Anda di halaman 1dari 10

Journal of Governance Innovation

Volume 2, Number 1, Maret 2020


(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

Masalah Sosial dan Kebijakan Publik di Indonesia


(Studi Kasus UU ITE No. 19 Tahun 2016)
Jayyidan Falakhi Mawaza 1, Abdussatar Khalil 2
1,2
Program Studi Pembangunan dan Kebijakan Publik, Konsentrasi Islam,
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
1
Jayyidanfm@gmail.com

Abstract
This article aims to know and analyze the policy of ITE Law No. 19 of 2016, which has
two preferences in the formulation of strategic and political preferences. A good policy
comes from social issues that are perceived by many communities and not of individual
problems. Public policy is made to resolve social issues not to add or create new
problems. Strategic preference in the formulation of this law departs from the problem of
many crimes in the form of fraud and evasion by using electronic media. Strategic
preference to see this law is passed to address the issue. While political preferences look
different about the emergence of this law. The political preference to see the emergence
of this law is not separated from the interests of actors who have authority in the making
of this law. The actor who has that interest is the ruler. With this law, the ruler is
increasingly in limiting and criminalizing the right to freedom of community opinion.
This article specifically wants to see the extent of the tension of both preferences.
Keyword : Social Problem, Public Policy, UU ITE.
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan Undang-Undang ITE
No. 19 Tahun 2016 yang memiliki dua preferensi di dalam perumusan kebijakanya yakni
preferensi strategis dan politis. Sebuah kebijakan yang baik berasal dari masalah social
yang dirasakan oleh masyarakat banyak dan bukan dari masalah individu. Kebijakan
public dibuat untuk menyelesaikan permasalan social bukan untuk menambah ataupun
membuat masalah baru. Preferensi strategis dalam perumusan Undang-Undang ini
berangkat dari masalah banyaknya kejahatan berupa penipuan dan penggelapan dengan
menggunakan media elektronik. Preferensi strategis melihat Undang-Undang ini
disahkan untuk menanggulangi masalah tersebut. Sedangkan preferensi politis
memandang berbeda mengenai kemunculan Undang-Undang ini. Preferensi politis
melihat kemunculan Undang-Undang ini tak lepas dari kepentingan para aktor yang
mempunyai wewenang dalam pembuatan undang-undang ini. Aktor yang memiliki
kepentingan tersebut adalah penguasa. Dengan adanya Undang-Undang ini penguasa
semakin leluasahanya dalam membatasi dan mengkriminalisasi hak kebebasan
berpendapat masyarakat. Tulisan ini secara spesifik ingin melihat sejauh mana
ketegangan dari kedua preferensi tersebut.
Kata Kunci: Masalah Sosial, Kebijakan Publik, UU ITE

