Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Civic Hukum

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jurnalcivichukum
Volume 7, Nomor 1, Mei 2022 Hal. 41-51 DOI: https://doi.org/10.22219/jch.v7i1.20492
P-ISSN 2623-0216 E-ISSN 2623-0224

PERAN PEMERINTAH KOTA PALU DALAM PENANGANAN


GELANDANGAN DAN PENGEMIS

Nadya Alief Urbaningrum1), Mohamad Syahri2), Agus Tinus3)


1
Prodi PPKn, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
Email: nadyaalief@gmail.com
2
Prodi PPKn, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
Email: syahri@umm.ac.id
3
Prodi PPKn, Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
Email: agt_tns @yahoo.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui peran pemerintah kota Palu dalam penanganan
gelandangan dan pengemis dan mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat
pemerintah Kota-Palu dalam penanganan gelandangan dan pengemis. Pelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Adapun pihak-pihak sebagai
subyek penelitian adalah Wali kota Palu, Kepala dinsos Kota Palu serta gepeng yang ada di
Kota Palu. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: Peran pemkot dalam
penanganan_gepeng telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Palu Tahun 2018 tentang
Penanganan Gelandangan dan Pengemis. dinsos berperan dalam upaya rehabilitasi sosial.
Pasal 5 Perda Kota Palu tahun 2018 dimana upaya atau tindakan penanganan gelandangan
dan pengemis dilakukan dengan empat cara yaitu upaya preventif, upaya represif, upaya
rehabilitasi sosial, dan upaya reintegrasi sosial. Faktor yang pendukung upaya Pemerintah
Kota Palu dalam melakukan penanganan gepeng yaitu ditunjukkan dengan adanya Perda
tahun 2018 serta adanya dukungan dari pemerintah pusat, keberadaan pihak organisasi
non pemerintah (LSM) dan dukungan dari masyarakat. Faktor penghambat yaitu meliputi
mengenai budaya malas gelandangan dan pengemis dan adanya budaya cash on money.
Kata Kunci: Peran Pemerintah; Penanganan Gelandangan dan Pengemis

ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the role of the Palu city government in
handling the homeless and beggars and to find out the supporting and inhibiting factors of the
Palu City government in handling the homeless and beggars. This research is a qualitative
research using a descriptive approach. The parties as research subjects are the Mayor of Palu,
the Head of the Palu City Social Service and the homeless and beggars in Palu City. Based on
the results of data analysis, it can be concluded that: The role of the Palu City government in
handling the homeless and beggars has been regulated in the Palu City Regional Regulation
of 2018 concerning Handling of Homeless and Beggars. Social Services plays a role in social
rehabilitation efforts. Article 5 Palu City Regulation No. 3 of 2018 where efforts or actions
to deal with homeless people and beggars are carried out in four ways, namely preventive
efforts, repressive efforts, social rehabilitation efforts, and social reintegration efforts. Factors
that support the efforts of the Palu City Government in handling homeless and beggars are
shown by the existence of Regional Regulation of 2018 and the support from the central
government, the existence of non-governmental organizations (NGOs) and support from the
community. The inhibiting factors include the lazy culture of vagrants and beggars and the
existence of a cash on money culture.
Keywords: Government Role; Handling Homeless and Beggars

41
42

PENDAHULUAN kini penanganan gepeng masih susah


Indonesia merupakan sebuah negara untuk tercapai melihat keterangan yang
bagian di antara benua Asia dan benua terjadi di Kota Palu khususnya pada daerah
Australia. Negara Indonesia merupakan taman gor, gepeng masih sering dijumpai.
negara kepulauan terbesar di dunia. Artinya, daerah ini kawasan strategis yang
Indonesia memiliki lebih dari 17.500 memudahkan gepeng untuk mengemis
pulau. Berdasarkan data Badan Pusat dimuka umum, sebab letaknya yang dekat
Statistik, jumlah penduduk pada tahun dengan lampu merah serta jua menjadi
2016 penduduk Indonesia mencapai taman yang seringkali dikunjungi rakyat
257.912.349 jiwa. Dalam peringkat urutan setiap hari, sehingga menjadi peluang
jumlah penduduk, Indonesia sendiri gepeng malas yang hanya memikirkan
menepati urutan ke empat di dunia setelah penghasilan tanpa wajib berusaha serta
Cina, India dan Amerika Serikat. Dari hasil bekerja keras (Firiqki, 2020).
jumlah penduduk Indonesia yang sangat Gelandangan serta pengemis (gepeng)
banyak tersebut, tentunya menimbulkan semakin marak pada kota besar ditimbulkan
beberapa permasalahan yang akan terjadi. oleh aneka macam faktor. Kehidupan di
Permasalahan yang ditimbulkan antara kota menggunakan lapangan pekerjaan
lain, perbedaan upah gaji, kemiskinan yang serta aneka macam sarana dan prasarana
semakin bertambah, biaya pendidikan yang tersedia sebagai daya tarik penduduk
yang semakin mahal dan masih banyak pedesaaan buat menerima kehidupan yang
lagi. Dari hal-hal inilah yang pada akhirnya lebih baik. Kondisi kota sebagai pull factor
menimbulkan permasalahan secara garis (faktor penarik) yaitu kota menjadi suatu
besar, yaitu adanya kesenjangan sosial di daerah industri dan sentra pelayanan jasa
masyarakat (Rahayu, 2018). menjadi magnet tersendiri bagi rakyat desa
Konstitusi di negara Indonesia telah buat hijrah dan mencari peruntungan sebab
menjamin kehidupan yang layak bagi upah kerja di kota lebih tinggi, banyak
rakyatnya termasuk gelandangan dan menyediakan lapangan pekerjaan mulai
pengemis hal ini terlihat dalam Undang- tenaga kasar sampai professional, fasilitas
undang Dasar Negara Republik Indonesia pelayanan sosial praktis dijangkau seperti
Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2), pasal 34 pendidikan dan kesehatan. Sedangkan push
ayat (1) dan pasal 34 ayat (2). Kemudian factor (faktor pendorong) orang desa pindah
hal ini diperjelas dalam Undang- ke kota berkaitan pada kondisi desa yang
Undang No.11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2. menyebabkan masyarakatnya ingin pergi
Kesejahteraan Sosial merupakan suatu meninggalkan desa sebab kurang lapangan
keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup kerja, upah di desa cukup rendah, kurang
yang layak bagi masyarakat, sehingga tersedia fasilitas pelayanan kesehatan serta
mampu mengembangkan diri dan dapat pendidikan (Primawati, 2011).
melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat Anggapan bahwa kota sebagai
dilakukan pemerintah pusat, pemerintah kawasan yang mudah mendapatkan
daerah dan masyarakat dalam bentuk pekerjaan, dan banyak keberuntunganlah
pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi yang menyebabkan terjadi persoalan yang
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan serius di perkotaan (Setiawan, 2020). Kota
sosial, dan perlindungan sosial (Malihatul Makassar yang merupakan salah satu kota
Fuadah, 2018). metropolitan di Indonesia dengan jumlah
Penjelasan diatas telah dijelaskan penduduk 1.4 juta jiwa pada tahun 2019
bahwa negara bertanggung jawab atas juga memiliki masalah gelandangan dan
penanganan persoalan sosial. Tetapi hingga pengemis, bahkan gepeng sudah sangat

