Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PALU


DALAM PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS
PADA DINAS SOSIAL KOTA PALU

HARDIYANTO

B 102 21 012

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI


PUBLIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PALU DALAM
PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS PADA DINAS
SOSIAL KOTA PALU
Hardiyanto1, Daswati dan Nurhannis.2
1
Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Tadulako
2
Dosen Program studi Magister Pascasarjana Universitas
Tadulako Email: hardiyanto01@gmail.com

Abstrak
Hardiyanto. No. Stb: B 102 21 012. Judul Tesis “Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota
Palu Dalam Penanganan Gelandangan dan Pengemis Pada Dinas Sosial Kota Palu”, di bimbing
oleh Daswati sebagai ketua dan Nurhannis sebagai anggota.
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Implemntasi kebijakan Pemerintah Kota
Palu dalam Penanganan Gelandangan dan Pengemis pada Dinas Sosial Kota Palu. Teori yang di
gunakan adalah teori Edward III (1980:148) dengan empat indikator yaitu komunikasi, sumber
daya, disposisi, struktur birokrasi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu tipe
penelitian yang langkah kerjanya untuk mendiskripsikan objek, fenomena, atau setting sosial
disajikan dalam satu tulisan yang bersifat naratif. Lokasi penelitian di Dinas Sosial Kota palu
Jumlah informan sebanyak 7 Orang. Teknik pengumpulan data memnggunakan wawancra,
observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi.tehnik analisis data menggunakan model Miles dan
Huberman yaitu pengumpulan data, kondensasi, penyajian, dan penarikan kesimpulan kesimpulan
dari Implementasi Kebijakan PERDA Kota Palu Nomor 3 Tahun 2018 tentang penanganan
Gelandangan dan Pengemis oleh Dinas Sosial masih kurang baik, dari beberapa aspek dan belum
sesuai dengan isi dan tujuan yang diharapkan dari peraturan yang ada, hal ini dikarenakan masih
banyaknya kendala yang di hadapi, dilihat dari segi komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan
struktur birokrasi

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Gelandangan, Pengemis, Kominikasi, Sumbr Daya,


Disposisi, Struktur Birokrasi.

2
nama dan untuk kesejahtraan masyarakat yang
PENDAHULUAN ada di wilayahnya menurut anderson (1978:3)
Sebagai negara yang dikategorikan mengatakan bahwa “Public policies are those
negara berkembang, Indonesia memiliki policies developed by govermental bodies and
masyarakat dengan permasalahan officials” memiliki arti bahwa kebijakan publik
kesejahteraan sosial yang cukup tinggi, adalah kebijakan yang di kembangkan oleh
masalah kesejahteraan sering kali menjadi instansi dan pejabat pemerintah dengan tujuan
fokus utama pemerintah dalam pembangunan agar dapat memelihara ketertiban umum,
dengan membuat berbagai program untuk melancarkan perkembangan masyarakat dalam
masyarakat, masalah kesejahtraan memang berbagai hal (Tachjan, 2006).
tidak bisa dihindari keberadaanya dalam Di Kota Palu permasalah mengenai
kehidupan masyarakat, terutama yang berada penanganan Gelandangan dan Pengemis
di daerah perkotaan masalah ini seringkali diatur dalam peraturan Daerah Kota Palu
memicu munculnya masalah anak jalanan, Nomor 3 Tahun 2018, Pemerintah Daerah
gelandangan, pengemis dan pengamen yang Kota Palu memandang perlu menetapkan
selanjutnya dalam keadaan tertentu sangat Peraturan Daerah tentang Penanganan
mengganggu ketertiban sosial. Permasalahan Gelandangan dan Pengemis sebagai kebijakan
sosial ini merupakan akumulasi dari berbagai yang lebih operasional yang menjadi landasan
permasalahan yang terjadi, kemiskinan hukum bagi upaya-upaya yang dilakukan
merupakan faktor dominan yang untuk melakukan perlindungan, rehabilitasi
menyebabkan banyaknya anak jalanan, social, pemberdayaan kepada para
gelandangan, pengemis dan pengamen. Gelandangan dan Pengemis yang ada di Kota
Lebihlanjut william Dunn (1994:58) Palu. Kebijakan publik yang berkualitas tidak
berpendapat bahwa masalah yang harus di hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat
atasi pemerintah adalah masalah publik yaitu para administrator publik, tetapi harus berisi
nilai kebutuhan atau peluang yang pula opini publik sebagai representasi dari
takterwujudkan meskipun bisa di identifikasi kepentingan publik, dalam
tetapi hanya mungkin dicapai melalui mengimplentasikan kebijakan ini perlu di
tindakan publik, permasalahan mengenai ketahui seperti apa model kebijakan ini untuk
kesejahteraan sosial yang masih tinggi dan itu peneliti berkesimpulan bahwa model dari
menimbulkan dampak negatif, salah satunya kebijakan Perda Kota Palu No 03 Tahun 2018
ialah dengan adanya Gelandangan dan mengenai Penanganan gelandangan dan
Pengemis, Pemerintah telah mencanangkan pengemis bersifat Top down karena berkaitan
berbagai kebijakan untuk mengentaskan dengan apa yang di lakukan oleh para
problema tersebut, baik dari Pemerintah Pusat implementor, seperti beberapa upaya yang
sampai ke tingkat daerah hal itu dapat dilihat dilakukan oleh Dinas Sosial sesuai dengan
dari kenyataan bahwa hampir seluruh Kewenangan yang mereka dapat dari
kabupaten atau kota di Indonesia memiliki Peraturan yang ada yaitu upaya prepentif,
kebijakan terkait dengan Gelandangan dan upaya rehabilitasi, reintegrasi sosial,
Pengemis, sehubungan dengan hal ini maka pembuatan rumah perlindungan sosial
peran pemerintah atau administratrator publik (Pemerintah Daerah Kota Palu, 2018).
memegang posisi yang sangat penting dalam Dalam mengimplementasikan
proses pembuatan kebijakan, fungsi sentral kebijakan ini peran Dinas Sosial menjadi
dari pemerintah adalah menyiapkan,
menentukan dan menjalankan kebijakan atas