22
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

PENDAHULUAN publik tidak berada di ruang hampa


karena dalam kebijakan publik
Permasalahan sosial di Indonesia
terangkum kecenderungan-
dapat dengan mudah kita temui di
kecenderungan politis yang dimiliki
berbagai macam bidang maupun
oleh para aktor yang merumuskan
tempat. Jika ditilik dari aspek bidang
sebuah kebijakan. Oleh karena itu
hampir berbagai macam bidang baik itu
sebagai sebuah fakta, kebijakan publik
pendidikan, kesehatan, pertanian,
tidak hanya memiliki fakta strategis
kelautan dan sebagainya tak luput dari
dengan menjawab permasalahan-
tantangan masalah sosial. Begitupun
permasalahan sosial yang dialami oleh
dengan aspek geografis, permasalahan
masyarakat melainkan juga terdapat
sosial juga terdapat di desa maupun
fakta politis dimana aktor-aktor yang
kota. Impian dari semua orang tak
memiliki andil dalam perumusan
terkecuali kelas atas maupun bawah
kebijakan publik juga memiliki
adalah menjalani kehidupan tanpa ada
kepentingan khusus untuk dirinya
masalah sosial. Hal tersebut dibuktikan
sendiri. Maka dari itu sebagai sebuah
dengan usaha-usaha yang dilakukan
strategi, kebijakan publik tidak hanya
oleh manusia untuk senantiasa
memiliki sisi positif melainkan juga
berupaya untuk mencari solusi-solusi
terdapat sisi negatif (Tilaar dan
untuk mengatasi masalah sosial
Nugroho, 2008).
tersebut.
Tulisan ini berupaya untuk
Salah satu instrumen penting
melihat sejauh mana ketegangan-
dalam mengatasi berbagai macam
ketegangan yang terjadi antara
masalah sosial tersebut adalah
preferensi strategis dan politis dalam
kebijakan publik. Kebijakan publik
kebijakan publik di Indonesia. Dalam
sangat konsen terhadap masalah-
makalah ini secara spesifik mengambil
masalah yang dihadapi khalayak luas.
studi kasus tentang Undang-undang
Kebijakan publik yang diproduksi oleh
Informasi dan Transaksi Elektronik No
pemerintah harus mempertimbangkan
19 tahun 2016. Undang-undang ITE ini
masalah-masalah yang memadai. Suatu
menjadi problematis karena seringkali
masalah dapat diartikan sebagai suatu
digunakan oleh pihak elit tertentu
kondisi yang berdampak pada
untuk memberangus kebebasan
ketidakpuasan bagi orang-orang yang
berekspresi melalui pasal-pasal dalam
menginginkan pertolongan atau
Undang-undang ini yang dinilai tidak
perbaikan (Winarno, 2014).
tegas dan sangat bias sehingga dapat
Namun, pembuatan kebijakan
dengan mudah disalahgunakan oleh
publik harus dilakukan secara
pihak penguasa untuk
proporsional dengan menggunakan
mengkriminalisasi masyarakat yang
analisis dan metode yang benar
mengemukakan pendapatnya.
sehingga dapat menghasilkan kebijakan
publik yang benar-benar dapat TINJAUAN PUSTAKA
bermanfaat. Dan menghindari Masalah Publik Sebagai Bahan
kebijakan publik yang justru kontra Kebijakan Publik
produktif dengan asas manfaat yang Sebelum menjelaskan keterkaitan
malah menghasilkan serangkaian antara masalah publik dengan
masalah-masalah yang baru. Kita tidak kebijakan publik ada baiknya kita
dapat menafikan bahwa kebijakan

23
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

mengetahui diferensiasi atau dalam melakukan tindakan-tindakan


pembedaan antara masalah individu sehari-hari. Sedangkan terma publik
dan masalah publik karena makna adalah orang-orang yang berkumpul
antara masalah individu dan masalah karena memiliki kepentingan dan minat
publik ini seringkali menjadi kabur. yang sama tanpa memiliki norma-
Karena hanya masalah publiklah yang norma yang mengikat. (Islamy, 1997).
dapat menjadi legitimasi dari Oleh karena itu masalah publik bisa
pembuatan kebijakan publik. Sebuah diartikan sebuah masalah yang dapat
masalah dapat dikatakan sebagai mengumpulkan orang-orang untuk
masalah publik harus terlebih dahulu membuat sebuah kelompok untuk
dikategorisasikan dan perlu dibuat menghadapi masalah-masalah tersebut.
karakteristik-karakteristiknya. Secara Adanya sebuah masalah publik
sederhana pendefinisian masalah tidak langsung secara otomatis
publik adalah masalah-masalah yang langsung bisa dijadikan sebagai bahan
memiliki konsekuensi yang luas sampai kebijakan publik. Ada prasyarat
kepada pihak yang tidak secara tersendiri bila masalah publik ingin
langsung terlibat. Sedangkan masalah dijadikan sebagai bahan kebijakan
yang hanya memiliki konsekuensi publik. Menurut Charles O Jones
kepada satu atau beberapa orang yang sebagaimana dikutip oleh Budi
terlibat secara langsung dapat Winarno bahwa terdapat dua tipe
dikatakan sebagai masalah pribadi atau masalah publik yakni pertama,
individu (Winarno, 2014). masyarakat yang sangat konsen dan
Untuk mendefinisikan masalah sangat fokus untuk memperhatikan
kebijakan pada intinya adalah dengan sebuah masalah hingga akhirnya
membuat sebuah kegiatan untuk membuat suatu wadah kelompok yang
membahas berbagai macam isu dapat digunakan untuk mengatasi
maupun masalah sosial. Adapun masalah tersebut. Sedangkan yang
masalah maupun isu sosial tersebut kedua, masyarakat kurang
harus dipilih berdasarkan argumentasi berkoordinasi dan kurang terorganisasi
yang kuat dan mempunyai relevansi oleh karena itu masalah public yang
dengan situasi dan kondisi mutakhir. ingin diusung kurang mendapat respon
Skala dampak dan cakupan dari lebih banyak masyarakat. Oleh sebab
masalah tersebut juga sangat penting itu jika sebuah masalah publik ingin
diperhatikan karena semakin dampak ditransformasikan menjadi kebijakan
dan cakupan masalah semakin banyak publik perlu adanya sebuah wadah
yang merasakan berarti urgensi dari berupa kelompok yang berfokus untuk
sebuah masalah tersebut dijadikan untuk mendorong masalah social
menjadi isu kebijakan publik menjadi tersebut agar dapat dijadikan sebagai
penting (Suharto, 2012). bahan kebijakan publik. (Winarno,
Terma publik memiliki makna yang 2014).
berbeda secara spesifik dibandingkan Kelompok-kelompok yang
dengan pengertian masyarakat. berupaya mendorong masalah publik
Masyarakat diartikan sebagai sebuah tersebut untuk dijadikan kebijakan
sistem sosial yang mana masyarakat publik memiliki fokus yang berbeda-
masih menjaga norma-norma dan nilai- beda sehingga butuh tenaga ekstra
nilai yang dapat dijadikan pedoman lebih bagi pihak lembaga pembuat

