Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Urbanisasi mengacu pada pergeseran populasi dari daerah pedesaan ke perkotaan,


"peningkatan bertahap proporsi orang yang tinggal di daerah perkotaan", dan cara-cara di
mana setiap masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Hal ini terutama
merujuk kepada proses dimana kota-kota yang dibentuk dan menjadi lebih besar karena lebih
banyak orang mulai tinggal dan bekerja di daerah tersebut. Perserikatan Bangsa-
Bangsa memproyeksikan bahwa setengah dari populasi dunia akan tinggal di daerah
perkotaan pada akhir tahun 2008.

Diperkirakan pada tahun 2050, sekitar 64% negara berkembang dan 86% negara
maju akan mengalami urbanisasi. Itu setara dengan sekitar 3 miliar warga kota pada 2050,
yang sebagian besar akan terjadi di Afrika dan Asia. Khususnya, Perserikatan Bangsa-
Bangsa juga baru-baru ini memproyeksikan bahwa hampir semua pertumbuhan populasi
global dari tahun 2017 sampai 2030 akan diserap oleh kota-kota, sekitar 1,1 miliar orang baru
perkotaan selama 13 tahun ke depan. Urbanisasi relevan dengan berbagai disiplin ilmu,
termasuk geografi, sosiologi, ekonomi, perencanaan kota, dan kesehatan masyarakat.
Fenomena ini terkait erat dengan modernisasi, industrialisasi, dan proses sosiologi
seperti rasionalisasi.

Urbanisasi dapat dilihat sebagai kondisi khusus pada waktu yang ditentukan (misalnya
proporsi total populasi atau wilayah di kota) atau sebagai peningkatan kondisi tersebut dari
waktu ke waktu. Jadi urbanisasi dapat diukur baik dalam hal tingkat perkembangan
perkotaan relatif terhadap keseluruhan populasi, atau sebagai tingkat di mana proporsi
penduduk perkotaan meningkat. Urbanisasi menciptakan perubahan sosial, ekonomi dan
lingkungan yang sangat besar, yang memberi kesempatan keberlanjutan dengan "potensi
untuk menggunakan sumber daya secara lebih efisien, menciptakan lahan yang lebih lestari
dan melindungi keanekaragaman hayati ekosistem alami".

Urbanisasi bukan hanya fenomena modern, tetapi juga transformasi historis akar sosial
manusia yang cepat dan bersejarah dalam skala global, dimana budaya pedesaan berkembang
dengan cepat digantikan oleh budaya perkotaan yang lebih dominan. Perubahan besar
pertama dalam pola pemukiman adalah akumulasi pemburu-pengumpul ke wilayah pedesaan
ribuan tahun yang lalu.

Budaya desa ditandai oleh garis keturunan yang umum, hubungan erat, dan perilaku
komunal, sedangkan budaya perkotaan ditandai oleh garis keturunan yang jauh, hubungan
yang tidak biasa, dan perilaku kompetitif. Pergerakan manusia yang belum pernah terjadi
sebelumnya diperkirakan akan terus berlanjut dan meningkat dalam beberapa dekade ke
depan, meningkatnya luas wilayah kota ke ukuran yang tak terpikirkan pada satu abad
sebelumnya. Akibatnya, kurva pertumbuhan populasi perkotaan dunia sampai saat ini
mengikuti pola kuadratik hiperbolik.