3
penting yang mana di antara ke empat upaya semakin banyak di Kota Palu sangat
di atas melibatkan dinas sosial. Dalam upaya meresahkan masyarakat, aktivitas
prepentif seperti yang di jelaskan dalam pasal gelandangan dan pengemis dijalanan sangat
6 ayat 6 bahwa penyuluhan dan edukasi mengganggu masyarakat pengguna jalan.
masyarakat, pemberian informasi melalui Karena, gelandangan dan pengemis bukan
media cetak dan elektronik, bimbingan sosial, hanya berkeliaran di perempatan jalanan
bantuan sosial. Dalam upaya Represif pada tetapi juga melakukan aksinya dengan
pasal 7 ayat 1 poin b dan c berkaitan dengan berbagai cara seperti mengamen, dan
penjangkauan dan pembinaan di Rumah meminta-minta (Alif Urbaninggrum et al.,
Perlindungan Sosial. Kemudian semua poin 2022).
yg termasuk dalm Rehabilitasi Sosial dan Pada kesempatan yang sama,
Reintegrasi sosial, menurut David Easton Anggota DPRD Kota Palu, Mutmainah
(1971: 129) pemerintah sebagai “authorities Korona juga mendorong agar pemerintah
in a political system” yaitu para penguasa punya peta masalah, karena latar belakang
dalam suatu sistem politik yang terlibah masalah gepeng dan anak jalanan beragam,
masalah setiap hari dan bertanggungjawab paling penting diantara gepeng dan anak
atas masalah tersebut, ini artinya Dinas sosial jalanan tersebut banyak yang masih dibawah
Sebagai Perwujudan pemerintah yang umur, berdasarkan keterangan dari Kepala
memiliki kewenangan menjalankan kebijakan Dinas Sosial dikatakan dalam perda yang ada
yang ada memiliki wewenang dan tanggung Pemerintah Kota Palu telah memberikan
jawab terhadap kebijakan ini(Tachjan, 2006). kewenangan kepada sejumlah OPD, termasuk
Namun dalam kenyataannya di kepada Satpol PP untuk melakukan
lapangan kita masih saja menemukan penindakan dan Dinas Sosial diberi
gelandangan dan pengemis yang berkeliaran kewenangan penjangkauan pembinaan dalam
di wilayah Kota Palu, terutama pada wilayah- hal rehabilitasi sosial(Amiluddin, 2020).
wilayah atau tempat yang mana disitu sering Berdasarkan hasil penelitian bahwa kerjasama
di kunjungi masyarakat, berdasarkan yang dilakukan oleh dinas sosial dengan
observasi peneliti ada beberappa tempat yang Satuan Polisi Penegak Perda hanya terjadi
mudah untuk kita temui gelandangan dan dalam beberapa bulan saja yang mana Dinas
pengemis contohnya seperti: Pertamina, café sosial bersama Satuan Polisi Penegak Perda
di pinggir pantai Talise, Toko Roti Golden melakukan razia gabungan tetapi karena di
dan masih ada beberapa tempat lagi. batasi oleh anggaran maka kegiatan yang
Di Kota Palu, Maraknya gelandangn termasuk tindakan represif ini di hentikan, hal
dan pengemis bisa di lihat dari data yang telah ini juga menjadi salah satu alasan mengapa
penulis kumpulkan di kantor Dinas Sosial peraturan yang ada tidak berdampak terlalu
Kota Palu yaitu di tahun 2016 jumlah baik, selain itu peneyebab mengapa
gelandangan dan pengemis mencapai 63 Gelandangan dan Pengemis masih ada dan
orang, pada tahun 2017 jumlah gelandangan berkeliaran di kota palu yaitu kurangnya
dan pengemis adalah 71 orang, sementara ketegasan oleh pihak yang melakukan
pada tahun 2018 dan 2019 angka gelandangan tindakan represif dalam hal ini yaitu satuan
dan pengemis masing-masing berjumlah 83 polisi penegak perda.
dan 70 orang. Serta di tahun 2020 jumlah dari Dalam hal pemberian informasi
gelandangan dan pengemis mencapai di angka mengenai perda juga masih sangat kurang
68 orang. Gelandangan dan pengemis yang baik itu sosialisasi kepada masyarakat

