PENDAHULUAN
cities and communities menyebutkan bahwa lebih dari separuh penduduk dunia
sekarang tinggal di daerah perkotaan. Pada 2050, angka tersebut akan meningkat
menjadi 6,5 miliar orang atau dua pertiga dari seluruh umat manusia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 Tingkat
pertumbuhan penduduk di perkotaan sebesar 2,75 persen pertahun, jauh lebih tinggi
dari pada tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1,17 persen
satunya disebabkan oleh urbanisasi semu yang tidak terkendali sehingga telah
Urbanization) dapat diartikan sebagai fenomena migrasi dari desa ke kota tanpa
adanya persiapan, hal ini ditandai dengan terjadinya berbagai masalah seperti
fenomena yang terjadi di negara maju, migrasi dari desa ke kota dilakukan dengan
1
2
bahwa di negara-negara maju perpindahan penduduk dari desa ke kota telah dijamin
negara sedang berkembang pekerjaan non pertanian di kota tidak terjamin (Sujarto
penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang
a). faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan
keterampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat diantara
membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain
b). faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan
kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa,
gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku
permukiman. Kondisi ini terutama terjadi karena adanya pertambahan aktivitas kota
3
penduduk menjadi semakin tinggi, berjalan seiring dengan tuntutan kebutuhan akan
rumah tinggal. Hal yang sering terjadi adalah tingkat kebutuhan rumah tinggal yang
tidak seimbang dengan tingkat kemampuan kota dalam menyediakan prasarana dan
sarana permukiman yang terjangkau dan layak huni karena keterbatasan lahan kota.
Akibatnya adalah suatu kawasan permukiman akan menerima beban yang melebihi
urbanisasi yang dipacu oleh pembangunan fisik sarana dan prasarana kota yang
merupakan daya tarik sekaligus daya dorong bagi para warga yang ingin
memperoleh peluang kehidupan lebih baik. Laju pembangunan itu pula yang
2001).
kumuh. Kota Bandung sebagai kota metropolitan ketiga di Indonesia setelah Jakarta
juga berkaitan dengan mekanisme pasar (ekonomi) lahan dalam bentuk semakin
dekat pusat kota akan semakin mahal harga lahan sehingga menyebabkan penduduk
dengan keterbatasan ekonomi untuk mencari lahan baru diluar kota atau memilih
lahan di dalam kota dengan konsekuensi tertentu, seperti kualitas lingkungan yang
sekitarnya untuk datang mencari lapangan kerja dan kehidupan yang lebih baik.
Mereka ini berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda-beda dan
Di lain pihak kota belum siap dengan rencana sistem perkotaan guna
yang sangat heterogen dan tidak dalam kesatuan sistem kegiatan perkotaan yang
tergolong berpenghasilan rendah dan atau dengan kata lain orang miskin. Abrams
(1964) mengatakan bahwa pada waktu seseorang dihadapkan pada sebuah masalah
yang pertama dikorbankan adalah pengeluaran untuk rumah dan tempat tinggalnya.
tidak dapat mengabaikan begitu saja kebutuhan akan rumah dan tempat tinggal
karena masalah ini penting dalam dan bagi kehidupan mereka, tetapi di satu sisi
mereka juga tidak mampu untuk mengeluarkan biaya prioritas bagi pengembangan
dan pemeliharaan rumah dan lingkungan permukimannya agar layak untuk dihuni.
Semakin kecil bagian dari penghasilan yang dapat disisihkan guna pembiayaan
permukimannya.
kualitas hidup masyarakat miskin akan tetap rendah. Akan mudah menyebabkan
tidak teraturnya tata guna tanah dan sering menimbulkan banjir yang akhirnya
permukiman kampung kota yang kumuh oleh pihak-pihak terkait tidak sepenuhnya
menyelesaikan masalah, selain cara ini tidak manusiawi, para pemukim kembali
6
menyerobot tanah terbuka lainnya sehingga hilang satu akan tumbuh dua atau lebih
kawasan kumuh dan 100% tersedia akses sanitasi layak sesuai dengan amanah
permukiman seperti air minum, sanitasi, jalan lingkungan, revitalisasi kawasan, dan
kumuh.
7
Umum dan Perumahan Rakyat (KEMENPUPR) yaitu sarana dan prasarana yang
Pengelolaan Air Limbah, (7) Pengamanan Kebakaran, (8) Ruang Terbuka Publik.
baru. Yang nantinya akan dilaksanakan, baik oleh masyarakat atau oleh pihak lain,
yang memiliki keahlian dalam pembangunan infrastruktur pada entitas kawasan dan
kota.
mempunyai kawasan kumuh yang terletak di 121 kelurahan dengan luas kawasan
kumuh mencapai 1.457 hektare. Dengan Bantuan Dana Investasi (BDI) sebesar
Rp53,7 miliar dari pemerintah pusat kawasan kumuh di Kota Bandung hingga tahun
2017 berhasil ditangani seluas 215 hektare, menyisakan 1.242 hektare lagi untuk
8
digarap. Tahun 2018 ditargetkan mengentaskan 699 hektare kawasan kumuh, dan
pada tahun 2019 harus mencapai 0 persen kawasan kumuh sesuai target nasional
100-0-100 (humas.bandung.go.id).
KOTAKU lebih menyasar pada persoalan penataan fisik lingkungan sesuai dengan
indikator kumuh yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya. Sementara
untuk aspek lain seperti pendidikan dan kesehatan bukan menjadi indikator utama
peningkatan karena tersedianya sarana dan prasarana jalan dan jembatan dari dan
fasilitas jalan lingkungan atau saluran drainase yang baik sehingga berpengaruh
kesejahteraan masyarakat dan keluarga karena dengan akses lingkungan yang baik
Dinar Dwi Prasetyo (2019) mengatakan bahwa kondisi jalan yang lebih baik
mempersingkat waktu tempuh siswa dan guru perempuan untuk pergi dari rumah
ke sekolah dan sebaliknya. Kondisi jalan yang lebih baik dapat menghemat 30%-
50% waktu perjalanan mereka. Bukan hanya mengurangi risiko dalam perjalanan,
bersekolah.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada kelompok umur 7-12 tahun dan berumur 13-
15 tahun bila dibandingkan dengan tahun 2016. Pada waktu yang sama, APS
APS penduduk berumur 7-12 tahun pada tahun 2017 sebesar 99,82 persen atau
mengalami peningkatan 0,18 point dari tahun sebelumnya yang sebesar 99,64
persen. APS penduduk berumur 13-15 tahun sebesar 95,55 persen atau mengalami
peningkatan 1,61 point dari tahun sebelumnya (tahun 2016) yang sebesar 93,94
persen.
