Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN SOSIAL

Nama : M.Dzikri Ridhollah


NPM : 0321063
Kelas : IV.B (Non reguler)
Dosen Mata Kuliah : Drs. Bangun Paruhuman Lubis, M.Si

PRODI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN POLITIK CANDRADIMUKA
PALEMBANG
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................1
PENGANTAR..........................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
A. Defenisi Kebijakan Dan Kebijakan Sosial....................................................................................5
1. Pengertian Kebijakan.............................................................................................................5
3. Tujuan Kebijakan Sosial.........................................................................................................5
4. Sasaran Kebijakan Sosial........................................................................................................6
5. Analisis Kebijakan Sosial........................................................................................................6
6. Perencanaan Sosial................................................................................................................8
7. Syarat-Syarat Perencanaan Sosial..........................................................................................8
8. Proses Perencanaan Sosial.....................................................................................................9
B. Isu-Isu Kebijakan Sosial............................................................................................................10
C. Hukum, Kebijakan Sosial Dan Kebijakan Lembaga...................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................................................13
KESIMPULAN...................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................15

1
PENGANTAR

Dalam era globalisasi yang kompleks ini, kebijakan dan perencanaan sosial memainkan
peran penting dalam membentuk masyarakat yang adil, berkelanjutan, dan inklusif.
Kebijakan sosial berkaitan dengan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dan
lembaga terkait untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat, sementara perencanaan sosial
melibatkan proses pengorganisasian sumber daya dan upaya untuk mencapai tujuan sosial
tertentu.

Tulisan ini bertujuan untuk menyelidiki konsep kebijakan dan perencanaan sosial secara
mendalam, serta menggambarkan hubungan dan dampaknya terhadap masyarakat. Kami akan
menjelajahi berbagai elemen kunci yang terlibat dalam kedua bidang ini, termasuk tujuan,
proses, dan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi.

Selain itu, kami juga akan menyoroti beberapa isu terkini dalam kebijakan dan
perencanaan sosial yang sedang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Isu-isu tersebut mencakup
perubahan demografis, ketimpangan sosial, perubahan iklim, urbanisasi, dan perkembangan
teknologi. Kami akan menganalisis bagaimana kebijakan dan perencanaan sosial dapat
menghadapi tantangan ini dan memberikan solusi yang efektif.

Kami akan menggunakan pendekatan interdisipliner dalam menjelajahi topik ini,


mencakup perspektif dari ilmu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dengan demikian, tulisan ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kebijakan dan
perencanaan sosial, serta memberikan wawasan baru tentang bagaimana kedua bidang ini
dapat berkontribusi terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Kami mengundang Anda untuk bergabung dalam perjalanan ini untuk menjelajahi
kebijakan dan perencanaan sosial dengan lebih dalam. Semoga tulisan ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya kedua bidang ini dalam menciptakan
masyarakat yang lebih baik dan lebih berkeadilan.

2
 
 

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
 
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada
tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai
keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik,
yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu
proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik
akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah.
Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang
merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau
meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang
mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan
retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan
berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi.

Menurut Herbert Simon, studi kebijakan mempunyai jangkauan yang lebih luas dan
bersifat multidisipliner yang mempunyai dampak terhadap ilmu sosial yang lainnya.
Perhatian terhadap proses pengambilan keputusan dipusatkan pada ide rasionalitas, yaitu
sebagai sesuatu yang ”terkekang” namun mampu membuat perbaikan. Menurut pendapat
Charles Lindblom (1993) bahwa proses pengambilan keputusan dipusatkan pada ide
rasionalitas dengan menggunakan pendekatan ”incrementalism” atau bertingkat naik, artinya
bahwa proses pengambilan keputusan merupakan langkah-langkah yang tertata dan penuh
pertimbangan, dan pembuatan kebijakan adalah sebuah proses yang interaktif dan kompleks,
tanpa awal dan tanpa akhir. Oleh sebab itu, dalam mempelajari proses kebijakan harus
mempertimbangkan berbagai hal, antara lain terkait pemilihan umum, birokrasi, partai,
politisi, kelompok kepentingan, dunia bisnis, kesenjangan, dan keterbatasan kemampuan
untuk melakukan analisis. Sedangkan menurut pendapat David Easton (1953) bahwa proses
kebijakan dapat dilihat dari segi input yang diterima, dalam bentuk aliran dari lingkungan,
dimediasi melalui saluran input (partai, media, kelompok kepentingan), permintaan di dalam

3
sistem politik, dan konversinya menjadi output dan hasil kebijakan. David Easton berusaha
membuat konsep hubungan antara pembuat kebijakan, output kebijakan dan lingkungannya
yang lebih luas.