24
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

kebijakan yakni legislatif dan eksekutif masuk kedalam teknologi saat ini.
untuk menelaah secara cermat dan Kehidupan manusia di abad ke 20 ini
menimbang-nimbang masalah mana memang tidak bisa terlepas dari barang
yang pantas dijadikan sebagai barang yang bersifat digital sehingga
kebijakan publik. Disitulah letak ruang- menyebabkan semua tersegmentasi
ruang untuk pihak-pihak yang dengan cepat kepada semua pengguna
berkepentingan yang memiliki teknologi. Dengan perubahan
dorongan masalah publik yang kebiasaan dari media tradisional ke
berbeda-beda untuk melakukan tawar- media modern (digital) tentu akan
menawar dengan pihak lembaga mengakibatkan banyak hal-hal baru
pembuat kebijakan. Namun sayangnya yang merubah cara berpikir, bersikap,
ruang untuk tawar-nenawar tersebut dan memandang segalanya dari kaca
seringkali digunakan justru untuk mata pribadi. Segala kebutuhan hidup
kepentingan kekuasaan pihak-pihak sudah ada dalam genggaman tangan
tertentu dari pada untuk kepentingan manusia dengan berbagai macam
masyarakat banyak (Anggara, 2014). program berbasis digital, seperti
Sebuah kebijakan publik aktivitas perdagangan (e-commerace),
seringkali walaupun secara prosedural aktivitas pembelajaran (e-learning),
sudah menggunakan kaidah-kaidah aktivitas pemerintahan (e-goverment)
demokrasi namun pada kenyataanya dan seterusnya.
seringkali kebijakan dibuat hanya Pergeseran kehidupan manusia
untuk kepentingan pragmatis oleh para dari dunia nyata ke dunia maya (virtual
elit yang berkepentingan. (Nugroho, world) telah sama sama kita rasakan.
2009). Bahan kebijakan publik yang negara sebagai bagian dari regulator
seharusnya berasal dari masalah publik kehidupan harus mampu memberikan
justru berganti dengan masalah yang sumbangsih sistem pemerintahan yang
ditunggangi oleh kepentingan individu. beradapasi dengan dunia maya juga.
Oleh karena itu agar kebijakan publik Belakangan ini negara berhasil
berasal dari masalah-masalah publik membuat Undang-undang terkait
masyarakat harus secara bersama-sama informasi dan transaksi elektronik
mendorong masalah publik kepada untuk pertama kalinya yakni Undang-
pihak terkait dengan membuat sebuah Undang No. 19 tahun 2016. Hukum
kelompok yang disatukan oleh satu pada esensinya adalah suatu pengaturan
permasalahan yang sama. kehidupan menunju ke pergeseran
HASIL DAN PEMBAHASAN kehidupan yang lebih baik. Negara
Indonesia adalah negara hukum maka
Relevansi antara UU ITE dan sudah kewajiban pemerintah dalam
Permasalahan Ssosial mengatur kehidupan masyarakat secara
A. Preferensi Strategis dalam nyata, karena dilain sisi juga
kebijakan UU Nomor 19 Tahun kecenderungan publik dalam bersikap,
2016 tentang Informasi dan dalam menggunakan UU ITE harus di
Transasksi Elektronik kontrol oleh pemerintah agar tidak
Dalam perkembangan IPTEK terjadi hal yang bersifat negatif dalam
kita selalu di hadapkan dengan menggunakan media teknologi
kemudahan segala aspek kehidupan, informasi. (Sidik, 2013)
terlebih aspek informasi yang mudah

