Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

ANALISA PERMASALAHAN PERMUKIMAN KOTA DI


GORONTALO

Studi Kasus: Kelurahan Biawao, Kecamatan Kota Selatan, Kota


Gorontalo

DISUSUN OLEH

IRFAN MAULANA
551421017

PROGRAM STUDI S-1 ARSITEKTUR

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan petunjuk dan hidayah-Nya
laporan dengan judul “Analisa Permasalahan Permukiman Kota” dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Laporan ini berisi tentang beberapa deskripsi yang merujuk kepada permasalahan perumahan
informal dan studi kasus berupa salah satu kelurahan yang ada di Kota Gorontalo, yakni Kelurahan
Biawao, Kecamatan Kota Selatan, Kabupaten Gorontalo. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kota dan Permukiman. Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, dan bahasannya.oleh karena itu, kami sangat
mengharap kritik dan saran yang membangun guna menjadi acuan agar bisa menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
peningkatan ilmu pengetahuan.

Gorontalo, 15 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB 2 LANDASAN TEORI

A. Permukiman Kumuh Kota


B. Klasifikasi dan Tipe Permukiman
C. Dampak Negatif Permukiman Kumuh
D. Penanganan Permukiman Kumuh

BAB 3 STUDI KASUS

A. Kawasan Permukiman
B. Identifikasi Permasalahan Permukiman

BAB 4 KONSEP DAN SOLUSI PENYELESAIAN

A. Analisa Solusi Permasalahan Permukim

BAB 5 PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, memiliki masalah perkotaan
yang sangat kompleks. Sebagai salah satu ciri negara berkembang adalah sangat pesatnya
perkembangan penduduk perkotaan terutama kotakota besar dari negara tersebut, sebagai akibat
dari tingginya angka pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Kaum urban dari kalangan miskin,
biasanya menyasar pinggiran kota yang belum memiliki fasilitas ruang kota, agar lebih murah.
Salah satu akibatnya adalah munculnya permukiman kelompok sosial kota terpinggirkan, yang
tidak terencana, tidak memiliki fasilitas infrastruktur, yang semakin lama semakin berkembang
secara alami dan akhirnya tumbuh tidak terkendali menjadi wilayah permukiman yang serba
semrawut dan kumuh.
Kawasan permukiman menurut Undang- undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Sedangkan permukiman sendiri adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Permukiman kumuh merupakan keadaan lingkungan hunian dengan kualitas yang sangat
tidak layak huni, dengan ciri-ciri antara lain kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang
terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat
rendah, tidak terlayaninya prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan
keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya.
Unsur- unsur permukiman yaitu alam (nature), lindungan (shell), jejaring (network),
manusia (man), dan masyarakat (society). Komposisi unsur yang membentuk permukiman
beraneka ragam, serta kegiatan yang ditampung oleh permukiman tersebut juga beragam. Selain
untuk menampung kegiatan hunian itu sendiri, permukiman juga sebagai tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan salah satunya adalah kegiatan pertambangan
(Setiawan et al., 2017).
Perumahan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat. Produk-produk
yang ditawarkan oleh pengembang kepada konsumennya tentunya harus berorientasi kepada
kebutuhan konsumen. Kepuasan konsumen atas pembelian rumah yang ditawarkan merupakan
impian dari setiap pengembang. Masyarakat yang semakin maju membutuhkan keamanan,
kenyamanan dalam lingkungan perumahaan atau huniannya (Putri et al., 2019).
Permasalahan yang sering terjadi terkait perumahan dan permukiman adalah masalah
kelayakan hunian atau kondisi terpat hunian. Seiring pertumbuhan kota, kawasan diharapkan
mampu mewadahi aktivitas manusia dengan baik lewat standar yang telah ditentukan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembangunan permukinan yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan?
2. Bagaimana kondisi kawasan perumahan dan permukiman di Kelurahan Biawao, Kota
Gorontalo?
3. Bagaimana desain dan solusi yang tepat untuk permasalahan perumahan yang ada di
Kelurahan Biawao?