Jurnal Civic Hukum,Volume 7, Nomor 1, Mei 2022, hal 41-51


43

meresahkan dan menganggu pengguna daerah perkotaan begitu banyak persoalan-


jalan. 70% dari jumlah gepeng tersebut persoalan sosial yang keberadaannya
berasal dari luar Makassar (Nursakilah, tidak dapat dihindari karena hidup dan
2021). Sementara di Buleleng, Bali para berkembang dalam kehidupan masyarakat
epeng juga tak kapok dan kian marak. Dari perkotaan. Misalnya, gelandangan dan
11 gepeng yang diamankan, 9 diantaranya pengemis eneliti melihat persoalan sosial
adalah orang dewasa dan 2 lainnya balita. ini terjadi akibat dari masalah-masalah yang
Gepeng yang tertangkap merupakan wajah tidak pernah terselesaikan seperti persoalan
lama, Satpol PP sendiri tak habis pikir kemiskinan, kurangnya tingkat kesadaran
mengapa para gepeng nekat berkali-kali akan pentingnya pendidikan, tidak miliki
menggelandang Padahal mereka sudah keterampilan kerja, lingkungan dan sosial
berulang kali terjaring operasi yustisi yang budaya, serta masalah kesehatan sehingga di
dilakukan Pol PP (PRAPTONO, 2021). beberapa masyakarat kelas bawah memilih
Maraknya gelandangn dan pengemis hidup sebagai gelandangan dan pengemis.
di Kota Palu bisa di lihat dari data yang Pada penelitian yang dilakukan
telah penulis kumpulkan di kantor Dinas di lingkungan pondok sosial (Lipinsos)
Sosial Kota Palu yaitu di tahun 2016 jumlah Keputih Kota Surabaya melakukan
gelandangan dan pengemis mencapai beberapa program pelatihan, tetapi dalam
63 orang, pada tahun 2017 jumlah pelaksanaannya mendapat kendala antara
gelandangan dan pengemis adalah 71 lain terbatasnya pegawai dinsos Kota
orang, sementara pada tahun 2018 dan 2019 Surabaya, peserta pelatihan yang dalam hal
angka gelandangan dan pengemis masing- ini para gelandangan dan pengemis yang
masing berjumlah 83 dan 70 orang. Serta kurang semangat, dan minimnya dana dari
di tahun 2020 jumlah dari gelandangan pemerintah (Isfihana, 2010). Kemudian
dan pengemis mencapai di angka 68 orang. penelitian efektivitas kebijakan pemerintah
Gelandangan dan pengemis yang semakin dalam penanganan gelandangan dan
banyak di Kota Palu sangat meresahkan pengemis pada dinas sosial Kota Jambi
masyarakat, aktivitas gelandangan dan mendapat penanganan gepeng oleh dinsos
pengemis dijalanan sangat mengganggu Kota Jambi belum sepenuhnya efektif
masyarakat pengguna jalan. Karena, karena beberapa target belum tercapai.
gelandangan dan pengemis bukan hanya Ketidakefektivan ini juga karena ada
berkeliaran diperempatan jalanan tetapi beberapa penghambat seperti permasalahan
juga melakukan aksinya dengan berbagai lingkungan dan nasional dari permasalahan
cara seperti mengamen, membersihkan gepeng, dan juga masalah manajemen
kaca mobil yang berhenti dilampu merah, organisasI (Zuriah, 2019). Pada penelitian
dan meminta-minta. implepentasi Perda Kota Serang No.2 tahun
Menurut para ahli sosial, ada beberapa 2010 tentang pencegahan, pemberantasan,
faktor sosial yang mengakibatkan seseorang dan penanggulangan penyakit masyaratakat
untuk memilih menjadi gelandangan dan mendapat hasil bahwa pelaksanaan perda
pengemis yaitu susahnya mencari lapangan tersebut belum terlaksana dengan baik
pekerjaan sehingga seseorang memilih serta tidak berjalan secara optimal. Adapun
menjadi gelandangan dan pengemis yang penerapan perda Kota Serang No. 2 tahun
meminta-minta, pasrah pada nasib, dan 2010 belum terealisasi dengan baik sebab
mereka menganggap kemiskinan adalah gepeng belum mengetahui secara jelas
takdir sehingga mereka memilih menjadi perihal perda tersebut (Nurkholis, 2017).
gelandangan dan pengemis serta tidak ada Persoalan gepeng ialah perkara
kemauan untuk melakukan perubahan Di yang tidak gampang untuk diselesaikan,