Jika dilihat perbandingan antara Kota Bandung dan Jawa Barat pada tahun
2017, maka APS penduduk di Kota Bandung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
capaian Jawa Barat pada semua kelompok umur. Di Kota Bandung, APS kelompok
umur 7-12 tahun sebesar 99,82 persen, sedangkan nilai capaian Jawa Barat sebesar
99,08 persen.
Sementara itu, pada APS kelompok umur 13-15 tahun di Kota Bandung sebesar
95,55 persen, sedangkan nilai capaian Jawa Barat sebesar 94,98 persen. Pada
kelompok umur 16-18 tahun, APS di Kota Bandung sebesar 75,42 persen,
Data diatas menunjukan bahwa ada peningkatan APS di Kota Bandung seiring
dengan menurunkan angka luasan kumuh di Kota Bandung. Data yang sama
menunjukan bahwa pada tahun 2015 luas wilayah kumuh di Kota Bandung
10
mencapai 1.457 hektare. Setelah adanya intervensi program pada tahun 2017
mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah (APS) karena salah satu indikator dari
berkembang. Temuan yang penting dari studi mereka adalah bahwa partisipasi
keluarga. Anak dari keluarga miskin tidak dapat bersekolah karena orang tuanya
siswa. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua, harapan tingkat pengembalian pada
masa depan, dan jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap partisipasi pendidikan.
yaitu aspek kesehatan. Sama seperti halnya dengan pendidikan, program KOTAKU
dicapai juga oleh program KOTAKU. Salah satunya yaitu pembangunan jalan
satu bulan hingga lima tahun adalah diare, malaria dan pneumonia. Annette Pruss-
mengatakan bahwa kematian bayi sangat dipengaruhi oleh polusi udara, air dan
sanitasi, yang tidak layak; tetapi juga akibat perantara yaitu nyamuk yang ada di
penyediaan air bersih dan sanitasi, pembatasan paparan bahan kimia berbahaya, dan
perbaiki manajemen limbah yang bisa mencegah banyak masalah lingkungan hidup
hampir-2-juta-balita-per-tahun/3751113.html).
Angka kematian bayi atau disebut sebagai Infant Mortality Rate (IMR) adalah
akumulasi jumlah kematian bayi lahir kurang dari satu tahun dibagi jumlah total
kelahiran pada tahun tertentu terjadi di suatu wilayah yang dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Faktor diantaranya adalah lingkungan tempat tinggal orang tuanya,
tingkat pendidikan keluarga, keadaan sosial ekonomi keluarga, system nilai dan
adat istiadat, kebersihan dan kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi tingkat kesehatan lingkungan dalam hal ini terkait
kesehatan lingkungan keluarga. Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator
bayi yang ada di dalamnya. Mengingat kondisi bayi yang masih rentan dan masih
keluarga.
Di Kota Bandung pada tahun 2018, angka kematian bayi usia 0 s.d 59 bulan
sebanyak 144 kasus. Sementara pada tahun 2014 terdapat 98 kasus. Ada kenaikan
jumlah kematian bayi yaitu sebelum program KOTAKU pada tahun 2014 sebanyak
98 kasus, sementara pada saat program KOTAKU berjalan yaitu tahun 2018
Fenomena ini berbanding terbalik dengan tujuan dari program KOTAKU yaitu
menurunkan luasan kumuh pada satu wilayah hingga 0 persen. Menurunkan tingkat
program. Tetapi jika dilihat dari aspek kesehatan di kota Bandung dengan melihat
indikator angka kematian bayi cenderung naik. Hal ini yang kemudian harus diteliti
Berbeda dengan aspek pendidikan yang mengalami kenaikan jika ditinjau dari
APS dari umur 13-15 tahun sebesar 95,55 persen pada tahun 2018 mengalami
peningkatan 1,61 point dari tahun sebelumnya (tahun 2016) yang hanya sebesar
93,94 persen.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh
melalui penelitian uji beda yang akan menguji variabel-variabel penelitian antara
sebelum dan sesudah adanya program, yaitu membandingkan data dan kondisi
KOTAKU yaitu tahun 2014 dan setelah berjalannya kotaku yaitu tahun 2018.
1.2.Rumusan Masalah-Masalah
Masalah yang akan diteliti antara lain tentang pengaruh program KOTAKU
Bandung.
Bandung.
1.3.1. Maksud
14
1.3.2. Tujuan
Sementara tujuan nya antara lain untuk melihat perbedaan kondisi antara
sebelum dan sesudah adanya program KOTAKU terutama dari aspek pendidikan
dengan indikator Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan aspek kesehatan dengan
Kegunaan penelitian ini antara lain sebagai referensi bagi para pemangku
Pemerintah Kota Bandung serta para pelaku program KOTAKU tentang pengaruh
dengan kondisi sebelum adanya program KOTAKU. Jika terjadi perubahan atas
Bandung terutama dilihat dari indikator partisipasi sekolah. Begitu pula dengan
aspek kesehatan, jika terjadi penurunan angka kematian bayi berarti program
KOTAKU berpengaruh besar bagi kondisi kesehatan di Kota Bandung. Tetapi jika
hasil penelitian penunjukan tidak adanya perubahan (negative) atau terjadi stagnasi,
15
artinya menjadi catatan penting bagi pemerintah dan pelaku program lebih
Sementara aspek Praktis dari penelitian ini sebagai bahan masukan bagi
hasil penelitian yang akan dilaksanakan ini, sehingga keberhasilan program tidak
hanya selalu diukur dari aspek fisik saja tetapi aspek lain seperti pendidikan dan
secara nasional. Program ini dibentuk sebagai pendamping teknis untuk mencapai
masyarakat.
16
17
sarana dan prasarana yang mencakup : (1) Keteraturan Bangunan; (2) Jalan
sebagai berikut :
yang ditetapkan;
kondisi sosial yang didukung oleh perubahan perilaku masyarakat untuk menjaga
berikut:
penghidupan berkelanjutan;
mendatang (2019).
4. Partisipatif
cara baru dalam melihat masalah dan peluang yang sangat dibutuhkan
layak huni.
22
dan tanggung jawabnya masing-masing serta saling berkaitan satu sama lain.
2.1.4 Struktur Organisasi Program KOTAKU 23
Program KOTAKU sebagai program nasional terdiri dari 5 (lima) tingkat
organisasi yaitu tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat kota/kabupaten, tingkat
kecamatan dan tingkat kelurahan/desa. Seluruh tingkat organisasi memiliki tugas
Berikut ini
dan tanggung merupakan
jawabnya struktur organisasi
masing-masing sertaProgram KOTAKU.satu sama lain.
saling berkaitan
Berikut ini merupakan struktur organisasi Program KOTAKU.