4
maupun pemberitahuan melalui media-media pergelandangan dan pengemis, pemberian
lain. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pelatihan bagi Gelandangan dan Pengemis,
masyarakat yang memberikan uang kepada Pembimbingan, modal usaha sampai
gelandangan maupun pengemis, padahal pemberian fasilitas hunian tetap pagi para
didalam peraturan Pemerintah Kota Palu gelandangan, namun dalam kenyataannya
tentang penanganan gelandangan dan tujuan yang ada dalam peraturan ini belum
pengemis jelas di dalam pasal 22, bahwa tercapai.
setiap orang/ lembaga/ badan hukum dilarang Berdasarkan fenomena diatas maka
memberi uang dan/atau barang dalam bentuk peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
apapun kepada gelandangan dan pengemis di mengkaji permasalahn tersebut dengan judul
tempat umum, lebih lanjut dalam pasal 23, “Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota
ayat 5 di jelaskan bahwa setiap orang yang Palu Dalam Penanganan Gelandangan Dan
melanggar ketentuan memberi uang dan/atau Pengemis Pada Dinas Sosial”.
barang dalam bentuk apapun kepada
Gelandangan dan Pengemis di tempat umum METODE
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Jenis penelitian
diancam dengan hukuman pidana kurungan Jenis penelitoan ini menggunakan
paling lama 10 (sepuluh) hari atau denda jenis penelitian deskriftif kualitatif, yaitu tipe
paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta penelitian yang langkah kerjanya untuk
rupiah), pasal diatas sudah cukup tegas namun mendeskripsikan objek, fenomena, atau
prakteknya di lapangan masih saja ada yang setting social terejawantah dalam satu tulisan
melanggar, ini menjadi tanda tanya apakah yang bersifat naratif. Artinya data, fakta yang
masyarakat tidak mengetahui tentang dihimpun berbentuk kata atau gambar
peraturan diatas atau ada hal-lain yang daripada angka-angka. Mendeskripsikan
menyebabkan masyarakat tetap memberi sesuatu berarti menggambarkan apa,
kepada gelandangan dan pengemis padahal mengapa, dan bagaimana suatu kejadian
rasa ibah dan kasian tidak dapat menjadi dasar terjadi.
untuk seseorang membenarkan aktifitas
gelandangan dan pengemis yang nantinya TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
akan menyebabkan kebiasaan buruk bagi Lokasi penelitian ini ditetapkan
pelaku gelandangan dan pengemis. peneliti di Kota Palu, berdasarkan
Dalam hal kerjasama antar lembaga permasalahan-permasalahan Implementasi
komunikasi yang dibangun dengan lembaga Kebijakan peraturan penanganan
lain belum terjadi, darisegi pendidikan Gelandangan dan Pengemis yang telah di
misalnya yang mana harus bekerjasama paparkan diatas. Penelitian ini dilaksanakan
dengan Dinas Tenaga Kerja Untuk pemberian pada saat izin penelitian dikeluarkan oleh
pelatihan sehingga setelah pembinanan di Pascasarjana dan penelitian sampai satu (3)
lakukan para pelaku Gelandangan dan bulan sesudahnya.
Pengemis bisa bekerja ataupun membuka
usaha dan tidak kembali melakukan aktifitas Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan
pergelandangan, padahal dalam peraturan ini Sampel
bertujuan untuk menyelesaika permasalahan Dalam penentuan informan adalah
Gelandangan dan Pengemis dengan orang yang dianggap paling mengetahui
pemberian informasi pelarangan aktifitas penelitian yang akan di teliti, untuk

