Anda di halaman 1dari 22

Penjabaran bab pendahuluan dari pekerjaan IDENTIFIKASI DAN

REVITALISASI KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH PROPINSI SULAWESI

SELATAN akan dibagi dalam beberapa sub bab yang menjelaskan

Bagian-bagian dari bab pendahuluan yang perlu dijabarkan lebih

lanjut antara lain:

1. Latar Belakang

2. Tujuan danSasaran

3. Dasar Hukum

4. Lingkup Kegiatan

5. Sistematika Pembahasan

Secara detail pembahasan terhadap aspek-aspek dari sub bab

diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR I-1


1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan suatu kota pada prinsipnya didasarkan pada
tuntutan kebutuhan pembangunan dan kebutuhan masyarakat,
terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana
dasar kawasan permukiman. Peningkatan jumlah penduduk di
perkotaan mengakibatkan tuntutan pemenuhan kebutuhan akan
permukiman beserta sarana dan prasarana lingkungan, serta
infrastruktur perkotaan yang lebih memadai, di identifikasi akan
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan juga
pada dasarnya memperhatikan kebutuhan dan aktivitas
masyarakat yang tersentralistik pada kawasan perkotaan sehingga
hal demikian dapat pada kualitas hidup dalam hal ini terkait
dengan kenyamanan, aman serta kebersihan lingkungan kawasan
Kota adalah sebuah teritori yang pengertiannya terus berubah
sejalan dengan dinamika pembangunan kawasan perkotaan. Kota
terus berkembang, walaupun niscaya ada proses yang terlambat
sekaligus yang berlari pesat. Terlambat karena mengalami
kolonialisasi dan feodalisasi yang berulang-ulang dalam berbagai
motifnya. Kota dan kawasan perkotaan tidak hanya
mengemukakan fenomena wilayah secara geografis tertentu
(place), tetapi juga seperangkat kegiatan (work) dan dinamika
penduduk (folk). Proses inilah merujuk pada benang merah untuk
terus dipetakan akibat kompleksitas permasalahan dalam
dinamika pembangunan kota dan kawasan perkotaan.
Dinamika pembangunan kawasan permukiman perkotaan dalam
perspektif keruangan dan secara khusus jika dikaitkan
denganpolapemanfaatan ruang permukiman perkotaan,
mengindikasikan bahwa dalam konteks pembangunan kawasan

LAPORAN AKHIR I-2


perkotaan tidak terlepas dengan keberadaan kawasan permukiman
kumuh perkotaan.
Sebagai bagian dari sistem masyarakat internasional,
penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia tidak
dapat dipisahkan dari beberapa agenda global yang terkait,
khususnya Agenda 21 tentang pembangunan berkelanjutan dan
Agenda Habitat, yang telah dideklarasikan secara bersama dalam
The United Nations Conference on Environment and Development
di Rio de Janeiro 1992, khususnya sektor permukiman. Komitmen
Indonesia semakin konkrit dengan Deklarasi HabitatII (Istanbul),
bahwa masalah hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan
hak semua orang untuk menempati hunian yang layak dan
terjangkau (Shelter for All), serta perlunya pembangunan yang
mengedepankan strategi pemberdayaan (enabling strategy) di
dalam penyelenggaraannya. Indonesia juga menyepakati Deklarasi
Millenium dan Deklarasi “Cities Without Slums Initiative”, yang
juga mengamanatkan pewujudan daerah perkotaan yang terbebas
dari permukiman kumuh tanpa menggusur, yang mengedepankan
strategi pemberdayaan melalui pelibatan seluruh unsur pelaku
pembangunan dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku
utama.
Dinamika pembangunan kota dan kawasan perkotaan tersebut
kemudian berkonstribusi secara positif dan negatif terhadap
perubahan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat baik akibat
faktor urbanisasi maupun berkembangnya sistem aktivitas
perkotaan itu sendiri.Determinan Faktor dalam konteks
penanganan kawasan permukiman kumuh sangat signifikan
dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Dalam prosesnya kemudian berdampak pada kondisi kawasan

