Abstract
This article aims to know and analyze the policy of ITE Law No. 19 of 2016, which has
two preferences in the formulation of strategic and political preferences. A good policy
comes from social issues that are perceived by many communities and not of individual
problems. Public policy is made to resolve social issues not to add or create new
problems. Strategic preference in the formulation of this law departs from the problem of
many crimes in the form of fraud and evasion by using electronic media. Strategic
preference to see this law is passed to address the issue. While political preferences look
different about the emergence of this law. The political preference to see the emergence
of this law is not separated from the interests of actors who have authority in the making
of this law. The actor who has that interest is the ruler. With this law, the ruler is
increasingly in limiting and criminalizing the right to freedom of community opinion.
This article specifically wants to see the extent of the tension of both preferences.
Keyword : Social Problem, Public Policy, UU ITE.
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan Undang-Undang ITE
No. 19 Tahun 2016 yang memiliki dua preferensi di dalam perumusan kebijakanya yakni
preferensi strategis dan politis. Sebuah kebijakan yang baik berasal dari masalah social
yang dirasakan oleh masyarakat banyak dan bukan dari masalah individu. Kebijakan
public dibuat untuk menyelesaikan permasalan social bukan untuk menambah ataupun
membuat masalah baru. Preferensi strategis dalam perumusan Undang-Undang ini
berangkat dari masalah banyaknya kejahatan berupa penipuan dan penggelapan dengan
menggunakan media elektronik. Preferensi strategis melihat Undang-Undang ini
disahkan untuk menanggulangi masalah tersebut. Sedangkan preferensi politis
memandang berbeda mengenai kemunculan Undang-Undang ini. Preferensi politis
melihat kemunculan Undang-Undang ini tak lepas dari kepentingan para aktor yang
mempunyai wewenang dalam pembuatan undang-undang ini. Aktor yang memiliki
kepentingan tersebut adalah penguasa. Dengan adanya Undang-Undang ini penguasa
semakin leluasahanya dalam membatasi dan mengkriminalisasi hak kebebasan
berpendapat masyarakat. Tulisan ini secara spesifik ingin melihat sejauh mana
ketegangan dari kedua preferensi tersebut.
Kata Kunci: Masalah Sosial, Kebijakan Publik, UU ITE
22
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
23
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
24
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
kebijakan yakni legislatif dan eksekutif masuk kedalam teknologi saat ini.
untuk menelaah secara cermat dan Kehidupan manusia di abad ke 20 ini
menimbang-nimbang masalah mana memang tidak bisa terlepas dari barang
yang pantas dijadikan sebagai barang yang bersifat digital sehingga
kebijakan publik. Disitulah letak ruang- menyebabkan semua tersegmentasi
ruang untuk pihak-pihak yang dengan cepat kepada semua pengguna
berkepentingan yang memiliki teknologi. Dengan perubahan
dorongan masalah publik yang kebiasaan dari media tradisional ke
berbeda-beda untuk melakukan tawar- media modern (digital) tentu akan
menawar dengan pihak lembaga mengakibatkan banyak hal-hal baru
pembuat kebijakan. Namun sayangnya yang merubah cara berpikir, bersikap,
ruang untuk tawar-nenawar tersebut dan memandang segalanya dari kaca
seringkali digunakan justru untuk mata pribadi. Segala kebutuhan hidup
kepentingan kekuasaan pihak-pihak sudah ada dalam genggaman tangan
tertentu dari pada untuk kepentingan manusia dengan berbagai macam
masyarakat banyak (Anggara, 2014). program berbasis digital, seperti
Sebuah kebijakan publik aktivitas perdagangan (e-commerace),
seringkali walaupun secara prosedural aktivitas pembelajaran (e-learning),
sudah menggunakan kaidah-kaidah aktivitas pemerintahan (e-goverment)
demokrasi namun pada kenyataanya dan seterusnya.
seringkali kebijakan dibuat hanya Pergeseran kehidupan manusia
untuk kepentingan pragmatis oleh para dari dunia nyata ke dunia maya (virtual
elit yang berkepentingan. (Nugroho, world) telah sama sama kita rasakan.
2009). Bahan kebijakan publik yang negara sebagai bagian dari regulator
seharusnya berasal dari masalah publik kehidupan harus mampu memberikan
justru berganti dengan masalah yang sumbangsih sistem pemerintahan yang
ditunggangi oleh kepentingan individu. beradapasi dengan dunia maya juga.