GARIS KOLABORASI
GARIS PELAKSANAAN GARIS DUKUNGAN PROGRAM
DAN KOORDINASI
Kementerian PUPR
Direktorat Jenderal
Tingkat Cipta Karya
Pokja PKP
Pusat Nasional
Dit. PKP
CCMU PMU
Tim Advisory Tim Evaluasi
Satker/PPK Pusat
KMP/NMC OSP CB
Gubernur
Tingkat
Satker/PPK Provinsi KMW & KMT
Provinsi Pokja PKP Provinsi
Bupati/Walikota
Tingkat
Satker/PPK Kab/Kota Tim Korkot
Kab/Kota Pokja PKP Kab/Kota
Tingkat Camat
Kecamatan Tim Fasilitator
dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP) sebagai fasilitas pendorong kolaborasi dan
kepentingan, seperti pemerintah, swasta, masyarakat, LSM dan lainnya. Pokja PKP
serupa berlaku bagi Pokja PKP di tingkat provinsi Pokja PKP Kota/Kabupaten
Relawan adalah pelopor penggerak dari masyarakat yang ingin ikut serta dan
25
mengabdi tanpa rasa pamrih yang memiliki kepedulian dan komitmen kuat dalam
memiliki keahlian khusus di bidang Prasarana, Sarana Dan Utilitas (PSU) untuk
memastikan kualitas PSU yang dibangun oleh KSM sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
KOTAKU terdiri
Dilihat daridari
sisi 5 pelaku,
(lima) tingkatan pelaku, yaitu
seluruh tahapan Pemerintah Pusat,
penyelenggaraan Program
KOTAKU terdiri
Pemerintah dari 5Pemerintah
Provinsi, (lima) tingkatan pelaku, yaituKecamatan,
Kota/Kabupaten, Pemerintah Pusat, Pemerintah
Kelurahan/Desa,
Provinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan
dan Masyarakat /Komunitas.
Masyarakat/Komunitas.
A. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan langkah awal dari seluruh kegiatan
kolaborasi, dengan menyelaraskan visi misi yang harus dicapai dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun. Tahapan persiapan di tingkat Kota/Kabupaten meliputi :
Tabel 2.1
Matriks Penyelenggaraan Program Kotaku Tahap Persiapan
26
A. Tahap Persiapan
dengan menyelaraskan visi misi yang harus dicapai dalam jangka waktu 5 (lima)
B. Tahap Perencanaan
rencana penanganan dan pencegahan kumuh. Data dan informasi yang digunakan
bersumber dari hasil konsolidasi data dari setiap pemangku kepentingan. Pada
tahapan ini, akan dihasilkan dokumen rencana baik dari revisi Rencana Pencegahan
27
perencanaan meliputi :
Tingkatan Perencanaan
penanganan baik dalam skala kota maupun skala lingkungan yang sudah di
koordinasikan sebelumnya.
telah dilakukan. Dalam tahapan ini diperlukan tahapan monitoring dan evaluasi,
yang seharusnya diupayakan sejak tahap persiapan, tahap perencanaan dan tahap
pelaksanaan.
Permukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya
menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu
manusia (human).
Permukiman adalah suatu bagian dari lingkup wilayah perkotaan yang tidak
permukiman yang terdapat di daerah pedesaan pertama terlihat pada ukuran dimana
bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun pedesan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
penghidupan.
berencana, bangunan dan jaringan jalannya pun bervariasi, ada yang berkualitas
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah
laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah.
Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan
30
golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.
”Obsolescence per se is not harmful and designation of an area as a slum for the
reason alone is merely a reflection of middle clas standards and middle alas
incomes” (Clinard, 1966). Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula
menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif. Pemahaman kumuh dapat ditinjau
dari:
a. Sebab Kumuh
Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari: (1) segi
fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara,
(2) segi masyarakat / sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri
b. Akibat Kumuh
Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain: (1) kondisi
perumahan yang buruk, (2) penduduk yang terlalu padat, (3) fasilitas lingkungan
yang kurang memadai, (4) tingkah laku menyimpang, (5) budaya kumuh, (6) apati
dan isolasi.
jumlah rumah yang sangat padat dan ukurannya di bawah standar, prasarana
lingkungan hampir tidak ada atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan
31
kesehatan, dibangun di atas tanah Negara atau tanah milik orang lain, dan di luar
lingkungan menjadi padat dan kurang kemampuan untuk memperbaiki diri sendiri
Bianpoen, 1991) adalah lingkungan permukiman yang kondisi tempat tinggal atau
penghuni, rumah berfungsi sekedar tempat istirahat dan melindungi diri dari panas,
dingin dan hujan, lingkungan dan tata permukimannya tidak teratur, bangunan
buangan, listrik, gang lingkungan jorok dan menjadi sarang penyakit), fasilitas
penghuni tidak tetap dan usaha non-formal, tanah bukan milik penghuni,
pendidikan rendah, penghuni sering tidak tercatat sebagai warga setempat, rawan
hunian dan usaha yang ditandai dengan banyaknya rumah yang tidak layak huni,
padat, banyak penduduk buang air besar tidak di jamban, dan biasanya berada di
area marjinal. Rumah yang tidak layak huni tersebut adalah rumah yang terbuat dari
bahan bekas yang tidak cocok untuk bertempat tinggal atau terletak pada areal yang
32
terletak di bantaran sungai, pinggir rel kereta api, di bawah jaringan listrik tegangan
tinggi.
kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak
tidak banyak tetapi karena pesatnya pertambahan penduduk dengan latar belakang
tingkat sosial ekonomi yang kurang menguntungkan di satu pihak dan sulit
mendapatkan lahan dan rumah menurut tingkat kemampuan ekonomi di pihak lain,
akibatnya mereka membeli atau menyewa lahan dan rumah di daerah berawa dan
di tepi pantai yang harganya relatif lebih murah dari rumah dann lahan di daerah
tidak berawa. Ciri utama yang dikaitkan dengan permukiman kumuh ini adalah:
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan
tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud
sebagai:
1. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu
sebuah RW.
liar.
informal.
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun prasarana dan sarana
yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan,
kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi
b. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan
secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu
atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian
liar.
begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal
berbeda-beda tersebut.
informal. Perumahan tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta
baik secara fisik, kesehatan maupun sosial (Kurniasih, 2007), dengan kriteria
antara lain:
dari 10 m2.
c) Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
Tipologi permukiman kumuh dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu squater
area dan slum area. Pembedaan kedua tipe permukiman kumuh tersebut
36
berdasarkan pada kondisi fisik dan kondisi geografis yang tidak memadai, serta
daerah permukiman atau tempat-tempat terlarang dan bersifat ilegal atau liar.