LAPORAN AKHIR I-3


perkotaan secara umumdan di identifikasi akan memerlukan
penanganan dari waktu ke waktu secara berkelanjutan.Merancang
suatu wilayah sebagai representatif menjadi suatu keharusan bagi
kita. Keberadaan Sulawesi Selatan ini baik sebagai pusat
perdagangan dan jasa serta sebagai pusat pelayanan
pemerintahan, merupakan daya tarik (attracting power) tersendiri
bagi masyarakat sekitar untuk tinggal menetap di daerah ini guna
memperoleh kemudahan akses. Hal ini tentunya turut
berpengaruh terhadap kebutuhan akan lahan permukiman.
Masalah perumahan dan permukiman merupakan masalah tanpa
akhir (the endless problems). Betapa tidak, masalah papan bagi
manusia senantiasa menjadi pembicaraan yang seolah tanpa akhir.
Bukan hanya di kota-kota besar saja masalah ini mengemuka,
tetapi di kota kecil pun masalah perumahan dan permukiman
tersebut menjadi bahan pembicaraan. Masalah perumahan dan
permukiman berkaitan dengan proses pembangunan, serta kerap
merupakan cerminan dari dampak keterbelakangan pembangunan
umumnya. Munculnya masalah perumahan dan permukiman ini
disebabkan, karena :
1. Kurang terkendalinya pembangunan perumahan dan
permukiman sehingga menyebabkan munculnya kawasan
kumuh pada beberapa bagian kota yang berdampak pada
penurunan daya dukung lingkungan
2. Keterbatasan kemampuan dan kapasitas dalam penyediaan
perumahan dan permukiman yang layak huni baik oleh
pemerintah, swasta maupun masyarakat
3. Pembangunan sumberdaya manusia dan kelembagaan
masyarakat yang masih belum optimal khususnya menyangkut
kesadaran akan pentingnya hidup sehat

LAPORAN AKHIR I-4


4. Kurang dipahaminya kriteria teknis pemanfaatan lahan
permukiman dan perumahan khususnya yang berbasis pada
ambang batas daya dukung lingkungan dan daya tampung
ruang.
Pembangunan perumahan dan permukiman yang kurang terpadu,
terarah, terencana, dan kurang memperhatikan kelengkapan
prasarana dan sarana dasar seperti air bersih, sanitasi (jamban),
sistem pengelolaan sampah, dan saluran pembuangan air hujan,
akan cenderung mengalami degradasi kualitas lingkungan atau
yang kemudian diterminologikan sebagai “Kawasan Kumuh”.
Upaya penanganan permukiman kumuh telah diatur dalam
Undang-undang No. 1Tahun 2011 tentang perumahan dan
permukiman, yang menyatakan bahwa untukmendukung
terwujudnya lingkungan permukiman yang memenuhi
persyarakatan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan
bangunan, suatu lingkunganpermukiman yang tidak sesuai tata
ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi, kualitasbangunan
sangat rendah, prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat dan
rawan, yangdapat membahayakan kehidupan dan penghidupan
masyarakat penghuni, dapatditetapkan oleh pemerintah kota yang
bersangkutan sebagai lingkungan permukimankumuh yang tidak
layak huni dan perlu diremajakan.Lebih jauh ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang kesehatan
lingkungan permukiman, menitikberatkan pada peningkatan
sanitasi lingkungan tempat tinggal yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia.Kondisi inilah
yang memberikan pilihan dalam konteks penetapan skala prioritas
penanganan kawasan permukiman perkotaan. Artinya bahwa
dalam perumusan pembangunan kawasan permukiman perkotaan

