Anda di halaman 1dari 11

[Understanding Metropolitan Poverty : The Profile of

Poverty in Jabodetabek Area]

Tugas Struktur Mata Kuliah Sosiologi Perkotaan

Oleh:

Nafa Izah [F1A017012]


Novitasari [F1A017014]
Cynthia S Putri [F1A017026]
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN
PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI S1 SOSIOLOGI

PURWOKERTO

[2019]

a) Proses Penentuan

Penentuan dalam pemilihan jurnal yang akan dijadikan bahan diskusi


dilakukan dengan pengambilan tiga junal yang kemudian akan dipilih satu untuk
dikaji bersama. Judul jurnal yang diajukan yaitu :
1. Understanding Metropolitan Poverty: The Profile of Poverty in
Jabodetabek Area
2. Impact of Cultural Globalization on the Upper Class Youth in Dhaka City:
A Sample Study
3. Rapid Urban Growth and Poverty in Dhaka City

Dari ketiga jurnal tersebut, kami memilih jurnal yang pertama yang
berjudul “Understanding Metropolitan Poverty: The Profile of Poverty in
Jabodetabek Area” sebagai referensi utama dalam penyusunan tugas. Alasan
kami memilih jurnal tersebut karena jurnal tersebut yang sangat berkaitan dengan
objek kajian sosiologi perkotaan. Jurnal ini membahas tentang kondisi kemiskinan
di wilayah metropolitan, dengan fokus pada wilayah metropolitan Jabodetabek,
yang umumnya dikenal sebagai wilayah Jabodetabek.

b) Ringkasan Jurnal
1) Pendahuluan (Abstrak)

Jurnal yang berjudul “Understanding Metropolitan Poverty: The Profile of


Poverty in Jabodetabek Area” oleh Asep Suryahadi dan Cecilia Marlina ini
membahas mengenai kondisi kemiskinan di wilayah metropolitan. Adapun tujuan
dari jurnal ini yaitu untuk berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang
kondisi kemiskinan di wilayah metropolitan, dengan fokus pada wilayah
metropolitan Jabodetabek, yang umumnya dikenal sebagai wilayah Jabodetabek.
Jabodetabek mengacu pada bagian dalam wilayah metropolitan, Jakarta, ibukota
Indonesia, dan bagian luar dari wilayah itu, Bodetabek, yang terdiri dari lima kota
(Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi) dan juga tiga
kabupaten (Bogor, Tangerang, dan Bekasi) (Jones et al., 2016). Karenanya,
Jabodetabek mencakup wilayah di tiga provinsi: Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Total wilayah Jabodetabek adalah sekitar 7.000 km2 (Rustiandi et al., 2015).

Analisis profil kemiskinan dalam jurnal ini menggunakan model regresi


logistik binomial (logit) status kemiskinan rumah tangga pada korelasinya.
Korelasi yang dipilih untuk dimasukkan dalam model didasarkan pada temuan
dari studi sebelumnya tentang korelasi atau faktor penentu kemiskinan. Sebuah
penilaian dengan menggunakan Survei Rumah Tangga Terintegrasi Malawi pada
tahun 1998 menemukan bahwa peningkatan pencapaian pendidikan, terutama
untuk perempuan, dan realokasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor
perdagangan dan jasa terbukti signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan
(Mukherjee & Benson, 2003). Sementara itu, penilaian yang lebih luas tentang
kota-kota metropolitan di Asia mengutip tanah perumahan, akses ke layanan
perkotaan dasar seperti air, sanitasi, dan pengelolaan limbah padat sebagai fitur
utama dalam menilai inklusivitas kota (Dahiya, 2012).

2) Diskusi dan Hasil

Satu studi yang berfokus pada kaum miskin kota di Malaysia melihat
hubungan antara kondisi perumahan (jenis tempat tinggal, lingkungan sekitar, dan
masa tinggal rumah) dan kualitas hidup (kesehatan, keselamatan dan dukungan
sosial) dan menemukan bahwa kondisi perumahan sangat penting dalam
menentukan kualitas hidup, oleh karena itu harus dipertimbangkan ketika menilai
faktor penentu kemiskinan perkotaan (Zainal, Kaur, Ahmad, & Khalili, 2012).