25
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

UU ITE banyak membahas pasal pangsa pasar yang sangat besar untuk
demi pasal mulai dari pasal informasi penanaman modal dalam perusahaan
elektronik, transaksi elektronik, digital atau Start-Up lainnya, oleh
teknologi informasi, dokumentasi karena itu hal yang perlu diantisipasi
elektronik sistem elektronik yang oleh pemerintah contoh kecilnya adalah
kesemuanya mengatur etika kasus penipuan perdagangan yang
masyarakat dalam menggunakan dimana satu diantara dua pelaku
informasi elektronik sebagai media transaksi pasti dirugikan. Apabila kita
untuk melangsungkan kehidupan di melihat seperti data di atas tentang
abad ini. Ini membuktikan bahwa penipuan melalui saluran media
hukum harus mampu beradaptasi elektronik tersebut sudah menjadi tugas
dengan kondisi masyarakat. (Sidik, pemerintah untuk meminimalisir kasus-
2013). Kita bisa bayangkan apabila kasus tersebut melalui pembuatan
tidak ada muatan kontrol hukum UU undang-undang ini.
ITE dalam kehidupan masyarakat maka Indonesia dengan populasi
akan semakin menggurita saja sebagai negara terbesar ke 4 di dunia,
pelanggaran-pelanggaran terkait juga sebagai negara dengan pengguna
informasi dan transaksi elektronik. internet terbanyak ke 3 di dunia,
Dilansir dari media berita dibuktikan dari riset We are Social dan
tempo.co bahwa di tahun 2018 Hootsuite, ditemukan bahwa
Kementerian Komunikasi dan pertumbuhan penggunaan media sosial
Informatika telah menerima sebanyak mencapai 34% dengan tambahan
16.678 laporan yang diduga terindikasi pengguna terbesar ke tiga di dunia,
tindak pidana transaksi elektronik. Dari sebanyak 27 juta pemakai, untuk sosial
jumlah tersebut kategori tindak pidana media facebook Indonesia termasuk
yang paling banyak dilaporkan adalah raksasa pengguna facebook ke-3
terkait dengan penipuan transaksi terbesar di dunia dengan 106 juta
online sebanyak 14.000 laporan. pengguna, dengan waktu 3 jam hingga
Disusul oleh oleh tindak pidana 16 menit sehari. (Setiawan, 2017).
kejahatan sebanyak 1000 laporan dan Dalam buku “Maping of The
disusul dengan tindak pidana penipuan World” karangan Jeffrey Sachs
investasi. (tempo.co 12/9/18) dijelaskan bahwa penguasaan teknologi
Data dari yang di lansir dalam pada masyarakat dunia terdapat
halaman Kominfo bahwa, di tahun beberapa klasifikasi, diantaranya
2018 pengguna aktif smartphone lebih adalah, Techonologically Excluded
dari 100 juta pengguna (kominfo.go.id yang artinya manusia atau kelompok
2/10/15) yang dimana pasti akan cepat yang tidak familiar dengan teknologi,
mendapat informasi tentang seluruh kemudian ada juga Technological
aspek kehidupan mulai dari informasi, Adopters yang artinya kelompok
kesehatan, perdagangan, politik, pengguna teknologi saja, dan yang
penawaran jasa dst. Negara Indonesia terakhir Techonological Innovators
sebagai negara yang luas dengan 260 manusia atau kelompok sebagai
juta penduduk Indonesia perlu di atur pengguna dan pembaharu dalam bidang
secara hukum. tekonologi terlebih teknologi Start-Up,
Dari data tersebut tentu Indonesia e-commerace, e-learn, e-health, seperti
akan dilirik oleh investor dunia sebagai