LAPORAN AKHIR I-5


Sulawesi Selatan yang menitikberatkan studi revitalisasinyapada 4
(empat) Kabupaten (Kab. Bantaeng, Kab. Selayar, Kab. Bulukumba
dan Kab. Jeneponto) dan menjadi tergat fokusnya pada
penanganan kawasan permukiman kumuh berbasis community
action plan (CAP).
Penetapan skala prioritas kawasan permukiman perkotaan pada
dasarnya ditujukan dalam konteks penanganan kawasan
permukiman kumuh, peningkatan produktivitas ekonomi
masyarakat dan pengendalian kawasan permukiman kumuh untuk
berkembang sesuai potensi dan permasalahan yang dihadapi.
Dengan demikian skala prioritas penanganan kawasan permukiman
perkotaan yang akan dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Selatan
adalah dalam kerangka; pengurangan kawasan permukiman kumuh
perkotaan, peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan
infrastruktur, sarana dan prasarana serta minimalisasi tindak
kriminalitas dan urban crime di perkotaan serta peningkatan
produktivitas ekonomi masyarakat.
Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu propinsi yang
berada di Wilayah Timur Indonesia yang dapat bersaing dengan
Propinsi lainnya di Wilayah Barat. Hal demikian memberikan
implikatif pada perkembangan dan perwujudan suatu wilayah.
Perkembangan ini syarat akan kompleksitas yang terjadi disetiap
Kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan. Dari
kompleksitas tersebut berdampak pada kualitas hidup masyarakat
yang tak bisa menolak lajunya perkembangan atau pengaruh
globalisasi. Kualitas hidup masyarakat dilihat pada kondisi
lingkungan permukiman, kondisi prasarana, tingkat kesejahteraan
masyarakat, serta sosial-budaya masyarakat.

LAPORAN AKHIR I-6


Revitalisasi kawasan permukiman kumuh sesungguhnya perlu
dilakukan tidak saja di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang
menjadi bagian kota besar, tetapi juga perlu dilakukan di
kawasan-kawasan permukiman kumuh yang ada di kota sedang dan
kecil. Penanganan kawasan permukiman kumuh di kota besar,
sedang, dan kota kecil menjadi cukup strategis manakala kawasan
itu memiliki kaitan langsung dengan kawasan pusat kota, kawasan
pusat pertumbuhan kota, maupun kawasan-kawasan lain misalnya
kawasan industri, perdagangan, pergudangan dan perkotaaan.
Revitalisasi kawasan permukiman kumuh merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk merencanakan lingkungan bersih
dan sehat sehingga kebutuhan dasar, kelayakan hidup dan taraf
kesejahteraan masyarakat dapat meningkat. Dengan demikian
diharapkan melalui revitalisasi kawasan kumuh akan tercipta
kawasan lingkungan yang sehat, bersih dan tertata dengan baik
sehingga aktifitas sosial ekonomi masyarakat dapat berkembang
dengan baik.
usaha pemerintah dalam kegiatan pembangunan kawasan
permukiman guna memenuhi tuntutan kebutuhan dasar
masyarakat akan perumahan dan kawasan permukiman adalah
mengupayakan tersedianya lahan di daerah perkotaan pada saat
dibutuhkan yang dirumuskan dalam kegiatan Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh yang titik fokusnya berada pada 4 (empat)
Kabupaten diantaranya Kabupaten Bantaeng, Kabupaten
Bulukumba, Kabupaten Selayar dan Kabupaten Jeneponto di
Propinsi Sulawesi Selatan. Dalam proses penyusunan akan
disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik serta kebutuhan
masyarakat yang berlokasi pada kawasan permukiman kumuh
Propinsi Sulawesi Selatan untuk segera mendapatkan penanganan

LAPORAN AKHIR I-7


baik dari segi fisik, sosial, ekonomi dll. Kawasan permukiman yang
perlu mendapat prioritas penanganan di Sulawesi Selatan.
Identifikasi ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
a. Kawasan permukiman yang dikategorisasikan berada dalam
lingkungan permukiman kumuh baik yang berlokasi pada pusat
kota atau pada kawasan pinggiran perkotaan di lokasi
penanganan dari 4 (empat) Kabupaten Propinsi Sulawesi
Selatan. Keberadaan kawasan permukiman ini di identifikasi
memiliki nilai ekonomis dan atau strategis tinggi, yang apabila
ditangani dapat meningkatkan nilai kawasan serta memberi
manfaat bagi peningkatan produktivitas ekonomi wilayah dan
kawasan Sulawesi Selatan baik secara makro maupun secara
mikro.
b. Kawasan permukiman yang memiliki fungsi-fungsi khusus
dalam skala pembangunan kawasan Sulawesi Selatan. Kawasan
permukiman yang termasuk dalam kategori ini di Sulawesi
Selatan adalah kawasan permukiman yang bersentuhan
langsung dengan; kawasan pariwisata, kawasan industri,
kawasan konservasi kultural, kawasan industri, kawasan
pelabuhan, dan sejenisnya.
c. Kawasan pinggiran yang masih memiliki ciri-ciri agraris
pedesaan dan secara administrasi berada dalam kawasan
Sulawesi Selatan yang berfungsi sebagai hinterland dan atau
buffer/penyangga bagi Sulawesi Selatan.
d. Kawasan permukiman yang potensial terkena ancaman
bencana (alam maupun konflik sosial), sehingga memerlukan
penyelesaian dengan segera agar program lain dapat
diselenggarakan pada waktunya. Terhadap kawasan
permukiman ini memerlukan pendekatan identifikasi di dalam