C. Tujuan
1. Mengetahui pembangunan perumahan dan permukinan yang sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.
2. Mengetahui salah satu kondisi kawasan permukiman di Kelurahan Biawao, Kota Gorontalo.
3. Mengetahui desain dan solusi yang tepat untuk permasalahan perumahan yang ada di
Kelurahan Biawao.
BAB 2

LANDASAN TEORI

A. Permukiman Kumuh Kota


Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan
ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur
(pasal 1 ayat 3).
Permukiman informal adalah lingkungan atau distrik perkotaan yang berkembang tanpa
kendali, tetapi tidak selalu identik dengan permukiman 'liar' dan 'kumuh'. Perkembangan dan
pertahanan permukiman informal menjadi fenomena, dimana intervensi pemerintah selama
setengah abad gagal dalam menghentikan pertumbuhannya.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021, Tentang:
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terdapat pada pasal 1, telah dijelaskan beberapa hal
terkait definisi seputar perumahan dan pemukiman, antara lain:
Permukiman adalah bagian dari Lingkungan Hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sedangkan perumahan
adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari Permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan.
Prasarana adalah kelengkapan dasar Iisik Lingkungan Hunian yang memenuhi standar
tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana adalah
fasilitas dalam Lingkungan Hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Utilitas Umum adalah kelengkapan
penunjang untuk pelayanan Lingkungan Hunian.
Permukiman kumuh dan liar sebenarnya mudah dirasakan dan dilihat daripada dikatakan.
Menurut Huque, permukiman kumuh sebagai terjemahan dari “marginal settlement” atau
“shanty town” yang di berbagai negara memperoleh nama tersendiri seperti barriada (Peru),
gececondu (Turki), buste (India), chika (Ethiopia), bidonville (Afrika) dan sebagainya (Huque,
Asraf, 1975 :32). Sedangkan Clerence Schubert dari United Nations Centre for Human
Settlement (UNCHS) memberikan batasan tentang “marginal settlement” tersebut sebagai
“primarily residential communities which are populated by low to middle income residents but
which enerally lock municipal infrastructure and social services and develop outside the formal
urbanization process” (Schubert, C, 1979 : 3)
B. Klasifikasi dan Tipe Permukiman
Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan
dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat. Kawasan permukiman dapat dilihat dari klasifikasi permukiman dan tipe
permukiman. Berikut merupakan penjelasan dari klasifikasi dan tipe permukiman.
Klasifikasi Fungsi Permukiman Menurut Lewis Mumford (The Culture Of Cities, 1938)
dalam Wesnawa, 2015:27) mengemukakan 6 jenis Kota berdasarkan tahap perkembangan
permukiman penduduk kota. Jenis tersebut diantaranya:
1. Eopolis dalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya
merupakan peralihan dari pola kehidupan desa ke arah kehidupan kota.
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan
sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh penduduknya sebagian
kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota
metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan pelayanan
umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi.
6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan penduduknya.

Tipe Permukiman Menurut Wesnasa (2015:32) mengemukakan tipe permukiman dapat


dibedakan menjadi 2 tipe permukiman:
a. Tipe Permukiman berdasarkan waktu hunian
Ditinjau dari waktu hunian permukiman dapat dibedakan menjadi permukiman
sementara dan permukiman bersifat permanen. Tipe sementara dapat dihuni hanya
bebeerapa hari (rumah tenda penduduk pengembara), dihuni hanya untuk beberapa bulan
(kasus perumahan peladang berpindah secara musiman), dan hunian hanya untuk beberapa
tahun (kasus perumahan peladang berpisah yang tergantung kesuburan tanah). Tipe
permanen, umumnya dibangun dan dihuni untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Berdasarrkan tipe ini, sifat permukiman lebih banyak bersifat permanen. Bangunan fisik
rumah dibangun sedemikian rupa agar penghuninya dape menyelenggarakan kehidupannya
dengan nyaman.
b. Tipe permukiman menurut karakteristik fisik dan nonfisik
Pada hakekatnya permukiman memiliki struktur yang dinamis, setiap saat dapat
berubah dan pada setiap perubahan ciri khas lingkungan memiliki perbedaan tanggapan. Hal
ini terjadi dalam kasus permukiman yang besar, karena perubahan disertai oleh
pertumbuhan. Sebagai suatu permukiman yang menjadi semakin besar, secara mendasar
dapat berubah sifat, ukuran bentuk, rencana, gaya bangunan, fungsi dan kepentingannya.
Jadi jika tempat terisolasi sepanjang tahun kondisinya relatif tetap sebagai organisme statis
suatu kota besar maupun kecil akan menghindari kemandegan, kota akan berkembang baik
kearah vertikal maupun horizontal, fungsi baru berkembang dan fungsi lama menghilang,
pengalaman sosial dan transformasi ekonomi mengalami perkembangan pula. Pada akhirnya
terpenting untuk dipertimbangkan bahwa semua permukiman memiliki jatidiri masing-
masing secara khas. Baik tanpa fisik, peranan dan fungsi, sejarah, arsitektur dan
perencanaan jalan pada setiap permukiman memiliki keunikan sendiri.