Oleh karena itu agar kebijakan publik Belakangan ini negara berhasil
berasal dari masalah-masalah publik membuat Undang-undang terkait
masyarakat harus secara bersama-sama informasi dan transaksi elektronik
mendorong masalah publik kepada untuk pertama kalinya yakni Undang-
pihak terkait dengan membuat sebuah Undang No. 19 tahun 2016. Hukum
kelompok yang disatukan oleh satu pada esensinya adalah suatu pengaturan
permasalahan yang sama. kehidupan menunju ke pergeseran
HASIL DAN PEMBAHASAN kehidupan yang lebih baik. Negara
Indonesia adalah negara hukum maka
Relevansi antara UU ITE dan sudah kewajiban pemerintah dalam
Permasalahan Ssosial mengatur kehidupan masyarakat secara
A. Preferensi Strategis dalam nyata, karena dilain sisi juga
kebijakan UU Nomor 19 Tahun kecenderungan publik dalam bersikap,
2016 tentang Informasi dan dalam menggunakan UU ITE harus di
Transasksi Elektronik kontrol oleh pemerintah agar tidak
Dalam perkembangan IPTEK terjadi hal yang bersifat negatif dalam
kita selalu di hadapkan dengan menggunakan media teknologi
kemudahan segala aspek kehidupan, informasi. (Sidik, 2013)
terlebih aspek informasi yang mudah
25
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
UU ITE banyak membahas pasal pangsa pasar yang sangat besar untuk
demi pasal mulai dari pasal informasi penanaman modal dalam perusahaan
elektronik, transaksi elektronik, digital atau Start-Up lainnya, oleh
teknologi informasi, dokumentasi karena itu hal yang perlu diantisipasi
elektronik sistem elektronik yang oleh pemerintah contoh kecilnya adalah
kesemuanya mengatur etika kasus penipuan perdagangan yang
masyarakat dalam menggunakan dimana satu diantara dua pelaku
informasi elektronik sebagai media transaksi pasti dirugikan. Apabila kita
untuk melangsungkan kehidupan di melihat seperti data di atas tentang
abad ini. Ini membuktikan bahwa penipuan melalui saluran media
hukum harus mampu beradaptasi elektronik tersebut sudah menjadi tugas
dengan kondisi masyarakat. (Sidik, pemerintah untuk meminimalisir kasus-
2013). Kita bisa bayangkan apabila kasus tersebut melalui pembuatan
tidak ada muatan kontrol hukum UU undang-undang ini.
ITE dalam kehidupan masyarakat maka Indonesia dengan populasi
akan semakin menggurita saja sebagai negara terbesar ke 4 di dunia,
pelanggaran-pelanggaran terkait juga sebagai negara dengan pengguna
informasi dan transaksi elektronik. internet terbanyak ke 3 di dunia,
Dilansir dari media berita dibuktikan dari riset We are Social dan
tempo.co bahwa di tahun 2018 Hootsuite, ditemukan bahwa
Kementerian Komunikasi dan pertumbuhan penggunaan media sosial
Informatika telah menerima sebanyak mencapai 34% dengan tambahan
16.678 laporan yang diduga terindikasi pengguna terbesar ke tiga di dunia,
tindak pidana transaksi elektronik. Dari sebanyak 27 juta pemakai, untuk sosial
jumlah tersebut kategori tindak pidana media facebook Indonesia termasuk
yang paling banyak dilaporkan adalah raksasa pengguna facebook ke-3
terkait dengan penipuan transaksi terbesar di dunia dengan 106 juta
online sebanyak 14.000 laporan. pengguna, dengan waktu 3 jam hingga
Disusul oleh oleh tindak pidana 16 menit sehari. (Setiawan, 2017).