Nadya Alief Urbaningrum, Mohamad Syahri, Agus Tinus, Peran Pemerintah Kota Palu dalam Penanganan
Gelandangan dan Pengemis
44

karena akar masalah ini adalah persoalan suatu objek yang ingin di teliti. Penelitian
kemiskinan. Persoalan terkait pelaksanaan ini merupakan lawan dari cara penelitian
kebijakan penanganan gepeng di Kota yang di lakukan secara eksperimen. Dalam
Palu ini perlu ditinjau secara mendalam melakukan penelitian penulis bertindak
untuk memahami bagaimana kebijakan sebagai kunci dalam mengambil sampel data
ini ditujukan untuk mencapai tujuan yang yang cara pengambilannya menggunakan
ingin dicapai (Arif Kurnia Ardi Pradana, metode Purposivep (Sugiyono, 2011),
2017). Faktor-faktor penyebab munculnya (Ruslan, 2003), (Effnuz Al-Anba, 2020),
gelandangan serta pengemis menunjukkan (Iskandar, 2009).
kuatnya tradisi/norma yang kurang tepat Bidang penelitian sosial yang
dijadikan sebagai pedoman hidup sebab dilakukan dalam setting naturalistik dan
dikhawatirkan akan menyebabkan masalah menghasilkan data sebagian besar melalui
pada kehidupan masyarakat. Perilaku serta observasi dan wawancara (Humairoh,
norma inilah yang dinamakan sebagai 2021). Menurut Bailey (Mukhtar, 2013: 11)
kultur sumbangsih atas meningkatnya penelitian deskriptif ialah sebuah penelitian
kemiskinan yang terdapat pada rakyat. selain mendiskusikan berbagai kasus
Kemiskinan kultural yang membentuk yang bersifat umum yang menjelaskan
suatu realitas akan menyusahkan berbagai fenomena sosial yang ditemukan oleh
pihak dalam melakukan penanggulangan penulis, juga mendiskusikan hal-hal yang
kemiskinan, terutama penanggulangan bersifat spesifik pada suatu realitas yang
persoalan gepeng (Fadri, 2019). terjadi (ReviraMaryolinda, 2021).
Menggelandang dan mengemis Adapun pihak-pihak yang akan
merupakan upaya mereka untuk bertahan Penulis jadikan sebagai subyek penelitian
hidup, akan tetapi tentu saja cara adalah Kepala dinsos Kota Palu, gepeng,
mereka tidak bisa dibenarkan. Karena serta masyarakat yang ada di Kota Palu.
cara mereka hidup tidak sesuai dengan Teknik pengumpulan data yang digunakan
norma kehidupan masyarakat, maka dalam penelitian ini yaitu observasi,
dibutuhkan tindakan preventif, represif, wawancara, dan dokumentasi (Jaya, 2019).
rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial
oleh pemerintah daerah untuk menangani HASIL DAN PEMBAHASAN
permasalahan gelandangan dan pengemis. Peran Pemerintah Kota Palu Dalam
Mantan Menteri Sosial yaitu Bapak Agus Penanganan Gelandangan dan Pengemis
Gumiwang mendesak pemerintah daerah Gelandangan berasal dari istilah
(pemda) ataupun pemerintah provinsi kata gelandang yang memliki sebuah
(pemrov) untuk menangani permasalahan arti berkeliaran atau sering disebut tidak
gelandangan dan pengemis karena bertempat tinggal tetap (Suparlan, 1993).
menurutnya permasalahan dasar dari Kaum urban dari pedesaan yang mencoba
keberadaan gelandangan dan pengemis mengadu nasib di kota tetapi tidak dibarengi
adalah kemiskinan (Ayu Lestari, 2021). atau tidak di dukung dengan keahlian
di karena kan pendidikan yang minim,
METODE sehingga mereka memilih bekerja sebagai
Pendeketan yang di gunakan oleh seorangan gelandangan dan pengemis.
peneliti dalam penelitian ini adalah metode Intinya bahwa gelandangan yang berarti
penelitian kualitatif yang berbasiskan pada selalu mengembara, atau berkelana. Ali
filsafat neopositivisme. Penelitian yang Marpuji beropini bahwa gelandangan
kebenaran berlandaskan pada suatu objek ialah lapisan sosial, ekonomi dan budaya
yang alami sesuai dengan hakikat dari paling bawah pada stratifikasi warga kota