Permukiman kumuh yang termasuk tipe squater area mempunyai kondisi fisik,
selebar 15 meter di kiri dan kanan sungai. Kawasan bantaran sungai dilarang
daerah yang dilarang atau ilegal, sehingga tidak ada status kepemilikan rumah.
Contoh permukiman yang menempati tanah atau lahan milik negara atau badan-
badan usaha lain baik pemerintah maupun swasta yang belum dibangun atau
• Kesempatan kerja/pengangguran.
tersedia.
memadai.
masalah permukiman perkotaan. Apabila dilihat dari kondisi fisik lingkungan tidak
memadai, sedangkan kondisi geografisnya layak untuk dihuni. Slum area bersifat
kumuh yang termasuk tipe slum area menurut Bintarto dalam pengelolaan
b. Daerah permukiman yang dihuni oleh warga kota yang gagal dalam bidang
ekonomi.
fenomena migrasi dari desa ke kota tanpa adanya persiapan, hal ini ditandai dengan
informal. Berbeda dengan fenomena yang terjadi di negara maju, migrasi dari desa
dari desa ke kota telah dijamin oleh tersedianya lapangan pekerjaan non pertanian
perdagangan) yang pesat, maka daerah industri dan perdagangan ini (daerah bisnis)
terkena dampak ini, nilai ekonominya sebagai daerah kumuh akan menurun. Para
miliknya, terpaksa menurunkan harga sewanya agar masih dapat menarik penyewa.
Turunnya nilai sewa, kurang nyamannya daerah permukiman dan peraturan kota
tersebut. Lebih lanjut, kurangnya pengawasan dari petugas pemerintahan kota dan
semakin rendah tingkat kualitas lingkungan maka akan semakin rendah pula
Bangunan (KDB) lebih besar dari 0%, atau pada daerah yang boleh didirikan
bangunan. Lokasi tersebut antara lain pada tanah-tanah kosong milik Negara
atau swasta yang belum sempat dikembangkan (di atas tanah bukan milik), dan
2. Pada lahan kosong yang tidak ada peruntukkan bangunan (tidak boleh ada
bangunan), KDB = 0%, antara lain untuk jalur pengaman atau penghijauan.
Lokasi tersebut antara lain di pinggir rel kereta api, di bantaran sungai, di bawah
41
jalur tegangan tinggi, dipinggir jalan tol, di jalur hijau dan di bawah jembatan.
Umumnya yang tinggal di permukiman ini bukan warga kota. Mereka hanya
dan fasilitas sosial, maka akan melampaui daya dukung lingkungan, karena
Dalam hal ini hunian penduduk yang tumbuh tidak terencana termasuk bukan
dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di
b) Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan
kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa,
gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar
suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.
42
2002) yang telah mengadopsi aspek modal manusia dan modal sosial. Program
Sector Project (NUSSP) yang mengadopsi aspek fisik, sosial, manusia dan
ekonomi, dan kegiatan urban renewal yang fokus pada aspek fisik berupa
Kegiatan terbaru yang dicanangkan oleh presiden pada tahun 2011 adalah program
Pro Rakyat Klaster IV yang berfokus pada penataan kawasan kumuh (Mungkasa,
2012).
Terlihat pada era tahun 2000, program yang dilaksanakan terbagi dalam 2 (dua)
kategori yaitu yang bersifat menyeluruh dan fokus aspek fisik saja. Selain itu,
kegiatan yang bersifat proyek dan tidak didukung oleh ketersediaan payung
ekonomi), kesesuaian dengan tata ruang, penyediaan Prasarana Sarana dan Utilitas
(PSU), dan keterpaduan dengan sektor lain. Kegiatan ini didukung dengan kegiatan
Peningkatan Kualitas (PK) dan Pembangunan Baru (PB) bagi rumah tangga kumuh,
Berdasarkan tujuan KIP, contoh – contoh kegiatan yang dapat dilakukan pada
6. Penyediaan MCK
dapat membantu usaha penataan dan perbaikan permukiman kumuh. Poerbo dalam
masih cenderung bersifat top down, serta kurang mampu menggali aspirasi dan
karakteristik dari masyarakat itu sendiri. Selain itu, banyaknya proyek peremajaan
permukiman kumuh yang tidak didahului oleh survei sosial merupakan penyebab
lainnya. Karakteristik masyarakat yang perlu dikenali, antara lain: aspek sosial,
sumber daya manusia, ekonomi (mata pencaharian), alam, dan fisik seperti kondisi
berasal dari kata educare berarti menarik keluar atau drawing out atau
menurut tim redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2008: 326)
pendidikan adalah proses pengebahan sikap dan tata laku seseorang atau
penyiapan warga negara yang baik, yakni warga negara yang tahu hak dan
kewajiban.
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
daya manusia yang unggul yang dapat berkontribusi terhadap pembangunan negara.
milenium pada butir ke 2 yaitu mencapai pendidikan dasar universal (UN, 2011).
Kemampuan Daya Beli. Dengan pendidikan yang semakin tinggi maka IPM sebuah
a. Partisipasi
46
disajikan, mulai dari penekanan pada rakyat yang memiliki peran dalam pembuatan
keputusan (Uphoff dan Cohen), rakyat yang memiliki kendali terhadap sumber daya
dan institusi (Pearse dan Stifel), hingga kemampuan rakyat dalam memengaruhi
Keragaman arti partisipasi terkait erat dengan kepentingan dan agenda yang
adalah suatu bentuk interaksi sosial terhadap suatu kegiatan. Definisi partisipasi
masyarakat yang sudah diterima oleh PBB, sebagaimana dikutip dari Sugandhi
community and the larger society to actively contribute to and influence the
sifat tersebut bertumpu pada kerelaan atau keterpaksaan, ini sebagaimana pendapat
Myron Wiener. Namun disisi lain, pendapat berbeda yang tidak melihat sifat
berikut: partisipasi masyarakat akan muncul ketika dirasai suatu aktivitas tersebut
penting; adanya anggapan bahwa aksi partisipasi mereka akan membuat perubahan;
berbagai bentuk partisipasi, apapun tingkatan dan jenisnya, harus diakui dan
dihargai; orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya; dan
struktur dan proses partisipasi tidak boleh mengucilkan sehingga masyarakat itu
sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses tersebut. (JimIfe, 2008: 310 -
312).
berkualitas ketika masyarakat memiliki kapasitas yang cukup untuk turut serta
dalam proses advokasi kebijakan publik. Apa pentingnya angka partisipasi itu?
Memahami angka partisipasi dalam pendidikan tentu sangat penting bagi semua
pihak sebab dengan mengetahui angka partisipasi maka akan mengetahui sejauh
mana upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan telah dicapai? Dengan
angka partisipasi, dapat diketahui pada karakter atau variable apa saja, ketidak
kesetaraan gender pada bidang pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK).