Selain itu, kemiskinan sering dikaitkan dengan karakteristik demografis


rumah tangga, yang meliputi ukuran keluarga, tingkat pendidikan kepala rumah
tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, dan komposisi umur. Ukuran keluarga
yang lebih besar, terutama yang terdiri dari banyak anak kecil berhubungan positif
dengan penyebab kemiskinan kronis karena menambah beban mengingat
terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh keluarga miskin (Bayudan-Dacuycuy
& Lim, 2013).

Berdasarkan studi ini, korelasi yang termasuk dalam model adalah ukuran
rumah tangga, ukuran rumah per kapita, pendidikan kepala rumah tangga, usia
kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, sektor pekerjaan kepala
rumah tangga, dan akses rumah tangga ke beberapa kebutuhan seperti minum
yang aman air, akses internet, dan toilet.
Penelitian ini menggunakan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) 2014 dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang memiliki sampel sekitar
300.000 rumah tangga di seluruh Indonesia. Survei rumah tangga ini berisi
informasi tentang kondisi dasar demografi dan sosial ekonomi rumah tangga,
termasuk akses ke fasilitas dasar, tingkat pendidikan, pengeluaran rumah tangga
dan jenis pekerjaan. Untuk menentukan status kemiskinan rumah tangga, garis
kemiskinan nasional 2014 di tingkat kabupaten digunakan sebagai ambang batas.

Kesimpulan dari penelitian ini, meskipun perkembangan ekonomi cepat,


tingkat kemiskinan di wilayah metropolitan Jabodetabek relatif stagnan sekitar
enam persen sejak awal 2000-an. Ada kemungkinan bahwa program pengentasan
kemiskinan tidak efektif di Jabodetabek karena program ini dikembangkan
berdasarkan profil kemiskinan nasional. Jika profil kemiskinan di wilayah
metropolitan berbeda secara signifikan dari profil nasional, program-program ini
mungkin tidak cocok dan efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan di wilayah
metropolitan. Studi ini memang menemukan bahwa profil kemiskinan di wilayah
Jabodetabek berbeda secara signifikan dari tingkat nasional, terutama dalam hal
tingkat pendidikan, akses ke air minum, sektor pekerjaan, dan status pekerjaan.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah kemiskinan di wilayah metropolitan
Jabodetabek diperlukan kebijakan yang berbeda dari kebijakan kemiskinan
nasional.

Kebutuhan dasar seperti air tidak menunjukkan korelasi dengan


kemiskinan di Jabodetabek, sementara itu tetap signifikan di tingkat nasional.
Dalam hal pencapaian pendidikan, diketahui bahwa penyelesaian hanya sampai
sekolah dasar tidak lagi cukup untuk mendukung kehidupan yang layak di
wilayah Jabodetabek, meskipun masih terlihat signifikan di tingkat nasional.
Tingkat pendidikan tersier memiliki dampak tertinggi dalam menurunkan
kemungkinan orang jatuh miskin. Jenis sektor pekerjaan juga sangat berkorelasi
dengan status kemiskinan. Sektor industri dengan kemampuannya menyerap
banyak tenaga kerja tampaknya memiliki kontribusi yang signifikan dalam
meminimalkan kemungkinan untuk menjadi miskin di wilayah Jabodetabek.
Sementara itu, di tingkat nasional, dampak sektor perdagangan lebih banyak
terjadi daripada sektor industri. Selain itu, penelitian ini juga menemukan temuan
menarik mengenai status pekerjaan, di mana orang yang bekerja untuk keluarga
sebagai pekerja tidak dibayar memiliki kemungkinan lebih rendah untuk jatuh ke
dalam kemiskinan di Jabodetabek, di tingkat nasional bahwa jenis pekerjaan
tampaknya meningkatkan probabilitas orang menjadi miskin. Ini tampaknya
terkait dengan perbedaan dalam sektor pekerjaan mayoritas pekerja keluarga yang
tidak dibayar di Jabodetabek dan secara nasional.

Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa kebijakan sosial-ekonomi di


Jabodetabek harus dirancang untuk mencapai pencapaian pendidikan yang lebih
tinggi bagi penduduknya dan pada saat yang sama mendorong produktivitas dan
pertumbuhan sektor industri. Perbaikan pada fasilitas dasar seperti sanitasi juga
masih relevan. Selain itu, meningkatkan akses internet untuk semua dianggap
perlu untuk memperluas cakupan pengetahuan dan informasi terutama bagi orang
miskin.

c) Relevansi Sosiologi Perkotaan

Menurut Sapari Imam Asy’ari, Sosiologi perkotaan atau sosiologi kota


(urban sociology) ialah ilmu sosiologi yang mempelajari atau menganalisis segi-
segi kehidupan manusia bermasyarakat dalam kawasan kota atau perkotaan. Dan
Paulus Hariyono mengatakan bahwa sosiologi kota dapat diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari hubungan antarmanusia, baik sebagai individu maupun
kelompok manusia yang terdapat dalam kawasan kota.Sedangkan kawasan kota
mencakup berbagai macam, seperti ekonomi, hukum, kesehatan, dan lain-lain.
Objek kajian sosiologi kota cukup luas, misalnya : masyarakat dan kebudayaan;
kemajemukan atau kepluralitasan masyarakat kota; pola perilaku dan penataan
kawasan; kemerosotan sosial dan pemanfaatan ruang; manusia dan lingkungan
alam; pola-pola sosial dalam bangunan; gerakan sosial dan pembangunan kota;
dan persoalan-persoalan sosial kota lainnya. (Trisna Nurdiaman, “Pengertian
Sosiologi Perkotaan”, http://www.sahabat-sosiologi.or.id/2017/10/pengertian-
sosiologi-perkotaan.html)
Kami tertarik untuk mengkaji tentang jurnal yang berjudul
“Understanding Metropolitan Poverty: The Profile of Poverty in Jabodetabek
Area” oleh Asep Suryahadi dan Cecilia Marlina karena dinilai berkaitan dengan
objek kajian sosiologi perkotaan. Jurnal ini berisi tentang Perkembangan ekonomi
yang cepat di Jabodetabek mengacu pada wilayah metropolitan yang terdiri dari
Jakarta, ibukota Indonesia, dan wilayah sekitarnya Bodetabek (Bogor, Depok,
Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi) yang terdapat banyaknya para migran
yang miskin, terlepas dari perkembangan yang cepat, dan tingkat kemiskinan di
daerah ini relatif stagnan sekitar enam persen sejak awal 2000-an. Ada
kemungkinan bahwa program pengentasan kemiskinan tidak efektif di
Jabodetabek karena program ini dikembangkan berdasarkan profil kemiskinan
nasional. Hasilnya memang menunjukkan bahwa profil kemiskinan di wilayah
Jabodetabek berbeda secara signifikan dari tingkat nasional, terutama dalam hal
tingkat pendidikan, akses air minum, sektor pekerjaan, dan status pekerjaan.
Relevansi jurnal ini dengan pembahasan sosiologi perkotaan terletak pada
persoalan sosial di kota seperti yang dijelaskan dalam ruang lingkup/pokok
bahasan Kemiskinan di Perkotaan dengan sub pokok bahasan yaitu Kota dan
Kemiskinan, juga Kehidupan Orang Miskin.

d) Contoh Realita

Jurnal yang dikaji dengan judul “Understanding Metropolitan Poverty:


The Profile of Poverty in Jabodetabek Area” oleh Asep Suryahadi dan Cecilia
Marlina menggambarkan suatu bentuk profil kemiskinan dengan standarisasi
nasional. Realita terkait kemiskinan terdapat pada hasil penelitian yang berjudul
“FENOMENA KEMISKINAN PERKOTAAN (URBAN POVERTY)DI
YOGYAKARTA : SUATU KAJIAN STRUKTUR DAN RESPONS
KEBIJAKAN” oleh Aula Ahmad Hafidh Saiful Fikri. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan dari jumlah responden 44 orang atau 34 persen merupakan
pendatang tetapi sudah menjadi penduduk atau warga di tempat tinggalnya.
Sebagian besar responden bekerja di sektor informal sehingga pendapatannya
setiap hari dan bulan tidaksama. Rata-rata pendapatan per bulan mencapai
Rp.1.000.000 dimana pendapatan tertinggi adalah Rp.6.000.000. Mayoritas
penduduk miskin kota Yogyakarta merupakan penduduk asli. Lingungan tempat
tinggal di perkotaan pada umumnya berada di pemukiman kumuh, pemukiman
padat serta bantaran sungai.