LAPORAN AKHIR I-8


penetapan lokasi beserta luasannya serta potensi ancaman
bencana alam yang akan terjadi.
Keempat kategori tersebut lebih awal telah dilakukan proses
penilaian berdasarkan kriteria dan indikator yang digunakan dan
merupakan dasar serta acuan dalam menetapkan kawasan
permukiman, untuk selanjutnya akan dilakukan tindakan
perencanaan, dengan mengacu pada SPPIP/RP2KP, RTRW, RPKPP
dan RP4D yang telah disusun sebelumnya. Penetapan kawasan
permukiman kumuh tersebut untuk selanjutnya ditindaklanjuti
dalam program penanganan dan pengendalian yang akan dilakukan
sesuai tingkatan prioritasnya. Untuk maksud tersebut, dan dengan
mempertimbangkan kompleksitas pembangunan kawasan saat ini,
khususnya pada kawasan permukiman kumuh terpilih maka
diperlukan mekanisme sistem perencanaan komprehensif melalui
upaya kegiatan penyusunan Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba,
Kabupaten Selayar dan Kabupaten Jeneponto Propinsi
Sulawesi.Identifikasi dan Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh
yang akan disusun di Sulawesi Selatanmengacu pada beberapa
unsur sebagai berikut :
1. Percepatan penanganan Revitalisasi permukiman kumuh
secara menyeluruh dan tuntas bagi kawasan kumuh.
2. Terwujudnya rencana dan strategi penanganan melalui
pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh
Sulawesi Selatan.
3. Keterpaduan program/kegiatan dalam penyelesaian
permasalahan permukiman kumuh melalui peran sektor ke-
Cipta Karya-an.

LAPORAN AKHIR I-9


4. Meningkatkan kesadaran, pemahaman dan komitmen
bersama tentang tugas dan wewenang masing-masing
pemangku kepentingan dalam upaya melakukan pengurangan
luasan kawasan permukiman kumuh Sulawesi Selatan.
5. Perkuatan pemerintah Sulawesi Selatan melalui pelibatan
aktif dalam proses penanganan permukiman kumuh guna
mewujudkan permukiman yang layak huni bagi masyarakat.
6. Peningkatan kapasitas bagi komunitas permukiman kumuh
(kelompok masyarakat KSM/CBO’s/BKM) untuk dapat lebih
terlibat dan memampukan diri dalam menangani permukiman
kumuh di lingkungannya melalui pola aksi partisipatif
(community action plan/CAP).
7. Keberlanjutan penanganan kawasan kumuh perkotaan yang
dapat diselenggarakan sendiri oleh kelompok swadaya
masyarakat bersama dengan pemerintah Sulawesi Selatan
baik dalam skala lingkungan/kawasan dan skala kota.
Terhadap ke 7 (tujuh) indikator utama tersebut, memerlukan
dukungan penanganan melalui mekanisme perencanaan
komprehensif dalam kerangka mendorong peningkatan
produktivitas kawasan dan vitalitas kawasan permukiman kumuh
secara berkelanjutan sekaligus akan menjadi pilot projek bagi
penanganan kawasan permukiman kumuhSulawesi Selatan.