26
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

Gojek, Go Pay, Bukalapak, Tokopedia, media bisa menjadi kontradiktif dalam


Tani Hub dan lainnya. segala aspek keterkaitan dengan
Dalam era “Pribumisasi Digital” pemerintah, yang berpihak pada rakyat,
saat ini bahwa media sosial telah peran media informasi dan komunikasi
merebak ke semua daerah, baik di desa sebagai anjing penjaga (guard dog)
dan kota. Pada tahun 2013, persentase bahwa media mampu menjadi kritikus
penduduk usia 5 tahun ke atas yang pemerintah dalam aspek pemerintahan,
pernah mengakses internet dalam tiga kemudian yang terakhir adalah media
bulan terakhir sekitar 14,90 persen dan informasi dan komunikasi sebagai
meningkat menjadi 32,34 persen pada anjing pangkuan (lap dog) yang
tahun 2017. Percepatan arus pengguna dimana disini media informasi dan
media sosial terus berjalan dan masuk komunikasi menjadi humas pemerintah
kesemua wilayah tidak hanya untuk dalam mendukung dan menyeruakan
masyarakat kota saja namun juga untuk program pemerintah dan politik
masyarakat desa, terbukti dengan strategis pemerintah. (Saharudin,
hadirnya program “Desa Benderang 2011).
Informasi Publik” yang dipionerkan Dalam model tersebut kita bisa
oleh daerah NTB untuk bahan model melihat dua sisi tentang media
ajar bagi seluruh desa di Indonesia, informasi dan komunikasi yang bersifat
yang dimana dengan tujuan untuk menguntungkan dan merugikan secara
membumikan informasi publik yang aspek kenegaraan. Pandangan
berawal dari desa. (ppid.ntbprov.go.id masyarakat awam tentu beragam dalam
7/10/16) memahami kehadiran media
Alvin Toffler berpandangan komunikasi dan informasi. Dalam sisi
bahwa “Barang siapa yang menguasai strategis memang di butuhkan sikap-
informasi, merekalah yang akan sikap pemerintah yang konsisten dalam
menguasai dunia” (Saharudin, 2011) menjawab semua keresahan
Indikator inilah yang membuat masyarakat, kekurangan masyarakat
masyarakat terus mencari semua jenis dan masalah sosial masyarakat dalam
informasi dalam kemudahan dan dunia sisi informasi dan komunikasi.
digital ini. Proses menyebarnya Belakangan ini mulai banyak kita
tumpukan informasi baik berupa teks, dengar kritik kritik terhadap beberapa
film, dan suara maka sudah menjadi pasal yang termuat dalam UU ITE oleh
keharusan kontrol pemerintah dalam para akademisi, praktisi hingga
menangkap pelaku kejahatan informasi, masyarakat biasa.
menyaring berita dalam kontek negatif Terlepas dari itu semua dalam hal
dalam informasi dan komunikasi. media komunikasi dan informasi dalam
Di Indonesia banyak sekali kasus hal startegis dalam menjawab
tak bermoral mulai dari kasus permasalahan dan tantangan UU ITE
pornografi Ariel Peterpan, kasus penulis memberikan apresiasi kepada
penipuan dst. Dalam konteks berbangsa pemerintah yang telah sigap dalam
dan bernegara kebebasan berbicara, mengatur negara dan masyarakatnya
dan berpendapat seperti dalam UU dalam hidup bernegara dengan
yang disebut di atas, bahwa peran hadirnya UU ITE yang awal dalam
media informasi dan komunikasi bisa sejarah berbangsa dan bernegara. Peran
menjadi anjing pengawas (watch dog), pemerintah dalam sisi output kebijakan