kejahatan sebanyak 1000 laporan dan Dalam buku “Maping of The
disusul dengan tindak pidana penipuan World” karangan Jeffrey Sachs
investasi. (tempo.co 12/9/18) dijelaskan bahwa penguasaan teknologi
Data dari yang di lansir dalam pada masyarakat dunia terdapat
halaman Kominfo bahwa, di tahun beberapa klasifikasi, diantaranya
2018 pengguna aktif smartphone lebih adalah, Techonologically Excluded
dari 100 juta pengguna (kominfo.go.id yang artinya manusia atau kelompok
2/10/15) yang dimana pasti akan cepat yang tidak familiar dengan teknologi,
mendapat informasi tentang seluruh kemudian ada juga Technological
aspek kehidupan mulai dari informasi, Adopters yang artinya kelompok
kesehatan, perdagangan, politik, pengguna teknologi saja, dan yang
penawaran jasa dst. Negara Indonesia terakhir Techonological Innovators
sebagai negara yang luas dengan 260 manusia atau kelompok sebagai
juta penduduk Indonesia perlu di atur pengguna dan pembaharu dalam bidang
secara hukum. tekonologi terlebih teknologi Start-Up,
Dari data tersebut tentu Indonesia e-commerace, e-learn, e-health, seperti
akan dilirik oleh investor dunia sebagai
26
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
27
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
yang rasional dan pro rakyat tentu kita dalam formulasi hingga aplikasi
dukung sebagai warga negara yang kebijakan. Dalam asumsi teori model
baik. Peran masyarakat sangat elit dalam sebuah kebijakan kekuasaan
dibutuhkan dalam melihat sudut politiklah yang dapat memegang dan
pandang UU ITE yang di sudah menyelenggarakan sebuah kebijakan
disahkan. publik menurut selera dan keinginanya
B. Preferensi Politis dalam tentunya disesuaikan dengan
Kebijakan UU Nomor 19 Tahun kepentingan pribadinya. (Nugroho,
2016 tentang Informasi dan 2009)
Transasksi Elektronik Pada dasarnya kekuasaan akan
Lahirnya kebijakan Undang- tetap mengalir dalam sanubari
undang Informasi dan Transaksi penguasa, terlebih dalam media untuk
Elektronik ini dinilai mempunyai tetap berada pada garis kekuasaan. Hal
muatan politis karena dinilai ini juga senada dengan teori yang di
dirumuskan hanya untuk kepentingan kemukakan oleh Hall, media adalah
pihak penguasa untuk memberangus instrumen kekuasaan elit (Morrison,
pihak-pihak yang ingin mengkritik dan 2015) pernyataan Hall ini bisa kita
menyalurkan aspirasi di sosial media. asumsikan bahwa kekuasaan akan terus
Dengan beberapa pasal yang ada pada dipertahankan dalam posisi
Undang-undang ini, pihak-pihak kepemimpinan.
tersebut dengan gampang dapat Masyarakat sebagai bagian dari
dikriminalisasi oleh pihak penguasa. yang dikontrol oleh negara tentunya
Hal tersebut dinilai dapat membatasi pasti tidak semua paham tentang
hak kebebasan menyalurkan aspirasi konteks UU ITE dan penerapan pada
dan berekspresi. kasus kasus yang bisa menjadi
Menurut Southheast Asia referensi dasarnya. Di samping itu juga
Freedom of Exspression Network (Safe kita sebagai masyarakat biasa tidak
net) sejak Undang-undang Informasi mengerti betul tentang dasar dari
dan Transaksi Elektronik lahir pada design politik suatu kekuasaan. Negara
tahun 2008 hingga tahun 2018 terdapat pasti memiliki pimpinan tertinggi
245 laporan tentang kasus Undang ITE. dalam sistem regulator apakah politik
Menariknya kebanyakan pelapor dari sebagai panglima tertinggi, atau
Undang-Undang ini adalah pihak ekonomi sebagai panglima tertinggi
pejabat negara atau pihak yang atau bahkan moral sebagai pimpinan
mempunyai kuasa. Sebanyak 35, 92 tertinggi dalam negara (Masoed, 1994)
persen orang yang melapor adalah Permainan-permainan cantik pemegang
pejabat negara termasuk kepala daerah, kekuasaan tentu bermain dengan sangat
kepala instansi/departemen, menteri teratur dan berhati hati. Kebijakan
hingga aparat keamanan. Sedangkan pembangunan juga tak lepas dari
kelompok terlapor yang terbanyak kepentingan penguasa, disini artinya
adalah pihak awam sebanyak 29,4 dan keterkaitannya dengan konteks UU
persen (Tirto.id, 2018). ITE kita tidak sedang menuduh secara
Jika dianalis menggunakan teori utuh dan sikap negative thinking dalam
kebijakan model elit, Undang-undang penguasa namun kita perlu cermati
Informasi dan Transaksi Elektronik ini langkah dan sikap politis dalam jejak
memiliki bias preferensi politik elit kaki sang pengauasa.
28
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
29
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
30
Journal of Governance Innovation
Volume 2, Number 1, Maret 2020
(P-ISSN) 2656-6273, (E-ISSN) 657-1714
DOI https://doi.org/10.36636/jogiv.v2i1.386
31