1.2 Studi Literatur

1.2.1 Pengertian Urbanisasi


Urbanisasi adalah perbindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi juga dapat
diartikan sebagai perpindahan penduduk yang asalnya dari pedesaan menuju ke perkotaan.
Biasanya perpindahan penduduk ini bertujuan untuk mencari pekerjaan dan menetap. Sedikitnya
lapangan pekerjaan serta fasilitas penunjang di pedesaan serta tidak meratanya pembangunan
diberbagai daerah menjadi salah satu dari sekian banyak faktor pemicu terjadinya hal tersebut.
Faktor lain yang turut mempengaruhi terjadinya kegiatan Urbanisasi adalah ajakan dari teman,
informasi di media masa, terdesaknya kebutuhan ekonomi, ingin mendapatkan uang yang banyak
dan masih banyak lagi yang lainnya.
Menurut j.h. de geode Urbanisasi merupakan sebagaiproses pertambahan penduduk pada
suatu wilayahperkotaan (urban) ataupun proses transformasi suatuwilayah berkarakter perdesaan
(rural) menjadi urban. Faktor Urbanisasi Peningkatan jumlah penduduk kota yang sanagt
signifikan tanpa di imbangi dan didukung dengan jumlah lapangan pekerjaan, penyediaan
pangan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, dll. Ini merupakan sebuah masalah yang serius
bagi suatu negara dan harus secepaatnya dicari solusi atau jalan keluarnya agar masyarakat di
desa atau diperdesaan dapat menetap didaerahnya tanpa harus pergi ke kota hanya untuk mencari
lapangan pekerjaan.
Urbanisasi berarti persentase suatu penduduk yang menetap atau tinggal di daerah perkkotaan.
Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya masalah satu penyebab terjadinya urbanisasi.
Perpindahan terdiri dari 2 macam, yaitu:

1. Migrasi penduduk merupakan suatu perpindahan dari desa ke kota yang bertujuan untuk
menetap atau tinggal di kota.
2. Mobilitas penduduk merupakan perpindahan penduduk yang besifat sementara saja atau
tidak memetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk pergi atau hijrah ke kota dari desa, seseorang biasanya
menadapatkan pengaruh yang kuat dari teman atau sodara yang mengajak (ajakan) atau dari
impian pribadi, media massa, kebutuhan ekonomi dan yang lainnya. Pengaruh tesebut bisa dalam
sesuatu yang mendorong, tau faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan urbanisasi,
atau juga dalam bentuk yang membuat tertarik/ faktor penarik.

1.2.2 Faktor Terjadinya Urbanisasi

Adapun faktor terjadinya urbanisasi di pengaruhi dua faktor yaitu faktor penarik dan
faktor pendukung, berikut faktor penarik dan pendukung terjadinya urbanisasi:
Faktor Penarik Urbanisasi

 Kehidupan kota yang lebih modern.


 Sarana dan prasarana di Kota lebih lengkap dan memadahi.
 Tersedianya banyak lapangan kerja di Kota.
 Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas.
Faktor Pendorong Urbanisasi

 Lahan pertanian semakin sempit


 Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
 Kurangnya lapangan pekerjaan di daerah pedesaan
 Himpitan ekonomi
 Keterbatasan sarana dan prasarana di desa
 Upah kerja yang lebih tinggi
 Diusir dari desa asal
 Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
1.2.3 Dampak Urbanisasi
Urbanisasi memberikan dampak positif sekaligus dampak negatif bagi daerah yang
ditinggalkan maupun daerah yang didatanginya.
Dampak Positif Urbanisasi Bagi Desa (daerah asal) sebagai berikut:

 Mengurangi jumlah penduduk di Desa


 Meningkatnya kesejahteraan penduduk desa karena hasil upah di kota lebih tinggi.
 Mendorong pembangunan desa
 Mengurangi jumlah pengangguran di pedesaan
Dampak Negatif Urbanisasi Bagi Desa :
Selain membawa dampak positif bagi daerah asal, urbanisasi juga membawa dampak
negatif diantaranya Desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian karena sebagian
besar penduduknya pindah ke kota. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat akibat
contoh dari gaya hidup di perkotaan sering ditularkan di kehidupan pedesaan. Desa banyak
kehilangan penduduk yang memiliki potensi dan berkualitas.
Dampak Positif Urbanisasi Bagi Kota
Urbanisasi pun membawa dampak positif bagi daerah yang didatangi. Berikut adalah
dampak positifnya :

 Kota dapat memenuhi kebutuhan jumlah tenaga kerja.


 Semakin banyaknya sumber daya manusia yang berpotensi dan berkualitas.
Dampak Negatif Urbanisasi Bagi Kota
Dampak negatif yang diberikan oleh kegiatan Urbanisasi adalah :

 Meningkatnya jumlah pengangguran di perkotaan


 Munculnya tunawisma, tunasosial dan gubuk-gubuk serta bangunan liar di kota.
 Meningkatnya kemacetan lalu lintas.
 Meningkatnya kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia


Urbanisasi, proses menjadi kota, sudah tidak bisa dihindari. Perkotaan di Indonesia terus
tumbuh dan berkembang. Penduduk perkotaan terus meningkat dari 49,8% (2010), 53,3%
(2015), dan diperkirakan mencapai 56,7% (2020) (BPS, 2015). Persoalannya arus urbanisasi
tidak terkelola secara produktif dan berkelanjutan. Urbanisasi masih dinilai hanya sebagai
masalah seperti kemiskinan dan kualitas hidup masyarakat rendah, persoalan sosial, ekonomi dan
budaya, krisis air bersih, pangan dan lingkungan kumuh. Indonesia belum mampu memanfaatkan
peluang urbanisasi, ditandai dengan peningkatan PDRB/kapita 4% per peningkatan 1%
penduduk perkotaan dan pembangunan infrastruktur 3% dibanding 5,8% pertumbuhan ekonomi
nasional.

Untuk itu, pembangunan perkotaan harus direncanakan dengan matang demi menghadapi
urbanisasi. Urbanisasi dapat menjadi peluang sebagai mesin pertumbuhan yang mengurangi
kesenjangan sosial dan mendorong tanggung jawab sosial, mempromosikan keberlanjutan
lingkungan hidup, serta meningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan nasional
pembangunan perkotaan dan wilayah termuat dalam Nawa Cita dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Pemerintah membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat kota-desa, serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik.

Pertumbuhan antarkota, serta kota-desa, yang tidak seimbang menyebabkan konsentrasi


aliran finansial dan perdagangan pada kota metropolitan dan tidak menjangkau kota menengah
dan desa. Hal itu disebabkan konektivitas yang terbatas dan pengaruh perkembangan ekonomi
global. Alih fungsi lahan di kawasan peri-urban semakin menggerus kawasan hijau dan lahan
tidak terbangun, serta mengakibatkan degradasi lingkungan. Ketidakseimbangan pembangunan
desa-kota serta tidak terpadunya perencanaan pembangunan mengancam ketahanan pangan
akibat krisis air, serta kerentanan wilayah akan risiko bencana dan ancaman perubahan iklim.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk meredam urbanisasi?
RPJMN 2015-2019 memberikan arah kebijakan pembangunan perkotaan dan wilayah
yaitu perwujudan kota-kota berkelanjutan dan berdaya saing, pemerataan pembangunan di luar
Pulau Jawa, dan pengembangan kota layak huni, kota hijau yang berketahanan iklim dan
bencana, kota cerdas, berdasarkan karakter fisik, potensi ekonomi, dan budaya lokal.

Pertama, pengembangan kota sebagai peredam urbanisasi ke Jakarta dibagi atas tiga
lapis. Pembangunan infrastruktur, properti, dan industri di kawasan Bogor, Depok, Tangerang,
dan Bekasi (lapis pertama). Mendorong Kota Bandung, Semarang, dan Surabaya sebagai kota
metropolitan (lapis kedua), dan mengembangkan kota-kota metropolitan di luar Jawa seperti
Medan, Padang, Pontianak, Balikpapan, Manado, Makassar (lapis ketiga).

Kedua, pemerintah memperkuat kapasitas kepemimpinan daerah dalam pembangunan


yang kolaboratif, terpadu, dan berkelanjutan dengan memperkuat peranan urban development
and management advisor lokal (perguruan tinggi, komunitas masyarakat), peran pengabdian
asosiasi profesi, advokasi pemerintah daerah, dan penerapan e-governance.

Ketiga, keterlibatan seluruh pihak yang terpadu dan setara dalam pembangunan
berkelanjutan dengan penyusunan skema kerja sama multipihak, pemberian insentif kepada
swasta atau masyarakat, serta pembentukan atau penguatan institusi atau lembaga integrasi
pembangunan. Keempat, kepala daerah diharapkan tidak mengandalkan anggaran pusat, tetapi
memperkuat ekonomi lokal dan informal perkotaan dan perdesaan, memanfaatkan berbagai
peluang pendanaan melalui skema pembiayaan multipihak dan pendanaan global. Sementara itu,
optimalisasi pajak/retribusi sebagai pendukung dan APBN sebagai pengungkit mobilisasi
pendanaan alternatif.

Kelima, membentuk masyarakat cerdas, inovatif, dan berwawasan digital demi


terwujudnya kota-desa berkelanjutan untuk semua, melalui pemerataan infrastruktur teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) dan teknologi masuk desa. Sosialisasi dan penerapan TIK
sesuai dengan kearifan lokal, peningkatan peran kaum muda dan membangun jejaring kota-desa.