B. Rumusan Masalah

Kebijakan sosial adalah suatu proses penyelidikan untuk mengumpulkan informasi


mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial yang mempengaruhi kelompok sasaran.
Perumusan masalah kebijakan juga mencakup pencarian solusi-solusi terhadap dampak-
dampak kebijakan yang bersifat negatif.

Masalah-masalah kebijakan sosial secara umum memiliki enam elemen, yaitu:

a. Masalah kebijakan. Informasi ini meliputi argumen mengenai bukti-bukti


pemasalahan, alternatif-alternatif kebijakan, tindakan-tindakan kebijakan, hasil-hasil
kebijakan, dan keberhasilan-keberhasilan kebijakan.
b. Klaim kebijakan.   Klaim  kebijakan  adalah kesimpulan-kesimpulan  mengenai
argumen-argumen kebijakan. Sebagai contoh, pemerintah harus berinvestasi dalam
bidang pendidikan atau mengeluarkan dana lebih besar lagi bagi penanggulangan
anak jalanan dsb.
c. Justifikasi atau pembenaran. Aspek ini  meliputi  asumsi mengenai argumen kebijakan
yang memungkinkan analisis kebijakan untuk melangkah dari masalah kebijakan ke
klaim kebijakan. Suatu asumsi bisa mencakup informasi yang bersifat otoritatif,
intuitif, analitis, kausal, pragmatis maupun kritis.
d. Pendukung. Pendukung  adalah  informasi-informasi yang dapat digunakan sebagai
dasar yang mendukung justifikasi. Pendukung dapat berupa hukum-hukum keilmuan,
pendapat-pendapat para ahli atau prinsip-prinsip etis dan moral.
e. Keberatan-keberatan atau sanggahan-sanggahan. Keberatan-keberatan adalah
kesimpulan yang kedua atau argumen alternatif yang menyatakan bahwa suatu
kondisi tidak dapat diterima (ditolak) atau dapat diterima dengan syarat-syarat
tertentu.
f. Prasyarat. Aspek ini merupakan kondisi-kondisi yang dapat meyakinkan atau menjadi
dasar bagi analis kebijakan untuk membenarkan klaim kebijakan. Dalam analisis
kebijakan, prasyarat biasanya dinyatakan dalam bahasa “kemungkinan” atau

4
probabilitas. Misalnya, “kemungkinan besar”, “kecenderungannya adalah” atau
“pada taraf signifikansi 1 persen”.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Kebijakan Dan Kebijakan Sosial

1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik yang merupakan
ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni
mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Dalam hal lainnya,
kebijakan sosial dapat dikatakan sebagai sebuah aspek sosial, yaitu sesuatu yang berkaitan
dengan bidang kesejahteraan sosial.
Kebijakan menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah dan berorientasi
kepada tindakan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan
yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara
terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.
2. Kebijakan Sosial
Huttman (1981) mendefinisikan kebijakan sosial sebagai strategi-strategi, tindakan-
tindakan, atau rencana-rencana untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan
sosial (Suharto, 2005:10). Hal ini menekankan bahwa kebijakan sosial bertujuan untuk
mengurangi masalah sosial seperti kelaparan, kemiskinan, dan guncangan jiwa.
Marshall (1965) mendefinisikan kebijakan sosial sebagai kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga
negara melalui penyediaan pelayanan atau bantuan keuangan (Suharto, 2005:10).
Hal tersebut  menjadikan suatu pemikiran dari pemerintah dalam melakukan intervensi
(keterlibatan) dari peraturan yang berbeda dengan sistem sosial. Menetapkan suatu kebijakan
sosial haruslah menunjukk
an tata cara bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu fenomena sosial,
hubungan sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan dalam suatu masyarakat.
3. Tujuan Kebijakan Sosial
a. Membina, menyelamatkan, memulihkan dan mengentaskan para Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS) agar dapat hidup dan berkembang secara wajar.