27
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

yang rasional dan pro rakyat tentu kita dalam formulasi hingga aplikasi
dukung sebagai warga negara yang kebijakan. Dalam asumsi teori model
baik. Peran masyarakat sangat elit dalam sebuah kebijakan kekuasaan
dibutuhkan dalam melihat sudut politiklah yang dapat memegang dan
pandang UU ITE yang di sudah menyelenggarakan sebuah kebijakan
disahkan. publik menurut selera dan keinginanya
B. Preferensi Politis dalam tentunya disesuaikan dengan
Kebijakan UU Nomor 19 Tahun kepentingan pribadinya. (Nugroho,
2016 tentang Informasi dan 2009)
Transasksi Elektronik Pada dasarnya kekuasaan akan
Lahirnya kebijakan Undang- tetap mengalir dalam sanubari
undang Informasi dan Transaksi penguasa, terlebih dalam media untuk
Elektronik ini dinilai mempunyai tetap berada pada garis kekuasaan. Hal
muatan politis karena dinilai ini juga senada dengan teori yang di
dirumuskan hanya untuk kepentingan kemukakan oleh Hall, media adalah
pihak penguasa untuk memberangus instrumen kekuasaan elit (Morrison,
pihak-pihak yang ingin mengkritik dan 2015) pernyataan Hall ini bisa kita
menyalurkan aspirasi di sosial media. asumsikan bahwa kekuasaan akan terus
Dengan beberapa pasal yang ada pada dipertahankan dalam posisi
Undang-undang ini, pihak-pihak kepemimpinan.
tersebut dengan gampang dapat Masyarakat sebagai bagian dari
dikriminalisasi oleh pihak penguasa. yang dikontrol oleh negara tentunya
Hal tersebut dinilai dapat membatasi pasti tidak semua paham tentang
hak kebebasan menyalurkan aspirasi konteks UU ITE dan penerapan pada
dan berekspresi. kasus kasus yang bisa menjadi
Menurut Southheast Asia referensi dasarnya. Di samping itu juga
Freedom of Exspression Network (Safe kita sebagai masyarakat biasa tidak
net) sejak Undang-undang Informasi mengerti betul tentang dasar dari
dan Transaksi Elektronik lahir pada design politik suatu kekuasaan. Negara
tahun 2008 hingga tahun 2018 terdapat pasti memiliki pimpinan tertinggi
245 laporan tentang kasus Undang ITE. dalam sistem regulator apakah politik
Menariknya kebanyakan pelapor dari sebagai panglima tertinggi, atau
Undang-Undang ini adalah pihak ekonomi sebagai panglima tertinggi
pejabat negara atau pihak yang atau bahkan moral sebagai pimpinan
mempunyai kuasa. Sebanyak 35, 92 tertinggi dalam negara (Masoed, 1994)
persen orang yang melapor adalah Permainan-permainan cantik pemegang
pejabat negara termasuk kepala daerah, kekuasaan tentu bermain dengan sangat
kepala instansi/departemen, menteri teratur dan berhati hati. Kebijakan
hingga aparat keamanan. Sedangkan pembangunan juga tak lepas dari
kelompok terlapor yang terbanyak kepentingan penguasa, disini artinya
adalah pihak awam sebanyak 29,4 dan keterkaitannya dengan konteks UU
persen (Tirto.id, 2018). ITE kita tidak sedang menuduh secara
Jika dianalis menggunakan teori utuh dan sikap negative thinking dalam
kebijakan model elit, Undang-undang penguasa namun kita perlu cermati
Informasi dan Transaksi Elektronik ini langkah dan sikap politis dalam jejak
memiliki bias preferensi politik elit kaki sang pengauasa.