Jurnal Civic Hukum,Volume 7, Nomor 1, Mei 2022, hal 41-51


45

menggunakan tingkatan demikian maka seseorang yang hidup mengelandang serta


gelandangan artinya orang-orang yang tak sekaligus mengemis. Karna tak memiliki
memiliki rumah atau tempat tinggal serta rumah permanen dan berbagai alasan tinggal
pekerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran pada bawah jembatan, taman umum, pinggir
didalam kota, makan-minum dan tidur jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api,
disembarang kawasan (Aji Marpuji, 1990). atau aneka macam fasilitas umum lain buat
Gelandangan atau yang biasa disebut tidur serta menjalankan kehidupan sehari-
Tunawisma adalah orang yang hidup dalam hari. Keberadaan gepeng ini jelas menjadi
situasi yang tidak sesuai dengan standar permasalahan di masyarakat, baik terkait
kehidupan bermartabat di masyarakat permasalahan sosial, ekonomi maupun
setempat, dan tidak mempunyai pekerjaan keamanan lingkungan.
serta tidak mempunyai tempat tetap untuk Keberadaan para gelandangan dan
tinggal di suatu wilayah tertentu yang pengemis memberikan dampak yang
mana mereka hanya berada di tempat- kurang baik terhadap tata kehidupan dalam
tempat umum. Sedangkan pengemis bermsayarakat. Dampak terkait dengan
merupakan orang yang mencari nafkah masalah lingkungan dan masalah sosial
dengan cara mengemis di depan umum lainnya dapat terjadi karena keberadaan
dengan berbagai cara dan alasan untuk para gelandangan dan pengemis. Kenyataan
mengharapkan belas kasihan dari orang tersebut menjadi hal penting adanya upaya
lain (RufinusHotmaulana Hutauruk, 2021). atau peran dari pemerintah daerah untuk upaya
Dari Y. Argo Twikromo, gelandangan menertibkan atau melakukan penanganan
artinya orang yang tak tentu daerah atas keberadaan para gelandangan dan
tinggalnya, pekerjaannya dan arah tujuan pengemis. Pemerintah daerah Kota Palu
kegiatannya. Keterbatasan ruang lingkup dalam hal ini Dinas Sosial memberikan upaya
menjadi gelandangan tadi, mereka berjuang atau langkah penanganan atas keberadaan para
buat berpertahan hidup pada wilayah gelandangan dan pengemis. Upaya nyata telah
perkotaan menggunakan banyak sekali dilakukan sebagai bentuk untuk melakukan
macam taktik, mirip sebagai pemulung, suatu langkah kebijakan dimana dinas sosial
pengemis, dan pengamen. Usaha hidup mencarikan suatu solusi secara tepat sesuai
sehari-hari mereka mengandung resiko dengan latar belakang keberadaan para
yang relatif berat, tak hanya karna tekanan gelandangan dan pengemis. Upaya untuk
ekonomi, namun pula tekanan sosial memberikan solusi secara tepat merupakan
budaya berasal dari masyarakat, kerasnya bentuk atau peran nyata dari dinas sosial
kehidupan jalanan, serta tekanan berasal sehingga keberadaan para gelandangan
aparat (Twikromo, 1999). dan pengemis tidak menjadi permasalahan
Gelandangan merupakan seorang yang terjadi di masyarakat.
yang hidup dalam keadaan yang tidak Masalah gelandangan dan pengemis
memiliki tempat tinggal dan tidak memiliki bukan semata-mata masalah modal,
pekerjaan tetap dan selalu menggunakan keterampilan kerja dan kesempatan
fasilitas umum sebagai tempat tinggal atau berusaha, namun juga masalah mentalitas
ditempat awam sebagai akibatnya hidup diri. Terbukti dari tingkat kegagalan layanan
tak sinkron dengan tata cara kehidupan yang yang disediakan pemerintah, dimana para
layak pada warga. Selanjutnya pengemis gepeng yang telah mendapatkan layanan
ialah seseorang yang menerima penghasilan panti ataupun layanan transmigrasi,
dengan meminta minta dengan banyak sekali namun kembali menggelandang di kota.
cara serta alasan buat menerima belas kasihan Mereka berpandangan bahwa dengan
berasal dari orang lain. Gepeng ialah menggelandang mereka bisa memperoleh

Nadya Alief Urbaningrum, Mohamad Syahri, Agus Tinus, Peran Pemerintah Kota Palu dalam Penanganan
Gelandangan dan Pengemis
46