Development Goals”, angka ini lebih baik daripada perbandingan jumlah absolute
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah
Proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu terhadap penduduk pada
kelompok usia tertentu. Sejak tahun 2007 Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket
untuk tujuan menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum pada suatu
tingkat pendidikan. Hal ini berarti APK yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat
pendidikannya. Jika nilai APK mendekati atau lebih dari 100 persen menunjukkan
bahwa ada penduduk yang sekolah belum mencukupi umur dan atau melebihi umur
yang seharusnya. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu
Indikator Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan indikator yang lebih baik
dibanding dengan indikator APK, sebab APK biasanya digunakan ketika APM nya
masih jauh dari 100 persen. APK dapat mencapai lebih dari 100 persen, sedangkan
49
APM semestinya maksimal 100 persen. APM dapat menjadi lebih dari 100 persen
kalau banyak siswa luar daerah masuk ke suatu daerah untuk bersekolah. Hal ini
sering terjadi di kota-kota besar di mana siswa dari pinggiran kota atau perkotaan
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) APM adalah Proporsi penduduk pada
penduduk pada kelompok umur tersebut. Untuk mengukur daya serap sistem
banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan
sesuai pada jenjang pendidikannya. Jika APM = 100, berarti seluruh anak usia
Angka Partisipasi Sekolah menurut BPS adalah proporsi anak sekolah pada usia
jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang
–18 tahun dan 19–24 tahun. Rata –rata tingkat partisipasi sekolah Indonesia
perkategori pada data tahun 2015 adalah 99.09%, 94.72%, 70.61% dan 22.95%.
masyarakat.
satunya yaitu terbangunya Jalan Lingkungan dan Penataan Bangunan pada kawasan
50
Dinar Dwi Prasetyo (2019) mengatakan bahwa kondisi jalan yang lebih baik
mempersingkat waktu tempuh siswa dan guru perempuan untuk pergi dari rumah
ke sekolah dan sebaliknya. Kondisi jalan yang lebih baik dapat menghemat 30%-
50% waktu perjalanan mereka. Bukan hanya mengurangi risiko dalam perjalanan,
bersekolah.
tersedianya fasilitas jalan lingkungan yang baik dapat mempermudah akses anak
negara. Walaupun secara tidak langsung meneliti soal pengaruh partisipasi sekolah
diketahui bahwa kesmikinan dan kawasan kumuh merupakan 2 variable yang saling
terkait karena wilayah kumuh juga lahir dari kemiskinan dan didalam penduduk
negara berkembang. Temuan yang penting dari studi mereka adalah bahwa
kesejahteraan keluarga. Anak dari keluarga miskin tidak dapat bersekolah karena
51
pendidikan siswa. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua, harapan tingkat
pengembalian pada masa depan, dan jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap
sekolah anak.
Dilihat dari sisi pengeluaran pemerintah, Faguet dan Sanchez (2006) dalam
Suryadarma et al. (2006), Arze del Granado et al. (2007), Purwanto (2010), dan
signifikan terhadap partisipasi sekolah. Arze del Granado et al. (2007) menemukan
bahwa kemiskinan dan tenaga kerja usia sekolah berpengaruh signifikan terhadap
menemukan bahwa variabel yang berpengaruh pada parisipasi SMP adalah rasio
murid terhadap guru dan sekolah. Sementara itu, Listianawati (2012) dalam
signifikan terhadap partisipasi sekolah SMP adalah dana BOS, pengeluaran riil
52
pendidikan dasar, PDRB per kapita, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga, dan rasio murid terhadap guru dan sekolah. Variabel
sekolah SMP. Hal ini berbeda dengan temuan Suryadarma dan Suryahadi (2009),
serta Arze del Granado et al. (2007) yang menyimpulkan bahwa kemiskinan
Studi ini mengacu pada penelitian Arze del Granado et al. (2007) dan
Listianawati (2012). Arze del Granado et al. (2007) menemukan bahwa kemiskinan
dan anak usia sekolah yang bekerja menjadi penghambat partisipasi sekolah anak.
peningkatan partisipasi sekolah anak usia 13-15 tahun adalah dana BOS,
pengeluaran riil pendidikan dasar, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota
rumah tangga serta rasio murid terhadap guru. Adapun PDRB per kapita dan rasio
SMP di Jawa Barat baik dari segi ketersediaan fasilitas pendidikan berupa anggaran
pendidikan (dalam hal ini BOS dan ketersediaan sekolah) maupun dari segi sosial
ekonomi masyarakat yang tercermin pada PDRB per kapita, tingkat kemiskinan,
pendidikan orang tua, dan tingkat partisipasi kerja anak usia 13-15 tahun.
jumlah murid kelompok usia sekolah tertentu yang bersekolah pada berbagai
jenjang pendidikan dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan
53
anak usia sekolah yang telah bersekolah di semua jenjang pendidikan. Makin tinggi
APS berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Nilai
ideal APS = 100 % dan tidak akan terjadi lebih besar dari 100 %, karena murid usia
sekolah dihitung dari murid yang ada di semua jenjang pendidikan pada suatu
daerah.
(2009) adalah:
𝑁1
𝐴𝑃𝑆 = 𝑥 100%
𝑁2
dimana:
tertentu
dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu APK (Angka Partisipasi Kasar) atau
jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya)
dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam
persentase.
Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di
Nilai APK bisa lebih besar dari 100 % karena terdapat murid yang berusia
di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada daerah
perbatasan.
𝑁1
𝐴𝑃𝐾 = 𝑥 100%
𝑁2
Dimana:
kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia
sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indikator APM ini digunakan
untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang
pendidikan yang sesuai. Semakin tinggi APM berarti banyak anak usia sekolah
yang bersekolah di suatu daerah pada tingkat pendidikan tertentu. Nilai ideal APM
= 100 % karena adanya murid usia sekolah dari luar daerah tertentu,
𝑁1
𝐴𝑃𝑀 = 𝑥 100%
𝑁2
Dimana:
sesungguhnya penduduk yang berusia sekolah 16-18 yang bersekolah pada jenjang
pendidikan menengah.