5
memperoleh data dan informasi secara Observasi merupakan salah satu tehnik
langsung. Goetz dan LaComte, 1984 pengumpulan data yang tidak hanya
mengatakan bahwa, para informan adalah mengukur sikap dari responden namun juga
individu-individu yang memiliki pengetahuan dapat di gunakan untuk merekam berbagai
khusus, status, atau keterampilan komunikasi, fenomena yang terjadi.
yang berkemauan untuk membagi
pengetahuan daan yang memiliki akses pada 3) Studi kepustakaan
perspektif serta obserfasi yang menediadakan Bahan pustaka merupakan teknik
peneliti (Ahmad, 2016). pengumpulan data melalui teks tertulis
Teknik penentuan informan yang maupun soft copyedition
penulis gunakan adalah metode purposive,
4) Dokumentasi
yaitu Teknik penentuan sampel dengan Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam
pertimbangan tertentu, misalnya akan bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian
melakukan penelitian tentang kualitas besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-
makanan, maka sampel sumber datanya surat, catatan harian, cenderamata, laporan,
adalah orang yang ahli dalam makanan, atau artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini
penelitian tentang politik di suatu daerah, tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga
maka sampel sumber datanya adalah orang memberi peluang kepada peneliti untuk
yang ahli politik, sampel ini di nilai lebih mengetahui hal-hal yang pernah terjadi pada
cocok pada penelitian kualitatif (Sugiono, waktu silam
2014). Dalam penelitian ini informan
TEKNIK ANALISIS DATA
berjumlah 7 orang.
Untuk menyajikan data agar mudah
dipahami, maka langkah-langkah anlisis data
JENIS DAN SUMBER DATA
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Ada dua jenis data yang di gunakan dalam
Analysis Interactive Model dari Miles dan
penelitian ini yaitu:
Huberman, yang membagi langkah-langkah
1. Data Primer adalah data yang di peroleh
dalam kegiatan analisis data dengan beberapa
dan di kumpulkan langsung peneliti
bagian yaitu pengumpulan data (data
secara langsung dari sumber datanya.
collection), reduksi data (data reduction),
2. Data Sekunder adalah data yang di
penyajian data (data display), dan penarikan
peroleh atau di kumpulkan peneliti dari
kesimpulan atau verifikasi (conclutions)
berbagai sumber yang telah ada (buku,
(Sugiono, 2014).
jurnal, arsip, dan dokumen berupa foto-
foto)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Komunikasi
TEKNIK PENGUMPULAN DATA Komunikasi mempengaruhi
1) Wawancara pelaksanaan kebijakan publik, dimana
Wawancara adalah metode pengumpulan komunikasi yang tidak baik dapat
data melalui cara pendekatan berinteraksi menimbulkan dampak-dampak buruk bagi
langsung berupa tanya jawab dengan para pelaksanaan kebijakan. Dimensi komunikasi
informan mengenai implementasi kebijakan. yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan publik diantaranya: transmisi,
2) Observasi konsistensi, dan kejelasan (Winarno, 2012).