uang tanpa haris bekerja keras (Rohman, oleh dinas sosial dalam penanganan para
2010). Faktor-faktor yang melatarbelakangi gelandangan dan pengemis yaitu dengan
adanya gepeng atau gelandangan dan keberadaan rumah singgah, melalui
pengemis ialah sebagai berikut (Fadri, fasilitas tersebut diharapkan gelandangan
2019): Pertama masalah kemiskinan, dan pengemis dapat memiliki niat untuk
kedua masalah pendidikan, ketiga masalah merubah cara hidup dan cara mendapatkan
keterampilan kerja, keempat masalah penghasilan yang sesuai dengan norma
sosial budaya, kelima masalah harga yang berlaku di dalam masyarakat. Selain
diri, keenam masalah sikap pasrah pada itu keberadannya dapat dengan mudah
nasib, ketujuh kebebasan dan kesenangan dijangkau dan mau mengikuti program
hidup menggelandang. (Rahmi Ayunda, pelayanan dan rehabilitas sosial sehingga
2020). Berikutnya, menurut Dimas Dwi mampu menjalankan fungsi dan peran
Irawan (2013) terdapat beberapa faktor sosialnya di masyarakat secara wajar.
yang menyebabkan seseorang melakukan Upaya yang dilakukan oleh dinas sosial
kegiatan menggelandang dan mengemis, tersebut merupakan bentuk nyata dari
diantaranya merantau dengan modal nekat, pemerintah Daerah Kota Palu dalam
malas berusaha, disabilitas fisik/cacat fisik, memberikan penanganan atas keberadaan
tidak adanya lapangan kerja, mengemis gelandangan dan pengemis.
dari pada menganggur, mahalnya harga Kondisi ekonomi keluarga yang
kebutuhan pokok, kemiskinan dan terlilit kurang mendukung sehingga mejadikan
masalah ekonomi yang akut, ikut-ikutan seseorang untuk memilih hidup di jalan.
saja, disuruh orang tua, dan menjadi korban Selain itu adanya kondisi lingkungan
penipuan (Mutaqin, 2021). atau teman yang ada disekitranya juga
Keberadaan Peraturan Daerah Kota menjadikan seseorang memilih untuk
Palu No. 3 Tahun 2018 tentang Penanganan menjalankan hidupnya dijalan. Penanganan
Gelandangan dan Pengemis menyebutkan gelandangan dan pengemis melalui empat
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e, f, g, dan tahap yaitu upaya preventif, upaya represif,
h yang merupakan tugas dan fungsi upaya rehabilitasi sosial, dan upaya
dari dinas sosial dalam upaya preventif. reintegrasi sosial. Upaya preventif apabila
Tindakan preventif dalam hal ini adalah di definisikan sebagai sebuah kegiatan
upaya pencegahan yang dapat dilakukan ialah meliputi pelatihan softskill atau
sehingga permsalahan atas keberadaan keterampilan kepada yang dibina, pelatihan
para gelandangan dan pengemis dapat magang dan perluasan kerja, peningkatan
diantisipasi sehingga tidak mengggangu kesehatan, pemberian sosialisasi dan
aktivitas yang diakukan oleh masyarakat. edukasi kepada masyarakat, penyebaran
Tindakan preventif yang dilakukan oleh informasi melalui berbagai media massa,
dinas sosial Kota Palu yaitu dengan bimbingan sosial, serta pemberian bantuan
memberikan penanganan kepada para sosial (Khairunnisa, 2020). Dalam hal ini
gelandangan dan pengemis yaitu dengan komunikasi serta kerjasama yang baik
memberikan bimbingan, penyuluhan sangat diperlukan dalam pelaksanaan
dan bantuan kepada para gelandangan pembinaan gelandangan dan pengemis
dan pengemis sehingga melalui kegiatan sehingga berjalan sesuai dengan tujuan
tersebut dapat memberika wawasan kepada awal. Bentuk bentuk dari upaya preventif
para gelandangan dan pengemis agar sebagai berikut:
tindakan atau perilaku yang dilakukan tidak 1. Pemberian pelatihan sofskill
sesuai dengan peraturan atau norma yang (keterampilan), magang dan perluasan
berlaku. Berbagai fasilitas juga diberikan jaringan kerja, kegiatan mengenai

Jurnal Civic Hukum,Volume 7, Nomor 1, Mei 2022, hal 41-51


47

pelatihan keterampilan dan perluasan Pada kawasan ini pola pikir atau perilaku
kerja dalam pemberdayaan gepeng mental gepeng digodok serta diubah, dan
di Kota Palu seperti pengembangan diberikan pembekalan keterampilan serta
kreatifitas serta mengasah kemampuan donasi alat-alat kerja buat pemberdayan
yang sudah ada. diri gepeng. Menggunakan itu diharapakan
2. Peningkatan kesehatan, dalam tingkat kesejahteraan mereka terangkat
peningkatan kesehatan disini dan fungsionalisasi kehidupannya di
maksudnya ialah peningkatan masyarakat kembali normal, sehingga
kebugaran atau kesehatan melalui aktivitas menggelandang dan mengemis
olahraga. itu mereka tinggalkan. (Harun, 2018)
3. Fasilitas tempat tinggal, para gepeng Upaya yang terakhir yaitu mengenai
yang terjaring razia oleh Satpol upaya reintegrasi sosial. Upaya Reintegrasi
PP akan ditampung di panti yang Sosial merupakan proses penyesuaian
disediakan. Selama di dalam panti kembali unsur-unsur yang tidak sama
para gelandangan dan pengemis akan pada kehidupan bermasyrakat sebagai
mendapatkan fasilitas tempat tinggal akibatnya menjadi satu kesatuan. Upaya
berupa kamar tidur, kasur, makan, ini bertujuan menjadi proses pembentukan
dan ruang isolasi, seluruh ruangan kembali tata cara atau norma dan nilai-
ini data digunakan selama masa nilai baru buat beradaptasi gepeng
rehabilitasi berlangsung. pada lingkungan bermasyarakat. Upaya
4. Penyuluhan edukasi masyarakat/ media Reintegrasi Sosial mencakup bimbingan
massa. Penyuluhan atau pemberian resosialisasi, koordinasi dengan
edukasi kepada masyarakat mengenai pemerintah Kabupaten/Kota, pemulangan,
gelandangan dan pengemis ini sangat pelatihan lanjutan. Hasil penelitian yang
penting guna untuk memutus rantai dilakukan, dimana peran dari dinsos telah
agar pengemis dan gelandangan tidak melakukan beberapa program pelatihan,
mencari nafkah dari belas kasihan tetapi dalam pelaksanaanya mendapat
orang lain. kendala antara lain terbatasnya pegawai
Upaya represif yang dilakukan dinsos, peserta pelatihan yang dalam hal
yaitu menggunakan melakukan razia ini para gelandangan dan pengemis yang
atas eksistensi para gelandangan dan kurang semangat, dan minimnya dana dari
pengemis. Tindak lanjut asal aktivitas razia pemerintah. Penulis melakukan penelitian
ialah menangkap gepeng yang sementara dengan melakukan wawancara baik di
melancarkan aksinya pada wilayah- Dinas Sosial maupun Rumah Singgah yang
wilayah awam yang dirazia. Gepeng yang didalamnya terdapat gelandangan dan
tertangkap pada razia tadi dibawa dan pengemis yang terjaring razia gabungan
dibawa di kawasan penampungan sementara Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas
milik dinsos. Pada wilayah penampungan Sosial Kota Palu dengan maksud ingin
sementara dilakukan pendataan atau mengetahui apakah ada peran Pemerintah
identifikasi pada gepeng tadi. Selanjutnya Kota Palu dalam hal ini Dinas Sosial
diberikan pembinaan sosial dan mental, terhadap gelandangan dan pengemis.
serta dilakukan shock terapy. Selanjutnya Faktor-faktor pendukung dan penghambat
tentang upaya rehabilitasi sosial. Tempat pemerintah Kota Palu dalam penanganan
rehab sosial atau panti sosial artinya gelandangan dan pengemis di Kota Palu
daerah yang krusial buat pelatihan atau Permsalahan secara umum terkait
bimbingan lanjutan bagi gepeng yg telah dengan keberadaan gelandangan dan
menerima pelatihan di tempat sementara. pengemis yaitu mengenai perkara ketertiban