angka APS yang tertinggi untuk semua kelompok umur sekolah, setelah itu posisi
untuk program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dapat tercermin dari angka
APS untuk kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun, tidak memperlihatkan beda
yang terlalu signifikan untuk semua golongan status ekonomi rumah tangga. Untuk
kelompok umur 7-12 tahun APS golongan status ekonomi tertinggi tercatat 98,70
persen, pada status ekonomi menengah sebesar 98,02 persen, dan pada status
Perbedaan APS per status ekonomi rumah tangga sedikit melebar tapi belum
terlalu signifikan pada kelompok umur 13-15 tahun, tercatat APS pada status
ekonomi tertinggi sebesar 92,17 persen, selanjutnya pada status ekonomi rumah
tangga menengah APS nya sebesar 88,15 persen dan pada kelompok status ekonomi
terendah menunjukan APS sebesar 77,70 persen. Jarak APS pada kelompok umur
16-18 antara status ekonomi rumah tangga yang tertinggi dan terendah di daerah
29,27. Hal sebaliknya diperlihatkan pada kelompok umur 19-24 tahun, jarak APS
56
antara golongan status sosial tertinggi dan terendah pada daerah perkotaan lebih
lebar jaraknya dibanding daerah pedesaan. Perbedaan APS untuk golongan umur
ini di daerah perkotaan antara golongan status ekonomi tertinggi dan terendah
adalah sebesar 32,88 persen, sedangkan di daerah pedesaan hanya berbeda 9,95
persen. Di samping itu, pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun (7-15
tahun) di seluruh provinsi telah merata, namun untuk usia 16-18 tahun terdapat
kesenjangan antar provinsi, yakni APS tertinggi diraih oleh Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, dan yang terendah diraih oleh Provinsi Sulawesi Barat.
terhadap perkembangan APK dan APM menurut jenjang pendidikan. Lutan (1991)
menyatakan bahwa karena tingkat pendapatan yang memadai belum merata, maka
sosial. Di sini lah dilema antara pemerataan dan peningkatan mutu yang harus
pendidikan dasar terutama pada kelompok masyarakat miskin pada setiap wilayah
masih perlu menjadi perhatian dan penyelesaian. Demikian juga di Kabupaten Ogan
14,2 persen, rata-rata angka partisipasi murni (APM) SD baru mencapai 83,33
persen dan rata-rata APM SMP hanya mencapai 67,73 persen. Hasil pemetaan
Kuang, Lubuk Keliat, dan Pemulutan Barat memerlukan perhatian lebih, karena
angka putus sekolah SMP dan persentase penduduk miskin yang masih relative
Inderalaya dan Payaraman, masih memiliki angka putus sekolah SD yang masih
persen) penduduk Nusa Tenggara Barat relatif rendah, dimana mereka tidak pernah
Provinsi Nusa Tenggara Barat (2003), tingkat partisipasi sekolah penduduk usia 7-
18 tahun dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok usia 7-12 tahun (setingkat
SD) sebesar 94,68 persen, kelompok usia 13-15 tahun (setingkat SLTP) sebesar
72,33 persen dan kelompok usia 16-18 tahun (setingkat SLTA) sebesar 42,96
persen. Sebagian besar atau 61,76 persen anak di Nusa Tenggara Barat melakukan
kegiatan bersekolah, sedangkan sebesar 21,11 persen atau sekitar 380.000 anak
sudah tidak bersekolah lagi dan mereka memiliki kegiatan bekerja atau menjadi
Provinsi Nusa Tenggara Barat dan melakukan pekerjaan seperti membuat kerajinan
58
cidomo.
anak dalam program wajib belajar sembilan tahun masih rendah. Mereka lebih
senang apabila anak-anak mereka bisa membantu orang tua dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarga. Persepsi mereka juga terhadap program wajib belajar
anaknya mau bersekolah atau tidak, dan tidak ada motivasi serta dukungan dari
orang tua agar anak mereka sekolah. Rendahnya kondisi sosial ekonomi orang tua
program wajib belajar sembilan tahun. Lutan (1991) menyatakan bahwa walaupun
juga terkait dengan masalah seberapa lama orang tua sanggup menanam sahamnya
penyaring calon siswa sesuai dengan kemampuan orang tuanya untuk membiayai
kegiatan pendidikannya. Berbagai pungutan pada setiap kali masuk ke suatu jenjang
yang lebih tinggi berkaitan dengan taraf kemampuan ekonomi suatu keluarga.
putra-putrinya.
genetik, lingkungan dan pola hidup sehari-hari seperti makan, minum, seks, kerja,
59
pada periode-periode awal bukanlah kerusakan yang serius jika orang mau
state of complete physical, mental and social well being and not merely the absence
social tanpa ada keluhan sama sekali (cacat atau sakit). Dalam UU RI Nomor 23
tahun 1992 kesehatan juga dinyatakan mengandung dimensi mental dan social:
“Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
kebugaran dan penampilan tubuh, serta harta yang paling berharga yang tidak
pernah bisa ditukar dengan apapun. Oleh karena itu setiap orang tentu
mendambakan hidup sehat bahagia dan ingin selalu tampak sehat, bugar,
penampilan yang bagus dan awet muda, tidak lekas keriput karena menua. Hal
tersebut dapat dirasakan apabila kita pernah sakit. Olahraga dan kesehatan
merupakan kebutuhan bagi setiap orang, karena semua orang pasti ingin sehat, tidak
seorangpun yang ingin sakit atau terganggu kesehatannya. Kesehatan juga harus
dilandasi beberapa aspek prilaku untuk menuju pola hidup sehat dengan 2 hal
sebagai berikut:
60
kesehatannya baik fisik, mental, spiritual maupun social, (Depkes RI, 2009).
mengatasi masalahnya sendiri, dan dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan
a) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang di sini dalam
arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam
arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga
tidak lebih). Secara kualitas mungkin di Indonesia dikenal dengan ungkapan empat
b) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya kedua
aspek ini akan tergantung dari usia, status kesehatan yang bersangkutan.
keras dan berlebihan, sehingga waktu istirahat berkurang. Hal ini juga dapat
membahayakan kesehatan.
d) Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya
ang keras seperti diuraikan di atas. Kecenderungan stress akan meningkat pada
setiap orang. Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar stres tidak
e) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak
meliputi tanah, air dan udara serta hasil interaksi diantara faktor-faktor tersebut; (2)
tumbuhan, mikro organisme lainya; (3) Lingkungan sosial, semua interaksi antara
manusia, meliputi faktor budaya, ekonomi dan psiko-sosial; (4) Penyediaan air
62
udara; (17) Perencanaan daerah dan perkotaan; (19) Pencegahaan kecelakaan; (20)
dengan keadaan epidemi atau wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk;
mendatang; (28) Terlindunginya negara dari kegiatan negara lain yang berakibat
merusak lingkungan.
sejenis
d. Angkutan umum: kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk
umum
Haryoko K (1985), terdapat 27 poin ruang lingkup kesehatan yang harus dimiliki
agar terwujud lingkungan yang bersih dan sehat. Dalam poin “O“ menurut Haryoko
K, perumahan dan pemukiman menjadi salah satu ruang lingkup lingkungan yang
harus ada, agar terciptanya kualiatas kesehatan lingkungan yang baik. Karena
kesehatan keluarga yang didalamnya. Seperti contoh lokasi rumah yang berdekatan
dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tentu saja kondisi ini memberikan
dan lingkungan sekitr agar kualitas kehidupan manusia dapat terjaga dengan baik.