6
Dalam hal penyampaian perda yang telah di paparkan bahwa dalam aspek
ada terkait penanganan gelandangan dan komunikasi harus jelas, berkelanjutan, dan
pengemis dari Dinas Sosial sendiri terutama tepat sasaran.
dibagian rehabilitasi sosial telah bekerja sama 2. Sumberdaya
dengan satpol PP untuk pemasangan baliho Implementsi kebijakan harus
yang memuat informasi pelarangan dan sanksi ditunjang dengan sumber daya, baik sumber
terkait aktifitas gelandangan dan pengemis daya manusia, materi maupun metode.
sebagaimana yang di sampaiakan oleh Ibu Sasaran, tujuan, dan isi kebijakan walaupun
Aliandri Amas S.Psi Pada hari Selasa 13 sudah di komunikasikan secara jelas dan
September 2022 pukul 10.00, bahwa: konsisten, apa bila implementor kekurangan
“Dari kami pernah ada beberapa sumber daya untuk pelaksanaan,
bulan lalu kami waktu jalan sama-sama turun implementasi tidak akan berjalan dengan
lapangan dengan satpol PP di perempatan efektif dan efesien. Tanpa sumberdaya
lampumerah kami pasang baliho pelarangan kebijakan tidaka dapat di wujudkan untuk
itu terutama lampu merah yang besar seperti memberikan pemecahan masalah yang ada di
sigma, juanda, basukirahmat, dengan toua itu masyarakat dan upaya memberikan pelayanan
kami pasang, tapi belum sampe satu minggu pada masyarakat. Menurut Wahab (2010),
balihonya sudah hilang tau sapa yang cabut”. sumberdaya tersebut dapat berwujud
Berdasarkan keterangan dari Ibu sumberdaya manusia, yaitu kompetensi
Amas di atas maka ke tiga aspek yang ada implementor dan sumberdaya finansial.
tidak di penuhi, sementara pencapaian Dalam hal sumberdaya manusia
keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik untuk penanganan Gelandangan dan
mensyaratkan pelaksana untuk mengetahui Pengemis dari DINSOS sendiri telah
yang harus dilakukan secara jelas tujuan dan membentuk tim yang memadai untuk
sasaran kebijakan harus diinformasikan melakukan penanganan rehabilitasi
kepada kelompok sasaran sehingga dapat Gelandangan dan Pengemis dengan adanya
mengurangi kesenjangan antara rencana dan program rumah singga yang di bentuk dan di
pelaksanaan kebijakan. Walaupun masih dalamnya terdapat berbagai unsur dalam
belum maksimal ini merupakan suatu upaya penanganan seperti layanan atensi pedsos,
yang telah di lakukan Dinas Sosial sebagai pendamping, ustad, psikolog. Namun dalam
lembaga yang bertanggung jawab atas segi pembiyaan ini masih terbatas di
permasalahan Gelandangan dan Pengemis karenakan program rumah singga yang ada
yang ada di kota palu pemberian informasi ini hanya dapat membina Gelandangan dan
sejalan dengan amanat yang tercantum dalam Pengemis selama 7 hari karena pembiyaan
PERDA No 3 Tahun 2018 Pasal 6 Ayat 6 yang di sediakan hanya sampai 7 hari hal ini
yang berbunyi bahwa penyuluhan dan edukasi disampaikan oleh Ibu Aliandri Amas S.Psi
masyarakat, pemberian informasi melalui Pada hari Selasa 13 September 2022 pukul
media cetak dan elektronik, bimbingan sosial, 10.00, bahwa:
bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada “Dari kami sendiri bagian rehabilitasi
ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g dan huruf h sudah ada dibentuk program rumah singga,
dilaksanakan oleh perangkat daerah yang yang jadi pengurusnya itu kita-kita di bagian
mempunyai tugas dan fungsi di bidang sosial, rehabilitasi sosial, kami gantian dibikin
namun dalam aspek komunikasi ini masih jadwal untuk tugas di rumah singga itu, disitu
kurang dan belum memenuhi kriteria yang juga ada layanan atensi pedsos, ada

7
pendampingan, kami sediakan ustad juga maka mereka harus dapat melaksanakan apa
untuk ajar agama atau kasih ceramah- yang diinginkan oleh pembuat kebijakan
ceramah, dan kami sediakan psikolog juga tetapi ketika sikap atau pandangan para
untuk orang-orang yang jadi Gelandangan dan pelaksana berbeda dengan sipembuat
Pengemis mungkin karna ada maslah dengan kebijakan maka proses akan pelaksanaan
keluarga atau kaya anak jalanan dia jadi anak sebuah kebijakan akan menjadi kompleks.
jalanan karna orang tuanya broken home tapi Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan
ini berlaku hanya sampe 7 hari saja karna bahwa dapat dikatana komitmen dalam
SOPnya cuman sampe 7 hari” pelaksanaan PERDA ini masih kurang ini
Demikian juga yang dikatakan Ibu sesuai dengan yang dikatakan Ibu Aliandri
Ibu Ni Nyoman Arini Puspa Dewi, S,Psi, Amas S.Psi Pada hari Selasa 13 September
M.Si pada hari Kamis 8 September 2022 2022 pukul 10.00, selaku narasumber yang
pukul 09.00, bahwa: mengatakan bahwa:
“Gelandangan dan Pengemis yang “Memaang dalam pelaksanan
kena razia oleh Satpol PP itu pasti dibawa PERDA Nomor 3 Tahun 2018 ini kami
kemari ke DINSOS nah setelah disini kami DINSOS belum mendapat PERWALI yang
bawa ketempat rumah singga itu untuk baru jadi masih mengacu pada PERWALI
dilakukan proses baik pendataan maupun Nomor 12 Tahun 2017 ini juga kendala di kita
pembinaan, dan SOPnya hanya sampe tuju karna di PERDA sendiri itu banyak hal-hal
hari, setelah tujuh hari itu umumnya kalo yang baru dalam penanganan Gelandangan
yang masih ada keluarganya itu kami dan Pengemis makanya dari kami sendiri juga
pulangkan dan kalo yang sdah tdak ada baru merespon dengan pembuatan Rumah
keluarganya kami kasih di panti asuhan, di Singga itu saja”
kota palu itu ada panti asuhan binaan Dari sini kita bisa melihat bahwa
DINSOS itu dijalan durian panti Asuhan Ar- kurangnya perhatian dari pemangku kebijakan
Rahman” terhadap permasalahan Gelandangan dan
Dari pernyataan diatas kita dapat Pengemis yang ada, ini juga bisa diartikan
melihat bahwa untuk realisasi sumberdaya bahwa penanganan Gelandangan dan
manusia yang ada pada Dinas Sosial telah Pengemis sendiri tidak menjadi salah satu
disalurkan kedalam wadah berupa Rumah program prioritas sehingga cenderung di
Singgah, di mana dalam rumah singga ini biarkan dan tidak berkelanjutan yang mana
mencakup sumberdaya manusia untuk kita ketahui bahwa dalam suatu implementasi
penanganan Gelandangan dan Pengemis dan kebijakan publik faktor disposisi salah satu
juga di ketahui bahwa ada pihak ketiga yang yang perlu di lakukan agar satu kebijkan
bekerjasama dalam pengurusan Gelandangan terlaksana dengan baik, karena dalam
dan Pengemis yaitu Panti Sosial Yang disposisi ada komitmen serta kemauan untuk
bekerjasama dengan Dinas sosial, lembaga menjalankan kebijakan yang ada. Berbeda
ketiga ini juga dapat dikatakan sebagai salah dengan Pak Jumiah, Ari Gelandangan dan
satu sumberdaya pendukung dalam Pengemis yang peneliti temui di daerah
penanganan Gelandangan dan Pengemis. perempatan lampu merah SIGMA pada
3. Disposisi tanggal 09 Oktober 2022 pukul 12.35
Menurut teori dari Edward III bahwa mengatakan bahwa:
jika para implementor/pelaksana ingin “sempat saya di dapat SATPOL PP
melaksanakan sebuah kebijakan tertentu, cuman di kasih tau saja kalo tdak boleh

