Anda di halaman 1dari 15

PERMUKIMAN KUMUH DI SUNGAI JAWI ( PONTIANAK )

Dosen Pengampu :

Dr. Imran, M.Kes

Disusun Oleh :

1. Wisnu Rizky Saputra ( F1092221001 )


2. Sindi Ratu Kartika ( F1092221006 )
Dewi
3. Lira Miranda ( F1092221008 )
Kurniawan
4. Risma ( F1092221010 )

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK
2022

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang mewakili perasaan kami saat ini kecuali rasa syukur. Untuk itu, kami
ucapkan terima kasih kepada Tuhan atas rahmat-Nya, kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik. Meski mendapatkan kendala, tapi kami bisa melaluinya sehingga makalah
berjudul "Permukiman Kumuh di Sungai Jawi ( Pontianak )” ini dapat terselesaikan tepat
waktu. Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Imran, M.Kes selaku Dosen
pengampu mata kuliah pengantar Pendidikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Sebagai penulis, kami
berharap pembaca bisa memberikan kritik agar tulisan selanjutnya jauh lebih baik. Selain itu
kami berharap pembaca menemukan pengetahuan baru dari makalah “Standar Nilai Moral di
Indonesia” ini. Walaupun tulisan ini tidak sepenuhnya bagus, kami berharap ada manfaat
yang bisa diperoleh oleh pembaca. Demikian sepatah dua patah kata dari kam, Terima kasih.

Pontianak 22, November 2022


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecamatan pontianak barat memiliki luas wilayah 16,82 km2 dengan jumlah
penduduk pada tahun 2016 sebesar 136.805 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 8,133 km2
. Kelurahan Sungai Jawi Luar merupakan kelurahan terluas ketiga setelah Kelurahan Pal
Lima dan Kelurahan Sungai Beliung. Kelurahan Sungai Jawi Luar memiliki luas wilayah
sebesar 3,01 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 39.553 jiwa dan kepadatan penduduk
sebesar 13.141 km2 .(bps, 2017). Kondisi kekumuhan di Kecamatan Pontianak Barat terdapat
di Kelurahan Sungai Beliung yang memiliki tipologi kumuh berat dan Kelurahan Sungai Jawi
Luar yang memiliki tipologi kumuh berat. Pemilihan lokasi penelitian ini lebih di fokuskan
pada Kelurahan Sungai Jawi Luar, yaitu sudah adanya penanganan dari pemerintah kota pada
program kota tanpa kumuh yang terdapat di gg Saga, berupa kegiatan saluran dan sanitasi
yang tergolong kumuh ringan, namun pada permukiman RT 05/RW 18 yang tergolong
kumuh berat belum terdapat kegiatan penaganan permukiman kumuh sehingga perlu
dilakukannya evaluasi terhadap tindak lanjut upaya pemerintah dalam penanganan
kekumuhan. Serta ditinjau dari RTRW Kota Pontianak tahun 2013-2033, yang menyatakan
bahwa di Kelurahan Sungai Jawi Luar tidak termasuk kedalam kawasan hunian yang di
lengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang.

Penelitian ini perlu diteliti didasarkan atas pertimbangan bahwa, kelurahan ini
memiliki letak yang sangat strategis yang merupakan salah satu kelurahan yang berada di tepi
sungai kapuas berlokasi pada RT 05/RW 18 yang memiliki tipologi kumuh berat.
Perkembangan permukiman yang padat menjadi salah satu pemicu permasalahan kumuh
namun terdapat permasalahan-permasalahan lainnya, seperti sosial dan ekonomi. Sebagian
besar masyarakat berpenghasilan rendah, dimana masih banyak masyarakat yang belum atau
tidak bekerja dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masih tergolong rendah. Hal ini
dapat mengakibatkan masyarakat tidak mampu untuk membangun dan memenuhi kebutuhan,
yang terus membangun permukiman dengan kondisi rumah seadanya atau tidak permanen
tanpa memperhatikan pola permukiman, standar bangunan perumahan, dan lingkungan yang
bersih. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai
“Evaluasi permukiman kumuh di RT 05/RW 18 Kelurahan Sungai Jawi Luar Kecamatan
Pontianak Barat”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi permukiman kumuh
di RT 05/RW 18 Kelurahan Sungai Jawi Luar Kecamatan Pontianak Barat.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa penyebab terjadinya Permukiman Kumuh?

2. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari Fenomena Sosial Permukiman Kumuh?

3. Bagaimana cara Penanggulangan Kawasan Permukiman Kumuh?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Permukiman Kumuh

2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari Permukiman Kumuh

3. Untuk mengetahui cara penanggulangan Kawasan permukiman Kumuh


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Apa itu permukiman

Pengertian Permukiman Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya.


Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan
dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang
rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan
menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan
pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan
perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang
bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human).3 Dengan demikian perumahan
dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat
hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.

2.2 Apa itu kumuh

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang
rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh
dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan
kepada golongan bawah yang belum mapan. Menurut kamus ilmu-ilmu sosial Slum’s
diartikan sebagai suatu daerah yang kotor yang bangunan-bangunannya sangat tidak
memenuhi syarat. Jadi daerah slum’s dapat diartikan sebagai daerah yang ditempati oleh
penduduk dengan status ekonomi rendah dan bangunan-bangunan perumahannya tidak
memenuhi syarat untuk disebut sebagai perumahan yang sehat. Slum’s merupakan
lingkungan hunian yang legal tetapi kondisinya tidak layak huni atau tidak memnuhi
persyaratan sebagai tempat permukiman (Utomo Is Hadri, 2000). Slum’s yaitu permukiman
diatas lahan yang sah yang sudah sangat merosot (kumuh) baik perumahan maupun
permukimannya (Herlianto, 1985). Dalam kamus sosiologi Slum’s yaitu diartikan sebagai
daerah penduduk yang berstatus ekonomi 22 rendah dengan gedung-gedung yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. (Sukamto Soerjono, 1985).
2.3 Apa itu Permukiman Kumuh

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah
dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan
sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah
yang belum mapan. Menurut kamus ilmu-ilmu sosial Slum’s diartikan sebagai suatu daerah yang
kotor yang bangunan-bangunannya sangat tidak memenuhi syarat. Jadi daerah slum’s dapat
diartikan sebagai daerah yang ditempati oleh penduduk dengan status ekonomi rendah dan
bangunan-bangunan perumahannya tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai perumahan yang
sehat. Slum’s merupakan lingkungan hunian yang legal tetapi kondisinya tidak layak huni atau tidak
memnuhi persyaratan sebagai tempat permukiman (Utomo Is Hadri, 2000). Slum’s yaitu
permukiman diatas lahan yang sah yang sudah sangat merosot (kumuh) baik perumahan maupun
permukimannya (Herlianto, 1985). Dalam kamus sosiologi Slum’s yaitu diartikan sebagai daerah
penduduk yang berstatus ekonomi 22 rendah dengan gedung-gedung yang tidak memenuhi syarat
kesehatan. (Sukamto Soerjono, 1985).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab terjadinya Permukiman Kumuh

Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang masih dihadapi oleh hampir
seluruh kotakota di Indonesia. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 mendefinisikan
permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena bangunan yang tidak
teratur, bangunan dengan tingkat kepadatan yang tinggi, dan bangunan dengan kualitas yang
buruk serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi sesuai standar. Permasalahan ini juga
tidak lepas dari Indonesia dimana berdasarkan data identifikasi Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2015 terdapat 38.431 permukiman kumuh pada
4.108 kawasan di seluruh Indonesia yang menjadi target penataan dan perbaikan hingga
tuntas (nol persen).

Max Weber menurut weber, sosiologi berlaku sebagai studi yang meninjau Tindakan
sosial guna menjelaskan hubungan sebab-akibat dari fenomena sosial tertentu. Penyebab
terjadinya permukiman kumuh tentunya banyak sekali dampak dan sebab-akibat.
Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju
pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri
maupun karena faktor migrasi. Peningkatan jumah penduduk yang juga di ikuti oleh
pertumbuhan ekonomi yang pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan ruang dan
penyediaan akan sarana dan prasarana permukiman. Dari waktu ke waktu kebutuhan akan
lahan di daerah perkotaan akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk,
sedangkan ketersediaan akan lahan strategis untuk permukiman relatif tetap. Oleh karena itu
penduduk di kota memanfaatkan lahan yang terbatas untuk dijadikan tempat permukiman
tanpa memperhatikan lagi kualitas lingkungan permukimannya. Pembangunan permukiman
di lahan yang terbatas menimbulkan masalah alih fungsi penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan peruntukan yang semestinya. Daya dukung lingkungan yang kurang memadai juga
akan menimbulkan masalah permukiman yaitu tumbuhnya permukiman kumuh tak layak
huni didaerah perkotaan yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan
permukiman.
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya pemukiman berasal dari
kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement
yang artinya pemukiman. Menurut Undang-undang RI No. 14 6 Tahun 1992, tentang
Perumahan dan Permukiman menyebutkan bahwa Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan mendukung perikehidupan
dan penghidupan. Lingkungan permukiman yang baik tentunya akan nyaman untuk
ditinggali, namun permukiman yang tidak baik tentunya akan menimbulkan berbagai masalah
salah satunya adalah muncul kesan kumuh pada permukiman tersebut. Menurut Kurniasih
(2007) pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :

1. Sebab Kumuh Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari:

a. segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan
udara,
b. segi masyarakat/sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti
kepadatan lalu lintas, sampah.