C. Dampak Negatif Permukiman Kumuh


Dampak negatip kesemrawutan arsitektur permukiman kumuh dalam lingkup luas atau kota
adalah dapat menjadi penyakit dari keindahan pemandangan kota dan pemborosan sumber daya
Negara/kota. Dari segi kesehatan,
Kesemrawutan arsitektur dan kekumuhan permukiman terpinggirkan di kota dapat menjadi
sumber berbagai jenis penyakit epidemi seperti muntaber, kolera, malaria, deman berdarah dan
lain-lain. Kesemrawutan arsitektur juga berpengaruh pada psikis atau kejiwaan seperti perasaan
tidak senang tinggal di rumah atau di lingkungan permukimannya, yang dapat mendorong
sebagian warga untuk selalu ingin keluar rumah. Yang berarti arsitektur telah gagal memberi rasa
nyaman dan aman baik secara fisik dan kejiwaan, tidak mampu mendidik/menata perilaku
penghuninya untuk hidup teratur atau berkepribadian. Sempitnya ruang dalam dari rumah tidak
memenuhi standar kenyamanan dan privacy. Demikian juga dengan sistem konstruksi rumah
yang tidak memenuhi standar mutu keamanan untuk permukiman. Keamanan yang dimaksud
adalah dari segi kekuatan dalam menahan beban dan goyangan gempa bumi, aman dari bencana
banjir, kebakaran, dan lain-lain (Karisoh et al., 2020).

D. Kriteria Permukiman Kumuh

Berdasarkan peraturan menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat no. 2/PRT/M/2016
2016 tentang peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh kriteria
permukiman kumuh sebagai berikut : Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh
merupakan kriteria yang di gunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan
kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
dimaksud, kriteria kekumuhan ditinjau dari: Bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air
bersih/minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan; dan
proteksi kebakaran.

E. Penanganan Permukiman Kumuh


Penanganan Pemukiman Kumuh UU 4/1992 tentang Perumahan & permukiman, Pasal 27
ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas
permukiman meliputi upaya melalui perbaikan atau pemugaran, peremajaan serta pengelolaan
dan pemeliharaan yang berkelanjutan. Peremajaan itu sendiri diartikan sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan
penataan yang menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut.
Upaya yang dilakukan dalam rangka peremajaan: Secara bertahap dan sering kali
mengakibatkan perubahan yang mendasar, bersifat menyeluruh dalam suatu kawasan
permukiman yang sangat tidak layak huni, yang secara fisik sering tidak sesuai lagi dengan
fungsi kawasan semula. Difokuskan pada upaya penataan menyeluruh terhadap seluruh
kawasan hunian kumuh, rehabilitasi dan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar, serta
fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang menunjang fungsi kawasan ini sebagai daerah hunian
yang layak.
Memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh rangkaian kegiatannya. Dengan
demikian, peremajaan merupakan salah satu bentuk bantuan program yang diberikan oleh
Pemerintah untuk meningkatkan kualitas permukiman. Dalam perjalanan pelaksanaannya,
program peremajaan telah mengalami berbagai perubahan dan 87 034 Jurnal Arsitektur, Kota
dan Permukiman (LOSARI) penyempurnaan, baik dalam mekanisme pelaksanaan, cakupan
program bahkan dalam pendekatan dasarnya. Dalam kaitan tersebutlah petunjuk umum
pelaksanaan program perbaikan lingkungan permukiman kota ini disusun dan dipersiapkan.
Penanganan daerah kumuh sebenarnya perlu dilakukan tidak hanya di daerah-daerah kumuh
yang merupakan bagian dari kota metropolitan atau kota besar, tetapi juga perlu dilakukan di
daerah kumuh di kota-kota bagian terkecil. Penanganan daerah kumuh di kota-kota besar dan
kota-kota kecil menjadi strategis ketika wilayah ini memiliki pengaruh langsung pada bagian
kota metropolitan seperti daerah pusat kota metropolitan, regional pusat pertumbuhan
metropolis, perdagangan, pergudangan, dan kantor serta daerah industri lainnya (Budy, 2016).
BAB 3