8
minta-minta di lampu merah tapi tdak ada 4. Struktur Birokrasi
juga kenapa dibawa ke kantor juga tidak Dalam implementasi kebijakan,
cuman di bilang kalo di rumah makan atau di struktur organisasi mempunyai peranan
perumahan boleh” penting. Salah satu aspek struktur organisasi
Dari hasil keterangan di atas kita adalah adanya prosedur operasi yang standar
dapat mengetahui bahwa ada perbedaan sikap (standard operating procedures/SOP), yaitu
yang di tunjukan oleh para implementor pedoman bagi setiap implementor dalam
kebijakan yang mana ini berbeda dengan bertindak.struktur organisasi yang terlalu
perda yang ada, di dalam perda ini melarang panjang cenderung melemahkan pengawasan
segala bentuk upaya pengemis baik itu dan menimbulkan red-tape, yaitu birokrasi
terdapat di muka umum atau di sarana publik yang rumit dan kompleks, serta ini
maupun di tempat lainnya seperti perumahan menyebabkan aktifitas organisasi tidak
ataupun di rumahmakan, hal ini karena fleksibel. Dalam implementasi kebijakan ini
aktifitas GEPENG itu sendiri dapat blum ada peraturan lanjutan yang di buat dari
mengganggu orang lain, berangkat dari hal ini pihak pemerintah kota dalam menerjemahkan
maka pemerintah perlu lagi memberikan peraturan daerah yang ada, yang
kejelasan tentang pelaranagan aktifitas seharusnya telah di buat peraturan lanjutan
GEPENG.Selain itu berdasarkan pengakuan sebagaimana dalam pasal 15 PERDA Nomor
Saiful setelah di wawancara mengatakan 3 Tahun 2022 berbunyi “walikota dalam
bahwa cenderungbdari pihak pemerintah melaksanakan pembinaan dan pengawasan
seperti membiarkan adanya Gelandangan dan sebagaimana di maksud dalam pasal 1 dapat
Pengemis di jalanan. melimpahkan kepada pejabat yang di tunjuk
“Sering saya liat dorang itu, kadang berdasarkan tugas dan fungsi perangkat. Hal
di lampu merah, kadang masuk kemari di ini juga disampaikan langsung oleh Ibu
tempat kerja ba minta-minta baru kaya agak Aliandri Amas S.Psi Pada hari Selasa 13
ba paksa begitu, di kartini juga banyak itu tapi September 2022 pukul 10.00, bahwa:
kayanya pemerintah itu kasih biar juga “Iya memang kami dalam
soalnya tidak mungkin pas dorang ba minta- menjalankan program kerja masih mengacu
minta daerah kartini itu tidak ada pejabat yang pada Peraturan Wali Kota Palu Nomor 12
liat” Tahun 2017 Tentang Tugas, Fungsi Dan Tata
Berdasarkan hasil wawancara diatas Kerja Dinas Sosial, makanya dari kami juga
aspek komitem dalam mengimplementasikan blum ada kerjasama dengan dinas-dinas yang
peraturan yang ada blum sesuai karena dalam lain, untuk PERDA yang baru ini blum ada
pasal 17 ayat 3 PERDA No 2 Tahun 2018 instruksi”Pernyataan di atas membuktikan
meng haruskan adanya kordinasi antara dinas bahwa seharusnya PEMKOT Plau seharusnya
terkait agar PERDA ini dapat di telah membuat peraturaan lanjutan sebaga
implementasikan dengan baik. Menurut Prof. petunjuk teknis penerapan perda yang ada
Terry, kordinasi adalah keselarasan yang namun faktanya setelah berjalan dua tahun
teratur dari upaya-upaya untuk menyediakan lebih sampe penelitian ini di buat belum
jumlah,waktu, dan pengarahan yang tepat dari adanya keseriusan dari PEMKOT Palu dalam
suatu tindakan yang menghasilkan tindakan membuat peratulan lanjutan sebagai petunjuk
yang serasi dan terpadu untuk mencapai tehnis, padahal ini sangat di perlukan untuk
tujuan yang telah di tetapkan(Muliawan, perbaikan penanganan Gelandangan dan
2015). Pengemis seperti yang di kemukakan oleh