1.2 MAKSDU, TUJUAN DAN SASARAN


a. Maksud
Dalam penyusunan kegiatan Identifikasi Revitalisasi Kawasan
Permukiman Kumuh Propinsi Sulawesi Selatansebagai dokumen
rencanapenyelenggaraan pembangunan kawasan permukiman
sebagai bagian daripeningkatan kualitas lingkungan
permukiman bagi kawasan permukiman kumuhperkotaan yang

LAPORAN AKHIR I - 10
diselenggarakan dalam bentuk sinergitas antar pemangku
kepentingandan pendampingan pemerintah Sulawesi
Selatansecara berkelanjutan.Secara teknis dalam penyusunan
kegiatan Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh
Propinsi Sulawesi Selatan, dimaksudkan untuk :
a. Tersedianya masukan teknis dari kegiatan Penyusunan
Kegiatan Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman
Kumuh Propinsi Sulawesi Selatan
b. Penyambung lanjut (Bridging Tool) dari SPPIP/RP2KP,
RTRW dan RP4D kaitannya dengan kegiatan Identifikasi
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh Propinsi Sulawesi
Selatan
c. Kegiatan penjabaran lingkup tumpang tindih (Grey Area)
antara produk perencanaan kota makro dengan
perancangan kota secara terinci menuju kerancangan
mikro, khususnya pada kawasan permukiman kumuh yang
telah ditetapkan, sebagai lokasi sasaran.
d. Arahan Pokok untuk penempatan aktivitas dan penataan
infrastruktur keciptakaryaan antara lain; jaringan jalan,
jaringan utilitas, pola landsekap, unsur-unsur penunjang
kawasan permukiman kumuh diwujudkan.
b. Tujuan
Tujuan dalam kegiatan Penyusunan Identifikasi Revitalisasi
Kawasan Permukiman Kumuh (RKPK) Sulawesi Selatan (Kab.
Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba dan Kab. Selayar)adalah
sebagai berikut :
 Melakukan identifikasi potensi dan akar permasalahan
kawasan permukiman dalam penyajian suatu profil
kawasan permukiman kumuh Propinsi Sulawesi Selatan

LAPORAN AKHIR I - 11
 Melakukan pendampingan terhadap penyusunan Dokumen
Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh
melalui keterpaduan program semua sektor ke-Cipta
Karya-an, sebagai acuan pelaksanaan penanganan kawasan
kumuh perkotaan bagi seluruh pelaku (stakeholders) yang
bersifat menyeluruh, tuntas, dan berkelanjutan (konsep
delivery system)
 Menyusun strategi penanganan kumuh secara spasial dan
tipologi kawasan permukiman kumuh Propinsi Sulawesi
Selatan
 Menyusun Rencana Kegiatan Aksi Komunitas (community
action plan) sebagai bentuk perkuatan kapasitas
Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dengan kelompok
masyarakat (komunitas masyarakat BKM/KSM/CBO’s) untuk
dapat lebih aktif terlibat dalam menangani permukiman
kumuh di lingkungannya.
 Merumuskan Rencana dalam kegiatan Identifikasi
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh sebagai bagian
dari upaya penataan fungsi dan fisik kawasan permukiman,
bersama masyarakat dan semua stakeholder, sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi lokal kawasan permukiman
Propinsi Sulawesi Selatan dengan memperhatikan
keserasian dengan alam sekitarnya.
 Merumuskan program investasi pembangunan kawasan
permukiman kumuh sebagai acuan implementasi dari
skenario pengembangan kawasan permukiman Sulawesi
Selatan.

LAPORAN AKHIR I - 12
 Terindentifikasinya kawasan permukiman kumuh dan
program strategis pada kawasan permukiman kumuh
(berdasarkan hasil SPPIP/RP2KP dan RPKPP).
 Tersedianya instrumen penanganan persoalan
pembangunan yang bersifat operasional pada kawasan
permukiman kumuh yang dapat diacu oleh seluruh
pemangku kepentingan di Sulawesi Selatan.
 Menyiapkan rumusan program rencana kawasan
permukiman kumuh untuk segera ditangani secara
bersama.
 Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan kawasan
permukiman kumuh melalui penyiapan infrastruktur
kawasan yang lebih memadai kualitasnya sesuai strategi
penanganan yang akan dilakukan berdasarkan periode
waktu yang ditetapkan.
c. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan Identifikasi
Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh (RKPK) Sulawesi
Selatan (Kab. Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba dan Kab.
Selayar), adalah sebagai berikut :
 Tersedianya Dokumen Perencanaan Kawasan Permukiman
Kumuh Perkotaan sebagai acuan penanganan kawasan
kumuh perkotaan bagi seluruh pelaku (stakeholders),
pelaksanaan penyelenggaraan penanganan kawasan
permukiman kumuh perkotaan yang menyeluruh, tuntas,
dan berkelanjutan (konsep delivery system).
 Tersedianya strategi penanganan kumuh secara spatial dan
tipologi kawasan, indikasi program dan kegiatan
penanganan kawasan kumuh oleh seluruh pelaku