Nadya Alief Urbaningrum, Mohamad Syahri, Agus Tinus, Peran Pemerintah Kota Palu dalam Penanganan
Gelandangan dan Pengemis
48

dan keamanan yang menganggu ketertiban 2. Keberadaan pihak organisasi non


dan keamanan di wilayah. Dengan pemerintah (LSM)
maraknya gepeng maka diperkirakan Upaya untuk memberikan
akan memberi kesempatan munculnya penanggulangan kepada gepeng juga
gangguan keamanan dan ketertiban, yang tidak dapat dipisahkan dari peranan
akhirnya akan menganggu keseimbangan atau keberadaan LSM. Keberadaan
sehingga pembangunan akan terganggu, LSM dapat digunakan sebagai pihak
dan memiliki dampak secara luas akan yang memberikan pengawasan terhadap
terhambatnya pelaksanaan pembangunan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
yang dilakukan. Adapun faktor pendukung sehingga peramsalahan gelandangan dan
upaya pemkot Kota Palu dalam melakukan pengemis dapat diselesaikan sesuai dengan
penanganan gepeng yaitu sebagai berikut: ketentuan. Keberadaan LSM menjadi
1. Kebijakan Pemerintah Daerah Kota pendukung dalam upaya menangani
Palu. gepeng yang merupakan faktor pendukung
Faktor pendukung yang menjadikan terkait dengan harapan masyarakat dalam
upaya penanganan gelandangan dan pengelolaan gelandangan dan pengemis.
pengemis dapat berjalan sesuai dengan LSM dapat memberikan infomasi secara
ketentuan yaitu dengan adanya kekuatan akurat sehingga kebijakan yang diambil
hukum yang ditunjukkan dengan adanya dapat dilaksanakan sesuai dengan
Perda No. 3 tahun 2018 serta adanya kebutuhan para gelandangan dan pengemis.
dukungan dari pemerintah pusat dalam 3. Pihak masyarakat
upaya menangani kehadiran gepeng. Peran dari masyarakat sangat dibutuhkan
a. “Bahwa gelandangan tidak sesuai sebagai upaya dalam memberikan penanganan
dengan norma kehidupan bangsa keberadaan gelandangan dan pengemis, dimana
Indonesia berdasarkan Pancasila dan masalah tersebut terjadi karena berasal dari
Undang-Undang Dasar 1945, karena unsur masyarat. Masyarakat memiliki posisi
itu perlu diadakan usaha-usaha yang penting dalam pelaksanaan peraturan
penanggulangan”. yang ditentukan dan sebagai penilaian dari
b. “Bahwa usaha penanggulangan keputusan yang diambil dalam penanggulangan
tersebut, di samping usaha-usaha gepeng. Hasil wawancara menunjukkan
pencegahan timbulnya gelandangan bahwa adanya kesediaan masyarakat menjadi
bertujuan pula untuk memberikan faktor pendukung dalam proses penanganan
rehabilitasi kepada gelandangan pengemis dan gelandangan sehingga kebijakan
agar mampu mencapai taraf hidup yang ditetapkan benar-benar sesuai dengan
kehidupan, dan penghidupan yang ketentuan yang telah ditetapkan.
layak sebagai Warga Negara Republik Adapun faktor penghambat yang
Indonesia”. menjadikan upaya penanganan gelandangan
Pada perda Kota Palu Tahun 2018 dan pengemis tidak dapat berjalan sesuai
pula memakai definisi yang hampir sama dengan ketentuan yaitu meliputi:
dengan termaktub pada pasal 1 ayat 6 dan a. Budaya Malas
7. Yang secara konklutis dapat diambil Budaya malas yang dimiliki oleh
intisari maknanya seperti berikut: ”orang gepeng menjadikan program yang
yang hidup dalam keadaan tidak sinkron ditetapkan dinas tidak dapat berjalan sesuai
dengan norma kehidupan yang layak pada dengan ketentuan.
warga setempat dan tak memiliki rumah b. Budaya cash on money
and pekerjaan tetap pada daerah tertentu Budaya cash on money yang dimiliki
dan hidup mengembara di daerah umum.” oleh gepeng menjadikan tak adanya