5
b. Menggali dan memanfaatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan peningkatan serta pemerataan
pelayanan sosial.
c. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia dalam jajaran
pembangunan kesejahteraan sosial.
4. Sasaran Kebijakan Sosial
a. Individu, kelompok dan masyarakat yang menyandang masalah sosial.
b. Individu, kelompok dan masyarakat yang dikhawatirkan akan menjadi penyandang
masalah sosial.
c. Sumber dan potensi yang mendukung pelayanan sosial.
d. Lembaga pemerintah dan swasta, organisasi-organisasi sosial di masyarakat.
5. Analisis Kebijakan Sosial
Mengacu kepada Dunn dalam Edi Suharto (2010), analisis kebijakan sosial adalah ilmu
sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumentasi untuk
menghasilkan informasi yang relevan delam menganalisis masalah-masalah sosial yang
mungkin timbul akibat diterapkannya suatu kebijakan.
Sedangkan menurut Quade, analisis kebijakan adalah suatu jenis penelaahan yang
menghasilkan informasi sedemikian rupa yang dapat dijadikan dasar-dasar pertimbangan para
pembuat kebijakan dalam memberikan penilaian-penilaian terhadap penerapan kebijakan
sehingga diperoleh alternatif-alternatifperbaikannya. Kegiatan penganalisaan kebijakan dapat
bersifat formal dan hati-hati yang melibatkan penelitian mendalam terhadap isu-isu atau
masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi suatu program yang akan maupun telah
dilaksanakan. Namun demikian, beberapa kegiatan analisis kebijakan dapat pula bersifat
informal yang melibatkan tidak lebih dari sekedar kegiatan berfikir secara cermat dan hati-
hati mengenai dampak-dampak kebijakan terhadap kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, analisis kebijakan sosial dapat diartikan sebagai usaha yang terencana
dan sistematis dalam membuat analisis atau asessmen akurat mengenai konsekuensi-
konsekuensi kebijakan sosial, baik sebelum maupun sesudah kebijakan tersebut
diimplementasikan (Suharto, 2004a).
Ada tiga bentuk atau model analisis kebijakan menurut Dunn dalam Suharto (2010),
yaitu model prospektif, model retrospektif dan model integratif.
a. Model prospektif  adalah bentuk analisis kebiajakan yang mengarahkan kajiannya pada
konsekuensi-konsekuensi kebijakan ”sebelum” suatu kebijakan diterapkan. Model ini
dapat disebut sebagai model prediktif, karena seringkali melibatkan teknik-teknik

6
peramalanuntuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu
kebijakan yang akan diusulkan.
b. Model retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat
kebijakan ”setelah” suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya dissebut
sebagai model evaluatif, karena banyak melibatkan pendekatan evaluasi terhadap
dampak-dampak kebijakan yang sedang atau telah diterapkan.
c. Model integratif adalah model perpaduan antara kedua model diatas. Model ini kerap
disebut sebagai model komprehensif atau model holistik, karena analisis dilakukan
terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan yang mungkin timbul, baik ”sebelum”
maupun ” sesudah” suatu kebijakan dioperasikan. Model analisis kebijakan ini biasanya
melibatkan teknik-teknik peramalan dan evaluasi secara terinegrasi.
Namun, tiga fokus utama yang umumnya dipilih dalam analisis kebijakan sosial meliputi:
a. Definisi masalah sosial. Perumusan atau penyataan masalah sosial yang akan direspon
atau ingin ditanggulangi oleh kebijakan.SSA
b. Implementasi kebijakan sosial. Pernyataan mengenai cara atau metoda dengan mana
kebijakan sosial tersebut diimplementasikan atau diterapkan. Implementasi kebijakan
juga mencakup pengoperasian alternatif kebijakan yang dipilih melalui beberapa
program atau kegiatan.
c. Akibat-akibat kebijakan sosial. Berbagai pertimbangan mengenai konsekuensi-
konsekuensi kebijakan atau akibat-akibat yang mungkin timbul sebagai dampak
diterapkannya suatu kebijakan sosial. Konsekuensi atau dampak yang ditimbulkan oleh
kebijakan bisa bersifat positif (manfaat), maupun negatif (biaya). Akibat kebijakan bisa
diprediksi sebelum kebijakan diimplementasikan/model prospektif; sesudah
diimplementasikan/model retrospektif; ataupun sebelum dan sesudah diimplementasikan
(model integratif).
Dalam menganalisis ketiga fokus tersebut, diperlukan pendekatan atau parameter analisis
yang dapat dijadikan basis bagi pengambilan keputusan atas pilihan-pilihan kebijakan antara
lain:
a. Penelitian dan rasionalisasi yang dilakukan untuk menjamin keilmiahan dari analisis
yang dilakukan. Penelitian dan rasionalisasi merupakan dua aspek yang berbeda, namun
saling terkait. Penelitian menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh melalui observasi
dan eksperimen yang dapat membantu membuat pilihan-pilihan kebijakan. Rasionalisasi
menunjuk pada logika dan konsistensi internal.