2. permukiman kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain:

a. kondisi perumahan yang buruk,


b. penduduk yang terlalu padat,
c. fasilitas lingkungan yang kurang memadai,
d. tingkah laku menyimpang,
e. budaya kumuh,
Menurut Sadyohutomo (2008) penyebab munculnya permukiman kumuh adalah sebagai
berikut :
1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang
cukup
2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana
(terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman yang baru.

3.2 Apa saja dampak yang ditimbulkan dari fenomena sosial Permukiman Kumuh

Kondisi jalan lingkungan yang Gambaran Umum Permukiman Kumuh di RT 05/RW


18 4 terdapat pada RT 05/RW 18 masih terdapat jalan lingkungan yang sempit dan
menggunakan gertak kayu. dengan kondisi lebar jalan gertak yaitu kurang dari 1,5 m. dan
terdapat perkerasan jalan dengan jalan semen yang lebarnya lebih dari 1,5 m. menyebabkan
kondisi saluran yang kotor dan berbau diakibatkan oleh penumpukan sampah pada saluran
yang ada. Membuat sungai menjadi kotor. Dapat permasalahan yang dapat memicu terjadinya
permukiman kumuh yaitu kondisi bangunan gedung dimana kebanyakan kondisi rumah pada
lokasi ini adalah jenis rumah dengan tidak permanen dan dengan kepadatan yang sangat
padat, tidak tersedianya TPS sehingga masyarakat membuang sampah langsung ke
sungai,penggunaan jenis MCK yang ada yaitu mayoritas masyarakat menggunakan Wc
Cempulung. Dan ketidak tersediaan sarana dan prasarana proteksi kebakaran mengingat
lokasi ini merupakan lokasi rawan terjadinya bencana kebakaran karena lokasinya yang
sangat padat, serta tidak tersedianya sarana dan prasarana ruang terbuka hijau yang memadai.

3.3 Cara penanggulangan Permukiman Kumuh

Perlu dilakukannya peremajaan bangunan yang tidak layak huni dengan


pembangunankembali bangunan hunian yang telah rusak agar tidak terkesan kumuh.

 Perlu dilakukannya pemerataan permukiman agar tercipta bangunan yang memiliki tata
letak yang sesuai dengan persyaratan teknis bangunan. Kondisi jalan lingkungan Perlu
adanya perbaikan jalan lingkungan berupa perkerasan jalan beton dengan lebar yang
memadai yaitu 25m agar dapat memudahkan akses masyarakat dalam melakukan
pergerakan.Kondisi penyediaan air bersih Perlu adanya pendistribusian saluran air bersih
yang berasal dari sumber air bersih PDAM agar dalam pemanfaatan sumber air bersih
masyarakat dapat terpenuhi. Kondisi drainase lingkungan

- Menormalisasikan kembali saluran drainase yang tersumbat karena terjadinya timbulan


- Pengerukan drainase yang dangkal agar saluran dapat berfungsi secara optimal dan dapat
mengaliri air dan tidak terjadi genangan.

- Perlu adanya pembangunan saluran drainase baru untuk lokasi yang belum terlayani saluran
drainase. Kondisi pengelolaan air limbah

- Menyediakan sarana sanitasi individu yang berupa toilet dengan jenis MCK leher angsa
yang terhubung dengan septic tank pada masingmasing rumah.

- Perlu adanya penanganan limbah cair dan limbah padat dengan penyaluran yang baik ke
septick tank. Kondisi pengelolaan persampahan Menyediakan tempat pembuangan sampah
(TPS), agar masyarakat tidak membuang sampah langsung ke sungai dengan konsep
pengelolaan sampah berbasis 3R yaitu mengurangi timbulan sampah, menggunakan kembali,
dan mendaur ulang dengan berbasis masyarakat. Kondisi proteksi kebakaran Perlu adanya
penyediaan spot-spot hidran kebakaran. Kondisi ruang terbuka hijau