LAPORAN AKHIR I - 13
 Tersedianya Rencana Kegiatan Aksi Komunitas (community
action plan) sebagai bentuk perkuatan kapasitas
Pemerintah Sulawesi Selatan dan masing-masing
Pemerintah Kabupaten dan kelompok masyarakat
(komunitas masyarakat/BKM/KSM/CBO’s) untuk dapat lebih
aktif terlibat dalam menangani permukiman kumuh di
lingkungannya.
 Tersusunnya Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman
Kumuh (RKPK) Sulawesi Selatan (Kab. Jeneponto, Bantaeng,
Bulukumba dan Kab. Selayar) sebagai bagian dari upaya
peningkatan fungsi dan peningkatan vitalitas kawasan
permukiman, yang dilakukan bersama masyarakat dan
semua stakeholder, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
 Menata kawasan permukiman kumuh untuk mengarahkan
jalannya pembangunan sejak dini
 Menata Kawasan permukiman kumuh untuk mewujudkan
pemanfaatan ruang secara efektif, efisien, dan tepat guna
sesuai arahan SPPIP/RP2KP, RPKPP, RTRW dan RP4D.
 Tersedianya instrumen penanganan persoalan pembangunan
pada kawasan permukiman kumuh berbasis kawasan yang
dapat diacu oleh seluruh pemangku kepentingan
 Tersedianya rencana aksi program penanganan yang bersifat
strategis dan berdampak pada penyelesaian pembangunan
yang lebih luas, dan
 Tersedianya acuan bagi Direktorat Jenderal Cipta Karya
dalam mengoptimalkan investasi pembangunan permukiman
dan infrastruktur keciptakaryaan yang dapat mendukung
dan mempercepat penanganan persoalan pembangunan
kawasan permukiman kumuh.

LAPORAN AKHIR I - 14
1.3 DASAR HUKUM
a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
b. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
c. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman
d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1984 Tentang Jalan
e. Permen PU No. Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas
Terhadap Perumahandan Permukiman Kumuh
f. PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28Tahun 2002 Bangunan Gedung
g. PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan
h. PP No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan SampahSejenis Sampah Rumah Tangga
i. Perpres No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Negara;
j. Perpres No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan
Umum dan PerumahanRakyat
k. Permen PU No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis
Jalan Dan KriteriaTeknis Jalan
l. Permen PU No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan SaranaPersampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah SejenisSampah Rumah Tangga
m. Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang standar pelayanan
minimal bidangpekerjaan umum dan penataan ruang
n. SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman KumuhNelayan

LAPORAN AKHIR I - 15
o. SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman KumuhDekat Pusat Kegiatan Sosial Ekonomi
p. SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman di Pusatkota
q. SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh diPinggir Kota
r. SK. Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman KumuhPasang Surut
s. SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman KumuhDaerah Rawan Bencana
t. SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh diTepi Sungai
u. SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuhyang Ditengarai Sebagai Permukiman
Bersejarah
v. SK Dirjen Perkim Pedoman Teknis Pengembangan Rumah Susun
Sederhana Sewa(Rusunawa) Bertumpuh pada Komunitas Lokal.

1.4 LINGKUP KEGIATAN


Lingkup kegiatan dalam kegiatanIdentifikasi Revitalisasi Kawasan
permukiman Kumuh Propinsi Sulawesi Selatan sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum
pelaksanaan kegiatan lapangan. Kegiatan ini mencakup
substansi sebagai berikut :
 Melakukan diskusi untuk mendapatkan data sekunder
serta pemahaman terhadap maksud kegiatan dalam KAK
Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh
Propinsi Sulawesi Selatan.