7
b. Orientasi nilai yang dijadikan patokan atau kriteria untuk menilai kebijakan sosial
tersebut berdasarkan nilai baik dan buruk.
c.  Pertimbangan politik yang umumnya dijadikan landasan untuk menjamin   keamanan
dan stabilitas.
d. Langkah-langkah melakukan analisis kebijakan bukanlah proses yang kaku. Proses
analisis kebijakan bersifat dinamis dan cair. Hakekat masalah, tujuan analisis, strategi
yang akan diterapkan, ketersediaan sumber daya adalah beberapa faktor yang
mempengaruhi proses analisis kebijakan.
6. Perencanaan Sosial
Perencanaan sosial adalah suatu fungsi yang terorganisir merupakan  sekumpulan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk memberikan kemampuan kepada perorangan,
keluarga, kelompok, dan kesatuan-kesatuan masyarakat untuk mengatasi masalah sosial oleh
kondisi-kondisi yang selalu mengalami perubahan.
Perencanan sosial juga sebagai perencanaan pada sektor-sektor sosial, seperti sektor
kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, perumahan, kepedudukan dan keluarga
berencana. Selain itu, perencanan sosial sebagai perencanaan lintas sektoral. Pengertian ini
sifatnya lebih menyeluruh dalam arti perencanaan yang lebih dari perencanaan
ekonomi. Sebagai perencanaan pada aspek-aspek sosial dari perencanaan ekonomi.
Dari pengertian ini mengandung dua dimensi:
a. Perencanaan sosial dipandang sebagai perencanaan input sosial bagi perencanaan
ekonomi
b. Perencanaan sosial dipandang sebagai perencanaan yang ditujukan untuk menghindari
atau mencegah berbagai akibat sosial yang tidak diharapkan dari adanya pembangunan
ekonomi ( seperti: keterlantaran, kenakalan remaja, polusi, pelacuran dsb.).
7. Syarat-Syarat Perencanaan Sosial
a. Memungkinkan untuk dilaksanakan: adanya keserasian dan keselarasan antar unsur
atau sektor dan alokasi sumber secara optimum (Feasibility test, Consistency test,
Optimum test)
b. Secara politik dapat dilaksanakan (politically defendable)
c. Secara sosial dan kultural dapat dibenarkan (socially and culturally acceptable)
d. Secara ekonomi dan diukut kemanfaatannya, secara keuangan tidak menimbulkan
kemacetan biaya  (economically faesible, finacially feasible)
e. Secara teknis dapat dilakukan ( Technically workable)

8
f. Secara administrasi, manajemen, dan organisasi dapat diselenggarakan
(administrativelly, managerially and organizationally tractable)
g. Secara hukum dapat dibenarkan ( legally permissible).

8. Proses Perencanaan Sosial


a. Identifikasi Masalah
1) Didasarkan pada fakta yang ada, kebutuhan, masalah, sumber maupun potensi
dan harus mempetimbangkan kecenderungan dan arah perubahan.
2) Didasarkan pada forcasting yang rasional
3) Didasarkan pada perkembangan penduduk, ekonomi, sosial, teknologi, dan
politik
4) Membutuhkan data statistik yang aktual dan memadai
5) Membutuhkan landasan teoritik yang kuat
6) Adanya pakar yang menilai fakta atau kebutuhan yang menjadai dasar
perencanaan.
b. Penentuan Tujuan
1) Purpose     : Tujuan yang bersifat  general mission , merupakan proses
2) Goals         : Tujuan yang bersifat umum, merupakan target
3) Objective   :  Tujuan yang bersifat spesifik, merupakan target
c. Penyusunan dan pengembangan Rencana Program
1) Identifikasi program alternatif
Gunanya untuk menentukan dan memilih program yang paling efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan.
2) Penentuan hasil program
Menunjukkan outputs yang terukur terutama dalam peleksanaan tugas, unit
pelayanan, dan jumlah konsumen (user).
3) Penentuan biaya atau anggaran
Untuk dapat terlaksananya perencanaan program, sebagai alat untuk mencapai
tujuan.
4) Kriteria pemilihan program
Berkaitan dengan dasar rasional, yang berstandar pada kriteria efisiensi,
sfektifitas, fisibilitas (feasibility), keadilan, dan hasil-hasil tertentu.
d. Pelaksanaan Program