Keenam, mengoptimalkan pembangunan infrastruktur dan pemahaman masyarakat untuk


mewujudkan kota-desa yang aman, berketahanan, dan berwawasan lingkungan dengan
optimalisasi program eksisting dan mempercepat keterpaduan wilayah pengembangan strategis,
pola konsumsi dan produksi berkelanjutan, implementasi konsep ‘kota hijau’. Ketujuh, berbekal
aset ekonomi, sosial dan budaya, dan lingkungan alami daerahnya, pemerintah daerah
mengembangkan potensi itu secara kreatif dan inovatif sebagai investasi kota/kabupaten secara
berkelanjutan. Optimalisasi BUMD dan dana desa membangun desa unggulan (desa
wisata/pusaka/hijau/kreatif/digital) yang berefek ganda bagi kota/kabupaten dan ekonomi
nasional untuk kemakmuran masyarakat.

2.2 Urbanisasi di kota Semarang


Kota semarang saat ini telah mengalami deindustrialisasi. Akibat dari dampak urbanisasi
berlebih, dimana tingkat urbanisasi tidak diimbangi tingkat industrialisasi. Bahkan, kepadatan
penduduk kota semarang juga telah menyebabkan daya dukung lingkungan dan daya tampung
sosial menjadi rendah. Hal itu dikemukan Dosen Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang, Ir.
Saratri Wilonoyudho, M.Si.
Saratri menegaskan kota semarang terjadi kecenderungan urbaniasasi dengan pola
menyebar yang ditandai pertumbuhan penduduk perkotaan yang tinggi di kabupaten-kabupaten
di sekitar kota semarang. Selain, berdampak pada kerusakan lingkungan, kemacetan lalu lintas
dan tingginya angka kejahatan, peran sektor industri dan pertanian di Kota Semarang cenderung
menurun, sebaliknya sektor informal justru semakin meningkat. Urbanisasi di kota semarang
justru memunculkan gejala involusi kota yakni terus meningkatnya jumlah pekerja di sektor
informal dengan produtivitas rendah, sebagaimana ditunjukkan pada PDRB (produk domestik
regional bruto) sektor industri di kota semarang yang relatif kecil dibandingkan PDRB di sektor
jasa atau perdagangan.

Dia menyebutkan, arus migrasi masuk ke kota semarang dilihat dari kelompok umur 25-
29 sampai 35-39 baik laki-laki maupun perempuan telah terjadi kenaikan yang cukup tajam.
Tahun 1997, kelompok umur 25-29 jumlah penduduk laki-laki sekitar 56.409 dan penduduk
perempuan 57.827, sepuluh tahun kemudian atau tahun 2007, jumlahnya melonjak tajam, yakni
masing-masing 78.093 untuk laki-laki dan 77.228 untuk perempuan. Sebagian besar bekerja
disektor informal atau jasa sebesar 81,9%. Dan hanya 18,09 % yang bekerja di sektor industri.

Akibat dari dampak urbanisasi berlebihan tersebut, katanya, pemerintah kota semarang
kelebihan beban anggaran karena harus membiayai infrastruktur dan pelayanan sosial ekonomi
dengan biaya tinggi yang tidak sebanding dengan produktivitas sebagian besar warganya yang
bekerja di sektor informal. Namun demikian, imbuhnya, kota semarang masih memiliki peluang
untuk menata ulang perencanaan kota karena kota belum overpopulated seperti Jakarta karena
ruang terbuka di kota ini masih cukup luas. Kebijakan untuk mengurangi arus migrasi harus
dilakukan secara silmultan baik antara kebijakan pembangunan di tingkat nasional dan regional,
maupun antara pedesaan dan perkotaan.

Menurutnya, kebijakan pembangunan pusat -pusat industri yang padat modal ditinjau
kembali, industri kecil dan menengah yang berbasis pertanian perlu dikembangkan agar para
petani dan buruh tani turut menikmati hasilnya. Tuntutan ini dikedepankan karena hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa buruh tani, petani dan pekerja tidak terampil sangat kecil
penghasilannya. Strategi pemanfaatan kota sebaiknya diarahkan untuk lebih memperjelas
hirarkhi kota dengan menghindari dominasi kota Semarang terhadap daerah di belakangnya
tersebar dan diharapkan dapat lebih menyebarkan hasil-hasil pembangunan.

