____________________________________________________________________________________________________
2. KERANGKA PEMIKIRAN
Permukiman Kumuh
Berdasarkan pada bagan diatas dapat dilihat bahwa dalam masalah terkait Permukiman
Kumuh Di Provinsi Gorontalo terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan yakni terdiri
dari Kepedudukan, Kondisi Bangunan, Kondisi Sarana dan Prasarana Dasar juga Kondisi
Sosial Ekonomi. Merujuk pada tulisan dari Damisi, Kumurur, & Sela dalam judul “Analisis
Faktor-Faktor Kekumuhan Kawasan Permukiman Pesisir Tradisional (Studi Kasus : Desa
Bajo Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo)” dapat dijelaskan bahwa
Aspek kependudukan merupakan salah satu faktor yang erat hubungannya dengan suatu
kekumuhan. Kependudukan dapat mempengaruhi kekumuhan disuatu kawasan permukiman
berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dan pertambahan penduduk yang merupakan bagian
dari indikator kekumuhan. Pertumbuhan penduduk adalah salah satu penyebab
berkembangnya permukiman kumuh. Jika terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk yang
tidak sebanding dengan pembukaan lahan permukiman maka akan semakin banyak lahan-
lahan yang tidak seharusnya dijadikan sebagai kawasan permukiman yang akhirnya
terkategori sebagai permukiman kumuh.
Selanjutnya, pada aspek Kondisi bangunan dapat mempengaruhi kekumuhan suatu
kawasan permukiman berdasarkan indikatornya yakni tingkat kualitas bangunan, tingkat
kepadatan bangunan, tingkat kelayakan bangunan, dan tingkat penggunaan luas lantai. Jika
kondisi bangunan di kawasan permukiman buruk, dengan nilai sangat tingi pada masing-
masing indikator kekumuhan, maka aspek kondisi bangunan tersebut akan teridentifikasi
sebagai faktor kekumuhan. Dalam identifikasi suatu kawasan permukiman kumuh, terdapat
aspek kondisi sarana dan prasarana yang harus diperhatikan. Dalam hal ini terdapat beberapa
indikator yakni tingkat pelayanan air bersih, kondisi sanitasi lingkungan, kondisi
persampahan, kondisi saluran air hujan, dan kondisi jalan. Melalui indikator-indikator tersebut
dapat ditentukan kekumuhan suatu kawasan permukiman dengan pemberian nilai pada tiap
indikator kekumuhan. Kemudian, Tinggi rendahnya kondisi sosial ekonomi dapat
mempengaruhi kondisi kekumuhan suatu kawasan permukiman. Tingkat kemiskinan, tingkat
pendidikan, dan tingkat pendapatan merupakan indikator yang terdapat pada aspek kondisi
sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi masyarakat akan menentukan kualitas dari suatu
kawasan permukiman.
Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo Winarni Monoarfa menilai rendahnya kesadaran
dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan sanitasi disebabkan
kurangnya koordinasi antar pihak-pihak yang berkepentingan. Koordinasi yang rendah
berdampak pada kurang padu dan komprehensifnya program tersebut baik di tingkat
pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya. Salah satu cara yang perlu
dilakukan yakni dengan mengoptimalkan program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi
Pemukiman) yang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
sanitasi di daerah dengan pengarusutamaan percepatan pembangunan di sektor sanitasi. Saat
ini Pemprov Gorontalo telah sampai pada penyusunan dan pemutakhiran dokumen SSK
(Strategi Sanitasi Kabupaten/kota) untuk enam kabupaten/kota. Untuk tahun 2016 telah
dilakukan di tiga kabupaten/kota yakni Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Utara, dan Kota
Gorontalo. Tiga kabupaten lain ditargetkan selesai di tahun 2017 ini yakni Kabupaten
Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango.