STUDI KASUS

A. Kawasan Permukiman
Studi kasus terkait permukiman ini, bertempat di Kelurahan Biawao, secara goegrafis
Kelurahan Biawao terletak di Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Kelurahan Biawao
sendiri, sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Limba B, sebelah selatan berbatasan dengan
Kelurahan Tenda, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ipilo, sebelah barat berbatasan
dengan Kelurahan Biawu.

(Gambar 1. Peta Kelurahan Biawao)


Sumber: Google Maps

Kelurahan atau Desa Biawao memiliki jumlah distrik adalah 9 dan luas wilayah menurut BPS
Tahun 2021 adalah 79,59 km2, dengan kode wilayah administrasi adalah 75.71, dan jumlah
penduduk 196.055 ( DKCS, 2021).

B. Identifikasi Permasalahan Permukiman


Dalam penelitian ini di ambil 3 sampel yang masing-masing terdapat pada Kelurahan
Biawao dengan kategori kumuh ringan, dan tidak kumuh.

No Wilayah Kategori
1 Biawao bagian selatan Kumuh ringan
2 Biawao bagian timur Kumuh ringan
2 Biawao bagian utara Tidak kumuh
Tabel 1. Kategori Permukiman

1. Permasalahan Area Parkir

(Gambar 2 & 3. Kondisi Jalan Kelurahan Biawao)


Sumber : Survey (2022)

Permasalahan utama yang terdapat pada kelurahan Biawao adalah area parkir.
Pengabaian Garis Sempadan jalan mengakibatkan penggunaan sebagian jalan sebagai area
parkir, mengingat wilayah Kelurahan Biawao adalah area perdagangan, maka dari sebagian
jalan digunakan sebagai area parkir kendaraan, tentu saja hal ini akan mengganggu
pengendara atau pengeguna jalan.

2. Permasalahan Persampahan

(Gambar 4 & 5. Kodisi Persampahan Kelurahan Biawao)


Sumber : Survey (2022)

Permasalahan selanjutnya adalah masalah persampahan, pada keluarahan Biaya tidak


ada area yang digunakan untuk persampahan. Akibatnya, sampah tercecer dimana-mana
bahkan sampai pada drainase, hal ini merupakan pencemaran lingkungan dan salah satu
faktor yang membuat atau pemicu lingkungan menjadi kumuh.

3. Permasalahan Drainase
(Gambar 6 & 7. Drainase Kelurahan Biawao)
Sumber : Survey (2022)

Pada Kelurahan Biawao ini belum adanya perbaikan terkait dengan drainase, oleh
karena itu akses yang menghubungkan antara jalan dan pertokoan tidak terlihat baik.
Kondisi seperti ini akan membuat lingkungan sekitar terlihat kumuh.

4. Permasalahan Vegetasi atau Area Hijau

(Gambar 8 & 9. Area Perdagangan Kelurahan Biawao)


Sumber : Survey (2022)

Pada Kelurahan Biawao sedikit sekali vegetasi yang terdapat pada wilayah
tersebut.polusi dari transportasi juga merupakan salah satu pengebab area perkotaan menjadi
kumuh, oleh karena itu vegetasi pada ruang terbuka sangat penting guna untuk memberikan
peneduhan dan penyegaran pada suatu wilayah.