2.3 Dampak Urbanisasi di Kota Semarang


Karateristik urbanisasi di Kota Semarang sama halnya dengan urbanisasi di kota-kota
besar di Indonesia yaitu dengan di tandainya jumlah penduduk yang meningkat setiap
tahunnya, Kemudian dilanjutkan dengan pemusatan segala aktivitas masyarakat yang tertuju pad
a satu kawasansehingga secara radikal merubah struktur keruangan kota. Perubahan tersebut
terlihat pada pola perubahan pemanfaatan lahan yang diindikasikan olehintensitas lahan
terbangun, sebaran fasilitas perkotaan, sistem jaringan transportasi serta pola pergerakan ke
pusat kota, juga perkembangan land use, perkembangan tingkaturbanisasi dan migrasi penduduk
kota, dan selanjutnya perkembanganaktivitas ekonomi kota.
Hingga kini urbanisasi di Semarang telah membengkak dengan pertambahan penduduk
relatif tinggi. Akibatnya telahterjadi kemacetan lalu lintas, pencemaran lingkungan, banjir, dan
penggunaanlahan yang tak terkendali. Kondisi seperti ini telah menjadi fenomenakeseharian bagi
pertumbuhan Kota Semarang.

Dampak yang ditimbulkan proses urbanisasi bagi Kota Semarang:


a. Lahan Terbangun VS Lahan Hijau/Terbuka
Perkembangan Kota Semarang yang semakin meningkat menimbulkan beberapa
permasalahan, Pembangunan perumahan baik oleh pemerintahan maupun swasta berdampak
pada meningkatnya intensitas lahanterbangun, bahkan lahan konservasi juga dijadikan
sebagaiperluasan permukiman kota. Intensitas lahan terbangun yang terus meningkatmenyebabk
an sulit dijumpainya lahan hijau/terbuka yang berfungsisebagai ruang publik. Dapat dipastikan
hampir seluruh lahan di Semarang sudah terbangun baik untuk bangunan perumahan, kawasan
perdagangandan jasa, industri, perkantoran maupun bangunan lain.

b. Sebaran Fasilitas Perkotaan


Aktivitas perkotaan yang ada di Semarang tidak terlepas dari fungsinya sebagai ibu kota
Jawa Tengah. Fungsi ini tidak hanya menjadi pusat perkotaan tetapi juga menjadi pusat interaksi
antar Negara. Disamping sebagai pusat pemerintahan, pusat industri dan
perdagangan, pusat aktivitas pelayanan jasa, Semarang juga sebagai pintu masuk dan keluarnya
transportasi internasional yang mobilitasnya cukup tinggi.

kawasan perdagangan, kawasan rekreasi, serta didukung oleh fasilitas perekonomian.


Efek yang timbul akibat pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan persebaran fasilitas kota,
cenderung mengindikasikan adanya pemusatan aktivitas di beberapa kawasan. Dampak
bangkitan yang munculadalah terakumulasinya aktivitas transportasi ke pusat kota yang
semakin padat. Fenomena ini adalah bukti nyata tidak terkendalinya aktivitastransportasi kota
dengan baik.

c. Jaringan Transportasi Dan Pola Pergerakan Ke Pusat Kota


Jaringan transportasi dan pola pergerakan ke pusat Kota Semarang dari kawasan
sub.Tercatat bahwa pada jam-jam puncak setidaknya terdapat lebih dari 40.000 kendaraan yang
melintas di berbagai ruas jalan di Semarang.
Selain itu, besarnya mobilitas penduduk ke tempat kerja sendiri mencapai angka60,5%.
Pola pergerakan seperti ini mengakibatkan terbentuknya suatu polaulang alik atau commuter,
Penambahan jumlah penduduk tidak dikendalikan dengan baik tanpa melihat aspek
keruangannya, maka kemacetan selamanya akan tetap muncul. Olehkarena itu pelebaran badan
jalan sebagai langkah antisipasi, tidak akan begitu saja dapat mengatasi persoalan transportasi.
Penekanan penanganansistem transportasi harus diiringi dengan pemerataan pusat-pusat
fasilitas publik di berbagaikawasan sub urban.Dengan demikian pola pergerakan penduduk yang
selama ini terpusat di Semarang, berangsur-angsurmengarah dan menyebar ke kawasan sub
urban.