9
Merupakan implementasi program yang merurujuk pada perubahan proses
perencanaan.Dalam penerapan kebijakan atau pemberian pelayanan sosial
merupakan tujuan. Sedangkan, operasi kegiatan-kegiatan (program) untuk mencapai
tujuan adalah alat pencapaian tujuan.
Ada dua prosedur dalam implementasi program:
1) Merinci prosedur operasional untuk melaksanakan program
2) Merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana
e. Evaluasi Program
Merupakan suatu kegiatan terus-menerus selama proses implementasi perencanaan
berlangsung. Alasannya karena:
1) Merupakan tanggung jawab profesional
2)  Peninjauan kembali, pemahaman secara jelas terhadap pencapaian tujuan, dan
penilaian terhadap manfaat dari program pelaksanaan perencanaan
Dalam evaluasi yang harus diperhatikan:
1)      Membandingakan hasil yang ingin dicapai dengan tujuan
2)      Metode dan teknik-teknik yang paling efektif
3)      Faktor pendukung
4)      Faktor penghambat.

B. Isu-Isu Kebijakan Sosial

Kebijakan sosial tidak dapat dilepaskan dari proses dan dimensi pembangunan secara
luas. Karenanya perlu ditelaah secara singkat beberapa isu kebijakan sosial yang mungkin
timbul dan perlu dipertimbangkan dalam proses dan mekanisme perumusan kebijakan sosial
(Suharto, 1997)

1) Peran negara dan masyarakat. Walaupun pemerintah memiliki peran yang besar
dalam perumusan kebijakan sosial, tidaklah berarti bahwa hanya pemerintah sajalah
yang berhak menangani masalah ini. Seperti dinyatakan dimuka, bahwa pemerintah
tidak akan pernah mampu memenuhi seluruh kebutuhan warganya. Sebesar apapun
sumber-sumber ekonomi-sosial yang dimilikinya dan sehebat apapun kemampuan
para pejabat dan aparatur pemerintah, tetap membutuhkan peran masyarakat.
2) Perangkat Hukum dan Penerapannya. Perangkat hukum memiliki kekuatan memaksa,
melalui sangsi dan hukuman yang melekat di dalamnya. Kebijakan sosial memerlukan

10
perangkat hukum yang dapat mendukung diterapkannya kebijakan sosial. Kebijakan
sosial dapat berjalan secara efektif apabila dinyatakan secara tegas melalui
perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya. Oleh karena itu, perlu usaha
keras agar terjamin adanya keselarasan antara perangkat hukum dan implementasinya.
Ketidak-konsistenan  antara ‘dassein’ dan ‘dasollen’ akan menimbulkan ketidak-
percayaan masyarakat dan merosotnya citra lembaga-lembaga pembuat kebijakan,
yang pada gilirannya menimbulkan sikap apatis dan bahkan antipati masyarakat
kepada setiap produk kebijakan sosial.
3) Koordinasi antar Lembaga. Seperti  sudah   dinyatakan di muka, kebijakan sosial
seringkali menjadi urusan berbagai departemen dan lembaga, baik pemerintah
maupun swasta. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi dan kerjasama antar
lembaga tersebut agar kebijakan sosial tidak bersifat tumpang tindih dan saling
bertentangan satu sama lain.
4) Sumber Daya Manusia. Aspek mengenai SDM ini menyangkut jumlah dan kualitas
para pembuat kebijakan yang akan diserahi tugas dalam merumuskan kebijakan
sosial. Meskipun kebijakan sosial, menyangkut ‘aspek sosial’, tetapi dalam
merumuskan kebijakan tersebut diperlukan sejumlah orang yang memiliki beragam
profesi dan latar belakang akademik tertentu. Oleh karena itu, perumusan kebijakan
harus memperhatikan kualifikasi SDM yang tepat. Selain ahli-ahli sosial, perumusan
kebijakan sosial seringkali membutuhkan pakar-pakar ekonomi, hukum, dan bahkan
ahli statistik.
5) Pentingnya pelayanan sosial. Pentingnya pelayanan sosial bagi peningkatan kualitas
hidup masyarakat merupakan isu penting lainnya yang perlu mendapat perhatian
dalam kebijakan sosial. Isu ini terutama muncul karena adanya kecenderungan
pemerintah yang semakin menurunkan anggaran belanjanya untuk kepentingan-
kepentingan pelayanan sosial.
6) Penentuan prioritas pelayanan sosial. Kebijakan sosial harus mampu diprioritaskan
terhadap pelayanan sosial yang benar-benar penting dan berdampak luas bagi
kesejahteraan masyarakat. Misalnya, apakah pelayanan sosial akan lebih
diprioritaskan untuk perawatan anak terlantar, para manula, para penyandang cacat,
rehabilitasi permukiman kumuh, atau peningkatan peran pemuda dan wanita.
7) Penentuan bentuk pelayanan sosial. Bentuk-bentuk dan standar pelayanan di negara
maju tidak dapat sepenuhnya diterapkan di negara berkembang. Oleh karena itu, perlu
diusahakan suatu bentuk pelayanan sosial yang sesuai dengan kondisi setempat dan