LAPORAN AKHIR I - 16
 Penyusunan rencana kerja tim, termasuk pembagian
peran tiap tenaga ahli dalam melibatkan partisipasi aktif
kelompok swadaya masyarakat.
 Penyusunan desain survei mengenai revitalisasi kawasan
permukiman kumuh propinsi Sulawesi Selatan.
 Penyiapan format-format kegiatan secara lengkap yang
dapat mengakomodasi tahapan perencanaan dalam
menunjang penyusunan profil kawasan mencakup fungsi
dan deliniasi struktur ruang kawasan permukiman
perkotaan dalam skala kota dan kawasan yang
disepakati.
 Penyiapan data profil kawasan kumuh dan dokumen
pendukung lainnya yang mengacu kepada SK Penetapan
kawasan kumuh.
b. Tahap Survei
Tahap survei merupakan kegiatan pengumpulan data,
mencakup :
 Melakukan studi literatur dan pendalaman terhadap
teori, kebijakan, dan lesson learned, yang berkaitan
IdentifikasiRevitalisasi kawasan permukiman kumuh
Propinsi sulawesi Selatan yang mendapatkan bantuan.
 Mengumpulkan data-data primer maupun sekunder
terkait isu strategis, potensi, dan permasalahan
mengenai Identifikasi Revitalisasi kawasan permukiman
kumuh di Sulawesi Selatan yang mendapatkan bantuan.
 Melibatkan partisipasi aktif Kelompok Swadaya
Masyarakat dalam melakukan survei/pemetaan swadaya
di kawasan permukiman kumuh dan pengisian format
yang telah dilaksanakan pada tahap persiapan.

LAPORAN AKHIR I - 17
 Melakukan verifikasi lokasi permukiman kumuh sesuai SK
Penetapan kawasan kumuh, deliniasi kawasan dan
cakupan pelayanan infrastruktur pada lokasi permukiman
kumuh.
 Membantu penyusunan SK Penetapan kawasan kumuh
yang sesuai dengan deliniasi kawasan dan cakupan
pelayanan infrastruktur pada lokasi permukiman kumuh
tersebut (optional).
 Melakukan wawancara semi-terstruktur dengan beberapa
narasumber utama yang memiliki kompetensi yang
terkait dengan Identifikasi Revitalisasi kawasan
permukiman kumuh di Sulawesi Selatan.
c. Tahap Kajian
Tahap kajian merupakan kegiatan telaahan data primer dan
sekunder, meliputi :
 Melakukan overview terhadap dokumen-dokumen
perencanaan dan pengaturan/studi yang terkait seperti
Rencana Tata Ruang, SPPIP dan RPKPP (RP2KP yang saat
ini berjalan), Perencanaan Teknis Sektoral dalam lingkup
kegiatan ke-Cipta Karya-an, kebijakan daerah dalam
penanganan kumuh
 Melakukan kajian terhadap konsep, strategi penanganan
permukiman kumuh di kawasan terpilih, serta penetapan
sasaran output dan outcome.
 Melakukan analisis yang melibatkan partisipasi aktif
Kelompok Swadaya Masyarakat dalam merumuskan metode
penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan yang
paling tepat dan implementatif sesuai dengan kebutuhan
sektor keterpaduan pelaksanaan program, serta dampak

LAPORAN AKHIR I - 18
yang ditimbulkan dari dilaksanakannya/indikasi
implementasi program penanganan kumuh.
d. Tahap FGD (Fokus Group Discusion)
Tahap FGD dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan
perkuatan Kelompok Swadaya Masyarakat dan Tim Teknis
Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan berkaitan dengan
kegiatan Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh
meliputi :
 Pelaksanaan FGD dilakukan minimal 1 (satu) kali selama
masa pelaksanaan kegiatan Identifikasi Revitalisasi
Kawasan Permukiman Kumuh.
 FGD diadakan untuk memberikan pemahaman yang
berkaitan dengan kebijakan, penetapan kawasan prioritas
kumuh, kesadaran terhadap lingkungan kumuh, dukungan
infrastruktur ke-Cipta Karya-an, strategi dan pola
penanganan permukiman kumuh, penyusunan kertas kerja
kelompok swadaya masyarakat, dan metode dokumentasi
kegiatan.
 Dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan lintas
pemangku kepentingan terhadap strategi dan indikasi
program/kegiatan penanganan kumuh dikawasan-kawasan
prioritas.
e. Tahap Perumusan
Tahap perumusan merupakan kegiatan penyusunan dokumen
perencanaan dan menyusun Rencana Kegiatan Pembangunan
Reguler sektor ke-CiptaKarya-an berupa:
 Skenario pembangunan dan pengembangan kawasan
permukiman dalam upaya mengurangi luasan kumuh
Sulawesi Selatan.