adalah Angka Kematian Bayi ((Infant Mortality Rate atau IMR). IMR adalah
Keterangan:
64
Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2015) Angka Kematian Balita (AKABA) adalah
jumlah kematian balita 0-5 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu
tahun, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah probabilitas kematian yang
terjadi sebelum bayi mencapai ulang tahun yang pertama per 1000 kelahiran hidup.
dengan Angka Kematian Balita (AKABA) adalah kajian yang berbeda. Perbedaan
yang jelas dapat dilihat dari indikasi umur yang digunakan dimana perhitungan
Angka Kematian Bayi lebih spesifik dalam batasan umur daripada perhitungan
golongan umur satu tahun setelah kelahiran dihitung per 1000 bayi yang lahir hidup
dalam kurun waktu tertentu. Kematian bayi yang telah lahir kurang dari satu tahun
memiliki tingkat kerentanan yang masih tinggi terhadap semua kondisi diantaranya
mengalami kematian. Kondisi bayi yang memiliki umur dibawah satu tahun, masih
memiliki daya tahan tubuh yang lemah dan rentan terhadap perubahan kondisi.
adalah kesehatan keluarga. Data kematian bayi dapat dijadikan sebagai tolak ukur
fisik bayi yang masih sangat rentan terhadap setiap kondisi disekitarnya.
dua macam penyebabnya yaitu endogen dan eksogen. Jurnal Arinta K (2012)
neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi dan Menurut Mochtar (1998),
kematian bayi yang disebabkan dari kondisi bayinya sendiri yaitu BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah), bayi prematur, dan kelainan kongenital. Kematian bayi
bayi dapat terjadi atas dua sisi yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen
atau yang disebut sebagai neonatal adalah kemaatian bayi sebelum memasuki usia
satu bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor bayi itu sendiri yang diperoleh dari
orang-orang tuanya seperti BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), bayi prematur dan
bayi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan luar. Faktor lingkungan luar
seperti pencemaran, perubahan cuaca, sanitasi, kulitas air dan sebagainya. Sebagai
contohnya adalah kasus banjir yang terjadi di Kecamatan Jebres pada tahun 2017
yang rentan mengakibatkan terjadinya penurunan kulaitas air dan lingkungan. Hal
66
ini dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dan tentu saja terhadap
kondisi kesehatan bayi yang masih rentan terhadap perubahan. Selain itu angka
kematian bayi menurut Gabr (1986, dalam Sani 1993) menyebutkan bahwa angka
a. faktor biologis: umur dan kesehatan ibu, genetika serta berat badan
c. faktor sosial dan lingkungan: pendidikan ibu, taraf hidup, tingkat sanitasi
lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian bayi.
Hal inilah yang menjadi salah satu bahan pertimbangan bahwa benar adanya
hubungan pola positif antara tingkat kesehatan lingkungan terhadap jumlah angka
kematian bayi.
3. Tidak terdapat
pengaruh signifikan
Angka Partisipasi Kasar
dan Angka Partisipasi
Murni terhadap persentase
penduduk miskin di DKI
Jakarta tahun 2009-2013.
7 Dinar Dwi https://money. 1. Jalan Kualitatif Penelitian SMERU pada
Prasetyo kompas.com/r Lingkungan/De 2016 menemukan bahwa
Researcher, ead/2019/05/1 sa kondisi jalan yang lebih
SMERU 5/153022626/a 2. Perempuan baik mempersingkat
Research dakah- Desa waktu tempuh siswa dan
Institute manfaat-jalan- 3. Partisipasi guru perempuan untuk
desa-di-era- sekolah pergi dari rumah ke
Adakah Manfaat jokowi-bagi- sekolah dan sebaliknya.
Jalan Desa di perempuan- Kondisi jalan yang lebih
Era Jokowi bagi riset- baik dapat menghemat
Perempuan? membuktikan? 30%-50% waktu
page=all. perjalanan mereka. Bukan
hanya mengurangi risiko
dalam perjalanan,
kemudahan akses menuju
fasilitas pendidikan,
dalam beberapa kasus,
juga mengurangi jumlah
orang tua yang tidak
mengizinkan anak
perempuannya
bersekolah.
8 AfifaTin dan http://ejournal. 1. Angka Kematian Analisis 1. Faktor lingkungan
Supraptini litbang.depkes. Bayi data terbukti memberi
(2006) go.id/index.ph 2. Angka Kematian sekunnder pengaruh terhadap
Balita kematian anak, yang
69
3. Kondisi kesehatan
lingkungan yang kategori
baiik di Indonesia
memeberi kontribusi
terhadap penurunan
kematian pada anak usia
1-4 tahun (AKA)
sedangkan di Jawa dan
Bali terutama
memeberikan koontribusi
pada penurunan kematian
pada anak usia dibawah 5
tahun (AKBA)
Program Kotaku
(8 indikator kumuh)
Temuan Penelitian
(Adakah perbedaan kondisi sebelum dan
sesudah adanya program KOTAKU)
1.1.5 Hipotesis
dari hasil kajian teoritis. Hipotesis kerja biasanya disingkat H1 atau Ha.
2) Hipotesis nol atau hipotesis statistik, merupakan lawan dari hipotesis kerja
Ada kalanya peneliti merumuskan hipotesis dalam bentuk H1 dan Ho untuk satu
Dalam penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah ada atau tidaknya
Kota Bandung.
BAB III
pendidikan dan kesehatan yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
yang diambil yaitu data tahun 2014 sebelum adanya program KOTAKU dan data
Program KOTAKU di Kota Bandung. Penelitian dimulai dari bulan Juli 2019.
menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah Program KOTAKU, sedangkan
indikator pendidikan yang akan diambil yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS)
pada rentang usia 13-15 tahun, sementara indikator kesehatan yang diambil yaitu
Angka Kematian Bayi yakni sebelum adanya program KOTAKU yaitu tahun 2014
dan setelah adanya program KOTAKU yaitu tahun 2018. Penelitian ini bertujuan
sedang diteliti. Sesuai dengan judul yang penulis kemukakan Pengaruh Program
Pendidikan (Angka
Partisipasi Sekolah)
(Y1)
Program KOTAKU
(X1)
Kesehatan (Angka
Kematian bayi
(Y2)
X : Program KOTAKU
Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan
yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata
75
kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Pada
penelitian kali ini, metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
penelitian kuantitatif.
suatu hasil penelitian tetapi tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang lebih luas
(Sugiyono, 2013:29). Metode deskriftif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah dengan berhasilnya
mengetahui hubungan antar dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2013:55). Metode
76
ini digunakan untuk menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang diteliti. Metode
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang terbentuk peristiwa, hal,
atau orang yang memiliki karakteristik serupa yang menjadi pusat perhatian
77
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
dan Pertamanan Kota Bandung tahun 2017 terdapat 66.649 Rumah Tangga
Tabel 3.1 Data Jumlah Kepala Rumah Tangga MBR dan Non MBR Per
Kelurahan Tahun 2017. Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan Kota Bandung.