5. Permasalahan Garis Sempadan Banguunan (GSB)


(Gambar 8 & 9. Area Perdagangan Kelurahan Biawao)
Sumber : Survey (2022)

Dari foto diatas dapat dilihat bahwa banyak pembangunan di area ini yang melakukan
pelanggaran terkait peraturan GSB atau Garis Sempadan Bangunan. Akibatnya, banyak
bangunan pertokoan yang menjual barang berdekatan langsung dengan garis jalan. Hal ini
tentu saja dapat memicu kemaceran karena parkir pelanggan yang tak beraturan.
BAB 4

KONSEP DAN SOLUSI

A. Analisa Solusi Permasalahan Permukiman


Dari beberapa permasalahan yang telah diuraikan diatas, berikut beberapa konsep solusi dari
beberapa sumber referensi:

1. Arsitektur Kampung Kota

Metafora manusia selaku penghuni pemukiman tersebut ditransformasi menjadi sebuah


bentuk bangunan yang dibagi menjadi beberpa bagian. Hal ini diharapkan menjadi penyatu
antar hunian bangunan dengan alam dan manusia itu sendiri. Pembentukan bangunan
tersebut juga didasari dengan sebuah perumpamaan rumah panggung tradisional yang ada di
Sulawesi Selatan. Kondisi rumah yang memiliki area bawah terbuka membantu mewadahi
aktifitas dan lebih membuka ruang gerak penduduk sekitar (Budy, 2016).

(Gambar 10. Konsep arsitektur Kampung Kota)

(Gambar 11. Konsep arsitektur Kampung Kota)

Dalam penataan kawasan pemukiman tersebut harus diperhatikan juga area kawasan yang
mampu mengendalikan kondisi lingkungan secara keseleruhan sehingga digunakan konsep ini.
(Gambar 12. Konsep Sirkulasi Arsitektur Kampung Kota)

Arah sirkulasi udara di wilayah ini Untuk memperlancar peredaran arah angin atau arah angin.

Berikut adalah hasil rekomendasi / konsep desain penataan kawasan pemukiman tersebut.

(Gambar 13, 14, 15 & 16. Konsep Desain arsitektur Kampung Kota)

2. Redesain Permukiman Kumuh dengan Pendekatan Incremental


Sebuah kawasan yang padat di redesain dan mengganti nya dengan susunan kawasan
yang lebih tertata. Konsep yang diutamakan adalah pembukaan ruang publik dan komunitas.
Ruang publik ini akan membuka sirkulasi orang dan angin untuk masuk ke area lahan.
Setelah itu kualitas hunian diperbaiki dalam segi material dan penataan ruang nya. Dengan
perbaikan mendasar yang terjadi pada lingkungan kumuh, diharapkan memicu pemeliharaan
dari penghuni nya untuk menjaga kawasannya dan mengembangkannya (Aldilla &
Dinapradipta, 2018).
Pendekatan desain yang dipilih adalah Incremental Housing dan Green Architecture.
Incremental Housing adalah sebuah proses dimana hunian di bangun step by step dan
dikembangkan seiring berjalannya waktu untuk meningkatkan kualitas dan luasan. Hunian
yang awalnya sudah terbangun, memungkinkan untuk dikembangkan sesuai kebutuhan
penghuni. Dalam hal ini, hunian yang nantinya dapat berkembang dapat digunakan menjadi
lahan usaha untuk mengembangkan perekonomian.

(Gambar 17. Konsep Desain Hunian)

Dalam penerapannya, hunian dibangun setengah jadi terlebih dahulu dan setengahnya
dibiarkan kosong agar penghuni dapat menambahkan ruangan untuk kebutuhannya di masa
depan. Kebutuhannya dapat berupa kamar tambahan jika anggota keluarganya bertambah,
ataupun lahan usaha untuk menambahkan tingkat perekonomian penghuni, juga untuk
menambah daya tarik masyarakat luar lahan untuk datang.

(Gambar 18. Konsep Desain Bangunan)

Rumah yang sudah jadi memiliki susunan ruangan-ruangan utama yang tidak bisa
disusun sendiri oleh penghuni karena memiliki utilitas utama seperti dapur, kamar mandi
dan kamar utama. Lalu ruangan yang kosong dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhannya. Namun dibatasi oleh struktur utama hunian agar penghuni tidak dapat
mengembangkan huniannya lebih dari Batasan.