11
cocok ditinjau dari segi fisik, ekonomi, sosial dan politik negara yang bersangkutan.
Secara luas kita dapat mengusulkan apakah pelayanan sosial akan berbentuk uang
tunai (cash payment), barang (benefit in kind), atau berupa bantuan konsultasi dan
pelatihan-pelatihan.
8) Distribusi pelayanan sosial. Hampir bisa dipastikan bahwa semua negara menghadapi
masalah yang sama dalam kaitannya dengan persoalan ‘supply’ dan ‘demand’
pelayanan sosial, dalam arti kebutuhan akan pelayanan sosial selalu lebih besar dari
kemampuan pemerintah atau lembaga penyelenggara dalam mengusahakan pelayanan
sosial.
9) Penetapan kuantitas atau kualitas pelayanan sosial. Karena sumber daya manusia dan
dana relatif selalu terbatas, maka isu mengenai pilihan dalam menentukan kuantitas
dan kualitas pelayanan harus pula menjadi bahan pertimbangan yang matang bagi
para pembuat kebijakan sosial. Antara kuantitas dan kualitas pelayanan sering kali
terjadi trade-off, dilema, sehingga perlu ditentukan mana dahulu yang akan
diutamakan.
10) Pembiayaan pelayanan sosial. Isu kebijakan sosial lainnya yang sangat penting adalah
mengenai pendanaan pelayanan sosial yang menyangkut, sistem, sumber dan metoda
pendanaan. Terdapat suatu sistem di mana pelayanan sosial sepenuhnya atau sebagian
besar dibiayai oleh pemerintah yang dananya diambil dari subsidi sektor-sektor lain
dalam bidang perekonomian negara tersebut.

C. Hukum, Kebijakan Sosial Dan Kebijakan Lembaga

Seperti dijelaskan di depan, hukum atau perundang-undangan merupakan salah satu


bentuk kebijakan, meskipun tidak semua kebijakan berbentuk hukum. Dalam perspektif yang
lain, hukum bisa juga dipisahkan dari kebijakan. Hukum dipandandang sebagai fondasi atau
landasan konstitusional bagi kebijakan sosial. Dalam konteks ini, kebijakan dirumuskan
berdasarkan amanat konstitusi. Di Indonesia, sebagai ilustrasi, kebijakan sosial yang
berkaitan dengan program jaminan sosial dirumuskan dengan merujuk pada UUD 1945 Pasal
34 dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional).

Kebijakan Sosial bisa pula dibedakan dengan kebijakan lembaga, dan praktek aktual.
Meskipun tidak harus berlaku di setiap konteks, bahwa kebijakan sosial bisa dijadikan
rujukan oleh sebuah lembaga untuk merumuskan kebijakan lembaga yang kemudian

12
dioperasionalkan dalam bentuk program dan praktek aktual yang diterapkan di lembaga
tersebut.