LAPORAN AKHIR I - 19
 Strategi dan memorandum program keterpaduan sektor
ke-CiptaKarya-an dalam penanganan kawasan pemukiman
kumuh.
 Kesinambungan antara rencana pemerintah dan Rencana
Aksi Komunitas (CAP) dalam penanganan kawasan
permukiman.
 Indikasi program investasi dan pembiayaan lintas
pemangku kepentingan dalam pencapaian kumuh 0%
hingga 2019.
 Tata cara pengendalian tahapan pelaksanaan dan
pembiayaan tiap tahun.
f. Tahap Penyusunan Laporan
Tahap penyusunan laporan merupakan kegiatan penyusunan
laporan mulai dari laporan pendahuluan, antara, draft laporan
akhir dan akhir, meliputi :
 Melakukan diskusi pembahasan dalam tahapan kegiatan
penyusunan Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Draft
Laporan Akhir dan Laporan Akhir dengan melibatkan
berbagai instansi terkait.
 Masing-masing tahapan dalam penyusunan laporan
merupakan gambaran hasil rumusan dan analisis
data/informasi yang diperoleh dari pelaksanan survei,
FGD, dan masukan serta saran dalam pembahasan laporan
bersama Tim Teknis dan pihak terkait lainnya.
 Merumuskan kesimpulan sebagai landasan dari finalisasi
Dokumen Profil Perencanaan Kawasan Kumuh.

LAPORAN AKHIR I - 20
1.5 SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk memudahkan dalam memahami substansi dalam
kegiatanIdentifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh
Sulawesi Selatan, maka penulisan ini dibagi ke dalam 6 (enam)
bab pembahasan, sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini menjelaskan mengenai Latar Belakang
Identifikasi Revitalisasi Kawasan Permukiman Kumuh (RKPK)
Sulawesi Selatan, Maksud, Tujuan dan Sasaran Pekerjaan,
Dasar Hukum serta Lingkup Kegiatan.
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN PERENCANAAN
Bagian ini menjelaskan mengenai Kebijakan Spasial Plan,
Kebijakan Pembangunan Permukiman Kabupaten,
Karakteristik Kawasan Permukiman Kumuh.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
Bagian ini menjelaskan mengenai Uraian Gambaran Umum
Kabupaten Bulukumba, Gambaran Umum Kabupaten
Kepulauan Selayar, Kabupaten Bantaeng dan Gambaran
Umum Kabupaten Jeneponto
BAB IV IDENTIFIKASI KEKUMUHAN DAN PENENTUAN SKALA
PRIORITAS WILAYAH PERENCANAAN
Bagian ini menjelaskan mengenai Identifikasi Kawasan
Kumuh Kabupaten Bulukumba, Identifikasi Kawasan Kumuh
Kabupaten Kepulauan Selayar, Identifikasi Kawasan Kumuh
Bantaeng dan Identifikasi Kawasan Kumuh Jeneponto
BAB V KONSEP DAN STRATEGI PENANGANAN KUMUH
Bagian ini menjelaskan mengenai Konsep dan Strategi
Penanganan Kumuh Kabupaten Bulukumba, Konsep dan
Strategi Penanganan Kumuh Kabupaten Kepulauan selayar,

LAPORAN AKHIR I - 21
Konsep dan Strategi Penanganan Kumuh Kabupaten
Bantaeng, Konsep dan Strategi Penanganan Kumuh
Kabupaten Jeneponto
BAB V RENCANA AKSI
Bagian ini menjelaskan mengenai Rencana Aksi Wilayah
Perencanaan.

LAPORAN AKHIR I - 22

Anda mungkin juga menyukai