9
Dimock dan Dimock (1984) bahwa unit
administratif terdiri dari orang-orang yang KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
harus bertindak sesuai dengan struktur yang
Kesimpulan
ada, prosedur yang telah di tetapkan, dan
keahlian yang dimiliki serta cara-cara yang Berdasarkan hasil penelitian dari data-
telah menjadi acuan dan di tetapkan dalam data yang di dapat dan di uraikan dalam bab
melakukan kegiatan (Tachjan, 2006). sebelumnya, maka dapat di tarik sebuah
Hampir senada dengan itu Bapak kesimpulan dari Implementasi Kebijakan
Abdi Hariadi, Amd.Hut, Selasa 06 September PERDA Kota Palu Nomor 3 Tahun 2018
2022 pada pikul 10.45 Mengatakan bahwa: tentang penanganan Gelandangan dan
“Rumah singgah sudah ada sejak 2019 tapi Pengemis oleh Dinas Sosial masih kurang
baru berjalan padasaat 2022 dan pengurusnya baik, dari beberapa aspek dan belum sesuai
juga lengkap mulai dari yang mendata, dengan isi dan tujuan yang diharapkan dari
memasak sampe ustad, dan terapi psikologi peraturan yang ada, hal ini dikarenakan masih
kami siapkan kami juga bergantian piket banyaknya kendala yang di hadapi, dilihat
untuk jaga di sini”. dari segi komunikasi, sumberdaya, disposisi,
Dari hasil wawancara diatas dapat di dan struktur birokrasi, yaitu sebagai berikut :
simpulkan bahwa dalam struktur birokrasi 1. Komunikasi yang belum berjalan dengan
belum ada pembentukan satuan kerja, baik karena penyampaian informasi
Menurut H. Tachjan dalam bukunya belum merata, tidak efektif serta tidak
Implementasi Kebijakan (2006:140) dalam maksimalnya upaya yang dilakukan
proses yang bertalian dengan pembentukan Dinas Sosial dalam penyampaian
suatu sistem komunikasi dan kordinasi untuk informasi kepada masyarakat selaku
menghubungkan, di perlukan norma-norma implementor.
yang spesifik aturan-aturan dan standar 2. Sumberdaya untuk mendukung
operasioanal dengan maksud untuk implementasi kebijakan dalam segi
membakukan dan mengarahkan perilaku finansial hanya dapat memfasilitasi dalam
indifidu, perilaku kelompok, dan antar jangka waktu tertentu dan bukan berdasar
kelompok pada pencapaian tujuan dan sasaran pada kondisi Gelandangan dan Pengemis,
organisasi(Tachjan, 2006). serta dari segi sumberdaya manusia sdah
Pembentukan tim kerja yang sesuai cukup memadai hanya saja blum adanya
dengan PERDA yang ada hanya pembentukan pembentukan satuaan kerja khusus di
program rumah singgah yang telah di buat karenakan blum adanya peraturan
sejak tahun 2019 berdasarkan PERMENSOS lanjutan dalam penanganan Gelandangan
No 16 Tahun 2019 dan tidak mengikuti perda dan Pengemis.
N0 3 Tahun 2018 padahal disisi lain birokrasi 3. Disposisi atau sikap dari implementor
adalah aktor atau pelaku dalam perencanaan, dalam hal ini Pemerintah Kota yang
pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan publik kurang memprioritaskan penanganan
adapun kebijakan merupaka instrumen bagi Gelandangan dan Pengemis menjadi
birokrasi yang di gunakan untuk penyebab utama tidak efektifnya
melaksanakan tugas (Anggara, 2018) penanganan Gelandangan dan Pengemis,
kedepannya sangat perlu dibuat peraturan ini dikarenakan sampai saat ini belum ada
lanjutan sebagai petunjuk tehnis dalam aturan lanjutan dari PERDA yang ada
pelaksanaan perda yang ada. maka dapat dikatakan bahwa masih