BAB III

PENUTUP
 
KESIMPULAN

Kebijakan publik, termasuk di dalamnya kebijakan sosial, dapat dijadikan perangkat


negara yang penting dalam membangun dan meningkatkan modal sosial. Pemerintah dapat
menciptakan kondisi di kebijakan  sosial adalah suatu keputusan  yang dapat dikembangan
atau sebaliknya. Bahwasanya saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menempatkan
hukum, kebijakan dan program-program pemerintah sebagai perangkat yang penting dalam
meningkatkan kualitas kebijakan sosial yang pada gilirannya bermanfaat bagi pembangunan
bangsa secara menyeluruh.

Walaupun pemerintah memiliki peran yang besar dalam perumusan kebijakan sosial,
tidaklah berarti bahwa hanya pemerintah sajalah yang berhak menangani masalah ini.
Perangkat hukum yang sudah ada tidak dapat diimplementasikan secara baik dalam kegiatan-
kegiatan operasional, baik dikarenakan oleh faktor manusianya, maupun kurang lengkapnya
peraturan teknis yang mengatur secara lebih rinci perundang-undangan tersebut. Oleh karena
itu, perlu usaha keras agar terjamin adanya keselarasan antara perangkat hukum dan
implementasinya. Seperti  sudah   dinyatakan di muka, kebijakan sosial seringkali menjadi
urusan berbagai departemen dan lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Meskipun
kebijakan sosial, menyangkut ‘aspek sosial’, tetapi dalam merumuskan kebijakan tersebut
diperlukan sejumlah orang yang memiliki beragam profesi dan latar belakang akademik
tertentu.

Kebijakan sosial seringkali melibatkan program-program bantuan yang sulit diraba


atau dilihat secara kasat mata (intangible aids). Karenanya, masyarakat luas kadang-kadang
sulit mengenali kebijakan sosial dan membedakannya dengan kebijakan publik lainnya.
Secara umum, kebijakan publik lebih luas daripada kebijakan sosial. Sebuah fenomena
dikatakan sebuah masalah sosial biasanya karena menjadi perhatian publik. Peran media

13
massa di sini sangat penting. Karena media massa seperti koran, televisi atau radio
merupakan saranan komunikasi yang bisa menjadi ukuran apakah fenomena itu menjadi
perhatian publik atau tidak.

Masalah sosial berbeda dengan masalah individual. Masalah individual dapat diatasi
secara perseorangan atau satu per satu. Tetapi, masalah sosial hanya dapat diatasi melaui
rekayasa sosial (social engineering) seperti aksi sosial, kebijakan sosial atau perencanaan
sosial, karena penyebab dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak
orang. Pelayanan sosial personal merupakan salah satu bidang pelayanan pekerja sosial
populer sejak tahun 1960an. Pelayanan ini menunjuk pada berbagai bentuk perawatan sosial
(social care) di luar pelayanan kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial.

Dalam garis besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundang-
undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan (lihat Midgley, 2000).
Berdasarkan kategori ini, maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum
atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari
kebijakan sosial. Namun, tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang-undangan.

14
DAFTAR PUSTAKA
 
Suharto, Edi (2005a), Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta
Suharto, Edi (2005b), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung: Refika Aditama
Suharto, Edi (2006), “Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam Pusaran Desentralisasi
dan Good Governance”, makalah yang disampaikan pada Semiloka Kompetensi Sumberdaya
Manusia Kesejahteraan Sosial di Era Desentralisasi dan Good Governance, Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), Banjarmasin 21 Maret 2006
Conyers, Diana, (1992), Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga (Penterjemah Susetiawan),

Dunn, William N. (1981), Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Prentice Hall
Huttman, Elizabeth Dickerson (1982), Introduction to Social Policy, New York: McGraw-
Hill Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kartasasmita, Ginanjar (1996), Kebijakan dan Pembangunan Sosial, Malang: Fakultas Ilmu 
Administrasi, Universitas Brawijaya

Meyr, Robert R (1995), Policy and Program Planning: A Developmnt Perspective,


Englewood Cliff: Prentice-Hall

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media presindo

Moekijat (1995), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Mandar Maju Quade, E.S. (1982),
Analysis for Public Decisions, New York: Elsevier Science

Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekrjaan Sosial: Spektrum
Pemikiran, Bandung:         Lembaga Studi Pembangunan. 

15
Abdul Wahab, Solichin. 1999. Analisis Kebijakan Publik Teori dan Aplikasinya. Malang: PT
Danar Wijaya.

Dwidjowijoto, R. Nugroho. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang.


Jakarta : Elex Media Komputindo.

16

Anda mungkin juga menyukai