Jurnal Civic Hukum,Volume 7, Nomor 1, Mei 2022, hal 41-51


49

motivasi untuk bekerja dengan lebih baik sudah sebagai modal pada pelaksanaan
yang menyebabkan upaya peningkatan hidup sehari-hari menyebabkan suatu
kualitas hidup tidak dimiliki. bentuk pergeseran nilai sosial terutama
Faktor yang pendukung upaya pada bidang etos kerja. Gepeng yang
Pemerintah Kota Palu dalam melakukan berasal urban yang tak mendapatkan
penanganan gelandangan dan pengemis lapangan kerja lebih menentukan sebagai
yaitu mengenai kebijakan Pemerintah pengemis menggunakan jaminan uang
Daerah Kota Palu ditunjukkan dengan tunai perhari tanpa mempunyai suatu
adanya Perda tahun 2018 serta adanya keahlian spesifik. Malasan serta tak mau
dukungan dari pemerintah pusat dalam berusaha mengakibatkan gepeng nyaman
upaya penanganan keberadaan gelandangan hidup pada rutinitas yag terus terjadi
dan pengemis. Keberadaan Perda tersebut (Fadri, 2019). Faktor selanjutnya yaitu
sesuai dengan UUD 1945 Pasal 34 mengenai budaya cash on money yang
ayat 1 dan 2 UUD 1945, UU Nomor 11 menjadikan gelandangan dan pengemis tidak
Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan dapat mengembangkan diri menjadikan
Pokok Kesejahteraan Sosial, Peraturan penghambat atas program yang telah
Pemerintah Republik Indonesia Nomor ditetapkan dan hal tersebut menjadikan
31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan hasil yang didapatkan secara langsung
Gelandangan, Anak jalanan, dan Pengemis, mempengaruhi perilaku yang dimiliki
dan lain-lain. Faktor berikutnya yaitu sehingga menjadikan upaya yang dilakukan
mengenai keberadaan pihak organisasi non oleh dinas sosial Kota Palu tidak dapat
pemerintah (LSM), dimana keberadaan berjalan sesuai dengan ketentuan. Selain
LSM dapat digunakan sebagai pihak budaya malas, budaya cash on money yang
yang memberikan pengawasan terhadap terdapat di diri gepeng mengakibatkan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah mereka tak memikirkan buat menerima
sehingga permsalahan gelandangan dan pekerjaan yang layak. Kehidupan setiap
pengemis dapat diselesaikan sesuai dengan hari dijalani dengan meminta-minta dan
ketentuan. Faktor terakhir yaitu dari tak menghiraukan harga diri serta tata
pihak masyarakat peran dari masyarakat cara yang ada, sebagai akibatnya para
sangat dibutuhkan sebagai upaya dalam gepeng mengumpulkan uang secara instan,
memberikan penanganan keberadaan sehingga penghasilan yang mereka dapat
gelandangan dan pengemis, dimana bisa dipergunakan ketika saat itu juga.
masalah tersebut terjadi karena berasal
dari unsur masyarat. Masyarakat memiliki SIMPULAN
posisi yang penting dalam pelaksanaan 1. Peran pemerintah Kota Palu dalam
peraturan yang ditetapkan dan menjadi menangani gepeng yang diatur dalam
nilai terhadap keputusan yang diambil Peraturan Daerah Kota Palu No. 3
dalam penanggulangan gepeng. Tahun 2018 tentang Penanganan
Adapun faktor penghambat yang Gelandangan dan Pengemis. Pada
menjadikan upaya penanganan gelandangan perda ini, peran Dinas Sosial sangat
dan pengemis tidak dapat berjalan sesuai penting, dimana dinsos berperan
dengan ketentuan yaitu meliputi mengenai dalam upaya rehabilitasi sosial.
budaya malas, hal tersebut juga terjadi Pasal 5 Perda Kota Palu tahun
karena kondisi yang dirasakan oleh 2018 dimana upaya atau tindakan
gelandangan dan pengemis yaitu tidak penanganan gelandangan dan
adanya motivasi untuk hidup secara lebih pengemis dilakukan dengan empat
baik. Budaya serta norma malas yang cara yaitu upaya preventif, upaya

Nadya Alief Urbaningrum, Mohamad Syahri, Agus Tinus, Peran Pemerintah Kota Palu dalam Penanganan
Gelandangan dan Pengemis
50