28
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

Marx berpendapat media dari lama 4 (empat) tahun dan/atau denda


kelahirannya hanya digunakan untuk paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh
mendukung kepentingan paham ratus lima puluh juta rupiah)”. (UU RI
kapitalis (Morrison, 2015) terlepas dari No. 19 Tahun 2016)
semua aspek alasan pemerintah. Ini Serta dalam Pasal 28 Ayat 2 yang
semakin kuat argumen bahwa celah berbunyi “Setiap orang yang dengan
untuk tetap mendukung agenda sengaja tampak menyebarkan
kekuasaan itu juga memungkinkan informasi yang ditujukan untuk
terjadi dalam kepentingan-kepentingan menimbulkan rasa kebencian atau
politik lainnya. dalam UU ITE tentang permusuhan individu dan atau
kehadirannya publik memberikan kelompok masyarakat tertentu
pandangan yang berbeda-beda dalam berdasarkan atas suku, agama, ras dan
menilai hadirnya UU ITE ini, antar golongan”. (UU RI No. 19
diantaranya adalah pasal 9 tahun 1998, Tahun 2016)
ayat 1 yang berbunyi “Kemerdekaan Kedua pasal itulah yang dinilai
menyampaikan pendapat adalah hak merupakan pasal karet yang dinilai
setiap warga negara untuk dapat mengkriminalisasi kalangan-
menyampaikan pikiran dengan lisan, kalangan yang kritis terhadap pihak
tulisan dan sebagainya secara bebas penguasa dan dapat menghalangi hak
dan bertanggung jawab sesuai dengan seseorang dalam kebebasan berekspresi
ketentuan peraturan perundang- dan menyampaikan pendapat. Dalam
undangan yang berlaku”, di lain sisi kedua pasal tersebut tidak ada
juga terdapat pemahaman yang masih kepastian sejauh mana batasan antara
sama yang paham yang menolak ide antara penghinaan, pencemaran nama
UU ITE mengatakan bahwa dunia baik, menimbulkan rasa kebencian
maya merupakan sebuah akses bebas dengan praktek mengkritik dan
dalam berbicara dan berpendapat yang mengemukakan pendapat. Walhasil
tidak boleh diikutsertakan dalam UU dari ketidakpastian kedua pasal tersebut
konvensional. muncullah beberapa orang yang
UU ITE dewasa ini sebagai menjadi korban pasal dari Undang-
media kontrol pemerintah kepada Undang ini. Mulai dari kasus Prita
masyarakat tentu terdapat pasal yang Mulyasari, Anindya Soejono hingga
masih multitafsir kehadirannya yang yang terbaru kasus Baiq Nuril dan
memerlukan pencerahan arti dan Dandhy Dwi Laksono.
substansi seperti dalam pasal Takhayal, muncul pendapat
penghinaan yang termuat dalam pasal bahwa Undang-Undang ITE ini
yang berbunyi “Setiap Orang yang memiliki muatan politis di dalamnya
dengan sengaja dan tanpa hak karena seringkali Undang-undang ini
mendistribusikan dan/atau digunakan sebagai senjata yang ampuh
mentransmisikan dan/atau membuat digunakan oleh pihak-pihak penguasa
dapat diaksesnya Informasi Elektronik untuk membungkam kritik serta
dan/atau Dokumen Elektronik yang pendapat yang dimiliki oleh
memiliki muatan penghinaan dan/atau masyarakat. Dibalik Kebiasan beberapa
pencemaran nama baik” sebagaimana pasal dalam Undang-undang ITE inilah
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) pihak-pihak tersebut memanfaatkan
dipidana dengan pidana penjara paling