3. Desain Kampung Kota


Desain kampung kota ini terinspirasi oleh konsep dari salah satu arsitektur ternama
yakni Yu Sing, dalam desainnya, beliau menerapkan konsep kampung kota, dimana
pembuatan rumah susun yang digunakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kampung kota bukan hanya perumahan. Bukan hanya hunian. Tapi juga sebagai
tumpuan mata pencaharian. Pengembangan kampung perlu mendesain pengembangan
ruang ekonomi. Semakin banyak warga, semakin besar potensi pengembangan ekonomi.
Dalam konteks kampung2 kota di Indonesia, sebaiknya tidak hanya direspon dengan
perbaikan fisik saat ini, tetapi lebih jauh dari itu, mulai perencanaan untuk masa depan. Bila
kampung kota sebagai pusat pertumbuhan, bukan bertumbuh ke pinggiran kota; maka
banyak konsumsi karbon dari transportasi, polusi, & urban spraw/penyebaran kota di
pinggiran dapat dikurangi.

(Gambar 19. Konsep Desain Rumah Deret)

Dana untuk membangun rusunawa, sebetulnya dapat digunakan untuk membangun


kampung deret, kebutuhan hunian sewa tetap terpenuhi, pendapatan warga meningkat, pemda
tidak perlu subsidi pemeliharaan gedung, uang sewa dapat sebagai cicilan bantuan kredit
konstruksi.

(Gambar 20. Konsep Zonasi)

(Gambar 20. Konsep Bangunan)

Bangunan didesain panggung dan bagian bawah bangunan difungsikan sebagai bak
detensi untuk menampung air hujan sebagai sumber air bersih. 
Idealnya, semua perkerasan dalam kawasan perencanaan, misalnya jalan kendaraan,
juga didesain panggung agar kolongnya bisa menyimpan air. Namun karena batasan anggaran
yang disiapkan, dalam proyek ini jalan kendaraan belum berupa jalan panggung.
(Gambar 21. Perspektif)
BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan
Permukiman kumuh adalah hasil dari perkembangan zaman dan sebuah kota besar.
Keberadaannya tidak bisa dihindari, karena berbagai macam faktor, namun permukiman kumuh
merupakan indikasi dari perkembangan zaman. Kita sebagai arsitek dituntut untuk lebih kritis
melihat masalah ini dan menawarkan penyelesaiannya.

B. Saran
Kepada masyarakat agar lebih memperhatikan kualitas hidup masyarakat khususnya pada
kesehatan walaupun menetap pada kawasan kumuh tapi jika masyarakat sadar akan kesehatan,
seperti mengikuti programprogram yang sudah ditetapkan pemerintah untuk kesehatan
masyarakat itu sendiri.
DAFTAR ISI

Aldilla, M. J., & Dinapradipta, A. (2018). Redesain Permukiman Kumuh dengan Pendekatan Incremental.
Jurnal Sains Dan Seni ITS, 6(2). https://doi.org/10.12962/j23373520.v6i2.26006
Budy, A. (2016). PENATAAN KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH KELURAHAN TAMAMAUNG
KOTA MAKASSAR. LOSARI : Jurnal Arsitektur Kota Dan Pemukiman.
https://doi.org/10.33096/losari.v1i2.44
Karisoh, S. D., Tondobala, L., & Syafriny, R. (2020). Pengaruh Kekumuhan Terhadap Kualitas Hdup
Masyarakat Di Perkampungan Kota Manado. Spasial, 7(1).
Putri, M. C., Koesoemawati, D. J., & Trisiana, A. (2019). Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Sarana
Prasarana dan Lokasi Perumahan Menggunakan Metode Quality Function Deployment (Studi Kasus
Perumahan Griya Pesona Karangrejo Banyuwangi). BERKALA SAINSTEK, 7(2).
https://doi.org/10.19184/bst.v7i2.11942
Setiawan, L. A., Astuti, W., & Rini, E. F. (2017). Tingkat Kualitas Permukiman (Studi Kasus: Permukiman
Sekitar Tambang Galian C Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo). Region: Jurnal Pembangunan
Wilayah Dan Perencanaan Partisipatif, 12(1). https://doi.org/10.20961/region.v12i1.15922

Anda mungkin juga menyukai