10
kurangnya komitmen dalam
Implementasi peraturan PERDA yang DAFTAR RUJUKAN
telah di bentuk.
Agustino, L. (2017). dasar-dasar kebijakan
4. Blum adanya pembentukan Struktur
publik. ALFABETA.
birokrasi yang mengacu pada PERDA ini
menunjukan kurangnya keseriusan dalam Ahmad, R. (2016). metodologi penelitian
upaya penanganan Gelandangan dan kualitatif. Ar-Ruzz Media.
Pengemis yang ada di kota palu, yang ada Amiluddin. (2020). Pemkot Didorong Bentuk
hanyalah pembentukan Rumah singga Peta Masalah Gepeng di Kota Palu.
yang dianggap sebagai respon dari Dinas Sultengraya.Com.
Sosial terhadap PERDA No 3 Tahun https://sultengraya.com/read/102823/pe
2018 padahal faktanya bahwa mkot-didorong-bentuk-peta-masalah-
pembentukan Rumah Singga berdasar gepeng-di-kota-palu/
atas Permensos No16 Tahun 2019.
Damayanti, W. (2017). Implementasi
Rekomendasi Kebijakan Penanggulangan Gelandangan
Perlu ada perbaikan dalam penerapan Dan Pengemis Di Kabupaten Demak
implementasi kebijakan terutama terkait hal Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2
komitmen atau disposisi dalam Tahun 2015. Ilmu Pemerintahan, 1–19.
mengimplementasikan kebijakan terlihat jelas Handoyo, E. (2012). Kebijakan Publik. widya
bahwa dalam paparan di atas faktor utama karya.
tidak berjalannya peraturan yang ada yaitu
tidak adanya komitmen dari Dinas sosial Muliawan, R. (2015). Sistem Pemerintahan
dalam menjalankan kebijakan yang telah di Indonesia. UNPAD PRESS.
bentuk, seharusnya para implementor harus Nugroho, R. (2004). Kebijakan Publik,
bersunggu-sunggu dalam Formulasi Implementasi dan Evaluasi.
mengimplementasikan kebijakan yang ada Eleks Media Komputindo.
sehingga kebijakan yang ada tidak terkesan Pasolong, H. (2013). Teori Admnstrasi
hanya sebagai wacana saja. Publik. ALFABETA.
Dalam hal Komunikasi perlu di
perhatikan kembali mengenai Pemerintah Daerah Kota Palu. (2018).
penginformasian kebijakan kepada PERATURAN DAERAH KOTA PALU
masyarakat, yang seharusnya isi kebijakan NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG
samapai di telinga para target kebijakan PENANGANAN GELANDANGAN DAN
sehingga akan ada perubahan pada PENGEMIS.
masyarakat. https://jdih.palukota.go.id/main
Kemudian dalam hal Sumberdaya Ramdhani, A., & Ramdhani, M. A. (2017).
perlu adanya peneyedian sarana dan prasarana Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan
untuk mendukung kebijakan yang ada Publik. Jurnal Publik, 11(01), 1–12.
setidaknya dari sarana yang betul-betul sangat
di butuhkan seperti dana pembiyayaan Rosmiyanti, M. (2021). Implementasi
rehabilitasi yang harus disesuaikan dengan Kebijakan Ketertiban Sosial di Kota
kondisi Gelandangan dan Pengemis itu Batam (Studi Kasus pada Kawasan
sendiri. Bebas Gelandangan dan Pengemis).

11
http://repository.upbatam.ac.id/id/eprint/
557
Santoso, P. (2004). Analis Kebijakan Publik.
FISIPOL UGM.
Santoso, P. (2012). Administrasi Publik, Teori
dan Aplikasi Good Governance. Refika
Aditama.

12

Anda mungkin juga menyukai