3. METODE ANALISIS
Metode analisis yang digunakan didalam penulisan ini yaitu metode analisis deskriptif,
Menurut Arikunto (2019, hlm. 3) analisis deskriptif adalah penulisan yang dimaksudkan
untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya
dipaparkan dalam bentuk laporan. Sedangkan, menurut Sukmadinata (2017, hlm. 72) analisis
deskriptif adalah suatu bentuk penulisan yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-
fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia yang bisa
mencakup aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara
fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa Meningktanya angka pertumbuhan
penduduk di Indonesia tidak sebanding dengan adanya pembukaan lahan-lahan permukiman,
oleh sebab itu banyak lahan-lahan yang tidak seharusnya untuk permukiman tapi dijadikan
kawasan permukiman yang akhirnya terkategori dalam permukiman kumuh karena dibangun
tanpa fasilitas yang seharusnya. Menurut UU No.1 Tahun 2011 pasal 1 tentang perumahan
dan kawasan permukiman, dijelaskan bahwa kawasan permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Permukiman kumuh
adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat (UU No.1 Tahun 2011).
Lingkungan permukiman kumuh dapat digambarkan sebagai lingkungan permukiman
yang kondisi tempat tinggal atau tempat huniannya berdesakan, luas rumah tidak sebanding
dengan jumlah penghuni, rumah berfungsi sekedar tempat istirahat dan melindungi diri dari
panas, dingin dan hujan, lingkungan dan tata permukimannya tidak teratur, bangunan
sementara, tanpa perencanaan, prasarana kurang (MCK air bersih, saluran buangan, listrik,
gang lingkungan jorok dan menjadi sarang penyakit), fasilitas sosial kurang (sekolah, rumah
ibadah, balai pengobatan), mata pencaharian penghuni tidak tetap dan usaha non-formal,
tanah bukan milik penghuni, pendidikan rendah, penghuni sering tidak tercatat sebagai warga
setempat, rawan kebakaran, banjir dan rawan terhadap timbulnya penyakit.
Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh Berdasarkan draft Panduan Identifikasi Kawasan
Permukiman Kumuh Direktorat Pengembangan Permukiman Dirjen Cipta Karya Kementrian
PU, penentuan kriteria kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan mempertimbangkan
berbagai aspek atau dimensi seperti tingkat kepadatan dan keteraturan bangunan, kualitas
bangunan, kondisi sarana dan prasarana dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan
tidak membahayakan penghuni, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal. Masyarakat
pada tingkat akar rumput biasanya sangat mengenali masalah kekumuhan di kawasan yang
ditinggalinya karena sehari-hari mereka hidup dan berinteraksi sosial dalam kawasan tersebut
sehingga masukan-masukan mereka akan sangat berarti dalam tahap implementasi. Selain itu,
masalah terkait Permukiman Kumuh Di Provinsi Gorontalo terdapat beberapa poin yang harus
diperhatikan yakni terdiri dari Kepedudukan, Kondisi Bangunan, Kondisi Sarana dan
Prasarana Dasar juga Kondisi Sosial Ekonomi.
5. SARAN
Disarankan pada pemerintahan provinsi Gorontalo untuk fokus kepada Faktor-faktor
penyebab kekumuhan di kawasan permukiman di beberapa wilayah di Gorontalo seperti
Lokasi, Kependudukan, Kondisi Bangunan Hunian, Kondisi Prasarana dan Sarana Dasar dan
Kondisi Sosial Ekonomi. Selain itu, Pelaku monev lebih besar - melibatkan Dinas/OPD yg
lebih komprehensif, Perlu dirancang lebih matang, isu strategis disepakati di kick off dengan
mengandalkan data/informasi, capaian dll, Rekomendasi dialamatkan kepada Dinas/OPD
kunci (berbagi peran dan membangun komitmen) dan sebaiknya dilakukan konsisten tengah
dan akhir tahun – bersifat evaluatif.
6. REKOMENDASI
Kota Gorontalo terdapat kawasan kumuh yang dikategorikan sebagai kawasan Kumuh
berat (K3), kumuh sedang (K2), dan Kumuh Ringan (K1) Tingkat kekumuhan di Kota
Gorontalo disebabkan karena faktor Tingkat Pendidikan, Faktor Ekonomi, Kurangnya Sarana
dan Prasarana. Dilihat dari letaknya karakteristik permukiman kumuh di Kota Gorontalo,
pemerintah dapat mengklasifikasikan menjadi:
1. Permukiman kumuh nelayan.
2. Permukiman kumuh pusat kota/pusat kegiatan sosial ekonomi.
3. Permukiman kumuh di daerah rawan bencana.
Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh, maka penenganan kawasan kumuh dapat
dilakukan dengan 3 pendekatan, yakni:
1. Property Development
2. Community Based Development
3. Guided Land Development.