Jumlah
Kepala Jumlah Kepala
No Kecamaan Kelurahan Rumah Rumah Tangga
Tangga Non MBR
MBR
1 Andir Campaka 537 886
2 Andir Ciroyom 1.082 807
78
N
n=
1+N(e)²
Keterangan:
N = Ukuran populasi
Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Slovin adalah antara 10-20
Bandung, sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah 20% dan hasil
30
n=
1 + 30 (20)²
30
n= = 13,6; di bulatkan 14 Kecamatan.
2,2
kecamatan yang kelurahannya masuk dalam kategori MBR. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data dan untuk hasil pengujian yang lebih baik.
Sampling adalah suatu cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh,
yaitu tidak mencakup seluruh objek penelitian (populasi) akan tetapi sebagian saja
menyebutkan bahwa:
simple random sampling, hal ini dilakukan karena anggota populasi yakni
semua kelurahannya masuk dalam kategori MBR dan memiliki peluang yang sama
untuk dipilih menjadi sampel tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi
itu sendiri.
bertemu dengan peneliti maka dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang
cara mengumpulkan, mencatat dan mengkaji data sekunder yang ada dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung yaitu berupa data Kecamatan Dalam Angka
yang meliputi 14 kecamatan yang menjadi sampel penelitian. Adapun data yang
diambil yaitu data Kecamatan Dalam Angka tahun 2014 sebelum adanya program
Kotaku dan data Kecamatan Dalam Angka tahun 2018 setelah adanya program
kotaku.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Bandung. Data sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau
dokumen (Sugiyono 2013:402). Data sekunder merupakan data primer yang telah
diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh
pihak lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam angka-angka, yang menunjukkan nilai
terhadap besaran atau variabel yang diwakilinya. Data sekunder berupa Angka
87
Partisipasi Sekolah diperoleh dari Badan Pusat Statistik, sementara data Angka
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh Penulis
mengolah data, yaitu dengan cara membaca, mempelajari, menelaah, dan mengkaji
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu, Penulis juga mengumpulkan,
mempelajari, dan menelaah data sekunder yang berhubungan dengan objek yang
akan diteliti.
seperti pada Angka Partisipasi Sekolah untuk indikator pendidkan, dan Angka
Kematian Bayi untuk indikator kesehatan antara tahun 2014 dan tahun 2018, yaitu
data dan informasi tambahan yang berhubungan dengan penelitian dari situs-situs
Variabel merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari, apa yang akan diteliti oleh peneliti sehingga diperoleh
bahwa “Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
Variabel merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang diterapkan
kesimpulan. Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain
“Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
(Y1) dan Kesehatan dengan indikator variable Anga Kematian Bayi (Y2).
Dalam penelitian ini variable pendidikan yang akan dikaji antara lain
Dalam penelitian ini variable kesehatan yang akan dikaji antara lain
lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi dan Menurut
sendiri yaitu BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), bayi prematur, dan
luar.
91
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
penelitian ini adalah Pendididikan (X1) dengan indikator yang diambil yaitu Angka
Partisipasi Sekolah, dan Variabel (X2) yaitu Kesehatan dengan indikator yang
dengan cara menetapkan kegiatan atau tindakan yang perlu untuk mengukur
teknik pengolahan data. Analisis data merupakan salah satu kegiatan penelitian
berupa proses penyusunan dan pengolahan data guna menafsirkan data yang telah
data dari seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam menganalisis data adalah
data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel
94
independen, maka dilakukan analisis uji beda. Terlebih dahulu dilakukan pengujian
asumsi klasik agar hasil analisis uji beda menunjukkan hubungan yang valid.
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi.
menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah dengan adanya program
kondisi tingkat pendidikan dan kesehatan di Kota Bandung sebelum dan sesudah
1. Uji Normalitas
dihasilkan dari suatu model regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Model
regresi yang baik memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal.
Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan analisis grafik dan uji One-
Sample Kolmogorov-Smirnov.
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
Smirnov adalah residual berdistribusi normal apabila nilai signifikansinya lebih dari
mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan Uji K-S dapat dilihat dari:
a. Jika nilai Sig. atau signifikan normal atau probabilitas < 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal.
b. Jika nilai Sig. atau signifikan normal atau probabilitas > 0,05 maka data
berdistribusi normal.
Variabel dependen dalam penelitian ini memiliki dua kategori yaitu tingkat
yaitu pada tahun 2014 sebelum adanya program KOTAKU dan pada tahun 2018
setelah adanya program KOTAKU. Oleh sebab itu, dilakukan pengujian dengan
metode uji beda rata-rata untuk dua sampel berpasangan (paired sample t-test).
Model uji beda ini digunakan untuk menganalisis model penelitian pre-post atau
(treatment) tertentu pada satu sampel yang sama pada dua periode pengamatan yang
berbeda (Pramana, 2012). Paired sample t-test digunakan apabila data berdistribusi
normal. Menurut Widiyanto (2013), paired sample t-test merupakan salah satu
Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak Ho pada uji ini adalah
sebagai berikut.
97
1. Jika t hitung > t tabel dan probabilitas (Asymp.Sig) < 0,05, maka Ho ditolak dan
Ha diterima.
2. Jika t hitung < t tabel dan probabilitas (Asymp.Sig) > 0,05, maka Ho diterima
dan Ha ditolak.
Ha1 : terdapat perbedaan kondisi tingkat pendidikan di Kota bandung sebelum dan
Ho2 : tidak terdapat perbedaan kondisi tingkat kesehatan di Kota Bandung sebelum
Ha2 : terdapat perbedaan kondisi tingkat kesehatan di Kota Bandung sebelum dan
Ho3 : tidak terdapat perbedaan kondisi tingkat pendidikan dan kesehatan di Kota
Ho ditolak jika nilai probabilitas < 0,05, berarti terdapat perbedaan kondisi
pendidikan dan kesehatan pada saat sebelum dan sesudah adanya Program
KOTAKU.
98
Ho diterima jika nilai probabilitas > 0,05, berarti tidak terdapat perbedaan kondisi
pendidkan dan kesehatan pada saat sebelum dan sesudah adanya program
KOTAKU