Realitas standarisasi juga digambarkan pada hasil penelitian “ANALISIS


KEMISKINAN MULTIDIMENSI DI KOTA YOGYAKARTA” oleh Pandu
Baniadi dengan indikator pada kepemilikan rumah, dari 48,32% penduduk yang
mengalami kemiskinan pada kepemilikan rumah, sebagian besar didominasi
memiliki rumah dengan status sewa. Ketidakmampuan dalam memiliki rumah
tercermin dalam luas lahan yang dihuni oleh penduduk miskin. Sebanyak 72,15%
penduduk menyewa rumah dengan ukuran di bawah 36m2.

Realita kemiskinan yang tergambarkan dengan berdasar pada standarisasi


nasional atau indikator kemiskinan nasional. Dimana, indikator tersebut dapat
mengalami perubahan dengan menyesuaikan program yang dilakukan oleh
pemerintah pusat. Dengan contoh yang tercermin pada bentuk realita hasil
penelitian pada lapangan terkait indikator kemiskinan pada perkotaan yang diukur
dalam beberapa aspek. Hal tersebut sebagai bentuk penggambaran masyarakat
miskin di perkotaan, dengan tempat tinggal yang kumuh, segi pendapatan, serta
kepemilikan barang.

e) Kesimpulan

Dari hasil jurnal yang kami kaji bersama, profil kemiskinan dalam
masyarakat perkotaan memiliki bentuk indikator kemiskinan yang diukur dalam
aspek kepemilikan barang, pendapatan, akses air bersih, kondisi tempat tinggal,
pendidikan, serta kesehatan. Indikator tersebut menjadi bentuk standarisasi
masyarakat miskin perkotaan. Bentuk perekonomian masyarakat perkotaan pada
sektor informal atau sektor industri yang melaju cepatnya tingkat perekonomian.
Sehingga, tingkat kemiskinan pada masyarakat perkotaan cenderung stagnan.
Tingkat rendahnya pendidikan tidak mengalami signifikansi. Sehingga profil
kemiskinan pada masyarakat perkotaan di atur dalam kebijakan nasional.
Daftar Pustaka

Aulia Ahmad. Fenomena Kemiskinan Perkotaan (Urban Poverty) di Yogyakarta :


Suatu Kajian Struktur dan Respon Kebijakan, Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta

Baniadi pandu. Analisis Kemiskinan Multidimensi di Kota Yogyakarta, Fakultas


Ekonomi Universitas Yogyakarta, 2018.

Bayudan-Dacuycuy, C., & Lim, J. A. (2013). Family size, household shocks and
chronic and transient poverty in the Philippines. Journal of Asian

Dahiya, B. (2012). Cities in Asia, 2012: Demographics, economics, poverty,


environment and governance. Cities, 29(SUPPL.2), S44–S61.
http://doi.org/10.1016/j.cities.2012.06.013

Economics, 29, 101–112. http://doi.org/ 10.1016/j.asieco.2013.10.001

Jones, G., Rangkuti, H., Utomo, A., & McDonald, P. (2016). Migration, Ethnicity,
and the Education Gradient in the Jakarta Mega Urban Region: A Spatial
Analysis. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 49 (August), 1–36.
http://doi.org/10.1080/00074918.2015.1129050

Mukherjee, S., & Benson, T. (2003). The Determinants of Poverty in Malawi,


1998. World Development, 31(2), 339–358. http://doi.org/10.1016/S0305-
750X(02)00191-2.
Rustiandi, E., Pribadi, D.O., Pravitasari, A.E., Indraprahasta, G.S., & Iman, L.S.
(2015). Jabodetabek Megacity: From City Development Toward Urban
Complex Management System. In R.B. Singh (ed.), Urban Development
Challenges, Risks and Challenges in Asian Mega Cities. Springer Japan.
DOI 10.1007/978-4-431-55043-3_22.

Trisna Nurdiaman, “Pengertian Sosiologi Perkotaan”, http://www.sahabat-


sosiologi.or.id/2017/10/pengertian-sosiologi-perkotaan.html, diakses pada
Sabtu, 11 Mei 2019).

Zainal, N. R., Kaur, G., Ahmad, N. ‘Aisah, & Khalili, J. M. (2012). Housing
Conditions and Quality of Life of the Urban Poor in Malaysia. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 50(July 2012), 827–838.
http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.08.085

Anda mungkin juga menyukai