TUGAS BESAR
DOSEN PENGAMPU
OLEH
GUNTUR BAYU(202045500220)
S5C
2022-2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kota merupakan pusat kreativitas, budaya dan perjuangan keras manusia. Kota, selain
merefleksikan vitalitas dan berbagai peluang umat manusia, juga melambangkan kemajuan
sosial dan ekonomi. Di kota, jutaan orang, bahkan milyaran orang, menikmati berbagai
fasilitas umum, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, rekreasi, pekerjaan, pendidikan, dan
berpartisipasi dalam menegakkan demokrasi. Kota juga merupakan tempat pemusatan atau
cabang kekuatan politik dan ekonomi serta menjadi motor pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi. Pola-pola sosial ekonomi yang berkembang telah mengakibatkann terjadinya
eksodus penduduk pedesaan secara besar-besaran, peningkatan penduduk sepertinya terpusat
di wilayah perkotaan. Menurut perkiraan, lebih dari setengah umat manusia akan tinggal di
wilayah perkotaan pada akhir abad, dan enam puluh persen pada tahun 2020.
Meskipun terdapat peluang ekonomi dan sosial di kota dan daya tarik yang secara nyata
mendasari gejala demografi, masalah dan tantangan yang ada dalam komunitas perkotaan
sudah terbukti dengan sendirinya. Keuntungan yang timbul akibat pertumbuhan ekonomi
memerlukan biaya besar, tetapi tidak dapat dinikmati. Kota memang merupakan sebuah
tekateki. Kota merupakan mikrokosmis masalah, disamping peluang, dari umat manusia
ketika komunitas perkotaan tumbuh menjadi lebih besar dan padat hingga tidak bisa
dikendalikan lagi. Interaksi umat manusia dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan
manusia terletak pada kualitas kehidupan bagi jutaan-mungkin juga milyaran orang diseluruh
dunia, dan pengalaman pun menjadi tercampur-baur. Berbagai akibat lingkungan yang
merugikan yang menjadi sifat dari pusat-pusat perkotaan sudah banyak diketahui dan
memang benar adanya. Masalah-masalah tersebut memberikan tantangan besar dengan akibat
yang langsung dan mendasar bagi eksistensi umat manusia. Kota merupakan beban bagi
sumber-sumber alam dan mengotori udara dan air, menimbulkan polusi lingkungan, baik
ditingkat daerah, kota, nasional, maupun global. Pembangunan perkotaan secara nyata
merusak lingkungan alam dan wilayah-wilayah disekitarnya. Penduduk perkotaan
memberikan tuntutan besar bahkan kadang-kadang tak terpenuhi.
Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul dalam suatu
kota. Kota Jakarta, juga menghadapi masalah pertumbuhan permukiman kumuh dalam
wilayah perkotaan. Laju pertambahan penduduk di wilayah kota, tingginya jumlah warga
miskin dan berpenghasilan rendah, serta laju urbanisasi dapat menjadi pemicu menjamurnya
permukiman kumuh (slum). Secara fisik, psikologis, sosiologis, dan kultural, manusia
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Manusia selalu
berusaha untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi dalam setiap interaksi dan adaptasi.
Lingkungan permukiman menuntut penyesuaian perilaku penghuninya, arsitektural akan
membantu proses adaptasi ini. Hal ini mengisyaratkan perancangan permukiman tidak hanya
memperhatikan aspek arsitektural secara fisik saja tetapi juga aspek psikologis, ekonomi
masyarakat, dan gaya hidup masyarakat yang selalu bersosialisasi. Aspek fungsional yang
akan dimaksimalkan dalam perancangan sangat berkaitan dengan ekonomi masyarakat,
khususnya masyarakat golongan ekonomi kebawah. Kenyamanan yang menyangkut
kenyamanan termal, tata ruang, dan kondisi lingkungan tetap diperhatikan.
Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota
besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Pengkajian tentang
permukiman kumuh, pada umumnya mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua
kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di pemukiman tersebut, dan ketiga
dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain tampak dari kondisi
bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah, jaringan jalan tidak
berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah belum
dikelola dengan baik.
Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang
tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
perkembangan kegiatan suatu kota. Perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya
perubahan terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah pada kemerosotan suatu
lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah kawasan pusat kota, dan
mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap bagian kota.
Lingkungan permukiman kumuh merupakan masalah yang terjadi atau sering dihadapi
di kota besar, tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga berlangsung di kota-kota besar di
dunia (Sri, 1988). Begitupula di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, menurut
publikasi World Bank (1999) lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian
yang terabaikan dari lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan
masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya ditunjukkan dengan kondisi
lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, sarana
dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedianya fasilitas pendidikan,
kesehatan maupun sarana dan prasarana sosial budaya kemasyarakatan yang memadai.
Kekumuhan lingkungan permukiman cenderung bersifat paradoks, bagi masyarakat yang
tinggal di lingkungan tersebut, kekumuhan adalah kenyataan sehari-hari yang tidak mereka
masalahkan, sedangkan di pihak lain yang berkeinginan untuk menanganinya, masalah
kumuh adalah suatu permasalahan yang harus segera ditanggulangi penanganannya.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk pada negara berkembang saat ini tidak diikuti
dengan keterampilan yang cukup sehingga menyebabkan adanya sebagian penduduk yang
tidak mampu bersaing sehingga menyebabkan penduduk tersebut tidak mempunyai
kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidupnya salah satunya di bidang perumahan.
Fenomena ini menyebabkan terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh pada kawasan
perkotaan. Persoalan masalah permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk mewujudkan
lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada suatu kota (Sulestianson,
2014:262).
1.2.TUJUAN
1. Menganalisa permasalahan – permasalahan permukiman kumuh
2. Memberikan perbaikan terhadap permasalahan – permasalahan permukiman kumuh
GAMBARAN UMUM
Kemudian dalam hal keagamaan, penduduk kelurahan ini juga cukup beragam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Jakarta Utara tahun 2020 mencatat
jumlah pemeluk agama, dimana Islam sebanyak 48,69%, kemudian Buddha
28,95%, Kristen 22,27% (Protestan 15,19% dan Katolik 7,08%), Hindu 0,06%
dan lainnya 0,03% (Konghucu dan kepercayaan)
BAB III
PENDAHULUAN
Saluran kecil dan rata-rata di gunakan sebagai tempat parker kendaraan, rata-rata
bangunan hunian pada lokasi permukiman tidak memiliki akses jamban/MCK
komunal
Karna kurangnya lahan menjadikan kondisi drainase yang sempit dan seadanya,
sehingga saluran pembuangan air limbah rumah tangga tercampur dengan
drainase lingkungan