 Menyediakan taman lingkungan

 Menyediakan sarana rekreasi dengan konsep tepian sungai yang dapat


dimanfaatkanmasyarakat sebagai wisata air dan daya dukung permukiman yang berada pada
tepi sungai sebagai penunjang perekonomian masyarakat seperti penyewaan kano, sampan
dan cafe tepian sungai. Teori Talcott Parsons yaitu masyarakat sebagai suatu system saling
berhubungan dan saling bergantung. Faktor terpenting dari suatu integrasi sistem sosial yaitu
kesepakatan. Kemudian Talcott parsons mengembangkan konsep imperative fungsional
untuk membuat sistem bertahan . permukiman kumuh tentunya bukanlah hal yang di
inginkan oleh setiap orang atau masyarakat. Namun, permukiman kumuh lahir karena adanya
ketimpangan sosial di dalam masyarakat itu sendiri. Karenanya, perlu adanya hubungan
interaksi serta kerja sama dari diri masyarakat itu supaya terciptanya kehidupan yang layak,
banyak sekali dampak dari permukiman kumuh.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Pada lokasi penelitian di RT 05/RW 18 merupakan tingkat kekumuhan berat sesuai dengan
dengan SK Walikota Pontianak No. 367/DPRKP/Tahun 2017. Namun yang perlu di evaluasi
dalam penelitian ini yaitu mengenai penanganan permukiman kumuh oleh Pemerintahmelalui
program kota tanpa kumuh, dimana terdapat permasalahan yang dapat memicu terjadinya
permukiman kumuh yaitu kondisi bangunan gedung dimanakebanyakan kondisi rumah pada
lokasi ini adalah jenis rumah dengan tidak permanen dan dengan kepadatan yang sangat
padat, tidak tersedianya TPS sehingga masyarakat membuang sampah langsung ke sungai,
penggunaan jenis MCK yang ada yaitu mayoritas masyarakat menggunakan Wc Cempulung.
Dan ketidak tersediaan sarana dan prasarana proteksi kebakaran
mengingatlokasiinimerupakan lokasi rawan terjadinya bencana kebakaran karena lokasinya
yang sangat padat, serta tidak tersedianya sarana dan prasaranaruang terbuka hijau yang
memadai untuk menunjang permukiman yang layak huni.

b. Pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat pada permukiman kumuh yaitu pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, status kepemilikan, tanggungan anak, jenis tempat tinggal dan lama
tinggal. Berdasarkan hasil analisis crosstab maka diketahui terdapat hubungan yang positif
dan signifikan terhadap tingkat kekumuhan sebagai berikut:

 Pekerjaan artinya pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan, dimana mayoritas


pekerjaan masyarakat rendah yaitu sebagai buruh sehingga pendapatan yang didapat sangat
terbatas, masyarakat yang kurang mampu tidak dapat memelihara dan memperbaiki
bangunan hunian yang telah rusak.

 Pendapatan artinyakondisi perekonomian yang rendah menyebabkan ketidakmampuan


masyarakat dalam memperbaiki kondisi rumah yang telah rusak dan lebih memetingkan
kebutuhan sehari-hari yang harus mereka cukupi untuk kelangsungan hidupnya
 Status kepemilikan artinya terdapat rumah kontrakan dengan kondisi bangunan tidak
terawat dilihat dari banyaknya bangunan yang tidak permanen dan tidak memiliki keteraturan

 Jenis tempat tinggal artinya kurangnya kepedulian masyarakat dalam menjaga dan
merawat rumah yang tinggal di rumah kontrakan pada permukiman kumuh,

 Lama tinggal artinya penduduk yang tinggal < 10 tahun merupakan penduduk pendatan
dan tinggal pada rumah kontrakan yang tidak menjaga kondisi hunian tempat tinggal
sehingga dapat terjadi kerusakan.

c. Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan terhadaptingkat kekumuhan yaitu
sebagai berikut:

 Pendidikan artinya tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tidak mempengaruhi


tingkat kekumuhan. Berdasarkan kondisi eksisting, secara umum pendidikan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kekumuhan yaitu cara berfikir masyarakat yang sempit
karena kurangnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah langsung kesungai dalam
menjaga lingkungan hunian akibatnya hunian menjadi kumuh

 Tanggungan anak artinya banyaksedikitnya tanggungan anak tidak mempengaruhi tingkat


kekumuhan. Berdasarkan kondisi eksisting, tanggungan anak secara umum merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kekumuhan yaitu terdapat beberapa rumah yang dalam satu
rumah memiliki lebih dari 1 KK dengan jumlah anggotakeluarga lebih dari 5 orang
menempati rumah yang sempit yang terjadisecara turun-temurun sehingga masyarakat tidak
memperhatikan kondisi rumah yang ditempati hal inilah yang dapat memicu terjadinya
permukiman kumuh.
DAFTAR PUSTAKA

Madhianti, T., Mulki, G., & Puryanti, V. (n.d.). EVALUASI PERMUKIMAN KUMUH

KELURAHAN SUNGAI JAWI LUAR KECAMATAN PONTIANAK BARAT. Retrieved

November 22, 2022, from

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/JMHMS/article/viewFile/28398/75676578409

(‌ BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Permukiman, Kumuh, Dan Permukiman


Kumuh 2.1.1 Pengertian Permukiman, n.d.)

Anda mungkin juga menyukai