29
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

celah tersebut untuk kepentingan berpendapat bahwa Undang-undang ini


dirinya sendiri. harus tetap dilanjutkan karena dapat
KESIMPULAN menjawab masalah-masalah kejahatan-
kejahatan penipuan di dalam media
Jika melihat kebijakan Undang- elektronik kendati memiliki prasyarat
undang Informasi dan Transaksi yakni harus ada perubahan dalam
elektronik ini memiliki dua aspek yang Undang-undang ini terhadap pasal-
sangat penting untuk dianalisis yakni pasal yang dinilai bermasalah.
aspek strategis dan aspek politis. Aspek
strategis dari undang-undang ini dapat DAFTAR PUSTAKA
dilihat dari sebab dan alasan undang- Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan
undang ini dibuat. Undang-undang ini Publik. Pustaka Setia. Bandung.
dibuat bertujuan guna menjawab Anggraeni, Kartika. (2018, 12
permasalahan-permasalahan seputar September). 16.678 Laporan
penggunaan media elektronik sebagai Tindak Pidana Elektronik
instrumen dalam transaksi jual-beli dan Masuk Cek Rekening.id.
informasi. Sebelum Undang-undang ini Diperoleh dari
lahir transaksi jual-beli dan informasi https://bisnis.tempo.co/read/112
rawan akan akan kegiatan-kegiatan 5840/16-678-laporan-tindak-
penipuan dan hacking. Tujuan dari pidana-elektronik-masuk-ke-
undang-undang ini lahir untuk cekrekening-id
meminimalisir tindak kegiatan Arry, Lalu. 2016. Komisi Informasi
merugikan tersebut. NTB Canangkan Desa
Sedangkan aspek politis dalam Benderang Informasi Publik
Undang-undang ini adalah isi didalam (DBIP), diambil dari
undang-undang ini yang semakin https://ppid.ntbprov.go.id/detail
meluas tidak hanya mengatur hal-hal -berita-18-komisi-informasi-
yang seputar dengan transaksi ntb-canangkan-desa-benderang-
elektronik melainkan juga mengatur informasi-publik-dbip.html,
terkait dengan batasan penggunaan Diakses pada tanggal 01
media elektronik untuk menyatakan Oktober 2019.
pendapat. Beberapa pasal dalam Badan Pusat Statistik Nasional. (2018).
Undang-undang ini dinilai memiliki Statistik Telekomunikasi
aspek politis karena pasal-pasal Indonesia. Diperolah dari
tersebut memiliki arti yang sangat https://www.bps.go.id/publicati
kabur sehingga seringkali on/2018/11/30/e0597f06233100
disalahgunakan oleh pihak penguasa ccdab076c1/statistik-
untuk membatasi kebebasan telekomunikasi-indonesia-
berpendapat dan berekspresi oleh 2017.html
masyarakat. Gerintya, Scholastica. (2018, 18
Oleh karena itu dalam tulisan ini Oktober). Jerat UU ITE Banyak
kami berkesimpulan bahwa mengingat Dipakai Oleh Pejabat Negara.
adanya dua preferensi yang terdapat Diperoleh dari
dalam undang-undang ini yakni https://tirto.id/jerat-uu-ite-
preferensi strategis dan politis yang banyak-dipakai-oleh-pejabat-
saling berkontestasi maka kami negara-c7sk

30
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386

Islami, M. Irfani. 1997. Prinsip-Prinsip Undang-Undang Nomor 19 Tahun


Perumusan Kebijaksanaan 2016 tentang perubahan
Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Undang-Undang Nomor 11
Mas’oed, Mochtar. 1994. Politik, Tahun 2008.
Birokrasi dan Pembangunan. Winarno, Budi. 2014. Kebijakan
Pustaka Pelajar. Yogyakarta Publik: Teori, Proses dan Studi
Morrisan. 2015. Teori Komunikasi Kasus. CAPS. Jakarta.
Individu Hingga Massa.
Prenada Media Group. Jakarta.
Nugroho Riant. 2009. Public Policy.
Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Saharudin. 2011. Perkembangan
Teknologi Komunikasi. Pustaka
Akademika. Sleman.
Sidik, Suryanto. 2013. Dampak
Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) Terhadap
Perubahan Hukum dan Sosial
Dalam Masyarakat. Jurnal
Ilmiah Widya.
Soeharto, Edi. Analisis Kebijakan
Publik: Panduan Praktis
Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Alfabeta.
Bandung.
Tilaar, HAR dan Riant Nugroho. 2008.
Kebijakan Pendidikan:
Pengantar untuk Memahami
Kebijakan Pendidikan dan
Kebijakan Pendidikan Sebagai
Kebijakan Publik. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.
Tentang Kemerdekaan
Menyapaikan Pendapat di
Muka Umum. Diperoleh dari
https://radenfatah.ac.id/tampung
/hukum/20161123113545uu-
09_1998_tth_kemerdekaan-
menyampaikan-pendapat-di-
muka-umum.pdf, diakases
pada, tanggal 1 Oktober 2019,
pukul 11:28

31

Anda mungkin juga menyukai