represif, upaya rehabilitasi sosial, Peraturan Daerah Kabupaten Jombang


dan upaya reintegrasi sosial Nomor 14 Tahun 2016 Tentang
2. Faktor yang pendukung upaya Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Pemerintah Kota Palu dalam Al-Balad: Journal of Constitutional
melakukan penanganan gelandangan Law, 2.
dan pengemis yaitu mengenai Humairoh, S. (2021). Dinamika Penerapan
kebijakan Pemerintah Daerah Kota Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial
Palu ditunjukkan dengan adanya Dalam Upaya Menanggulangi
Perda tahun 2018 serta adanya Gelandangan Dan Pengemis. Jurnal
dukungan dari pemerintah pusat Ilmu Kesejahteraan Sosial, 69-77.
dalam upaya penanganan keberadaan Isfihana, D. R. (2010). Penanganan
gepeng, keberadaan pihak organisasi Gelandangan dan Pengemis
non pemerintah (LSM) dan (Gepeng) Di Lipinsos Keputih Oleh
dukungan dari masyarakat. Adapun Dinas Sosial Kota Surabaya. Institut
faktor penghambat yang menjadikan Agama Islam Negeri Sunan Ampel
upaya penanganan gelandangan dan Surabaya, 45-50.
pengemis tidak dapat berjalan sesuai Iskandar. (2009). Metode Penelitian
dengan ketentuan yaitu meliputi Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada.
mengenai budaya malas gelandangan Jaya, I. (2019). Implementasi Kebijakan
dan pengemis dan adanya budaya Penanganan Gelandangan, Pengemis,
cash on money. Tuna Susila Dan Anak Jalanan Di Kota
Palangka Raya. JISPAR, Jurnal Ilmu
DAFTAR PUSTAKA Sosial, Politik dan Pemerintahan,
Aji Marpuji, d. (1990). Gelandangan di 44.
Kertasura. Surakarta: 1990. Malihatul Fuadah, R. A. (2018). Ragam
Arif Kurnia Ardi Pradana, M. S. (2017). Program Dan Hambatan Dalam
Implementasi Peraturan Daerah Penanganangelandanganterhadap
No. 5 Tahun 2014 Kota Semarang Keefektifitasan Program. The Journal
Tentang Penanganan Anak Jalanan, of Society & Media, 2.
Gelandangan, Dan Pengemis. Mutaqin, Z. (2021). Penanggulangan
Departemen Administrasi Publik, 2. Gelandangan Dan Pengemis.
Ayu Lestari, R. Y. (2021). Peran Panti Universitas Islam Negeri Sultan
Sosial Rehabilitasi Tuna Sosial Maulana Hasanuddin Banten, 35.
Provinsi Banten dalam Pembinaan Nurkholis, H. (2017). Implementasi Perda
Gelandangan dan Pengemis. Kota Serang No. 2 Tahun 2010 Tentang
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Pencegahan, Pemberantasan, dan
36. Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Effnuz Al-Anba, D. R. (2020). Evaluasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
Kebijakan Penanganan Gelandangan. 106.
Departemen Administrasi Publik, 3. Nursakilah, A. (2021, Oktober 6). Wali Kota
Fadri, Z. (2019). Upaya Penanggulangan Makassar Segera Tertibkan Gepeng
Gelandangan Dan Pengemis dan Anak Jalanan. (A. Nursakilah,
(Geppeng) Sebagai Penyandang Editor) Retrieved Desember 13, 2021,
Kesejahteraan Sosial (PMKS) Di from Republika: https://republika.
Yogyakarta. Jurnal Pengembangan co.id/berita/r0jxpi366/wali-kota-
Agama Islam, 10. makassar-segera-tertibkan-gepeng-
Firiqki, D. A. (2020). Implementasi dan-anak-jalanan

Jurnal Civic Hukum,Volume 7, Nomor 1, Mei 2022, hal 41-51


51

PRAPTONO, D. D. (2021, Januari 8). Sugiyono. (2011). Metode Penelitian


Makin marak dan meresahkan, Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
belasan gepeng di diamankan di Kualitatif, dan R&D). Bandung:
Buleleng. Retrieved Desember 13, Alfabeta.
2021, from Radar Bali: https:// Suparlan, P. (1993). Orang Gelandangan
radarbali.jawapos.com/hukum- di Jakarta: Politik pada golongan
kriminal/08/01/2021/makin-marak- termiskin’, dalam kemiskinan di
dan-meresahkan-belasan-gepeng- Perkotaan. Jakarta: 1993.
diamankan-di-buleleng Twikromo, Y. A. (1999). Gelandangan
Primawati. (2011). Faktor Ekonomi Sebagai Yogyakarta: Suatu kehidupan dalam
Alasan Migrasi Internasional ke bingkai tatanan Sosial-Budaya
Malaysia. Jakarta: Pustaka Pelajar. “Resmi”. Universitas Atma Jaya
Rahayu, R. (2018). Permasalahan Sosial: Yogyakarta, 6.
Gelandang dan Pengemis di Zuriah, I. (2019). Efektivitas Kebijakan
Yogyakarta dalam Pembangunan Pemerintah Dalam Penanganan
Sosial. Universitas Muhammadiyah Gelandangan Dan Pengemis Studi
Yogyakarta, 1. Pada Dinas Sosial Kota Jambi.
Rahmi Ayunda, H. S. (2020). Kebijakan Universitas Islam Negeri Sulthan
Kawasan Bebas Gelandangan Dan Thaha Saifuddin Jambi, 34-44.
Pengemis. Jurnal Komunitas Yustisia
Universitas Pendidikan Ganesha, 3.
ReviraMaryolinda, A. D. (2021). Strategi
penanganan gelandang pengemis
(Gepeng) Di kota pangkalpinang.
Jurnal Studi Inovasi, 53.
Rohman, A. (2010). Program Penanganan
Gelandangan, Pengemis, dan Anak
Jalanan Terpadu Melalui Penguatan
Ketahanan Ekonomi Keluarga
Berorientasi Desa. Program Desaku
Menanti, 3.
Rufinus Hotmaulana Hutauruk, D. E.
(2021). Perlindungan Hukum
Terhadap Gelandangan Dan
Pengemis Di Kota Batam Sebagai
Akibat Implementasi Peraturan
Daerah Kota Batam Nomor 6 Tahun
2002 Tentang Ketertiban Sosial.
Volume 6, 3.
Ruslan, R. (2003). Metode penelitian PR
dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali
Press.
Setiawan, H. (2020). Fenomena Gelandangan
Pengemis Sebagai Dampak Disparitas
Pembangunan Kawasan Urban dan
Rural di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Moderat, 362.

Nadya Alief Urbaningrum, Mohamad Syahri, Agus Tinus, Peran Pemerintah Kota Palu dalam Penanganan
Gelandangan dan Pengemis

Anda mungkin juga menyukai