d. Perkembangan Lahan
Laju perkembangan di Kota Semarang semakin masif dimana
terjadi pembangunan dan pengembangan seperti permukiman/perumahan secaraintensif dan
ekstensif yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihakswasta. Hal ini berdampak pada
perubahan struktur tata ruang perkotaanSemarang dimana dapat mempengaruhi intensitas
penggunaan lahan untukaktivitas bangkitan berupa industri, perdagangan dan jasa. Akibatnya
harga lahan semakin mahal bahkan mengakibatka kelangkaan lahan di Kota Semarang.

e. Pemukiman Kumuh
Seiring dengan meluasnya urbanisasi, tumbuh subur juga tempat pemukiman kumuh
(slum area) dan kampung-kampung di Kota Semarangyang serba menyesakkan dan liar. Semakin
banyak penduduk kota yangtinggal berhimpit-himpit di berbagai pusat pemukiman yang
sebenarnyatidak pantas dihuni oleh manusia. Namun pemukiman-pemukiman initerus saja
mendapat tambahan para pemukim tetap dengan jumlah dua kalilipat setiap lima hingga sepuluh
tahun. Pemukiman-pemukiman kumuh diSemarang dapat dilihat di daerah pinggiran sungai, di
bawah jembatan,daerah pinggiran rel, pusat perdagangan, dan sebagainya.

f. Permasalahan Lingkungan
Pengalihan fungsi lahan secara berlebihan menimbulkan ketidakseimbangan alam akibat
pembangunan yang dilakukan tanpa perencanaanterpadu. Pengelolaan sarana dan prasarana kota
yang tidak baik juga turutmenyumbang terhadap semakin tingginya angka kerusakan alam di
Kota Semarang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masalah urbanisasi yang dihadapi Indonesia saat ini yaitu pertumbuhankonsentrasi
penduduk yang tinggi. Lebih buruk lagi, hal ini tidak diikutidengan kecepatan yang sebanding
dengan perkembangan industrialisasi.Masalah ini akhirnya menimbulkan fenomena yaitu
urbanisasi berlebih.Adanya urbanisasi yang berlebih ini telah menimbulkan berbagai masalah di
Indonesia salah satunya adalah Kota Semarang. Pertumbuhan ekonomi di
Kota Semarang telah membawa akibat berupa terjadinya kerusakanlingkungan, kemacetan lalu
lintas, meningkatnya sektor informal dan pengangguran, kemiskinan dan lain sebagainya.
Adapun dampak urbanisasi di Kota Semarang secara fisik yaitu sulit dijumpainya lahan
hijau/terbukayang berfungsi sebagai ruang publik, penyebaran fasilitas perkotaan yang
menyebabkan mobilitas penduduk tinggi, jaringan transportasi untuk suburban yang
menyebabkan kemacetan, perubahan struktur tata ruang perkotaan,menurunnya kualitas
lingkunganbanyaknya pemukiman kumuh. Selain itu dampak urbanisasi secara sosial yaitu
meledaknya jumlah pencari tenaga kerja baik di sektor formal maupun sektor informal yang
menyebabkan tingginya angka pengangguran dan semi pengangguran.

3.2 Saran
Perlu adanya kebijakan yang mengarahkan urbanisasi menjadi peluanguntuk
mempercepat proses pembangunan desa ke arah yang lebih positif, yaitudengan memanfaatkan
mereka yang melakukan urbanisasi untuk berperansebagai media dalam upaya memindahkan
pengalaman pembangunan daridaerah lain untuk diterapkan di desanya, dengan kata lain mereka
diberi peransebagai agent of change bagi pembangunan desanya. Selain itu, dengan peningkatan
sarana dan prasarana transportasi dan jaringan komunikasi perluadanya pemikiran tentang
strategi kebijakan yang mengintegrasikan antara pembangunan desa dengan pembangunan kota.
TUGAS PERENCANAAN KOTA
URBANISASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOTA
SEMARANG

Dosen : Tomi Eriawan S.T M.T

Disusun oleh :
SISNA DELVITA
1610015311030

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2018

Anda mungkin juga menyukai