa atau dimanfaatkan tubuhnya untuk
memuaskan nafsu seks orang-orang sekitarnya.
Anak jalanan adalah sisi kecil dalam kehidupan masyarakat, tetapi penting
untuk ditindak lanjuti keberadaannya. Selain melanggar hal-hal di atas, pertama,
anak-anak jalanan juga riskan terhadap kecelakaan di tempat umum, seperti di jalan
raya atau kereta api. Nyawa seorang anak jalanan jauh lebih berharga, karena
mereka juga anak bangsa. Kedua, anak jalanan lebih dekat dengan kriminalitas,
karena sejak kecil mereka sudah mengenal dunia kriminal, selain mereka obyek
yang perlu dilindungi, perlu juga dijaga jangan sampai mereka menjadi subyek
dalam dunia kriminal. Ketiga, menyangkut ketertiban, keindahan dan kenyamanan
kota, dimana-mana mereka berada dan menyebar ini membuat pemandangan kota
tidak indah di pandang mata. Namun lebih penting daripada itu adalah hakekat
hidup dan bertumbuh kembang anak tersebut perlu menjadi prioritas, karena ini
akan menyangkut pendidikan anak bangsa.
Media Massa saat ini sudah merajai dunia pemberitaan, baik media cetak,
seperti surat kabar, tabloid dan majalah; media audio seperti radio pemerintah
(RRI) dan radio swasta; juga media audio visual yaitu pertelevisian seperti televisi
pemerintah (TVRI) dan televisi swasta. Dari jenis media massa saja begitu banyak
media bisa digunakan pemerintah untuk mensosialisasikan program pengentasan
anak jalanan.
Solusi yang dibutuhkan adalah Program Nasional Pementasan Anak Jalanan
dengan melibatkan instansi-instansi terkait, yang utama adanya Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Daerah. Instansi yang terkait adalah Departemen Dalam
Negeri dalam hal ini akan menyangkut Pemda baik kota & kabupaten, Departemen
Pemberdayaan Wanita, Departemen Kesehatan yang nanti akan meneruskan ke
BKKBN baik kota & kabupaten. Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas yang
berkaitan dengan UPTD Pendidikan Dasar, Departemen Hukum dan HAM, POLRI
yang akan meneruskan ke POLSEK, dan instansi lain yang terkait.
Langkah awal adalah sosialisasi program dan pendataan para anak jalanan &
orang tuanya, orang dewasa lain yang dijalanan. Langkah kedua adalah Pembinaan
dan Tindakan Lanjut dengan memasukkan anak-anak ke sekolah gratis dari LSM
atau Yayasan Sosial. Bagi anak yatim piatu menjadi tanggungan dan dipelihara
Negara, melalui panti asuhan pemerintah atau swasta. Pembinaan orang tua atau
orang dewasa yang berkeliaran di jalan. diberi penyuluhan dan pelatihan
ketrampilan serta disalurkan ke bidang-bidang profesi. Pembinaan masyarakat
melalui BIMAS dengan informasi yang jelas agar tidak menimbulkan konflik atau
salah persepsi. Masyarakat dididik untuk tidak memberikan sedekah di jalanan atau
tempat umum. Lebih baik didermakan ke program pementasan anak jalanan.
Langkah ketiga adalah Tindakan Hukum bagi yang melanggar dengan menjerat
dengan pidana apabila ada orang tua atau orang dewasa menelantarkan anak
dibawah umur di jalanan atau tempat umum. Sangsi denda bagi masyarakat yang
melanggar. Peranan DLLAJ, PT Kereta Api Indonesia, Polsek, Pengadilan Negeri,
dan Dinas Tata Kota dengan tindakan tegas. Langkah keempat adalah evaluasi dan
pemantauan agar semua lapisan masyarakat tetap konsisten dengan program ini,
sehingga terlihat manfaat yang lebih besar dan mulia dalam mendidik anak manusia
sesuai dengan harkatnya.
Manfaat yang diperoleh adalah di kota/kabupaten bersih dari anak jalanan,
pengamen, pengemis; Pemukiman kota/kabupaten menjadi indah; Berkurangnya
tingkat kecelakaan di jalan raya & kereta api; Memperkecil peluang tindakan
kriminal; Mengurangi pengangguran; Program pendidikan 12 tahun terpenuhi;
Masyarakat aktif membantu panti asuhan dan sekolah-sekolah gratis. Dan lebih
penting adalah meninggikan harga diri seorang anak manusia, sesuai harkatnya.
Disinilah peranan media massa dalam mensosialisasikan program ini, dengan
mengajak masyarakat mendukung program ini dan aktif ikut melaksanakan, dengan
dimulai dari diri sendiri.
Peranan dan fungsi media massa adalah ikut serta membentuk kecerdasan
bangsa melalui informasi yang membantu keluarga, sekolah dan masyarakat umum
untuk mengetahui, menelaah dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini
sudah tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik, dengan mendukung program
Pemerintah media massa ikut aktif membentuk kecerdasan bangsa melalui generasi
muda menjadi anak bangsa, yang kelak akan menentukan arah dan tujuan bangsa
ini.
BAB III KESIMPULAN

Peranan media massa dalam mengatasi masalah anak jalanan yaitu untuk
mensosialisasikan program pemerintah sekaligus menjadi preventif agar masalah anak
jalanan tidak bertambah. Masyarakat juga harus mengambil peran aktif karena setiap
keputusan yang diambil pemerintah memnbutuhkan dukungan dan komitmen Bersama.
Berbagai fasilitas dan program yang ada sudah berjalan saat ini sudah
membuktikan dengan berkurangnya masalah terkait anak jalanan. Namun untuk
menghilangkan masalah ini secara maksimal masih membutuhkan waktu dan usaha
yang lebih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Mastra, I. W., Adnyana, I. B. G. B., & Pancawati, L. P. (2021). Determinisme


Teknologi Komunikasi dan Globalisasi Media Terhadap Seni Budaya Indonesia.
Widyadari: Jurnal Pendidikan, 22(1), 182-194.
Muhammad, M., & Arsyen, S. (2021). Facebook, Twitter Instagram & Whatsapp
Sebagai Konsep Nyata Determinisme Teknologi Dalam Masyarakat. Al-Madaris
Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman, 2(1), 108-119.
Mugianti, S., Winarni, S., & Pangestuti, W. D. (2018). Faktor Penyebab Remaja
Menjadi Anak Jalanan. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 7(1), 25-31.
Muqsith, M. A. Determinisme Teknologi dan Ekstensi Manusia.
Rachmawati, V., & Faedlulloh, D. (2021). Dinamika Pelaksanaan Kebijakan Program
Pelayanan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan. Journal of
Political Issues, 2(2), 67-78.
Ramadhani, E., & Putri, R. D. (2019). Pelaksanaan konseling pada anak jalanan.
Wahana dedikasi, 2(1).

Anda mungkin juga menyukai